ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA ISOFLAVON PADA BIJI KEDELAI (Glycine max) (Metode Maserasi, Kromatografi Lapis Tipis, dan KLT-Spektrofotodensitometri ) BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kedelai telah menunjukan beberapa keuntungan kesehatan yang disebabkan karena kandungan nutrisinya yang tinggi dan kandungan fitokimianya. Kedelai tidak hanya kaya protein, tetapi mengandung mineral yang berguna seperti, kalsium, besi, dan serat terlarut. Protein kedelai memenuhi kebutuhan protein pada manusia. Protein dan isoflavon dari kedelai telah terbukti menurunkan resiko penyakit jantung dan sebagai antikanker. Isoflavon merupakan subkelas dari flavonoid atau isomer flavon yang merupakan flavonoid minor, yang jumlahnya sangat sedikit dan sebagai bagi tumbuhan berfungsi sebagai fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan untuk pertahanan terhadap serangan penyakit. Isoflavon di alam sering dijumpai dialam dalam bentuk glikosidanya (terikat pada gugus gula). Bentuk glikon dari isoflavon larut dalam pelarut polar, sedangkan bentuk aglikonnya larut dalam pelarut nonpolar. Flavonoid minor isoflavon penyebarannya terbatas pada beberapa jenis tumbuhan. Salah satunya terdapat pada tanaman kacang kedelai (Glycine max). Senyawa isoflavon yang terdapat di kacang kedelai antara lain genistein dan daidzein. Isoflavon sukar dicirikan karena 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA ISOFLAVON PADA BIJI KEDELAI
(Glycine max)
(Metode Maserasi, Kromatografi Lapis Tipis, dan
KLT-Spektrofotodensitometri )
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kedelai telah menunjukan beberapa keuntungan kesehatan yang disebabkan karena
kandungan nutrisinya yang tinggi dan kandungan fitokimianya. Kedelai tidak hanya kaya
protein, tetapi mengandung mineral yang berguna seperti, kalsium, besi, dan serat terlarut.
Protein kedelai memenuhi kebutuhan protein pada manusia. Protein dan isoflavon dari
kedelai telah terbukti menurunkan resiko penyakit jantung dan sebagai antikanker.
Isoflavon merupakan subkelas dari flavonoid atau isomer flavon yang merupakan
flavonoid minor, yang jumlahnya sangat sedikit dan sebagai bagi tumbuhan berfungsi sebagai
fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan untuk pertahanan
terhadap serangan penyakit. Isoflavon di alam sering dijumpai dialam dalam bentuk
glikosidanya (terikat pada gugus gula). Bentuk glikon dari isoflavon larut dalam pelarut polar,
sedangkan bentuk aglikonnya larut dalam pelarut nonpolar. Flavonoid minor isoflavon
penyebarannya terbatas pada beberapa jenis tumbuhan. Salah satunya terdapat pada tanaman
kacang kedelai (Glycine max). Senyawa isoflavon yang terdapat di kacang kedelai antara lain
genistein dan daidzein. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi
warna manapun. Beberapa isoflavon (misalnya daidzein) memberikan warna biru muda
cemerlang dengan sinar UV bila diuapi dengan ammonia, tetapi kebanyakan yang lain
(misalnya genistein) tampak sebagai bercak lembayung pudar yang dengan ammonia berubah
menjadi coklat pudar (Harbone, 1987).
Isoflavon merupakan bagian dari kelompok flavonoid. Isoflavon ditemukan sebagian
besar pada kacang kedelai dan memiliki struktur kimia yang hampir sama dengan hormon
estrogen. Isoflavon utama yang ditemukan pada kacang kedelai adalah genistein dan
daidzein. Karena strukturnya yang mirip dengan estrogen dan dapat berinteraksi dengan
reseptor estrogen lain, isoflavon dari kedelai sering digunakan sebagai fitoestrogen (McCuey,
2004)
Struktur isoflavon kedelai yang mirip dengan estrogen dan kemudahannya untuk
berinteraksi dengan estrogen reseptor membuat isoflavon ini diduga bermanfaat dalam
mengatasi sistem somatik, perasaan, dan hal-hal yang berhubungan dengan menopause.
1
Mengkonsumsi suplemen fitoisoflavon telah terbukti dapat berpengaruh pada gejala
premenopause. Isoflavonoid dari kedelai juga berpotensi sebagai sarana alternatif dalam
terapi kesehatan jangka panjang yang berhubungan dengan menopause dan khususnya
osteoporosis (McCuey, 2004).
Isoflavon ini boleh dibilang hanya terdapat pada kedelai saja. Isoflavon ini berfungsi
melakukan regulasi untuk menghambat pertumbuhan kanker terutama kanker prostat. Selain
berfungsi untuk mencegah kanker prostat, biji kedelai juga berfungsi untuk menurunkan
resiko terkena penyakit jantung, diabetes, ginjal dan osteoporosis (Asih, 2009). Karena begitu
pentingnya fungsi tanaman ini, serta dugaan terhadap adanya senyawa golongan isoflavon
yang dikandung, maka pada penelitian ini dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa
golongan isoflavon dari biji kedelai (Glycine max).
