LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA
PEMURNIAN DAN IDENTIFIKASI SPEKTRA UV-VIS KURKUMINOID DARI
EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza)Kelompok F-3 :
Felicia Kristianti / 1110065Tanoko Harris A. / 1100037
Valentina Sintya / 1110085Wijaya Kartanegara / 1110097
Amelia Susetyo / 1110098Putri Wardhani / 1110141
Vani Oktavia S. / 1110118Zhidni Robbi R. / 1110160
Fonnyza M. / 11100328Langgeng Dewi A. / 1110346
A. PENDAHULUANA.1Tinjauan Pustaka
Temulawak (Curcumae xanthorrhiza)
Temulawak terdiri dari fraksi pati, kurkuminoid dan minyak asiri
(3-12 %). Fraksi pati merupakan kandungan terbesar, jumlah
bervariasi antara 48-54% tergantung dari ketinggian tempat tumbuh.
Makin tinggi tempat tumbuh maka kadar patinya semakin rendah dan
kadar minyaknya semakin tinggi.
Pati temulawak terdiri dari abu, protein, lemak, karbohidrat,
serat kasar, kurkuminoid, kalium, natrium, kalsium, magnesium,
besi, mangan dan kadnium (Sidik, 1985). pati rimpang temulawak
dapat dikembangkan sebagai sumber karbohidrat, yang digunakan untuk
bahan makanan atau campuran bahan makanan.
Fraksi kurkuminoid mempunyai aroma khas, tidak toksik, terdiri
dari kurkumin yang mempunyai aktivitas antiradang dan
desmetoksikurkumin.
Minyak atsiri berupa cairan berwarna kuning atau kuning jingga,
berbau aromatik tajam. Komposisinya tergantung pada umur rimpang,
tempat tumbuh, teknik isolasi, teknik analisis, perbedaan klon
varietas dan sebagainya. Oei Ban Liang (1985) dengan metode
kromatografi gas mendeteksi 31 komponen yang terkandung dalam
temulawak. Beberapa diantaranya merupakan komponen minyak khas
asiri temulawak, yaitu isofuranogermakren, trisiklin,
allo-aromadendren, germaken dan xanthorrhizol. Selain itu, terdapat
komponen lain yang bersifat insect repellent yaitu ar-turmeron
Dieterle dan Kaiser (1932;1933), minyak atsiri temulawak
(Curcuma xanthorrihiza) antara lain mengandung
siklo-isoprem-mirsen, p-tolil-metil-karbinol dan kamper;juga
mengandung kurkumin des-metoksi-kurkumin dan bides-metil-kurkumin.
Kelkar dan Rao (1934) menemukan d-alpha-felanden, d-sabinen,
sineol, borneol, zingiberen, seskuiterpen-alkohol dan keton dalam
minyak atsirinya. Rupe dan Gassman (1934) menemukan tuermeron dan
arturmeron di samping seskuiterpenalkohol. Gunster (1943) menemukan
sineol, alpha-felandren, kamper, borneol, zingiberen, atlanton,
turmeron dan artumeron. Rimpler (1970) menemukan santorizol dalam
ekstrak metilenklorida dari temulawak. Maligre (1975) menemukan
seskuiterpen-keton, seskuiterpen alkohol dan santorizol dengan
kromatografi gas IR dan NMR. Terutama digunakan sebagai obat
penyakit kandungan empedu dan hati, bekerja sebagai kolagog (Isaac.
1959), Luckner (1967) menyatakan dalam bentuk rebusan dan ekstrak
dipakai pada kolelitiasis, kolesistitis, kolangitida dan kerusakan
pada parenchym hati. Bekerja baik sebagai kolekinetik maupun
sebagai koleretik. Zat warna kuning kurkumin dan kurkuminoid
bekerja sebagai kolekinetik, sedang minyak atsirinya bekerja
sebagai koleretik. Mengenai daya kerja kandung empedu belum ada
persamaan pendapat. Robbers (1936) dengan hewan perlakuan anjing,
hanya dapat melihat daya kerja kolekinetik dari kurkumin, tetapi
Jentzch (1959) menerangkan kurkumin juga menyebabkan efek koleretik
yang nyata dengan hewan perlakuan tikus. Gunster (1959) tidak
menemukan efek apapun dari kurkumin dan harsanya pada sistim blier
hewan perlakuan. Pada percobaan dapat dilihat bahwa minyak
atsirinya disamping berefek koleretik juga bersifat disinfektan dan
dapat melarutkan kolesterol.
