BLOK STOMATOGNATHIC SYSTEM LAPORAN KELOMPOK SALIVA Pembimbing/ Tutor: drg. Bambang Tri Hartomo Disusun oleh: Kelompok II Tati Sri Rahmawati G1G011004 Shafira F. Rahayu G1G011009 Melisa Kezia G1G011014 Dita Rahmat N. G1G011019 Andreta Farah Dila G1G011024 Izza Maulida G1G011029 Saskia Vyatarsi G1G011035 Afiya Fathina S. G1G011040 Meilya Putri Pamungkas G1G011045 Yulinda Riski C. G1G011050 Dennis Calvianto G1G010034 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BLOK STOMATOGNATHIC SYSTEM
LAPORAN KELOMPOK
SALIVA
Pembimbing/ Tutor:
drg. Bambang Tri Hartomo
Disusun oleh:
Kelompok II
Tati Sri Rahmawati G1G011004
Shafira F. Rahayu G1G011009
Melisa Kezia G1G011014
Dita Rahmat N. G1G011019
Andreta Farah Dila G1G011024
Izza Maulida G1G011029
Saskia Vyatarsi G1G011035
Afiya Fathina S. G1G011040
Meilya Putri Pamungkas G1G011045
Yulinda Riski C. G1G011050
Dennis Calvianto G1G010034
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO
2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, dzat
Yang Maha Indah dengan segala keindahan-Nya, dzat Yang Maha Pengasih dengan
segala kasih sayang-Nya, yang terlepas dari segala sifat lemah makhluk-Nya. Berkat
Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan Problem Based
Learning pertama tentang Saliva.
Laporan ini tidak mungkin bisa diselesaikan tanpa bantuan berbagai pihak.
Penulis menyampaikan terima kasih dan penhargaann yang setinggi-tingginya
kepada:
1. drg. Bambang Tri Hartomo selaku tutor PBL-1 tentang saliva.
2. Orang tua yang telah memberi motivasi sehingga laporan ini dapat selesai.
Penulis menyadari sepenuhya bahwa laporan ini masih jauh dari
sempurna, dengan dasar itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun.
Purwokerto,29 April 2013
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Tujuan 2
C. Manfaat 2
BAB II ISI
A. Skenario PBL 4
B. Proses Tutorial 1 4
C. Proses Tutorial 2/ Pembahasan 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 1 8
B. Saran 18
DAFTAR PUSTAKA 20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Supartinah (2003) menjelaskan bahwa kesehatan rongga mulut seseorang
tidak dapat dipisahkan dari kesehatan umum individu tersebut, dimana keduanya
adalah suatu kesatuan. Masalah dalam rongga mulut dapat digunakan untuk
pertanda kelainan tubuh lainnya. Contohnya pada kasus penderita asma, dimana
ketika pasien tersebut mengonsumsi obat secara inhalansi maka 80% komponen
obatnya akan tertinggal di dalam mulut yang apabila tidak dibersihkan akan
meningkatkan resiko gingivitis, insidensi karies, kalkulus, dan erosi di gigi serta
perubahan pada komposisi maupun volume saliva. Penjelasan diatas
mencerminkan rongga mulut dapat digunakan sebagai suatu indikasi kesehatan.
Sinaga (2002) menjelaskan saliva dikenal pula dengan istilah salivia
maupun air ludah yang merupakan sekresi cairan dari glandula salivarius mayor
dan glandula salivarius minor yang sangat penting bagi rongga mulut itu sendiri.
Komposisi saliva secara garis besar terbagi menjadi komponen organik,
anorganik, makromolekul dan air. Komponen - komponen saliva yang berada
pada komposisi normal akan mempengaruhi keefektivitasan masing-masing
fungsi saliva yang berbeda berdasar komponen penyusunnya. Fungsi saliva
diantaranya membantu proses pencernaan makanan, membantu proses bicara,
sebagai sistem pertahanan primer tubuh dalam bentuk antiviral, anti bakteri, dan
anti fungal selain itu ia juga berfungsi sebagai mekanisme self-cleansing rongga
mulut.