Proses identifikasi isoflavon pada kedelai dimulai dengan pengumpulan bahan,
kemudian penyederhanaan bentuk bahan dengan mengubah biji menjadi bentuk serbuk.
Serbuk ini kemudian dimaserasi yaitu perendaman dengan pelarut, maserasi dilakukan untuk
mengeluarkan bahan aktif dari serbuk simplisia. Teknik maserasi dipilih karena peralatan
yang digunakan sederhana, dan tidak memerlukan keahlian dari praktikan. Dengan teknik
maserasi bahan aktif dapat diperoleh dari simplisia dengan maksimal, karena perendaman
yang dilakukan lebih dari satu hari. Teknik lanjutan setelah maserasi yang digunakan adalah
kromatografi kolom lambat, metode ini dipilih karena dengan metode ini akan didapat fraksi-
fraksi yang akan membantu dalam analisis selanjutnya. Selanjutnya adalah pemisahan
dengan kromatografi lapis tipis (KLT), metode ini dilakukan untuk memisahkan senyawa
isoflavon yang ada dalam fraksi hasil kromatografi kolom. Dengan metode ini didapatkan
harga Rf yang spotnya dapat diperjelas dengan penampak bercak dan dilihat dibawah sinar
UV. Setelah pemisahan dengan KLT, dilakukan pengujian dengan geseran spektrum.
Pengujian dengan geseran spektum membantu dalam menentukan pola oksigenasi. Disamping
itu, kedudukan gugus hidroksil fenol bebas pada inti flavonoid dapat ditentukan dengan
menambahkan peraksi geser ke dalam larutan cuplikan dan mengamati pergeseran puncak
serapan yang terjadi. Dengan demikian, secara tidak langsung cara ini berguna untuk
menentukan kedudukan gula atau metal yang terikat pada salah satu gugus hidroksil fenol
(Markham, 1988)
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara mengisolasi senyawa isoflavon yang terkandung pada biji kedelai
Glycine max?
2. Bagaimana cara mengidentifikasi senyawa isoflavon berdasarkan metode geseran
spektrum?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengisolasi senyawa isoflavon yang terdapat dalam biji kedelai
2. Untuk mengidentifikasi senyawa isoflavon yang terdapat dalam biji kedelai
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat untuk mengetahui cara isolasi dan identifikasi senyawa
isoflavon dari biji kedelai Glycine max dengan metode maserasi, kromatografi kolom, dan
geseran spektrum.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deksripsi Tanaman
Kedelai merupakan tanaman asli Daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia
sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi
pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedelai juga ikut tersebar ke berbagai negara
tujuan perdagangan tersebut, yaitu Jepang, Korea, Indonesia, India, Australia, dan Amerika.
Kedelai mulai dikenal di Indonesia sejak abad ke-16. Awal mula penyebaran dan
pembudidayaan kedelai yaitu di Pulau Jawa, kemudian berkembang ke Bali, Nusa Tenggara,
dan pulau-pulau lainnya. Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu
Glycine soja dan Soja max. Namun pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama botani yang
dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merill.
2.1.1 Klasifikasi Tanaman
Divisio : Spermatophyta
Classis : Dicotyledoneae
Ordo : Rosales
Familia : Papilionaceae
Genus : Glycine
Species : Glycine max (L.) Merill
(Irwan, 2006)
Gambar 1. Tanaman Kedelai
4
2.1.2. Morfologi Tanaman Kedelai
Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak, dan merupakan tanaman
semusim. Morfologi tanaman kedelai didukung oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun,
batang, polong, dan biji sehingga pertumbuhannya bisa optimal (Irwan, 2006).
A. Akar
Akar kedelai mulai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar misofil.
Calon akar tersebut kemudian tumbuh dengan cepat ke dalam tanah, sedangkan kotiledon
yang terdiri dari dua keping akan terangkat ke permukaan tanah akibat pertumbuhan yang
cepat dari hipokotil. Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam, yaitu akar tunggang dan
akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Selain itu kedelai juga seringkali
membentuk akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Pada umumnya, akar
adventif terjadi karena cekaman tertentu, misalnya kadar air tanah yang terlalu tinggi.
Perkembangan akar kedelai sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik dan kimia tanah, jenis tanah,
cara pengolahan lahan, kecukupan unsur hara, serta ketersediaan air di dalam tanah.
Pertumbuhan akar tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m atau lebih pada kondisi yang
optimal, namun demikian, umumnya akar tunggang hanya tumbuh pada kedalaman lapisan
tanah olahan yang tidak terlalu dalam, sekitar 30-50 cm. Sementara akar serabut dapat tumbuh
pada kedalaman tanah sekitar 20-30 cm. Akar serabut ini mula-mula tumbuh di dekat ujung
akar tunggang, sekitar 3-4 hari setelah berkecambah dan akan semakin bertambah banyak
dengan pembentukan akar-akar muda yang lain (Irwan, 2006).
