Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Paleontologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang kehidupan masa lampau melalui jejak-jejak, rangka, dan sisa-sisa organisme yang hidup di masa lampau. Paleontologi terbagi menjadi dua cabang ilmu, yaitu makropaleontologi dan mikropaleontologi. Makropaleontologi merupakan ilmu yang mempelajari fosil berdasarkan kenampakan makroskopisnya, sedangkan mikropaleontologi merupakan ilmu yang mempelajari fosil berdasarkan kenampakan mikroskopisnya dengan menggunakan mikroskop polarisasi. Dengan menerapkan ilmu paleontologi melalui penunjuk berupa fosil, dapat ditentukan umur relatif suatu lapisan batuan dan hubungan antara lapisan batuan yang satu dengan lapisan batuan yang lain berdasarkan hubungan fosil yang terdapat pada lapisan batuan, maka dari itu ilmu paleontologi juga berkorelasi dengan ilmu stratigrafi dalam hal pengurutan lapisan batuan beserta kejadian-kejadian geologi di dalamnya. Melalui pengamatan fosil juga dapat dipelajari evolusi kehidupan yang telah terjadi
50

laporan sangiran siap (1)

Oct 24, 2015

Download

Documents

indraadhitiya

sangiran
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: laporan sangiran siap (1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Paleontologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang kehidupan masa

lampau melalui jejak-jejak, rangka, dan sisa-sisa organisme yang hidup di masa

lampau. Paleontologi terbagi menjadi dua cabang ilmu, yaitu makropaleontologi

dan mikropaleontologi. Makropaleontologi merupakan ilmu yang mempelajari

fosil berdasarkan kenampakan makroskopisnya, sedangkan mikropaleontologi

merupakan ilmu yang mempelajari fosil berdasarkan kenampakan

mikroskopisnya dengan menggunakan mikroskop polarisasi.

Dengan menerapkan ilmu paleontologi melalui penunjuk berupa fosil, dapat

ditentukan umur relatif suatu lapisan batuan dan hubungan antara lapisan batuan

yang satu dengan lapisan batuan yang lain berdasarkan hubungan fosil yang

terdapat pada lapisan batuan, maka dari itu ilmu paleontologi juga berkorelasi

dengan ilmu stratigrafi dalam hal pengurutan lapisan batuan beserta kejadian-

kejadian geologi di dalamnya. Melalui pengamatan fosil juga dapat dipelajari

evolusi kehidupan yang telah terjadi serta dapat mengetahui kondisi lingkungan

di masa lampau.

Salah satu lokasi yang cocok untuk menelaah Paleontologi bahkan

Arkheologi, yaitu Daerah Sangiran. Sangiran merupakan situs prasejarah yang

berada di kaki gunung lawu, tepatnya di depresi Solo sekitar 17 km ke arah utara

dari kota Solo dan secara administratif terletak di wilayah kabupaten Sragen dan

sebagian terletak di kabupatenKaranganyar, propinsi Jawa Tengah. Luas

wilayah 56 KM yang mencakup tiga kecamatan di kabupaten Sragen. Surat

keputusan Menteri Pendidikan & Kebudayaan NO 070/0/1977, Sangiran

ditetapkan sebagai cagar budaya dengan luas wilayah 56 KM, dan selanjutnya

Sangiran pada tahun 1996 oleh UNESCO ditetapkan sebagai World

Heritage dengan nomor 593.

Page 2: laporan sangiran siap (1)

Daerah Sangiran ditemukan 65% fosil manusia purba di Indonesia dan 50%

fosil manusia purba di dunia. Sangiran merupakan kunci mengungkap tabir

kehidupan manusia. Selain fosil manusia, daerah sangiran juga ditemukan fosil

moluska laut dan darat, hal ini dikarenakan oleh proses pembentukan daerah

sangiran sendiri yang mengalami beberapa tahapan hingga terbentuk kondisi saat

ini, hal ini menjadikan Sangiran menjadi lokasi yang pantas untuk kajian secara

Paleontologi

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1.Bagaimana stratigrafi Daerah Sangiran ?

2.Bagaimana perkembanagn fosil di daerah sangiran ?

3.Bagaimana sejarah geologi daerah sangiran ?

1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN

1.3.1 TUJUAN PENULISAN

Dengan mempertimbangkan latar belakang dan rumusan masalah di atas,

maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Mengetahui stratigrafi Daerah Sangiran

2. Dapat Mengetahui perkembangan fosil di daerah sangiran

3. Mengetahui geologi sejarah daerah Sangiran.

1.3.2 MANFAAT PENULISAN

Manfaatnya dari penelitian ini yaitu dapat mengetahui perkembangan hidup

manusia purba di Daerah Sangiran serta hubungannya dengan proses Geologi

yang terjadi dimasa lampau tersebut.

Page 3: laporan sangiran siap (1)

1.4 RUANG LINGKUP

1.4.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan studi lapangan paleontologi dan kondisi

geologi dengan keterdapatan fosil di daerah Sangiran. Studi lapangan

paleontology ini dilakukan dengan :

1. Pengamatan kondisi geologi di lapangan.

2. Pengamatan kondisi bentang alam di lapangan.

3. Pengamatan fosil yang dapat diamati di lapangan seperti kemunculan

fosil molusca laut, rawa dan darat pada singkapan formasi di Sangiran

1.4.2 Lokasi Penelitian dan Kesampaian Daerah

Secara administratif, lokasi penelitian meliputi daerah kabupaten sragen

dan kabupaten karangayar Jawa Tengah. Untuk mencapai lokasi penelitian,

dapat dilakukan perjalanan darat dari Solo kemudian ke arah utara menuju

kabupaten Sragen (Gambar 1.1)

(Sumber : GoogleMap.2013)

Page 4: laporan sangiran siap (1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 GEOLOGI REGIONAL DAERAH SANGIRAN

Secara regional daerah penelitian termasuk kedalam Peta Geologi Lembar

Salatiga (1408-6) yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan

Geologi tahun 1992 dengan skala 1 :100.000. Pada daerah penelitian, terdiri dari

sebagian besar batuan Sedimen yang merupakan bagian dari formasi Kalibeng,

formasi Pucangan, lapisan greenzbank formasi Kabuh lapisan notopuro dan

dengan umur Pliosen sampai Pleistosen Tengah

2.2 STRATIGRAFI

Stratigrafi daerah sangiran disusun oleh batuan sedimen yang terendapkan

oleh bahan rombakan yang terjadi pada dan setelah terangkatnya perbukitan

kendeng, sebelah utara daerah sangiran. Urutan stratigrafinya yakni bagian

terbawah tersusun oleh formasi kalibeng yang menunjukkan gejala pendangkalan

ke atas. Selanjutnya formasi ini ditumpangi oleh urutan sedimen paralik-non

marin, yang terdiri dari formasi pucangan, kabuh, dan notopuro yang termasuk

dalam formasi zona kendeng sebagai berikut.

