KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI
Disusun oleh :Nama: Christianty Kumala DewiNIM :
11.70.0085Kelompok A4
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI
PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
20141. HASIL PENGAMATAN1.1. Tabel pengamatan Kinetika
KelompokPerlakuanWaktu MO tiap petakRata-rata/ MO tiap
petakRata-rata/ MO tiap ccOD (nm)pHTotal Asam
1234
A1Sari Apel + S. cerevisiaeN0119151011,254,5 x
1070,52952,9025,344
N244125182226,51,06 x 1080,26832,8823,808
N485357625155,752,23 x 1080,55542,9723,424
N7260868292803,2 x 1081,04763,1819,2
N962081722441802018,04 x 1081,47082,9119,584
A2Sari Apel + S. cerevisiaeN02623222824,759,9 x
1071,04172,9525,436
N242624222519,257,7 x 1070,67792,8821,312
N482940398247,51,9 x 1080,84743,0121,696
N7224118106104105,54,22 x 1080,87233,1622,08
N961401891451181485,92 x 1081,41373,0720,16
A3Sari Apel + S. cerevisiaeN014171514156 x
1070,82412,9025,152
N242250505644,51,78 x 1080,22172,8723,616
N481101221191171174,68 x 1081,00592,9919,2
N72112103112104107,754,31 x 1081,28913,1220,16
N9684626874722,88 x 1080,93423,1120,16
A4Sari Apel + S. cerevisiaeN0810201212,55 x
1070,77782,9624,96
N244350503243,751,75 x 1080,79772,8821,12
N4899829810094,753,79 x 1081,09843,0428,8
N72108101929899,753,99 x 1080,96303,2129,76
N961151171111121113,754,55 x 1080,91693,2419,2
A5Sari Apel + S. cerevisiaeN02320211920,758,3 x
1070,91692,93223,424
N2442465256491,96 x 1080,71962,8822,08
N487178827476,253,05 x 1080,61733,0430,72
N7282103106115101,54,06 x 1081,45403,2622,08
N96131207125154154,256,17 x 1081,24873,2120,16
Pada tabel pengamatan kinetika diatas dapat dilihat bahwa dengan
perlakuan yang sama yaitu sari apel yang ditambah dengan S.
cereviceae pada kelompok A1 hingga A5 memiliki hasil yang
berbeda-beda. Pada kelompok A1, A4 dan A5 nilai rata-rata/ MO tiap
petaknya dari jam ke-0, 24, 48, 72 dan 96 mengalami peningkatan dan
tidak mengalami penurunan. Sedangkan pada kelompok A2, terjadi
penurunan nilai rata-rata/ MO tiap petak dari 24,75 pada jam ke-0
menjadi 19,25 pada jam ke-24, namun mengalami peningkatan nilai
rata-rata/ MO tiap petak pada jam ke-48, 72 dan 96. Lalu pada
kelompok A3, pada awalnya nilai rata-rata/ MO tiap petak mengalami
peningkatan pada saat jam ke-0, 24 dan 48. Namun mengalami
penurunan pada nilai rata-rata/ MO tiap petaknya pada jam ke- 72
dan 96. Pada dasarnya nilai rata-rata/ MO tiap cc berbanding lurus
atau sama dengan nilai rata-rata/ MO tiap petak. Sedangkan nilai OD
terbesar pada kelompok A1 dan A2 yang sama yaitu pada jam ke-96 dan
pada kelompok A3 dan A5 dihasilkan nilai OD terbesar yang sama pada
jam ke- 72. Sedangkan pada kelompok A4 dihasilkan nilai OD terbesar
pada jam ke-48. Dari keseluruhan kelompok, nilai OD terbesar
dihasilkan pada kelompok A1 pada jam ke-96 yaitu sebesar 1,4708 dan
nilai OD terkecil dihasilkan pada kelompok A3 pada jam ke-24 yaitu
sebesar 0,2217. Pada nilai pH dapat dilihat bahwa pada kelompok A1,
A2, A3, dan A5 nilai pH tertinggi dihasilkan pada jam ke-72,
sedangkan pada kelompok A4 nilai pH tertinggi dihasilkan pada jam
ke-96. Dari keseluruhan kelompok Nilai pH tertinggi pada kelompok
A5 yang dihasilkan pada jam ke-72 yaitu sebesar 3,26. Pada total
asam tertinggi pada jam ke-0 dihasilkan oleh kelompok A1, A2, dan
A3, pada kelompok A4 total asam tertinggi padajam ke-72 dan pada
kelompok A5 total asam tertinggi pada jam ke- 48. Sedangkan Total
asam tertinggi dari keseluruhan kelompok dihasilkan oleh kelompok
A5 pada jam ke- 48 sebesar 30,72 mg/ml .
