This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI INVENTORY DAERAH ALIRAN SUNGAI
DI KABUPATEN BANYUMAS
Kelompok : 12
Lokasi : 3 Pandak
Dosen Pendamping : Drs. Edy Yani, M.Si.
Asisten : Sri Wahyuni
Disususn Oleh :
Bayu Awifan Dwijaya B1J011030
Ihdina Fitria Munajat B1J011032
Windy Nurul Wulandari B1J011034
Chayyu Latifah B1J011036
Rizki Amalia B1J011038
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPURWOKERTO
2013
I. PENDAHULUAN
Ekologi didefinisikan sebagai pengkajian hubungan organisme-organisme
atau kelompok organisme terhadap lingkungannya, atau ilmu hubungan timbal
balik antara organisme-organisme hidup dan lingkungannya. Pernyataan
organisme-organisme hidup dan lingkungan tidak hidupnya berhubungan erat tak
terpisahkan dan saling pengaruh-mempengaruhi satu sama lain. Satuan yang
mencakup semua organisme (yakni “komunitas”) di dalam suatu daerah yang
saling mempengaruhi dengan lingkungan fisiknya sehingga arus energi mengarah
ke struktur makanan, keanekaragaman biotik, dan daur-daur bahan yang jelas
(yakni, pertukaran bahan-bahan antara bagian-agian yang hidup dan tidak hidup)
di dalam sistem, merupakan sistem ekologi atau ekosistem (Odum, 1994).
Daerah yang dapat menggambarkan dua ekosistem yaitu ekosistem darat
dan ekosistem perairan adalah daerah aliran sungai. Daerah aliran sungai (DAS)
merupakan padanan istiah drainage area, drainage basin, atau river basin dalam
bahasa Inggris, atau stroom gebied dalam bahasa Belanda. Batas DAS dirupakan
oleh garis bayangan sepanjang punggung pegunungan atau lahan meninggi, yang
memisahkan sistem aliran yang satu dari sistem aliran tetangganya. Atas dasar
pengertian ini maka secara teori semua kawasan darat habis terbagi menjadi
sejumlah DAS. Suatu DAS terdiri atas dua bagian utama, yaitu daerah tadahan
(catchment area) yang membentuk daerah hulu atau “daerah kepala sungai” dan
daerah penyaluran air yang berada di bawah daerah tadahan. Daerah penyaluran
air dapat dibagi menjadi dua daerah, yaitu daerah tengah dan daerah hilir (As-
syakur, 2008).
Menurut Heddy (1989), bahwa Daerah Aliran Sungai dapat dibedakan
menjadi ekosistem sungai dan daratan :
Sungai
Bagian-bagian dari sungai bisa dikategorikan menjadi tiga, yaitu bagian
hulu, bagian tengah dan bagian hilir.
a. Bagian Hulu.
Bagian hulu memiliki ciri-ciri: arusnya deras, daya erosinya besar, arah
erosinya (terutama bagian dasar sungai) vertikal. Palung sungai berbentuk V dan
lerengnya cembung (conveks), kadang-kadang terdapat air terjun atau jeram dan
tidak terjadi pengendapan.
b. Bagian Tengah.
Bagian tengah mempunyai ciri-ciri: arusnya tidak begitu deras, daya
erosinya mulai berkurang, arah erosi ke bagian dasar dan samping (vertikal dan
horizontal) palung sungai berbentuk U (konkaf), mulai terjadi pengendapan
(sedimentasi) dan sering terjadi meander yaitu kelokan sungai yang mencapai
180° atau lebih.
c. Bagian Hilir.
Bagian hilir memiliki ciri-ciri: arusnya tenang, daya erosi kecil dengan arah
ke samping (horizontal), banyak terjadi pengendapan, di bagian muara kadang-
kadang terjadi delta serta palungnya lebar.
Menurut Heddy (1989), perbedaan pokok antara ekosistem darat dan air
terletak pada ukuran tumbuhan hijau, di mana autotrof daratan cenderung lebih
sedikit, akan tetapi ukurannya lebih besar. Perbedaan antara habitat daratan dan
air adalah sebagai berikut:
1. Habitat daratan, kelembaban merupakan faktor pembatas, organisme
daratan selalu dihadapkan pada masalah kekeringan. Evaporasi dan
transpirasi merupakan proses yang unik dari kehilangan energi pada
ingkungan daratan.
