Laporan Praktikum Fitokimia
IDENTIFIKASI SENYAWA KIMIA DALAM OBAT TRADISIONAL (JAMU)
Disusun Oleh :
Alfi Rahmi Anis (PO 7139011003)Anna Meutia (PO 7139012042)Irma
Yanti (PO 7139012054)Martunis (PO 7139012062)May Sarah (PO 71390120
)Nuryanti (PO 7139012069)Senthia Novi Ariska (PO 7139012075)
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPOLITEKNIK KESEHATAN
ACEHJURUSAN FARMASI2014KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan berbagai macam
kenikmatan berupa kekuatan, ketabahan, kepintaran, dan kesehatan
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Praktikum dengan judul Identifikasi Senyawa Kimia Dalam Obat
Tradisional (Jamu) yang merupakan hasil dari praktikum fitokimia.
Dalam penyusunan Laporan Praktikum ini penulis menyadari masih jauh
dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang membangun ke
arah penyempurnaan Laporan Praktikum dari semua pihak, penulis
terima dengan tangan terbuka. Semoga Laporan Praktikum ini
bermanfaat bagi pembaca terutama penulis sendiri. Amin Ya Rabbal
Alamin.
Banda Aceh, Mei 2014
Penulis
DAFTAR ISIHalamanKata Pengantar iDaftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang11.2. Tujuan Praktikum1
BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. Pengertian obat .22.2. Obat
tradisional2 2.2.1. Pengertian Obat Tradisional22.2.2. Cara
Produksi Obat Tradisional yang baik 32.3. Jamu 62.4. Bahan Kimia
Obat (BKO) 72.4.1. Obat Bebas 72.4.2. Obat Bebas Terbatas 82.4.3.
Obat Keras 92.4.4. Obat Wajib Apotek 102.4.5. Obat Golongan
Narkotika 102.4.6. Obat Psikotropik 112.5. Ekstraksi Cair-cair
122.6. Kromatografi Lapis Tipis 122.6.1. Keuntungan Kromatografi
Lapis Tipis 132.6.2. Komponen-komponen KLT 142.6.3. Aplikasi
(penotolan sampel) 152.6.4. Perhitungan Rf 15
BAB IIIMetodelogi Percobaan3.1. Alat dan Bahan. 173.1.1. Alat
173.1.2. Bahan 173.2. Prosedur Kerja. 173.3. Data dan Perhitungan.
203.4. Hasil Pengataman 21
BAB IV. Pembahasan27BAB V. Penutup 305.1. Kesimpulan 30DAFTAR
PUSTAKA. 31
BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangJamu diartikan sebagai obat
yang dibuat dari akar-akaran, daun-daunan, dan sebagainya. Jamu
merupakan obat tradisional Indonesia. Obat tradisional adalah bahan
atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan
mineral, sediaan sarian atau galenik, atau campuran bahan-bahan
tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman.Obat tradisional merupakan produk
yang dibuat dari bahan alam yang jenis dan sifat kandungannya
sangat beragam sehingga untuk menjamiun mutu obat tradisional
diperlukan cara pembuatan yang baik dengan lebih memperhatikan
proses produksi dan penanganan bahan baku.Bahan baku adalah
simplisia, sediaan galenik, bahan tambahan atas bahan lainnya, baik
yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat, yang berubah maupun tidak
berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat tradisional.Dari
pengertian diatas telah jelas bahwa sediaan obat tradisional yang
diproduksi harus memenuhi mutu yang baik guna memenuhi persyaratan
keamanan dan khasiat, namun tidak diperbolehkan mengandung senyawa
kimia lain untuk menekan khasiatnya. Oleh karena itu produk-produk
obat tradisional yang beredar harus bebas dari senyawa kimia dalam
sediaannya.
1.2. Tujuan PercobaanMahasiswa mampu dan memahami cara
identifikasi senyawa kimia yang mungkin terdapat pada sediaan obat
tradisional (jamu).
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian ObatMenurut pengertian umum, obatdapat
didefinisikan sebagai bahan yang menyebabkan perubahan dalam fungsi
biologis melalui proses kimia. Sedangkan definisi yang lengkap,
obat adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan pengobatan,
peredaan, pencegahan atau diagnosa suatu penyakit, kelainan fisik
atau gejala-gejalanya pada manusia atau hewan; atau dalam
pemulihan, perbaikan atau pengubahan fungsi organik pada manusia
atau hewan. Obat dapat merupakan bahan yang disintesis di dalam
tubuh (misalnya : hormon, vitamin D) atau merupakan merupakan
bahan-bahan kimia yang tidak disintesis di dalam tubuh.