(Pustaka : Vademekum Bahan Obat Alam 1989 Departemen Kesehatan
Repulik Indonesia, penerbit; Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan)
Kromatografi Kolom
Pada prinsipnya kromatografi kolom adalah suatu teknik pemisahan
yang didasarkan pada peristiwa adsorpsi. Sampel yang biasanya
berupa larutan pekat diletakkan pada ujung atas kolom. Eluen atau
pelarut dialirkan secara continue ke dalam kolom. Dengan adanya
gravitasi atau karena bantuan tekanan, maka eluen/pelarut akan
melewati kolom dan proses pemisahan akan terjadi. Seperti pada
umumnya, eluen/pelarut yang digunakan dimulai dari yang paling
nonpolar dan dinaikkan secara gradient kepolarannya hingga
pemisahan dapat terjadi. Sama halnya pada KLT, pemisahan dapat
terjadi karena adanya perbedaan afinitas senyawa pada adsorben dan
perbedaan kelarutan senyawa pada eluen/pelarut.
Ketika sampel diletakkan di ujung kolom, seketika itu juga sudah
terjadi peristiwa adsorpsi oleh permukaan adsorben yang berbatasan
dengan sampel. Eluen yang dialirkan secara kontinu ke dalam kolom
akan menyebabkan adanya peristiwa adsorpsi dan desorpsi
senyawa-senyawa pada sampel. Molekul-molekul senyawa akan dibawa ke
bagian bawah kolom dengan kecepatan yang bervariasi bergantung pada
besarnya afinitas molekul tersebut pada adsorben dan juga pada
besarnya kelarutan molekul tersebut dalam eluen/pelarut. Cairan
yang keluar dari kolom ditampung dan dilakukan analisis menggunakan
KLT untuk melihat hasil pemisahannnya.
Pada kromatografi kolom, hal-hal yang paling berperan dalam
kesuksesan pemisahan adalah adsorben dan eluen/pelarut, dimensi
kolom yang digunakan serta kecepatan elusi yang dilakukan.
(Pustaka : Buku Ajar Fitokimia, Airlangga University Press,
Surabaya :2008)
Kromatografi Lapis Tipis
Metode pemisahan kromatografi didasarkan pada perbedaan
distribusi molekul-molekul komponen diantara dua fase (fase gerak
dan fase diam) yang kepolarannya berbeda. Apabila molekul-molekul
komponen berinteraksi secara lemah dengan fase diam maka komponen
tersebut akan bergerak lebih cepat meninggalkan fase diam.
Keberhasilan pemisahan kromatografi bergantung pada daya interaksi
komponen-komponen campuran dengan fase diam dan fase gerak
(Hendayana, 2010).
Dibandingkan dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan
kromatografi gas (KG), KLT mempunyai beberapa keuntungan, yaitu:1.
Dalam hal memilih fase gerak, KLT memberikan fleksibilitas yang
lebih besar.
2. Beberapa macam teknik untuk optimasi pemisahan seperti
pengembangan 2 dimensi, pengembangan bertingkat, dan pembaceman
penjerap dapat dilakukan pada KLT.3. Proses kromatografi dapat
diikuti dengan mudah dan dapat dihentikan kapan saja.4. Semua
komponen dalam sampel dapat dideteksi.
Bahan dan Teknik KLT (Rohman, 2009)1. Penjerap / Fase
DiamPenjerap yang paling sering digunakan pada KLT adalah silika
dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi-desorpsi yang utama
pada KLT adalah partisi dan adsorbsi2. Fase Gerak pada KLTSistem
yang paling sederhana ialah dengan menggunakan campuran 2 pelarut
oganik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah
diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara
optimal.3. Aplikasi (Penotolan) SampelPenotolan (aplikasi) sampel
dapat dilakukan sebagai suatu bercak, pita, atau dalam bentuk zig
zag.4. PengembanganTeknik pengembangan KLT dan KLT kinerja tinggi
yaitu konvensional, pengembangan 2 dimensi, dan pengembangan
kontinyu.
