LAPORAN TUTORIAL
BLOK GERIATRI SKENARIO 1
ADUH NEK, KAKEK TERJERUMUS PARIT
Kelompok A-5
1. Rico Alfredo(G0012181)
1. M. Hafizh Islam S(G0012119)
1. Khairunnisa N. Huda(G0012107)
1. Gilang Yuka S.(G0012083)
1. Wahyu Septianingtyas(G0012227)
1. Krisnawati Intan S.(G0012109)
1. Elfrida Rahma B.(G0012065)
1. Rachmaniar Ratrianti(G0012169)
1. Yuscha Anindya(G0012239)
1. Tika Permata Sari(G0012221)
1. Rima Aji Puspitasari(G0012187)
1. Shofura Azizah(G0012211)
1. Anandita Winadira(G0012013)
Tutor:
Yuliana Heri Suselo, dr., M.Sc
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2015
BAB I
PENDAHULUAN
ADUH NEK, KAKEK JATUH TERJERUMUS PARIT
Kakek Yoso, seorang pensiunan guru, yang masih bugar di usianya
yang 60 tahun, tiba-tiba merasa berkunang-kunang dan jatuh
terjerumus parit pada saat jalan-jalan di pagi hari bersama
istrinya.
Esok harinya nyeri lututnya kambuh kembali, bahkan sulit
digerakkan dan minta dibawa ke dokter. Pemeriksaan dokter tekanan
darah 190/100 mmHg. Hasil pemeriksaan laboratorium UGD didapatkan
GDS 200 mg/dl, Hb 10,5 gr%, tidak ditemukan proteinuria. EKG dalam
batas normal.
Kakek mengeluhkan mata kabur, pendengaran berkurang, dan sering
lupa. Jika berjalan merasa tidak stabil dan nggliyeng (serasa ingin
jatuh).
Sebelumnya beliau minum bisoprolol dan HCT secara rutin,
kadang-kadang mengkonsumsi juga antalgin atau meloxicam yang dibeli
di took obat untuk meredam nyeri sendi.
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Seven Jump
JUMP 1
1. Nggliyeng/dizziness : sensasi kepala ringan, berputar,
pusing, pandangan kabur. Dizziness mencakup vertigo, presinkop,
disekuilibrium, dan vague light.
2. Bisoprolol : obat antihipertensi golongan beta blocker
3. HCT : obat antihipertensi golongan diuretik tiazid
4. Antalgin :Antalgin adalah salah satu obat penghilang rasa
sakit (analgetik) turunan NSAID, atau Non-Steroidal Anti
Inflammatory Drugs. Umumnya, obat-obatan analgetik adalah golongan
obat antiinflamasi (antipembengkakan), dan beberapa jenis obat
golongan ini memiliki pula sifat antipiretik (penurun panas),
sehingga dikategorikan sebagai analgetik-antipiretik.
5. Meloxicam: Meloxicam merupakan golongan Anti Inflamasi Non
steroid (NSAID) derivat asam enolat yang bekerja dengan cara
menghambat biosintesis prostaglandin yang merupakan mediator
inflamasi melalui penghambat cyclooxygenase 2 (COX-2), sehingga
terjadinya proses inflamasi dapat dihambat tanpa terjadi efek
samping terhadap ginjal dan gastro intestinal yang merupakan ciri
khas pada penggunaan obat-obat Anti Inflamasi Non Steroid selama
ini.
6. Proteinuria : adanya protein dalam urin. Proteinuria
mengindikasikan kerusakan ginjal karena gagal melakukan filtrasi
yang berpengaruh pada komposisi urin.
7. Geriatri: individu usia lebih dari 60 tahun dan mengidap dua
atau lebih penyakit kronis.
8. Gerontologi: ilmu yang mempelajari geriatri
JUMP 2
1. Mengapa kakek tiba-tiba berkunang-kunang dan terjerumus
parit?
2. Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan yng
dialami?
3. Mengapa nyeri lutu kambuh kembali bahkan sulit
digerakkan?
4. Bagaimana interpretasi pemeriksaan vital sign dan pemeriksaan
lab?
5. Bagaimana efek obat yang diminum kakek?
6. Mengapa kakek penglihatannya kabur, pendengarannya berkurang,
sering lupa, dan jika berjalan tidak stabil serta nggliyeng?
7. Apakah ada efek samping akibat minum obat bersama-sama
tersebut? Dan bagaimana interaksi obat ke tubuh?
8. Diagnosis, tatalaksana, prognosis, serta komplikasi
kasus?
9. Bagaimana penatalaksaan yang dilakukan untuk kakek?
JUMP 3
1. Definisi geriatri
2. Perubahan fisiologis, anatomis, dan biologis pada
geriatri
3. Proses penuaan/ aging
JUMP 4
A
G
I
N
G
Perubahan anatomi, fisiologi, biologi
GERIATRI
>= 60 TAHUN
> 2 PENYAKIT
ASSESMENT GERIATRI
PENANGANAN
INTERDISIPLINER
SINDROMA
GERIATRI
JUMP 5
1. Definisi geriatric dan lansia menurut WHO dan Depkes?
2. Perubahan termoregulasi pada geriatric?
3. Mengapa kakek tiba-tiba jatuh dan berkunang-kunang serta
terjerumus parit?
