BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Blok Sistem Neuromuskuloskeletal adalah blok kesembilan pada semester III dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario A yang memaparkan Rony, anak laki- laki, 3 tahun, dibawa ibunya ke IGD RSMP dengan keluhan kejang yang terjadi sejak 30 menit yang lalu, saat di RS kejang masih berlangsung, frekuensi kejang 3 kali, interval antar kejang 5 jam. Intertiktal dan postiktal Rony tidak sadar. Kejang hamper seluruh badan, tangan dan kaki tegang lurus, mata mendelik ke atas. Sejak 1 minggu sebelum masuk RS, Rony panas tinggi disertai keluarnya cairan melalui telinga. Panas makin lama makin tinggi. Ibu Rony hanya member obatpenurun panas yang diberi diwarung. Panas turun setelah diberi obat penurun panas tapi kemudian naik kembali. Rony belum pernah kejang sebelumnya. 1.2 Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu : Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Blok Sistem Neuromuskuloskeletal adalah blok kesembilan pada
semester III dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario A yang
memaparkan Rony, anak laki-laki, 3 tahun, dibawa ibunya ke IGD RSMP
dengan keluhan kejang yang terjadi sejak 30 menit yang lalu, saat di RS
kulit daerah temporal dan dagu. Serabut rongga mulut
dan lidah dapat membawa rangsangan cita rasa ke
otak. Fungsinya: sebagai saraf kembar 3 dimana saraf
ini merupakan saraf otak terbesar yang mempunyai 2
buah akar saraf besar yang mengandung serabut saraf
penggerak. Dan di ujung tulang belakang yang
terkecil mengandung serabut saraf penggerak. Di
ujung tulang karang bagian perasa membentuk sebuah
ganglion yang dinamakan simpul saraf serta
meninggalkan rongga tengkorak.
6) Nervus Abdusen
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital.
Fungsinya: sebagai saraf penggoyang sisi mata dimana
saraf ini keluar disebelah bawah jembatan pontis
menembus selaput otak sela tursika. Sesudah sampai di
lekuk mata lalu menuju ke otot lurus sisi mata.
7) Nervus Fasialis
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris), serabut-
serabut motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput
lendir rongga mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabut-
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 16
serabut saraf otonomi (parasimpatis) untuk wajah dan kulit
kepala. Fungsinya: sebagai mimik dan menghantarkan
rasa pengecap, yang mana saraf ini keluar di sebelah
belakang dan beriringan dengan saraf pendengar.
8) Nervus Auditorius
Sifatnya sensoris, mensarafi alat pendengar
membawa rangsangan dari pendengaran dari telinga ke
otak. Fungsinya: sebagai saraf pendengar, yang mana saraf
ini mempunyai 2 buah kumpulan serabut saraf yaitu:
rumah keong (koklea), disebut akar tengah adalah saraf
untuk mendengar dan pintu halaman (vestibulum), disebut
akar tengah adalah saraf untuk keseimbangan.
9) Nervus Glossofaringeus
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris), ia
mensarafi faring, tonsil dan lidah. Saraf ini dapat
membawa rangsangan cita rasa ke otak, di dalamnya
mengandung saraf-saraf otonomi. Fungsinya: sebagai saraf
lidah tekak dimana saraf ini melewati lorong diantara
tulang belakang dan karang, terdapat dua buah simpul
saraf yang di atas sekali dinamakan ganglion jugularis atau
ganglion atas dan yang dibawah dinamakan ganglion
petrosum atau ganglion bawah. Saraf ini (saraf lidah
tekak) berhubungan dengan nervus-nervus fasialis dan
saraf simpatis ranting 11 untuk ruang faring dan tekak.
10) Nervus Vagus
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris),
mengandung serabut-serabut saraf motorik, sensoris dan
para simpatis faring, laring, paru-paru, esofagus, gaster
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 17
intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam
abdomen dan lain-lain. Fungsinya: sebagai saraf perasa,
dimana saraf ini keluar dari sumsum penyambung dan
terdapat di bawah saraf lidah tekak.
11) Nervus Assesorius
Sifatnya motoris, ia mensarafi muskulus
sternokloide mastoid dan muskulus trapezius. Fungsinya:
sebagai saraf tambahan, terbagi atas dua bagian, bagian
yang berasal dari otak dan bagian yang berasal dari
sumsum tulang belakang.