Penggunaan KLT (Sudjadi, 2007)KLT digunakan secara luas untuk
analisis solu-solut organik terutama dalam bidang biokimia,
farmasi, klinis forensik, baik untuk analisis kualitatif dengan
cara membandingkan nilai Rf solute dengan nilai Rf senyawa baku
atau untuk analisis kualitatif.Penggunaan umum KLT adalah untuk
menentukan banyaknya komponen dalam campuran, identifikasi senyawa,
memantau berjalannya suatu reaksi, menentukan efektifitas
pemurnian, menentukan kondisi yang sesuai untuk kromatografi kolom,
serta untuk memantau kromatografi kolom, melakukan screening sampel
untuk obat.TujuanDapat mengembangkan dan menunjukkan kemampuan
pengetahuan dan/praktis untuk:1. Menjelaskan teori dan
prinsip-prinsip dasar KLT2. Memilih fase gerak yang sesuai untuk
pemisahan terbaik3. Melakukan analisis kualitatif untuk
identifikasi senyawa obat dalam pengobatan tradisional Spektra
UV-Vis Spektroskopi:Ilmu yang mempelajari interaksi materi dengan
energi pada level mikroskopis Spektrometri:Ilmu yang mempelajari
teknik pengukuran interaksi materi dengan energi
Spektrofotometri : Ilmu yang mempelajari teknik pengukuran
interaksi materi dengan energi / sinar / komponen sinar matahari
Spektrofotometer:Alat/instrumenSpektroskopi adalah sebuah cabang
ilmu pengetahuan yang mempergunakan cahaya (radiasi sinar tampak)
dengan panjang gelombang tertentu untuk menghasilkan spektra, yang
lalu digambarkan sebagai fungsi intensitas radiasi terhadap panjang
gelombang atau frekuensi terhadap analit. Pengertian spektroskopi
sekarang tidak hanya mencakup radiasi sinar tampak, tetapi juga
radiasi elektromagnetik seperti sinar X, ultraviolet, sinar tampak,
infra merah, gelombang mikro dan frekuensi radio.Radiasi serapan
adalah radiasi elektromagnetik yang merupakan jenis energi yang
paling banyak digunakan, namun yang paling banyak dikenal adalah
energi panas dan sinar tampak, diikuti sinar gamma, sinar X , sinar
ultraviolet, gelombang mikro dan radiasi frekuensi radio. Absorpsi
adalah suatu proses dimana spesi kimia dalam media transparan
melemahkan frekuensi dari radiasi gelombang
elektromagnetik.Kareteristik serapan spesi dijelaskan oleh spektrum
absorpsi yang merupakan penggambaran fungsi melemahnya berkas
radiasi terhadap panjang gelombang frekuensi atau angka
gelombang.Empat terminology digunakan disini adalah:
1.TransmitansiApabila seberkas sinar radiasi dilewatkan pada
sebuah larutan yang diletakkan dalam sebuah wadah kuvet dengan
ketebalan b cm dan konsentrasi c mol/L, maka terjadi interaksi
antara energi foton dan partikel absorbsi, data berkas cahaya
melemah dari Po menjadi P. Transmitansi T dari medium adalah fraksi
antara radiasi insiden yang ditransmisikan oleh medium.
Transmitansi dinyatakan dalam persen (%).2.Absorbansi
3.Absortivitas dan molar absortivitasAbsorbansi berbanding lurus
dengan tebal larutan yang dilalui larutan dan konsentrasi dari
spesi penyerap.Cahaya saat mengenai larutan bening akan mengalami 2
hal yaitu:a)Transmitansi Nilai dari Transmitansi berbanding
terbalik dengan absorbansi.