4. Mengapa nyeri lutut kambuh kembali bahkan sulit
digerakkan?
5. Bagaimana efek obat yang diminum kakek?
6. Bagaimana interpretasi pemeriksaan vital sign dan pemeriksaan
fisik?
7. Apakah ada efek samping akibat interaksi obat?
8. Farmakokinetik, farmakodinamik, dan farmakologi obat yang
diminum kakek? Indikasi, kontraindikasi, serta interaksi obat?
9. Prinsip pemberian obat pada geriatri?
10. Diagnosis, tatalaksana, prognosis, serta komplikasi
kasus?
11. Bagaimana patofisiologi keluhan?
JUMP 6
Mengumpulkan informasi baru.
Mahasiswa mencari informasi di rumah
JUMP 7
Melaporkan, membahas dan menata kembali informasi baru yang
diperoleh.
Hasil dari Langkah VII akan dijelaskan di Pembahasan
B. Pembahasan
1. Definisi geriatric dan lansia
Lansia (lanjut usia) menurut WHO meliputi, usia pertengahan
(middle age) yaitu usia antara 45 sampai 59 tahun, lanjut usia
(eldery) yaitu usia antara 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua
(old) yaitu usia antara 76 sampai 90 tahun, dan usia sangat tua
(very old) yaitu usia diatas 90 tahun.
Menurut Depkes RI (2003), batasan lansia terbagi dalam empat
kelompok yaitu pertengahan umur usia lanjut (virilitas) yaitu masa
persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan
kematangan jiwa antara 45-54 tahun, usia lanjut dini (prasenium)
yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut antara 55-64 tahun,
kelompok usia lanjut (senium) usia 65 tahun keatas dan usia lanjut
dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70
tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil,
tinggal di panti, menderita penyakit berat, atau cacat. Di
Indonesia, batasan lanjut usia adalah 60 tahun keatas.
geriatri adalah warga usia lanjut yang memiliki karakteristik
tertentu sehingga harus dibedakan dari mereka yang sekadar berusia
lanjut namun sehat. Karakteristik pertama pasien geriatri adalah
multipatologi, yaitu pada satu pasien terdapat lebih dari satu
penyakit yang umumnya bersifat kronik degeneratif. Kedua adalah
menurunnya daya cadangan fungsional, menyebabkan pasien geriatri
sangat mudah jatuh dalam kondisi gagal pulih. Ketiga, yaitu
berubahnya gejala dan tanda penyakit dari yang klasik. Keempat
adalah terganggunya status fungsional pasien geriatri; status
fungsional adalah kemampuan seseorang melakukan aktivitas hidup
sehari-hari. Kelima adalah kerapnya terdapat gangguan nutrisi, gizi
kurang atau gizi buruk.
2. Teori penuaan
Teori biologi
1) Seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan
kebanyakan sel-sel tubuh diprogram untuk membelah 50 kali. Jika
sebuah sel pada lansia dilepas dari tubuh dan dibiakkan di
laboratorium, lalu diobservasi, jumlah sel-sel yang akan membelah,
jumlah sel yang akan membelah akan terlihat sedikit. (Spence &
Masson dalam Waton, 1992). Hal ini akan memberikan beberapa
pengertian terhadap proses penuaan biologis dan menunjukkan bahwa
pembelahan sel lebih lanjut mungkin terjadi untuk pertumbuhan dan
perbaikan jaringan, sesuai dengan berkurangnya umur.
Pada beberapa sistem, seperti sistem saraf, sistem
muskuloskeletal dan jantung, sel pada jaringan dan organ dalam
sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut dibuang karena
rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko
mengalami proses penuaan dan mempunyai kemampuan yang sedikit atau
tidak sama sekali untuk tumbuh dan memperbaiki diri. Ternyata
sepanjang kehidupan ini, sel pada sistem ditubuh kita cenderung
mangalami kerusakan dan akhirnya sel akan mati, dengan konsekuensi
yang buruk karena sistem sel tidak dapat diganti.
Penuaan seluler dan apoptosis adalah suatu proses yang terjadi
selama masa hidup organism kompleks seperti mamalia. Apoptosis
terutama penting pada saat perkembangan embryo. Keduanya
diperkirakan memberikan kontribusi terhadap penuaan dan/atau
keadaan patologis yang berkaitan dengan penuaan. Penuaan seluler
menghentikan proliferasi dari sel yang mengalami kerusakan atau
berisiko mengalami transformasi maligna, sedangkan apoptosis
mengeliminasi sel tersebut (Campisi, 2007).