2.2. Obat Tradisional2.2.1. Pengertian Obat TradisionalRamuan
tradisional adalah ramuan yang terbuat dari bahan-bahan tumbuhan
yang berkhasiat dan sudah biasa digunakan masyarakat setempat. Obat
tradisional adalah bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik, atau campuran dari
bahan-bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan
untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Maryani, 2003).Kekayaan
jenis tanaman yang tumbuh di Indonesia sangat berlimpah, termasuk
didalamnya adalah tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan
pengobatan. Namun informasi akurat tentang khasiatnya belum banyak
dipublikasikan, sehingga pemanfaatan tanaman untuk tujuan
pengobatan selama ini hanya didasarkan pada pengalaman turun
temurun. Informasi tersebut berbeda pada setiap daerah, sehingga
diketahui satu jenis tanaman memiliki fungsi beragam untuk tujuan
pengobatan (Mursito, 2000). Pemanfaatan obat tradisional dan atau
obat bahan alam untuk penanggulangan penyakit masih kurang atau
belum digunakan dalam pelayanan kesehatan normal, karena masih
terbatasnya pembuktian keamanan dan khasiatnya secara alamiah
(Anonim, 2002).Obat tradisional merupakan produk yang dibuat dari
bahan alam yang jenis dan sifat kandungannya sangat beragam
sehingga untuk menjamin mutu obat tradisional diperlukan cara
pembuatan yang baik dengan lebih memperhatikan proses produksi dan
penanganan bahan baku. Tablet yang akan dibuat berasal dari
simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai
obat tradisional yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan
kecuali dinyatakan lain merupakan bahan yang dikeringkan. Dimana
memerlukan bahan awal yang merupakan bahan baku dan bahan pengemas
yang digunakan dalam pembuatan suatu produk obat tradisional dan
bahan baku yaitu simplisia, sediaan galenik, bahan tambahan atau
bahanlainnya, baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat,
yang berubahmaupun yang tidak berubah, yang digunakan dalam
pengolahan obat tradisional, walaupun tidak semua bahan tersebut
masih terdapat didalam produk ruahan.
2.2.2. Cara Produksi Obat Tradisional yang Baik (CPOTB)Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek
yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk
menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi
persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses
produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia
yang menangani. Penerapan CPOTB merupakan persyaratan kelayakan
dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu yang diakui dunia
internasional. Untuk itu sistem mutu hendaklah dibangun,
dimantapkan dan diterapkan sehingga kebijakan yang ditetapkan dan
tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Dengan demikian penerapan
CPOTB merupakan nilai tambah bagi produk obat tradisional Indonesia
agar dapat bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di
pasar dalam negeri maupun internasional.Mengingat pentingnya
penerapan CPOTB maka pemerintah secara terus menerus memfasilitasi
industri obat tradisional baik skala besar maupun kecil untuk dapat
menerapkan CPOTB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang
terprogram. Dengan adanya perkembangan jenis produk obat bahan alam
tidak hanya dalam bentuk Obat Tradisional (Jamu), tetapi juga dalam
bentuk Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka, maka Pedoman Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik ini dapat pula diberlakukan
bagi industri yang memproduksi Obat Herbal Terstandar dan
Fitofarmaka.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam CPOTB adalah:1. Obat
tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan,bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau galenik,
atau campuran daribahan tersebut, yang secara turun menurun telah
digunakan untuk pengobatanberdasarkan pengalaman.2. Bahan awal
adalah bahan baku dan bahan pengemas yang digunakan dalam pembuatan
suatu produk obat tradisional.3. Bahan baku adalah simplisia,
sediaan galenik, bahan tambahan atau bahan lainnya, baik yang
berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat, yang berubah maupun yang
tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat
tradisional,walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat
didalam produk ruahan.4. Simplisia adalah bahan alamiah yang
dipergunakan sebagai obat tradisional yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain merupakan bahan
yang dikeringkan.5. Bahan pengemas adalah semua bahan yang
digunakan untuk pengemasan produk ruahan untuk menghasilkan produk
jadi.6. Produk antara adalah bahan atau campuran bahan yang masih
memerlukan satu atau lebih tahap pengolahan lebih lanjut untuk
menjadi produk ruahan.7. Produk ruahan adalah bahan atau campuran
bahan yang telah selesai diolah yang masih memerlukan tahap
pengemasan untuk menjadi produk jadi.8. Produk jadi adalah produk
yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan obat
tradisional.9. Pembuatan adalah seluruh rangkaian kegiatan yang
meliputi pengadaan bahan awal termasuk penyiapan bahan baku,
pengolahan, pengemasan, pengawasan mutu sampai diperoleh produk
jadi yang siap untuk didistribusikan.10. Produksi adalah semua
kegiatan pembuatan dimulai dari pengadaan bahan awal termasuk
penyiapan bahan baku, pengolahan, sampai dengan pengemasan untuk
menghasilkan produk jadi.11. Pengolahan adalah seluruh rangkaian
kegiatan mulai dari penimbangan bahan baku sampai dengan
dihasilkannya produk ruahan.12. Pengemasan adalah kegiatan
mewadahi, membungkus, memberi etiket dan atau kegiatan lain yang
dilakukan terhadap produk ruahan untuk menghasilkan produk jadi.13.