Page 5: laporan sangiran siap (1)

Gambar 2.1 Kolom stratigrafi umum Zona Kendeng (Pringgoprawiro, 1983)

1. Formasi Kalibeng

Formasi ini tersusun atas napal dan batulempung gampingan berwarna

abu-abu kebiru-biruan di bagian bawah kemudian diikuti dengan batugamping

kalkarenit dan kalsirudit bagian atas yang tersingkap di daerah pusat kubah,

yakni pada daerah depresi di utara desa sangiran serta sepanjang aliran sungai

Puren di sebelah timur dan tenggara desa Sangiran dengan tebal ± 125 m

Napal dan batulempung sangat mudah tererosi karena bersifat liat dan

lunak. Pada napal banyak dijumpai fosil foraminifera bentonik yang

berupa Operculina complanata, Ammonia beccari, Elphidium

Page 6: laporan sangiran siap (1)

Craticulatum bersama dengan fosil gigi ikan hiu (Soedarmadji, 1976). Selain

itu juga dijumpai foraminifera planktonik seperti Globoratalia acostaensis, G.

tumida flexuosa, dan Sphaeroidinella dehiscens. ini menunjukkan batuan

tersebut terendapkan pada akhir pliosen di laut dangkal yang berhubungan

langsung dengan laut terbuka

Batulempung abu-abunya juga bersifat lunak sehingga sering terjadi

gerakan massa di musim hujan, baik dalam bentuk rayapan, aliran, maupun

bongkahan.  Pada batuan ini dijumpai fosil gastropoda dan pelecypoda

seperti Turitella bantamensis, Cominella sangiranensis, Placenfa sp.,yang

mana menunjukkan pengendapan pada kondisi laut dangkal di akhir pliosen.

Selain itu juga terkandung fosil yang menunjukkan kondsisi air payau, yakni

fosil ostrakoda-an pelecypoda jenis Ostrea. Diatas batulempung dijumpai

lapisan kalkarenit dan kalsirudit yang tersusun oleh fragmen fosil

(coquina) yang saling bertumpu yang menunjukkan pengendapan di laut

dangkal  dengan energi besar. Adanya fosil Balanuspada kalsirudit

menunjukkan pengendapan terjadi pada daerah pasang surut (litoral).

Disamping itu juga dijumpai lapisan batugamping diatas gamping balanus

yang mengandung fosil Ccarbicula  yang menunjukkan kondisi pengendapan

air tawar

2. Formasi Pucangan

Berdasarkan kandungan fosil dan litologi tersebut menunjukkan gejala

pengkasaran ke atas dan pendangkalan ke atas dari kondisi laut laut dangkal

terbuka, mnejadi kondisi pasng surut dan berakhir pada kondisi air tawar dan

iar payau

Formasi ini terendapkan di atas formasi pucangan yang tersusun oleh

breksi vulkanik di bagian bawah dan lempung hitam di bagian atas. Breksi

vulkanik membentuk deretan bukit kecil yang tahan erosi yang ditempati desa

Sangiran itu sendiri dan menumpang secara tidak selaras di atas formasi

kalibeng. Diantara breksi dijumpai sisipan batupasir konglomeratan dengan

fragmen andesit berukuran pasir hingga kerakal. Di beberapa tempat

Page 7: laporan sangiran siap (1)

menunjukkan struktur silang siur tipe palung yang menunjukkan endapan

pasng pada daerah sungai ternyam. Pada batupasir konglomeratan ini dijumpai

fosil vertebrata jenis kuda air dan gajah purba

Di atas breksi vulkanik terendapkan batulempung hitam yang mana

berdasarkan kandungan fosilnya dibedakan menjadi dua bagian, yakni  Bagian

bawah hasil pengendapan air laut dan air payau yang terdiri dari perselingan

antara lempung abu-abu kebiruan dengan sisipan tanah diatome dan lapisan

yang mengandung fosil moluska secara melimpah, ostracoda, dan

foraminifera yang menunjukkan kondisi transisi   

Bagian atas yang mana dijumpai lapisan tanah yang menunjukkan

struktur laminasi dan mengandung fosil spesies yang hidup di laut,

seperti Chyclothella, Actinocyclus, Diploneis Pergantian asosiasi fauna laut

dan air tawar, menunjukkan pengendapan terjadi di dekat laut, dimana selama

pengendapan, terjadi beberapa kali invasi laut, akibat tektonik atau perubahan

muka laut

Dari urutan litologi yang menyusun formasi pucangan dapat ditafsirkan

bahwa pengendapanya semula merupakan aliran lahar ke cekungan yang

berair payau, yang terbentuk sejak akhir pengendapan formasi kalibeng,

dengan ciri utama berupa fosil Corbicula. Endapan lahar tersebu

mempersempit cekungan air payau tersebut, yang kemudian akibat

sedimentasi yang terus menerus berubah mnejadi cekungan air tawar, berupa

danau atau rawa yang sudah tidak lagi berhubungan dengan laut. Semua

proses ini terjadi pada kala pliosen awal

3. Formasi Kabuh

Formasi ini terendapkan di atas formasi pucangan. Bagian terbawah dari

formasi ini tersusun oleh perlapisan tipis batugamping konglomeratan yang

tidak menerus dengan ketebalan bervariasi antara 0,5-3 meter. Tersusun oleh

fragmen membulat yang terdiri dari kalsedon dan beberapa batuan lain yang

telah mengalami alterasi hidrothermal, bercampur dengan pelecypoda yang

cangkangnya menebal dan membulat karena kalsifikasi dan tersemen dengan

Page 8: laporan sangiran siap (1)

kuat. Lapisan ini terendapkan oleh energi yang tinggi sehingga menghasilkan

onggokan yang berbutir kasar

Pada lapisan batas (grenzbank) ditemukan fosil mamalia, termasuk juga

fragmen fosil hominid, sedangkan diatasnya terdapat perulangan endpan

batupasir konglomeratan di bagian bawah dan berubah ke arah atas menjadi

lapisan batupasir. Batupasir konglomeratannya menunukkan struktur silang

siur paralel dengan skala sedang ketebalan antara 0,3-1,5 meter. Sedangkan

batupasir yang ada di sebelah atas menunjukkan silang siur tipe palung

dengan tebal antara 0,3-0,8 meter. Kelompok batu pasir ini diperkirakan

terendapkan pada lingkungan sungai teranyam (Rahardjo, 1981) dalam situasi

lingkungan vegetasi terbuka. Pada bagian bawah batupasir dijumpai fosil yang

merupakan anggota dari fauna trinil, seperti Binos palaeosundaecus, Bubalus

palaeokerabau, Duboisia santeng.  Ke arah atas dijumpai perwakilan dari

fauna kedungbrubus. Kumpulan ini menunjukkan umur sekitar 0,8 juta tahun

Beberapa tuff dijumpai pada batupasir menunjukkan pada saat

pengendapan terjadi beberapa kali letusan gunung api, yang mana pada

batupasir ini sebagian besar fosil hominid ditemukan. Di bagian tengah dari

formsi ini dijumpai tektit yang berukuran kerikil hingga kerakal (13-40 mm)

Salah satu temuan yang paling penting adalah penemuan fosil manusia purba 

yang disebut Pithecantropus erectus (Homo erectus).Tetapt lokasi asal fosil ini

belum sepenuhnya diketahui karena penemuan fosil ini dalam bentuk material

yang lepas-lepas

4. Formasi Notopuro

Terendapkan di atas formasi kabuh yang tersusun oleh material vulkanik

brupa batupasir vulkanik, konglomerat, dan breksi yang mengandung fragmen

batuan beku yang berukuran berangkal hingga bongkah, ini menunjukkan

bahwa batuan tesebut terbentuk sebagai hasil pengendapan lahar. Pada dasar

dari formasi ini dijumpai lapisan yang mengandung fragmen kalsedon dan

kuarsa susu

Page 9: laporan sangiran siap (1)