B. Batang dan cabang
Hipokotil pada proses perkecambahan merupakan bagian batang, mulai dari pangkal
akar sampai kotiledon. Hipokotil dan dua keping kotiledon yang masih melekat pada hipokotil
akan menerobos ke permukaan tanah. Bagian batang kecambah yang berada diatas kotiledon
tersebut dinamakan epikotil. Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu
tipe determinate dan indeterminate. Perbedaan sistem pertumbuhan batang ini didasarkan atas
keberadaan bunga pada pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe determinate ditunjukkan
dengan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai berbunga. Sementara
pertumbuhan batang tipe indeterminate dicirikan bila pucuk batang tanaman masih bisa
tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai berbunga. Disamping itu, ada varietas hasil
persilangan yang mempunyai tipe batang mirip keduanya sehingga dikategorikan sebagai
semi-determinate atau semiindeterminate. Jumlah buku pada batang tanaman dipengaruhi
oleh tipe tumbuh batang dan periode panjang penyinaran pada siang hari. Pada kondisi
normal, jumlah buku berkisar 15-30 buah. Jumlah buku batang indeterminate umumnya lebih
5
banyak dibandingkan batang determinate. Cabang akan muncul di batang tanaman. Jumlah
cabang tergantung dari varietas dan kondisi tanah, tetapi ada juga varietas kedelai yang tidak
bercabang. Jumlah batang bisa menjadi sedikit bila penanaman dirapatkan dari 250.000
tanaman/hektar menjadi 500.000 tanaman/hektar. Jumlah batang tidak mempunyai hubungan
yang signifikan dengan jumlah biji yang diproduksi. Artinya, walaupun jumlah cabang
banyak, belum tentu produksi kedelai juga banyak (Irwan, 2006).
C. Daun
Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu stadium kotiledon
yang tumbuh saat tanaman masih berbentuk kecambah dengan dua helai daun tunggal dan
daun bertangkai tiga (trifoliate leaves) yang tumbuh selepas masa pertumbuhan. Umumnya,
bentuk daun kedelai ada dua, yaitu bulat (oval) dan lancip (lanceolate). Kedua bentuk daun
tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik. Bentuk daun diperkirakan mempunyai korelasi yang
sangat erat dengan potensi produksi biji. Umumnya, daerah yang mempunyai tingkat
kesuburan tanah tinggi sangat cocok untuk varietas kedelai yang mempunyai bentuk daun
lebar. Daun mempunyai stomata, berjumlah antara 190-320 buah/m2.Umumnya, daun
mempunyai bulu dengan warna cerah dan jumlahnya bervariasi. Panjang bulu bisa mencapai 1
mm dan lebar 0,0025 mm. Kepadatan bulu bervariasi, tergantung varietas, tetapi biasanya
antara 3-20 buah/mm2. Jumlah bulu pada varietas berbulu lebat, dapat mencapai 3-4 kali lipat
dari varietas yang berbulu normal. Contoh varietas yang berbulu lebat yaitu IAC 100,
sedangkan varietas yang berbulu jarang yaitu Wilis, Dieng, Anjasmoro, dan Mahameru.
Lebat-tipisnya bulu pada daun kedelai berkait dengan tingkat toleransi varietas kedelai
terhadap serangan jenis hama tertentu. Hama penggerek polong ternyata sangat jarang
menyerang varietas kedelai yang berbulu lebat. Oleh karena itu, para peneliti pemulia
tanaman kedelai cenderung menekankan pada pembentukan varietas yang tahan hama harus
mempunyai bulu di daun, polong, maupun batang tanaman kedelai (Irwan, 2006).