2. Variasi suhu dan suhu ekstrem lebih banyak di udara daripada media air.
3. Sirkulasi udara yang cepat di permukaan bumi akan menghasilkan isi-
campuran O2 dan CO2 yang tetap.
4. Meskipun tanah sebagai penyangga yang padat bukan udara, kerangka
yang kuat telah berkembang di tanah yaitu tanaman dan binatang yang
akhir-akhir ini mempunyai arti khusus bagi perkembangan.
5. Tanah tidak seperti lautan yang selalu berhubungan dimana tanah sebagai
barier geografi terpenting dala gerak bebasnya.
6. Sebagai substrat alam, meskipun yang terpenting adalah di air. Namun,
yang paling khusus adalah dalam lingkngan daratan. Tanah adalah sumber
terbesar dari bermacam-macam nutrisi nitrit, fosfor, dan sebagainya) yang
merupakan perkembangan besar dari subsistem ekologi.
II. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat yang digunakan pada prakikum ini adalah termometer 2 buah (udara
dan air), patok 2 set (untukbambu dan moluska), botol kosong 1 buah(mengukur
kecepatan arus air), tali rafia 3 utas (untuk kecepatan arus, plot kuadrat 0,5 x 0,5
m dan 10 x 10 m), kantong plastik (untuk sampelbambu dan tanah), topless
beserta tutupnya (untuk sampel moluska), kertas pH universal, penggaris,
timbangan, meteran,jangka sorong, laptop, dan kamera.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sampel moluska, sampel
bambu, dan sampel tanah.
B. Metode
Praktikum kali ini menggunakan metode survei dan teknik sampling
stratified random sampling. Sungai dibagi menjadi tiga strata yaitu bagian hulu,
tengah, dan hilir. Analisa data dengan deskriptif untuk membandingkan.
Acara 1. Ekosistem
Diamati tipe pemanfaatan lahan dan aktivitas masyarakat yang dominan di
daerah sekitar sungai.
Diamati komponen biotik dan abiotik yang dapat ditemukan di lokasi
pengamatan pada badan sungai dan daratan di sekitar sungai dan dicatat
pada tabel.
Dibuat model interaksi antara faktor biotik dan abiotik.
Dibuat skema hubungan antara komponen biotik dan abiotik.
Dari data yang diperoleh, ditentukan peranan (fungsi ekologis) dari
organisme tersebut.
Acara 2. Komunitas
Pengambilan sampel moluska
1. Sampel diambil dengan metode kuadrat.
2. Dibuat kuadrat dengan menggunakan 4 patok dan tali dengan ukuran
0,5 x 0,5 m.
3. Diplih lokasi yang menjadi habitat moluska dan diletakan kuadrat
tersebut.
4. Dikumpulkan moluska yang ada dalam kuadrat lalu dimasukan dalam
topless.
5. Diamati bentuk cangkang, warna, arah lingkarannya, dan diberi kode.
6. Diidentifikasi dan dihitung di laboratorium secara online.
Pengambilan sampel bambu sebagai tumbuhan tepian atau riparian
1. Sampel diambil dengan metode kuadrat.
2. Dibuat kuadrat dengan menggunakan 4 patok dan tali dengan ukuran
10 x 10 m.
3. Diplih lokasi yang menjadi habitat bambu, dibentangkan kuadrat
tersebut pada kawasan bambu.
4. Diamati daun pelepah dan warna buluh.
5. Diambil foto pada masing-masing bagian tersebut dan beberapa contoh
bagian bambu untuk diidentifikasi di laboratorium.
6. Dihitung jumlah batang bambu yang terdapat pada kuadrat lalu
diidentifikasi secara online.
Acara 3. Populasi
Populasi moluska dan bambu dideskripsikan dengan membuat piramida
berdasarkan beberapa cohort yang terdapat dalam suatu populasi.
Digunakan spesies yang dominan pada lokasi dan setiap individudari
setiap spesies yang dominan dilakukan pengukuran panjang cangkang
untuk populasi moluska dan diameter batang bambu setinggi dada orang
dewasa.
Diukur keliling batang bambu kemudian dihitung diameternya.
Pengukuran moluska dilakukan di laboratorium, sedangkan pengukuran
bambu dilakukan di lapangan.
