1. HASIL PENGAMATAN
1.1. Tabel Pengamatan Kinetika Fermentasi Dalam Produksi
VinegarHasil pengamatan kinetika fermentasi dalam produksi minuman
vinegar dapat dilihat pada Tabel 1.KelPerlakuanWaktu MO tiap
petakRata-rata/ MO tiap petakRata-rata/ MO tiap ccOD (nm)pHTotal
Asam (mg/ml)
1234
D1Sari Apel + S. cerevisiaeN0881358,53,4 x
1070,16763,2513,248
N242231691121961757,0 x 1080,74163,2213,248
N484352583847,751,91 x 1080,85073,2214,208
N723010812652803,20 x 1081,33753,3316,704
N96801001109195,253,81 x 1080,81993,3413,824
D2Sari Apel + S. cerevisiaeN0104648,53,4 x
1070,17543,24!2,864
N247752825967,52,7 x 1080,63553,1313,44
N48651007611087,753,51 x 1080,79813,4614,016
N7293114103105103,754,15 x 1080,99433,2416,32
N965590975273,52,94 x 1080,70903,3414,784
D3Sari Apel + S. cerevisiaeN037696,252,5 x
1070,16973,2312,672
N241931223326,251,05 x 1080,80143,1913,248
N483640127101763,04 x 1080,86653,2813,44
N7214586109141120,254,81 x 1080,77283,2616,512
N9689222520391,56 x 1081,37683,3714,4
D4Sari Apel + S. cerevisiaeN076375,752,3 x
1070,17053,2313,056
N2421271113187,2 x 1080,78113,2013,440
N484255666667,252,2 x 1080,77723,2614,400
N7211696103100103,754,1 x 1080,72523,2715,936
N964457565653,252,1 x 1080,63533,3413,440
D5Sari Apel + S. cerevisiaeN055745,232,1 x
1070,17543,2212,864
N248488766377,753,11 x 1080,61083,2113,440
N4872846975753 x 1081,08263,314,400
N726589687574,252,97 x 1081,20073,3116,32
N9672584755582,32 x 1081,92833,3414,208
Hasil pengamatan yang ada menunjukkan hasil pengamatan dari
praktikum yang telah dilaksanakan selama hari-1 (N0), hari ke-2
(N24), hari ke-3 (N48), hari ke-4 (N72), dan hari ke-5 (N96).
Pengamatan dilakukan terhadap rata-rata jumlah () mikroorganisme
tiap cc, optical density (OD), derajat keasaman (pH), dan total
asam. Dapat dilihat bahwa masing-masing kelompok memiliki jumlah
sel mikroba yang berbeda-beda. Namun pada semua kelompok terjadi
penurunan jumlah mikroba pada hari terakhir. Kemudian dari segi
optical density (OD) pada hari terakhir hampir semua kelompok
mengalami penurunan kecuali pada kelompok D3. Kemudian dari segi
pH, nilai pH dari semua kelompok adalah asam dengan kisaran 3.13
3,46. Dari segi total asam, total asam terkecil adalah pada
kelompok D3 yaitu 12,672 sedangkan terbesar adalah pada kelompok D1
yaitu 16,704Grafik hubungan antara Optical Density (OD) dengan
waktu dapat dilihat pada Grafik 1.
Berdasarkan grafik 1. Dilihat dari segi hubungan Optical Density
dengan Waktu dapat diketahui bahwa kelompok D1, D2, D5 didapati
pola skema grafik yang sama yaitu kan naik dari hari pertama hingga
hari ketiga, dan turun pada hari ke empat. Sedangkan pada kelompok
D3 pola skema grafiknya naik pada hari pertama lalu turun terus
hingga hari kelima. Kelompok D5 pola skema grafiknya naik pada hari
pertama dan kedua namun turun di hari ketiha dan naik lagi pada
hari ke lima.
Grafik hubungan antara jumlah mikroorganisme dengan waktu dapat
dilihat pada Grafik 2.
