Top Banner
Laporan Praktikum Limnologi “Kualitas Air, Keanekaragaman Plankton, dan Produktifitas Primer di Sungai Kalimas Surabaya” KELOMPOK VIII : 1. Dinda Meilia P. (093244030) 2. Fitratul Kamilah (103244031) 3. Mukamto (103244036) 4. Syazwani Ulfah (103244040) 1
98

Laporan Sungai Kalimas Fix_Syaza.doc

Dec 17, 2015

Download

Documents

Tutus Tutus
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Laporan Praktikum LimnologiKualitas Air, Keanekaragaman Plankton, dan Produktifitas Primer di Sungai Kalimas Surabaya

KELOMPOK VIII :1. Dinda Meilia P. (093244030)

2. Fitratul Kamilah

(103244031)3. Mukamto

(103244036)4. Syazwani Ulfah

(103244040)5. Ika Rochmawati

(103244208)UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGI

2013BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari air karena air merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan suatu makhluk hidup. Air merupakan komponen abiotik lingkungan sekaligus lapisan biosfer yang dapat dikaji faktor fisik dan kimianya. Air juga merupakan sumber daya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup organisme, mikroorganisme, dan faktor biotik lain di bumi. Namun, saat ini sangat disayangkan karena perairan di Indonesia khususnya di Surabaya dapat dikatakan sudah tidak lagi bersih seperti dulu atau tercemar. Pencemaran perairan di Surabaya ini diakibatkan oleh adanya aktivitas manusia yang kian hari semakin padat dan berdampak negatif terhadap lingkungan khususnya terhadap kebersihan air.

Pencemaran air yang sekarang ini mengalami peningkatan secara terus-menerus. Zat-zat yang terkandung dalam air bisa saja berasal dari limbah pabrik maupun limbah rumah tangga yang dibuang langsung ke sungai tanpa melalui proses penyaringan. Kandungan zat-zat limbah tersebut seperti logam-logam berat dan sisa detergen sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup makhluk hidup anggota ekosistem sungai. Pencemaran juga disebabkan mikroorganisme-mikroorganisme patogen dan mikroorganisme lain yang berkembang pesat sehingga mempengaruhi dan keseimbangan ekosistem sungai, contohnya banyak bakteri Escherecia coli dalam ekosistem sungai.Salah satu sungai di Surabaya yang sekarang kondisinya mulai mengkhawatirkan adalah Kalimas. Sungai Kalimas yang sejak jaman Belanda hingga sekarang daerah sepanjang Kalimas terbagi menjadi 2 bagian, yaitu Westerkade Kalimas (sebelah Barat Kalimas) dan Osterkade Kalimas (sebelah Timur Kalimas) atau biasa disebut warga Surabaya daerah kulon kali dan wetan kali. Daerah wetan kali merupakan daerah perdagangan, mulai dari Kembang Jepun, Cantikan, Kapasan, hingga kearah Utara jalan K.H. Mansyur (Pegirian, Nyamplungan dan lain sebagainya). Adapun yang termasuk daerah kulon kali antara lain jalan Gresik, Kalisosok dan disekitar Tanjung Perak Barat (www.Surabaya.go.id). Saat ini kondisi Sungai Kalimas sudah tidak sebersih dahulu, kondisi air yang berwarna keruh dan banyak sampah yang terdapat dipinggir-pinggir sungai telah merusak keindahan dan kebersihan Sungai Kalimas. Pintu Air Kalimas Gubeng dibuka dan air Sungai Kalimas tercemar oleh limbah seperti oli menyebabkan ikan di Sungai Kalimas stess (suarakawan.com). Menurut Dewi dkk (2010), pencemaran logam timbal (Pb) di Kali Surabaya daerah Rolak dan Kalimas Surabaya menyebabkan kualitas air sungai menurun dimana sungai Rolak kawasan Gunung Sari dan Kalimas terpapar logam timbal sebesar 0,393 ppm dan 0,252 ppm sementara ambang batas Pb berdasarkan PP No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk Mutu Air Kelas III sebesar 0,03 ppm. Terkait dengan semakin menurunnya kualitas perairan di berbagai kawasan perairan di Indonesia, khususnya di daerah Surabaya, maka dilakukan praktikum dengan mengambil sampling di suatu perairan lotik (perairan mengalir) yakni Sungai Kalimas Surabaya untuk menganalisis produktifitas primer dan kualitas air dengan menggunakan indikator organisme plankton dan beberapa parameter biologi, fisika, serta kimia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat rumusan masalah yang dapat diambil sebagai berikut :1. Bagaimanakah keanekaragaman plankton yang terdapat di perairan Sungai Kalimas Surabaya?

2. Bagaimanakah indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, serta indeks dominansi plankton di perairan Sungai Kalimas Surabaya?

3. Bagaimanakah kualitas perairan pada perairan Sungai Kalimas Surabaya apabila ditinjau dari kadar DO, BOD, CO2, logam berat (P dan N), suhu, kecerahan, kecepatan arus, salinitas, dan pH?

4. Bagaimanakah produktivitas primer dan produktivitas sekunder pada air di perairan Sungai Kalimas Surabaya?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :1. Untuk mengindentifikasi jenis-jenis plankton yang terdapat di perairan Sungai Kalimas Surabaya.

2. Untuk mengetahui indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, serta indeks dominansi plankton di perairan Sungai Kalimas Surabaya.3. Untuk mengetahui kualitas perairan pada perairan Sungai Kalimas Surabaya apabila ditinjau dari kadar DO, BOD, CO2, logam berat (P dan N), suhu, kecerahan, kecepatan arus, salinitas, dan pH.

4. Untuk mengetahui produktivitas primer dan produktivitas sekunder pada air di perairan Sungai Kalimas Surabaya.D. Manfaat

Manfaat dilakukan praktikum ini adalah sebagai berikut :

1. Melengkapi data tentang keanekaragaman plankton di perairan Sungai Kalimas Surabaya.

2. Menambah khasanah pengetahuan Planktonologi, Limnologi, dan Ekologi Perairan

3. Melengkapi data sifat fisika-kimia perairan sekaligus memberikan informasi kualitas air secara biologis yang terdapat di perairan Sungai Kalimas Surabaya.

4. Memberi informasi tentang produktifitas primer air di Sungai Kalimas Surabaya.

5. Sebagai bahan informasi bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur beserta instansi terkait dengan pengelolaan, pengembangan, dan pelestarian perairan Sungai Kalimas Surabaya.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Perairan Sungai

Sungai adalah air tawar yang mengalir dari sumbernya di daratan menuju dan bermuara di laut, danau atau sungai yang lebih besar, aliran sungai merupakan aliran yang bersumber dari limpasan yaitu : limpasan yang berasal dari hujan, gletser, limpasan dari anak-anak sungai dan limpasan dari air tanah.

Adapun manfaat sungai bagi manusia adalah sebagai berikut :

a. Sumber air bagi pengairan wilayah pertanian atau irigasi dan usaha perikanan darat

b. Sumber tenaga listrik untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)

c. Tempat untuk mengembangbiakkan dan menangkap ikan guna memenuhi kebutuhan manusia akan protein hewani

d. Tempat rekreasi, melihat keindahan air terjun

e. Tempat berolahraga seperti berperahu pada arus deras, lomba dayung

f. Tempat untuk memenuhi kebutuhan air untuk kehidupan sehari-hari bagi penduduk yang tinggal di tepi sungai, seperti mencuci, mandi, dsb (Waldopo, 2009).

B. Perairan Surabaya

Sistem perairan yang menutupi bagian dari permukaan bumi dibagi dalam dua kategori utama yakni ekosistem air tawar dan air laut. Kedua sistem perairan tersebut air laut mempunyai bagian yang paling besar yaitu lebih dari 97% dan sisanya adalah air tawar yang sangat penting bagi manusia untuk aktifitas hidupnya (Barus, 2001).

Ekosistem air tawar secara umum dibagi dalam dua kategori utama yaitu perairan lentik (perairan tenang) misalnya danau dan perairan lotik (perairan mengalir) yaitu sungai. Ekosistem air tawar memiliki ciri-ciri seperti kadar garam rendah karena itu tekanan osmosis rendah menyebabkan organisme yang hidup dalam air tawar itu berorgan tubuh yang dapat mengatur tekanan osmosis. Biasanya habitat air tawar itu mengering secara periodik dan berlangsung lama atau seiring ada stagnasi (bendung air, tingkat kekeruhan tinggi, fluktuasi, suhu dan konsentrasi gas yang larut dalam air tawar lebih besar dari air laut).

Kali Surabaya adalah bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas yang mengalir sepanjang 41 km mulai dari DAM Mliripdi Mojokerto melewati wilayah Gresik, Sidoarjo dan berakhir di DAM Jagir Surabaya. Kali Surabaya kemudian bercabang menjadi 2 anak sungai, yaitu Kali Mas dan Kali Jagir Surabaya. Kali Surabaya merupakan sumber kehidupan berbagai jenis biota sungai dan menjadi salah satu sumber bahan baku PDAM untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat Kota Surabaya. Semakin berkembangnya perindustrian jaman sekarang, semakin mendukung pula meningkatnya pencemaran terhadap lingkungan, termasuk pencemaran di Kali Surabaya. Menurut Kristanto (2002), semakin meningkatnya perkembangan transportasi, sektor industri baik industri minyak dan gas bumi, pertanian, industri jasa dan jenis aktivitas manusia lainnya menyebabkan semakin meningkat pula tingkat pencemaran pada perairan. Beberapa aktivitas anthropogenik tersebut dapat menyebabkan tingginya konsentrasi logam berat pada sedimen di perairan (Rochyatun dan Rozak, 2007).

Menurut Dewi dkk (2010), pencemaran logam timbal (Pb) di Kali Surabaya daerah Rolak dan Kali Mas Surabaya menyebabkan kualitas air sungai menurun dimana sungai Rolak kawasan Gunungsari dan Kalimas terpapar logam timbal sebesar 0,393 ppm dan 0,252 ppm sementara ambang batas Pb berdasarkan PP No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk Mutu Air Kelas III sebesar 0,03 ppm. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Ariestya (2008), diketahui juga bahwa konsentrasi logam berat Pb dalam air di Kali Mas (anak sungai kali Surabaya) sebesar 0,92-0,928 ppm, sedangkan konsentrasi logam berat lain seperti Cd, Hg, Cu dan Cr tidak terdeteksi. Selain itu, konsentrasi Pb pada sedimen di Kali Mas saat itu mencapai 103,219 2138,621 ppm, sementara menurut Afrizal (2000) dalam Rahman (2006), konsentrasi logam berat timbal (Pb) dalam sedimen secara alami berkisar 10-70 ppm. Timbal (Pb) merupakan polutan yang berbahaya dan sering terdeteksi di wilayah perairan hingga menuju ke laut. Peningkatan konsentrasi timbal (Pb) sebagian besar disebabkan oleh limbah buangan industri. Timbal merupakan logam berat yang sangat beracun dan dapat dideteksi secara praktis pada seluruh benda mati di lingkungan dan seluruh sistem biologis. Keracunan logam berat yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam Pb dapat terjadi karena masuknya persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh. Proses masuknya Pb ke dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur, diantaranya makanan dan minuman, udara dan penetrasi atau perembesan pada selaput atau lapisan kulit. Konsentrasi Pb yang mencapai 188 mg/L dapat membunuh ikan-ikan yang terdapat di badan perairan (Palar, 2008). Beberapa biota laut dapat mempertinggi pengaruh toksik unsur kimia logam berat karena memiliki kemampuan untuk mengakumulasi zat tersebut di dalam tubuhnya bahkan jauh melebihi yang terkandung di perairan sekitarnya.Penyebab utama logam berat menjadi bahan pencemar berbahaya yaitu logam berat tidak dapat dihancurkan (non degradable) oleh organisme hidup di lingkungan dan terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan membentuk senyawa komplek bersama bahan organik dan anorganik (Rochyatun dan Rozak, 2007). Hal ini disebabkan karena logam berat yang bersifat toksik tersebut setidaknya lima kali lipat lebih tinggi berat jenisnya dari pada berat jenis air. Biota air yang hidup dalam perairan tercemar logam berat, dapat mengakumulasi logam berat tersebut dalam jaringan tubuhnya. Makin tinggi kandungan logam dalam perairan akan menyebabkan semakin tinggi pula kandungan logam berat yang terakumulasi dalam tubuh hewan tersebut (Rochyatun dan Rozak, 2007). Keberadaan logam berat melalui proses bioakumulasi dan 3 biomagnifikasi melalui aliran makanan dapat dideteksi dengan menggunakan ikan sebagai bioindikator. Jenis ikan yang dipilih adalah jenis ikan yang sering dikonsumsi oleh manusia.C. Kualitas AirPengertian tentang kualitas air (mutu air) sangat penting, karena merupakan dasar dan pedoman untuk mencapai tujuan pengelolaan air sesuai dengan peruntukkannya. Studi dan pembahasan tentang air pada dasarnya menyangkut tentang dua hal, yaitu kuantitas dan kualitasnya. Hal ini penting unruk menentukan permasalahan berada di mana, dalam lingkungan apa, kualitas air yang bagaimana, sehingga dapat dengan tepat menentukan strategi pengelolaannya.

