-
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hubungan antara atau interaksi hewan dan lingkungannya dapat
terjadi
kapan saja dan dimana saja. Hal ini menunjukkan adanya interaksi
yang
dilakukan oleh hewan dan lingkungannya. Terlepas dari hal
tersebut perubahan
kondisi yang terjadi pada lingkungan dapat berpengaruh pada
hewan. Adanya
perubahan yang terjadi pada lingkungannya, maka hewan juga dapat
merespon
perubahan tersebut dengan suatu perubahan berupa perubahan
secara fisik,
fisiologis, serta tingkah laku untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
Hewan merupakan mahluk hidup perlu melakukan aktivitas dalam
kesehariannya yaitu bergerak, mencari makan, mencari tempat
untuknya
berlindung, serta untuk hewan yang telah memasuki masa dewasa
juga butuh
berkembang biak dengan cara kawin, beranak atau bertelur hewan
juga
membutuhkan istirahat guna memulihkan tenaga yang ada dalam
dirinya setelah
beraktivitas penuh
Di alam ini, semua mahluk hidup mengambil pola-pola perilaku
yang
membutuhkan kecerdasan agar bisa bertahan hidup. Pola-pola
perilaku ini, yang
mendasari kecakapan, kepiawaian dan kemampuan-kemampuan
perencanaan
unggul memiliki satu kesamaan. Masing-masing perilaku ini
mensyaratkan
adanya kemampuan. Kecakapan yang hanya dapat dikuasai manusia
dengan
cara belajar, latihan ulang dan pengalaman ini, telah ada pada
mahluk-mahluk
hidup sejak pertama kali mereka lahir. Pertumbuhan dan
perkembangan mahluk
hidup sangat dipengaruhi oleh lingkungan sebagai tempat
hidupnya. Perubahan
lingkungan sehari-hari yang ditentukan oleh perputaran bumi
mengelilingi
matahari mengakibatkan mahluk hidup akan beradaptasi untuk
mengoptimalkan daya hidupnya dengan jalan mengorganisasi
aktivitasnya
dalam siklus 24 jam.
Organisme-organisme mempunyai mekanisme secara fisiologi
untuk
mengukur waktu, yang dikenal dengan jam biologi (biological
clock).
Manisfestasi yang paling umum adalah yang disebut ritme
circadian (cyrcadian
rythme), atau kemampuan untuk menentukan waktu dan mengulangi
fungsi-
-
2
fungsi pada sekitar interval-interval 24 jam sekalipun dalam
keadaan tanpa
adanya tanda-tanda siang yang nyata. Keuntungan ekologi atau
selektif dari jam
biologi ini yaitu merangkaikan ritme-ritme lingkungan dengan
fisiologi serta
memungkinkan makhluk- makhluk itu mengetahui lebih dahulu atau
merasakan
lebih dahulu periodisitas harian, musiman, dan lain-lainnya dari
sinar, suhu,
pasang dan sebagainya.
Selama sehari dan dari hari ke hari, suatu hewan menjalani waktu
itu dengan
berbagai aktivitas yang diperlukan bagi keberhasilan hidupnya.
Hewan yang
mobil akan bergerak untuk mencari makan, dan mencari tempat
berlindung agar
terhindar dari kondisi lingkungan yang kurang baik baginya. Pada
hewan
dewasa, seksual yang sudah siap kawin, aktivitas hariannya akan
mencakup
berbagai kegiatan perkembangbiakan seperti menemukan
pasangan,
berkopulasi, bertelur dan sebagainya. Di samping
kegiatan-kegiatan tersebut
hewan juga memerlukan istirahat (inaktif).
Dengan mengambil bekicot (keong racun, Achatina fulica) sebagai
hewan
objek pengamatan dalam praktikum ini, kami ingin mengetahui
bagaimana pola
aktivitas harian dari Achatina fulica sehubungan dengan
fluktuasi kondisi
faktor-faktor lingkungannya dan keperluan hidupnya. Selain itu
kami juga
membuat suatu estimasi mengenai berapa jauh jarak yang ditempuh
hewan
tersebut dalam melakukan aktivitas hidupnya, serta mengetahui
korelasi antara
jarak edar dengan ukuran tubuh. Hal tersebut dilakukan karena
adanya variasi
individual dari Achatina fulica meliputi berat, panjang, dan
cangkang
Faktor abiotik lingkungan tempat hidup suatu hewan tidaklah
konstan,
melainkan dalam rentang sehari itu fluktuasi dari waktu ke
waktu. Suhu udara
misalnya, pada pagi hari rendah dan makin siang makin naik
hingga mencapai
tingkat suhu maksimum untuk hari itu. Pada sore dan malam hari,
suhu terus
menurun sampai tingkat suhu minimum sekitar subuh, dan begitu
seterusnya.