Dari Grafik 2. dapat diketahui hubungan antara jumlah
mikroorganisme dengan waktu. Grafik tersebut menunjukkan bahwa pola
skema grafiknya berbeda beda. Kelompok 1 mengalami peningkatan pada
hari pertama namun mengalami penurunan pada hari kedua dan
meningkat lagi pada hari ketiga hingga kelima. Pola skema grafik D2
hingga D4 mengalami kenaikan pada hari pertama hingga ketiga namun
mengalami penurunan hingga hari kelima. Pola skema grafik D5 hanya
mengalami kenaikan hanya pada hari pertama.
Grafik hubungan antara jumlah mikroorganisme dengan pH dapat
dilihat pada Grafik 3.
Dari grafik di atas diketahui hubungan antara jumlah
mikroorganisme dengan pH. Grafik tersebut menunjukan hasil yang
fluktuatif. Kelompok D1 mendapatkan kisaran pH sebesar 3,22-3,33,
kelompok D2 mendapatkan kisaran pH sebesar 3,13-3,45, lalu kelompok
D3 mendapatkan kisaran pH sebesar 3,19-3,37, Setelah itu kelompok
D4 dengan pH berkisar 3,20-3,34 dan kelompok D5 dengan kisaran pH
3.21 3.34.
Grafik hubungan antara jumlah mikroorganisme dengan Optical
Density (OD) dapat dilihat pada Grafik 4.
Dari grafik di atas dapat dilihat hubungan antara jumlah
mikroorganisme dengan Optical Density (OD). Hasil dari semua
kelompok D menunjukkan hasil yang fluktuatif dari karena
ketidakteraturan pola yang dihasilkan pada grafk tersebut.
Grafik hubungan antara jumlah mikroorganisme dengan total asam
dapat dilihat pada Grafik 5.
Dari grafik di atas dapat dilihat hubungan antara jumlah
mikroorganisme dengan total asam. Hasil dari semua kelompok D
menunjukkan hasil yang fluktuatif dari karena ketidakteraturan pola
yang dihasilkan pada grafk tersebut. Namun dari hasil tersebut
dapat diketahui bahwa hasil terkecil adalah pada kelompok D32.
PEMBAHASAN
Dalam praktikum ini dilakukan penelitian mengenai kinetika
fermentasi dalam produksi minuman vinegar. Vinegar atau yang biasa
disebut dengan cuka menurut Elok Zubaidah 2011 dalam jurnalnya yang
berjudul The Influence of Apple and Snakefruit Vinegar on Blood
Glucose Levels of Male Wistar Rats Fed with High-Sugar Diet
merupakan cairan yang diproduksi dari bahan yang mengandung pati
serta gula melalui dua proses fermentasi alkoholik dan juga asetat.
Cuka umumnya dibuat dari buah-buahan salah satu contohnya adalah
cuka apel. Menurut Endang Kwartiningsih (2005) dalam jurnal
FERMENTASI SARI BUAH NANAS MENJADI VINEGAR Vinegar berasal dari
kata vinaigre yang berasal dari bahasa Perancis, yang berarti
anggur yang telah masam, merupakan produk yang dihasilkan dari
proses fermentasi dengan bahan dasar yang mengandung gula atau pati
yang kemudian diubah menjadi alkohol, dan difermentasi lebih lanjut
menjadi vinegar yang mempunyai kandungan asam asetat minimal 4
gram/100mL. Minuman vinegar yang dibuat dalam praktikum ini adalah
cider dengan bahan dasar buah apel. Cider adalah produk fermentasi
yang berbahan dasar jus buah yang dibedakan dari produk non
alkoholik. Pada proses pembuatan cider, jus apel terlebih dahulu
dipasteurisasi yang bertujuan untuk menurunkan jumlah mikroba dan
mengubah rasa cider tersebut. (Arthey & Ashurst, 1998). Proses
fermentasi cider terdiri dari 2 tahap, yaitu fermentasi utama dan
lanjutan. Dalam fermentasi utama, terjadi perubahan gula oleh
khamir menjadi alkohol, CO2 dan juga kalori. Sedangkan pada
fermentasi lanjutan terjadi peragian sisa ekstrak dari peragian
utama, menyempurnakan serta mematangkan rasa dan aroma, menjenuhkan
kadar O2, dan juga menjernihkan warna yang dihasilkan (Arpah,
1993). Dalam jurnal yang dibuat oleh Sintha Soraya Santi (2008)
dengan judul PEMBUATAN ALKOHOL DENGAN PROSES FERMENTASI BUAH JAMBU
METE OLEH KHAMIR SACHAROMICES CEREVESIAE Prinsipnya dari reaksi
pembuatan minuman alkohol dengan cara fermentasi adalah :
Bahan baku utama yang digunakan dalam praktikum ini yaitu buah
apel. Wahono Hadi Susanto dan Bagus Rakhmad Setyohadi (2011) di
dalam jurnalnya yang berjudul PENGARUH VARIETAS APEL (Malus
sylvestris) DAN LAMA FERMENTASI OLEH KHAMIR Saccharomyces
cerivisiae SEBAGAI PERLAKUAN PRA-PENGOLAHAN TERHADAP KARAKTERISTIK
SIRUP mengatakan bahwa buah apel memiliki bermacam macam varietas.