12) Nervus Hipoglosus
Sifatnya motoris, ia mensarafi otot-otot lidah.
Fungsinya: sebagai saraf lidah dimana saraf ini terdapat di
dalam sumsum penyambung. Akhirnya bersatu dan
melewati lubang yang terdapat Saraf ini juga memberikan
ranting-ranting pada otot yang melekat pada tulang lidah
dan otot lidah.
b. Apa yang dimaksud dengan kejang?
Jawab:
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 18
Lepasan muatan paroksimal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau darah jaringan normal yang terganggu oleh proses pathologis. Kontraksi otot involunter yang kuat dan tiba-tiba.
Sintesa:
Kejang adalah suatu kejadian paroksismal (serangan yang secara sering dalam waktu yang singkat dan mempunyai gejala yang sama) yang disebabkan oleh lepasnya muatan hipersinkron abnormal dari suatu kumpulan neuron SSP. Manifestasi kejang adalah kombinasi beragam dari perubahan tingkat kesadaran, serta gangguan fungsi motorik, sensorik, atau autonom, bergantung pada lokasi neuron-neuron fokus kejang ini (Price and Wilson. 2005).
c. Apa saja klasifikasi kejang?
Jawab:
Klasifikasi kejang terdiri dari:
1. Kejang Parsial
a. Parsial sederhana
b. Parsial kompleks
2. Kejang Generalisata
a. Tonik-Klonik
b. Absence
c. Mioklonik
d. Atonik
e. Tonik
f. Klonik
Sintesa:
Klasifikasi kejang antara lain:
1) Parsial
Kesadaran utuh walaupun mungkin berubah; fokus di satu
bagian tetapi dapat menyebar ke bagian lain.
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 19
a) Parsial Sederhana
a. Dapat bersifat motorik (gerakan abnormal, unilat-
eral), sensorik (merasakan, membaui, mendengar
sesuatu yang abnormal), autonomik (takikardia,
brakikardia, takipnu, kemerahan, rasa tidak enak di
epigastrium), psikik (disfagia, gangguan daya in-
gat)
b. Biasanya berlangsung kurang dari 1 menit
b) Parsial Kompleks
Dimulai sebagai kejang parsial sederhana; berkembang
menjadi perubahan kesadaran yang disertai oleh
a. Gejala motorik, gejala sensorik, otomatisme
(mengecap-ngecapkan bibir, mengunyah, menarik-
narik baju)
b. Beberapa kejang parsial kompleks mungkin
berkembang menjadi kejang generalisata. Biasanya
berlangsung 1-3 menit
2) Generalisata
Hilangnya kesadaran; tidak ada awitan fokal; bilateral dan
simetrik; tidak ada aura
a) Tonik-Klonik
Spasme tonik-klonik otot; inkontinensia urin dan alvi;
menggigit lidah; fase pascaiktus
b) Absence
Sering salah didiagnosis sebagai melamun
a. Menatap kosong, kepala sedikit lunglai, kelopak
mata bergetar, atau berkedip secara cepat; tonus
postural tidak hilang
b. Berlangsung selama beberapa detik
c) Mioklonik
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 20
Kontraksi mirip-syok mendadak yang terbatas di
beberapa otot atau tungkai; cenderung singkat
d) Atonik
Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai
lenyapnya postur tubuh (drop attacks)
e) Klonik
Gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan
tunggal atau multipel di lengan, tungkai, atau torso
f) Tonik
Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku,
kontraksi) wajah dan tubuh bagian atas; fleksi lengan
dan ekstensi tungkai
a. Mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi
b. Dapat menyebabkan henti napas
(Price, SA. & Wilson, LM., 2005).
Menurut IDAI klasifikasi kejang demam umumnya terbagi 2
1. Kejang demam sederhana
a. Kejang demam yang berlangsung singkat <15 menit
b. Akan berhenti sendiri
c. tidak terulang dalam waktu 24 jam
d. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara selu-
ruh kejang demam
e. Kejang tidak bersifat fokal
f. Sekitar 80-90% dari keseluruhan kasus kejang digo-
longkan kejang demam sederhana.