1.2. 3Grafik Kinetika1.2.1. Grafik Hubungan OD dengan Waktu
Pada grafik hubungan OD dengan waktu diatas dapat dilihat bahwa
secara keseluruhan pada masing-masing kelompok mengalami penurunan
nilai OD pada saat waktu jam ke-24 dan akan meningkat kembali pada
jam ke-48. Setelah mengalami peningkatan, pada kelompok A3, A4 dan
A5 akan menurun kembali pada jam ke-96.
1.2.2. Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Waktu
Pada grafik hubungan jumlah sel dengan waktu dapat dilihat bahwa
dengan bertambahnya waktu maka akan dihasilkan jumlah sel yang
semakin meningkat. Namun, pada kelompok A2 terjadi penurunan jumlah
sel pada jam ke- 24 dan mengalami peningkatan jumlah sel kembali
pada jam selanjutnya. Pada kelompok A3 mengalami peningkatan jumlah
sel dari jam ke-0 hingga jam ke-48, akan tetapi pada jam ke-72 dan
96 mengalami penurunan jumlah sel. Secara keseluruhan semua
kelompok menghasilkan jumlah sel terbesar pada jam ke-96, kecuali
pada kelompok A3 dihasilkan pada jam ke-48.
41.2.3. Grafik Hubungan Jumlah sel dengan pH
Pada grafik hubungan jumlah sel dengan pH diatas dapat dilihat
bahwa secara keseluruhan dengan bertambahnya jumlah sel maka nilai
pH juga akan bertambah. Terdapat pula beberapa kelompok yang pHnya
menurun. Secara umum pH dari cider apel malang ini sebesar 2,87
hingga 3,26.
1.2.4. Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan OD
5Pada grafik hubungan jumlah sel dengan OD dapat dilihat secara
keseluruhan bahwa seiring dengan bertambahnya jumlah sel yang
dihasilkan maka akan mengalami peningkatan pada OD (optical
density) pula. Namun, ada pula kelompok yang mengalami penurunan
jumlah sel ketika nilai OD bertambah. Jumlah sel tertinggi
dihasilkan oleh kelompok A1 dengan nilai OD sebesar 1,4708.
Sedangkan jumlah sel terendah dihasilkan juga oleh kelompok A1
dengan nilai OD sebesar 0,5295.
1.2.5. Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Total Asam
Pada grafik hubungan jumlah sel dengan total asam dapat dilihat
bahwa semakin tinggi jumlah sel maka total asam yang didapatkan
akan semakin tinggi dan pada hasil tertentu maka akan turun
kembali.
2. PEMBAHASAN
Praktikum yang telah dilakukan bertujuan untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi produksi biomassa, untuk mengetahui
hubungan absorbansi (OD) dengan konsentrasi sel, untuk mengetahui
perhitungan sel dengan menggunakan metode haemocytometer serta
untuk mengetahui cara mengukur asam dalam produk minuman vinegar.
Sebelum membahas lebih dalam, perlu diketahui pengertian dari
biomassa. Schlegel (1994) menyatakan bahwa sejumlah sel yang
berasal dari pertumbuhan suatu mikrobia pada media cair ataupun
media padat disebut biomassa.