Siklus sel terdiri dari fase M, G1, S, dan G2. Fase M merupakan
tahap pembelahan sel. Dari fase M, siklus sel berlanjut ke fase G1
dimana terjadi pertumbuhan dan persiapan sel seperti sintesis
protein dan organel. Setelah itu sel akan memasuki fase G0, dimana
metabolisme sel tersebut masih aktif tetapi proliferasinya tidak
aktif. Sel yang memasuki fase G0 memiliki 2 kemungkinan: repair
atau apoptosis. Jika terjadi kegagalan mekanisme repair, munculah
sinyal yang menginduksi proses apoptosis sel. Sel yang berhasil
direpair akan memasuki fase G1 kembali dan terjadi sintesis protein
dan enzim yang diperlukan untuk sintesis DNA (DNA polimerase) pada
fase S. Pada fase S ini terjadi proses replikasi DNA. Proses
apoptosis sel biasanya terjadi pada checkpoint transisi fase
G1-S.
Terdapat tiga tipe sel, yaitu:
a. Mitotically competent cells, yaitu sel-sel yang tetap
memiliki kemampuan untuk membelah, seperti sel keratinosit pada
lamina basalis epidermis kulit, sel epitel pada GIT, liver, dan
organ epithelial lainnya, sel endotel dan otot polos pada pembuluh,
dan fibroblast.
b. Postmitotic cells, yaitu sel-sel yang telah kehilangan
kemampuan untuk berploriferasi sebagai konsekuensi dari proses
diferensiasi, seperti sel neuron dewasa, sel osteosit, dan sel
miokard.
c. Quiescent cells, yaitu mitotically competent cell yang berada
dalam kondisi tidak aktif membelah, namun jika mendapat stimulasi
tertentu, dapat kembali aktif membelah. Contohnya adalah
hepatosit.
Dari ketiga tipe sel tersebut, hanya mitotically competent cells
yang dapat mengalami penuaan seluler (cellular senescence) yang
bersifat irreversible dan akan menjadi postmitotic cells. Sedangkan
kondisi tidak aktif membelah pada quiescent cells bersifat
reversible (Campisi, 2007).
2) Genetic clock
Menurut teori ini menua telah diprogram secara genetik untuk
species-species tertentu. Tiap species mempunyai didalam nuclei
(inti selnya) suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu
replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan
menghentikan replikasi sel bila tidak berputar, jadi menurut konsep
ini bila jam kita berhenti kita akan meninggal dunia, meskipun
tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang
katastrofal.
Konsep genetik clock didukung oleh kenyataan bahwa ini merupakan
cara menerangkan mengapa pada beberapa species terlihat adanya
perbedaan harapan hidup yang nyata. (misalnya manusia; 116 tahun,
beruang; 47 tahun, kucing 40 tahun, anjing 27 tahun, sapi 20
tahun)
Secara teoritis dapat dimungkinkan memutar jam ini lagi meski
hanya untuk beberapa waktu dengan pangaruh-pengaruh dari luar,
berupa peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit atau
tindakan-tindakan tertentu.
Usia harapan hidup tertinggi di dunia terdapat dijepang yaitu
pria76 tahun dan wanita 82 tahun (WHO, 1995). Pengontrolan genetik
umur rupanya dikontrol dalam tingkat seluler, mengenai hal ini
Hayflck (1980) melakukan penelitian melalaui kultur sel ini vitro
yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara kamampuan membelah sel
dalam kultur dengan umur spesies.
Untuk membuktikan apakan yang mengontrol replikasi tersebut
nukleus atau sitoplasma, maka dilakukan trasplantasi silang dari
nukleus. Dari hasil penelitian tersebut jelas bahwa nukleuslah yang
menentukan jumla replikasi, kemudian menua, dan mati, bukan
sitoplasmanya (Suhana, 1994)
3) Sintesis protein (kolagen dan elastin)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya
pada lansia. Proses kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan
adanya perubahan kimia pada komponen perotein dalam jaringan
tersebut. Pada lansia beberapa protein (kolagen dan kartilago, dan
elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktrur
yang berbeda dari protein yang lebih muda. Contohnya banyak kolagen
pada kartilago dan elastin pada klulit yang kehilangan
fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal, seiring dengan
bertambahnya usia. (Tortora & anagnostakos, 1990) hal ini dapat
lebih mudah dihubungkan dengan perubahan permukaan kulit yang
kehilangan elastisitasnya dan cenderung berkerut, juga terjadinya
penurunan mobilitas dan kecepatan pada sistem muskuloskeletal.
4) Keracunan oksigen
Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel didalam
tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat
racun dengan kadar yang tinggi, tanpa mekanisme pertahan diri
tertentu.
Ketidak mampuan mempertahankan diri dari toksik tersebut membuat
struktur membran sel mangalami perubahan dari rigid, serta terjadi
kesalahan genetik. (Tortora & anagnostakos, 1990)
Membran sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitasi sel
dalam berkomunikasi dengan lingkungannya yang juga mengontrol
proses pengambilan nutrien dengan proses ekskresi zat toksik
didalam tubuh. Fungsi komponen protein pada membran sel yang sangat
penting bagi proses diatas, dipengaruhi oleh rigiditas membran
tersebut. Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya
penurunan reproduksi sel oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel
anak di semua jaringan dan organ berkurang. Hal ini akan
menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh.