Pada kejang demam sederhana, kejang biasanya timbul ketika
suhu meningkat dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua
tidak mengetahui sebelumnya bahwa anak menderita demam.
Kenaikan suhu yang tiba-tiba merupakan faktor yang penting
untuk menimbulkan kejang (Hendarto, 2002).
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 21
Kejang pada kejang demam sederhana selalu berbentuk
umum, biasanya bersifat tonik – klonik seperti kejang grand mal,
kadang–kadang hanya kaku umum atau mata mendelik seketika.
Kejang dapat juga berulang, tapi sebentar saja, dan masih dalam
waktu 16 jam meningkatnya suhu, umumnya pada kenaikan suhu
yang mendadak (Hendarto, 2002).
2. Kejang demam kompleks
a. Kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum di-
dahului kejang parsial
c. Kejang berulang (multiple) atau lebih dari 1 kali dalam 24
jam
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15
menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara
bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8 %
bangkitan kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu
sisi, atau kejang umum yang didauhului kejang parsial. Kejang
berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2
bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16%
diantara anak yang mengalami kejang demam. (Lumbantobing,
2014).
d. Termasuk jenis kejang apa yang dialami oleh Susi?
Jawab:
Susi termasuk mengalami tipe kejang demam kompleks
Sintesa:
Ciri-ciri dari kejang demam kompleks antara lain:
a. Kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum di-
dahului kejang parsial
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 22
c. Kejang berulang (multiple) atau lebih dari 1 kali dalam 24
jam
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih
dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan
diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama
terjadi pada 8 % bangkitan kejang demam. Kejang fokal
adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didauhului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang
2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang
anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% diantara
anak yang mengalami kejang demam. (Lumbantobing,
2014).
e. Apa hubungan jenis kelamin dan usia dengan keluhan kejang?
Jawab:
Kejang merupakan gangguan neurologis yang lazim pada
kelompok umur pediatric dan terjadi pada frekuenzi 4-6/1000
anak. Kejang ini merupaka rujukan paling lazim ke bagian
neurologi. Kejang bukanlah diagnosis melainkan suatu gejala
gangguan pada SSP yang mendasari kejang tersebut (Behram, RE,
2000).
Sintesa:
Menurut UKK Neurologi IDAI 2005, kejang demam terjadi
pada usia antara 6 bulan- 5 tahun, umumnya terjadi pada usia 18
bulan. Selain itu, kejang berulang umumnya terjadi pada balita usia
dibawah 12 bulan. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5
tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering
didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut
disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang
lebih cepat dibandingkan laki-laki (IDAI, 2005).
Sedangkan menurut Consensus Statement On Febrile Seizures (1980) kejam demam sering terjadi pada bayi dan anak.
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 23
terutama pada golongan umur 3 bulan sampai 5 tahun. Kejang demam tergantung pada usia, dan jarang terjadi sebelum usia 9 bulan dan setelah usia 5 tahun. Puncak terjadinya kejang demam yaitu pada usia 14 sampai 18 bulan, dan angka kejadian mencapai 3-4% anak usia dini. (Haslam Robert H. A. 2000 ; Setiowulan dkk. 2000). Kejang demam sedikit lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Karena disebabkan maturasi serebral yang lebih cepat pada perempuan dibandingkan laki-laki (Saing.B, 1999)
f. Apa makna lama kejang dan frekuensi kejang pada kasus ini?
Jawab:
Susi mengalami kejang kompleks dimana dengan ciri-ciri kejang berlangsung >15 menit, berulang dalam 1 periode, adanya riwayat kejang demam dalam keluarga.
g. Apa saja penyebab kejang pada kasus?
Jawab:
Kejang demam diawali oleh infeksi virus atau bakteri. Paling sering dijumpai adalah penyakit infeksi saluran pernapasan, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Prof.Dr.dr.Lumantobing pada 297 anak penderita kejang demam yang paling banyak menyebabkan demam yang memicu serangan kejang demam adalah tonsilitis/faringitis (34%) , otitis media akut (31%) dan gastroenteritis (27%) (Lumbantobing SM.2007).