Beberapa varietas apel unggulan diantaranya Romebeauty, Manalagi,
Anna, Princess Noble, dan Wangli / Lali Jiwo. Rasa, aroma, serta
tekstur apel dihasilkan oleh sekitar 230 komponen kimia, termasuk
asam-asam lainnya. Selain itu, terdapat juga alkohol berkisar 30 40
jenis, senyawa ester kurang lebih 100 jenis, dan juga senyawa
karbonil. Serta senyawa fitokimia pada buah apel yang berfungsi
sebagai antioksidan yaitu senyawa fenolik, golongan flavonoid,
turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam organik poli
fungsional. Apel juga mengandung senyawa betakaroten yang memiliki
aktivitas sebagai provitamin A sehingga berguna untuk menangkal
serangan radikal bebas penyebab berbagai penyakit degeneratif.
Jurnal yang ditulis oleh Tri Rosandari et al (2013) dengan judul
VARIASI PENAMBAHAN GULA DAN LAMA INKUBASI PADA PROSES FERMENTASI
CIDER KERSEN (Muntingia calabura L) menyebutkan bahwa fermentasi
merupakan proses oksidasi secara anaerobik terhadap senyawa-senyawa
dalam bahan sebagai aktivitas enzim yang diproduksi oleh mikroba.
Menurut Said (1987), fermentasi dapat diartikan sebagai perubahan
senyawa-senyawa organik oleh karena adanya enzim yang dari mikroba,
baik pada kondisi aerob maupun anaerob. Pada prinsipnya, pembuatan
cider merupakan fermentasi alkohol karena terjadi proses konversi
gula (sukrosa) menjadi alkohol (etanol). Dengan demikian, pembuatan
cider kersen perlu dilakukan penambahan gula, yang merupakan
nutrien bagi pertumbuhan mikroorganisme, yang dalam praktikum ini
digunakan Sacharomyces cereviceae. Namun, kadar gula yang tinggi
akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme, sehingga akan
pembentukan alcohol akan terhambat.
Pada praktikum ini, mikroorganisme yang digunakan dalam
pembuatan cider apel adalah yeast Saccharomyces cereviceae. Yeast
tersebut dapat memfermentasikan glukosa dalam buah yang pada
akhirnya akan menghasilkan alkohol serta CO2. Dalam fermentasi
alkohol bahan dengan kandungan pati yang tinggi tidak akan
mengalami perubahan. Cider apel mengandung alkohol sekitar 6,5%-8%.
Hal ini juga dikatakan oleh Sharma & Caralli (1989) dimana
fermentasi alkohol adalah proses anaerobik dari dekomposisi heksosa
membentuk etanol dan CO2 pada hasil akhirnya. Fermentasi tersebut
terjadi karena aktivitas enzim yang diproduksi oleh yeast.
Sedangkan fermentasi yeast , gula akan diuraikan dan menghasilkan
larutan yang mengandung alkohol sebesar 10-15%.
Fermentasi alkohol dilakukan pada suhu 15C dan kemudian
dilanjutkan dengan fermentasi malolaktat yang optimal pada suhu
15C-22C. Pada tahap tersebut konsentrasi etil asetat dan alkohol
mengalami penurunan, dan juga terjadi degradasi asam malat. Asam
laktat dan asam asetat dapat terbentuk secara langsung melalui sisa
gula sehingga perlu hati-hati untuk mencegah produksi asam volatil
berlebihan di dalam cider. Metode ini dapat diterapkan pada
fermentasi cider secara tradisional (Herrero et al., 2006). Menurut
Wang et al., (2004) penambahan yeast Saccharomyces cereviceae
berguna untuk membuat proses katalis berlangsung dengan cepat dan
dapat mengkonversi gula menjadi alkohol tanpa terbentuk off-flavor.