Kriteria kualitas sumber air di Indonesia ditetapkan berdasarkan pemanfaatan sumber-sumber air tersebut dan mutu yang disyaratkan, sedang baku mutu air limbah ditetapkan berdasarkan karakteristik suatu sumber air penamping buangan tersebut dan pemanfaatannya. Sehubungan dengan hal tersebut di atas diperlukan suatu pengelolaan dan penanganan air dengan maksud antara lain: 1) mendapatkan air yang terjamin kualitas kesehatannya; 2) mendapatkan air yang bebas dari kekeruhan, warna dan bau; 3) menyediakan produk air yang sehat dan nyaman; dan 4) menjaga kebutuhan air konsumen.

Klasifikasi dan kriteria kualitas air di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut, kualitas air diklasifikasikan menjadi empat kelas yaitu:

Kelas I: dapat digunakan sebagai air minum atau untuk keperluan konsumsi lainnya.

Kelas II: dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan dan mengairi tanaman.

Kelas III: dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan dan mengairi tanaman.

Kelas IV: dapat digunakan untuk mengairi tanaman.

Secara sederhana, kualitas air dapat diduga dengan melihat kejernihannya dan mencium baunya. Namun ada bahan-bahan pencemar yang tidak dapat diketahui hanya dari bau dan warna, melainkan harus dilakukan serangkaian pengujian. Hingga saat ini, dikenal ada dua jenis pendugaan kualitas air yaitu fisik-kima dan biologi.Faktor-Faktor Penentu Kualitas Air dalam Perairan Sungai :1. Faktor BiologiFaktor biologi yang mempengaruhi perairan sungai ialah keanekaragaman plankton. Kata Plakton berasal dari bahasa Yunani yang artinya mengembara kemudian plankton dipergunakan untuk mengartikan semua organisme pelagis yang geraknya lebih dipengarui oleh pergerakan air daripada oleh kemampuan berenangnya (Soegianto, 2004).a. Plankon dan Pembagiannya

Plankton adalah organisme baik tumbuhan maupun hewan yang umumnya berukuran relatif kecil (mikron), hidup melayang-layang di air, tidak mempunyai daya gerak/ kalaupun ada gaya gerak relatif lemah sehingga distribusinya sangat dipengaruhi oleh daya gerak air, seperti arus dan lainnya (Nybakken, 1992). Plankton terbagi menjadi dua jenis yakni plankton tumbuhan (fitoplankton) dan plankton hewan (zooplankton) (Newel & Newel, 1977).Sebagian besar plankton yang memiliki flagel yang dapat berenang aktif sedangkan kelompok plankton lainnya diatom dan alga biru hijau tidak dapat berenang karena tidak memiliki flagel (Fogg, 1975). Berdasarkan daur hdupnya, plankton dibedakan menjadi dua yakni plankton yang bersifat planktonik hanya pada sebagian besar hidupnya, misalnya embrio disebut mesoplankton, sedangkan organisme seluruh daur hidupnya bersifa plankton disebut holoplankton (Nybakken, 1992).

Menurut Basmi (1992), mengelompokkan plankton berdasarkan beberapa hal yakni :

1) Nutrien pokok yang dibutuhkan, yaitu :

a) Fitoplankton, yakni plankton nabati (>90% terdiri dari algae) yang mengandung klorofil yang mampu mensisntesis nutrien anorganik menjadi zat organik memlalui proses fotosintesis.

b) Saproplankton, yakni kelompok tumbuhan (bakteri dan jamur) yang tidak mempunyai pigmen fotosintesis dan memperoleh nutrisi dari sisa sisa organisme yang telah mati.

c) Zooplankton, yakni plankton hewani yang makanannya sepenuhnya tergantung pada organisme lain yang masih hidup.

2) Berdasarkan lingkungan hidupnya terdiri atas :

a) Limno plankton : plankton yang hidup di air tawar.

b) Haliplankton : plangkton yang hidup di laut.

c) Hipalmiroplankton : plankton yang hidup di air payau.

d) Heleoplankton : plankton yang hidup di kolam.

3) Berdasarkan ada tidaknya sinar di tempat mereka hidup terdiri atas :

a) Hipoplankton : plankton yang hidup di zona afotik.

b) Epiplankton : plankton yang hidup di zona eufotik.

c) Batiplankton : plankton yang hidup di dasar perairan yang juga umumnya tanpa cahaya.

4) Berdasarkan asal usul plankton dimana ada plankton yang hidup dan berkembang dari perairan itu sendiri dan berasal dari luar terdiri atas :

a) Autogenetik : plankton yang berasal dari perairan itu sendiri.

b) Allogenetik : plankton yang datang dari perairan lain (hanyut terbawa oleh arus sungai)

Kehadiran plankton di suatu ekosistem di suatu ekosistem perairan sangat penting karena fungsinya sebagai produsen primer serta kemampuannya dalam mensintesis senyawa anorganik dalam proses fotosintesis (Heddy & Kurniati, 1996). Distribusi zooplankton dan fitoplankton tidak merata karena fitoplankton mengeluarkan zat yang membuat zooplankton tertarik. Jumlah dan distribusi musiman planktondapat diketahui berdasarkan beberapa faktor pembatas seperti suhu, penetrasi cahaya dan konsentrasi nutrien dalam suatu perairan (Barus, 2004).

b. Ekologi Plankton

Plankton merupakan makanan alami larva organisme perairan. Sebagai produsen utama di perairan adalah fitoplankton, sedangkan organisme konsumen adalah zooplankton, larva, ikan, udang, kepiting, dan sebagainya. Menurut Djarijah (1995), produsen adalah organisme yang memiliki kemampuan untuk menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi dalam melakukan aktivitas hidupnya, sedangkan konsumen adalah organisme yang menggunakan sumber energi yang dihasilkan oleh organisme lain. Pada perairan mengalir plankton jarang ditemukan bahkan absen dari aliran air, karena organisme seperti ini tidak tahan oleh arus, plankton akan hidup hanya pada bagian aliran air yang bergerak perlahan dan di sungai yang besar. Plankton dapat berkembang biak dan menyatu sebagai bagian dari komunitas (Odum, 1998).

Peranan plankton di perairan sangat penting karena plankton merupakan pakan alam bagi ikan kecil dan hewan air lainnya. Plankton merupakan mata rantai utama dalam rantai makanan di perairan. Plankton dalam suatu perairan mempunyai peranan yang sangat penting. Plankton terdiri dari fitoplankton yang merupakan produsen utama dan dapat menghasilkan makanannya sendiri dan merupakan makanan bagi hewan seperti ikan udang dan kerang melalui proses fotosintesis dan zooplankton yang bersifat hewani dan beraneka ragam. Peran terpenting fitoplankton adalah pada kemampuannya untuk melakukan fotosintesis, yakni suatu proses yang dapat menyadap energi surya dan membentuk senyawa organik dari senyawa inorganik. Senyawa organik ini merupakan sumber energi yang diperlukan oleh semua jasad hidup untuk berbagai aktivitasnya termasuk bergerak, bertumbuh dan reproduksi. Karena itu pula fitoplankton merupakan tumpuan bagi hamper semua kehidupan di suatu perairan, baik secara langsung maupun tak langsung, lewat rantai makanan (food chain).

Plankton sebagai komponen dasar dalam struktur kehidupan di laut dapat dijadikan sebagai salah satu parameter dalam pemantauan kualitas lingkungan perairan. Aspek-aspek yang dapat diamati meliputi nilai kualitatif dan kuantitatif plankton. Aspek kualitatif meliputi pemahaman terhadap komposisi plankton yang berkaitan dengan keberadaan jenis-jenis plankton yang dapat menimbulkan bencana terhadap lingkungan perairan ataupun terhadap manusia, dalam hubungannya sebagai pengguna lingkungan atau konsumer langsung organisme laut sebagai bahan makanan. Aspek kuantitatif meliputi pemahaman terhadap fungsi dan tingkat kemampuan perairan sebagai pendukung kehidupan organisme perairan. Pemahaman plankton secara kuantitatif berhubungan erat dengan penilaian perairan yang dapat berfungsi sebagai daerah penangkapan maupun lokasi budidaya laut..

Organisme yang digunakan sebagai bioindikator pada perairan ialah organisme yang dapat memberikan respon terhadap sedikit banyaknya bahan pencemar. Meningkatnya populasi organisme tersebut akan menunjukkan bahwa perairan tersebut tercemar. Jumlah plankton yang digunakan sebagai indikator pencemaran air ada kurang lebih 500 jenis mikroalgae, antara lain :

1) Alage biru hijau (Cyanophyta)

Kelompok ini dapat menjadi penyebab timbulnya lendir pada air (Anacystis, Oscillatoria, Phormidium), mengubah warna air (Anacystis, Oscillatoria), perkaratan (Oscillatoria), dan menghasilkan

racun (Anabaena dan Microcystis).

2) Algae hijau (Chlorophyta)

Beberapa algae ini dapat menyebabkan perubahan warna (Chlorella, Cosmarium), menghasilkan lendir (Chaetophora, Spirogyra, Tetraspora), dan perlunakan air (Cosmarium, Scenedesmus).

3) Flagellata

Kelompok ini dapat menurunkan kualitas air karena menghasilkan lendir (Euglena), mengubah warna (Ceratium, Chlamydomonas, Euglena), dan menyebabkan korosi (Euglena). Beberapa contoh plankton yang dapat dijumpai dalam perairan yang bersih, antara lain Chrysococcus rufescens, Dinobryon sp, Cocconeis placentala, Melosira islandica, Entophysalis lemaniae, Rhodomonas lacustris, dan Cyclotella ocellata. Beberapa contoh mikroalgae yang merupakan indikator pencemaran adalah Oscillatoria, Euglena, Navicula, Chlorella, Chlamydomonas, Nitschia, Stigedonium, Phormidium, Scenedesmus Arthrospira, Spyrogyra, Microcystis, dan Anabaena.

Adapun tingkat keanekaragaman plankton dapat dihitung dengan menggunakan suatu rumus yaitu:

1) Indeks Keanekagaman Plankton (H)

Keterangan:

H = indeks keanekaragaman plankton menurut Shanon-Weiner

Ni = jumlah genus ke-i

N = jumlah total individu

Kisaran total indeks keanekaragaman plankton dapat diklasifikasikan sebagai berikut (modifikasi Wilhm dan Dorris (1986) dalam Masson (1981) :

H < 2,3026: keanekaragaman kecil dan kestabilan komunitas rendah

2,3026 < H < 6,9078 : keanekaragaman sedang dan kestabilan komunitas sedang

H > 6,9078: keanekaragaman tinggi dan kestabilan komunitas tinggi

2) Menghitung indeks keseragaman (Magurran, 1982) dengan rumus:

Keterangan:

E = indeks keseragaman

H = indeks keanekaragaman

N = jumlah genus A

Indeks keseragaman berkisar antara 0 1. Apabila nilai E pada tiap titik semakin mendekati 1 sebaran individu antar jenis merata, dan jika nilai E pada tiap titik semakin mendekati 0 sebaran individu antar jenis tidak merata atau ada jenis tertentu yang dominan.