1) Intrakranial
Asfiksia : Ensefolopati hipoksik – iskemik
Trauma (perdarahan): perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventrikular
Infeksi: Bakteri, virus, parasit
Kelainan bawaan
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 24
2)Ekstra kranial
Gangguan metabolik: Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan elektrolit (Na dan K).
Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus.
3) Idiopatik: Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)
Faktor yang mempengaruhi kejang demam :
1. Faktor Umur
Ada 3% anak berumur di bawah 5 tahun pernah mengalami kejang demam. Insiden tertinggi terjadi pada usia 2 tahun dan menurun setelah 4 tahun, jarang terjadi pada anak di bawah usia 6 bulan atau lebih dari 5 tahun. Serangan pertama biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama dan kemudian menurun dengan bertambahnya umur.
2. Jenis kelamin
Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 2 : 1. Hal ini mungkin disebabkan oleh maturasi serebral yang lebih cepat pada perempuan dibandingkan pada laki-laki
3. Suhu badan
Kenaikan suhu tubuh adalah syarat mutlak terjadinya kejang demam. Tinggi suhu tubuh pada saat timbul serangan merupakan nilai ambang kejang. Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap anak, berkisar antara 38,3°C – 41,4°C. Adanya perbedaan ambang kejang ini menerangkan mengapa pada seorang anak baru timbul kejang setelah suhu tubuhnya meningkat sangat tinggi sedangkan pada anak yang lain kejang sudah timbul walaupun suhu meningkat tidak terlalu tinggi. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam akan lebih sering pada anak dengan nilai ambang kejang yang rendah
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 25
4. Faktor genetik
Faktor genetik memegang peranan penting untuk terjadinya kejang demam. Beberapa penulis mendapatkan bahwa 25 – 50% anak yang mengalami kejang demam memiliki anggota keluarga ( orang tua, saudara kandung ) yang pernah mengalami kejang demam sekurang-kurangnya sekali. Faktor –faktor lain diantaranya: riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah.
Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih. Risiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi. (Mansjoer, Arif dkk. 2001).
Demam yang disebabkan oeh imunisasi juga memprovokasi kejang demam. Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang lebih besar daripada kejang emam pada umumnya. Sekitar 1/3 anak dengan kejang demam pertamanya dapat mengalami kejang rekuren. Faktor resiko untuk kejang demam rekuren meliputi berikut ini:
Usia muda saat kejang demam pertama
Suhu yang rendah saat kejang pertama
Riwayat kejang demam dalam keluarg
Durasi yang cepat antara onset demam dan timbulnya kejangPasien dengan 4 faktor resiko ini memiliki lebih dari 70% kemungkinan rekuren. Pasien tanpa faktor resiko tersebut memiliki kurang dari 20% kemungkinan rekuren (Mansjoer, Arif dkk. 2001).
h. Bagaimana pembagian kejang berdasarkan proses terjadinya?
Jawab:
Pembagian kejang menurut IDAI adalah:
1. Kejang demam sederhana
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 26
2. Kejang demam kompleks
Sintesa:
Menurut IDAI klasifikasi kejang demam umumnya terbagi 2
Kejang demam sederhana
g. Kejang demam yang berlangsung singkat <15 menit
h. Akan berhenti sendiri
i. tidak terulang dalam waktu 24 jam
j. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara selu-
ruh kejang demam
k. Kejang tidak bersifat fokal
l. Sekitar 80-90% dari keseluruhan kasus kejang digo-
longkan kejang demam sederhana.
Pada kejang demam sederhana, kejang biasanya timbul ketika
suhu meningkat dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua
tidak mengetahui sebelumnya bahwa anak menderita demam.
Kenaikan suhu yang tiba-tiba merupakan faktor yang penting
untuk menimbulkan kejang (Hendarto, 2002).
Kejang pada kejang demam sederhana selalu berbentuk
umum, biasanya bersifat tonik – klonik seperti kejang grand mal,
kadang–kadang hanya kaku umum atau mata mendelik seketika.
Kejang dapat juga berulang, tapi sebentar saja, dan masih dalam
waktu 16 jam meningkatnya suhu, umumnya pada kenaikan suhu
yang mendadak (Hendarto, 2002).
Kejang demam kompleks
a. Kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit.
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum di-
dahului kejang parsial.
c. Kejang berulang (multiple) atau lebih dari 1 kali dalam 24
jam.