Fermentasi merupakan proses metabolisme yang akan menghasilkan
produk-produk hasil pemecahan dari substrat organik yang berfungsi
sebagai donor atau akseptor hidrogen. Fermentasi juga merupakan
pemecahan gula menjadi alkohol dan CO2. Hasil fermentasi tergantung
jenis bahan pangan (substrat), macam mikroba dan proses
metabolismenya. Pada prinsipnya semua mikroorganisme menggunakan
karbon sebagai substrat utamanya baru kemudian nitrogen. Sehingga
hampir semua bahan yang mengandung C (karbon) dan N (nitrogen)
dapat digunakan sebagai medium fermentasi yang sempurna untuk
menghasilkan alkohol. Sumber C dan N alami dapat ditemukan pada
buah maupun sayur. Buah yang mengandung gula tinggi dapat digunakan
sebagai medium yang baik serta bahan alami lain dapat digunakan
sebagai sumber N (Schlegel & Schmidt, 1994).
6Menurut Winarno et al. (1980), fermentasi dapat terjadi karena
adanya kesesuaian antara aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada
substrat organik. Terjadinya fermentasi ini dapat menyebabkan
perubahan sifat bahan pangan. Sebagai contoh misalnya buah atau
sari buah dapat menghasilkan rasa dan bau alkohol, ketela pohon dan
ketan dapat berbau alkohol atau asam (tape), susu menjadi asam dan
lain-lain. Produk (metabolit) hasil fermentasi yang berhubungan
dengan pengawetan makanan adalah alkohol. Bila kondisi lingkungan
memungkinkan, makanan-makanan yang dihasilkan melalui proses
fermentasi alkohol akan mengalami fermentasi lebih lanjut dengan
menghasilkan produk-produk asam. Terjadinya fermentasi lebih lanjut
ini dapat ditandai dengan timbulnya rasa asam pada makanan
tersebut.
7Pada jurnal Slow Fermentation In French Cider Processing Due To
Partial Biomass Reduction dikemukakan oleh Nogueira, A. (2008)
bahwa cider merupakan salah satu produk utama dari industri
pengolahan apel Perancis dengan kadar alkohol yang rendah dan
terdapat gula sisa didalamnya. Untuk mendapatkan rasa produk
fermentasi cider apel yang diinginkan biasanya akan dicampur dengan
berbeda kategori buah-buahan karena varietas apel sendiri terdapat
rasa yang berbeda sesuai dengan keasaman dan polifenol yang
dimiliki buah.
Pada praktikum kinetika fermentasi dalam produksi minuman
vinegar ini dengan cara membiakkan yeast Saccharomyces cereviceae
ke dalam sari apel malang yang merupakan proses fermentasi batch.
Hal ini telah sesuai dengan teori menurut Sumarni (1984) yang
menyatakan bahwa tidak ada penambahan nutrien selama inokulasi
substrat pada proses fermentasi batch. Sehingga nutrien yang
terdapat didalamnya pada saat inokulasi hari pertama akan habis
karena dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Hal
yang serupa juga dikemukakan oleh Schelgel & Schmidt (1994)
bahwa yeast adalah mikroorganisme, dan merupakan salah satu mahluk
hidup yang sangat kecil ukurannya. Pada umumnya Yeast digunakan
untuk adonan roti yaitu bakers yeast. Bakers yeast merupakan yeast
yang diproduksi secara industri, biasanya spesies yeast yang
dikomersialkan adalah yeast fermentasi permukaan. Jenis spesiesnya
Saccharomyces cereviseae yang ditumbuhkan dalam suatu fermentasi
aerobik dalam fed batch. Bakers yeast memiliki temperatur yang
optimal untuk pertumbuhan selama fermentasi adalah 28oC hingga 32oC
dengan pH lingkungan optimal antara 4-5. Hal serupa juga
dikemukakan pada jurnal Decreasing of production of ethanol by
Saccharomyces cerevisiae metabolism control oleh Berlot, M. (tt)
bahwa suhu fermentasi yang lebih tinggi akan memulai produksi lebih
cepat dari gliserol sebagai osmoregulator utama dan redoks
menyeimbangkan substansi. Dengan suhu yang tinggi maka durasi fase
lag dan delay sebelum inisiasi fermentasi menjadi lebih pendek. Dan
penerapan kejutan panas selama proses fermentasi aktif metode yang
efektif dan sederhana meningkatkan gliserol konsentrasi dalam
anggur. Fermentasi dalam praktikum ini merupakan fermentasi
alkohol, di mana yang digunakan adalah S.cerevisae seperti yang
dikatakan oleh Taillandier (2006) bahwa fermentasi dengan
menggunakan S.cerevisae merupakan fermentasi alkohol.