Pada Formasi ini sangat jarang dijumpai fosil, formasi notopuro

ditafsirkan sebagai hasil akibat aktivitas vulkanik yang kuat dan terjadi di

lingkungan darat

2.3 STRUKTUR GEOLOGI

Menurut Bemmelen pada tahun 1949 secara struktural, kawasan sangiran

merupakan suatu kubah yang mana perlapisan batuan di bagian tengah berada di

atas sebagai puncak , sedangkan sisi-sisi lainnya memiliki kemiringan ke arah

luar. Kubah ini memiliki bentuk memanjang dari arah utara timur laut menuju

selatan barat daya. Kubah ini diperkirakan terbentuk 0,5 juta tahun yang lalu

yang dilihat dari formasi batuan termuda yang ikut terlipat  atau termiringkan

pada saat terkena gaya endogen ( Wartono R., 2007). Berbagai pendapat para ahli

bermunculan mengenai asal-usul kubah ini, salah satunya oleh Van Bemmelem

pada tahun 1949 yang mengatakan bahwa kubah ini terbentuk sebagai akibat

tenaga endogen yakni gaya kompresif yang berhubungan dengan proses vulkano-

tektonik sebagai akibat longsornya G. Lawu tua. sementara  Van Gorsel pada

tahun 1987 berpendapat bahwa kubah ini terbentuk akibat proses pembentukan

gunung api yang baru mulai, pendapat lain mengenai asal-usul terbentuknya

kubah ini seperti akibat adanya struktur diapir dan adanya struktur lipatan yang

disebabkan oleh proses wrenching

Kawasan sangiran tersusun oleh batuan yang berumur pleistosen dengan

morfologi berupa daerah berbukit-bukit rendah yang mana dijumpai singkapan

endapan laut dangkal, endapan rawa, endapan sungai, dan endapan vulkanis

rombakan seperti endapan lahar dan endapan tuff. Disamping itu terdapat adanya

endapan mud volcano yang mengandungexotic block batuan yang berumur eosen

dan batuan metamorf sebagaibasement batuan. Endapan mud volcano ini terletak

dekat dengan pusat kubah, selatan desa Sangiran yang terbentuk akibat adanya

sesar yang memotong jurus perlapisan, membentuk pola radial dari pusat kubah,

semakin ke arah pusat semakin banyak dijumpai sesar naik dan sesar turun, dan

akibatnya terjadi retakan yang sangat dalam yang memotong perlapisan tua yang

Page 10: laporan sangiran siap (1)

bersifat lapuk, karena tersedia celah, maka batuan tersebut mencuat sebagai mud

volcano

Pada saat ini sangiran dikenal dengan kubah sangiran (sangiran dome), namun

struktur tersebut sudah tidak terlihat akibat adanya erosi dari sungai di bagian

utara dan bagian selatan, yakni sungai Brangkal dan sungai cemoro yang

keduanya memotong kubah secara anteseden dengan arah aliran dari barat ke

timur

2.4 GEOMORFOLOGI / FISIOGRAFI REGIONAL

Morfologi Sangiran merupakan kubah structural dengan puncak telah tererosi

kuat. Sebagai akibatnya adalah pembentukan pada aliran yang spesifik yaitu

"annular yakni pada aliran "trallis" dominan sungai sub-sekuennya melingkar dan

sungai kons kuennya berarah radial. Suatu struktur kubah seringkali

memperlihatkan penampang geologis yang baik dari formasi muda di pinggir ke

formasi yang tua di pusat kubahnya.

Kubah Sangiran juga menyingkap suatu penampang sampai batuan Tersier.

Proses ini mungkin masih berlangsung terus, sebab proses itu berjalan pelan-

pelan. Oleh karena proses berjalan pelan–pelan tetapi terus- menerus , sungai

anteseden Kali Cemoro berhasil memotong struktur Kubah Sangiran. Walaupun

lapisan di dalam kubah terdorong ke atas Kali Cemoro tetap berhasil

memotongnya dengan erosi vertikal.

Menurut Van Bemmelen (1949) struktur kubah mungkin berkaitan dengan

penggelinciran gravitasi (gravity gliding) bahan vulkanik di lereng gunungapi.

Kloosterman mempunyai pendapat lain yang digambarkan di Gambar Diatas

Struktur diaper Gunung Mijil adalah kunci untuk mengerti struktur Kubah

Sangiran. Walaupun dalam skala yang lebih besar, tetapi prinsipnya tetap sama,

yaitu lapisan plastis yang ditekan oleh beban dari lapisan. Di atas, apalagi bila

tekanan dari atas tidak merata seperti tubuh gunungapi. Gunungapi Lawu yang

mempunyai fundasi dari batuan Tersier yang sangat lembek. Tekanan gravitasi

tubuh Gunungapi Lawu mungkin mampu menekan material plastis, yaitu

Page 11: laporan sangiran siap (1)

"mudstones" dan lempung marin, keluar dari diaper yang mengalir ke atas dan

membentuk lapisan di atas. Jadi, menurut Kloosterman struktur Kubah Sangiran

yang begitu sempurna, adalah hasil dari diaper bahan Tersier yang mendorong ke

atas, sehingga lapisan di atas terbentuk sebagai kubah. Proses ini mungkin masih

berlangsung terus, sebab proses itu berjalan pelan-pelan. Oleh karena proses

berjalan pelan-pelan tetapi terus-menerus, sungai anteseden Kali Cemoro berhasil

memotong struktur Kubah Sangiran. Keistimewaan Sangiran, berdasarkan

penelitian para ahli Geologi dulu pada masa  purba merupakan hamparan lautan.

Akibat proses geologi dan akibat bencana alam letusan Gunung Lawu, Gunung

Merapi, dan Gunung Merbabu, Sangiran menjadi Daratan. Hal tersebut

dibuktikan dengan lapisan-lapisan batuan yang pembentuk wilayah Sangiran

yang sangat berbeda dengan lapisan tanah di tempat lain. Tiap-tiap lapisan tanah

tersebut ditemukan fosil-fosil menurut jenis dan jamannya. Misalnya, Fosil

Binatang Laut banyak diketemukan di Lapisan tanah paling bawah, yang dulu

merupakan lautan. 

Dari sudut ilmu geologi, situs Sangiran merupakan suatu struktur yang

berbentuk kubah (dome). Sebelum 2,4 juta tahun yang lalu, Sangiran merupakan

wilayah laut dalam.  Buktinya di sepanjang Sungai Puren yang masih termasuk

kawasan Sangiran terdapat banyak fosil moluska laut. Lapisan tanahnya juga

memiliki formasi kalibeng, yang menunjukkan daerah endapan dasar laut.

Namun karena adanya gerakan lempeng bumi, letusan gunung merapi, dan masa

glasial maka air lautnya menyusut. Akibatny , wilayah Sangiran terangkat ke

atas. Puncak kubah ini kemudian terbuka melalui proses erosi sehingga

membentuk depresi yang mengandung informasi tentang kehidupan di masa

lampau. Ketika itu Pulau Jawa, Sumatera, dan Asia menyatu. Dengan demikian,

mahluk purba itu dapat berpindah dari satu tempat ke tempat  lain.

Situs Sangiran yang terletak di perbatasan antara Kabupaten Sragen dan

Karanganyar, Jawa Tengah mulai diceritakan di bab keempat buku ini dan

seterusnya. Situs ini merupakan situs paling lengkap untuk hunian Homo erectus

sejak 1,5juta tahun yang lalu. Kolonisasi Jawa diperkirakan sudah berlangsung

Page 12: laporan sangiran siap (1)

pada akhir Pliosen (1,8 jt tyl). Bukti-bukti kearah itu didasarkan pada penemuan

mamalia Archidiskodon berumur Pliosen Atas di situs Bumiayu. Migrasi Homo

erectus melalui jembatan darat pada zaman es mulai terjadi pada Plistosen Bawah

dan mulai menghuni Sangiran pada1,5 jt tyl. Homo erectus tertua ditemukan di

Afrika berumur 1,8 jt tyl.