Transmitansi larutan T merupakan bagian dari cahaya yang
diteruskan melalui larutan.
b)Absorbansi Cahaya akan diserap jika energi cahaya tersebut
sesuai dengan energi yang dibutuhkan untuk mengalami perubahan
dalam molekul Absorbansi larutan bertambah dengan pengurangan
kekuatan sinar Nilai absorbansi berbanding lurus dengan ketebalan
dan konsentrasi Nilai absorbansi berbanding terbalik dengan
transmitan HUKUM LAMBERT BEERJika suatu cahaya monokromatis dengan
kekuatan Po dilewatkan kepada balok yang tegak lurus pada permukaan
dengan ketebalan b dan mengandung n partikel pengabsorbsi, maka
kekuatan cahaya menurun menjadi P.Syarat Hukum Beer : Konsentrasi
harus rendah Zat yang diukur harus stabil Cahaya yang dipakai harus
monokromatis Larutan yang diukur harus jernihP = Po 10-abc-log P/P
= abc-log T = abcA = abcDimana:
T:transmisiA:absorbansia:absorptivitas (tergantung satuan [ ]);
a (ppm) dan (Molar)b:tebal media/kuvetc:konsentrasi larutan
A.2Tujuan PraktikumMendapatkan dan mengidentifikasi senyawa
kurkuminoid dari ekstrak temulawak (Curcumae xanthorrhiza).B.
METODE PRAKTIKUM
B.1Alat
Beaker Glass Bejana Kromatografi Erlenmeyer Gelas Ukur Kolom
Kromatografi Pengaduk Kaca Pipet Tetes Statif + Klem Holder Vial +
TutupB.2Bahan
Ekstrak Temulawak Fase Gerak ( CHCl3:Benzena:Etanol (45:45:10)
Kertas Saring Kieselgel 60 ukuran 0,063-0,200 nm Larutan NaOH dalam
metanol Silika Gel GF 254 nmC. SKEMA KERJA
Penyiapan Kolom Kromatografi
Identifikasi Kurkuminoid Secara KLT
Identifikasi Kurkuminoid Secara Spektrofotometri UV-Vis
D. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANMekanisme pemisahan
kromatografi kolom merupakan kromatografi serapan atau adsorpsi,
dimana silika gel sebagai fase diam dan campuran
kloroform-benzena-etanol (45:45:10) sebagai fase gerak akan
mengelusi ekstrak temulawak dengan memanfaatkan gaya gravitasi
sehingga eleuen bergerak turun membawa senyawa dalam ekstrak
temulawak.
Adsorben yang digunakan yaitu silika gel 60 karena memiliki daya
adsorbsi yang tergolong cukup besar sehingga ketika eluen yang
membawa ekstrak temulawak melewati fase diam akan terbentuk
fraksi-fraksi warna yang berbeda. Fraksi warna yang berbeda ini
menunjukkan perbedaan senyawa yang dipisahkan dari setiap
fraksi.
Pada praktikum ini digunakan metode kromatografi kolom basah
yaitu silika gel dilarutkan dalam fase gerak kemudian dituang ke
dalam kolom dan didiamkan semalam supaya campuran menjadi homogen
dan memberi kesempatan campuran memadat sehingga tidak ada udara
yang terjebak di dalam kolom. Fase gerak harus selalu berada di
atas permukaan fase diam karena jika sampai fase gerak habis dapat
menyebabkan fase diam menjadi kering dan terjadi keretakan pada
kolom. Setelah fase diam mampat, kolom diisi dengan ekstrak
temulawak dan dialiri dengan fase geraknya sehingga ada senyawa
akan terbawa oleh fase gerak dan teradsorbsi oleh fase diam.
Senyawa yang terlarut dalam eluen terbawa sampai ke bagian bawah
kolom dan kemudian keluar melalui kran. Senyawa yang lebih mudah
larut akan terbawa lebih dahulu bersama fase gerak. Segera diambil
tetesan fraksi pertama sebanyak 5mL dengan menggunakan botol vial
sebagai wadah yang telah dikaliberasi 5 mL. Langkah tersebut
dilakukan sampai mendapat 50 fraksi dan kolom tetap dijaga agar
tidak kering dengan menambahkan eluen sampai pada fraksi ke-50.
Setiap fraksi masing-masing diberikan label agar tidak tertukar.