Akibat adanya faktor abiotik lingkungan tempat hidup suatu hewan
yang
tidak konstan maka kami melakukan secara berkala menurut selang
waktu
tertentu dan meliputi rentang waktu yang relatif lebih lama di
lapangan sehingga
akan didapatkan time series data. Rentang waktu yang diperlukan
dalam
pengamatan ini adalah sehari (24 jam) dengan interval waktu 2
jam.
-
3
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Berapa rata-rata jarak yang ditempuh Achatina fulica dalam
melakukan
aktivitas hidupnya dan pola aktivitas harian Achatina
fulica?
1.2.2 Apakah jarak edar harian Achatina fulica berkorelasi
dengan ukuran
tubuh?
1.2.3 Apa sajakah faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi
jarak edar dan
pola aktivitas harian Achatina fulica?
1.2 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pola aktivitas dan jarak edar harian
Achatina fulica.
1.3.2 Untuk mengetahui hubungan jarak edar harian Achatina
fulica dengan
ukuran tubuh
1.3.3 Untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan terhadap
aktivitas
Achatina fulica.
1.4 Manfaat
1.4.1 Mengetahui pola aktivitas dan jarak edar harian Achatina
fulica.
1.4.2 Mengetahui hubungan jarak edar harian Achatina fulica
dengan ukuran
tubuh
1.4.3 Mengetahui pengaruh faktor lingkungan terhadap aktivitas
Achatina
fulica
-
4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Jarak edar adalah sebuah gerakan periodik hewan dari tempat di
mana ia telah
tinggal ke daerah yang baru dan kemudian melakukan perjalanan
kembali ke habitat asli.
Jarak edar pergerakan binatang dipengaruhi oleh distribusi dan
sumber daya seperti
makanan atau habitat pemeliharaan keturunannya, dan dengan
struktur fisik bentang lahan
(Aprianto, 2010).
Ruang lingkup jarak edar hewan bisa menjadi luas seperti
migrasi. Migrasi
hewan umumnya menggunakan rute yang sama dari tahun ke tahun
dari generasi
ke generasi. Tanah lintas hewan bisa berupa gunung, sungai, dan
padang tanahyang
luas. Burung, kelelawar, dan serangga terbang dalam jangkauan
jarak yang panjang,
kadang-kadang melampaui seluruh benua atau lautan. hewan yang
berenang sering
kali bermigrasi hampit meliputi jarak setengah dari seluruh
dunia (Kusumaningsih,
2004).
Bumi ini dihuni oleh berjuta jenis hewan yang berbeda dan setiap
jenis
memiliki perbedaan sendiri. Demikian juga dengan perilaku, hewan
memiliki
perilaku umum yang dimiliki oleh banyak jenis dan sedikit pola
perilaku yang
dimiliki oleh banyak jenis. Ketika semua jenis hewan memerlukan
reproduksi,
makan dan juga mencoba untuk tidam menjadi santapan oleh makhluk
apapun,
semua jenis hewan memiliki beberapa jenis tipe perilaku
reproduksi, perilaku
mencari makan dan perilaku bertahan. Untuk sekian lama, seleksi
alam juga
memungkinkan jenis hewan tertentu memiliki kemampuan untuk
mencapai tujuan-
tujuan perilaku termasuk perilaku komunikasi, perilaku
penguasaan wilayah,
perilaku penyebaran dan perilaku sosial (Tomiyama, 1996).
Gerakan berpindah hewan biasanya terkait dengan perubahan musim.
Banyak
hewan bermigrasi ke daerah utara selama bulan-bulan dalam musim
panas. karena
pada hari musim panas yang panjang di bagian paling utara dunia
dapat menjamin
pemberian pasokan makanan yang baik. Seperti pada pendekatan
ramalan cuaca
musim gugur dan dingin, banyak hewan bermigrasi ke selatan untuk
mencari cuaca
yang hangat pada musim dingin dan tersedianya makanan
(Browidjojo, 1989:92).
Perilaku adalah tindakan atau aksi yang mengubah hubungan
antara
organisme dan lingkungannya. Perilaku dapat terjadi sebagai
akibat stimulus dari
-
5
luar. Reseptor diperlukan untuk mendeteksi stimulus, saraf
diperlukan untuk
mengkoordinasikan respon dan efektor untuk melaksanakan
aksi.Perilaku dapat
pula terjadi sebagai stimulus dari dalam. Stimulus dari dalam,
misalnya rasa lapar,
memberikan motivasi akan aksi yang akan diambil bila makanan
benar-benar
terlihat atau tercium.Umumnya perilaku suatu organisme merupakan
akibat
gabungan stimulus dari dalam dan dari luar (Struthers,
2002).