2.5 TEKTONIK

Zona Pegunungan Selatan merupakan cekungan yang menunjang dengan arah

relatif barat – timur mulai dari Parangtritis di bagian barat sampai Ujung Purwo

di bagian Jawa Timur. Perkembangan tektoniknya tidak lepas dari interaksi

konvergen antara Lempeng Hindia – Australia dengan Lempeng Micro Sunda.

Bambar 2.2 Mekanisme Tektonik Kubah Sangiran

Mengenai Evolusi Tektonik Tersier Pulau Jawa (Prasetyadi ,2007),dijelaskan

bahwa Pulau Jawa merupakan salah satu pulau di Busur Sunda yang mempunyai

sejarah geodinamik aktif, yang jika dirunut perkembangannya dapat

dikelompokkan menjadi beberapa fase tektonik dimulai dari Kapur Akhir hingga

sekarang yaitu :

1. Periode Kapur akhir – Paleosen.

2. Periode Eosen (Periode Ekstensional /Regangan).

3. Periode Oligosen Tengah (Kompresional – Terbentuknya OAF).

4. Periode Oligo-Miosen (Kompresional – Struktur Inversi ).

Page 13: laporan sangiran siap (1)

5. Periode Miosen Tengah – Miosen Akhir.

2.4.1 Periode Kapur Akhir – Paleosen

Fase tektonik awal terjadi pada Mesozoikum ketika pergerakan

Lempeng Indo-Australia ke arah timurlaut meng-hasilkan subduksi dibawah

Sunda Microplate sepanjang suture Karangsambung-Meratus, dan diikuti

oleh fase regangan (rifting phase) selama Paleogen dengan pembentukan

serangkaian horst (tinggian) dan graben (rendahan). Aktivitas magmatik

Kapur Akhir dapat diikuti menerus dari Timurlaut Sumatra –Jawa-

Kalimantan Tenggara. Pembentukan cekungan depan busur (fore arc basin)

berkembang di daerah selatan Jawa Barat dan Serayu Selatan di Jawa

Tengah. Mendekati Kapur Akhir – Paleosen, fragmen benua yang terpisah

dari Gondwana, mendekati zona subduksi Karangsambung-Meratus.

Kehadiran allochthonous micro-continents di wilayah Asia Tenggara telah

dilaporkan oleh banyak penulis (Metcalfe, 1996). Basement bersifat

kontinental yang terletak di sebelah timur zona subduksi Karangsambung-

Meratus dan yang mengalasi Selat Makasar teridentifikasi di Sumur Rubah-1

(Conoco, 1977) berupa granit pada kedalaman 5056 kaki, sementara

didekatnya Sumur Taka Talu-1 menembus basement diorit. Docking atau

merapatnya fragmen mikro-kontinen pada bagian tepi timur Sundaland

menyebabkan matinya zona subduksi Karangsambung-Meratus dan

terangkatnya zona subduksi tersebut menghasilkan Pegunungan Meratus

(Gambar 3.3. A).

2.4.2 Periode Eosen (Periode Ekstensional /Regangan)

Antara 54 jtl – 45 jtl (Eosen), di wilayah Lautan Hindia terjadi

reorganisasi lempeng ditandai dengan berkurangnya secara mencolok

kecepatan pergerakan ke utara India. Aktifitas pemekaran di sepanjang

Wharton Ridge berhenti atau mati tidak lama setelah pembentukan anomali

19 atau 45 jtl. Berkurangnya secara mencolok gerak India ke utara dan

matinya Wharton Ridge ini diinterpretasikan sebagai pertanda kontak

Page 14: laporan sangiran siap (1)

pertama Benua India dengan zona subduksi di selatan Asia dan

menyebabkan terjadinya tektonik regangan (extension tectonics) di sebagian

besar wilayah Asia Tenggara yang ditandai dengan pembentukan

cekungancekungan utama (Natuna, Sumatra, Sunda, Jawa Timur, Barito, dan

Kutai) dan endapannya dikenal sebagai endapan syn-rift. Pelamparan

extension tectonics ini berasosiasi dengan pergerakan sepanjang sesar

regional yang telah ada sebelumnya dalam fragmen mikrokontinen.

Konfigurasi struktur basement mempengaruhi arah cekungan syn-rift

Paleogen di wilayah tepian tenggara Sundaland (Sumatra, Jawa, dan

Kalimantan Tenggara) (Gambar 3.3. B).

2.4.3 Periode Oligosen Tengah (Kompresional – Terbentuknya OAF)

Sebagian besar bagian atas sedimen Eosen Akhir memiliki kontak

tidak selaras dengan satuan batuan di atasnya yang berumur Oligosen. Di

daerah Karangsambung batuan Oligosen diwakili oleh Formasi Totogan

yang kontaknya dengan satuan batuan lebih tua menunjukkan ada yang

selaras dan tidakselaras. Di daerah Karangsambung Selatan batas antara

Formasi Karangsambung dan Formasi Totogan sulit ditentukan dan

diperkirakan berangsur, sedangkan ke arah utara Formasi Totogan ada yang

langsung kontak secara tidak selaras dengan batuan dasar Komplek

Melange Luk Ulo. Di daerah Nanggulan kontak ketidakselarasan terdapat

diantara Anggota Seputih yang berumur Eosen Akhir dengan satuan breksi

volkanik Formasi Kaligesing yang berumur Oligosen Tengah. Demikian

pula di daerah Bayat, bagian atas Formasi Wungkal-Gamping yang berumur

Eosen Akhir, tanda-tanda ketidak selarasan ditunjukkan oleh terdapatnya

fragmen-fragmen batuan Eosen di sekuen bagian bawah Formasi Kebobutak

yang berumur Oligosen Akhir. Ketidakselarasan di Nanggulan dan Bayat

merupakan ketidakselarasan menyudut yang diakibatkan oleh deformasi

tektonik yang sama yang menyebabkan terdeformasinya Formasi

Karangsambung. Akibat deformasi ini di daerah Cekungan Jawa Timur tidak

jelas teramati karena endapan Eosen Formasi Ngimbang disini pada

Page 15: laporan sangiran siap (1)

umumnya selaras dengan endapan Oligosen Formasi Kujung. Deformasi ini

kemungkinan juga berkaitan dengan pergerakan ke utara Benua Australia.

Ketika Wharton Ridge masih aktif Benua Australia bergerak ke utara sangat

lambat. Setelah matinya pusat pemekaran Wharton pada 45 jt, India dan

Australia berada pada satu lempeng tunggal dan bersama-sama bergerak ke

utara. Pergerakan Australia ke utara menjadi lebih cepat dibanding ketika

Wharton Ridge masih aktif. Bertambahnya kecepatan ini meningkatkan laju

kecepatan penunjaman Lempeng Samudera Hindia di Palung Jawa dan

mendorong ke arah barat, sepanjang sesar mendatar yang keberadaannya

diperkirakan, Mikrokontinen Jawa Timur sehingga terjadi efek kompresional

di daerah Karangsambung yang mengakibatkan terdeformasinya Formasi

Karangsambung serta terlipatnya Formasi Nanggulan dan Formasi Wungkal-

Gamping di Bayat. Meningkatnya laju pergerakan ke utara Benua Australia

diperkirakan masih berlangsung sampai Oligosen Tengah. Peristiwa ini

memicu aktifitas volkanisme yang kemungkinan berkaitan erat dengan

munculnya zona gunungapi utama di bagian selatan Jawa (OAF=Old

Andesite Formation) yang sekarang dikenal sebagai Zona Pegunungan

Selatan. Aktifitas volkanisme ini tidak menjangkau wilayah Jawa bagian

utara dimana pengendapan karbonat dan silisiklastik menerus di daerah ini

(Gambar 3.3. C).