Pertumbuhan yeast dipengaruhi oleh produk akhir dan waktu
pembentukan produk. Pertumbuhan yeast merupakan pertumbuhan non
linear terhadap kinetika fermentasi gula dan alkohol yang
didasarkan pada pertumbuhan yeast. Pada pembentukan alkohol
berhubungan dengan waktu pembentukan dan konsumsi gula untuk
pembentukan biomassa. Menurut Matz (1992) kadar gula yang
terkandung dalam sari buah merupakan faktor yang penting di dalam
proses fermentasi karena gula digunakan sebagai sumber karbon.
Aktivitas yeast juga dipengaruhi oleh konsentrasi gula yang
ditambahkan. Jika konsentrasi gula yang ditambahkan terlalu rendah
atau terlalu tinggi, yeast tidak melakukan aktivitas dalam cairan
buah. Konsentrasi gula yang optimum menyebabkan aktivitas yeast
menjadi optimal, sehingga dapat mengubah zat-zat yang ada di sari
buah.
Praktikum dengan topik kinetika fermentasi di dalam produksi
minuman vinegar dilakukan dengan cara apel malang sebanyak 4 kg
dihancurkan dengan menggunakan juicer yang kemudian disaring untuk
diambil sarinya.
Gambar 1. Juice apel yang sedang diperas untuk diambil
sarinya
Sari apel tersebutlah yang akan digunakan sebagai substrat
pertumbuhan bagi yeast Saccharomyces cereviceae. Saccharomyces
cereviceae tumbuh pada kondisi fermentasi secara aerobik dimana
membutuhkan oksigen selama proses fermentasi (Schelgel &
Schmidt, 1994). Saccharomyces cereviceae merupakan yeast yang
ketahanan terhadap panasnya rendah yaitu 50-58oC selama 10-15
menit, namun spora yeast-nya dapat tahan hingga 60oC selama 10-15
menit (Winarno et al., 1984). Kemudian, masing-masing kelompok,
memasukkan 250 ml sari apel ke dalam erlenmeyer. Setelah itu,
sebanyak 30ml kultur yeast Saccharomyces cereviceae diambil
menggunakan pipet ukur dan dimasukkan ke dalam media yang telah
disiapkan.
Berikutnya, sampel diinkubasi selama 5 hari di suhu ruang
(25-30C) kemudian di-shaker. Fardiaz (1992) mengatakan bahwa
pertumbuhan yeast optimum pada suhu 32-40 oC dengan kelembaban
relatif antara 86-90 %. Sehingga pada praktikum ini masa inkubasi
pada cider dilakukan pada suhu ruang karena yeast memiliki suhu
optimum antara suhu 32-40 oC. Produktivitas yeast dipengaruhi oleh
faktor lingkungan antara lain nutrien, pH, suhu, kelembapan
oksigen, nitrogen, laju aerasi dan kultur. Laju aerasi yang
dimaksud ialah adanya pengadukan. Dalam praktikum ini cider apel
diberi perlakuan shaker selama inkubasi.
Dalam teori yang disampaikan oleh Winarno et al (1980), Shaker
berguna untuk meningkatkan keberadaan O2 pada kultur dengan
densitas yang tinggi. Ketersediaan oksigen akan sangat membantu
proses metabolisme sel pada sel yeast yang akan mengoptimalkan
pertumbuhan yeast tersebut. Saccharomyces cerevisiae tumbuh baik di
kondisi aerob tetapi akan melakukan fermentasi gula jauh lebih
cepat ketika dalam kondisi anaerob. Said (1987) juga mengatakan
bahwa shaker berguna sebagai aerasi dan agitasi, karena aerasi
harus tersedia untuk mikroorganisme pada kultur yang terletak
dibawah permukaan air dengan oksigen yang cukup untuk syarat
metabolik. Sedangkan agitasi berguna untuk menjamin suspensi yang
seragam dari sel mikroba dapat dicapai pada medium nutrien yang
homogen. Rahman (1992) mengatakan bahwa proses shaker dilakukan
dengan menempatkan labu tempat bahan fermentasi pada kondisi
tertutup, di atas shaker yang kecepatannya dapat diatur. Gerakan
berputar pada shaker menyebabkan media bergolak, sehingga aerasi
dan udara dari luar dapat masuk ke dalam labu. Penutup yang
digunakan dapat berupa kapas, atau bahan lain yang tidak dapat
menghambat aliran udara ke dalam labu namun sterilitasi media
harustetap terjamin. Dalam praktikum ini penutup yang dipakai
adalah aluminum foil.