Pengawasan dalam proses adalah pemeriksaan dan pengujian yang
ditetapkan dan dilakukan dalam suatu rangkaian proses produksi,
termasuk pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan terhadap
lingkungan dan peralatan dalam rangka menjamin bahwa produk akhir
(jadi) memenuhi spesifikasinya.14. Pengawasan mutu (quality
control) adalah semua upaya pemeriksaan dan pengujian selama
pembuatan untuk menjamin agar obat tradisional yangdihasilkan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan.15. Sanitasi adalah segala
upaya yang dilakukan untuk menjamin kebersihan sarana pembuatan,
personil, peralatan dan bahan yang ditangani.16. Dokumentasi adalah
catatan tertulis tentang formula, prosedur, perintah dan catatan
tertulis lainnya yang berhubungan dengan pembuatan obat
tradisional.17. Verifikasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan
cara yang sesuai bahwa tiap bahan, perlengkapan, prosedur kegiatan
yang digunakan dalam pembuatan obat tradisional senantiasa mencapai
hasil yang diinginkan.18. Inspeksi diri adalah kegiatan yang
dilakukan untuk menilai semua aspek, mulai dari pengadaan bahan
sampai dengan pengemasan dan penetapan tindakan perbaikan yang
dilakukan oleh semua personal industri obat tradisional sehingga
seluruh aspek pembuatan obat tradisional dalam industri obat
tradisional tersebut selalu memenuhi CPOTB.19. Bets adalah sejumlah
produk obat tradisional yang diproduksi dalam satu siklus pembuatan
yang mempunyai sifat dan mutu yang seragam.20. Lot adalah bagian
tertentu dari suatu bets yang memiliki sifat dan mutu yang seragam
dalam batas yang telah ditetapkan.21. Kalibrasi adalah kombinasi
pemeriksaan dan penyetelan suatu instrumen agar memenuhi syarat
batas keakuratan menurut standar yang diakui.22. Karantina adalah
status suatu bahan atau produk yang dipisahkan baik secara fisik
maupun secara sistem, sementara menunggu keputusan pelulusan atau
penolakan untuk diproses, dikemas atau didistribusikan.23. Nomor
bets atau nomor lot adalah suatu rancangan nomor dan atau huruf
yang menjadi tanda riwayat suatu bets atau lot secara lengkap,
termasuk pemeriksaan mutu dan pendistribusiannya.24. Diluluskan
(released) adalah status bahan atau produk yang boleh digunakan
untuk diproses, dikemas atau didistribusikan.25. Produk kembalian
adalah produk yang dikembalikan dari semua mata rantai distribusi
ke pabrik.26. Penarikan kembali (recall) adalah kegiatan menarik
kembali produk dari semua mata rantai distribusi apabila ditemukan
adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan
penandaan atau adanya efek yang merugikan kesehatan.27. Keluhan
adalah suatu pengaduan dari pelanggan atau konsumen mengenai
kualitas, kuantitas, khasiat dan keamanan.
2.3. Jamu
Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional,
yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu
tersebut, higienis (bebas cemaran) serta digunakan secara
tradisional. Jamu telah digunakan secara turun-temurun selama
berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, Pada umumnya,
jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur.
Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan
klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris turun temurun. Penandaan
pada produk Jamu Tulisan JAMU harus jelas dan mudah dibaca, dicetak
dengan warna hitam diatas dasar warna putih atau warna lain yang
menyolok kontras dengan tulisan JAMU catatan : pada produk jamu
dilarang mencampurkan atau terkandung bahan kimia obat apapun. jamu
adalah tingkat terendah dari strata obat herbal lainnya tingkatan
selanjutnya adalah Herbal Terstandar.
2.4. Bahan Kimia Obat (BKO)Secara garis besar, bahan dasar obat
dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu berasal dari:
Bahan-bahan yang secara alami disintesis di dalam tubuh, baik
manusia, hewan, tumbuhan, atau makhluk hidup lainnya, termasuk di
dalamnya obat herbal/ tradisional (TR) Bahan-bahan kimia yang
secara alami tidak disintesis di dalam tubuh, oleh masyarakat
disebut sebagai obat kimia, termasuk di dalamnya obat sintetik dan
obat semi-sintetikPenggolongan obat menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 917/Menkes/Per/X /1993yang kini telah diperbaiki
dengan Permenkes RI Nomor 949/Menkes/Per/ VI/2000 penggolongan obat
dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan
serta pengamanan distribusi. Penggolongan obat ini terdiri dari :
obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek, obat keras,
psikotropika dan narkotika.
2.4.1. Obat BebasPeratuan daerah Tingkat II tangerang yakni
Perda Nomor 12 Tahun1994 tentang izin Pedagang Eceran Obat memuat
pengertian obat bebas adalah obat yang dapat dijual bebas kepada
umum tanpa resep dokter, tidak termasuk dalam daftar narkotika,
psikotropika, obat keras, obat bebas terbatas dan sudah terdaftar
di Depkes RI.Contoh :Minyak Kayu Putih, Tablet Parasetamol, tablet
Vitamin C, B Compleks, Penandaan obat bebas diatur berdasarkan SK
Menkes RI Nomor 2380/A/SK/VI/1983 tentang tanda khusus untuk untuk
obat bebas dan untuk obat bebas terbatas.Tanda khusus untuk obat
bebas yaitu bulatan berwarna hijau dengan garis tepi warna hitam,
seperti terlihat pada gambar berikut :
Penandaan Obat Bebas
2.4.2. Obat Bebas TerbatasMenurut Keputusan Menteri Kesehatan RI
yang menetapkan obat-obatan kedalam daftar obat W (Waarschuwing)
memberikan pengertian obat bebas terbatas adalah obat keras yang
dapat diserahkan kepada pemakainya tanpa resep dokter, bila
penyerahannya memenuhi persyaratan sebagai berikut :1.Obat tersebut
hanya boleh dijual dalam bungkusan asli dari pabriknya atau
pembuatnya.2.Pada penyerahannya oleh pembuat atau penjual harus
mencantumkan tanda peringatan. Tanda peringatan tersebut berwarna
hitam,berukuran panjang 5 cm,lebar 2 cm dan memuat pemberitahuan
berwarna putih sebagai berikut :
Gambar Peringatan Obat Bebas TerbatasPenandaannya diatur
berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No.2380/A/SK/VI/83 tanda
khusus untuk obat bebas terbatas berupa lingkaran berwarna biru
dengan garis tepi berwarna hitam, seperti terlihat pada gambar
berikut:
Gambar Penandaan Obat Bebas Terbatas
2.4.3. Obat KerasMenurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang
menetapkan/memasukkan obat-obatan kedalam daftar obat keras,
memberikan pengertian obat keras adalah obat-obat yang ditetapkan
sebagai berikut :1.Semua obat yang pada bungkus luarnya oleh si
pembuat disebutkan bahwa obat itu hanya boleh diserahkan denagn
resep dokter.2.Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang
nyata-nyata untuk dipergunakan secara parenteral.3.Semua obat baru,
terkecuali apabila oleh Departemen Kesehatan telah dinyatakan
secara tertulis bahwa obat baru itu tidak membahayakan kesehatan
manusia.Contoh : Andrenalinum Antibiotika Antihistaminika, dan
lain-lainAdapun penandaannya diatur berdasarkan keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 02396/A/SK/VIII/1986 tentang tanda khusus Obat
Keras daftar G adalah Lingkaran bulat berwarna merah dengan garis
tepi berwarna hitam dengan hurup K yang menyentuh garis tepi,
seperti yang terlihat pada gambar berikut:
Gambar Penandaan Obat Keras
2.4.4. Obat Wajib ApotekObat wajib apotek adalah obat keras yang
dapat diserahkan oleh apotekerdi apotek tanpa resep dokter.Menurut
keputusan mentri kesehatan RI No. 347/Menkes/SK/VIII/1990 yang
telah diperbaharui Mentri Kesehatan Nomor 924/Menkes/Per/X/1993
dikeluarkan dengan pertimbangan sebagai berikut :1.Pertimbangan
utama untuk obat wajib apotek ini sama dengan pertimbangan obat
yang diserahkan tanpa resep dokter, yaitu meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah
kesehatan, dengan meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat,
aman dan rasional.2.Pertimbangan yang kedua untuk meningkatkatkan
peran apoteker di apotek dalam pelayanan komunikasi, informasi dan
edukasi serta pelayanan obat kepada masyarakat.3.Pertimbangan
ketiga untuk peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan untuk
pengobatan sendiri. Obat yang termasuk kedalam obat wajib apotek
misalnya : obat saluran cerna (antasida), ranitidine, clindamicin
cream dan lain-lain.
2.4.5. Obat Golongan NarkotikaPengertian narkotika menurut
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang narkotika adalah zat atau
obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis
maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan yang dibedakan kedalam golongan I, II dan III.Contoh
: Tanaman Papaver Somniferum Tanaman Koka Tanaman ganja Heroina
Morfina Ovium Kodeina
Gambar Penandaan Obat Narkotika
2.4.6. Obat PsikotropikaPengertian psikotropika menurut
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang psikotropika adalah zat
atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang
berkhasiatpsikoaktifmelalui pengaruh selektif pada susunan syaraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan
perilaku.Contoh : Lisergida Amphetamin Codein Diazepam Nitrazepam
FenobarbitalUntuk Psikotropika penandaan yang dipergunakan sama
dengan penandaan untuk obat keras, hal ini karena sebelum
diundangkannya UU RI No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, maka
obat-obat psikotropika termasuk obat keras, hanya saja karena
efeknya dapat mengakibatkan sidroma ketergantungan sehingga dulu
disebut Obat Keras Tertentu.Sehingga untuk Psikotropika
penandaannya: lingkaran bulat berwarna merah,dengan huruf K
berwarna hitam yang menyentuh garis tepi yang berwarna hitam.
2.5. Ekstraksi Cair-CairEkstraksi merupakan pemisahan senyawa
berdasarkan proses distribusi terhadap dua macam pelarut yang tidak
saling campur. Ekstraksi memanfaatkan pembagian sebuah zat pelarut
antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat
terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut lain. Kesetimbangan
heterogen yang penting melibatkan pembagian suatu spesies antara
dua fase pelarut yang tidak tercampur. Kesetimbangan seperti ini
banyak terdapat dalam proses pemisahan dalam penelitian kimia
maupun di industry (Oxtoby, 2001).
2.6. Kromatografi Lapis TipisPada kromatografi lapis tipis,zat
penyerap merupakan lapisan tipis serbuk halus yang dilapiskan pada
lempeng kaca.plastik atau logam secara merata umumnya digunakan
lempeng kaca. Lempeng kaca yang dilapisi dapat dianggap sebagai
kolom kromatografi terbuka dan pemisahan yang tercapai dapat
didasarkan pada adsorbsi,partisi atau kombinasi kedua efek,
tergantung dari jenis zat penyangga. cara pembuatan, dan jenis
pelarut yang digunakan,alat-alat dan bahan untuk kromatografi lapis
tipis adalah: Lempeng kaca dengan tebal serba rata dan ukuran yang
sesuai umumnya 20cm X 20cm. Baki lempeng, dengan permukaan yang
datar, digunakan untuk meletakkan dan mengatur lempeng kaca pada
waktu membuatb lapisan zat penyerap. Rak penyimpanan digunakan
untuk menempatkan lempeng yang telah dilapisi zat penyerap selama
pengeringan atau untuk membawa lempeng. Zat penyerap, terdiri dari
bahan penyerap yang halus umumnya berdiameter 5 Um hingga 40 Um
yang sesuai untuk kromatografi. Alat pembuat lapisan, yang jika
digerakkan diatas lempeng kaca,akan menghasilkan zat penyerap serba
rata, dengan ketebalan yang dikehendaki, pada seluruh permukaan
lempeng. Bejana kromatografi, yang dapat memuai satu atau lebih
lempeng kaca dan dapat ditutup kedap. Alat sablon, umumnya terbuat
dari plastik, digunakan sebagai alat bantu untuk menemptkan bercak
uji pada jarak seperti yang dibutuhkan, serta untuk membantu
penandaan lempeng. Pipet mikro berskala, yang dapat mengeluarkan
cairan sejumlah 10UL jumlah total larutan uji dan larutan baku yang
harus ditotolkan tertera pada masing-masing monografi. Alat
penyemprot pereaksi yang dapat menyemprotkan butir-butir halus
serta tahan terhadap pereaksi. Lampu ultraviolet, yang sesuai untuk
pengamatan dengan panjang gelombang pendek (254nm) dan dengan
panjang gelombang (366nm).Kromtografi Lapis Tipis (KLT)
dikembangkan oleh Izmarloff dan Schaiber pada tahun 1938, KLT
merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas
dan elektroforesis berbeda dengan kromatografi kolom yang mana fase
dalamnya diisikan dan dikemas didalamnya. Pada kromatografi lapis
tipis ,fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada
permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, palat
aluminium dan plat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar
ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom.