Fraksi-fraksi dalam botol vial dibungkus dengan aluminium foil agar
tidak terkontaminasi dari udara luar dan tidak terurai akibat
kontak dengan cahaya. Lima puluh fraksi yang didapatkan
menghasilkan warna yang berbeda-beda ada yang berwarna kuning muda,
kuning tua, kuning pekat, sesuai dengan kadungan senyawa yang
terlarut dalam eluen.Identifikasi dilakukan untuk mengetahui
kemurnian dan adanya zat kurkimin dari hasil pemurnian dengan
kromatografi kolom, Oleh kerena itu perlu dilakukan tahapan
identifikasi ini antara lain:
A. Kromatografi Lapis Tipis
Fase Diam: Silikagel GF 254
Fase Gerak: kloroform-benzena-etanol (45:45:10)Penampak Noda:
KOH 5% dalam etanol
Dalam praktikum KLT ini fase diam yang digunakan adalah silika
gel GF254 yang bersifat polar dan fase geraknya yaitu pelarut
campuran (Benzena : kloroform : etanol 96% = 45:45:10) yang
bersifat non polar. Fasediam silika gel GF254 yang mana G adalah
Gypsum (pengikat) biasanya pengikat yang digunakan adalah kalsium
sulfat, F adalah Flouresence (panjang gelombang), dan 254 adalah
panjang gelombang yang digunakan yaitu 254 nm. Jadi arti GF 254
adalah penjerap silika gel dengan pengikat kalsium sulfat dengan
ditambahkan indikator yang dapat berflouresensi jika dideteksi pada
sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 254 nm. Indikator
flouresensi akan padam jika terdapat senyawa yang terjerapHasil
pemurnian dari kromatografi kolom yang terfraksi-fraksi dalam
vial-vial yang telah dikalibrasi 5ml, kemudian mulai diidentifikasi
secara KLT untuk vial-vial dengan kelipatan 5, yaitu antara lain 1,
6, 11, 16, 21, 26, 31, 36, 41, dan 46.
Dari masing-masing vial tersebut kemudian ditotolkan pada
Lempeng KLT, sehingga didapatkan 10 totolan, kemudian lempeng klt
yang telah ditotolkan dieluasi dengan fese gerak sehingga pada
akhir eluasi kan diperoleh 10 noda.
Dari hasil kromatografi kolom, telah ditampung vial 46 yang siap
untuk dianalisis. Pemisahan pertama dapat dilihat pada gambar l,
dimana vial nomor 1 hingga 6 belum menunjukkan adanya noda, pada
vial nomor 16 sampai 26 memberikan noda sehingga diperkirakan sudah
mengandung kurkuminoid, namun yang terlihat sangat cerah pada noda
dari vial nomer 11 dan 16, sedangkan pada vial nomor 27 sampai 41
menunjukan noda yang tidakterlalu kuning (cerah).
Gambar 1. Hasil KLT secara kromatografi kolom penotolan vial 1
sampai 46 dengan kelipatan 5
Setelah disinari dengan UV 254 nm, pada vial 1 sampai 46 tidak
menunjukkan fluoresensi, diperkirakan pada vial adri nomer 1 hingga
46 terdapat senyawa, namun belum dapat diketahui apakah senyawa
tersebut merupakan senyawa kurkuminoid. kurkumin. Noda dari vial
nomer 11 memiliki ketinggian yang sama dengan noda dari nomer 16,
maka larutan pada vial 11-16 dijadikan satu dala satu fraksi.
Larutan pada vial 21-26 digabung menjadi 1 fraksi dan vial 31-41
juga bagung menjadi 1 fraksi, maka diperoleh 3 fraksi yang
mengandung kurkuminoid.
Gambar 2. Noda pada sinar UV 254 nmGambar 3. Noda pada sinar UV
365 nm
Fraksi 11-16 ditotolkan pada lempeng klt dan dieluasi dengan
fase gerak yang sama dan diukur Rfnya, yaitu Rf= 0,51. Perlakuan
yang sama dilakukan untuk fraksi dari vial 21-26 dan vial 31-41,
dan diperoleh Rf secara berturut yaitu Rf= 0,34 dan Rf= 0,21.
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut diketahui bahwa senyawa
kurkuminoid yang diperoleh melalui hasil pemurnian dengan
kromatografi kolom merupakam 3 senyawa kurkuminiod yang terbesar
kandungannya dalam temulawak, yaitu: curcumin, demetoksikurkumin,
bidesmetoksikurkumin. Sesuai data yang diperoleh dari pustaka, dari
Kromatogram HPLC dari rimpang temulawak dapat mendeteksi adanya 4
senyawa yaitu kurkumin 61-67%, desmetoksikurkumin 22-26%,
bisdesmetoksikurkumin 1-3%, dan turunan kurkuminoid 10-11%.