8Menurut Coleman (2007) pada jurnal Temperature-Dependent
Kinetic Model For Nitrogen-Limited Wine Fermentations mengemukakan
bahwa fermentasi pada suhu tinggi menghasilkan sisa nitrogen yang
tinggi pula pada akhir fermentasi. Penggunaan gula sepenuhnya
penting untuk model apapun dalam memprediksi stuck fermentation.
Stuck fermentation sering berkaitan dengan kecukupan nutrisi
terutama nitrogen. Konsentrasi minimal nitrogen yang dibutuhkan
dipengaruhi oleh suhu dan konsentrasi gula awal.Fermentasi dengan
nitrogen yang rendah sensitif terhadap suhu ekstrim. Fermentasi
berjalan paling cepat pada suhu 25o C walaupun suhu 11-25o C dapat
juga digunakan. Untuk kadar nitrogen yang rendah pada kondisi awal,
aktivitas fermentasi lebih bermasalah pada suhu rendah ataupun
tinggi karena menghasilkan sel yang lebih sedikit.
Praktikum ini dimulai dengan proses sterilisasi sari apel malang
yang telah dimasukan kedalam 5 erlenmeyer masing-masing 250 ml.
Menurut Fardiaz (1992), proses sterilisasi ini bertujuan untuk
membunuh atau mematikan semua jasad renik/mikroorganisme yang
terdapat pada suatu benda, sehingga bila kultur ditumbuhkan didalam
suatu medium tidak ada lagi jasad renik lain yang dapat berkembang
biak.
Gambar 1. Sterilisasi Sari buah apel di waterbath
9Selanjutnya dilakukan inokulasi Saccharomyces cereviceae
kedalam sari apel secara aseptis. Menurut Hadioetomo (1993), teknik
aseptis ini bertujuan untuk mencegah infeksi diri dari bakteri yang
merugikan serta mencegah agar kultur yang akan ditumbuhkan nantinya
tidak tercemar oleh kontaminan-kontaminan yang tidak diinginkan
(mencegah tercemarnya biakan murni, yaitu biakan yang hanya terdiri
dari satu spesies tunggal), baik karena kontaminasi praktikan
maupun karena kontaminasi udara lingkungan sekitar. Penggunaan sari
dari buah apel sudah sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
Reddy et al. (2010) dalam jurnal yang berjudul Production and
Characterization of Wine with Sugarcane Piece Immobilized Yeast
Biocatalyst bahwa penggunaan sari apel dapat mendukung imobilisasi
sel yeast karena kandungan gula tinggi yang dimiliki sari apel akan
membuat kadar alkohol yang dihasilkan akan lebih banyak, dan dapat
juga meningkatkan aroma, rasa dan kualitas, serta memepercepat
proses fermentasi.
Selanjutnya dilakukan pengujian yaitu pengukuran biomassa dengan
menggunakan Haemocytometer, penentuan total asam selama fermentasi
berlangsung, pengukuran pH minuman vinegar, penentuan hubungan
absorbansi dengan kepadatan sel. Pada pengukuran biomassa dengan
menggunakan Haemocytometer ini tidak hanya dilakukan pada hari
pertama, namun juga pada hari setelahnya hingga 5 hari dan
pengambilan sampel ini dilakukan setiap 24 jam sekali.
Menurut Hadioetomo (1993), Haemocytometer merupakan suatu ruang
hitung yang terdiri atas petak-petak berukuran kecil untuk
menghitung jumlah sel di bawah mikroskop. Setelah dilakukan
perhitungan kepadatan S. cereviceae pada hari ke-0 selanjutnya
erlenmeyer diinkubasi pada shaker incubator. Selain dilakukan
penghitungan jumlah sel, juga diukur penentuan OD dengan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm.
Pada jurnal Pengaruh Pemberian Beras yang Difermentasi oleh
Monascus purpureus Jmba terhadap Darah Tikus Putih (Rattus Sp.)