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif
dari suatu sampel yang ingin didektesikan dengan memisahkan
komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran. Prinsip
dari KLT adalah memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran
antar sampel dengan pelarut yang digunakan.
2.6.1. Keuntungan Kromatografi Lapis Tipis (KLT):1. KLT banyak
digunakan untuk tujuan analisis.2. Identifikasi pemisahan komponen
dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi waktu dengan
radiasi menggunakan sinar UV.3. Waktu pemisahan lebih cepat
sensitif dan daya resolusinya tinggi.4. Dapat dilakukan elusi secar
menaik (escending),menurun (descending) atau elusi dua dimensi.5.
Ketetapan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang
ditentukan merupakan bercak yang tidak dapat bergerak.6. KLT dalam
pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan
kromatografi kolom.Teknik KLT biasanya menggunakan fase diam dari
bentuk plat silika yang bersifat polar dan fase geraknya
disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau
campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat
kepolaran antara sampel dengan eluen, semakin dekat kepolaran
antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh
fase gerak tersebut. Senyawa yang dapat membentuk ikatan hidrogen
akan melekat pada gel silika lebih kuat dibandingkan senyawa
lainnya. Teknik KLT menggunakan suatu adsorben yang disalurkan pada
lempeng kaca sebagai fase stasionernya dan pengembangan
kromatografi terjadi ketika fase mobil terlapis melewati adsorben
itu. Kromatografi lapis tipis mempunyai kelebihan yang nyata
dibandingkan kromatografi kertas karena nyaman dan cepatnya
ketajaman pemisahan yang lebih besar dan kepekaannya yang
tinggi.
2.6.2. Komponen-Komponen KLT 1. Fase Diam / PenyerapPenyerap
yang paling sering digunakan pada klt adalah silika dan serbuk
selulosa, sementara mekanisme adsorbsi dan desorbsi (suatu
mekanisme dan perpindahan slut dari fase diam ke fase gerak atau
sebalimnya) yang utama KLT adalah prtisi dan adsorbsi. Silika gel
adalah bentuk dari silikon dioksida (silika). Atom silikon
fihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen yang
besar.
2. Fase Gerak Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas
satu dan beberapa pelarut. Ia bergerak didalam fase diam yaitu
suatu lapisan berpori karena ada gaya kapiler, yang hanya digunakan
pelarut bertingakat mutu analitik dan bila diperlukan sstem pelarut
multi komponen harus berupa suatu campuran sederhana mungkin yang
terjadi atas maksimum 3 komponen, angka banding campuran dinyatakan
dalam bagian volume total 100.Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
memilih dan mengoptimasi fase gerak antara lain: Fase gerak harus
mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan tehnik
yang sensitif. Daya elusi gerak harus mempunyai kemurnian yang
sangat tinggi karena KLT merupakan tehnik yang sensitif. Untuk
pemisahan menggunakan fase diam polar, seperti silika gel polaritas
fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yng berarti juga
menentukan nilai Rf. Solut-solut ionik dan solut polar lebih baik
digunakan campuran pelarut sebagai fase geraknya seperti campuran
air dan methanol dengan perbandingan tertentu.
2.6.3. Aplikasi ( Penotolan Sampel)Pemisahan pada kromatografi
lapis tipis yang optimal hanya akan diperoleh jika menotolkan
sampel dengan ukuran bercak sekecil atau sesempit mungkin,
sebagaimana dalam prosedur kromatografi yang lain jika sampel yang
digunakan terlalu banyak maka akan menurunkan resolusi.
DeteksiBercak pemisahan pada KLT merupakan bercak yang tidak
berwarna. Untuk penentuannya dapa dilakukan secara fisika kimai
maupun biologi.2.6.4. Perhitungan RfUkuran dan intensitas bercak
dapat digunakanuntuk memperkirakan kadar. Pengukuran diperoleh dari
lempengan untuk memudahkan identifikasi senyawa-senyawa yang
muncul. Pengukuran ini berdasarkan jarak yang ditempuh oleh pelarut
dan jarak yang ditmpuh oleh bercak warna masing-masing, ketika
pelarut mendekati bagian atas lempeng, lempengan dipindahkan dari
gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis sebelum
mengalami proses penguapan. Bila selanjutnya ingin melihat kadar
adalah dengan cara disintrometri. Dalam kromatogrfi cair dan
kromatografi lapis tipis fase gerak yang digunakan selalu cair.