Teori telomerase
Teori paling baru dan banyak menjanjikan kemungkinan adalah
teori telomerase. Dasar teori ini adalah penemuan yang didapatkan
oleh grup ilmuwan dari Geron Corporation di Menlo Park, California.
Telomer adalah rangkaian asam nukleat yang terdapat di ujung
kromosom. Telomer berfungsi sebagai penjaga keutuhan kromosom.
Setiap kali sel tubuh kita membelah, telomer akan memendek.
Bilamana ujung telomer sudah terlalu pendek, kemampuan sel untuk
membelah (dalam arti mereparasi) akan berkurang, melambat, dan sel
akan tidak dapat membelah lagi (mati). Inilah mekanisme sel-sel jam
tubuh, yang terbatas usianya.
Teori molekuler
1) Codon Restriction
Teori ini berdasar pada hipotesis bahwa akurasi dari proses
translasi akan terganggu seiring dengan terjadinya penuaan.
2) Regulasi Gen
Teori ini diajukan oleh Kanungo, tahun 1975, dengan hipotesis
bahwa penuaan disebabkan oleh adanya perubahan pada ekspresi
gen-gen setelah tercapainya kedewasaan reproduksi.
3) Dysdifferentiation
Teori ini diajukan oleh Cutler, tahun 1982. Teori ini mengatakan
bahwa akumulasi bertahap dari kerusakan molekuler yang acak akan
mengganggu regulasi normal dari aktivitas gen, kemudian berpotensi
memicu tahapan-tahapan jejas sebagai konsekuensinya. Kesalahan pada
sintesis protein diakibatkan oleh kerusakan molekuler, yang akan
mengakibatkan ekspresi gen yang abnormal. Selain itu sel juga
mungkin membentuk protein yang berbeda dari protein karakteristik
sel tersebut akibat dari kurang ketatnya peran dari gen
kontrol.
4) Teori Error Catastrophe
Ide dasar dari teori ini dikemukakan pada tahun 1963, yaitu
kemampuan sel untuk memproduksi protein fungsional bergantung tidak
hanya pada spesifikasi genetik yang tepat, namun juga pada
alat-alat yang dibutuhkan untuk membentuk protein
tersebut.Sehingga, teori ini mengemukakan adanya kemungkinan
terjadi kesalahan dalam transfer informasi pada tempat lain selain
DNA. Kemudian, akumulasi dari banyak kesalahan-kesalahan kecil pada
proses sintetis dan enzimatis pada sel akan mengakibatkan suatu
kondisi dimana sel tidak dapat lagi bertahan.
5) Mutasi Somatik dan Kerusakan DNA
Konsep dari teori ini adalah bahwa integritas dari genome adalah
faktor yang mengatur proses penuaan. Sehingga, baik mutasi
(perubahan pada sekuens polynucleotide yang tetap tidak terkoreksi)
maupun kerusakan DNA (perubahan kimiawi pada struktur double-helix
yang tidak sepenuhnya diperbaiki) dapat mendasari proses penuaan
dan menentukan tingkat penuaannya (Carey dan Zou, 2007).
3. Perubahan fisiologis dan anatomis pada geriatric
Sistem imun
Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa penuaan.
Walaupun demikian, kemunduran kamampuan sistem yang terdiri dari
sistem limfatik dan khususnya sel darah putih, juga merupakan
faktor yang berkontribusi dalam proses penuaan.
Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca translasi,
dapat menyebabkan berkurangnya kamampuan sistem imun tubuh
mengenali dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi somatik
menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka
hal ini akan dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel
yang megalami perubahan tersebut sebagi sel asing dan
menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya
peristiwa autoimun (Goldstein, 1989)
Hasilnya dapat pula berupa reaksi antigen antibody yang luas
mengenai jaringan-jaringan beraneka ragam, efek menua jadi akan
menyebabkan reaksi histoinkomtabilitas pada banyak jaringan.
Salah satu bukti yang ditemukan ialah bertambahnya prevalensi
auto antibodi bermacam-macam pada orang lanjut usia (Brocklehurst,
1987)
Disisi lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya
mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap sel
kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker leluasa membelah-belah.
Inilah yang menyebabkan kanker yang meningkat sesuai dengan
meningkatnya umur (Suhana, 1994)
Sistem pancaindra
Terdapat berbagai macam perubahan morfologik pada mata, telinga,
hidung, syaraf perasa di lidah dan di kulit. Perubahan anatomik
fungsional tersebut bersifat degeneratif, sehingga memberi
manifestasi pada morfologi berbagai organ pancaindra seperti fungsi
melihat, mendengar, keseimbangan ataupun perasaan dan perabaan.
Sistem gastrointestinal
Perubahan morfologi pada sistem ini adalah atropi rahang yang
menyebabkan gigi jadi lebih mudah lepas, atropi pada sel mukosa
lambung sehingga terjadi kegagalan sekresi asam, selain itu terjadi
atropi mukosa, kelenjar, dan otot-otot pencernaan. Hal tersebut
bisa menyebabkan gangguan mengunyah dan menelan, perubahan nafsu
makan, disfagia, hiatus hernia, ulkus peptikum, dan lain-lain.