Diidentifikasi bambu dan moluska dilakukan di laboratorium.
Dibuat dua piramida populasi berdasarkan ukuran panjang cangkang
moluska dan diameter batang bambu dari data.
Piramida disusun dengan meletakkan jumlah terbanyak pada bagian dasar
piramida disusul dengan jumlah terbanyak kedua dan seterusnya.
Acara 4. Faktor Lingkungan
Kondisi lingkungan diukur dengan parameter lingkungan
sepertitemperatur udara, air, kecepatan arus, tipe substrat, dan pH air pada
ekosistem perairan, temperatur udara dan pH tanah pada ekosistem
daratan.
Diambil sampeltanah sebanyak 250 gr yang kemudian diukur pH nya di
laboratorium.
Acara 5. Distribusi organisme dan Faktor Lingkungannya
Dibuat tabel kehadiran spesies yang ditemukan di sungai.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
a. Pemodelan interaksi antara abiotik dan biotik
Tabel 1. Tipe pemanfaatan lahan
Lokasi Tipe pemanfaatan lahan (landuse) Aktivitas masyarakatSungai PelusNo. Lokasi: 3
Waktu pengamatan : 12.15-13.45
Lahan ditanami pohon pisang, pemukiman warga, bambu-bambu, dan peternakan.
MCK Mencari ikan Memecah batu
Sungai PelusNo. Lokasi: 6
Waktu pengamatan : 12.15-13.45
Perikanan dan aktivitas masyarakat. Mencuci Memancing ikan Membuang sampah Mandi Buang air kecil dan
besar Berenang
Sungai PelusNo. Lokasi: 8
Waktu pengamatan : 12.15-13.45
Membuang limbah Mencuci baju Membuang limbah Memancing Mencari kerikil, batu,
dan pasir
Tabel 2. Komponen abiotik dan biotik
No Abiotik (benda mati) Biotik (benda hidup)
1 Batu Pohon bambu
2 Air Moluska
3 Tanah Kepiting (yuyu)
4 Pasir Ikan
5 Lumpur Capung
6 Kerikil Ulat
7 Sampah Cacing
8 Udara Jamur
9 Cahaya matahari Lumut
10 Serasah Semut
11 Pohon Pisang
12 Mikroorganisme
13 Rumput
14 Manusia
15 Nyamuk
16 Anggang-anggang
17 Lebah
18 Laba- laba
19 Kupu- kupu
20 Tumbuhan Paku
21 Lalat
Gambar 1. Model interaksi dalam ekosistem daratan
Gambar 2. Model interaksi dalam ekosistem sungaiJaring-jaring makananKeterangan: ------ : menggambarkan hubungan dalam bentuk lainnya.
: menggambarkan hubungan makan memakan.
b. Komponen penyusun ekosistemTabel 3. Komponen penyusun ekosistem
No Komponen penyusun Organisme
1. Produser BambuLumut
Rumput-rumputan
Tumbuhan Paku
Pohon Pisang 2. Makro konsumer tingkat I Ulat
Capung MoluskaCrustacea
Semut Kupu-kupu
Anggang-anggang Nyamuk Lebah Lalat
3. Makro konsumer tingkat II Laba-labaIkan
Manusia 4. Dekomposer Cacing
Mikroorganisme Jamur
Tabel 4a. Kekayaan spesies dan kelimpahan moluska
No Nama spesies Jumlah Individu1. Brotia insolita (Thiaridae) 422. Semisulcospira libertina (Pleuroceridae) 2
Tabel 4b. Kekayaan spesies dan kepadatan bambuNo Nama spesies Jumlah Individu1. Bambusa sp. 121
Tabel 5. Populasi yang dominan
Lokasi/ waktu Spesies yang dominan
Pandak12.15-13.45
Nama spesies moluska yang dominan: Brotia insolita dengan kelimpahan 42 individu/250 cm2.Nama spesies bambu yang dominan: Bambusa sp. dengan kepadatan 121 individu/100 m2.