Kromatografi juga dapat dibedakan lagi atas beberapa
macam:Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya1. Kromatografi
adsorbsi2. Kromatografi pasangan ion3. Kromatografi penukaran ion4.
Kromatografi ekslusi ukuran5. Kromatografi afinitas.
Berdasarkan kriteria lain, kromatografi dapat dikelompokkan:
Penempatan fase stasionernya dalam tabung (kromatografi kolom) atau
pada permukaan bidang(kromatografi planar) Arah gerak fase mobilnya
(kromatografi menurun, kromatografi menaik dan kromatografi
mendatar).
BAB IIIMETODOLOGI PERCOBAAN
1.1. Alat dan Bahan1.1.1. Alata. Bejana kromatografib. Lempeng
KLTc. Pipa kapilerd. Lampu UVe. Spatula f. Corong pisahg. Vial
1.1.2. Bahana. Parasetamol b. Kafein c. Kloroform d. Asetone.
NaOH 0,1 Nf. HCL 0,1 Ng. Jamu tolak angin sidomunculh. Jamu
brasmotoi. Jamu cikungunya
1.2. Prosedur KerjaA. Larutan Uji
Sejumlah satu dosis cuplikan yang telah di serbuk halus di
masukin ke dalam labu erlermenyer 250ml. Tambahkan 50ml air,
dibasahkan dengan Naoh 1N hingga PH 9-10 kocok selama 30 menit dan
saring
Disiapkan percolator.
Filtrate diasamkan dengan beberapa tetes asam klorida 0,1 N
hingga PH 3-4 di ekstraksikan 4 kali, setiap kali dengan 20ml
kloroform.
Ekstrak kloroform di uapkan di atas waterbath hingga hampir
kering, sisa di larutkan dalam 5 ml metanol
Dengan cara yang sama di lakukan ekstraksi satu dosis cuplikan
yang telah ditambah masing-masing dengan 100 mg kofein dan 5 tablet
paracetamol
B. Larutan Baku
Sejumlah lebih kurang 100 mg kofein dan 5 tablet paracetamol di
timbang seksama di larutkan dalam 5ml metanol (C)
C. Identifikasi
Dalam praktikum ini, identifikasi hanya dilakukan dengan cara
kromatografi lapis tipis
Larutan A,B dan C masing-masing di totolkan secara terpisah dan
dilakukan kromatografi lapis tipis
D. Pembuatan Elusi dan Visualisasi
Dilarutkan larutan yang telah dibuat pada plat silika dengan
ukuran 20 x 10cm yang telah dibuat skesta
Tiap-tiap larutan dilakukan penotolan dengan larutan di masukan
kedalam chamber yang berisi elusn jenuh
Di tunggu ad eluen merambat 10cm
Di angkat plat silika dan di keringkan lalu diseleksi dibewah
sinar rambut sinar UV 254nm dan 366nm
Diamati bercak hingga terlihat
Di hitung harga Rf
E. Pembuatan monitor
1 bungkus jamu yang telah ditambahkan paracetamol dimasukkan
kedalam erlenmeyer 250ml.
Di tambahkan 50ml air dan dibasahkan dengan NaOH 1N hingga PH
9-10
Di kocok selama 30 menit, saring.
Diasamkan dengan beberapa tetes HCL pekat hingga PH 3-4
Di ekstraksi dengan 20ml kloroform sebanyak 3kali
Ekstrak diuapkan diatas waterbath ad kering sisanya dilarutkan
dengan etanol 96%
1.3. Data dan Perhitungan
Sampel yang digunakan= jamu cikungunya Monitor = kafein :
kloroform Baku pembanding = kaffein 10 gram, paracetamol 5 tablet
Volume fase gerak= 40 mL Fase gerak = kloroform : aseton 4 :
1Kloroform= x 40 mL= 32 mLAseton = x 40 mL= 8 mL NaOH untuk
pembasaan= 25 tetes HCL untuk pengasaman= 15 tetes
Deskripsi pelat silica: Ukuran pelat= 10 cm x 10 cm Batas atas=
1 cm Batas bawah = 2 cm Jarak elusi = 7 cm
Sampel yang digunakan Kelompok 1= sampel A ( jamu tolak angin
sidomuncul) Kelompok 2= sampel B ( jamu brastomoto) Kelompok 3=
sampel C ( jamu cikungunya) Kelompok 4= monitor A ( jamu tolak
angin sidomuncul + parasetamol) Kelompok 5 = monitor B ( jamu
brastomoto + parasetamol) Kelompok 6 = monitor C (jamu cikungunya +
kafein)
1.4. Hasil Pengamatana. A MA B MB C MC PCT KCahaya Tampak
b. Sinar UV gelombang pendek (254 nm)
A MA B MB C MC PCT K
c. Sinar UV gelombang panjang (366 nm)
A MA B MB C MC PCT K
Keterangan:A= Jamu merk SidomunculMA= Jamu merek Sidomuncul +
parasetamolB= Jamu merk BrastomoloMB= Jamu merk Brastomolo +
parasetamolC= Jamu merk cikungunyaMC= Jamu merk Cikungunya +
kafeinPCT= Larutan Baku ParasetamolK= Larutan Baku Kafein
Perhitungan RfRf =
Rf = = 0,32
Rf = = 0,42
Rf = = 0,44 cm
Rf = = 0,64 cm
Rf = = 0,67 cm
Rf = = 0,74 cm
Rf = = 0,88 cm