Pengamatan yang dilakukan dalam praktikum ini dilakukan secara
berkala yaitu setiap 24 jam dengan mengambil 30 ml sampel secara
aseptis.
Gambar 2. Proses pengambilan sampel secara aseptis
Sampel yang sudah diambil, sekitar 10 ml-nya digunakan untuk
pengujian total asam, sedangkan 20 ml sampel sisanya digunakan
untuk pengujian jumlah kepadatan sel (dengan alat Haemocytometer),
pengukuran pH, dan pengukuran konsentrasi sel (OD) menggunakan alat
spektrofotometer. Haemocytometer merupakan sebuah alat yang
digunakan untuk menghitung jumlah sel dalam darah (Reed & Rehm,
1995).
Kepadatan sel yeast yang ada dalam sari buah apel malang diukur
menggunakan metode haemocytometer. Hadioetomo (1993) mengatakan
bahwa haemocytometer adalah suatu ruang hitung yang terdiri atas
petak-petak yang berukuran sangat kecil. Pengamatan kepadatan sel
dilakukan selama 5 hari. Pengamatan ini dilakukan secara aseptis
dengan cara pertama-tama kaca preparat haemocytometer dibersihkan
menggunakan alkohol dan dikeringkan menggunakan tissue. Setelah
itu, kaca preparat ditutup menggunakan penutup kaca preparat.
Sampel tersebut diambil menggunakan pipet tetes dan dimasukkan
kedalam kaca preparat haemocytometer secara perlahan di sela-sela
kaca preparat. Penetesan sampel harus dilakukan perlahan untuk
menghindari adanya udara yang terperangkap di dalam kaca preparat
haemocytometer sehingga tidak mengganggu pengamatan sel. Setelah
semua dilakukan, lalu kepadatan sel yeast diamati dengan mikroskop.
Kepadatan sel yeast dapat diketahui jika yeast terdapat pada satu
petak dimana dibatasi oleh 3 garis pada setiap sisinya. metode ini
menurut fardiaz (1992) dinamakan Petroff Hauser yaitu perhitungan
mikroskopis kepadatan sel dengan bantuan kotak-kotak skala seperti
dalam pengukuran dengan menggunakan haemocytometer.
Alat haemocytometer digunakan untuk sel dengan densitas >104
sel/ml. Pada umumnya haemocytometer memiliki bagian berukuran 1x1
mm2 yang kemudian terbagi menjadi sembilan persegi. Di praktikum
ini, perhitungan jumlah sel mikroba dilakukan pada 4 petak di mana
jumlah sel pada masing-masing petak dihitung satu persatu kemudian
jumlah sel mikrobanya dirata-rata dengan rumus :
Gambar 3. Haemocytometer yang diambil dari google.com
Perhitungan dengan alat haemocytometer secara manual bergantung
pada keakuratan pencampuran sampel (tanpa gelembung), jumlah ruang
yang dihitung, dan jumlah sel yang dihitung biasanya sekitar
200-500 per 0,1 mm3.(Atlas, 1984).
Gambar 4. jumlah mikroba dengan menggunakan Haemocytometer pada
hari ke2(a), Hari ke3(b),Hari ke4(c) dan hari ke 5(d).
Hasil pengamatan yang ada menunjukkan bahwa masing-masing
kelompok memiliki jumlah sel mikroba yang berbeda-beda. Namun pada
semua kelompok terjadi penurunan jumlah mikroba pada hari terakhir.