Tabel 6.Tabel Ukuran Moluska dan Bambu
No. Panjang Cangkang Moluska (cm) Diameter Batang Bambu (cm)
1. 1,53 8,4
2. 1,59 8,34
3. 1,00 5,8
4. 1,56 4,58
5. 1,29 8,28
6. 1,34 6,94
7. 1,43 9,08
8. 1,22 6,34
9. 0,88 5,8
10. 0,98 5,62
11. 0,87 6,74
12. 0,71 8,02
13. 1,26 8,46
14. 0,74 6,44
15 0,46 9,24
16. 1,27 7,22
17. 1,32
18. 0,72
19. 0,69
20. 1,00
21. 0,63
22. 1,4
23. 0,75
24. 1,19
25. 1,04
26. 0,72
27. 0,94
28. 0,78
29. 1,16
30. 1,5
31. 1,09
32. 1,16
33. 0,92
34. 1,85
35. 0,64
36. 0,63
37. 0,5
38. 0,59
39. 0,62
40. 0,29
41. 0,65
42. 0,58
Tabel 7a. Struktur populasi moluska Brotia insolita
Ukuran ( panjang cangkang) Jumlah individu
0,1 cm sampai dengan 0,59 cm 5
0,6 cm sampai dengan 1,09 cm 20
1,1 cm sampai dengan1,59 cm 16
1,6 cm sampai dengan 2,09 cm 1
Piramida populasi moluska berdasarkan ukuran
Keterangan :
: 1,6-2,09 cm
: 0,1-0,59cm
: 1,1-1,59 cm
: 0,69-1,09 cm
Tabel 7b.Struktur populasiBambusa sp.
Ukuran ( diameter batang) Jumlah individu
4,00 cm sampai dengan 5,49 cm 1
5,5 cm sampai dengan 6,99 cm 7
7,00 cm sampai dengan 7,49 cm 6
7,5 cm sampai dengan 10,99 cm 2
Piramida populasi bambu berdasarkan ukuran
Keterangan :
: 4,00-5,49 cm
: 8,5-10,99 cm
: 7,0-8,49 cm
: 5,5-6,99 cm
Tabel 8. Distribusi Longitudinal Moluska
Spesies Hulu Tengah Hilir Brotia insolita + +Semisulcospira libertina +Melanoides sp. +Clea hilena +Doryssa cachoeirae +Brotia costula +Melanoides maculata +Melanoides denisoniensis +Melanoides granifera +
Tabel 9. Kondisi perairan
Parameter Lingkungan Hulu Tengah Hilir Temperatur udara 300C 310C 310CTemperatur air 260C 290C 290CArus 0,43 m/s 0,158 m/s 0,53 m/sSubstrat yang dominan Batu berpasir Batu berpasir Batu pH 5 6 7
Tabel 10. Distribusi Bambu
Spesies Hulu Tengah Hilir Bambusa sp. +Bambusa polymorpha +Bambusa vulgaris +
Tabel 11. Kondisi daratan
Parameter Hulu Tengah Hilir Temperatur udara 300C 310C 310CTipe tanah Tanah gambut Tanah gambut Tanah PH tanah 7 6,8 6,5
B. PEMBAHASAN
Ekosistem yang diamati sepanjang Daerah Aliran Sungai Pelus di Desa
Pandak terdiri dari ekosistem daratan dan perairan. Komponen abiotik pembentuk
ekosistem daratan Daerah Aliran Sungai Pelus terdiri dari batu, air, tanah, pasir,
cahaya matahari, kerikil, udara, dan sampah. Komponen biotik pembentuk
ekosistem daratan DAS Sungai Pelus antara lain lumut, nyamuk, cacing, semut,
laba-laba, kupu-kupu, capung, jamur, pohon bambu, tumbuhan paku, lalat, lebah,
rumput, moluska, ikan, anggang-anggang, yuyu (crustacea), pohon pisang,
manusia, serasah, mikroorganisme, dan ulat.Daerah Aliran Sungai Pelus
dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk melakukan beberapa aktivitas seperti
MCK, mencari ikan, memecah batu, dan membuang limbah.Ekosistem merupakan
tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap komponen lingkungan
hidup (abiotik dan biotik) yang saling berinteraksi membentuk satu kesatuan yang
teratur (Soemarwoto, 1987).