Saliva berdasar stimulasinya dibagi menjadi saliva yang tidak terstimulasi
dan saliva yang terstimulasi. Saliva yang tidak terstimulasi dapat selalu
ditemukan dalam waktu 24 jam dimana ia lebih akurat dalam pengecekan terkait
kondisi sistemik pasien dibanding pengecekan menggunakan saliva yang
terstimulasi. Saliva yang terstimulasi sendiri dapat ditemukan melalui beberapa
proses yaitu mekanis, kimiawi, neuronal, psikis, dan rasa sakit. Pembagian
1
volume saliva yang tidak terstimulasi dengan volume saliva yang terstimulasi
akan menghasilkan volume saliva yang dikenal dengan curah saliva yang
kemudian digunakan sebagai salah satu indikator adanya kelainan saliva.
Produksi saliva oleh glandula salivarius baik mayor atau minor selain
dipengaruhi ada tidaknya stimulasi, juga dipengaruhi oleh beberapa hal lain
seperti usia dan jenis kelamin, serta keadaan fisik seseorang yang akan dijelaskan
pada bab selanjutnya (Williamson, 2012).
Williamson, dkk (2012) menambahkan bahwa kini saliva dapat berfungsi
sebagai biomarker. Saliva sebagai biomarker disini sebagai pemeriksaan
penunjang dalam menegakkan diagnosis suatu penyakit. Penggunaan saliva
sebagai biomarker mulai banyak digunakan mengingat saliva lebih mudah dan
lebih aman didapatkan dibanding komponen darah serta lebih cepat waktu
pengambilannya karena dapat dilakukan oleh pasien sendiri. Beberapa
pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan saliva diataranya organisme spesifik,
kadar immunoglobulin, dan komponen saliva lainnya. Hal yang perlu diingat
ketika pemeriksaan saliva ini adalah adanya variasi yang besar antar individu,
selain itu ia bersifat multifaktor. Penjelasan diatas menjadi alasan mengapa
mahasiswa kedokteran gigi perlu mengetahui saliva sebagai biomarker dan
diharapkan dapat diaplikasikan dalam penetapan diagnosis ketika menjadi dokter
gigi (Sinaga, 2002).
B. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui komponen saliva dan terkait dengan fungsinya.
2. Mahasiswa dapat mengetahui kondisi normal saliva.
3. Mahasiswa dapat mrngrtahui faktor-faktor yang mempengaruhi curah saliva.
4. Mahasiswa dapat mengetahui dan mengerti fungsi saliva sebagai biomarker.
5. Mahasiswa mengetahui penyakit-penyakit yang terkait dengan saliva.
C. Manfaat
1. Mengetahui dan memahami komposisi, komponen-komponen penyusun saliva
besera fungsi dari setiap komponen tersebut.
2
2. Mengetahui dan memahami kondisi normal saliva yang kemudian terkait
dengan kelainannya.
3. Mengetahui dan memahami factor-faktor yang mempengaruhi produksi dari
curah saliva.
4. Mengetahui dan memahami fungsi saliva sebagai biomarker.
5. Mampu mengetahui penyakit – penyakit yang terkait dengan saliva.
3
BAB II
ISI
A. Skenario
Saliva is composed of water, organic, inorganic, and macromolecules.
Salivary composition is not constant and related to the Circadian cycle. The
consentration of the various components of saliva is markedly affected by
variations in flow rate.
It has become apparent that many systemic diseases, for example
Sjӧgren’s Syndrome, affect salivary gland function and salivary composition.
Studies of the effects of systemic diseases in salivary variables have been
valuable in understanding the pathogenesis of the role and the role of saliva as
biomarkers.