2.4.4 Periode Oligo-Miosen (Kompresional – Struktur Inversi )

Pada Oligosen Akhir sampai Miosen Tengah pergerakan ke utara India

dan Australia berkurang secara mencolok karena terjadinya benturan keras

(hard collision) antara India dengan Benua Asia membentuk Pegunungan

Himalaya. Akibatnya laju penunjaman Lempeng Samudera Hindia di palung

Sunda juga berkurang secara drastis. Hard collision India menyebabkan efek

maksimal tektonik ekstrusi sehingga berkembang fase kompresi di wilayah

Asia Tenggara. Fase kompresi ini menginversi sebagian besar endapan syn-

rift Eosen. Di Cekungan Jawa Timur fase kompresi ini menginversi graben

RMKS menjadi zona Sesar RMKS. Di selatan Jawa, kegiatan volkanik

Page 16: laporan sangiran siap (1)

Oligosen menjadi tidak aktif dan mengalami pengangkatan. Pengangkatan

ini ditandai dengan pengen-dapan karbonat besarbesaran seperti Formasi

Wonosari di Jawa Tengah dan Formasi Punung di Jawa Timur. Sedangkan di

bagian utara dengan aktifnya inversi berkembang endapan syninversi

formasi-formasi Neogen di Zona Rembang dan Zona Kendeng. Selama

periode ini, inversi cekungan terjadi karena konvergensi Lempeng Indian

menghasilkan rezim tektonik kompresi di daerah “busur depan” Sumatra dan

Jawa. Sebaliknya, busur belakang merupakan subjek pergerakan strike-slip

utara-selatan yang dominan sepanjang sesar-sesar turun (horst dan graben)

utara-selatan yang telah ada.

2.4.5 Periode Miosen Tengah – Miosen Akhir

Pengaktifan kembali sepanjang sesar tersebut menghasilkan

mekanisme transtension dan transpression yang berasosiasi dengan

sedimentasi turbidit dibagian yang mengalami penurunan. Namun demikian,

di bagian paling timur Jawa Timur, bagian basement dominan berarah timur-

barat, sebagaimana secara khusus dapat diamati dengan baik mengontrol

Dalaman Kendeng dan juga Dalaman Madura.Bagian basement berarah

Timur – Barat merupakan bagian dari fragmen

benua yang mengalasi dan sebelumnya tertransport dari selatan dan

bertubrukan dengan Sundaland sepanjang Suture Meratus (NE-SW struktur).

Tektonik kompresi karena subduksi ke arah utara telah mengubah sesar

basement Barat – Timur menjadi pergerakan sesar mendatar, dalam perioda

yang tidak terlalu lama (Manur dan Barraclough, 1994). Kenaikan muka air

laut selama periode ini, menghasilkan pengendapan sedimen klastik di

daerah rendahan, dan sembulan karbonat (carbonate buildup) pada tinggian

yang membatasinya.

Page 17: laporan sangiran siap (1)

Gambar 2.4. Rekonstruksi perkembangan tektonik Pulau Jawa (Prasetyadi,2007),dengan penjelasan sebagai berikut :

A. Rekontruksi skematik perkembangan tektonik Pulau Jawa dimulai pada Kapur – Paleosen.

B .Rekontruksi skematik perkembangan tektonik Pulau Jawa dimulai pada Eosen Tengah.

C .Rekontruksi skematik perkembangan tektonik Pulau Jawa dimulai pada Oligosen Tengah.

Page 18: laporan sangiran siap (1)

BAB III

HASIL PRAKTIKUM DAN PEMBAHASAN

3.1 STOPSITE PERTAMA

No. Lokasi pengamatan : Stop site 1 – Formasi Kalibeng

Nama lokasi : Dukuh Ngampon, Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, 

Kabupaten Sragen

Koordinat GPS : S07˚27’58’’E100˚50’28,5’’

Unsur geologi yang diamati : Batunapal dan batupasir

Strike/dip : N240/7˚NW

Hari, tanggal : Minggu, 5 Mei 2013

Waktu pengamatan : 08.10 WIB s/d 08.40 WIB

Cuaca : Cerah

Foto singkapan :

6 meter

3 meter

Page 19: laporan sangiran siap (1)

3.1.1 Deskripsi singkapan

Singkapan ini terletak di dukuh Ngampon, desa Krikilan, Kecamatan

Kalijambe,  Kabupaten Sragen. Dimensi singkapan ini dengan Panjang X Lebar :

+-6 meter X 3 meter. Formasi ini tersusun atas napal dan batupasir berwarna abu-

abu kebiru-biruan di bagian bawah. Pada batuan ini dijumpai fosil gastropoda

dan pelecypoda seperti Turitella bantamensis, Cominella sangiranensis, Placenfa

sp.,yang mana menunjukkan pengendapan pada kondisi laut dangkal di akhir

pliosen. Selain itu juga terkandung fosil yang menunjukkan kondsisi air payau,

yakni fosil ostrakoda dan pelecypoda jenis Ostrea. Diatas batulempung dijumpai

lapisan kalkarenit dan kalsirudit yang tersusun oleh fragmen fosil (coquina) yang

saling bertumpu yang menunjukkan pengendapan di laut dangkal  dengan energi

besar.

3.1.2 Deskripsi batuan

Jenis batuan yang pertama adalah sedimen klastik dengan warna abu abu

gelap, besar butir lempung –lanau, mengandung fosil molusca, Sortasi baik

dengan struktur perlapisan dan sifat batuan yang karbonatan didefinisikan

sebagai Napal

Jenis batuan yang pertama adalah sedimen klastik dengan warna cokelat,

Besar butir pasir halus – pasir kasar, mengandung fosil molusca sortasi baik,

memiliki struktur perlapisan dan sifat batuan karbonatan didefinisikan sebagai

Batupasir karbonatan

Napal

Batupasir

Page 20: laporan sangiran siap (1)

3.1.3 Potensi geologi

Digunakan untuk bidang keilmuan seperti Biologi, Paleontologi, dan

Paleoantropologi.