3) Menghitung indeks dominansi plankton dengan rumus:

Keterangan:

D = indeks dominansi

Ni = jumlah individu genus ke i

N = jumlah total individu

Apabila nilai D pada tiap titik semakin mendekati 1 maka terdapat genus yang mendominansi, dan jika nilai D pada tiap titik semakin mendekati 0 maka tidak ada genus yang mendominansi.

Tabel 2.1. Kriteria Kualitas Peraian Menurut Indeks Keanekaragaman Fitoplakton dan zooplankton (Soegianto, 2004)

Tingkat PencemaranIndeks Keanekaragaman

FitoplaktonZooplankton

Sangat baik> 2,00> 2,00

Baik2,60 - 2,002,60 - 2,00

Sedang1,00 - 1,591,59 - 1,00

Buruk0,70 - 0,991,00 - 1,39

Sangat buruk< 0,70< 1,00

2. Faktor Fisika

Ada beberapa faktor fisik yang terdapat dalam perairan sungai, antara lain adalah sebagai berikut :

a. Temperatur (Suhu)Suhu adalah ukuran energi gerakan molekul. Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme. Proses metabolisme hanya berfungsi di dalam kisaran suhu yang relatif sempit, biasanya antara 0 - 40oC. Tetapi ada juga organisme yang mampu mentolelir suhu sedikit di atas dan sedikit di bawah batas-batas tersebut, misalnya ganggang hijau-biru yang hidup pada suhu 85oC di sumber air panas. Proses metabolisme meningkat dua sungai untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10oC (Nybakken, 1992).Suhu merupakan suatu faktor pembatas penting di ekosistem perairan tawar karena jasad-jasad akuatik seringsungai kurang dapat menoleransi perubahan-perubahan suhu (bersifat stenothermal). Akibat adanya pencemaran panas yang ringanpun akan dapat berakibat luas. Juga perubahan-perubahan suhu menghasilkan sirkulasi dan stratifikasi suhu yang khas yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan akuatik (Soegianto, 2009).

Setiap makhluk hidup memerlukan suhu lingkungan tertentu. Hal ini dapat diterima karena dalam tubuh makhluk hidup berlangsung proses kimia, oleh karena itu semua makhluk hidup yang hidup dimanapun berada selalu menghindar suhu lingkungan terlalu tinggi dan terlalu rendah untuk mendapatkan suhu lingkungan yang optimum.

Organisme sungai khususnya beberapa makroinvertebrata memiliki reaksi terhadap suhu yang berbeda-beda antara 28oC sampai 34oC. Suhu yang dimiliki oleh anggota dalam suatu species tertentu berbeda-beda, sehinga adanya pengaruh termal pada lingkungan dapat menimbulkan median batas toleransi.jika spesies tertentu mempunyai median batas toleransi 24 jam 30oC, maka 50 % spesies tersebut akan mengalami kematian dalam jangka waktu 24 jam jika suhu 30 derajat (Sastrawijaya, 2000).

Populasi termal pada organisme air terjadi pada suhu tinggi. Kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut :

1) Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun

2) Kecepatan reaksi kimia meningkat

3) Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu

4) Jika batas suhu mematikan terlampui, ikan dan hewan air lainnya mungkin akan mati.

Isnansetyo & Kurniastuti (1995) mengatakan suhu yang sesuai dengan fitoplankton berkisar antara 25 - 30 C, sedangkan suhu untuk pertumbuhan zooplankton berkisar 15 - 35 C.b. Total Padatan Terlarut (TDS) Total padatan terlarut (TDS) menunjukkan banyaknya partikel padat yang terdapat di dalam air. Padatan ini terdiri dari senyawa anorganik dan organik yang larut dalam air, mineral dan garam-garamnya. Tingginya nilai parameter TDS dapat mengindikasikan bahwa daerah aliran sungai tersebut telah terjadi penggundulan hutan, dan akan mengakibatkan pendangkalan/sedimentasi di dalam sungai (Anonim, 2011).

Bahan padatan keseluruhan ditetapkan dengan menguapkan contoh air dan menimbang sisanya yang telah kering. Bahan padat terapung di dapat dengan menyaring contoh air. Perbedaan bahan padat keseluruhan dan bahan padat terapung merupakan bahan padat terlarut (Anonim, 2011).

Pengaruh terhadap kesehatan dari penyimpangan standar kualitas air dari padatan terlarut adalah akan memberikan rasa yang tidak enak pada lidah, rasa mual yang disebabkan oleh natrium sulfat dan magnesium sulfat (Anonim, 2011).c. Arus

Arus merupakan faktor pembatas penting, karena berperan dalam penyebaran gas-gas vital, garam-garam dan jasad-jasad hidup (Soegianto, 2009). Arus mempunyai pengaruh positip maupun negatip terhadap kehidupan biota perairan. Arus dapat mengakibatkan ausnya jaringan-jaringan jadas hidup yang tumbuh di daerah itu dan partikel-partikel dalam suspensi dapat menghasilkan pengikisan. Di perairan dengan dasar lumpur, arus dapat mengaduk endapan lumpur-lumpuran sehingga mengakibatkan bisa mengurangi penetrasi sinar matahari, dan karenanya mengurangi aktivitas fotosintesa. Manfaat dari arus bagi banyak biota adalah menyangkut penambahan makanan bagi biota-biota tersebut dan pembuangan kotoran-kotorannya. Untuk algae kekurangan zat-zat kimia dan CO2 dapat dipenuhi. Sedangkan bagi binatang CO2 dan produk-produk sisa dapat disingkirkan dan O2 tetap tersedia. Arus juga memainkan peranan penting bagi penyebaran plankton, baik holoplankton maupun meroplankton. Terutama bagi golongan terakhir yang terdiri dari telur-telur dan burayak-burayak avertebrata dasar dan ikan-ikan. Mereka mempunyai kesempatan menghindari persaingan makanan dengan induk-induknya terutama yang hidup menempel seperti teritip (Belanus sp) dan kerang hijau (Mytilus viridis). Pada kira-kira 1 dekade yang lalu faktor-faktor lingkungan yang diuraikan di atas cukup untuk diperhatikan dalam menilai kualitas air untuk budidaya laut. Akan tetapi dengan cepatnya pertambahan penduduk dan digalakkannya industrialisasi di negara kita, maka dalam sepuluh tahun terakhir ini telah timbul pencemaran air dan pencemaran laut, karena masuknya limbah industri dan limbah rumah tangga yang tak terkendalikan ke dalam lingkungan akuatik.

Adanya arus pada suatu ekosistem akuatik membawa plankton (khususnya fitoplankton) yang menumpuk pada suatu tempat tertentu dapat menyebabkan terjadinya blooming pada lokasi tertentu jika tempat baru tersebut kaya akan nutrisi dan faktor abiotik yang mendukung bagi perkembangan kehidupan plankton (Basmi, 1992).

Perubahan arah arus yang kompleks susunannya terjadi sesuai dengan makin dalamnya kedalaman suatu perairan. Kecepatan arus ini akan berkurang cepat sesuai dengan makin bertambahnya kedalaman perairan dan akhirnya angin menjadi tak berpengaruh sama sesungai terhadap kecepatan arus.

d. Kecerahan

Penyinaran cahaya matahari di perairan terdiri atas beberapa bagian yaitu dipantulkan, dibiaskan, dipencar-pencar dan diserap. Jumlah pemantulan cahaya matahari tak sama tergantung pada sudut yang ditimbulkan oleh cahaya matahari.

Banyaknya sinar matahari yang masuk ke dalam perairan berubah-ubah tergantung pada intensitas cahaya, banyaknya pemantulan di permukaan, sudut datang dan transparasi air. Selanjutnya Nybakken (1992) mengemukakan bahwa perubahan intensitas cahaya di permukaan laut bervariasi secara teratur berdasarkan harian yang berhubungan dengan musim. Penurunan intensitas cahaya dan absorbsi akan berkurang karena dipengaruhi oleh kedalaman. Cahaya yang masuk ke dalam perairan berubah dengan cepat baik intensitasnya maupun komposisinya. Kekeruhan (turbiditas) air yang disebabkan oleh adanya partikel tanah liat atau lumpur seringsungai merupakan faktor pembatas penting dalam ekosistem perairan. Penetrasi cahaya ke dalam perairan yang dihalangi oleh partikel-pertikel tersuspensi ini dapat mengurangi tebalnya lapisan fotosintesis. Namun bila turbiditas air adalah akibat banyaknya jasad-jasad hidup maka pengukuran transparansi air merupakan indeks bagi produktivitas perairan (Soegianto, 2009).

Penetrasi cahaya merupakan besaran untuk mengetahui sampai kedalaman berapa cahaya matahari dapat menembus lapisan perairan. Nilai penetrasi cahaya sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, kekeruhan air serta kepadatan plankton di suatu perairan (Barus, 2001). Penetrasi cahaya merupakan faktor pembatas bagi organisme fitoplankton dan mempengaruhi migrasi vertikal harian dan dapat pula mengakibatkan kematian pada organisme tertentu.

3. Faktor KimiaAda beberapa faktor kimia yang terdapat dalam perairan sungai, antara lain adalah sebagai berikut :

a. Oksigen terlarut (DO)

Oksigen terlarut merupakan faktor yang diperlukan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Oksigen merupakan gas yang tidak berbau, tidak berasa dan hanya sedikit larut dalam air. Semua organisme air membutuhkan oksigen dalam hidupnya. Sehingga, tempat yang mengandung oksigen sellau terdapat organisme di dalamnya dan makin banyak oksigen terlarut di daerah tersebut, maka makin banyak organisme yang ada di dalmnya. Jadi kadar oksigen terlarut dapat dijadikan ukuran untuk menentukan kualitas air. Kelarutan oksigen di dalam air dipengaruhi oleh faktor temperatur. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat pada temperatur 0 C yaitu sebesar 14.6 mg/L O2. Konsentrasi menurun sejalan dengan meningkatnya temperatur air. Peningkatan temperatur menyebabkan konsentrasi oksigen menurun dan sebaliknya temperatur yang semakin rendah meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut (Barus, 2001). Nilai DO yang berkisar diantara 5.45 7.00 mg/L cukup baik bagi proses kehidupan biota perairan (Sanusi, 2004). Menurut Barus (2001) nilai kejenuhan oksigen (%) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Kejenuhan (%) = x 100%

Keterangan :

O2 (u) = Nilai konsentrasi oksigen yang diukur (mg/L)

O2 (t) = Nilai konsentrasi oksigen sebenarnya (pada tabel) yang sesuai dengan besarnya temperatur.

Berikut ini ialah tabel yang menunjukkan hubungan antara kadar DO dengan kualitas air.

Tabel 2.2. Penentuan kualitas air melalui hubungan DO

Kadar DO (ppm)Kualitas air

< 2Tercemar parah

2 4,4Tercemar sedang

4,5 6,5Tercemar Ringan

> 6,5Tidak tercemar

Pencemaran air adalah penambahan unsur atau organisme lain ke dalam air, sehingga pemanfaatannya dapat terganggu. Pencemaran iar dapat menyebabkan kerugian ekonomi dan sosial, kerena adanya gangguan oleh adanya zat-zat beracun atau muatan bahan organik yang berlebih. Keadaan ini akan menyebabkan oksigen terlarut dalam air pada kondisi yang kritis, atau merusak kadar kimia air. Rusaknya kadar kimia air tersebut akan berpengaruh terhadap fungsi dari air. Besarnya beban pencemaran yang ditampung oleh suatu perairan, dapat diperhitungkan berdasarkan jumlah polutan yang berasal dari berbagai sumber aktivitas air buangan dari proses-proses industri dan buangan domestik yang berasal dari penduduk. Telah banyak dilakukan penelitian tentang pengaruh air buangan industri dan limbah penduduk terhadap organisme perairan, terutama pengaruhnya terhadap ikan. Akibat yang ditimbulkan antara lain dapat menyebabkan kelumpuhan ikan, karena otak tidak mendapat suplai oksigen serta kematian karena kekurangan oksigen (anoxia) yang disebabkan jaringan tubuh ikan tidak dapat mengikat oksigen yang terlarut dalam darah (Sastrawijaya, 2000). Untuk mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan dengan mengamati beberapa parameter kimia, seperti oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dan kebutuhan oksigen biologis (Biological Oxygen Demand = BOD).