Hiperkolesterolemia menurut Triana & Novik (2006),
Haemacytometer merupakan sebuah alat yang digunakan untuk
menghitung jumlah sel dalam darah, namun alat ini juga bisa
digunakan untuk menghitung densitas sel dari alga yang tergolong
kecil. Haemacytometer digunakan untuk sel dengan densitas > 104
sel/ml. Haemacytometer memiliki jumlah ruang yang berbedabeda
tergantung pada produsen pembuatnya. Pada umumnya haemacytometer
ini memiliki bagian berukuran 1x1 mm2 yang kemudian terbagi menjadi
sembilan bentuk persegi. Untuk meletakkan sampel pada
haemacytometer, sampel diambil dengan menggunakan pipet tetes lalu
diletakkan diatas cekungan yang ada pada haemacytometer. Tutup
permukaan cekungan tersebut dengan menggunakan penutup kaca tipis
dan amati dengan menggunakan mikroskop, hal ini sesuai dengan yang
dilakukan dalam praktikum.
10Dalam jurnal Kinetic Studies On Alcoholic Fermentation Under
Substrate Inhibition Conditions Using A Bioreactor With Stirred Bed
Of Immobilized Yeast Cells yang ditulis oleh Irina, A. (2010)
mengemukakan bahwa tingkat pembentukan selama fermentasi alkohol
dengan inokulum S. cereviseae dan substrat glukosa
menggunakanbioreaktor dan diaduk menunjukkan kemungkinan untuk
menggunakan biokatalis ini selama lima sampai lebih dari sembilan
siklus fermentasi
Selama fermentasi berlangsung, erlenmeyer yang berisi sari apel
dan inokulum diletakkan di atas shaker yang kecepatannya sudah
diatur. Gerakan berputar shaker menyebabkan media mengalami aerasi.
Menurut Said (1987), shaker inkubator berfungsi sebagai aerasi dan
agitasi. Aerasi harus tersedia untuk mikroorganisme dengan jenis
kultur yang di bawah permukaaan air sehingga oksigen yang dimiliki
cukup untuk syarat metabolik, sedangkan agitasi harus menjamin
bahwa suspensi yang seragam dari sel mikroba dapat dicapai pada
medium nutrien yang homogen. Namun, perlakuan penggoyangan juga
harus secara optimal agar efek pertumbuhan akan terpenuhi karena
dengan perlakuan penggoyangan terlalu besar intensitasnya, maka
proses respirasi juga akan meningkat, yang berakibat pada
peningkatkan produksi gas CO2 dan menurunkan produksi O2 meskipun
proses shaker terus dilakukan sepanjang waktu dan pada akhirnya
akan tetap menurunkan hasil sel.
11Gambar 2. Shaker incubator
Pada penentuan total asam selama fermentasi dilakukan dengan
menggunakan metode titrasi. Sampel yang telah disiapkan diambil
sebanyak 10ml dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Titrasi dilakukan
dengan penambahan indikator PP dan titrasi akan dihentikan apabila
terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Gambar 3. Sebelum
titrasi Sesudah titrasi Penentuan kadar total asam menggunakan
rumus : Kadar total asam (mg/ml) :
Sedangkan pada pengukuran pH cider apel malang ini dengan
menggunakan pH meter setelah diambil sampel sebanyak 10 ml.
Gambar 4. PengukuranHaemocytometer jam ke-0
12Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa pada jam ke-0 jumlah
sel masih sedikit dan bergerombol.
Gambar 5. PengukuranHaemocytometer jam ke-24
Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa pada jam ke-24 jumlah sel
mulai bertambah sedikit dan mulai tidak banyak yang terlihat
bergerombol.
Gambar 6. PengukuranHaemocytometer jam ke-48
Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa pada jam ke-48 jumlah sel
mulai bertambah banyak dan pada tahap inilah biasanya terjadi fase
log atau fase stationer.
Gambar 7. PengukuranHaemocytometer jam ke-72
13Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa pada jam ke-72 jumlah
sel tetap bertambah banyak.