Hewan memiliki perilaku umum yang dimiliki oleh banyak jenis dan
sedikit
pola perilaku yang dimiliki oleh banyak jenis. Ketika semua
jenis hewan
memerlukan reproduksi, makan dan juga mencoba untuk tidam
menjadi santapan
oleh makhluk apapun, semua jenis hewan memiliki beberapa jenis
tipe perilaku
reproduksi, perilaku mencari makan dan perilaku bertahan. Untuk
sekian lama,
seleksi alam juga memungkinkan jenis hewan tertentu memiliki
kemampuan untuk
mencapai tujuan-tujuan perilaku termasuk perilaku komunikasi,
perilaku
penguasaan wilayah, perilaku penyebaran dan perilaku sosial
(Sukarsono,
2009:63).
Perilaku hewan dibedakan menjadi beberapa bagian,
diataranya:
1. Perilaku reproduksi, kebanyakan hewan harus menemukan
pasangan untuk
bereproduksi. Umumnya jantan, mencoba untuk berperilaku atraktif
untuk
menarik lawan jenisnya.
2. Perilaku mencari makan, hewan memperlihatkan beberapa tipe
perilaku
mencari makan yang berbeda. Beberapa jenis hewan sangat selektif
terhadap
apa yang mereka makan.
3. Perilaku bertahan, beberapa jenis hewan memiliki kemampuan
perilaku untuk
melepaskan diri dari pemangsa.
4. Perilaku komunikasi, memegang peran penting bagi hewan
dengan
menggunakan tanda (signal) dan suara, beberapa jenis hewan
melakukan
komunikasi dengan menggunakan baha-bahan kimia.
5. Perilaku territorial, perancangan dan pemeliharaan
kawasanmerupakan
perilaku yang diperlihatkan oleh hewan. Pemilik hewan pada
umumnya
mencoba mengusir individu lain yang memasuki kawasannya.
6. Perilaku sosial, temasuk perilaku penyebaran yang
diperlihatkan oleh individu
hewan dengan menjauhi area dimana mereka dilahirkan. Perilaku
sosial
-
6
didefinisikan sebagai interaksi diantara individu, secara normal
di dalam
spesies yang sama yang saling mempengaruhi satu sama lain
7. Perilaku migrasi, banyak jenis hewan melakukan perjalanan
untuk bersarang
atau berpinda dari suatu tempat ke tempat lainnya. Untuk
melakukan hal ini,
hewan harus melakukan sendiri jalur terbang dengan stimulus
lingkungan.
Perjalanan sekelompok hewan dalam jarak jauh disebut migrasi.
Tujuan atau
orientasi pergerakan sudah jelas untuk menghindari kondisi
lingkungan yang
sangat tidak menguntungkan bagi kelangsungan hidup populasinya
atau untuk
kegiatan bereproduksi (Sukarsono, 2009:82).
Kehidupan hewan sangat tergantung pada habitatnya, karena
keberadaan dan
kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah di suatu daerah
sangat ditentukan
keadaan daerah itu. Dengan perkataan lain keberadaan dan
kepadatan populasi
suatu jenis hewan tanah disuatu daerah tergantung dari faktor
lingkungan, yaitu
lingkungan abiotik dn lingkungan biotik. Dalam studi ekologi
hewan, pengukuran
faktor lingkungan abiotik penting dilakukan karena besarnya
pengaruh faktor
abiotik itu terhadap keberadaan dan kepadatan populasi kelompok
hewan ini.
Dengan dilakukan pengukuran faktor lingkungan abiotik, maka akan
dapat
diketahui faktor besar yang besar pengaruhnya terhadap
keberadaan dan kepadatan
populasi hewan yang diteliti. Pada studi tentang cacing tanah,
misalnya,
pengukuran pH tanah akan dapat memberikan gambaran tentang
penyebaran suatu
jenis cacing tanah (Wirahadikusumah, 2003:101).
Bekicot (Achatina fulica) merupakan hewan yang paling banyak
ditemukan
diberbagai daerah di Indonesia, meskipun demikian hewan ini
bukan spesies
pribumi Indonesia melainkan merupakan pendatang dari benua
Afrika yang telah
menetap 50 tahun lamanya. Bekicot bersifat hermaprodit namun
perkawinan tidak
dapat dilakukan oleh satu individu saja melainkan membutuhkan
individu lain pada
proses kawinnya. Pada waktu kopulasi penis masing-masing
individu yang
berwarna keputih-putihan dan lembab, akan masuk ke dalam lubang
genital
individu pasangan kawinnya. Bekicot dikenal sebagai hewan
nokturnal dan
herbivora, karena kebiasaan makannya itu, sehingga bekicot
digolongkan dalam
sebagai kelompok hewan yang berpotensi sebagai hama bagi kebun
sayuran dan
bunga-bungaan. Bekicot termasuk dalam golongan hewan lunak dan
biasanya
-
7
disebut Molusca. Anggota bekicot ini sangat banyak hidup di
bebagai alam (darat,
air tawar, air payau dan di laut) misalnya cumi-cumi, gurita dan
kerang-kerangan.