Oksigen terlarut dapat dianalisis atau ditentukan dengan cara metode titrasi dengan cara WINKLER. Metode titrasi dengan cara WINKLER secara umum banyak digunakan untuk menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 dan NaOH - KI, sehingga akan terjadi endapan MnO2. Dengan menambahkan H2SO4 atau HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standart natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji encer). Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut :

1) MnCl2 + NaOH Mn(OH)2 + 2 NaCl

2) 2 Mn(OH)2 + O2 2 MnO2 + 2 H2O

3) MnO2 + 2 KI + 2 H2O Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH

4) I2 + 2 Na2S2C3 Na2S4O6 + 2 NaI

b. Kebutuhan Oksigen Biologis (BOD)

Kebutuhan Oksigen Biologis (BOD) atau Biological Oxygen Demand jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organik yang ada di dalam air lingkungan tersebut (Kristanto, 2002). Kebutuhan Oksigen Biologis (BOD) atau Biological Oxygen Demand merupakan jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik yang diukur pada temperatur 20C. Pengukuran BOD didasarkan pada kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik, artinya hanya terdapat substansi yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang umum terdapat pada limbah rumah tangga (Barus, 2001). Nilai konsentrasi BOD menunjukkan suatu kualitas perairan yang masih tergolong baik dimana konsumsi O2 selama periode 5 hari berkisar 5 mg/L O2 maka perairan tersebut tergolong baik dan apabila konsumsi berkisar 10 20 mg/L O2 akan menunjukkan tingkat pencemaran oleh materi organik yang tinggi dan untuk air limbah nilai BOD umunya lebh besar dari 100 mg/L O2 (Brower et al, 1990). Semakin tinggi nilai BOD maka tingkat pencemaran suatu perairan juga tinggi.

Tabel 2.3. Standar BOD untuk Penentuan Kualitas Air

Kondisi Umum AirKadar BOD

Sangat bersih1 ppm

Bersih2 ppm

Agak bersih3 ppm

Diragukan kebersihannya4 ppm

Tidak bersih5 Ppm

c. Karbondioksida (CO2)

Semua tanaman, termasuk tanaman air di dalamnya, memerlukan CO2 untuk berfotosintesis dalam rangka membentuk karbohidrat sebagai bagian dari tubuhnya.

Pada sungai atau danau, ternyata kandungan CO2 di dalamnya lebih dari hanya sekedar untuk memenuhi reaksi keseimbangan antara air dengan udara. Dengan kata lain, kadar CO2 yang dikandungnya lebih banyak dari jumlah yang diperlukan untuk reaksi keseimbangan. Kelebihan CO2 in iternyata berasal dari proses dekomposisi bahan organik, terutama yang terjadi pada lantai danau atau sungai. Proses dekomposisi tersebut terjadi dengan bantuan bakteri heterotrofik yang menghasilkan CO2 dan methan.

Jumlah CO2 yang dilepaskan oleh proses dekomposisi bahan organik sangat ditentukan oleh jenis bahan organiknya. Beberapa penelitian membuktikan bahwa jenis bahan organik yang berbeda menghasilkan jumlah CO2 yang berbeda pula dalam proses dekomposinya pada endapan sungai atau danau. Bahan organik yang berasal dari tanaman air diketahui akan menghasilkan jumlah CO2 yang berbeda pula dalam proses dekomposinya pada endapan sungai atau danau. Bahan organik yang berasal dari tanman air diketahui akan menghasilkan jumlah CO2 lebih banyak dibandingkan dengan bahan organik yang berasal dari tanaman darat. Hasil analisis kimiawi terhadap kedua kelompok tanaman tersebut juga menyatakan bahwa tanaman air segar mempunyai kadar nutrien yang lebih banyak dibandingkan dengan daun tanaman darat. Bakteri pada umumnya akan lebih aktif pada bahan-bahan organik yang kaya nutiren sehingga CO2 yang dihasilkan akan lebih banyak. Kandungan CO2 dapat juga lebih banyak terutama pada perairan yang mengandung Karbon Organik Terlarut (DOC) tinggi. Karbon Organik Terlarut pada umumnya berada dalam proses pembusukakn sehingga dapat menjadi sumber CO2 yang potensial.

Air yang berada dalam proses keseimbangan dengan udara pada umumnya hanya mengandung 0,5 ppm CO2. sedangkan tanaman air banyak yang memerlukan CO2 lebih banyak dari jumlah tersebut. Oleh karena itu, tanaman air bisa diduga tidak akan bertahan hidup di alam bila tidak mendapatkan tambahan CO2 yang berasal dari proses dekomposisi bahan organik, kecuali tanaman air yang mampu mendapatkan karbon dari bahan selain CO2.

Fotosintesis fitoplankton sebagai tumbuhan air, agitasi air dan penguap banyaknya CO2 mempengaruhi kerapatan metabolisme dan pertumbuhan, orientasi maupun pergerakan beberapa hewan air,zooplankton dan invertebrata yang lain. Perairan yang diperuntukkan bagi kepentingan perikanan sebaiknya mengandung CO2 bebas < 5 mg/l. Kadar CO2 bebas sebesar 10 mg/l, masih dapat ditorerir oleh organisme akuatik asal disertai dengan kadar O2 yang cukup. Sebagian besar organisme akuatik masih dapat bertahan hidup hingga karbondioksida bebas mencapai 60 mg/l.

d. pH

Perubahan pH yang sangat asam maupun sangat basa akan mengganggu kelangsungan hidup organisme aquatik karena menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Keasaman air ialah kemampuan untuk menetralkan basa. Keasaman yang tinggi belum tentu mempunyai Ph rendah. Suatu asam lemah dapat mempunyai keasaman yang tinggi, artinya mempunyai potensi untuk melepaskan hidrogen (Sastrawijaya, 2000).

Air yang pH-nya kurang dari 7 bersifat asam, sedangkan yang pH-nya lebih dari 7 bersifat basa. Tanah yang bersifat asam akan mengakibatkan pelarutan dan ketersediaan logam berat yang berlebihan dalam tanah (Darmono, 2008). Perubahan pH yang sangat asam maupun basa akan menganggu kelangsungan hidup organisme akuatik karena menyebabkan terganggunya metabolisme dan respirasi.

Organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai pH netral. pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umunya berkisar 7 sampai 8.5. kondisi perairan yang bersifat asam maupun basa membahayakan karena dapat menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Nilai pH rendah dapat menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat semakin tinggi sedangkan pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak akan terganggu sehingga dapat menyebabkan meningkatkan konsentrasi amoniak yang bersifat toksik bagi organisme (Barus, 2001).

e. Salinitas

Salinitas adalah banyaknya zat terlarut. Zat padat terlarut meliputi garam-garam anorganik, senyawa-senyawa organik yang berasal dari organisme hidup, dan gas-gas terlarut (Nybakken, 1992). Salinitas adalah jumlah berat semua garam (dalam garam) yang terlarut dalam satu liter air, biasanya dinyatakan dengan satuan 0/00 (permil, gram per liter) (Nontji, 2008).

Setiap daerah mempunyai tingkat salinitas yang berbeda-beda Selanjutnya di dekat khatulistiwa, salinitas mempunyai nilai yang rendah, dan maksimum pada daerah lintang 20 LU dan 20 LS, lalu menurun kembali di daerah lintang yang lebih tinggi. Keadaan salinitas yang rendah pada daerah sekitar equator yang lebih tinggi. Keadaan salinitas yang rendah pada daerah sekitar equator disebabkan oleh tingginya curah hujan. Khususnya di perairan kepulauan, salinitas ini diperendah lagi oleh air sungai yang mengalir ke laut. Di daerah subtropis, terutama yang beriklim kering, dimana penguapan lebih tinggi daripada presipitasi, salinitas dapat mencapai 45 0/00.

Adanya perubahan salinitas dapat menyebabkan kematian organisme. Salinitas, pada zona terbuka saat surut dan digenangi air hujan maka salinitas akan menurun. Di perairan samudera, salinitas biasanya 30% - 36%. Sebaran salinitas di air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, dan curah hujan.

Jasad-jasad perairan tawar menghadapi masalah yang berhubungan dengan osmoregulasi. Kadar garam-garam dalam cairan tubuh atau sel lebih besar daripada kadar garam dalam habitat perairan tawar. Karenanya air cenderung berosmosis masuk ke jaringan atau sel tubuh bila membran-membran bersifat permeable terhadap air, atau garam-garam perlu dipekatkan bila membran-membran bersifat relatif tidak permeable. Hewan-hewan perairan tawar seperti protozoa yang mempunyai membran sel yang sangat tipis dan ikan dengan insangnya harus mempunyai cara yang efisien untuk mengekskresi air. Bila tidak tubuh hewan-hewan ini akan mengembang akibat masuknya air dan akhirnya meledak (pecah). Kesukaran dalam osmoregulasi merupakan sebagian dari penyebab mengapa sejumlah besar hewan laut tidak dapat menyebar ke habitat perairan tawar. Sebaliknya jenis-jenis ikan tertentu yang cairan tubuhnya berkadar garam lebih rendah dari laut mampu menyebar kembali ke laut lewat proses osmoregulasi metabolik dalam bentuk ekskresi garam dan retensi (menahan) air (Soegianto, 2009).

f. Cemaran Logam Berat

Perkembangan industri di kota-kota dewasa ini cukup pesat. Peningkatan jumlah industri ini diikuti oleh penambahan jumlah limbah, baik berupa limbah padat, cair maupun gas. Limbah tersebut mengandung bahan kimia yang beracun dan berbahaya (B3) dan masuk ke perairan DAS (Daerah Aliran Sungai) yang bermuara ke perairan. Salah satu dari limbah B3 tersebut adalah logam berat. Kehadiran logam berat mengkhawatirkan terutama yang bersumber dari pabrik, dimana logam berat banyak digunakan sebagai bahan baku maupun sebagai bahan penolong. Sifat beracun dan berbahaya dari logam berat ditunjukkan oleh sifat fisik dan kimia bahan baik dari segi kualitas dan kuantitasnya. Senyawa logam berat biasanya banyak terdapat dalam limbah industri. Keberadaan logam berat di perairan laut dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain dari kegiatan pertambangan, rumah tangga, limbah pertanian dan buangan industri (Rochyatun, 2006).

Terdapat 80 jenis dari 109 unsur kimia di muka bumi ini yang telah teridentifikasi sebagai jenis logam berat. Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat ini dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama adalah logam berat esensial, di mana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya. Sedangkan jenis kedua adalah logam berat tidak esensial atau beracun, di mana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain. Logam berat ini dapat menimbulkan efek kesehatan bagi manusia tergantung pada bagian mana logam berat tersebut terikat dalam tubuh. Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga proses metabolisme tubuh terputus. Lebih jauh lagi, logam berat ini akan bertindak sebagai penyebab alergi, mutagen, teratogen atau karsinogen bagi manusia. Jalur masuknya adalah melalui kulit, pernapasan dan pencernaan (Putra, 2006).

Logam berat ialah benda padat atau cair yang mempunyai berat 5 gram atau lebih untuk setiap cm3, sedangkan logam yang beratnya kurang dari 5 gram adalah logam ringan. Dalam tubuh makhluk hidup logam berat termasuk dalam mineral trace atau mineral yang jumlahnya sangat sedikit. Beberapa mineral trace adalah esensiil karena digunakan untuk aktivitas kerja system enzim misalnya seng (Zn), tembaga (Cu), besi (Fe) dan beberapa unsur lainnya seperti kobalt (Co), mangaan (Mn) dan beberapa lainnya. Beberapa logam bersifat non-esensiil dan bersifat toksik terhadap makhluk hidup misalnya : merkuri (Hg), kadmium (Cd) dan timbal (Pb) (Darmono, 2008).

Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya, maka tingkat atau daya racun logam berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah) sebagai berikut merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timah hitam (Pb), krom (Cr), nikel (Ni), dan kobalt (Co). Menurut Darmono (2008), daftar urutan toksisitas logam paling tinggi ke paling rendah terhadap manusia yang mengkomsumsi ikan adalah sebagai berikut Hg2+ > Cd2+ >Ag2+ > Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Cr2+ Sn2+ > Zn2+. Sedangkan menurut Kementrian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1990) sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokan ke dalam 3 kelompok, yaitu bersifat toksik tinggi yang terdiri dari atas unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn. Bersifat toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co, sedangkan bersifat toksik rendah terdiri atas unsur Mn dan Fe (Marganof, 2003).

Logam toksik tersebut juga banyak digunakan untuk proses industri dan pertambangan. Limbah yang dibuang dari pabrik tersebut bila tidak dikontrol akan menyebabkan pencemaran lingkungan yang berbahaya bagi penduduk yang tinggal disekitar pabrik tersebut. Misalnya kasus Minamata disease yang disebabkan oleh pencemaran merkuri (Hg) dan itai-itai disease yang disebabkan oleh pencemaran kadmium (Cd) (Darmono, 2008).

Adanya logam berat di perairan, berbahaya baik secara langsung terhadap kehidupan organisme, maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam berat ( PPLH-IPB, 1997, Sutamihardja dkk, 1982 dalam Marganof, 2003) yaitu :

1) Sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan dan keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan).

2) Dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkomsumsi organisme tersebut.

3) Mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi dari konsentrasi logam dalam air. Disamping itu sedimen mudah tersuspensi karena pergerakan masa air yang akan melarutkan kembali logam yang dikandungnya ke dalam air, sehingga sedimen menjadi sumber pencemar potensial dalam skala waktu tertentu.

Sungai merupakan satu-satunya prasarana paling mudah bagi masyarakat untuk melakukan berbagai aktivitas, seperti mandi cuci kakus (MCK), transportasi dan lainnya termasuk membuang sampah rumah tangga dan limbah industri. Dua aktivitas terakhir (membuang sampah rumah tangga dan limbah industri) merupakan faktor utama terjadinya pencemaran logam berat.Pencemaran logam berat merupakan permasalahan yang sangat serius untuk ditangani, karena merugikan lingkungandan ekosistem secara umum. Sejak kasus merkuri di Minamata Jepang pada 1953, pencemaran logam berat semakin sering terjadi dan semakin banyak dilaporkan. Agen Lingkungan Amerika Serikat (EPA) melaporkan, terdapat 13 elemen logam berat yang diketahui berbahaya bagi lingkungan. Di antaranya arsenik (As), timbal (Pb), merkuri (Hg), dan kadmium (Cd). Logam berat sendiri sebenarnya merupakan unsur esensial yang sangat dibutuhkan setiap makhluk hidup, namun beberapa di antaranya (dalam kadar tertentu) bersifat racun. Di alam, unsur ini biasanya terdapat dalam bentuk terlarut atau tersuspensi (terikat dengan zat padat) serta terdapat sebagai bentuk ionik. Dampak dari pencemaran logam berat ini sering dilaporkan. Kadmium misalnya, merupakan salah satu jenis logam berat berbahaya karena berisiko tinggi terhadap pembuluh darah. Elemen ini berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal. Secara prinsipil pada konsentrasi rendah berpengaruh terhadap gangguan paru-paru, emphysema dan renal turbular disease kronis. Jumlah normal kadmium di tanah di bawah 1 ppm, tetapi angka tertinggi (1.700 ppm) dijumpai di permukaan sampel tanah yang diambil di dekat pertambangan biji seng (Zn) (Mursyidin, 2006).

Sumber terbesar logam di alam dan lingkungan dan di udara karena proses digunakannya logam tersebut pada suhu yang tinggi. Misalnya, penggunaan batu bara dan minyak bumi untuk pembangkit tenaga listrik, proses industri, peleburan logam, pemurnian logam, pembakaran sampah, dan industri semen. Dalam proses tersebut logam dikeluarkan ke udara di daerah lingkungan sekitar (Darmono, 2006).

Di samping bahan organik, perairan sering tercemar oleh komponen-komponen anorganik, diantaranya berbagai logam berat yang berbahaya yang berasal dari berbagai industri. Keberadaan logam dalam badan perairan dapat berasal dari sumber-sumber alamiah dan dari aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Sumber-sumber logam alamiah yang masuk kedalam daban perairan bisa berupa pengikisan dari batu mineral yang banyak disekitar perairan. Adapun logam yang berasal dari dari aktivitas manusia dapat berupa buangan sisa dari industri ataupun buangan rumah tangga.

Umumnya logam-logam yang terdapat dalam perairan dalam bentuk persenyawaan, seperti senyawa hidroksida, senyawa oksida, senyawa karbonat dan senyawa sulfida. Senyawa-senyawa itu sangat mudah larut dalam air. Namun demikian pada badan perairan yang mempunyai derajat keasaman (pH) mendekati normal atau pada daerah kisaran pH 7 sampai 8, kelarutan dari senyawa-senyawa ini cenderung stabil.

Logam berat yang berbahaya dan sering mencemari lingkungan yang terutama adalah merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (Ar), cadmium (Cd), kromium (Cr) dan nikel (Ni). Logam-logam tersebut bersifat akumulatif di dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama sebagai racun yang terakumulasi. Logam-logam berat yang terlarut dalam badan perairan pada konsentrasi tertentu dan berubah fungsi menjadi sumber racun bagi kehidupan perairan. Meskipun daya racun yang ditimbulkan oleh satu jenis logam berat terhadap semua biota perairan tidak sama, namun kehancuran dari satu kelompok dapat menjadikan terputusnya satu mata rantai kehidupan. Pada tingkat lajunya, keadaan tersebut tentu saja dapat menghancurkan satu tatanan ekosistem perairan (Palar, 2004).

D. Produktivitas Primer

Produktivitas primer adalah suatu proses pembentukan senyawa-senyawa organik melalui proses fotosintesis. Proses fotosintesis sendiri dipengaruhi oleh faktor konsentrasi klorofil a, serta intensitas cahaya matahari. Nilai produktivitas primer dapat digunakan sebagai indikasi tentang tingkat kesuburan suatu ekosistem perairan. Sejauh ini, data dan informasi mengenai hubungan produktivitas primer dengan konsentrasi klorofil a serta hubungannya dengan faktor fisik-kimia air di perairan.

Di dalam suatu ekosistem air terdapat aktifitas-aktifitas organisme dan plankton dan berbagai mikroorganisme. Antara organisme-organisme tersebut saling melakukan timbal balik. Hasil dari timbal balik tersebut dapat menghasilkan senyawa-senyawa yang penting bagi kehidupan makhluk hidup termasuk organisme yang berada di dalamnya. Salah satu senyawa yang dihasilkan adalah oksigen organisme-organisme tersebut dapat menghasilkan oksigen. Meskipun kadar oksigen yang dihasilkan terdapat dalam jumlah yang banyak namun keadaan kebanyakan hewan-hewan dan bakteri dan juga tumbuh-tumbuhan itu sendiri cepat sekali menghabiskan oksigen.tetapi pada dasarnya, kadar oksigen sangat tergantung dengan jumlah organisme yang hidup di tempat tersebut.selain itu juga dipengaruhi oleh penggunaan oksigen oleh organisme tersebut. Sehingga antara tempat yang satu dengan tempat yang lain dapat memiliki kadar oksigen yang berbeda.

Pengertian produktivitas primer dalam artian umum adalah laju produksi bahan organik (dinyatakan dalam C) melalui reaksi fotosintesis per satuan volume atau luas suatu perairan tertentu. Besarnya produksi itu sendiri dikarenakan sebagai produksi primer yang dapat dinyatakan dengan satuan seperi g C/m3. Reaksi fotosintesis dapat terjadi pada semua tumbuhan yang mengandung pigmen klorofil, dan dengan adanya cahaya matahari. Cahaya matahasi merupakan sumber dari segala energi yang menggerakkan seluruh fungsi ekosistem di bumi. Fotosintesis yang merupakan dasar dari produktifitas primer pada hakikatnya adalah reakis foto-kimia yang sangat rumit tetapi secara keseluruhan dapat disederhanakan sebagai berikut :

Dalam proses tersebut cahaya matahari sebagai sumber energi disadap oleh pigmen klorofil yang ada dalam tumbuhan, dan dengan adanya karbondioksida, air dan zat-zat hara akan terjadi reaksi kimia yang akan menghasilkan senyawa organik (misalnya karbohidrat) yang mempunyai potensi energi kimiawi yang sangat tinggi yang disimpan dalam sel. Dalam reaksi fotosintesis ini akan dihasilkan oksigen. Klorofil sendiri tidak ikut dalam reaksi sintesis namun sabgai katalisator yang menyadap energi cahaya yang diperlukan dalam reaki tersebut.

Potensi energi kimiawi berupa bahan organik yang terbentuk dalam sel fitoplankton kelak dapat digunakan untuk respirasi, yang akan menghasilkan energi untuk berbagai proses metabolisme lainnya. Reaksi respirasi itu sendiri merupakan kebalikan dari reaksi fotosintesis, yakni bahan organik dalam sel mengkonsumsi oksigen dan akan menghasilkan karbon dioksida, air dan energi penunjang kehidupan. Reaksi respirasi tersebut dapat dinyatakan secara sederhana sebagai berikut :

Faktor-faktor produktivitas primer

Produktivitas primer merupakan mata ramtai makanan yang memegang peranan penting bagi sumberdaya perairan. Melalui produktivitas primer, energi akan mengalir dalam ekosistem perairan dimulai dengan fiksasi oleh tumbuhan hijaumelalui proses fotosintesis. Peningkatan suplai zat hara dan tersedianya zat hara khususnya nitrogen dan fosfor merupakan faktor kimia perairan yang dapat mempengaruhi produktivitas primer disamping faktor fisik cahaya matahari dan temperatur.

Cahaya matahari merupakan salah satu faktor fisika yang memegang peranan penting dalam perubahan produktivitas primer. Jika kedalaman penetrasi cahaya yang menembus air sudah diketahui, maka dapat diketahui sampai dimana proses asimilasi tumbuhan terjadi. Energi cahaya matahari digunakan dalam proses fotosintesis, diserap oleh pigmen klorofil dan diubah menjadi energi kimia yang digunakan dalam proses reduksi karbondioksida sehingga terbentuk bahan organik sebagai hasil akhir fotosintesis. Cahaya yang tampak kemudian dipantulkan terutama pada panjang gelombang hijau dan secara keseluruhan radiasi matahari yang aktif dalam fotosintesis hanya 40 %.

Oksigen merupakan komponen penting yang dibutuhkan organisme perairan yang berfungsi sebagai regulator pada proses metabolisme tanaman dan hewan air (Odum, 1971). Salah satu sumber oksigen terlarut yang penting dalam perairan adalah oksigen di atmosfer yang terlarut dalam massa air pada permukaan air tersebut.Persamaan yang ekuivalen antara molekul karbohidrat dengan oksigen dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut: fotosintesis

2 H2O +CO2 + 114 Cal

CH2O + O2 + H2O

respirasi

Dari hail titrasi, dapat dihitung nilai dari produktivitas pada ekosistem air tersebut, yaitu dengan rumus :

F= Fotosintesis= DO akhir botol terang - DO awal

R= Respirasi= DO akhir botol gelap - DO awal

Produktivitas primer= F R

Produktivitas total= F + RBAB IIIMETODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah deskriptif analitis dengan metode observasi karena dalam penelitian ini tidak terdapat variabel manipulasi, variable kontrol, dan variabel respon. Penelitian terbatas pada perhitungan indeks keanekaragaman plakton, indeks keseragaman plankton, indeks dominansi plankton, produktivitas primer, serta kondisi kualitas perairan di Sungai Kalimas Surabaya.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini meliputi pengambilan sampel air yang dilakukan di perairan Sungai Kalimas Surabaya pada hari senin tanggal 4 Maret 2013 pada pukul 11.00 WIB, menghitung kadar BOD yang dilakukan di Laboratorium Ekologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), Universitas Negeri Surabaya (Unesa) pada hari jumat tanggal 8 Maret 2013 pada pukul 11.00 WIB, dan identifikasi plankton yang dilakukan di Laboratorium Ekologi, Jurusan Biologi, FMIPA, Unesa pada hari rabu jumat tanggal 6 8 Maret 2013 pada pukul 09.00 12.00 WIB. Adapun penentuan lokasi pengambilan sampling menggunakan metode Purposive Random Sampling, yaitu dengan menentukan sepuluh stasiun pengambilan sampel.