Perubahan pada vili mukosa usus halus yang menjadi lebih pendek dan
lebar bisa menyebabkan malabsorpsi sehingga pada lansia seing
terjadi defisiensi beberapa mikronutrien (asam folat, B12, zat
besi, kalsium, vitamin D, dll.).
Sistem kardiovaskuler
Walaupun tanpa adanya penyakit, pada usia lanjut jantung sudah
menunjukkan penurunan kekuatan kontraksi, kecepatan kontraksi dan
isi sekuncup. Terjadi pula penurunan yang signifikan dari cadangan
jantung dan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan curah jantung,
misalnya pada keadaan latihan/exercise.
Sistem respirasi
Sistem respirasi mengalami kematangan pertumbuhan pada usia
20-25 tahun, setelah itu fungsinya akan menurun. Elastisitas paru
menurun, kekakuan dinding dada meningkat, kekuatan otot dada
menurun. Semua itu akan mengakibatkan menurunnya rasio
ventilasi-perfusi dibagian paru yang tak bebas dan pelebaran
gradien alveolar arteri untuk oksigen.
Sistem endokrinologik
Terjadi penurunan toleransi glukosa sehingga untuk tes diabetes
melitus sebaiknya digunakan kadar gula darah puasa, interpretasi
positif jika lebih dari sama dengan 140 mg%.
Fungsi T4, T4 bebas, indeks T4 bebas, T3, TSH tiroid masih
normal. Namun respon RSH terhadap TRH pada pria, produksi hormon
tiroid, tingkat bersihan metabolik hormon tiroid mengalami
penurunan.
Sistem hematologi
Pola pertumbuhan eritrosit dan leukosit secara kualitatif tak
berubah pada penuaan, akan tetapi sumsum tulang secara nyata
mengandung lebih sedikit sel hematopoietik dengan respon terhadap
stimuli buatan agak menurun.
Sistem persendian
Terjadi perubahan pada sinovial sendi: permukaan sendi jadi
tidak rata, terjadi fibrilasi dan pembentukan celah dan lekukan di
permukaan tulang rawan. Erosi tulang rawan hialin akan menyebabkan
eburnasi tulang dan pembentukan kista di rongga subkondral dan
sumsum tulang, semua perubahan ini serupa dengan perubahan pada
osteoartritis.
Sistem reproduksi
Reproduksi pria
Penurunan produksi testoteron, yang mengakibatkan
penurunan libido serta atrofi dan pelunakan testis
Penurunan produksi sperma sekitar 48%-69% antara usia 60-80
tahun
Pembesaran kelenjar prostat, dengan penurunan sekresi
Penurunan volume dan fiskositas cairan semen
Reaksi psikologis lebih lambat dan lemah selama senggama dengan
pemanjangan periode refraktori
Reproduksi wanita, penurunan kadar estrogen dan progesterone
sekitar usa 50 tahun
karena :
Berhentinya ovulasi : atrofi,penebalan,dan penurunan ovarium
Rontoknya rambut pubik dan labia mayora datar
Penyesuaian jaringan vulva,terbatasnya introitus,dan hilangnya
elastisitas jaringan
Atrofi vagina:lapisan mukosa tipis dan kering ; lingkunan Ph
vagina lebih basah
Penyusutan uterus
Atrofi servik, kegagalan menghasilkan mucus untuk melumasi
penebalan endometrium dan myometrium
Perubahan termoregulasi pada lansia
Pada lansia, rentang suhu normal turun. Lansia juga lebih
sensitif terhadap suhu ekstrim akibat kemunduran mekanisme kontrol,
terutama kontrol/pengaturan panas di hipotalamus, konrol vasomotor
(vasokonstriksi dan vasodilatasi) pada kulit, penurunan jumlah
jaringan subkutan , penurunan aktivitas kelenjar keringat, dan
penurunan aktivitas metabolisme.
4. Geriatric giant
Geriatric Giant adalah problem-problem raksasa/ luar biasa besar
pada pasien geriatri yaitu :
Imobilisasi
Instabilitas dan jatuh
Inkontinensia urin dan alvi
Gangguan Intelektual (demensia)
Infeksi
Gangguan penglihatan & pendengaran
Impaksi (konstipasi)
Isolasi (depresi)
Inanisi (malnutrisi)
Impecunity (kemiskinan)
Latrogenesis (sering karena terlalu banyak obat)
Insomnia
Defisiensi imunitas
Impotensi
5. Interpretasi pemeriksaan fisik
Tekanan darah 190/100 : Hipertensi
Definisi hipertensi tidak berubah sesuai dengan umur: tekanan
darah sistolik (TDS) > 140 mmHg dan/ atau tekanan darah
diastolik (TDD) > 90 mmHg. The joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and treatment of High
Bloodpressure (JNC VIII) dan WHO/lnternational Society of
Hypertension guidelines subcommittees setuju bahwa TDS &
keduanya digunakan untuk klasifikasi hipertensi. Hipertensi
sistolodiastolik didiagnosis bila TDS 140 mmhg dan TDD 90 mmHg.