3.1.4 Pembahasan Stopsite

Formasi ini tersusun atas napal dan batulempung gampingan berwarna abu-

abu kebiru-biruan di bagian bawah kemudian diikuti dengan batugamping

kalkarenit dan kalsirudit bagian atas yang tersingkap di daerah pusat kubah,

yakni pada daerah depresi di utara desa sangiran serta sepanjang aliran sungai

Puren di sebelah timur dan tenggara desa Sangiran dengan tebal ± 125 m. Napal

dan batulempung sangat mudah tererosi karena bersifat liat dan lunak. Pada napal

banyak dijumpai fosil foraminifera bentonik yang berupa Operculina complanata,

Ammonia beccari, Elphidium Craticulatum bersama dengan fosil gigi ikan hiu

(Soedarmadji, 1976). Selain itu juga dijumpai foraminifera planktonik

seperti Globoratalia acostaensis, G. tumida flexuosa, dan Sphaeroidinella

dehiscens. ini menunjukkan batuan tersebut terendapkan pada akhir pliosen di

laut dangkal yang berhubungan langsung dengan laut terbuka

Batulempung abu-abunya juga bersifat lunak sehingga sering terjadi

gerakan massa di musim hujan, baik dalam bentuk rayapan, aliran, maupun

bongkahan.  Pada batuan ini dijumpai fosil gastropoda dan pelecypoda

seperti Turitella bantamensis, Cominella sangiranensis, Placenfa sp.,yang mana

menunjukkan pengendapan pada kondisi laut dangkal di akhir pliosen. Selain itu

juga terkandung fosil yang menunjukkan kondsisi air payau, yakni fosil

ostrakoda an pelecypoda jenis Ostrea. Diatas batulempung dijumpai lapisan

kalkarenit dan kalsirudit yang tersusun oleh fragmen fosil (coquina) yang saling

bertumpu yang menunjukkan pengendapan di laut dangkal  dengan energi besar.

Adanya fosil Balanuspada kalsirudit menunjukkan pengendapan terjadi pada

daerah pasang surut (litoral). Disamping itu juga dijumpai lapisan batugamping

diatas gamping balanus yang mengandung fosil Ccarbicula  yang menunjukkan

kondisi pengendapan air tawar.

Page 21: laporan sangiran siap (1)

3.2 STOPSITE KEDUA

No. Lokasi pengamatan : Stop site 2 – Formasi Pucangan. Situs Mbah Karsono

1&2

Nama lokasi : DukuhNgampon, situs mbah Karsono, Desa KrikilanKecamatan

Kalijambe, KabupatenSragen

Koordinat GPS : S07˚27’12,14’’E110˚50’0.38’’

Unsur geologi yang diamati : Batulempung hitam

Strike/dip : Situs mbah karsono 1 Strike/dip N300/2˚NW, Situs mbah karsono 2

N210/44˚NW

Hari, tanggal : Minggu, 5 Mei 2013

Waktu pengamatan : 09.00 WIB s/d 09.30 WIB

Cuaca : Cerah

Foto singkapan :

8 meter

2,5 meter

Page 22: laporan sangiran siap (1)

3.2.1 Deskripsi Singkapan

Singkapan ini terletak di dukuh Ngampon, desa Krikilan, Kecamatan

Klaijambedan  Kabupaten Sragen. Formasi ini terendapkan di atas formasi

pucangan yang tersusun oleh breksi vulkanik di bagian bawah dan lempung

hitam di bagian atas. Breksi vulkanik membentuk deretan bukit kecil yang tahan

erosi yang ditempati desa Sangiran itu sendiri dan menumpang secara tidak

selaras di atas formasi kalibeng. Diantara breksi dijumpai sisipan batupasir

konglomeratan dengan fragmen andesit berukuran pasir hingga kerakal. Di

beberapa tempat menunjukkan struktur silang siur tipe palung yang menunjukkan

endapan pasng pada daerah sungai ternyam. Pada batupasir konglomeratan ini

dijumpai fosil vertebrata jenis kuda air dan gajah purba.

Batulempugg

Batupasir

13 meter

7 meter

Page 23: laporan sangiran siap (1)

3.2.2 Deskripsi batuan

Jenis batuan pada stopsite mbah karsono 1 terdiri dari batu sedimen klastik

dengan warna abu abu terang putih besar butir lempung mengandung sedikit fosil

molusca sortasi baik, dengan struktur perlapisan dan sifat batuan karbonatan

dapat didefinisikan sebagai batulempung tufaan

Jenis batuan yang berikutnya adalah jenis batuan sedimen klastik warna

abu abu gelap besar butir lempung mengandung fosil molusca sortasi baik

struktur perlapisan dan sifat batuan karbonatan nama batuan adalah Batulempung

hitam

Jenis batuan pada stopsite mbah karsono 2 terdiri dari jenis batuan sedimen

klastik denga warna abu abu gelap besar butir lempung mengandung fosil

molusca sortasi baik struktur perlapisan sifat batuan karbonatan dan nama batuan

adalah Batulempung hitam

Jenis batuan yang berikutnya adalah jenis batuan sedimen klastik warna

cokelat besar butir pasir halus – pasir kasar mengandung fosil molusca sortasi

baik struktur perlapisan sifat batuan karbonatan nama batuan Batupasir

karbonatan

3.2.3 Potensi geologi

Digunakan untuk bidang keilmuan seperti Biologi, Paleontologi, dan

Paleoantropologi.

3.2.4 Pembahasan

Formasi ini terendapkan di atas formasi pucangan yang tersusun oleh

breksi vulkanik di bagian bawah dan lempung hitam di bagian atas. Breksi

vulkanik membentuk deretan bukit kecil yang tahan erosi yang ditempati desa

Sangiran itu sendiri dan menumpang secara tidak selaras di atas formasi

kalibeng. Diantara breksi dijumpai sisipan batupasir konglomeratan dengan

fragmen andesit berukuran pasir hingga kerakal. Di beberapa tempat

menunjukkan struktur silang siur tipe palung yang menunjukkan endapan pasng

pada daerah sungai ternyam. Pada batupasir konglomeratan ini dijumpai fosil

vertebrata jenis kuda air dan gajah purba

Page 24: laporan sangiran siap (1)

Di atas breksi vulkanik terendapkan batulempung hitam yang mana

berdasarkan kandungan fosilnya dibedakan menjadi dua bagian, yakni

 Bagian bawah hasil pengendapan air laut dan air payau yang terdiri dari

perselingan antara lempung abu-abu kebiruan dengan sisipan tanah diatome dan

lapisan yang mengandung fosil moluska secara melimpah, ostracoda, dan

foraminifera yang menunjukkan kondisi transisi   

Bagian atas yang mana dijumpai lapisan tanah yang menunjukkan struktur

laminasi dan mengandung fosil spesies yang hidup di laut, seperti Chyclothella,

Actinocyclus, Diploneis

Pergantian asosiasi fauna laut dan air tawar, menunjukkan pengendapan

terjadi di dekat laut, dimana selama pengendapan, terjadi beberapa kali invasi

laut, akibat tektonik atau perubahan muka laut

Dari urutan litologi yang menyusun formasi pucangan dapat ditafsirkan

bahwa pengendapanya semula merupakan aliran lahar ke cekungan yang berair

payau, yang terbentuk sejak akhir pengendapan formasi kalibeng, dengan ciri

utama berupa fosil Corbicula. Endapan lahar tersebu mempersempit cekungan air

payau tersebut, yang kemudian akibat sedimentasi yang terus menerus berubah

mnejadi cekungan air tawar, berupa danau atau rawa yang sudah tidak lagi

berhubungan dengan laut. Semua proses ini terjadi pada kala pliosen awal

3.3 STOPSITE KETIGA

No. Lokasi pengamatan : Stop site 3 – Formasi Kabuh dan Lapisan Greenzbank

Nama lokasi : Dukuh Ngampon, Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe,

KabupatenSragen

Koordinat GPS : S07˚28’34,35’’E110˚90’45’’

Unsur geologi yang diamati : Batupasir, lapisan greenzbank dan formasi kabuh

Strike/dip :

Hari, tanggal : Minggu, 5 Mei 2013

Waktu pengamatan : 09.30 WIB s/d 10.30 WIB

Cuaca : Cerah

Page 25: laporan sangiran siap (1)

Foto singkapan :

3.3.1 Deskripsi singkapan :

Singkapan ini terletak di dukuh Ngampon, desa Krikilan, Kecamatan

Kalijambe, Kabupaten Sragen. Singkapan ini merupakan bagian dari formasi

kabuh. Pada singkapan ini terdiri dari singkapan Greenzbank yang ditumpuk

formasi kabuh. Lapisan ini mempunyai kandungan litologi berupa lempung

lanau, pasir dan kerikil. Satuan litologi tersebut ditemukan berselang-seling

dengan lapisan konglomerat dan batu lempung vulkanik. Formasi ini terendapkan

di atas formasi pucangan. Bagian terbawah dari formasi ini tersusun oleh

perlapisan tipis batugamping konglomeratan yang tidak menerus.