(Cahyono, 2011).
Berdasarkan hasil Rf dari ketiga senyawa kurkumin yang diperoleh
dalam proses pemurnian ini dapat diketahui bahwa senyawa pada vial
11-16 adala kurkumin, vial 21-26 adalah demetoksikurkumin, dan vial
no 31-41 adalah bidesmetoksikurkumin. Hal ini sesuai dengan
pustaka, yaitu : curcuminoids standard dengan fase diam silica gel
GF 254, Fase gerak kloroform-benzena-etanol (45:45:10) Rf = 0.4
curcumin, Rf = 0.35 desmethoxy curcumin, and Rf = 0.25
bisdesmethoxy curcumin. (Asghari, 2009). Berdasarkan kepolaran dari
senyawa kurkuminoid maka dapat diketahui bahwa curcunin bersifat
lebih non polar dibandingkan senyawa kurkuminoid lain secara
berturut-turut: desmetoksikurkumin dan bisesmetoksikurkumin.
Kurkumin lebih terlarut dan terbawa oleh fase gerak yang bersifat
non polar dibandingkan terjerap dalam fase gerak yang bersifat
lebih polar.B. Spektrofotometri UV-VisSampel: Kurkumin (vial no
11-16)
Pelarut: Etanol 96%
Pereaksi Geser: NaOH 2MKurkumin hasil pemurnian secara
kromatografi kolom kemudian dilarutkan dalam pelarut etanol.
Pelarut yang digunakan etanol karena kurkumin juga memiliki
kelarutan yang baik dalam etanol selain metanol. Pada Hasil
identifikasi kurkumin secara spektrofotometri UV-VIS pada diperoleh
panjang gelombang maksimum pada 422 nm. Hal ini sesuai dengan
pustaka yaitu panjang gelombang maksimum kurkumin dalam etanol
berkisar antara 420-430 nm (Verghese, 1999) dan pustaka lain yang
mengatakan panjang gelombang maksimum kurkumin dalam etanol adalah
425 nm sehingga dapat disimpulkan bahwa isolat yang didapat adalah
kurkumin yang murni.Hasil pengujian kurkumin dalam pelarut metanol
secara spektrofotometri UV-VIS setelah ditambah 3 tetes NaOH 2M,
tampak ada perubahan warna senyawa dari kekuningan menjadi merah,
serta hasil pembacaan panjang gelombang maksimumnya mengalami
pergeseran sebesar 54 nm sehingga panjang gelombang maksimumnya
menjadi 476 nm. Pergeseran panjang gelombang yang terjadi adalah
pergeseran batochromic yaitu pergeseran absorbansi maksimum ke arah
panjang gelombang yang lebih besar.
Adanya pergeseran puncak spectra terjadi karena adanya perubahan
struktur dari kurkumin, dimana kurkumin mrmiliki gugus hidroksil
bereaksi dengan NaOH (suatu basa kua)t sehingga akan mengionkan
semua gugus hidroksil yang ada menjadi gugus fenolatE.
KESIMPULAN
Dari Hasil pemurnian ini diketahui bahwa senyawa kurkuminoid
terdiri dari kurkumin, desmetoksikurkumin dan
bidesmetoksikurkumin.
Hasil Pemurnian kurkumin dari metode kromatografi kolom
preparative diperoleh hasil kurkumin yang murni pada fraksi dari
vial nomer 11-16 yang didentifikasi dengan metode Kromatografi
Lapis Tipis.
Berdasakan hasil identifikasi secara spektrofotometri UV-Vis
diketahui bahwa kurkumin hasil pemurnian memiliki puncak pada
panjang gelombang 422nm dengan absorbansi sebesar 0,353. Terjadi
pergeseran puncak spectra dari kurkumin sebesar 54 nm sehingga
panjang gelombang maksimumnya menjadi 476 nm. Hal ini disebabkan
karena terjadi perubahan struktur hridroksi pada kurkumin menjadi
suatu senyawa fenolat.F. DAFTAR PUSTAKA
Asghari, G, A. Mostajeran, M. Shebli. 2009. Curcuminoid And
Essential Oil Components Of Turmeric At Different Stages Of Growth
Cultivated In Iran. Research in Pharmaceutical Sciences, April
2009; 4(1): 55-61Cahyono, Bambang, Muhammad Diah Khoirul Huda, dan
Leenawaty Limantara. 2011. PENGARUH PROSES PENGERINGAN RIMPANG
TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza ROXB) TERHADAP KANDUNGAN DAN
KOMPOSISI KURKUMINOID. Reaktor, Vol. 13 No. 3, Juni 2011, Hal.