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 27
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15
menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara
bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8 %
bangkitan kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu
sisi, atau kejang umum yang didauhului kejang parsial. Kejang
berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2
bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16%
diantara anak yang mengalami kejang demam. (Lumbantobing.
2014).
i. Bagaimana patofisiologi kejang?
Jawab:
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 28
Sintesa:
Infeksi pengeluaran pirogen endogen ke hipotalamus merangsang as.arakidonat mengeluarkan PGE2 mengacaukan set point termoregulator suhu tubuh meningkat(demam) kenaikkan metabolism basal, kebutuhan O2 dan glukosa meningkat gangguan fungsi normal Na+ dan Reuptake (pengambilan kembali) as.glutamat oleh sel glia Na+ yang masuk ke sel meningkat dan timbunan as.glutamat ekstrasel permaebilitas membrane sel neuron terhadap Na+ perubahan konsentrasi ion Na+ ekstra dan intrasel Na+ banyak di intrasel perubahan potensial membrane sel neuron membran sel dalam keadaan depolarisasi banyak terjadi pelepasan ion di membrane sel neuron yang ada di otak dan juga merusak neuro
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 29
GABA-ergik fungsi inhibisi terganggu dan terjadi pelepasan ion Ca secara terus menerus kejang
(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1985)
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1ºC akan
mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan
kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak
sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu
tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion
kalium maupun ion natrium melalui membran sel neuron, dengan
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun
membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter dan terjadilah kejang. (Staf Pengajar Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
1985).
j. Apa dampak dari kejang pada kasus?
Jawab:
Dampak dari kejang adalah
1. Awal, Kejang kurang dari 15 menit
a. Meningkatnya kecepatan denyut jantung
b. Meningkatnya tekanan darah
c. Meningkatnya kadar glukosa
d. Meningkatnya suhu pusat tubuh
e. Meningkatnya sel darah putih
2. Lanjut, Kejang 15-30 menit
a. Menurunnya tekanan darah
b. Menurunnya gula darah
c. Disritmia
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 30
d. Edema paru non jantung
3. Berkepanjangan, Kejang lebih dari 1 jam
a. Hipotensi disertai berkurannya aliran darah serebrum
sehingga terjadi hipotensi serebrum
b. Gangguan sawar darah otak yang menyebabkan edema
serebrum
(Price, SA. & Wilson, LM.. 2005)
k. Apa makna kejang hampir seluruh badan tangan dan kaki
kelojotan, mata mendelik keatas?
Jawab:
Makna kejang hampir di seluruh badan, yaitu Susi mengalami
kejang generalisata
Sintesa:
Adapun ciri-ciri dari kejang generalisata adalah:
Hilangnya kesadaran; tidak ada awitan fokal; bilateral dan
simetrik; tidak ada aura
c) Tonik-Klonik
Spasme tonik-klonik otot; inkontinensia urin dan alvi;
menggigit lidah; fase pascaiktus
d) Absence
Sering salah didiagnosis sebagai melamun
c. Menatap kosong, kepala sedikit lunglai, kelopak
mata bergetar, atau berkedip secara cepat; tonus
postural tidak hilang
d. Berlangsung selama beberapa detik
g) Mioklonik
Kontraksi mirip-syok mendadak yang terbatas di
beberapa otot atau tungkai; cenderung singkat
h) Atonik
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 31
Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai
lenyapnya postur tubuh (drop attacks)
i) Klonik
Gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan
tunggal atau multipel di lengan, tungkai, atau torso
j) Tonik
Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku,
kontraksi) wajah dan tubuh bagian atas; fleksi lengan
dan ekstensi tungkai
c. Mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi
d. Dapat menyebabkan henti napas
(Price, SA. & Wilson, LM., 2005).
l. Apa makna Susi kejang kembali, lama kejang (+-) 5 menit, bentuk
kejag sama seperti kejang sebelumnya?
Jawab:
Maknanya telah terjadi kejang berulang, kejang berulang adalah
kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang
anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % di antara anak
yang mengalami kejang demam.