Gambar 8. PengukuranHaemocytometer jam ke-96
Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa pada jam ke-96 jumlah sel
masih banyak dan mencapai rata-rata jumlah sel sebesar 113,75 yang
berati bahwa pada jam ke-96 ini fase log atau fase stationer masih
berlangsung.
Hasil dari pengamatan kinetika fermentasi dalam produksi minuman
vinegar dapat dilihat pada tabel 1. bahwa dengan perlakuan yang
sama yaitu sari apel yang ditambah dengan S. cereviceae pada
kelompok A1 hingga A5 memiliki hasil yang berbeda-beda. Pada hasil
secara keseluruhan jumlah mikroorganisme meningkat seiring
bertambahnya waktu fermentasi, tetapi ada pula yang menurun pada
hari terakhir.
Pada hubungan absorbansi dengan waktu secara keseluruhan pada
masing-masing kelompok mengalami penurunan nilai OD pada saat waktu
jam ke-24 dan akan meningkat kembali pada jam ke-48. Setelah
mengalami peningkatan, pada kelompok A3, A4 dan A5 akan menurun
kembali pada jam ke-96.
Pada hubungan antara jumlah sel dengan waktu dapat dilihat pada
grafik 2. bahwa dengan meningkatnya waktu maka jumlah sel juga
meningkat. Terutama pada jam ke-48 pada semua kelompok mengalami
peningkatan jumlah sel. Hal ini sesuai dengan teori Stanburry &
Whitaker (1984) bahwa pada jam ke-48 pertumbuhan sel telah memasuki
fase log. Fase log atau dikenal juga dengan fase eksponential,
adalah fase di mana jumlah mikroorganisme meningkat secara
eksponential. Pada industri biasanya fase ini diperpanjang sebisa
mungkin supaya hasil biomassa yang diperoleh akan semakin banyak
dan akan semakin menguntungkan. Pada kelompok A2 terjadi penurunan
pada jam ke-24 hal ini selaras dengan teori dari Matz (1992) yang
menyatakan bahwa penurunan jumlah biomassa pada jam ke-24 ini
disebabkan karena alkohol yang terbentuk cukup banyak sehingga
mampu menghambat pertumbuhan yeast. Pada hari setelahnya, jumlah
yeast meningkat dikarenakan alkohol telah habis karena menguap dan
dipakai oleh yeast hari sebelumnya, dan nutrisi yang tersedia dapat
dipakai dengan baik tanpa kompetisi yang ketat karena jumlah yeast
telah berkurang. Silva (2007) juga menyatakan bahwa produksi
alkohol dan saccharose yang banyak didapatkan pada 48 jam setelah
fermentasi dilakukan.
14Kultur batch atau kultur terbatas adalah contoh dari sistem
kultur tertutup yang berisi nutrien dalam jumlah terbatas. Kultur
yang diinokulasi akan melalui beberapa fase, yaitu :a. fase lag
dimana ada proses komersial panjang fase lag diturunkan semaksimal
mungkin. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan inokulum yang
tepat.b. Fase log adalah fase di mana jumlah mikroorganisme
meningkat secara eksponential. c. Fase stationer adalah suatu fase
di mana pertumbuhan mikroorganisme terhambat ataupun tidak
bertambah lagi jumlahnya. Hal ini dikarenakan ketersediaan nutrien
yang diperlukan mulai habis, sehingga tidak terjadi pembelahan oleh
mikroorganisme. Akhir dari fase ini adalah fase kematian, di mana
mikroorganisme yang ada akan semakin menurun jumlahnya. Akan tetapi
tidak akan mencapai angka nol karena mikroba yang mati yang akan
menjadi sumber nutrien bagi mikroba yang masih hidup (Stanburry
& Whitaker, 1984)
Hubungan jumlah mo dengan pH dapat dilihat pada grafik 3. bahwa
secara keseluruhan dengan bertambahnya jumlah sel yang dihasilkan
maka pH yang dihasilkan juga akan bertambah dengan demikian
mengalami penurunan keasaman. Namun pada penurunan tersebut tetap
saja rata-rata pH dari cider apel malang ini sebesar 2,87 hingga
3,26.