Hipertensisistolik terisolasi (HST) adalah bila TDS 140 mmHgdengan
TDD < 90 mmHg.
Faktor utama yang menentukan tinggi rendahnya tekanan darah
adalah stroke volume dan arterial compliance(kemampuan melebarnya
arteri).Namun,pada orang lanjut usia lebih mengarah ke arterial
compliance. Seiring bertambahnya usia terjadi kehilangan
keelastisan pada pembuluh darah . Perubahan struktur antaralain
bertambahnya sel otot polos,kolagen ,dan berkurangnya jaringan
elsatin pada pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi
perifer .Terlebih pada orang yang diberi terapi HCT,dimana
penggunaan jangka panjang dari obat ini akan menyebabkan terjadinya
atherosklerosis.Terlebih pada orang lanjut usia baroreseptor
menjadi kurang sensitif sehingga akan merangsang sistem saraf pusat
untuk meningkatkan tekanan darah sebagai kompensasinya.
6. Interpretasi pemeriksaan Lab
Hemoglobin normal
Pria = 13-18 gr/dl
Wanita = 12-16 gr/dl
Kadar Hb turun pada keadaan anemia (terutama anemia zat besi),
sirosis, hipertiroidisme, perdarahan, peningkatan asupan cairan,
kehamilan.
Kadar Hb naik pada keadaan hemokonsentrasi (polisitemia, luka
bakar), penyakit paru kronik, gagal jantung kongestif, orang yang
hidup di dataran tinggi.
Gula darah
Table 1 Blood Sugar Levels Chart
Blood Sugar Levels
Fasting Values
Post Meal Value: 2 hrs after the Meal
Normal
70 - 100 mg/dL
Less than 140 mg/dL
Early Diabetes
101 - 126 mg/dL
140 - 200 mg/dL
Diabetes
More than 126 mg/dL
More than 200 mg/dL
Table 2 Normal sugar levels chart during various times of the
day
Time
Blood Sugar Level (mg/dl)
After Waking Up
80 120
Just Before Meals
80 120
About 2 Hours After Meals
< 160
Before Sleeping
100 140
Table 3 Low Blood Sugar Levels Chart
Category
Blood Sugar Level
Normal
80 - 120 mg/dl
Borderline Hypoglycemia
70 mg/dl
Fasting Hypoglycemia
50 mg/dl
Insulin Shock
Less than 50 mg/dl
Table 4 High Blood Sugar Levels Chart
Category
Minimum Level
Maximum Level
Pre-diabetes Fasting Blood Sugar Level
100 mg
126 mg
Pre-diabetes Blood Sugar Level after Meal
140 mg
199 mg
Diabetes Blood Sugar Level - Fasting
126 mg
More than 126 mg
Diabetes Blood Sugar Level After Meal
200 mg
More than 200 mg
7. Keluhan
Lupa
Seiring bertambahnya usia ,ada suatu plak yang bernama plak
senilis di jaringan otak.Plak senilis ini adalah salah satu
gambaran patologis utama yang penting untuk diagnosis penyakit
alzeimer.Plak senilis akan menyebabkan kematian pada sel-sel neuron
di otak.Akibatnya ,terjadilah abnormalitas pada fungsi kognitif dan
perilaku yang merupakan salah satu gejala klinis dari
alzeimer.Terlebih lagi terjadi defisit neurotransmitter yang
membuat proses berpikir menjadi lebih lambat
Jatuh
MOBILITAS FUNGSIONAL
Kemampuan untuk bergerak dari satu posisi ke posisi lain tanpa
memperhatikan jarak antara titik awal dan akhir perpindahan
KONTROL POSTURAL
Meliputi :
Kontrol posisi tubuh untuk stabilitas sehingga keseimbangan
tubuh dapat dipertahankan 2 komponen keseimbangan yaitu
keseimbangan statis dan keseimbangan dinamis.
Jatuh terjadi ketika sistem kontrol postural tubuh gagal
mendeteksi pergeseran dan mereposisi pusat gravitasi untuk
menghindari hilangnya keseimbangan, disebabkan oleh :
1) Gangguan lingkungan
2) Hilangnya fungsi sensorik (gangg. Kemampuan SSP untuk
mengorganisasi respon postural).
FAKTOR RISIKO
Untuk dapat memahami faktor risiko jatuh, maka harus dimengerti
bahwa stabilitas badan ditentukan atau dibentuk oleh:
1) Sistem sensori
Yang berperan di dalamnya adalah: visus (penglihatan),
pendengaran, fungsi vestibuler, dan proprioseptif. Semua gangguan
atau perubahan pada mata akan menimbulkan gangguan penglihatan.
Semua penyakit telinga akan menimbulkan gangguan pendengaran.