D. Bunga
Tanaman kacang-kacangan, termasuk tanaman kedelai, mempunyai dua stadium
tumbuh, yaitu stadia vegetatif dan stadia reproduktif. Stadium vegetatif mulai dari tanaman
berkecambah sampai saat berbunga, sedangkan stadia reproduktif mulai dari pembentukan
bunga sampai pemasakan biji. Tanaman kedelai di Indonesia yang mempunyai panjang hari
rata-rata sekitar 12 jam dan suhu udara yang tinggi (>30° C), sebagian besar mulai berbunga
pada umur antara 5-7 minggu. Tanaman kedelai termasuk peka terhadap perbedaan panjang
hari, khususnya saat pembentukan bunga. Bunga kedelai menyerupai kupu-kupu. Tangkai
bunga umumnya tumbuh dari ketiak tangkai daun yang diberi nama rasim. Jumlah bunga pada
setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 2-25 bunga, tergantung kondisi lingkungan
6
tumbuh dan varietas kedelai. Bunga pertama yang terbentuk umumnya pada buku kelima,
keenam, atau pada buku yang lebih tinggi. Pembentukan bunga juga dipengaruhi oleh suhu
dan kelembaban. Pada suhu tinggi dan kelembaban rendah, jumlah sinar matahari yang jatuh
pada ketiak tangkai daun lebih banyak. Hal ini akan merangsang pembentukan bunga. Setiap
ketiak tangkai daun yang mempunyai kuncup bunga dan dapat berkembang menjadi polong
disebut sebagai buku subur. Tidak setiap kuncup bunga dapat tumbuh menjadi polong, hanya
berkisar 20-80%. Jumlah bunga yang rontok tidak dapat membentuk polong yang cukup
besar. Rontoknya bunga ini dapat terjadi pada setiap posisi buku pada 1- 10 hari setelah mulai
terbentuk bunga. Periode berbunga pada tanaman kedelai cukup lama yaitu 3-5 minggu untuk
daerah subtropik dan 2-3 minggu di daerah tropik, seperti di Indonesia. Jumlah bunga pada
tipe batang determinate umumnya lebih sedikit dibandingkan pada batang tipe indeterminate.
Warna bunga yang umum pada berbagai varietas kedelai hanya dua, yaitu putih dan ungu
(Irwan, 2006).
E. Polong dan biji
Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga
pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak
tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Pada setiap tanaman,
jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50, bahkan ratusan. Kecepatan pembentukan polong
dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran
dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini
kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuning kecoklatan pada
saat masak. Gambar polong kedelai Di dalam polong terdapat biji yang berjumlah 2-3 biji.
Setiap biji kedelai mempunyai ukuran bervariasi, mulai dari kecil (sekitar 7-9 g/100 biji),
sedang (10-13 g/100 biji), dan besar (>13 g/100 biji). Bentuk biji bervariasi, tergantung pada
varietas tanaman, yaitu bulat, agak gepeng, dan bulat telur. Namun demikian, sebagian besar
biji berbentuk bulat telur. Biji kedelai terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu kulit biji dan
janin (embrio). Pada kulit biji terdapat bagian yang disebut pusar (hilum) yang berwarna
coklat, hitam, atau putih. Pada ujung hilum terdapat mikrofil, berupa lubang kecil yang
terbentuk pada saat proses pembentukan biji. Warna kulit biji bervariasi, mulai dari kuning,
hijau, coklat, hitam, atau kombinasi campuran dari warna-warna tersebut. Biji kedelai tidak
mengalami masa dormansi sehingga setelah proses pembijian selesai, biji kedelai dapat
langsung ditanam. Namun demikian, biji tersebut harus mempunyai kadar air berkisar 12-13%
(Irwan, 2006).
7
Gambar 2. Biji Kedelai
Menurut Handbook of Pharmacognosy deskripsi biji kedelai adalah sebagai berikut.
Biji berbentuk bulat telur, dengan panjang sekitar 6-11 mm, lebar sekitar 5-8 mm, dan tebal
antara 4-7 mm. 100 biji kedelai beratnya antara 14,5 sampai 33 mg. Biji kedelai berwarna
kuning pucat atau kekuning-kuningan. Epidermis dari beberapa kulit biji terdiri dari sel-sel
prisma poligon dengan tinggi 45 sampai 60 mikron dan lebar 7 sampai 20 mikron, akibat
penebalan dinding antiklinal selulosa, sedangkan hipodermis berbentuk "bearercells" dengan
tinggi 40 hingga 120 mikron dan lebar 30 hingga 40 mikron di bagian atas dan dasar, serta
18 hingga 30 mikron di bagian tengah. Minyak kacang kedelai berwarna kuning emas, jika
dipanaskan sampai 260oC berubah menjadi pucat; dengan berat jenis 0,922 ke 0,928; nilai
penyabunan 190-195; nilai yodium 130-142; indeks bias 1,4680 pada 40oC (Wallis, 2005)
2.2 Penyiapan Bahan
Proses penyiapan bahan baku simplisia dimulai dari proses pemanenan,
2.2.1.Pengumpulan bahan baku (Pemanenan)
Waktu panen suatu organ tanaman dari suatu jenis tanaman sangat berhubungan erat
dengan pembentukan senyawa bioaktif dalam organ tanaman tersebut. Waktu yang tepat
untuk panen adalah pada saat senyawa bioaktif berada dalam jumlah maksimal pada organ
tanaman yang dikumpulkan. Biji dapat dapat dipanen pada saat mulai mengeringnya buah
atau sebelum semuanya pecah (Tim Penyusun, 2006).
2.2.2.Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan untuk membersihkan benda-benda asing dari luar. Seperi
tanah, kerikil, rumput, bagian tanaman lain, bagian lain tanaman, dan bahan yang rusak (Tim
Penyusun, 2006)
2.2.3. Pencucian
Air yang digunakan dapat dari berbagai sumber namun tetap harus memperhatikan
kemungkinan adanya pencemaran (Tim Penyusun, 2006).