C. Sasaran Penelitian

Sasaran penelitian ini adalah komunitas plankton serta parameter prduktivitas primer dan kualitas air di perairan Sungai Kalimas Surabaya.D. Alat dan Bahan

1. Mengukur kadar BOD

Alat:

a. Botol winkler terang

b. Lemari pendingin

c. Erlenmeyerd. SpetBahan:

a. Plastik hitamb. Sampel air

c. Larutan MnSO4

2 ml

d. Larutan KOH-KI2 ml

e. Larutan H2SO4 pekat2 ml

f. Larutan amilum 1 %

g. Larutan Na2S2O3 0,025 N

2. Mengukur Kadar CO2Alat:

a. Botol winkler gelap

b. Pipet tetes

c. Erlenmeyer

d. SpetBahan:

a. NaOH

b. Sampel air

c. Indikator PP

3. Mengukur kadar DO

Alat :

a. Botol winkler terang

b. Tali rafia

c. Erlenmeyer

d. Spet

Bahan :

a. Larutan MnSO4

2 ml

b. Larutan KOH-KI2 ml

c. Larutan H2SO4 pekat2 ml

d. Larutan amilum 1 %

e. Larutan Na2S2O3 0,025 N

f. Sampel air

4. Mengukur suhu air

Alat : Termometer

5. Mengukur salinitas

Alat : Refraktometer

6. Mengukur pH

Alat : pH meter

7. Mengukur kecepatan arus air

Alat :

a. Stopwatch

b. Styrofoam

c. Tali rafia8. Mengukur kecerahan

Alat : Sechi disk

9. Mengukur padatan terlarut

Alat :

a. Kertas Saring

b. Neraca

c. Corong

d. Botol 1500 ml

Bahan :

a. Sampel air

10. Analisis Plankton

Alat:

a. Jaring plankton nomor 25

b. Timba plastik volume 30 liter

c. Botol plankton kecil volume 15 ml

d. Pipet tetes

e. Sedwick rafther

f. Mikroskop

g. Gelas benda dan gelas kaca

h. Buku identifikasi plankton

Bahan:

a. Sampel air

b. Formalin 4%11. Menghitumg logam berat P dan NAlat :

a. Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

b. Botol

Bahan :

a.Sampel air

E. Langkah Kerja

1. Mengukur Kadar BOD

a. Mengambil sampel air dan memasukkannya dalam botol winkler terang dan menutupnya.

b. Meneteskan 20 tetes (1 ml) metilen blue dalam botol winkler kemudian tutup dan bolak-balik botol.

c. Menyimpan botol dalam lemari es.d. Setelah 5 hari dihitung DO nya sebagai nilai DO pada 5 hari.e. Menghitung kadar BOD dengan rumus :BOD = 5 x (DO awal DO akhir)2. Mengukur Kadar CO2a. Mengambil sampel air dan memasukkannya dalam botol winkler gelap dan menutupnya.

b. Menuangkan sampel air tersebut sebanyak 100 ml dalam erlenmeyer.

c. Meneteskan larutan PP sebanyak 5 tetes ke dalam erlenmeyer.

d. Mengamati perubahan warna pada sampel air tersebut pada erlenmeyer, bila warna merah muda berarti CO2 = 0 ppm.

e. Bila warna tidak mengalami perubahan warna menjadi merah, maka dititrasi dengan NaOH sampai warna menjadi merah muda.

f. Mengulangi cara tersebut sampai 3 kali.

g. Menghitung kadar CO2 dengan menggunakan rumus :Hasil titrasi x 10

3. Mengukur DO

a. Mengambil sampel air dan memasukkan ke botol winkler terang

b. Menambahkan 2 ml MnSO4 dan 2 ml KOH-KI ke dalam botol winkler terang

c. Menghomogenkan dan membiarkannya selama kurang lebih 15 menit

d. Menambahkan 2 ml H2SO4 ke dalam erlenmeyer

e. Menuangkan 100 ml air sampel ke dalam erlenmeyer

f. Ada dua kemungkinan:

Jika air berwarna kuning muda,

1) menambahkan amilum 10-20 tetes hinggga iar berwarna biru

2) Menitrasi larutan dengan Na2S2O3 0,025 N hingga warna biru hilang

3) Mencatat volume titran

4) Menghitung DO = 8000.a.N

v-4

jika air berwarna kuning tua

1) Menitrasi larutan dengan Na2S2O3 0,025 N hingga larutan berwarna kuning muda

2) menambahkan amilum 10-20 teteshinggga iar berwarna biru

3) Menitrasi larutan dengan Na2S2O3 0,025 N hingga warna biru hilang

4) Mencatat volume titran

5) Menghitung DO = 8000.a.N v-4

g. Dalam sampel air 1 botol winkler dilakukan 3 kali pengulangan pengukuran Do, kemudian hasil penghitungan Do sebanyak 2 kali pengulangan tersebut dirata-rata, hasil rata-rata merupakan nilai DO sampel air dalam botol winkler tersebut.

4. Menghitung suhu air

a. Mencelupkan termometer ke permukaan air

b. Mencatat hasil pengukuran suhu sesuai angka yang ditunjukkan termometer.5. Menghitung salinitas

a. Menetesi refraktometer dengan aquadesb. Membersihkan dengan kertas tissu sisa aquades yang tertinggalc. Meneteskan sampel aird. Melihat di tempat yang bercahaya sehingga akan tampak sebuah bidang berwarna biru dan putih (Garis batas antara kedua bidang itulah yang menunjukan salinitasnya)e. Membilas kaca prisma dengan aquades, mengusap dengan tissu dan menyimpan refraktometer di tempat kering6. Menghitung pH air

a. Mencelupkan pH meter ke dalam air yang kan diukur pH-nya (kira-kira kedalaman 5 cm).

b. Menunggu kira-kira 2 menit sampai angka yang ditunjukkan oleh display stabil.

7. Menghitung kecepatan arus air

a. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

b. Menentukan titik/tempat pengambilan sampel.

a. Mengikat Styrofoam dengan tali rafia sepanjang 2 meter.b. Mencelupkan Styrofoam tersebut ke air sungai.c. Menghitung waktu yang diperlukan oleh Styrofoam yang mengikuti arus air dengan panjang 1 meter (panjang tali rafia).c. Menghitung kecepatan arus air sungai dengan rumus :

Kecepatan (v) = m/s8. Menghitung kecerahan air

a. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

b. Menentukan titik pengambilan sampel.

c. Mengikat keeping sechi disk dengan menggunakan benang kasur.

d. Mencelupkan pelan-pelan sechi disk tersebut ke dalam air sungai dan mengamati sampai keping sechi disk tersebut tidak terlihat lagi.e. Memberi tanda pada benang kasur tersebut sebagai batas kecerahan air.f. Menghitung kecerahan air tersebut pada benang kasur yang telah diberi tanda menggunakan penggaris karena panjang benang kasur yang terikat pada keping sechi disk yang digunakan sampai keping sechi tidak terlihat menunjukkan kecerahan air sungai tersebut.9. Menghitung berat padatan terlarut

a. Mengambil sampel air sebanyak 1 liter kemudian dimasukkan ke dalam botol 1,5 liter.

b. Menghitung berat kertas saring menggunakan neraca sebagai data awal.

c. Menyaring 1 liter air tersebut menggunakan kertas saring.

d. Mengering-anginkan hingga kertas saring tersebut kering.

e. Menghitung berat kertas saring tersebut menggunakan neraca sebagai data akhir.

10. Analisis Plankton

a. Menentukan lokasi perairan yang akan diambil sampel airnya.

b. Menyiapkan jaring plankton.

c. Mengisi timba plastik volume 30 liter dengan sampel air penuh. Menuang air yang ada di dalam timba plastik pada jaring plankton. Mengulangi 5 timba penuh 150 liter.

d. Menyaring sampel air tersebut dengan jaring plankton.

e. Menuangkan air hasil saringan tersebut ke dalam botol plankton.

f. Menetesi dengan larutan formalin 4% 1 tetes dan menutupnya. Menyiapkan uji untuk identifikasi plankton.

g. Selanjutnya, sampai di laboratorium mengidentifikasi plankton dengan cara: menuang sampel air dalam botol ke dalam sedwick rafther volume 1 ml. Menutup dengan kaca benda dan meletakkan pada meja benda mikroskop. Mengamati dengan mikroskop. Melakukan pengamatan sebanyak 5 kali. Kemudian hasil plankton dikalikan 3 karena volume botol plankton 15 ml. Mengidentifikasi plankton sampai dengan genus. Menulis dalam tabel plankton.

h. Menghitung indeks keanekaragaman plankton dengan menggunakan rumus :

i. Menghitung indeks keseragaman plankton dengan menggunakan rumus :

j. Menghitung indeks dominansi plankton dengan menggunakan rumus :

11. Menghitung logam berat N dan Pa. Mengambil 1500 ml sampel air kemudia dimasukkan ke dalam botol.b. Melakukan pengujian kadar logam berat N dan P dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) untuk mengetahui kandungan kadar logam berat tersebut.F. Rancangan Percobaan

Mengukur Kadar BOD

Mengukur kadar DO

Mengukur Kadar CO2

Menuangkan 100 ml air ke Erlenmeyer

Ditetesi indikator universal (pp) 10 tetes

Ada 2 kemungkinan

Titrasi dengan NaOH

Analisis Plankton

SHAPE \* MERGEFORMAT

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Berdasarkan pengamatan untuk mengetahui kualitas air Sungai Kalimas Surabaya telah dilakukan pengukuran parameter fisik, kimia dan biologi air. Pengukuran parameter fisik diantaranya suhu, pH, kecerahan, salinitas, dan kecepatan arus. Parameter kimia diantaranya menghitung nilai BOD, DO, CO2, Produktivitas sekunder, produktivitas primer, padatan terlarut, kadar logam P dan N, sedangkan parameter biologi menghitung indeks keanekaragaman plankton, indeks keseragaman, dan indeks dominansi. Hasil yang didapat dari masing-masing sub parameter dapat dilihat di Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman, Indeks Dominansi Plankton serta Kualitas Air di Sungai Kalimas, Surabaya pada Siang Hari

NoAspekHasil

1Indeks Keanekaragaman2,769

2Indeks Keseragaman0,860

3Indeks Dominansi0,001580

4DO awal (ppm)2,44

5DO akhir botol terang (ppm)0,81

6DO akhir botol gelap (ppm)0,65

7DO akhir 5 hari (ppm)0,33

8BOD (ppm)10,55

9CO2 (ppm)4

10pH9,8

11Suhu (oC)29

12Salinitas0

13Kecerahan (cm)13,5

14Fotosintesis-1,63

15Respirasi-1,79

16Produktifitas primer0,16

17Produktifitas sekunder-3,42

18Produktifitas total-3,26

19Kecepatan arus (m/s)0,035

20Berat padatan terlarut (gram)0,09

21Kadar logam berat P (ppm)11,56

22Kadar logam berat N (ppm)3,28

Pengamatan plankton dilakukan pada siang hari dan dilakukan 3 kali pengulangan. Hasil yang didapatkan adalah total jenis plankton sebanyak 25 jenis, dibagi atas zooplankton sebanyak 7 dan fitoplankton sebanyak 18, dan total individunya sebanyak 633 individu (Tabel.4.2) Tabel 4.2. Jenis-jenis Plankton yang terdapat di perairanSungai Kalimas Surabaya Stasiun 8