165-171.
Food and agriculture organization of united states. 2003.
Curcumin.www.fao.org/ag/agn/jecfa-addivitives/spec/monograph1/Additive-140.pdf
Kristanti, Alfinda Novi, dkk. 2008. Buku Ajar Fitokimia.
Surabaya: Airlangga University Press.
Lide, David. 2001. Handbook of Chemistry and Physic.
Soesilo, Slamet, dkk. 1989. Vademekum Bahan Obat Alam. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen
Kesehatan Repulik Indonesia. Siapkan fase diam Kieselgel 60 ukuran
0,063-0,200 nm
Kolom kromatografi dicuci bersih
Ditimbang fase diam : ekstrak dengan perbandingan 1:50
Fase diam dimasukkan wadah, disuspensikan dengna fase
geraknya
Dipasang pada statif
Dibilas dengan fase gerak yang akan dipakai
Fase diam dimasukkan ke dalam kolom sampai homogen tanpa ada
udara dengan fase gerak sampai 3-5cm di atas permukaan fase
gerak
Ekstrak dicampur homogen dengan sedikit fase diam ( Kieselgel
60
Diamkan semalam
Ekstrak + fase diam dimasukkan merata pada permukaan fase diam
pada kolom
Ditunggu hingga menyebar sampai ke dasar kolom kromatografi
Kemudian kran dibuka
Cairan yang keluar ditampung dalam vial yang sudah ditara 5
mL
NB : Usahakan fase gerak selalu ada di atas permukaan fase
diam
Totolkan masing-masing kelipatan lima (1,6,11,16,) vial hasil
kromatografi kolom pada lempeng silika gel GF 254 nm
Eluasi dengan fase gerak CHCl3:Benzena:Etanol (45:45:10)
Visualisasi dengan penampak noda larutan KOH 5% dalam etanol
Gabungkan filtrat dalam vial-vial yang mempunyai profil
kromatografi yang sama kemudian lakukan KLT lagi terhadap filtrat
hasil gabungan tersebut
Gabungkan filtrat dalam vial-vial yang mempunyai profil
kromatografi yang sama kemudian lakukan KLT lagi terhadap filtrat
hasil gabungan tersebut
Apabila masih terdapat vial yang mengandung lebih dari satu
noda, lakukan kromatografi kolom lagi sampai diperoleh satu
noda
Uapkan larutan kurkumin hasil pemurnian di atas sampai
kering
Larutkan dalam etanol q.s
Amati spektrumnya pada panjang gelombang 300-600 nm pada
spektrofotometri uv-vis
Tambahkan larutan NaOH dalam metanol 3 tetes, kemudian amati
kembali spektrumnya
11
6
1
41
36
21
31
16
26
46
11
6
1
41
36
21
31
16
26
46
36
11
6
1
21
31
16
26
41
46
Gambar 4. Noda dengan penampak noda (KOH 5% dalam etanol)
Gambar 7. Pada sinar UV 366 nm dari fraksi vial nomer (Kiri ke
Kanan): 31-41, 21-26, dan 11-16.
Gambar 6. Noda dengan penampak noda KOH 5% dalam etanol dari
fraksi vial nomer (Kiri ke Kanan): 11-16, 21-26, dan 31-41.
Gambar 6. Pada sirar UV 25 4nm dari fraksi vial nomer (Kiri ke
Kanan): 11-16, 21-26, dan 31-41.
Gambar 5. Noda hasil eluasi dari fraksi vial nomer (Kiri ke
Kanan): 11-16, 21-26, dan 31-41.
Gambar 9. Spektra Spectrofotometri UV-Vis Kurkumin dalam pelarut
etanol dan setelah penambahan NaOH
Gambar 8. Spektra Spectrofotometri UV-Vis Kurkumin dalam pelarut
etanol