15Dari grafik hubungan jumlah sel dengan OD dapat dilihat pada
grafik 4. secara keseluruhan bahwa seiring dengan bertambahnya
jumlah sel yang dihasilkan maka akan mengalami peningkatan pada OD
(optical density) pula. Namun, ada pula kelompok yang mengalami
penurunan jumlah sel ketika nilai OD bertambah. Menurut Adelberg
(1986), semakin keruh suatu media maka jumlah sel pada media
tersebut semakin banyak. Kekeruhan tersebut menunjukkan konsentrasi
sel yeast yang terdapat pada medium tersebut. Maka pengukuran nilai
absorbansi atau penghamburan cahaya dari suatu yeast atau bakteri
akan menentukan perkiraan konsentrasi sel dalam medium.
Menurut Hayes (1995), faktor lingkungan juga dapat berpengaruh
pada pertumbuhan mikroorganisme seperti makanan atau nutrient,
suhu, kelembaban, oksigen, dan pH. Masing-masing dari komponen ini
merupakan faktor yang penting dan dapat membatasi pertumbuhan.
NutrientNutrien dibutuhkan oleh bakteri, tidak hanya sebagai sumber
energi tetapi juga untuk membentuk protoplasma dan struktur
mikroorganisme tersebut. Beberapa elemen yang penting dalam nutrien
yang dibutuhkan mikroorganisme antara lain karbon, hidrogen,
nitrogen, sulfur dan fosfat, serta elemen dalam jumlah kecil antara
lain besi, magnesium, potasium, dan kalsium juga dibutuhkan.
Karbohidrat dan asam amino umumnya digunakan sebagai sumber karbon
dan sumber energi, nitrogen dan sulfur (belerang) sering dipakai
oleh senyawa organik yang mengandung 2 elemen yaitu asam amino,
peptida (untuk senyawa yang mengandung 2 atau lebih asam amino) dan
protein (untuk senyawa yang mengandung sejumlah besar asam amino).
SuhuSuhu merupakan faktor yang penting karena berpengaruh pada
semua reaksi kimia yang berhubungan dengan proses pertumbuhan
KelembabanSemua organisme membutuhkan kelembaban sebesar 80 % 90 %
air dari total berat sel hidup untuk hidup. Untuk kebutuhan air,
bakteri lebih membutuhkan banyak air daripada fungi atau jamur.
Oksigen
16Beberapa mikroorganisme membutuhkan oksigen untuk tumbuh,
tetapi ada juga mikroorganisme yang tidak membutuhkan oksigen.
Untuk mikroorganisme ini, oksigen dianggap toksik oleh mereka. pH
pH mempunyai pengaruh pada pertumbuhan bakteri. Semua
mikroorganisme mempunyai pH optimum agar mereka dapat tumbuh dengan
baik. pH minimum merupakan reaksi asam yang membuat mikroorganisme
dapat tumbuh, sedangkan pH maksimum dimana reaksi alkali atau basa
menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Beberapa bakteri tumbuh pada
pH 6,8 7,5; sedangkan sisanya pada pH rendah yaitu 46.
Pada grafik 5. hubungan jumlah sel dengan total asam dapat
dilihat bahwa semakin tinggi jumlah sel maka total asam yang
didapatkan akan semakin tinggi dan pada hasil tertentu maka akan
turun kembali.
3. KESIMPULAN
Fermentasi merupakan pemecahan gula menjadi alkohol dan CO2.
Cider apel merupakan salah satu produk hasil fermentasi. Pada
minuman cider apel ini digunakan yeast Saccharomyces cereviceae.
Pembuatan cider apel ini merupakan fermentasi batch dimana tidak
ditambahkan nutrien didalamnya. Temperatur yang optimal untuk
pertumbuhan yeast selama fermentasi adalah 28oC hingga 32oC pH
lingkungan optimal antara 4-5. Perhitungan kadar total asam (mg/ml)
: Jumlah mikroorganisme meningkat seiring bertambahnya waktu
fermentasi dan pada hari terakhir ada yang menurun. Kultur yang
telah diinokulasi meiliki 3 fase yaitu fase lag, fase log, dan fase
stationer. Pada fase log jumlah mikroorganisme meningkat. Semakin
keruh suatu media maka jumlah sel pada media tersebut semakin
banyak. Faktor yang mempengaruhi fermentasi yaitu nutrient, suhu,
kelembaban, oksigen, dan pH. Secara umum pH dari cider apel malang
ini sebesar 2,87 hingga 3,26.