3.3.2 Deskripsi batuan

Jenis batuan pada stopsite ini terdiri dari sedimen klastik dengan warna

cokelat besar butir pasir halus – pasir kasar mengandung fosil molusca sortasi

6 meter

5 meter

Greenzbank

Page 26: laporan sangiran siap (1)

baik struktur perlapisan sifat batuan karbonatan nama batuan batupasir

karbonatan

3.3.3 Potensi geologi

Digunakan untuk bidang keilmuan seperti Biologi, Paleontologi, dan

Paleoantropologi.

3.3.4 Pembahasan

Formasi kabuh terendapkan di atas formasi pucangan. Bagian terbawah

dari formasi ini tersusun oleh perlapisan tipis batugamping konglomeratan yang

tidak menerus dengan ketebalan bervariasi antara 0,5-3 meter. Tersusun oleh

fragmen membulat yang terdiri dari kalsedon dan beberapa batuan lain yang telah

mengalami alterasi hidrothermal, bercampur dengan pelecypoda yang

cangkangnya menebal dan membulat karena kalsifikasi dan tersemen dengan

kuat. Lapisan ini terendapkan oleh energi yang tinggi sehingga menghasilkan

onggokan yang berbutir kasar

Pada lapisan batas (grenzbank) ditemukan fosil mamalia, termasuk juga

fragmen fosil hominid, sedangkan diatasnya terdapat perulangan endpan

batupasir konglomeratan di bagian bawah dan berubah ke arah atas menjadi

lapisan batupasir. Batupasir konglomeratannya menunukkan struktur silang siur

paralel dengan skala sedang ketebalan antara 0,3-1,5 meter. Sedangkan batupasir

yang ada di sebelah atas menunjukkan silang siur tipe palung dengan tebal antara

0,3-0,8 meter. Kelompok batu pasir ini diperkirakan terendapkan pada

lingkungan sungai teranyam (Rahardjo, 1981) dalam situasi lingkungan vegetasi

terbuka(semah, 1984). Pada bagian bawah batupasir dijumpai fosil yang

merupakan anggota dari fauna trinil, seperti Binos palaeosundaecus, Bubalus

palaeokerabau, Duboisia santeng.  Ke arah atas dijumpai perwakilan dari fauna

kedungbrubus. Kumpulan ini menunjukkan umur sekitar 0,8 juta tahun

Beberapa tuff dijumpai pada batupasir menunjukkan pada saat

pengendapan terjadi beberapa kali letusan gunung api, yang mana pada batupasir

ini sebagian besar fosil hominid ditemukan. Di bagian tengah dari formsi ini

dijumpai tektit yang berukuran kerikil hingga kerakal (13-40 mm)

Page 27: laporan sangiran siap (1)

BAB IV

SEJARAH GEOLOGI

4.1 SEJARAH GEOLOGI DOME SANGIRAN

Situs Sangiran dikenal dengan istilah “ Sangiran Dome” yang artinya Kubah

sangiran. Situs ini secara geomosfologis merupakan daerah perbukitan dengan

struktur kubah atau dome di bagian tengahnya. Struktur kubah mengalami proses

deformasi yaitu proses patahan, longsoran, dan erosi. Proses deformasi tersebut

membelah kubah sangiran dari kaki kubah sampai ke pusat kubah ditengahnya,

sehingga menyingkapkan lapisan tanah purba dengan dengan sisa – sisa kehidupan

purba yang pernah ada di kawasan itu.

Lapisan tanah dari pusat kubah sampai ke bibir kubah terbagi menjadi empat

formasi stratigrafi yaitu Formasi Kalibeng, Formasi Pucangan, Formasi Kabuh, dan

Formasi Notopuro. Formasi Kalibeng merupakan lapisan tanah tertua dan Formasi

Notopuro merupakan lapisan tanah termuda.

Ilmu Geologi telah membagi sejarah bumi ke dalam empat zaman, yaitu Zaman

Pra-Kambrium, Zaman Paleozoikum (zaman kehidupan tua), Zaman Mesozoikum

(zaman kehidupan pertengahan), dan Zaman Kenozoikum (zaman kehidupan baru).

Zaman Pra-Kambrium berlangsung sejak awal terbentuknya bumi sampai munculnya

kehidupan di bumi. Zaman ini merupakan masa terpanjang dalam sejarah bumi

berlangsung sejak sekitar 570 – 225 juta tahun yang lalu. Zaman Mesozoikum

berlangsung sejak  225 – 65 juta tahun yang lalu. Pada zaman ini kehidupan di muka

bumi didominasi oleh binatang melata seperti dinosaurus Zaman Kenozoikum Tersier

berlangsung sekitar 65 hingga sekarang. Zaman ini dibagi dua masa yaitu Masa

Tersier (65 – 1,87 juta tahun yang lalu) dan masa Kuarter kala 1,8 juta tahun yang

lalu hingga kini.

Situs Sangiran menurut penelitian geologi muncul sejak Zaman Tersier Akhir,

yaitu pada Kala Pliosen Atas sekitar 3 juta tahun yang lalu, dan berlanjut sampai Kala

Plestosen Bawah (1,8 – 0,8 juta tahun yang lalu) dan Plestosen Tengah (0,8 – 0,18

juta tahun yang lalu).

Page 28: laporan sangiran siap (1)

Pada Kala Pliosen Atas (3 juta tahun yang lalu) kawasan Sangiran masih berupa

lautan dalam yang berangsur-angsur berubah menjadi laut dangkal dengan kehidupan

fortaminifera dan moluska laut. Pendangkalan berjalan terus sampai akhir Kala

Pliosen. Pendangkalan akhirnya mencapai daerah litoral. Pada saat itu diendapkan

batu gamping balanus dan batu gamping korbikula. Pada beberapa tempat lingkungan

litoral tersebut membentuk lingkungan payau-payau. Sendimentasi yang berlangsung

mengendapkan satuan napal dan Formasi Kalibeng Atas. Adapun formasi ini terdiri

dari lapisan lapisan napal (marl), lapisan lempung abu-abu (biru) dari endapan laut

dalam, lapisan foraminifera dari endapan laut dangkal, lapisan balanus batu gamping,

dan lapisan lahar bawah dari endapan air payau.

Pada awal Kala Plestosen Bawah, sekitar 1,8 juta tahun lalu, terjadi letusan

gunung api yang hebat. Mungkin berasal dari Gunung Lawu purba sehingga

diendapkan lahar vulkanik yag mengisi laguna Sangiran. Letusan gunung api ini telah

mengubah bentang alam menjadi laut dangkal, menandai dimulainya perubahan

lingkungan laut ke lingkungan darat, sekaligus awal dari mundurnya laut dari

Sangiran. Rawa dan hutan bakau mendominasi lanskap Sangiran hingga sekitar 0,9

juta tahun yang lalu, dicirikan oleh endapan lempung hitam yang diistilah sebagai

formasi pucangan. adapun lapisan penyusunnya yaitu lapisan lempung hitam (kuning)

dari endapan air tawar, lapisan batuan kongkresi, lapisan lempung volkanik (tuff)

(ada 14 tuff), dan lapisan batuan nodul, lapisan batuan diatome warna kehijauan.