Genus PlanktonJenis plankton

DiatomeFitoplankton

Cystodinium

Trachychloron

Uronema

Chlorogibba

Closterium

Cryptomonas

Fridaea

Bumilleriopsis

Arachnochloris

Penium

Raphidionema

Pachycladon

Cylindrocopsa

Tetraspora

Toxarium

Tomaculum

Sphaeroplea

MoinaZooplankton

Teragonidium

Pelomyxa

ChlorobiumSaproplankton

Anguillospora

Leptothrix

Beggiatoa

Kemudian dilakukan penghitungan indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, serta indeks dominansi plankton di Sungai Kalimas Surabaya untuk mengetahui jenis yang paling dominan dan yang paling sedikit untuk kemudian dibandingkan dengan kualitas air yang terdapat di Kalimas Surabaya menggunakan parameter lainnya yaitu parameter fisika dan parameter kimia.Tabel 4.3 Keanekaragaman Plankton di Sungai Kalimas Surabaya pada Siang Hari

NoGenusNiIndeks Keanekaragaman (H)Indeks Keseragaman (E)Indeks Dominansi (D)

1Diatomae1080,3020,8600,000270

2Cystodinium90,0600,8600,000022

3Trachychloron210,1130,8600,000052

4Uronema180,1010,8600,000045

5Chlorogibba120,0750,8600,000030

6Closterium150,0890,8600,000037

7Cryptomonas30,0250,8600,000007

8Fridaea60,0440,8600,000015

9Bumilleriopsis120,0750,8600,000030

10Arachnochloris30,0250,8600,000007

11Penium60,0440,8600,000015

12Raphidionema30,0250,8600,000007

13Pachycladon60,0440,8600,000015

14Cylindrocopsa30,0250,8600,000007

15Tetraspora360,1630,8600,000090

16Moina60,0440,8600,000015

17Leptothrix960,2860,8600,000240

18Sphaeroplea600,2230,8600,000150

19Tetragonidium450,1880,8600,000112

20Chlorobium300,1450,8600,000075

21Anguillospora300,1450,8600,000075

22Toxarium240,1240,8600,000060

23Tomaculum240,1240,8600,000060

24Pelomyxa330,1540,8600,000082

25Beggiatoa240,1240,8600,000060

Jumlah (N)6332,7690,8600,001580

B. Analisis Data

Berdasarkan tabel 4.1 pengamatan faktor abiotik (kualitas air) dan produktifitas primer pada siang hari didapatkan hasil pH sebesar 9,8, suhu sebesar 29oC, salinitas sebesar 0%, kecerahan sebesar 13,5 cm, kecepatan arus 0,035 m/s, berat padatan terlarut 0,09 gram/liter, kadar logam berat P 11,56 ppm, kadar logam berat N 3,28 ppm, DO awal sebesar 2,44 ppm, DO akhir sebesar 0,81 ppm, BOD sebesar 10,55 ppm, fotosintesis -1,63 ppm, CO2 sebesar 4 ppm, produktifitas primer 0,16 ppm, produktifitas sekunder 3,42, produktifitas total -3,26, dan respirasi -1,79 ppm.

Hasil pengamatan tabel 4.2 menggambarkan jenis-jenis dan jumlah plankton yang didapatkan dari sampel air Sungai Kalimas Surabaya. Berdasarkan hasil yang didapatkan, diketahui bahwa terdapat 25 genus plankton yang berbeda dengan jumlah yang berbeda pula. Total plankton yang berhasil ditemukan dari sampel perairan Sungai Kalimas, Surabaya adalah 633 individu yang terdiri dari 25 genus. Genus yang paling banyak ditemukan adalah Diatome, salah satu jenis fitoplankton yaitu sebanyak 108 individu dan Leptothrix, salah satu jenis saproplanktan yaitu sebanyak 96 individu. Berdasarkan identifikasi pada tabel 4.2, maka didapatkan nilai indeks keanekaragaman menurut Shannon-Weaver sebesar 2,769, nilai indeks keseragaman menurut Magurran sebesar 0,860, sedangkan untuk nilai indeks dominansi Simpson setiap genus adalah 0,001580.

C. Pembahasan

Sungai merupakan air tawar yang mengalir dari sumber di daratan menuju dan bermuara di laut, danau atau sungai yang lebih besar, aliran sungai bersumber dari limpasan yang berasal dari hujan, gltser, limpasan anak-anak sungai dan limpasan air tanah (Walpodo, 2009). Sungai Kalimas Surabaya merupakan salah satu sungai yang melintasi wilayah Surabaya. Seperti halnya sungai yang lainnya Sungai Kalimas juga banyak dimanfaatkan oleh warga sekitar, akan tetapi seiring bertambahnya penduduk di ibukota Surabaya pencemaran sungai semakin sulit dikendalikan. Banyaknya warga masyarakat yang kurang akan kesadaran dan ilmu lingkungan menjadikan Sungai Kalimas Surabaya semakin kotor dan kualitas air semakin menurun. Sungai merupakan habitat organisme air seperti ikan, plankton, makrobentos dan lain-lain, adanya pencemaran air menyebabkan kerusakan ekosistem perairan dan meningkatkan kematian organisme air. Dampaknya sekarang semakin dirasakan oleh masyarakat luas itu sendiri. Untuk mengetahui tingkat kualitas air Sungai Kalimas Surabaya saat ini, dilakukan penelitian kualitas air dengan mengamati parameter biologi, fisik dan kimia air. Pengukuran parameter-parameter tersebut dilakukan di stasiun 8 yang terletak di Taman Prestasi Surabaya.1. Parameter Fisika

a. Suhu Sungai Kalimas Surabaya

Suhu adalah ukuran energi gerakan molekul. Suhu sangat menentukan dari suatu keberlangsungan makhluk hidup terutama bagi makhluk hidup yang termoregulasinya eksoderm. Proses metabolisme tubuh hanya berfungsi pada kisaran suhu yang sempit, biasanya antara 0-40 oC (Nybakken, 1992). Suhu juga merupakan faktor pembatas di ekosistem perairan tawar karena jasad-jasad renik akutik sering sungai kurang dapat mentoleransi perubahan suhu (bersifat stenothermal). Akibat pencemaran panas ini akan berakibat luas. Juga perubahan suhu menghasilkan sirkulasi dan stratifikasi suhu khas yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan akuatik (Soegianto, 2009).

Sungai Kalimas Surabaya memiliki suhu bernilai 29oC yang artinya masih dalam kisaran yang disebutkan diatas. Suhu ini masih dalam kisaran ideal bagi organisme air untuk hidup. Organisme seperti makroinvertebrata masih memungkinkan untuk hidup dan berkembang, disebutkan makroinvertebrata memiliki reaksi terhadap suhu antara 28-34 oC (Sastrawijaya, 200). Suhu yang dimiliki oleh suatu spesies tertentu berbeda-beda, sehingga adanya pengaruh perubahan suhu lingkungan dapat menimbulkan median batas toleransi. Jika spesies tertentu mempunyai median batas toleransi 24 jam 30 oC, maka menyebabkan kematian sebanyak 50% dalam jangka waktu 24 jam jika suhu 30 oC (Sastrawijaya, 200).

Sastrawidjaya (1991) menyebutkan populasi thermal pada organisme air terjadi pada suhu tinggi yang menyebabkan suhu bahan organik naik dan menaikkan kebutuhan oksigen yang biasanya meningkat akibat keracunan bahan pencemar kimia ke dalam air. Kondisi suhu didalam perairan dipengaruhi oleh cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggian geografis dan juga faktor knopi (Brehm Meifering, 1990). Jadi dapat disimpulkan suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi kehidupan organisme dan kebutuhan oksigen organisme.

Populasi termal pada organisme air terjadi pada suhu tinggi. Kenaikan suhu air akan menyebabkan :

a) Jumlah oksigen terlarut menurun

b) Kecepatan reaksi kimia meningkat

c) Kehidupan ikan dan hewan air terganggu

b. Kecerahan air Sungai Kalimas SurabayaMenurut Raharja (1997) kecerahan adalah ukuran transparansi perairan yang dapat diamati secara visual dengan menggunakan alat bantu secchi disc maka perairan yang kecerahannya baik akan berpengaruhi terhadapat proses fotosintesis yang baik. Kecerahan juga berkaitan dengan padatan yang tersuspensi, warna air dan penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan. Partikel-partikel makro yang tersuspensi diperairan dapat menghambat masuknya cahaya dalam perairan, sehingga dapat menurunkan intensitas cahaya yang tersedia bagi organisme fotosintetik seperti alga, fitoplankton dan hydrophyta lainnya (Odum, 1994).

Kecerahan air Sungai Kalimas Surabaya didapatkan hasil sebesar 13,5 cm. Nilai ini menunjukkan kecerahan yang rendah, artinya bagi kehidupan organisme, sebab menurut Nybakken (1982) untuk kepentingan plankton diperlukan kecerahan sekitar 3 meter. Nilai kecerahan Sungai Kalimas Surabaya sangatlah rendah, hal ini terjadi banyaknya sampah yang dibuang disungai dan mengendap di bawah air. Sampah organik maupun sampah non organik akan diuraikan sehingga menjadi partikel-partikel yang terlarut dalam air. Bisa juga dari tanah pegunungan yang tergerus air akibat tidak adanya pengikat tanah, yaitu akar tanaman. Akibatnya air menjadi keruh dan intensitas cahaya yang masuk berkurang.

c. Kecepatan arus air Sungai Kalimas SurabayaArus berfungsi dalam transportasi energi panas dan substansi seperti gas maupun mineral yang terdapat dalam air. Adanya arus pada suatu ekosistem akuatik membawa plankton (khususnya fitoplankton) yang menunpuk pada suatu tempat tertentu yang dapat menyebabkan blooming pada lokasi tertentu jika tempat baru tersebut kaya akan nutrisi yang menunjang pertumbuhan fitoplankton dengan faktor abiotik yang mengandung bagi pertumbuhan kehidupan plankton (Basmi, 1992). Nilai kecepatan arus di perairan Sungai Kalimas Surabaya adalah 0,035 m/s. Hal yang dapat mempengaruhi nilai kecepatan arus, diantaranya sampah yang ada di sungai, sehingga memperlambat daya alir air. d. Kadar Padatan / TDS (Total Disolved Solid)Jumlah padatan tersuspensi pada perairan berpengaruh terhadap penetrasi cahaya. Semakin tinggi padatan terlarut berarti akan semakin menghambat penetrasi cahaya ke dalam perairan. Hal ini secara langsung akan mempengaruhi penurunan proses fotosintesis oleh organisme fotosintetik seperti fitoplankton dan hydrila (Yazwar, 2008). Hasil pengukuran padatan di Kalimas Surabaya sebesar 0,09 gram/liter. Nilai ini masih dalam kisaran padatan terlarut rendah. Hal ini terjadi karena stasiun 8 berada di Taman Prestasi yang nota bene jauh dari aktivitas warga yang menghasilkan sampah-sampah. Di daerah ini juga di tengah perkotaan dan wilayah sekitar masih dijaga kebersihannya. Apabila dihubungkan dengan baku mutu golongan 1, maka nilai padatan terlarut masih rendah.