Tabel pengamatana. Table Jarak BercakNo.Cahaya tampakSinar UV
254 nmSinar UV 366 nm
1.4,24,53,5
4,6-4,3
4,7
2.2,22,21,8
3,84,13,2
4,14,54,1
4,554,5
5-6,1
3.2,12,13,7
4,14,14,1
4,44,54,4
4,84,94,7
4.4,34,13,8
4,54,54,2
4,84,74,5
--4,8
5.2,33,13
3,14,54,7
4,5-5,2
--6,2
6.4,44,52,2
3,3
4
4,1
5,8
7.---
8.--2,5
b. Tabel RfNo.RfSinar tampakSinar UV 254 nmSinar UV 366 nm
1.0,54--b. kuning stabilo
0,6Kuning pudar--
0,61--Berpendar kuning
0,64-Kuning pudar-
0,65Coklat pudar--
0,67--Berpendar orange
2.0,25--Ungu
0,31Coklat pudarCoklat pudar-
0,45--b. kining stabilo
0,54Kuning pudar--
0,58Kuning pudarKuning pudarBerpendar kuning
0,64Kuning pekatKuning cerahBerpendar orange
0,71Coklat pudarCoklat pudar-
0,87--Berpendar orange
3.0,3Coklat pudarCoklat pudar-
0,52--b. kuning cerah
0,58Kuning pudarKuningBerpendar kuning
0,62Kuning pudar-Berpendar coklat
0,64-Kuning pekat-
0,67--b. hijau lumut
0,68Orange pudar--
0,7-Coklat pudar-
4.0,54--b. ungu pudar
0,58-Kuning pudar-
0,6--B. kuning pudar
0,61Kuning pudar--
0,64Kuning pekatKuningCoklat
0,67--b. hijau lumut
0,68Kuning pudar-B. hijau lumut
5.0,32Coklat pudar--
0,42--Hijau stabilo
0,44Kuning pekatKuning cerah-
0,64Kuning pudarKuning pudar-
0,67--b. hijau lumut
0,74--Berpendar biru
0,88--Berpendar pink
6.0,31--b. kuning pudar
0,47--b.kuning pudar
0,58--b. kuning pudar
0,62Kuning pudar-b. hijau lumut
0,64-Kuning pudar-
0,82---
7.----
8.0,35--b. kuning pudar
BAB IVPEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan untuk identifikasi senyawa
kimia yaitu kafein dan parasetamol yang mungkin terkandung dalam
sediaan obat tradisional. Sediaan obat tradisional tidak boleh
mengandung senyawa kimia lain untuk meningkatkan khasiatnya. Pada
praktikum ini sampel obat tradisional yang digunakan ada 3 yaitu
jamu pegalinu merk sidomuncul, jamu bratomolo dan jamu cikungunya.
Langkah awal dari serangkaian praktikum ini adalah mempersiapkan
sampel yang akan digunakan. Metode yang digunakan adalah analisa
kualitatif menggunakan kromatografi lapis tipis. Prinsip
percobaannya adalah berdasarkan penuntuan tinggi noda untuk
menentukan harga Rf. Hal yang harus kita lakukan adalah melakukan
pembuatan eluen dengan cara mencampur 32 ml kloroform dan 8 ml
aseton. Kemudian dilakukan pembuatan sampel, terlebih dahulu sampel
dimasukkan kedalam erlenmeyer dan ditambahkan 50 ml aquadest.
Kemudian dibasakan dengan NaoH 1 N hingga pH 9 mencapai 10. Hal ini
dilakukan karena untuk menggarami larutan uji agar mudah terjadi
pemisahan ketika ekstraksi dengan menggunakan cairan penyari,
dikocok 30 menit. Pengocokan tidak boleh terlalu kuat karena jika
terlalu kuat akan membentuk emulsi sehiggan susah untuk terjadi
pemisahan. Kemudian disaring dengan menggunakan kain flanel dan
disaring lagi dengan kertas saring. Hal ini dimaksudkan untuk
mengecilkan kemungkinan serbuk dari sampel jamu ikut tersaring dan
ikut serta dalam proses ekstraksi yang pastinya akan mengganggu
proses ekstraksi itu sendiri. Kemudian larutan uji diasamkan dengan
HCL 0,1 N hingga pH 3 sampai 4. Diektraksi sebanyak 4 kali dengan
cara dimasukkan kedalam corong pisah dan ditambah 20 ml kloroform
dikocok selama 5 atau 10 menit sambil sesekali gas yang terbentuk
didalam corong pisah dikeluarkan lalu dibuka kran dan diambil
bagian yang bawahnya atau bagian kloroformnya. Setelah diektraksi 4
kali, larutan uji diuapkan hingga kering. Setelah kering dilarutkan
dengan 3 ml metanol lalu dimasukkan kedalam pot yang telah diberi
label. Setelah pembuatan sampel, dilakukan pembuatan monitor dengan
cara dimasukkan satu bungkus sampel kedalam erlenmeyer dan
ditambahkan 20 mg paracetamol atau kafein. Ditambahkan 50 ml
aquades kedalam masing-masing erlenmeyer. Lalu dibasakan dengan
NaOH 1 N hingga pH 9 sampai 10 dan dikocok 30 menit. Disaring
dengan kain flanel dan dilanjutkan dengan kertas saring. Diasamkan
dengan HCL 0,1 N hingga pH 3 sampai 4. Diekstraksi sebanyak 4 kali.