Sungai adalah suatu badan air yang mengalir ke satu arah dan termasuk
dalam ekosistem perairan tawar yang memiliki ciri-ciri antara lain variasi suhu
tidak menyolok, penetrasi cahaya, dan terpengaruh oleh iklim, cuaca serta bentang
alam (topografi dan kemiringan). Menurut Odum (1988), terdapat dua zona utama
pada aliran sungai yaitu :
1. Zona air deras, yaitu daerah yang dangkal dimana kecepatan arus cukup tinggi
untuk menyebabkan dasar sungai bersih dari endapan dan materi lain yang
lepas, sehingga zona ini padat. Zona ini umumnya terdapat di hulu
pegunungan.
2. Zona air tenang, yaitu bagian sungai yang dimana kecepatan arus mulai
berkurang, maka lumpur dan materi lepas mulai mengendapan di dasar
sehingga dasar sungai menjadi lunak. Zona ini di jumpai pada daerah landai.
Berdasarkan pengelompokan diatas habitat Sungai Pelus termasuk
perairan darat dengan zona utama aliran sungai termasuk zona air deras. Macam-
macam komunitas yang terdapat di alam secara garis besar dapat dibagi dalam dua
bagian yaitu:
1. Komunitas akuatik, yaitu kelompok organisme yang terdapat di perairan
misalnya di laut, di danau, di sungai, di parit atau di kolam.
2. Komunitas terrestrial, yaitu kelompok organisme yang terdapat di daratan
misalnya di pekarangan, di hutan, di padang rumput, atau di padang pasir.
Makhluk hidup dari berbagai jenis yang hidup secara alami di suatu
tempatmembentuk kumpulan yang di dalamnya setiap individu menemukan
lingkungan yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Kelompok yang hidup
secara bersama telah menyesuaikan diri dan menghuni suatu tempat alami disebut
komunitas. Karakteristik komunitas pada suatu lingkungan adalah
keanekaragaman. Makin beranekaragam komponen biotik (biodiversitas), maka
makin tinggi keanekaragaman. Sebaliknya makin kurang beranekaragaman maka
dikatakan keanekaragaman rendah(Kastolani, .....).
Komponen biotik penyusun komunitas di daerah aliran Sungai Pelus
bagian hulu, terdiri dari beberapa spesies yang menempati daerah tersebut.
Produsen sebagai makhluk hidup yang dapat menghasilkan makananya sendiri,
dengan cara mengubah zat anorganik untuk menghasilkan zat organik yang dapat
digunakan individu itu sendiri. Produsen yang berperan dalam ekosistem tersebut
adalah bambu, rumput, tumbuhan paku, pohon pisang dan lumut. Makro
konsumer tingkat I adalah konsumen yang memanfaatkan energi dari produsen.
Konsumen ini bersifat herbivora. Konsumen tersebut meliputi capung, ulat,
Desanto, R.S. 1978. Consepts of Applied Ecology. Springer- Verlad. New York.
Ewusie, J.Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. ITB. Bandung.
Gunawan , 2008. “Kajian Sifat-sifat Finishing Anyaman Bambu Tali (Gigantochloa apus (J.A & J. H. Schultes) Kurz)”. Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Heddy, S. dan K. Metty. 1989 . Prinsip-Prinsip Dasar Ekologi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
I N.S. Miwada, I. M. Wirapartha dan I. N. Wirayasa, 2008.“Kualitas Susu Sapi Terfermentasi Dalam Bambu Ampel Dengan Penambahan Lactobacillus bulgaricus Dan Streptococcus thermophilus”.Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar
Marfuah Wardani. 2009. Budidaya bambu tali (Gigantochloa apusKurz.)
Odum, E. P. 1988. Dasar-Dasar Ekologi Edisi 3. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sutiyono, Hendromono, M., Wardani dan I. Sukardi. 1992. Teknik Budidaya Bambu. Pusat Penilitian dan Pengembangan Hutan.Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan. Bogor. (15). 1-25
Verhoef, L. 1957. Tanaman bambu di Jawa. Lembaga Pusat Penilitian Kehutanan. Bogor. 25 hal
Widjaja, E.A. 2001.Identikit Jenis-jenis Bambu di Jawa. Bogor: Balai PenelitianBotani, Herbarium Bogoriense-LIPI.
Barnes, R.D, Invertebrata Zoology, London: Saunder College Publishing, 1974.http://eol.org/data_objects/23783506 encyclopedia of lifeOniwa K. & Kimura M. (1986)."Genetic variability and relationships in six snail species of the genus Semisulcospira".The Japanese journal of genetics61(5): 503-514