Semarang, 26 Mei 2014 Praktikan,Asisten Dosen, Stella Mariss H.
Meilisa Lelyana D. Adriani Cintya S.Christianty Kumala
Dewi(11.70.0085)
174. DAFTAR PUSTAKA
Adelberg, E.A. (1986). Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan.
EGC. Jakarta.
Coleman, M. C., R. Fish & D. E. Block. (2007). Temperature -
Dependent Kinetic Model for Nitrogen - Limited Wine Fermentations.
http://aem.asm.org/cgi/content/full/73/18/5875?maxtoshow=&HITS=&hits=&RESULTFORMAT=1&andorexacttitle=and&fulltext=fermentation+kinetic&andorexactfulltext=and&searchid=1&FIRSTINDEX=0&sortspec=relevance&resourcetype=HWCIT.
Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan. P.T. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Hadioetomo, R. S. (1993). Mikobiologi Dasar dalam Praktek,
Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Hayes, P. R. (1995). Food Microbiology and Hygiene. Chapman and
Hall. Great Britain.
Irina, A. Galaction. Et al .2010. Studies On Alcoholic
Fermentation Under Substrate Inhibition Conditions Using A
Bioreactor With Stirred Bed Of Immobilized Yeast Cells. The open
systems Biology Journal. Romania.
Matz, S. A. (1992). Bakery Technology and Engineering, 3th
edition. Van Nostrand Reinhold. New York.
Nogueira, A. Et al. Slow Fermentation In French Cider Processing
Due To Partial Biomass Reduction. 2008. Journal of the institute of
brewing vol 114 No. 2. Diunduh pada tanggal 23 Mei 2014.
Reddy, L. V. et al,. (2010). Production and Characterization of
Wine with Sugarcane Piece Immobilized Yeast Biocatalyst. Food
Bioprocess Technology 4:142148.
Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi.
PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Schlegel, H. G. (1994). Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Schlegel, H.G. & K, Schmidt. (1994). Mikrobiologi Umum.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
18
19Silva, M. E.; A. B. Torres Neto; W. B. Silva; F. L. H. Silva
And R. Swarnakar. (2007). Cashew Wine Vinegar Production: Alcoholic
And Acetic Fermentation. Brazilian Journal Of Chemical Engineering
Vol. 24, No. 02, Pp. 163 169.
Stanburry, P.F. & Whitaker. (1984). Principles of
Fermentation Technology. Pergamon Press. New York.
Sumarni. (1984). Proses Produksi PST. Skipsi Jurusan TIN. Fateta
IPB. Bogor.
Taillandier, Patricia; Felipe Ramon Portugal; Andre Fuster, and
Pierre Strehaiano. (2006). Effect Of Ammonium Concentration On
Alcoholic Fermentation Kinetics By Wine Yeasts For High Sugar
Content. Food Microbiology 24 (2007) 95100.
Triana, E. & Novik, N. (2006). Pengaruh Pemberian Beras yang
Difermentasi oleh Monascus purpureus Jmba terhadap Darah Tikus
Putih (Rattus Sp.) Hiperkolesterolemia.
http://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/D/D0704/D070404.pdf.
Winarno, F. G. ; S. Fardiaz & D. Fardiaz. (1980). Pengantar
Teknologi Pertanian. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
5. LAMPIRAN5.1. Perhitungan Kelompok A4 :N0 :Jumlah sel/cc = x
12,5 = 5 x 107 sel/ccN24:Jumlah sel/cc = x 43,75 = 1,75 x 108
sel/ccN48:Jumlah sel/cc = x 94,75 = 3,79 x 108 sel/ccN72:Jumlah
sel/cc = x 99,75 = 3,99 x 108 sel/ccN96:Jumlah sel/cc = x 113,75=
4,55 x 108 sel/cc
5.2. Laporan Sementara5.3. 20Jurnal (abstrak)