Hasilnya diuapkan lalu didinginkan dan ditambah 2 ml metanol. Lalu
dimasukkan kedalam pot plastik dan diberi label. Untuk pengamatan
maka disiapkan plat silika untuk penotolan dengan ukuran 10 X10 cm.
Diberi batas bawah 2 cm dan batas atas 1 cm, sehingga diperoleh
jarak eluen 7 cm. Tanda penotolan dilakukan dengan menggunakan
pensil, hal ini dilakukan karena warna pada pensil tidak akan
terbawa oleh eluen dan menjadi spot sedangkan bila kita menggunakan
pulpen atau alat tulis berwarna lain maka zat warnanya akan ikut
merambat bersama eluen dan akan mempengaruhi nilai Rf yang akan
kita amati. Langkah selanjutnya adalah melakukan penotolan sampel
dan monitor pada batas bawah plat silika. Batas atas plat silika
dibuat hanya untuk memudahkan kita mengamati jarak rambat dari
eluen sehingga memudahkan kita untuk menghitung harga Rf pada
masing-msing sampel. Tanda batas bawah diukur sedemikian rupa agar
penotolan sampel yang kita lakukan jangan sampai terkena pelarut
yang akan sangat mempengaruhi pada jarak rambat dan harga Rf yang
didapat. Setelah dilakukan penotolan sampel dan monitor pada plat
silika dan bercak dari masing-masing mengering, tempatkan lempengan
plat kedalam chamber. Sampel A adalah jamu sidomuncul, MA adalah
jamu sidomuncul ditambah 5 tablet paracetamol, Sampel B jamu
Brastomolo, MB jamu Brastomolo ditambah 5 tablet parasetamol,
sampel C adalah jamu cikungunya, MC adalah cikungunya ditambah
100mg cofein, PCT adalah larutan baku parasetamol dan K adalah
larutan baku kafein. Hal yang harus diperhatikan adalah pelarut
tidak boleh menyentuh batas penotolan dimana posisi bercak sampel
berada karena, hal itu akan mmepengaruhi dari jarak dan spot yang
terbentuk. Gunakan pinset ketika memindahkan atau memasukkan plat
silika kedalam chamber. Jangan sekali-kali bagian depan dari plat
silika tersentuh tangan praktikan, hal ini dilakukan untuk
menghindari plat silika dari lemak-lemak, keringat serta kotoran
yang menempel ditangan praktikan. Karena hal ini juga akan
mempengaruhi dari spot yang terbentuk dan ditakutkan lemak atau
atau kotoran yang tertempel akan bergerak selayaknya krromatogram
yang terbentuk. Karena pelarut bergerak lambat pada lempengan,
komponen-komponen dari campuran pewarna akan bergerak pada
kecepatan yang berbeda dan akan tampak sebagai perbedaan bercak
warna. Namun, sampel yang digunakan berwarna yaitu berwarna coklat
kekuningan maka bercak yang timbul dipermukaan plat akan tampak
jelas.Kemudian dilakukan pengamatan pada sinar tampak, sinar UV
gelombang panjang dan pendek. Dari hasil praktikum yang telah kami
lakukan terdapat harga Rf melebihi rentang 0,2-0,8. Hal ini terjadi
karena pada saat praktikum terjadi kesalahan pada saat penotolan.
Pemisahan kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh jika
hanya menotolkan sampel dengan ukuran bercak sampel dan sesempit
mungkin, sebagaimana dalam prosedur kromatografi yang lain, jika
sampel yang digunakan terlalu banyak maka akan menurunkan
resolusi.
BAB VPENUTUP5.1. Kesimpulan1. Ekstraksi merupakan metode
pemisahan dengan melarutkan bahan campuran dalam pelarut yang
sesuai.2. Dilakukan 4 kali pengulangan ekstraksi agar pelarut
terdistribusi sempurna.3. Proses ekstraksi dengan pengocokan yang
kuat dapat menyebabkan emulsi pada cairan.4. Metode pemisahan yang
digunakan adalah kromatografi lapis tipis.5. Kromatografi adalah
suatu teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan
perambatan komponen dalam medium tertentu.6. Fase gerak yang
digunakan dalam praktikum ini adalah kloroform dan aseton7. Harga
Rf yang baik berkisar antara 0,2 sampai 0,88. Hasil yang didapat
dari perhitungan Rf masing-masing adalah:a. Cahaya tampak, Rf =
0,32; 0,44; 0,64b. Cahaya UV 254, Rf = 0,44; dan 0,64c. Cahaya UV
366, Rf = 0,42; 0,67; 0,74 dan 0,88
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2002, Tanaman Obat Indonesia, Cakrawala Iptek,
Jakarta,.
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2005, Pedoman Cara Pembuatan
Obat Tradisional Yang Baik, Jakarta.
Maryani, H. 2003, Tanaman Obat Untuk Mengatasi Penyakit Pada
Usila, Agro Media, Jakarta,.Muchtadi, D. 1992, Fisiologi Pasca
Panen Sayuran dan Buah-buahan. PAU Pangan dan Gizi, IPB. Bogor.
halaman 565
Mursito, B. 2000. Ramuan Tradisional Untuk Kesehatan Anak.
Penebar Swadaya, Jakarta