8
Gambar 3. Cemaran yang mungkin pada sumber air.
2.2.4. Pengeringan
Tujuan pengeringan organ tanaman atau tanaman yang dipanen adalah untuk
mendapatkan simplisia yang awet, tidak rusak dan dapat digunakan atau disimpan dalam
jangka waktu relatif lama dengan cara mengurangi kandungan air dan menghentikan reaksi
enzimatik yang mungkin dapat menguraikan senyawa bioaktif dan menurunkan mutu atau
merusak simplisia itu. Air dalam sel dan jaringan tumbuhan yang ada setelah sel atau jaringan
itu mati akan merupakan media pertumbuhan jamur. Demikian pula enzim-enzim tertentu
dalam sel akan menguraikan senyawa bioaktif tertentu, sesaat setelah sel mati dan selama sel
atau organ tersebut masih mengandung jumlah air tertentu yang memungkinkan reaksi
enzimatik berlangsung. Pengeringan dapat dilakukan dengan dua tahap, yaitu pengeringan
alamiah dan pengeringan buatan.
Pengeringan alamiah bergantung dari zat aktif yang dikandung dalam organ tanaman
yang dikeringkan, dapat dilakukan dengan dua cara pengeringan yaitu dengan panas sinar
matahari langsung dan tidak dikenai sinar matahari langsung. Pengeringan dengan sinar
matahari langsung dilakukan untuk mengeringkan organ tanaman yang relatif keras (kayu,
kulit kayu, biji, dan lain-lain) dan mengandung senyawa bioaktif yang relatif stabil.
Pengeringan yang tidak dikenai sinar matahari langsung dilakukan dengan diangin-anginkan
di tempat teduh (bunga) atau ditutup dengan kain hitam (daun, rimpang). Digunakan kain
hitam karena kain hitam dapat menyerap panas bukan sinarnya, sehingga uv terhalang (uv
dapat merusak zat aktif). Pengeringan buatan menggunakan alat yang dapat diatur suhu,
kelembaban, tekanan, dan sirkulasi udaranya. Misalnya oven (Tim Penyusun, 2006).
2.2.5.Sortasi kering
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir penyiapan simplisia.
Tujuan sortasi disini adalah memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman
9
Pencucian (sumber Air)
Mata Air Air Sumur Air PAM
Cemaran:
Mikroba
pestisida
Cemaran:
Mikroba
limbah
Cemaran:
Kapur
Klor
yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering. Proses ini dilakukan sebelum simplisia
dibungkus kemudian disimpan (Tim Penyusun, 2006).
2.2.6. Pengepakan dan Penyimpanan
Mutu simplisia akan menjadi turun kalau kondisi penyimpanan tidak diperhatikan.
Tujuan penyimpanan yang baik dari suatu simplia adalah untuk mencegah menurunnya mutu
simplisia dalam masa penyimpanan.
Wadah yang bersih, kedap udara diperlukan untuk simplisia. Kekedapan terhadap
udara luar diperlukan untuk mencegah masuknya kelembaban udara yang tinggi dari luar ke
dalam wadah. Udara tropik dengan kelembaban tinggi memudahkan pertumbuhan jamur.
Wadah dari logam tidak dianjurkan karena dalam beberapa hal berpengaruh terhadap kadar
senyawa aktif. Wadah dari plastik tebal kualitas baik atau dari gelas berwarna gelap relatif
baik. Pengaruh-pengaruh luar yang perlu dicegah antara lain masuknya serangga, sinar
matahari langsung, dan kotoran udara lain.
Ruang penyimpanan simplisia yang telah diwadahi juga perlu diperhatikan. Suhu
rendah, kelembaban relatif rendah, tekanan udara dalam ruang relatif tinggi dari tekanan
udara luar atau sistem sirkulasi udara yang baik, adalah kondisi ruang yang dianjurkan. Di
samping itu perlu juga diatur letak dan susunan wadah di dalam ruang sehingga memudahkan
orang mencari simplisia yang diperlukan. (Tim Penyusun, 2006)
2.3. Prosedur Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari
simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua
pelarut diuapkan dan massa serbuk atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1995). Proses ekstraksi bahan nabati/bahan
obat alami dapat dilakukan berdasarkan teori penyarian. Penyarian merupakan peristiwa
perpindahan massa zat aktif yang semula berada di dalam sel, ditarik oleh cairan penyari
sehingga terjadi larutan aktif dalam cairan penyari tersebut. Terdapat 4 metode ekstraksi
yaitu:
2.3.1. Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel
dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena
adanya perbedan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel,
maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Depkes RI, 1986).
10
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang
mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam
cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak, dan lain-lain (Depkes RI, 1986).
Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain.
Bila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya kapang, dapat
ditambahkan bahan pengawet, yang diberikan pada awal penyarian (Depkes RI, 1986).