Salivary biomarker is an increasingly important. A growing number of
drugs, hormones, and antibodies can be reliably monitored in saliva, which is in
easily obtainable, non-invasive diagnostic medium. In addition to measuring
antibody, it is possible to identify a number of viral antigens in saliva.
B. Proses Tutorial 1 (Step 1- Step 5)
1. Step 1
a. Saliva: air ludah, diproduksi oleh kelenjar salivarius.
b. Circardian cycle: siklus hormon harian.
c. Sjogren’s Syndrome: sindroma mulut terbakar, salah satu manifestasinya
adalah xerostomia.
d. Systemic disease: penyakit yang menyerang sistem tubuh tertentu yang
dapat mempengaruhi sistem tubuh yang lain.
e. Biomarker: penanda adanya sesuatu yang tidak normal pada tubuh.
2. Step 2
a. Apa saja komponen-komponen yang terdapat dalam saliva?
b. Apa saja fungsi dari saliva?
4
c. Bagaiman ciri-ciri saliva normal dan tidak normal?
d. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi sekresi saliva?
e. Apa hubungan sekresi saliva dengan irama sirkadian?
f. Bagaimana peran saliva sebagai biomarker?
g. Apa saja penyakit sistemik lain yang berhubungan dengan sekresi saliva?
3. Step 3
a. Komponen saliva
1) Air
2) Bahan Organik: IgA
3) Bahan Anorganik: ion Ca, K, Mg, Cl, gas , ,
4) Macromolecules: protein
b. Fungsi saliva
1) Self cleansing
2) Menetralisir asam
3) Membantu menghancurkan makanan
4) Membantu pengecapan
5) Sebagai antibodi, antibakteri, antiviral, antifungal
6) Untuk lubrikasi
c. Ciri-ciri saliva
1) Normal
a) pH netral
b) Warna jernih
c) Sekresinya 500-600 ml/hari
d) Tidak berbau
e) Tidak berasa
2) Tidak Normal
a) pH terlalu asam / terlalu basa
b) Berwarna keruh
c) Sekresi kurang/berlebih
5
d) Berbau
e) Terasa pahit
f) Lebih kental/pekat
d. Faktor yang berpengaruh pada sekresi saliva
1) Rangsang lapar dan makan
2) Adanya kelainan pada kelenjar salivarius
3) Adanya penyakit sistemik
4) Obat-obatan
5) Suhu
6) Cahaya
7) Posisi tubuh
8) Aktivitas
9) Irama sirkadian
10) Kondisi rongga mulut
11) Usia
12) Jenis kelamin
e. Hubungan sekresi saliva dengan irama sirkadian
Sekresi saliva bergantung pada irama sirkadian, dimana pada saat pagi
hari sekresinya akan lebih banyak dibanding dengan malam hari, ini dapat
dikarenakan posisi serta aktivitas tubuh di malam hari lebih rendah
dibandingkan di pagi dan siang hari.
f. Saliva sebagai biomarker
Saliva dapat menjadi penanda adanya kerusakan pada kelenjar
salivarius dan adanya virus atau bakteri, serta dapat membantu memperkuat
diagnosis penyakit-penyakit yang berkaitan dengan sekresi dan komponen
yang ada pada saliva.
g. Penyakit sistemik terkait sekresi saliva
1) HIV/AIDS
2) Diabetes Melitus
3) Diabetes Insipidus
6
4) Hepatitis
5) Stroke
6) Parkinson’s Disease
7) Parotitis
4. Step 4
a. Dijadikan LO
b. Fungsi saliva
1) Self cleansing
2) Menetralisir asam
3) Membantu menghancurkan makanan
4) Membantu pengecapan
5) Sebagai antibodi, antibakteri, antiviral, antifungal
6) Untuk lubrikasi
(Sherwood, 2011)
c. Dijadikan LO
d. Faktor yang mempengaruhi sekresi saliva
1) Rangsang lapar dan makan
2) Adanya kelainan pada kelenjar salivarius
3) Adanya penyakit sistemik
4) Obat-obatan
5) Suhu
6) Cahaya
7) Posisi tubuh
8) Aktivitas
9) Irama sirkadian
10) Kondisi rongga mulut
11) Usia
12) Jenis kelamin
(Kidd, 1991)
7
e. Hubungan sekresi saliva dengan irama sirkadian
Sekresi saliva bergantung pada irama sirkadian, dimana pada saat pagi
hari sekresinya akan lebih banyak dibanding dengan malam hari, ini
dikarenakan posisi serta aktivitas tubuh di malam hari lebih rendah
dibandingkan di pagi dan siang hari (Brooker, 2008).