Konsentrasi gula dan laju pertembuhan spesifik dapat mempengaruhi
fermentasi alkohol dan pembentukan alkohol yang terjadi selama
terjadinya fermentasi. Fermentasi alkohol biasanya tidak begitu
diinginkan karena mengakibatkan berkurangnya hasil biomassa.
Sehingga biomassa perlu dijaga (Van Hoek et al., 2004). Adanya
peningkatan hingga hari ke-3 dan ke-4 yang terjadi pada beberapa
kelompok menunjukan inokulum saccharomyces cerevicea mengalami fase
lag, kemudian fase log, kemudian puncak pertumbuhannya berarti
yeast tersebut masuk dalam fase stasioner. Pada hari ke-4 atau ke-5
hasil yaang ada banyak yang mengalami penurunan karena mulai
memasuki fase kematian (Stanburry & Whitaker, 1984). Fase
pertumuhan yeast menurut Stanburry & Whitaker, (1984) adalah
sebagai berikut: a.Fase lag Pada proses komersial panjang, fase lag
semaksimal mungkin diturunkan. Hal ini dapat dicapai bila
menggunakan inokulum yang tepat. Fase lag merupakan fase adaptasi
dari inokulum ke media baru yaitu bahan yang akan difermentasi
sehingga tahap ini harus dilakukan dengan cepat. b.Fase logfase
dimana jumlah mikroorganisme meningkat secara eksponential dan fase
ini diperpanjang sebisa mungkin dengan menambahkan media secara
bertahap karena semakin panjang fase, hasil biomassa yang akan
diperoleh semakin banyak sehingga pada skala industri berarti
semakin menguntungkan. Fase log ini merupakan fase pertumbuhan
cepat dari yeast. c.Fase stationerFase dimana pertumbuhan
mikroorganisme tidak bertambah lagi jumlahnya. Pertumbuhan
mirkoorganisme mulai terhenti karena nutrien yang diperlukan mulai
habis sehingga tidak terjadi pembelahan. Akhir dari fase ini adalah
fase kematian dimana mikroorganisme yang ada akan semakin menurun
jumlahnya namun tidak akan mencapai nol karena mikroba yang masih
hidup akan memakan mikroorganisme yang sudah mati dan mikroba yang
mati akan menjadi sumber nutrien bagi mikroba yang hidup.d.Fase
kematianFase ini ditandai dengan meningkatnya laju kematian yang
melampaui laju pertumbuhan, sehingga terjadi penurunan populasi
mikroba.
Gambar 5. Penentuan total asam dengan metode titrasi
Selanjutnya dalam praktikum ini dilakukan analisa penentuan
total asam selama fermentasi menggunakan metode titrasi. Sampel
diambil sebanyak 10 ml lalu ditambahkan indikator pp. Day &
Underwood (1992) mengatakan bahwa indikator pp mempunyai range pH
8,0 9,6 yang kemudian dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,1N.
Metode titrasi yang menggunakan metode alkalimetri karena
menggunakan larutan basa sebagai larutan standarnya (Brady, 1997).
Metode ini sama dengan jurnal yang ditulis oleh Geugeut Istifany
(2010) dengan judul EFEKTIVITAS PENGGUNAAN SARI BUAH JERUK NIPIS
TERHADAP KETAHANAN NASI dimana kadar asam sitratnya ditentukan
dengan metode titrasi asam basa. Sari jeruk nipis dimasukkan ke
dalam labu erlenmeyer 250 mL, kemudian ditambahkan aquades dan
indikator pp. Setelah itu, sampel kemudian dititrasi dengan larutan
NaOH 0,1 M hingga berwarna merah muda. Bila dibandingkan dengan
jurnal yang ada, dapat disimpulkan bahwa cara kerja yang telah
digunakan sama dengan jurnal yang ada. Karena penggunaan bahan baku
yang berbeda maka warna akhir titrasi yang didapatkan pun berbeda.
Pada praktikum ini, titrasi dilakukan hingga warna larutan berubah
menjadi merah kecoklatan. Kadar total asam pada produk dihitung
dengan rumus :Total Asam (mg/ml) =
Yang dilakukan selanjutnya dalam praktikum ini adalah pengukuran
pH minuman vinegar dengan cara sampel diambil sebanyak 10 ml.