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan
yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Sedangkan kerugian cara maserasi adalah
pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna (Depkes RI, 1986).
Maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara: 10 bagian simplisia dengan derajat
halus yang cocok dimasukkan ke dalam bejana, kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan
penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil berulang - ulang
diaduk. Setelah 5 hari sari diserkai, ampas diperas. Ampas ditambah cairan penyari
secukupnya diaduk dan diserkai, sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian.
Benjana ditutup, dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari. Kemudian
endapan dipisahkan (Depkes RI, 1986).
Gambar 4. Alat maserasi
(Depkes RI, 1986)
2.3.2. Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui serbuk simplisia
yang telah dibasahi (Depkes RI, 1986).
Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut:
Serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang dibagian bawahnya
diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut,
cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh.
11
Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya,
dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan (Depkes RI, 1986).
Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan, daya larut,
tegangan permukaan, difusi, osmosis, adhesi, daya kapiler dan daya geseran (friksi). Cara
perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena:
Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan
larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan
konsentrasi. Ruangan diantara butir – butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat
mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka kecepatan pelarut
cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi.
(Depkes RI, 1986)
Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang digunakan untuk
menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif yang keluar dari perkolator
disebut sari atau perkolat, sedang sisa setelah dilakukannya penyarian disebut ampas atau sisa
perkolasi (Depkes RI, 1986).
Gambar 5. Alat perkolasi
Kalau tidak dinyatakan lain perkolasi dilakukan dengan membasahi 10 bagian
simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok dibasahi dengan 2,5
bagian sampai 5 bagian cairan penyari, lalu dimasukkan ke dalam bejana tertutup sekurang -
kurangnya selama 3 jam. Kemudian massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam
perkolator sambil tiap kali ditekan hati - hati. Selanjutnya dituangi dengan cairan penyari
secukupnya sampai cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan
penyari. Kemudian perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam. Selanjutnya cairan
dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 ml/menit dan ditambahkan berulang - ulang cairan
penyari berikutnya sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia, hingga
jika 500 mg perkolat yang keluar terakhir diuapkan, tidak meninggalkan sisa. Perkolat
kemudian disuling atau diuapkan dengan tekanan rendah pada suhu tidak lebih dari 500C
hingga konsistensi yang dikehendaki. Pada pembuatan ekstrak cair 0,8 bagian perkolat
pertama dipisahkan, perkolat selanjutnya diuapkan hingga diperoleh 0,2 bagian yang
12
selanjutnya dicampurkan ke dalam perkolat pertama. Keuntungan metode ini adalah tidak
memerlukan langkah tambahan yaitu sampel padat (marc) telah terpisah dari ekstrak.
Sedangkan kerugiannya adalah kontak antara sampel padat tidak merata atau terbatas
dibandingkan dengan metode refluks, dan pelarut menjadi dingin selama proses perkolasi
sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien (Depkes RI, 1986).
2.3.3. Soxhletasi
Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan penyari
dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul air
oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya masuk
kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon (Depkes RI, 1986).
Alat soxhletasi merupakan penyempurnaan alat ekstraksi, alat tersebut disebut alat
”Soxhlet”. Uap cairan penyari naik ke atas melalui pipa samping, kemudian diembunkan
kembali oleh pendingin tegak. Cairan turun ke labu melalui tabung yang berisi serbuk
simplisia. Cairan penyari sambil turun melarutkan zat aktif serbuk simplisia. Karena adanya
sifon maka setelah cairan mencapai permukaan sifon, seluruh cairan kembali ke labu. Cairan
ini lebih menguntungkan karena uap panas tidak melalui serbuk simplisia, tetapi melalui pipa
samping. Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda
jika di KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan
dan dipekatkan (Depkes RI, 1986).
Keuntungan:
Cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit, dan secara langsung dapat diperoleh
hasil yang lebih pekat.
Serbuk simplisia disari oleh cairan penyari yang murni, sehingga dapat menyari zat
aktif yang lebih banyak.
Penyarian dapat diteruskan sesuai dengan keperluan, tanpa menambah volume cairan
penyari.
(Depkes RI, 1986)
Kerugian:
Larutan dipanaskan terus-menerus, sehingga zat aktif yang tidak tahan panas kurang
cocok. Ini dapat diperbaiki dengan menambahkan peralatan untuk mengurangi tekanan
udara.
Cairan dididihkan terus menerus, sehingga cairan penyari yang baik harus murni atau
campuran azeotrop.
(Depkes RI, 1986)
13
Gambar 6. Alat soxhletasi
2.3.4. Refluks
Refluks adalah penyarian untuk mendapatkan ekstrak cair yaitu dengan proses
penguapan dengan menggunakan alat refluks. Prinsip kerja refluks yaitu dengan cara cairan
penyari diisikan pada labu, serbuk simplisia diisikan pada tabung dari kertas saring atau
tabung yang berlubang-lubang dari gelas, baja tahan karat atau bahan lainya yang cocok.