Vertigo tipe perifer sering terjadi pada lansia yang diduga karena
adanya perubahan fungsi vestibuler akibat proses manua. Neuropati
perifer dan penyakit degeneratif leher akan mengganggu fungsi
proprioseptif. Gangguan sensorik tersebut menyebabkan hampir
sepertiga penderita lansia mengalami sensasi abnormal pada saat
dilakukan uji klinik.
2) Sistem saraf pusat (SSP)
SSP akan memberikan respon motorik untuk mengantisipasi input
sensorik. Penyakit SSP seperti stroke, Parkinson, hidrosefalus
tekanan normal, sering diderita oleh lansia dan menyebabkan
gangguan fungsi SSP sehingga berespon tidak baik terhadap input
sensorik.
3) Kognitif
Pada beberapa penelitian, dementia diasosiasikan dengan
meningkatkan risiko jatuh.
4) Muskuloskeletal
Faktor ini disebutkan oleh beberapa peneliti merupakan faktor
yang benar-benar murni milik lansia yang berperan besar terhadap
terjadinya jatuh. Gangguan muskuloskeletal. Menyebabkan gangguan
gaya berjalan (gait) dan ini berhubungan dengan proses menua yang
fisiologis. Gangguan gait yang terjadi akibat proses menua tersebut
antara lain disebabkan oleh:
Kekakuan jaringan penghubung
Berkurangnya massa otot
Perlambatan konduksi saraf
Penurunan visus/lapang pandang
Kerusakan proprioseptif
Yang kesemuanya menyebabkan:
Penurunan range of motion (ROM) sendi
Penurunan kekuatan otot, terutama menyebabkan kelemahan
ekstremitas bawah
Perpanjangan waktu reaksi
Kerusakan persepsi dalam
Peningkatan postural sway (goyangan badan)
Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan gerak, langkah
yang pendek, penurunan irama, dan pelebaran bantuan basal. Kaki
tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih cenderung gampang goyah.
Perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia susah/terlambat
mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti terpleset, tersandung,
kejadian tiba-tiba, sehingga memudahkan jatuh.
Berkunang-kunang
Pada kasus ini, kakek Yoso memiliki tekanan darah tinggi yaitu
190/100 mmHg. Salah satu dampak dari tekanan darah tinggi adalah
penyempitan dan kekakuan pada arteri sehingga lama-kelamaan
kemungkinan besar akan terjadi aterosklerosis. Apabila terjadi
aterosklerosis dan kemudian pasokan darah ke otak berkurang, maka
akan terjadi sinkop yang salah satu tandanya adalah mata menjadi
berkunang-kunang.
Dalam skenario di atas juga disebutkan bahwa kakek mengonsumsi
HCT. Salah satu efek samping dari HCT adalah peningkatan
sensitifitas terhadap cahaya, sehingga kemungkinan saat jalan-jalan
kakek Yoso tidak tahan dengan teriknya matahari.
8. Polifarmasi pada lansia
Perubahan pada lansia dalam hubungannya dengan obatPada golongan
lansia berbagai perubahan fisiologik pada organ & sistema tubuh
akan mempengaruhi tanggapan tubuh terhadap obat. Terjadi perubahan
dalam hal farmakokinetik, farmakodinamik, dan hal khusus lain yang
merubah perilaku obat dalam tubuh.
Farmakokinetik
Tabel 1. Perubahan farmakokinetik obat akibat proses menua
Parameter
Perubahan akibat proses menua
Absorbsi
Penurunan: permukaan absorbsi, sirkulasi darah splanchnic,
motilitas gastrointestinal.
Peningkatan pH lambung.
Distribusi
Penurunan: curah jantung, cairan badan total, massa otot badan,
serum albumin.
Peningkatan lemak badan.
Peningkatan alfa-1 asam glikoprotein.
Perubahan pengikatan terhadap protein.
Metabolisme
Penurunan: aliran darah hepar, massa hepar, aktivitas enzim,
penginduksian enzim.
Ekskresi
Penurunan: aliran darah ginjal, filtrasi glomerulus, sekresi
tubuler.
Sensitifitas jaringan
Perubahan pada jumlah reseptor, afinitas reseptor, fungsi
pembawa kedua, respon seluler dan nuklear.
Poin-poin yang harus diingat:
Dengan pemberian dosis yang lazim Kadar Obat Plasma (KOP) akan
lebih tinggi karena sistem eliminasi obat dalam hepar dan ginjal
akan menurun.
Dengan KOP yang sama dapat terjadi Fraksi Obat Bebas (FOB) lebih
tinggi dari yang lazim karena kadar albumin pada lansia telah
menurun terlebih-lebih waktu sakit atau karena pengangsuran tempat
(silent reseptor) dari ikatan albumin oleh obat lain
(polifarmasi).
Farmakodinamik
Adalah pengaruh obat terhadap tubuh. Obat menimbulkan rentetan
reaksi biokimiawi dalam sel mulai dari reseptor sampai dengan
efektor. Di dalam sel terjadi proses biokimiawi yang menghasilkan
respon seluler. Respon seluler pada lansia secara keseluruhan
menurun. Penurunan ini sangat menonjol pada mekanisme respon
homeostatik yang berlangsung secara fisiologis dan penurunan tidak
dapat diprediksi dengan ukuran-ukuran matematis seperti pada
farmakokinetik.