Pada sekitar 0,9 tahun lalu, terjadi erosi pecahan gamping pisoid dari

Pegunungan Selatan yang terletak di selatan Sangiran dan kerikil-kerikal vulkanik

dari Pegunungan Kendeng di utaranya. Material erosi tersebut menyatu di Sangiran

sehingga membentuk suatu lapisan keras setebal 1-4 meter, yang disebut grenzbank

alias lapisan pembatas. Pengendapan grenzbank menandai perubahan lingkungan

rawa menjadi lingkungan darat secara permanen di Sangiran.

Sekitar 0,8 juta tahun lalu, tidak lagi dijumpai rawa di Sangiran. Juga tak lagi

terdapat daerah peralihan antara laut dan darat. Manusia kekar Meganthropus

paleojavanicus masih hidup dan berdampingan hidpunya dengan Homo erectus yang

lebih ramping. Kemampuan membuat alat serpih tetap dilanjutkan.

Page 29: laporan sangiran siap (1)

Pada periode berikutnya terjadi letusan gunung yang hebat di sekitar Sangiran,

berasal dari Gunung Lawu, Merapi dan Merbabu purba. Letusan hebat telah

memuntahkan jutaan kubik endapan pasir vulkanik, kemudian diendapkan oleh aliran

sungai yang ada di sekitarnya saat itu. Aktivitas vulkanik tersebut tidak hanya terjadi

dalam waktu yang singkat, tetapi susul-menyusul dalam periode lebih dari 500.000

tahun. Aktivitas alam ni meninggalkan endapan pasir fluvio-volkanik setebal tidak

kurang dari 40 meter, dikenal sebagai Formasi Kabuh. Lapisan ini mengindikasikan

daerah Sangiran sebagai lingkungan sungai yang luas saat itu: ada sungai utama dan

ada pula cabang-cabangnya dalam suatu lingkungan vegetasi terbuka. Salah satu

sungai purba yang masih bertahan adalah Kali Cemoro. Berbagai manusia purba yang

hidup di daerah Sangiran mulai 700.000 hingga 300.000 tahun kemudian terpintal

oleh aliran pasir ini. "Mereka" diendapkan pada sejumlah tempat di Sangiran. Badak,

antilop dan rusa yang ada di grenzbank masih tetap ada pada Formasi Kabuh.

Stegodon sp ditemani jenis lain, Elephas hysudrindicus dan Epileptobos groeneveldtii

(banteng). Lapisan ini merupakan lapisan yang paling banyak menghasilkan fosil

manusia dan binatang.

Saat itu mereka masih meneruskan tradisi pembuatan alat serpih bilah. Pada

Kala Plestosen Tengah inilah Sangiran menunjukkan lingkungan yang paling indah:

hutan terbuka dengan berbagai sungai yang mengalir, puncak dari kehidupan Homo

erectus beserta lingkungan fauna dan budayanya.

Adapun lapisan penyusun fromasi ini, yaitu lapisan konglomerat, lapisan batuan

grenzbank sebagai pembatas, lapisan lempeng vulkanik (tuff) (ada 3 tuff), lapisan

pasir halus silang situs, dan lapisan pasir gravel.

Pada sekitar 250.000 tahun yang lalu, lahar vulkanik diendapkan kembali di

daerah Sangiran, yang juga mengangkut material batuan andesit berukuran kerikil

hingga bongkah. Pengendapan lahar ini tampaknya berlangsung cukup singkat,

sekitar 70.000 tahun.Di atasnya kemudian diendapkan lapisan pasir vulkanik, yang

saat ini menjadi bagian dari apa yang disebut Formasi Notopuro. Manusia purba saat

itu telah memanfaatkan batu-batu andesit sebagai bahan pembuatan alat-alat masif,

Page 30: laporan sangiran siap (1)

seperti kapak penetak, kapak perimbas, kapak genggam, bola-bola batu dan kapak

pem-belah.

Setelah pembentukan Formasi Notopuro, terjadilah pelipatan morfologi secara

umum di Sangiran, yang mengakibatkan pengangkatan Sangiran ke dalam bentuk

kubah raksasa. Erosi K. Cemoro berlangsung terus-menerus di bagian puncak kubah

sehingga menghasilkan cekungan besar yang saat ini menjadi ciri khas dari morfologi

situs Sangiran.

Page 31: laporan sangiran siap (1)

BAB V

KESIMPULAN

Situs sangiran mengungkapkan pertanyaan dunia tentang misteri kehidupan

manusia purba dari pleiosen sampe akhir pliestosen tengah. Sangiran adalah situs

paleo-antropologi di daerah Jawa Tengah, tepatnya di daerah sragen dan karanganyar

yang Memiliki luas 56 km2 . Berdasarkan penelitian geologis, situs Sangiran

merupakan kawasan yang tersingkap lapisan tanahnya akibat proses orogenesa

(pengangkatan dan penurunan permukaan tanah) dan kekuatan getaran di bawah

permukaan bumi (endogen) maupun di atas permukaan bumi (eksogen). Aliran

Sungai Cemoro yang melintasi wilayah tersebut juga mengakibatkan terkikisnya

kubah Sangiran menjadi lembah yang besar yang dikelilingi oleh tebing-tebing terjal

dan pinggiran-pinggiran yang landai. Beberapa aktifitas alam di atas mengakibatkan

tersingkapnya lapisan tanah/formasi periode pleistocen yang susunannya terbentuk

pada tingkat-tingkat pleistocen bawah (lapisan Pucangan), pleistocen tengah (lapisan

Kabuh), dan pleistocen atas (lapisan Notopuro)

Manusia purba bisa sampai ke daerah sangiran tidak lepas dari proses

glasialisasi dengan terbentuknya jembatan darat, jembatan darat tersebut terbentuk

akibat penurunan muka air laut hingga kedalamam 100m sehingga laut jawa, laut cina

selatan dan laut Sumatra yang kedalamannya kurang dari 100m menjadi daratan.

sehingga memudahkan manusia purba yang asalnya dari benua afrika untuk

bermigrasi dan beradaptasi. Manusia purba bermigrasi akibat suhu yang ekstrim di

tempat asalnya, sehingga sampai ke daerah sangiran Jawa Tengah. Disini tempat yg

sangat cocok untuk manusia purba dimana banyaknya makan dan aliran air serta

iklim yang sesuain untuk hidup dan berkembang.

Page 32: laporan sangiran siap (1)

Daftar Pustaka

Bemmelen, R.W., 1949, The Geology Of Indonesia, Vol IA, Government Printing Office, The Haque

Pringgoprawiro, H., 1983, Biostratigrafi dan Paleografi Cekungan Jawa Timur Utara-Suatu Pendekatan Baru-Abstrak Disertasi Doktor, ITB, Bandung (tidak dipublikasikan)

Santosa, Hery. 2000. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Yogyakarta: Universitas SanataDharma.

Sukardi dan T.Budhitrisna, 1992, Peta Geologi Salatiga, Jawa Tengah, Skala 1: 100.000, Bidang Pemetaan Geologi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Energi, Bandung

Tjiptadi, Rusmulia. et al. 2004. Museum Situs Sangiran Sejarah Evolusi Manusia

Purba