Cairan penyari dipanaskan hingga mendidih. Uap penyari akan naik ke atas melalui serbuk
simplisia. Uap penyari mengembun karena didinginkan oleh pendingin balik. Embun turun
melalui serbuk simplisia sambil melarutkan zat aktifnya dan kembali ke labu. Cairan akan
menguap kembali berulang seperti proses di atas (Depkes RI, 1986).
Keuntungan dari metode refluks ini yaitu menggunakan pelarut yang sedikit, hemat
serta ekstrak yang didapat lebih sempurna. Sedangkan kerugian metode ini yaitu uap panas
langsung melalui serbuk simplisia (Depkes RI, 1986).
Gambar 7. Alat refluks
2.4. Metode Pemisahan Bahan Alam
Pada prinsipnya kromatografi merupakan proses pemisahan yang melibatkan beberapa
sifat fisika utama dari molekul yaitu :14
Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan)
Kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk halus (adsorpsi,
penjerapan)
Kecenderungan molekul untuk menguap (keatsirian)
(Harbone, 1987)
Dalam penggunaan analitik secara kualitatif metode ini bertujuan untuk
mengungkapkan ada tidaknya senyawa tertentu dalam cuplikan. Keuntungan kromatografi
sebagai metode kualitatif yaitu cuplikan senyawa yang diperlukan untuk analisis sangat
sedikit dan waktu analisis pendek. Pemakaian kromatografi secara kuantitatif bertujuan untuk
mengungkapkan banyaknya masing-masing komponen yang terdapat dalam suatu campuran.
Keuntungan metode kuantitatif adalah dapat menganalisis langsung suatu komponen
campuran atau hasil suatu reaksi tanpa harus melakukan fraksinasi terlebih dahulu, sehingga
dapat menjamin ketelitian hasil pemeriksaan (Harbone, 1987).
2.4.1. Kromatografi Kertas (KKt)
Kromatografi kertas dapat digunakan terutama bagi kandungan tumbuhan yang mudah
larut dalam air, yaitu karbohidrat, asam amino, basa asam nukleat, asam organik, dan fenolat.
Untuk pekerjaan penyiapannya kromatografi kertas biasanya pada lembaran kertas saring
yang tebal (Harbone, 1987).
Satu keuntungan utama kromatografi kertas adalah kemudahan dan kesederhanaannya
pada pelaksanaan pemisahan, yaitu hanya pada lembaran kertas saring yang berlaku sebagai
medium pemisahan dan juga sebagai penyangga. Keuntungan lain adalah keterulangan
bilangan Rf yang besar pada kertas sehingga pengukuran Rf merupakan parameter yang
berharga dalam memaparkan senyawa tumbuhan baru (Harbone, 1987).
Kromatografi pada kertas biasanya melibatkan kromatografi pembagian atau
penjerapan. Pada kromatografi pembagian, senyawa terbagi dalam pelarut alkohol yang
sebagian besar tidak bercampur dengan air (misalnya n-butanol). Pengembang
kromatografinya adalah air murni dan dapat digunakan untuk memisahkan purin dan
pirimidin biasa, dan secara umum dapat dipakai juga untuk senyawa fenol dan glikosida
tumbuhan. Pada kromatografi kertas senyawa biasanya dideteksi sebagai bercak berwarna
atau bercak berfluoresensi-UV setelah direaksikan dengan pereaksi kromogenik yang
digunakan sebagai pereaksi semprot atau pereaksi celup (Harbone, 1987).
2.4.2. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
KLT merupakan metode pilihan untuk pemisahan semua kandungan yang larut dalam
lipid, yaitu lipid, steroid, karotenoid, kuinon sederhana, dan klorofil. Untuk pekerjaan
penyiapannya KLT biasanya dilakukan pada lapisan penjerap yang tebal. Bila KLT
15
dibandingkan dengan KKt (Kromatografi Kertas), kelebihan KLT adalah keserbagunaan,
kecepatan, dan kepekaannya. Keserbagunaan KLT disebabkan oleh kenyataan bahwa
disamping selulosa, sejumlah penjerap yang berbeda-beda dapat disaputkan pada pelat kaca
atau penyangga lain yang digunakan untuk kromatografi. Kecepatan KLT yang lebih besar
disebabkan oleh sifat penjerap yang lebih pada bila disaputkan pada pelat dan merupakan
keuntungan bila kita menelaah senyawa labil. Kepekaan KLT sedemikian rupa sehingga bila
diperlukan dapat dipisahkan dari bahan yang jumlahnya lebih sedikit dari ukuran µg
(Harbone, 1987).
Satu kekurangan KLT adalah kerja penyaputan pelat kaca dengan penjerap. Kerja ini
kemudian agak diringankan dengan adanya penyaput otomatis (Harbone, 1987).