Kemudian, sampel diukur tingkat pH-nya dengan menggunakan
pH-meter.
Gambar 6. Uji pH vinegarDay & Underwood, (1992) menambahkan
bahwa elektroda pada pH meter yang dicelupkan ke larutan uji tidak
boleh menyentuh ke permukaan wadah karena elektroda yang menyentuh
ke permukaan wadah akan mempengaruhi keakuratan atau ketelitian pH
larutan uji yang sebenarnya. Dari praktikum yang dilakukan, hasil
yang ada fluktuatif sehingga menyebabkan nilai total asam
masing-masing kelompok berbeda-beda. Hal ini tidak sesuai dengan
teori yang ada menyebutkan bahwa aktivitas mikroba selama proses
fermentasi menyebabkan menurunnya pH seiring dengan meningkatnya
keasaman produk fermentasi (Charalampopoulos et al., 2002).
Gambar 7. Penentuan OD dengan sprktrofotometerSetelah itu
dilakukan analisa hubungan jumlah sel dengan tingkat kekeruhan atau
OD. Penentuan OD menggunakan alat spektrofotometer dengan panjang
gelombang 660 nm. Dari pengamatan didapatkan hasil yang fluktuatif.
Padahal Rahman, (1992) mengatakan bahwa hubungan antara optical
density dengan jumlah sel berbanding lurus, yaitu seharusnya
semakin banyak jumlah sel yang terhitung maka semakin tinggi nilai
OD yang didapatkan dari alat spektrofotometer karena nilai OD
menunjukan tingkat kekeruhan dari sampel yang diuji. Kekeruhan
menunjukan jumlah biomassa yang terkandung didalamnya. Menurut
pendapat Pomeranz & Meloan (1994), kesalahan dari hasil
spektrofotometer terjadi karena cuvet yang kotor, telah tergores,
penempatan cuvet yang kurang tepat, adanya gelembung gas dalam
larutan, kurang sempurna dalam penyiapan larutan sampel dan larutan
blanko, dan faktor-faktor lainnya.
Alat spektrofotometer prinsipnya adalah mengukur intensitas
cahaya yang diteruskan melewati suatu medium dalam cuvet karena
cahaya yang akan melewati suatu suspensi akan tersebar sebagian dan
ada yang diteruskan sebagian (Sastrohamidjojo, 1991). Metode
spektrofotometer terdiri dari 3 bagian yaitu sumber cahaya
monokromater, kuvet untuk larutan dan pelarut yang akan diuji,
bagian untuk menerima berkas cahaya yang dilewati larutan yang
diuji (Mendham, 1994).
kesimpulan
Minuman jenis vinegar yang dibuat dalam praktikum ini adalah
cider yang bahan baku apel malang Proses fermentasi cider ini ada 2
tahap yaitu fermentasi utama dan lanjutan. Pembuatan cider apel
menggunakan bantuan mikroba yaitu yeast Saccharomyces cereviceae.
Fermentasi merupakan proses oksidasi anaerobik terhadap
senyawa-senyawa dalam bahan sebagai kerja enzim yang dihasilkan
oleh mikroorganisme Fermentasi alkohol merupakan proses anaerobik
dari dekomposisi heksosa yang selanjutnya menghasilkan etanol dan
CO2 dalam produk akhir Tujuan penambahan yeast Saccharomyces
cereviceae untuk membuat proses katalis berlangsung dengan cepat.
Shaker berguna untuk meningkatkan laju O2 pada kultur dengan
densitas yang tinggi. Ketersediaan oksigen membantu proses
metabolisme sel yeast karena akan mengoptimalkan pertumbuhan yeast
tersebut. Haemocytometer merupakan ruang hitung yang terdiri dari
petak-petak berukuran sangat kecil untuk sel dengan densitas
>104 sel/ml Penentuan total asam dilakukan dengan metode titrasi
Metode titrasi yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode
alkalimetri. Semakin turun kadar pH maka tingkat keasaman akan
meningkat. Penentuan OD dilakukan dengan menggunakan alat
spektrofotometer yang panjang gelombangnya sebesar 660 nm.
Semarang, 19 Juni 2015 Praktikan, Asisten Dosen,- Catherine
Meilani - Metta Meliani
Anastasia Lira Purnomo12.70.0070