f. Dijadikan LO
g. Dijadikan LO
5. Step 5
a. Komposisi dan komponen yang terdapat dalam saliva (terkait fungsi
saliva).
b. Ciri-ciri saliva normal dan tidak normal.
c. Hubungan rangsang lapar dan makan dengan sekresi saliva.
d. Peran saliva sebagai biomarker.
e. Siklus yang berpengaruh pada sekresi saliva selain siklus sirkadian.
f. Penyakit-penyakit sistemik lain yang berkaitan dengan sekresi saliva.
C. Proses Tutorial 2 (Pembahasan/Step 7)
1. Komposisi dan Komponen yang Terdapat Dalam Saliva (Terkait Fungsi
Saliva).
Saliva merupakan sekresi dari kelenjar salivarius mayor dan kelenjar
salivarius minor yang keluar melelui duktus pendek dalam rongga mulut.
Kelenjar salivarius mayor ini terdiri dari tiga kelenjar utama, yaitu kelenjar
parotis yang mensekresi serous, kelenjar submandibular yang mensekresi
serous dan mukus, serta kelenjar sublingualis yang mensekresi mukus
(Sherwood, 2011). Sekresi dari kelenjar tersebut memiliki kandungan tertentu,
antara lain :
a. Air
8
Air merupakan komponen terbesar pada saliva. Presentase kandungan
air pada saliva ini ialah 99,5% dan 0,5% kandungannya berasal dari
elektrolit dan protein (Hashim, 2010).
b. Komponen anorganik
1) Klorida
Ion klorida merupakan salah satu kandungan anorganik saliva
yang memiliki fungsi untuk mengaktivasi enzimatik α-amilase.
2) Kalsium dan fosfat
Fungsi dari kalsium dan fosfat pada saliva adalah untuk
melakukan remineralisasi email, sehingga ketika terjadi
demineralisasi email dari perlekatan bakteri tersebut dapat
digagalkan. Hal ini dapat dikatakan bahwa kalsium dan fosfat
memiliki salah satu fungsi saliva sebagai self cleansing.
3) Rodanida dan Thiosinat
Rodanida dan thiosinat berperan sebagai agen antibakterial
yang sistem kerjanya bekerja sama dengan sistem laktoperosidase.
4) Bikarbonat
Bikarbonat memiliki fungsi dan peranan sebagai buffer
terpenting. Peran buffer tersebut ialah dapat mengembalikan pH
saliva kembali mendekati normal saat keadaan terlalu asam maupun
terlalu basa.
(Hashim, 2010)
c. Komponen organik
Komponen organik penyusun saliva ini secara umum terdiri dari
protein, lipid, glukosa, asam lemak, asam amino, amoniak, dan vitamin.
Komponen organik utamanya ialah protein yang memiliki kuantitaf
pentingnya yaitu enzim α-amilase. Protein yang terkandung tersebut
merupakan protein yang kaya prolin, musin, dan imunoglobulin. Protein
juga mampu untuk meningkatkan ketebalan acquired pellicle, sehingga
mampu untuk menghambat pengeluaran ion fosfat dan kalsium dari
9
enamel. Produksi dari protein ini berasal dari lapisan luar epitel glandula
salivarius (Hashim, 2010).