Pelarut yang digunakan pada KLT lebih banyak dibandingkan pada KKt, dan pada
umumnya terdapat ruang gerak yang lebih leluasa dalam perbandingan pelarut yang
digunakan dalam bidang pengembang. Untuk mengukur Rf pada KLT dengan seksama dapat
membakukan kondisi, tetapi hal itu merupakan suatu proses yang memakan waktu. Biasanya
dilakukan dengan cara pengembangan naik di dalam suatu bejana yang dindingnya dilapisi
kertas saring sehingga atmosfer di dalam bejana jenuh dengan fase pelarut (Harbone, 1987).
Deteksi senyawa pada pelat KLT biasanya dilakukan dengan penyemprotan dan
karena permukaan pelat lebih sempit (20 × 20 cm). maka penyemprotannya merupakan
prosedur yang nisbi sederhana. Satu keuntungannya bila dibandingkan dengan KKt adalah
pelat kaca dapat disemprot dengan asam sulfat pekat, yaitu pereaksi pendeteksi steroid dan
lipid yang berguna (Harbone, 1987).
2.4.3. Kromatografi Gas Cair (KGC)
Penggunaan utama KGC adalah pada pemisahan senyawa atsiri, yaitu asam lemak,
mono dan sesquiterpen, hidrokarbon, dan senyawa belerang. Tetapi keatsirian kandungan
tumbuhan yang bertitik didih tinggi dapat diperbesar dengan mengubahnya menjadi ester atau
eter trimetilsilil, sehingga hanya ada sedikit saja golongan yang sama sekali tidak cocok
dipisahkan dengan cara KGC (Harbone, 1987).
Komponen yang diperlukan untuk KCG sangat canggih dan mahal dibandingkan
dengan komponen untuk KLT ataupun KKt. Tetapi pada prisipnya KGC tidaklah lebih rumit
dari prosedur kromatografi yang lain. Komponen KGC memiliki empat bagian utama yaitu:
Kolom berupa pipa kecil yang panjang yang dikemas dengan fase diam yang melekat
pada serbuk lebam. Disini fase diam disaputkan sebagai film pada permukaan kolom
bagian dalam.
16
Pemanas digunakan untuk memanaskan kolom secara meningkat. Suhu di tempat
masuk ke kolom dikendalikan terpisah sehingga cuplikan dapat diuapkan dengan cepat
ketika diteruskan ke kolom.
Aliran Gas terdiri atas gas pembawa yang lembam seperti nitrogen dan argon.
Pemisahan senyawa dalam kolom bergantung pada pengaliran gas ini melalui kolom
dengan laju aliran yang terkendali.
Detektor diperlukan untuk mengukur senyawa ketika senyawa itu dialirkan melalui
kolom. Pendeteksian didasarkan pengionan nyala atau penangkap elektron. Detektor
dihubungkan dengan perekam potensiometri yang memberikan hasil pemisahan
berupa serangkaian puncak yang berbeda-beda kekuatannya. (Harbone, 1987)
Hasil KGC dapat dinyatakan dengan Volume Retensi RV (volume gas pembawa yang
diperlukan untuk mengelusi suatu komponen dari kolom) atau dengan waktu retensi R t (waktu
yang diperlukan untuk mengelusi komponen dari kolom) (Harbone, 1987).
Perubah utama dalam KGC adalah sifat fase diam dalam kolom dan suhu kerja.
Keduanya diubah-ubah menurut kepolaran dan keatsirian senyawa yang dipisahkan. KGC
memberikan data kuantitatif maupun kualitatif senyawa tumbuhan karena luas daerah
dibawah puncak yang ditunjukkan pada kromatogram berbanding lurus dengan konsentrasi
masing-masing komponen yang berbeda yang terdapat dalam campuran asal (Harbone, 1987).
Gambar 8. Grafik Kromatografi Gas Cair
Keterangan gambar: Kromatogram gas cair pemisahan campuran sterol asetat yang terdapat
Maserat dituangkan dan ditampung dalam beaker glass
Bilas sisa maserat dengan metanol
Hasil bilasan disaring
Volume maserat di ukur
Perubahan warna yang terjadi :Kuning menjadi merah kecoklatan
berat botol timbang awal : I : 63,669 gram II : 63,668 gram III : 63,671 gramSerbuk kedelai : 10,003 gramsetelah kedelai diambil : I : 63,668 gram II : 63,672 gram III : 63,676Methanol : 75 mL
volume yang diperoleh sebanyak 69 mL
43
5
6
PenguapanCawan porselen ditimbang
Maserat dituangkan ke dalam cawan porselen
pelarut diuapkan diatas penangas air
cawan dan ektrak ditimbang
Hidrolisis
Ekstrak kental dimasukkan ke dalam erlenmayer
Dihidrolisis selama 1 jam dengan HCl 1 N
Hasil hidrolisis ditambahkan N-heksana sebanyak 20 mL