2. Parameter kimia

a. DO (Disolved Oxygen) Sungai Kalimas Surabaya

Disolved Oxygen merupakan kandungan oksigen yang telarut dalam air, nilai DO sangat menentukan kelangsungan hidup organisme perairan. Oksigen terlarut diperlukan oleh organisme perairan untuk mengoksidasi nutrien yang masuk ke dalam tubuhnya. Oksigen yang ada di dalam perairan berasal dari hasil fotosintesis organisme akuatik berklorofil dan juga difusi dari atmosfer. Peningkatkan difusi oksigen yang berasal dari atmosfer ke dalam perairan dapat dibantu angin (Yazwar, 2008). Menurut Wetzel dan Likens (1979), tinggi-rendahnya kandungan oksigen terlarut dalam perairan juga dipengaruhi oleh faktor suhu, tekanan dan konsentrasi berbagai ion yang terlarut dalam air pada perairan tersebut.Hasil pengamatan mengenai nilai DO di Sungai Kalimas Surabaya berkisar DO awal sebesar 2,44 ppm dan DO akhir (5 hari) sebesar 0, 33 ppm. Nilai DO yang tinggi berkaitan banyaknya fitoplankton maupun tumbuhan air lainnya. DO akhir 5 hari lebih kecil dibanding DO awal, karena selam hari botol disimpan pada kondisi gelap, sehingga tumbuhan fotosintetik tidak dapat melakukan fotosintesis. Maka kadar O2 selain itu respirasi terus berlangsung. Hasil dari respirasi selain energi juga CO2. Menurut Sanusi (2004), nilai DO yang berkisar diantara 5,45-7,00 ml/g cukup baik bagi proses kehidupan biota perairan. Barus (2001) menambahkan nilai kandungan oksigen terlarut sebaiknya berkisar 6,3 mg/l, makin redah nilai DO maka makin tiggi tingakat pencemaran suatu ekosistem perairan. Maka dapat disimpulkan bahwa kandungan oksigen Sungai Kalimas Surabaya rendah dan tingkat pencemaran airnya tinggi. Rendahnya nilai DO berkaitan pencemaran Sungai Kalimas, dimana akibat pembuatan limbah rumah tangga maupun limbah pabrik, sehingga menurunkan kecerahan air. Akibatnya intensitas cahaya berkurang di perairan, hewan akuatik berklorofil tidak dapat menghasil oksigen. Akibat jangka panjangnya populasi hewan akuatik semakin berkurang, dimana ketika trofik produsen semakin berkurang maka trofik konsumen I dan II akan ikut berkurang. Akibat limbah tersebut dapat menyebabkan pengendapan dan peningkatan penguraian sampah oleh bakteri sehingga meningkatnya penggunaan oksigen, maka suhu air akan semakin tinggi. Konsentrasi oksigen menurun sejalan dengan meningkatnya suhu air. Peningkatan suhu menyebabkan konsentrasi oksigen menurun dan sebaliknya suhu rendah meningkatkan oksigen terlarut (Barus, 2001).b. BOD (Biological Oxgen Demand) Sungai Kalimas Surabaya

BOD diartikan sebagai kebutuhan oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik, yaitu diukur pada suhu 20 oC (Barus 2001). Pengukuran BOD didasarkan kepada kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik, artinya hanya terdapat substansi yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang umunya terdapat didalam limbah rumah tangga (Barus, 2001). Pengukuran kadar BOD di Sungai Kalimas berkisar sebesar 10,55 ppm. Nilai ini sangat tinggi dan menunjukkan bahwa kualitas air yang rendah dengan pencemaran yang tinggi. Pemeriksaan BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organik dengan oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik. Sebagai hasil oksidasi akan terbentuk karbondioksida, air dan amoniak. Reaksi oksidasi dapat dituliskan sebagai berikut : CnHaObNc + (n+a/4 b/2 2c/4)O2 nCO2 + cNH3

Atas dasar tersebut yang memerlukan kira-kira 2 hari supaya 100% dimana 50% raksi telah tercapai, 5 hari supaya 75% dan 20 hari supaya 100% tercapai, maka pemeriksaan BOD dapat dipergunakan untuk menaksir beban pencemaran zat organik. Reaksi biologis pada tes BOD dilakukan pada temperatur 200C dan dilakukan selama 5 hari.

Menurut (Brower et al, 1990) nilai konsentrasi nilai BOD perairan yang masih menunjukkan nilai kualitas yang baik dimanaapabila konsentrasi O2 selama periode 5 hari berkisar sampai 5 ml/l dan apabila konsumsi O2 berkisar antara 10 mg/l-20 ml/l akan menunjukkan tingkat pencemaran oleh materi organik yang tinggi dan untuk air limbah nilai BOD umumnya ebih besar dari 100 mg/l.

Meskipun lokasi pengambilan air sampel diadakan di Taman Prestasi ang seharusnya jarang limbah rumah tangga, akan tetapi air sungai membawa aliran air dari hilir ke hulu. Sehingga sampah-sampah rumah tangga di wilayah padat penduduk sudah mencemari sepanjang aliran air Sungai Kalimas Surabaya.

c. Derajat keasaman (pH) Sungai Kalimas SurabayaDerajat keasaman merupakan salah satu faktor fisik yang penting bagi kehidupan organisme. Dalam hal ini sebagian besar biota perairan sensitif terhadap perubahan nilai pH (Yazwar, 2008). Hasil pengukuran parameter fisik ini di Kalimas Surabaya sebesar 9,8 yang artinya air bersifat basa. Kondisi perairan yang demikian ini tidak cocok bagi kehidupan organisme. Akibat limbah pabrik-pabrik di Surabaya yang membuang limbahnya di sungai dapat sebagai penyebab utama nauknya nilai pH air. Kandungan bahan kimia pada limbah pabrik, seperti limbah pabrik detergen, perasa makanan menyisakan bahan kimia yang bersifat basa dan bahkan bisa berupa logam berat yang bersifat toksik. Kenaikan pH dapat disebabkan oleh komposisi kimia dan substrat dasar perairan yang mungkin mengandung zat kapur lebih banyak sehingga menaikkan nilai pH, sedangkan penurunan pH dapat disebabkan dengan nilai BOD yang lebih tinggi. Adanya kandungan organik yang lebih tinggi akan menghasilkan asam organik yang lebih banyak (Yazwar, 2008).

Nilai pH air Sungai Kalimas Surabaya bisa dikatakan tidak cocok bagi kehidupan organisme sebab menurut Prescord (1979) pH yang layak bagi kehidupan organisme akuatik berkisar 6,20-8,50.

d. Kadar CO2 Sungai Kalimas Surabaya Nilai CO2 di Sungai Kalimas Surabaya sebesar 4 ppm. Konsentrasi CO2 bebas di Sungai Kalimas Surabaya masih dalam keadaan normal. Menurut PP No.82 Tahun 2001 dalam Nilasari (2006), standar baku mutu konsentrasi CO2 yaitu 10 12 mg/l sedangkan menurut Sastrawijaya (2000), konsentrasi CO2 jika di atas 25 mg/l dapat menyebabkan kematian pada biota air. Jika kadar CO2 tinggi maka kelarutan oksigen dalam darah menjadi terhambat akibatnya akan lebih besar munculnya pengaruh negatif CO2 karena kadar O2-nya rendah (Lesmana, 2005). Konsentrasi CO2 yang tinggi biasanya dibarengi dengan kadar DO yang rendah. Nilai CO2 lebih besar dibanding nilai oksigen terlarut. Maka menunjukkan bahwa proses respirasi lebih tinggi dibandingkan proses fotosintesis. Banyak pencemaran dari limbah membutuhkan proses penguraian oleh mikroorganisme pengurai lebih banyak, sehingga zat sisa respirasi berupa CO2 lebih besar. Dari nilai CO2 dapat dilihat bahwa jumlah mikroorganisme pengurai lebih banyak dibanding mikroorganisme otosintetik. Nilai CO2 juga dapat menyebabkan kenaikan suhu diperairan. Dimana seperti dijelaskan diatas bahwa kadar oksigen yang rendah menyebabkan suhu meningkat dengan kata lain dari oksigen rendah berarti nilai CO2 yang lebih tinggi. e. Salinitas Sungai Kalimas SurabayaKadar garam Sungai Kalimas bisa dikatakan nol (0ppm). Karena air sungai tidak mengandung senyawa-senyawa garam. Perairan sungai dihasilkan dari air tanah, anak-anak sungai. Nilai salinitas nol maka air tidak bersifat pekat, massa jenis air kecil sehingga mikrooeganisme dapat dengan mudah untuk mempertahankan tekanan osmotik sel. Brotowidjoyo (1995) menyatakan bahwa salinitas dapat berbeda-beda tergantung evaporasi dan transpirasi, peredaan salinitas akan mempengaruhi densitas air tekanan osmoik didalamnya dan kelarutan gas dalam air, kadar air dikatakan salinitas normal masih dalam keadaan 32%o atau 3,2%. f. Produksi primer

Produktivitas primer ialah laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik. Jumlah seluruh bahan organik (biomassa) yang terbentuk dalam proses produktivitas dinamakan produktivitas primer kotor, atau produksi total. Jumlah seluruh bahan organik yang terbentuk dalam proses produksivitas dinamakan produksi primer kotor, atau produksi total. Karena sebagian dari produksi total ini digunakan tumbuhan untuk kelangsungan proses-proses hidup, respirasi. Produksi primer bersih adalah istilah yang digunakan bagi jumlah sisa produksi primer kotor setelah sebagian digunakan untuk respirasi. Produksi primer inilah yang tersedia bagi tingkatan-tingkatan trofik lain. Produktivitas primer merupakan kecepatan terjadinya fotosintesis atau pengikatan karbon. Jumlah seluruh zat organik saat itu adalah standing crop atau biomasssa. Dalam menganalisis suatu lingkungan perlu dipertimbangkan produktivitas kasar (gross productivity) dan produktivitas bersih (net productivity). Ada kalanya produktivitas tinggi tetapi karena terjadi konsumsi oleh herbivora maka biomasssa rendah.(Kasijan Romimohtarto, 2005 : 310)Di Sungai Kalimas Surabaya nilai produktivitas Primer sebesar 0,16 ppm. Kecepatan terjadinya fotosintesis ini sangat rendah. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi primer adalah cahaya dan kandungan oksigeng. Logam berat terlarut Nitrogen (N) dan Fosfor (P)

Logam berat ialah benda padat atau cair yang mempunyai berat 5 gram atau lebih untuk setiap cm3, sedangkan logam yang beratnya kurang dari 5 gram adalah logam ringan. Dalam tubuh makhluk hidup logam berat termasuk dalam mineral trace atau mineral yang jumlahnya sangat sedikit. Beberapa mineral trace adalah esensiil karena digunakan untuk aktivitas kerja system enzim misalnya seng (Zn), tembaga (Cu), besi (Fe) dan beberapa unsur lainnya seperti kobalt (Co), mangaan (Mn) dan beberapa lainnya. Beberapa logam bersifat non-esensiil dan bersifat toksik terhadap makhluk hidup misalnya : merkuri (Hg), kadmium (Cd) dan timbal (Pb) (Darmono, 2008). Di Sungai Kalimas Surabaya dilakukan penghitungan kandungan logam berat N (Nitrogen) dan P (Fosfor). Kadar logam berat P 11,56 ppm, kadar logam berat N 3,28 ppm, Kedua logam ini merukan unsur makro nutrein yang sangat penting bagi kehidupan setiap makhluk hidup, kedau unsur ini merupakan unsur penyusun dari setiap sel mahluk hidup sehingga kedua unsur ini sangat penting.

Akan tetapi apabila jumlah kandungan logam ini dalam jumlah yang besar akan dapat menyebabkan toksik. Logam berat yang bersifat toksik akan menimbulkan efek. Logam berat ini dapat menimbulkan efek kesehatan bagi manusia tergantung pada bagian mana logam berat tersebut terikat dalam tubuh. Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga proses metabolisme tubuh terputus. Lebih jauh lagi, logam berat ini akan bertindak sebagai penyebab alergi, mutagen, teratogen atau karsinogen bagi manusia. Jalur masuknya adalah melalui kulit, pernapasan dan pencernaan (Putra, 2006).

Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya, maka tingkat atau daya racun logam berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah) sebagai berikut merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timah hitam (Pb), krom (Cr), nikel (Ni), dan kobalt (Co). Menurut Darmono (2008), daftar urutan toksisitas logam paling tinggi ke paling rendah terhadap manusia yang mengkomsumsi ikan adalah sebagai berikut Hg2+ > Cd2+ >Ag2+ > Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Cr2+ Sn2+ > Zn2+. Sedangkan menurut Kementrian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1990) sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokan ke dalam 3 kelompok, yaitu bersifat toksik tinggi yang terdiri dari atas unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn. Bersifat toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co, sedangkan bersifat toksik rendah terdiri atas unsur Mn dan Fe (Marganof, 2003).3. Parameter Biologi

Pada parameter ini, dilihat dari jenis