Macam-macam komponen organik pada saliva terkait fungsi, antara
lain :
1) α-amilase
Enzim α-amilase ini merupakan penggerak awal mula
terjadinya pencernaan karbohidrat di dalam mulut. Enzim tersebut
merupakan kesatuan karbohidrat kecil yang dapat memecahkan
polisakarida menjadi monosakarida, sehingga lebih mudah dicerna
(Hashim, 2010).
2) Lisozim
Lisozim memiliki peranan penting sebagai agen antibakterial
yang dapat melisiskan bakteri dengan cara merusak dinding selnya
dan membilas bahan makanan yang berperan sebagai pertumbuhan
bakteri (Hashim, 2010).
3) Kalikren
Kalikren merupakan protein tertentu didalam saliva yang
merupakan faktor pembekuan darah XII, VII, IX, dan platelet
(Hashim, 2010).
4) Laktoperosidase
Latoperosidase berfungsi untuk mengkatalis oksidasi CNS
(thiosinat) menjadi OSCN (hypothiosinat), sehingga dapat
menghambat pertukaran dan pertumbuhan zat bakteri (Hashim,
2010).
5) Mucin
Kandungan mucin didalam rongga mulut memiliki peranan dan
fungsi penting dalam mencegah terjadinya kekeringan didalam
rongga mulut, membentuk makanan menjadi bolus, dan sebagai agen
antibakteri serta antivirus. Terlibatnya mucin sebagai agen antibakteri
10
dan antivirus tersebut disebabkan oleh kandungan IgA di dalam
saliva (Hashim, 2010).
6) Gustin
Komponen gustin dalam saliva memiliki pernanan dalam
proses pengecapan, karena gustin tersebut mampu untuk
memaksimalkan fungsi dari kuncup kecap (Hashim, 2010).
7) Immunoglobulin
Immunoglobulin terlibat pada sistem penolakan fisik dan agen
antibakteri. Immunoglobulin terdiri dari sebagian besar IgA
sekretorik (SIgA) dan sebagian kecil IgM dan IgG. Aktivitas
antibakteri SIgA yang terdapat dalam mukosa mulut bersifat mukus
dan bersifat melekat dengan kuat, sehingga antigen dalam bentuk
bakteri dan virus akan melekat erat dalam mukosa mulut yang
kemudian dilumpuhkan oleh SIgA. Bakteri mulut yang diselubungi
oleh SIgA lebih mudah difagositosis oleh leukosit (Amerongen, 1991
dan Rensburg, 1995).
8) Protein Kaya Prolin
Protein kaya prolin membentuk suatu kelas protein dengan
berbagai fungsi penting yaitu mempertahankan konsentrasi kalsium
di dalam saliva agar tetap konstan yang menghambat demineralisasi
dan meningkatkan remineralisasi (Amerongen, 1991).
9) Sistem Peroksidase
Peroksida berperan sebagai sistem antibakteri yang banyak
hadir pada kelenjar parotis, terdiri dari hidrogen peroksida, tiosanat
dan laktoproksidase (Rensburg, 1995). Sistem ini menghambat
produksi asam dan pertumbuhan bakteri streptokokus dan
laktobasilus yang ikut menjaga pH rongga mulut sekaligus
mengurangi terjadinya karies akibat asam yang dihasilkan oleh
bakteri (Grant, 1988).
11
10) Laktoferin
Laktoferin merupakan hasil produksi sel epitel kelenjar dan
leukosit PMN yang mempunyai efek bakterisid yang merupakan
salah satu fungsi proteksi terhadap infeksi mikroorganisme ke dalam
tubuh manusia (Roth, 1981). Laktoferin juga mengikat ion ion Fe³+,
yang diperlukan bagi pertumbuhann bakteri (Amerongen, 1991).
2. Ciri-Ciri Saliva Normal dan Tidak Normal
a. Ciri saliva normal
1) Rata-rata laju sekresi: Unstimulated 0,3-0,4 ml/menit
Stimulated 1-3 ml/menit
(Tenevuo, 1994)
2) Tidak berwarna, tidak berbuih, dan jernih (Amerogen, 1991).