2. Sejak satu hari sebelum masuk RS, Susi panas disertai batuk pilek.
Panas makn lama makin tinggi. Tiga jam setelah mengalami panas
menganggap bahsa suhu tubuh turun Peningkatan Set point
dipusat Termoregulasi Hipotalamus Muncul mekanisme
peningkatan suhu tubuh (Metabolisme basal meningkat)
Demam.
Metabolisme meningkat Kebutuhan glukosa dan oksigen
meningkat perubahan keseimbangan membran sel neuron (Na,
K) terjadi ketidakseimbangan potensial aksi (Depolarisasi >
Repolarisasi) Terjadi ketidak seimbangan neurotransmitter
(Eksitasi > Inhibisi) Kontraksi otot terus menerus Kejang
(Sheerwood dan Neurologi Klinis Dasar).
3. Susi belum pernah mengalami kejang sebelumnya.
a. Apa makna Susi belum pernah kejang sebelumnya?
Jawab:
Makna susi belum pernah mengalami kejang sebelumnya
yaitu kejang yang dialami Susi bukan merupakan bangkitan
kejang sehingga dapat mengurangi diagnosis banding pada
epilepsy.
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 37
4. Ayah Susi pernah kejang demam saat bayi.
a. Apa hubungan keluhan yang dialami Susi dengan riwayat
penyakit keluarga?
Jawab:
Hubungannya adalah adanya faktor predisposisi yaitu
apabila ada keluarga dekat (orangtua atau saudara) yang ketika
kecil mengalami kejang demam maka kemungkinan untuk
mengalami kejang demam meningkat.
Sintesa:
Pada penderita kejang demam risiko saudara kandung
berikutnya untuk mendapat kejang demam ialah 10%. Namun
bila satu dari orang-tuanya dan satu saudara pernah pula
mengalami kejang demam, kemungkinan ini meningkat
menjadi 50%.
Kejang demam cenderung terjadi dalam satu
keluarga, walaupun pola pewarisan sampai sekarang belum
jelas.5 Anak yang mengalami kejang demam cenderung
mempunyai riwayat kejang demam pada keluarga. Anak yang
mengalami kejang demam juga lebih sering dijumpai riwayat
kejang tanpa demam pada keluarga, walaupun masih belum
ada bukti yang jelas.2,6 Hubungan antara riwayat kejang pada
keluarga dengan tipe kejang demam pertama masih menjadi
perdebatan. Penelitian oleh Wadhwa dkk7 menunjukkan
bahwa anak yang mempunyai riwayat kejang pada keluarga
lebih banyak yang mengalami kejang demam kompleks
sebagai tipe kejang demam pertama dibandingkan anak yang
tanpa riwayat kejang pada keluarga.
Riwayat kejang demam pada keluarga juga dihubungkan
dengan onset kejang demam pada usia yang lebih dini.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa rerata usia saat
timbulnya kejang demam adalah 22,2 bulan, dan pada anak
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 38
dengan riwayat kejang demam pada keluarga 14,5 bulan
(Deliana, 2002).
5. Susi lahir spontan ditolong bidan, lebih bulan, tidak langsung
menangis.
a. apa makna susi lahir spontan ditolong bidan, lebih bulan, tidak
langsung menangis?
Jawab:
Makna susi lahir spontan yaitu Susi lahir tanpa bantuan alat persalinan (forcep, vakum, seksio sesaria) sehingga tidak dapat menyebabkan trauma lahir atau cedera mekanik pada kepala bayi.
Sedangkan makna Susi lahir lebih bulan adalah bayi yang dilahirkan lewat waktu yaitu lebih dari 42 minggu merupakan bayi postmatur. Pada keadaan ini akan terjadi proses penuaan plasenta, sehingga pemasukan makanan dan oksigen akan menurun.Dan makna Susi tidak langsung menangis yaitu tidak langsung menangis (tidak bernafas atau asfiksia) : anak yang lahir asfiksia tidak lebih beresiko mengalami kejang demam.