Efek samping obat
Kejadian pada lansia meningkat 2-3 kali lipat. Problem ini
paling banyak menimpa sistem gastrointestinal dan sistem
haemopoetik. Penelitian atau pengukuran fungsi hepar, ginjal, kadar
obat dalam plasma darah terlebih-lebih dalam terapi polifarmasi
sangat membantu dalam mengendalikan atau menurunkan angka kejadian
ESO.
9. Obat yang diminum kakek
Bisoprolol
Farmakokinetik : bisa larut dalam air dan lemak (50%-50%),
diabsorpsi dengan baik oleh saluran cerna, mengalami eliminasi di
ginjal dan hati, waktu paruh eliminasi selama 9-12 jam, dapat
berikatan dengan protein plasma sebesar 30%
Sediaan : 2,5 mg dan 5 mg
Interaksi obat : dengan garam aluminium, kolestiramin dan
kolestipol menyebabkan menyebabkan menurunnya absorpsi. Fenitoid,
rifampisin, fenobarbitat, dan rokok dapat menginduksi enzim hepar
sehingga mempercepat metabolisme obat. Golongan beta-blocker
mengganggu klierens lidokain lewat pengurangan aliran darah
hepar
Hidroklortiazid
Farmakodinamik : menghambat simporter ion Na dan Cl di bagian
hulu tubulus ginjal, menaikkan ekskresi ion Na ke lumen tubulus
sehingga menaikkan ekskresi ion Cl dan air
Farmakokinetik : diabsorpsi baik sekali pada saluran cerna,
diekskresi melalui ginjal dalam 3-6 jam, dapat menembus sawar uri,
lama kerja obat sekitar 6-12 jam
Sediaan : 25 mg dan 50 mg
Dosis : 12,5-25 mg untuk hipertensi, 25-100 mg untuk gagal
jantung kronis (Chronic Heart Failure)
Interaksi obat : indometasin dan AINS menghambat efek tiazid dan
penurunan filtrasi ginjal (GFR), probenezid menghambat sekresi
tiazid ke dalam lumen tubulus sehingga menurunkan efektifitas
obat.
Efek samping: meningkatkan sensitivitas kulit terhadap sinar
matahari, menyebabkan pusing bila posisi tubuh berubah terlalu
cepat (misal dari berbaring lalu berdiri).
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Kondisi kakek yang tiba-tiba jatuh kemungkinan karena fungsi
sistem keseimbangan yang menurun atau karena efek samping obat HCT
yang dikonsumsi kakek.
2. Dari hasil pemeriksaan didapatkan kakek mengalami hipertensi,
diabetes melitus, dan anemia. Kakek juga kemungkinan mengalami
osteoartritis.
3. Penanganan pada kakek disarankan sesuai dengan aturan
pemberian obat untuk geriatri yaitu start low go slow. Selain itu
perlu juga diimbangi dengan terapi non farmakologis seperti diet
dan olahraga ringan.
A. Saran
1. Sebaiknya obat yang diberikan untuk kakek tidak terlalu
banyak dan dikonsumsi sekali sehari karena mempertimbangkan daya
ingat yang menurun pada orang lanjut usia.
2. Sebaiknya dilakukan juga edukasi bagi keluarga kakek mengenai
bagaimana harus mendampingi dan membantu kakek.
3. Untuk pelaksanaan tutorial sebaiknya lebih aktif lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo, Boedhi & Martono, Hadi. 2006. Buku Ajar Geriatri
Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Subhan Kadir. 2007. Proses Menua. http:// subhankadir.
wordpress. com/ 2007/08/20/9/. Diakses tanggal 21 Maret 2015
Guidelines Subcommittee. World Health Organization-International
Society ofhypertension guidelines for the management
ofhypertension.
American Academy of Neurology. 2010. Detection, Diagnosis And
Management Of Dementia.
Campisi J. 2007. Cellular senescence, cell death, and transgenic
mouse model of aging. In: Timiras P.S. (ed). Physiological Basis of
Aging and Geriatrics. 4thed. New York: Informa Healthcare, pp:
41-53
Carey J.R and Zou S. 2007. Theories of life span and aging. In:
Timiras P.S. (ed). Physiological Basis of Aging and Geriatrics.
4thed. New York: Informa Healthcare, pp: 55-68
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5.
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Dugdale David C. 2013. Foot, leg, and ankle swelling.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003104.htm -
diakses Maret 2015.
Dugdale, David C. 2012. Aging changes in the senses.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/004013.htm -
diakses Maret 2015.
Martono H, Pranaka K. 2011. Buku ajar geriatri ilmu kesehatan
usia lanjut edisi ke 4. Jakarta: balai penerbit FKUI.
Nlm.nih.gov, (2014).Hydrochlorothiazide: MedlinePlus Drug
Information. [online] Diakses dari:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/druginfo/meds/a682571.html
[Diakses pada Maret 2015].