3) pH berkisar 6,0 – 7,4, dengan rata-rata 6,8 pada semua kondisi, tanpa
stimulasi (Hofman, 2001).
4) Terdiri dari air (90%), komponen organik (0,2%), dan komponen
anorganik (0,3%) ( Talwar, 2006).
5) Komposisi dari komponen anorganik:
a) Bikarbonat: 5,7 ± 2,7 mmol/L
b) Sodium: 8,5 – 24 mmol/L
c) Potasium: 12,5 – 16 mmol/L
d) Kalsium: 2,3 – 2,5 mmol/L
e) Clorida: 2,5 – 17,5 mmol/L
f) Fosfor: 7,5 – 21 mmol/L
(Talwar, 2006)
6) Rata-rata laju sekresi pada keadaan tertentu:
a) Tidur: 0,1 ml/menit
b) Terjaga: 0,3 ml/menit
c) Mengunyah: 4 ml/menit
(Hofman, 2001)
b. Ciri saliva tidak normal
12
1) Hiposalivasi atau xerostomia adalah suatu keadaan dimana rata-rata
laju sekresi saliva dibawah dari kadar normal. Terkadang menimbulkan
gejala mulut terbakar (Hashim, 2010 dan Bradley, 2010).
2) Hipersalivasi atau disebut juga dengan sialorrhea merupakan suatu
keadaan dimana rata-rata laju sekresi salisi melibihi dari kadar normal.
Hipersalivasi minor akan menyebabkan iritasi lokal. Sedangkan
hipersalivasi mayor akan mengakibatkan angular cheilitis (Neil, 2004).
3) Rata-rata laju sekresi:
a) Unstimulated dibawah 0,1 ml/menit termasuk hiposalivasi dan
dikatakan rendah bila berkisar 0,1-0,25 ml/menit.
b) Stimulated dibawah 0,7 ml/menit termasuk hiposalivasi dan
dikatakan rendah bila berkisar 0,7-1 ml/menit.
(Tenovuo, 1994)
3. Hubungan Rangsang Lapar dan Makan dengan Sekresi Saliva.
Menurut Amerongen (1991), pada proses sekresi saliva dapat dipengaruhi
oleh beberapa rangsang diantaranya :
a. Rangsang kimiawi: berupa rasa pedas, asam, manis, dan sebagainya.
b. Rangsang mekanis: berupa rangsang pengunyahan
c. Rangsang sakit : gingivitits, protesa, dan adanya inflamasi
d. Rangsang psikis : kondisi stress dan marah.
e. Rangsang neurologis : berasal dari saraf otonom baik simpatis maupun
parasimpatis.
Menurut Talwar (2006), sekresi saliva sebagian besar berada dibawah
kontrol sistem saraf otonom yaitu rangsang saraf simpatis dan parasimpatis.
Rangsang saraf simpatis menyebabkan terjadinya vasokonstriksi sehingga
sekresi saliva menjadi sedikit, sedangkan rangsang saraf parasimpatis yang
disertai vasodilatasi pada kelenjar menyebabkan sekresi saliva dengan jumlah
banyak dan encer. Mekanisme sekresi saliva pada saat makan dan lapar adalah
sebagai berikut :
a. Mekanisme sekresi saat makan
13
Mula-mula makanan masuk ke dalam mulut, pada kondisi ini mulut
dan lidah berperan sebagai reseptor. Kemudian rangsang dihantarkan
menuju medula yang merupakan pusat dari sekresi saliva, rangsang dari
medula kemudian dihantarkan ke neuron parasimpatik. Oleh neuron
parasimpatik rangsang dihantarkan menuju nukleus salivarius, dimana
nukleus salivarius superior mempersrafi kelenjar sublingualis dan kelenjar