Sintesa:Bayi yang dilahirkan lewat waktu yaitu lebih dari 42
minggu merupakan bayi postmatur. Pada keadaan ini akan terjadi proses penuaan plasenta, sehingga pemasukan makanan dan oksigen akan menurun. Komplikasi yang dapat dialami oleh bayi yang lahir postmatur ialah suhu yang tak stabil, hipoglikemia dan kelainan neurologik. Gawat janin terutama terjadi pada persalinan, bila terjadi kelainan obstetrik seperti : berat bayi lebih dari 4000 gram, kelainan posisi, partus > 13 jam, perlu dilakukan tindakan seksio sesaria. Kelainan tersebut dapat menyebabkan trauma perinatal (cedera mekanik ) dan hipoksia janin yang dapat mengakibatkan kerusakan pada otak janin. Manifestasi klinis dari keadaan ini dapat berupa kejang.
Bayi lahir tanpa bantuan alat persalinan (forcep, vakum, seksio sesaria) sehingga tidak dapat menyebabkan trauma lahir atau cedera mekanik pada kepala bayi. Trauma lahir dapat menyebabkan perdarahan subdural, subaraknoid dan perdarahan
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 39
intraventrikuler. Manifestasi neurologis dari perdarahan tersebut dapat berupa iritabel dan kejang.Lahir lebih bulan (post term): anak yang lahir lebih bulan lebih beresiko mengalami kejang demam. Tidak langsung menangis (tidak bernafas atau asfiksia): anak yang lahir asfiksia tidak lebih beresiko mengalami kejang demam.
6. Pemeriksaan Fisik :
a. Bagaimana interpretasi dari hasi pemeriksaan fisik?
Jawab:
Kesadaran Kompos mentis: Sadar sepenuhnya Normal
1. Denyut nadi: 124x/menit Dalam batas normal
Tabel Laju Nadi Normal pada Bayi dan Anak
U
M
U
R
Laju (denyut/ menit)
Isti
rah
at
(ba
ng
un)
Ist
ira
ha
t
(ti
du
r)
Aktif/
dema
m
B
ar
u
la
hi
r
10
0 –
18
0
80
–
60
Samp
ai
220
1
m
in
g
10
0 –
22
0
80
–
20
0
Samp
ai
220
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 40
g
u
–
3
b
ul
a
n
3
b
ul
a
n
–
2
ta
h
u
n
80
–
15
0
70
–
12
0
Samp
ai
200
2
ta
h
u
n
–
1
0
ta
h
u
n
70
–
14
0
60
–
90
Sam
pai
200
> 70 50 Samp
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 41
1
0
ta
h
u
n
–
11
0
–
90
ai
200
2. Respiration rate : 30x per menit Dalam batas normal
UMU
R
RENTA
NG
RATA-RATA
WAKTU TIDUR
Neonat
us
30-60 3
5
1
bulan
– 1
tahun
30-60 3
0
1
tahun
– 2
tahun
25-50 2
5
3
tahun
– 4
tahun
20-30 2
2
5
tahun
– 9
tahun
15-30 1
8
10
tahun
15-30 1
5
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 42
atau
lebih
3. Suhu
Suhu:39,50c : febris
Normal : 360 C - 37,50 C
hypopirexia/hypopermia : < 360 C
Demam : 37,50 C – 380 C
Febris : 380 C – 400 C
Hypertermia : > 400 C
(Price dan Wilson, 2005).
b. Bagaimana patofisiologi dari hasil pemeriksaan fisik yang
abnormal?
Jawab:
Suhu Febris
Sintesa:
Infeksi pathogen pirogen eksogen (toksin,
mediator inflamasi, atau reaksi imun) stimulasi leukosit
kepala terlebih dahulu, untuk mencegah terjadinya resiko herniasi.
The American Academy of Pediatric merekomendasikan
pemeriksaan pungsi lumbal pada serangan pertama kejang disertai
demam pada anak usia di bawah 12 bulan sangat dianjurkan, karena
gejala klinis yang berhubungan dengan meningitis sangat minimal
bahkan tidak ada. Pada anak usia 12 – 18 bulan lumbal pungsi
dianjurkan, sedangankan pada usia lebih dari 18 bulan lumbal pungsi
dilakukan bila ada kecurigaan adanya infeksi intracranial (meningitis).
c. Neuroimaging
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography
scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:
1. kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. paresis nervus VI
3. papiledema.
Neuroimaging tidak berguna pada anak anak dengan kejang
demam, berdasarkan kasus pada 71 anak dengan kejang demam tidak
ditemukan adanya suatu kondisi kelainan intrakranial seperti adanya
lesi, perdarahan, hidrochephalus, abses atau edema serebri.
d. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian
epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak
direkomendasikan.Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 63
keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam
kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.
(Isselbacher, 2000)
12. Apa diagnosis pasti pada kasus ini?
Jawab:
Diagnosa pasti pada kasus ini adalah kejang demam kompleks dalam
bentuk tonik-klonik.
13. Apa saja komplikasi yang terjadi pada kasus?
Jawab:
Komplikasi menurut Taslim S. Soetomenggolo dapat mengakibatkan:
a. Kerusakan sel otak
b. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama
lebih dari 15 menit dan bersifat unilateral
c. Kelumpuhan
d. Epilepsy
e. Hemiparesis
(Hendarto, 2002).
14. Bagaimana tatalaksana secara komprehensif pada kasus ini?
Jawab:
Dalam pengobatan akut ada 4 prinsip, yaitu :
a. Segera menghilangkan kejang.
b. Turunkan panas.
c. Pengobatan terhadap panas.
d. Suportif.
Diazepam diberikan dalam dosis 0,2-0,5 mg/kgBB.
Bersamaan dengan mengatasi kejang dilakukan:
1. Bebaskan jalan nafas, pakaian penderita dilonggarkan kalau perlu
dilepaskan.
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 64
2. Tidurkan penderita pada posisi terlentang, hindari dari trauma.
Cegah trauma pada bibir dan lidah dengan pemberian spatel lidah
atau sapu tangan diantara gigi.
3. Pemberian oksigen untuk mencegah kerusakan otak karena
hipoksia.
4. Segera turunkan suhu badan dengan pemberian antipiretika
(asetaminofen/parasetamol) atau dapat diberikan kompres es.
Seperti Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis melalui oral atau minum.
Bisa juga dengan pemberian obat jenis Ibuprofen 5-10
mg/KgBB/dosis PO, keduanya diberikan 3-4 kali per hari.
Pemberian kompres sebaiknya dilakukan dengan segera bila suhu
> 39 derajat Celcius lakukan kompres dengan air hangat, bila suhu
>38 derajat Celcius cukup melakukan kompres dengan air biasa.
5. Cari penyebab kenaikan suhu badan dan berikan
antibiotic/antivirus yang sesuai.
6. Apabila kejang berlangsung lebih dari 30 menit dapat diberikan ko-
rtikosteroid untuk mencegah oedem otak dengan menggunakan
cortisone 20-30 mg/kgBB atau dexametason 0,5-0,6 mg/kgBB
(Sukandar, 2009).
Diberikan segera pada saat kejang terjadi
1) Oksigenisasi
Diberi larutan diazepam per rectal, Diazepam rektal sangat
efektif, dan dapatdiberikan di rumah, Dosis 0,3-0,5mg/kg
Untuk memudahkan:
5 mg untuk BB < 10 kg
10 mg untuk BB > 10 kg
2) Antipiretik
Blok IX Sistem Neuromuskuloskeletal Page 65
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi
risiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia
sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.
Dosis Parasetamol yang digunakan adalah 10 – 15
mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5
kali.
Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari
3) Antikonvulsan
Pemakaian Diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada
saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-
60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg
setiap 8 jam pada suhu >38,50 C.
Jika kejang berulang, Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin
pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam
( Deliana , 2002)
Masih kejang
- Fenitoin iv 20 mg /kgBB perlahan-lahan.
Setelah kejang berhenti :
1. Pengobatan Rumat Diberikan secara terus menerus dalam waktu tertentu (1 tahun) Asam valproate : 10-40mg/kgBB dibagi 2-3 dosis Fenobarbital : 3-5 mg/khgBB/hari dibagi 2 dosis
Pengobatan rumat diberikan jika terdapat salah satu atau lebih gejala :
o Kejang lama > 15 menit o terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum dan sesudah
Ghanie, A.. 2010. Tatalaksana Otitis Media Akut pada Anak.
http://www.eprints.unsri.ac.id [diakses pada 3 November2015].
Guyton, A.C., & Hall,. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed 11. Jakarta :
EGC.
Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No. 27. 2002 : 6 – 8.
Kania, nia. 2010. Kejang Pada Anak. Unpad: Bandung.