Bekicot termasuk ke dalam kelas Gastropoda atau berkaki perut.
Di Indonesia
dikenal ada dua jenis (spesies) bekicot yaitu Achatina fulica
dan Achatina
fariegata. Secara garis besar tubuh bekicot terdiri atas dua
bagian yaitu cangkang
bekicot; berfungsi sebagai alat untuk melindungi tubuhnya dari
mangsanya.
Cangkang bekicot dewasa dapat mencapai 7,5 11,5 cm diukur dari
ujung
cangkang sampai kedasar cangkang. Achatina fulica mempunyai
cangkang
bergaris-garis semar, ramping dan runcing, sedangkan Achatina
fariegata memiliki
cangkang bergaris tebal, lebih gemuk, dan membulat, dan badan
bekicot; yang
sederhana terdiri atas kepala dan perut (Majidsyahreza,
2012).
Faktor yang berpengaruh dalam interaksi populasi adalah faktor
biotik
lingkungan yang pada dasarnya bersifat acak tidak langsung
terkait dengan
perubahan komunitas, terutama faktor iklim dan curah hujan.
Banyak data
mengarahkan perubahan acak iklim itulah yang pertama-tama
menentukan
kerapatan populasi. Perubahan yang cocok dapat meningkatkan
kerapatan populasi,
sebaliknya poipulasi dapat mati kalau tidak cocok. Pada dasarnya
pengaruh yang
baru diuraikan berlaku bagi kebanyakan organisme tetapi pengaruh
yang
sebenarnya malah dapat memicu perubahan mendasar sampai kepada
variasai.
Persaingan dalam komunitas dalam artian yang luas persaingan
ditunjukan pada
interaksi antara dua organisme yang memperebutkan sesuatu yang
sama.
Persaingan ini dapat terjadi antara indifidu yang sejenis
ataupun antara indifidu
yang berbeda jenis. Persaingan yang terjadi antara individu yang
sejenis disebut
dengan persaingan intraspesifik sedangkan persaingan yang
terjadi antara individu
yang berbeda jenisnya disebut sebagai persaingan interspesifik
(Herliani, 2013).
Molusca adalah hewan lunak dan tidak memiliki ruas. Tubuh
hewamn
triploblastik, bilateral simetri, umummnya memiliki mantel yang
dapat
mengahsilkan bahan cangkok berupa kalsium karbonat. Cangkok
tersebut
berfungsi sebagai rumah (rangka luar) yang terbuat dari zat
kapur misalnya kerang,
tiram, siput dan bekicot. Namun ada pula molusca yang tidak
memiliki cangkok
seperti cumi-cumi sotong, gurita,. Molusca memilki struktur
berotot yang disebut
kaki yang bentuk dan fungsinya berbeda untuk setiap kelasya.
Molllusca
-
8
merupakan filum Arthropoda. Saat ini diperkirakan ada 75 ribu
jenis, serta 35 ribu
jenis kedalam bentuk fosil. Mollusca hidup dilaut, air tawar,
payau dan darat
(Gembong, 2004:89).
Gastropoda merupakan hewan jenis mollusca yang menggunakan
perut,
tubuh memiliki cangkang yang melintir, kepala dibagian depan,
pada bagian kepala
terdapat tentakel panjang yang terdapat bintik mata dan tentakel
pendek berfungsi
untuk indera pembau dan peraba. Hidup didarat, air tawar, air
laut. Bersifat
hermafrodit, perkawinan silanng. Pembuahan terjadi ditubuh
betina. Contoh
Achatina fulica atau bekicot, Lymnea atau siput sawah, Melania
atau sumpil
(Pechenik, 2000:156).
Bekicot menggunakan perutnya untuk bergerak. Sebagian dari
badannya
digunakan sebagai alat gerak yang disebut dengan kaki. Pada
bekicot sewaktu
bergerak pada ujung depan kaki terdapat suatu kelenjar yang
mengeluarkan lendir
untuk memudahkan pergerakannya. Anus terletak disebelah sisi
kanan kepala,
sebagai tempat pengeluaran sisa makanan. Biasanya anus terbuka
pada rongga
tersebut. Sedang lubang genital terdapat di dekat kepala.
Bekicot memiliki dua
macam tentakel berupa sepasang tentakel panjang dengan mata
untuk menerima
rangsang gelap terang dan sepasang tentakel pendek sebagai alat
peraba dan alat
pembau, bagian tubuh yang peka terhadap rangsangan-rangsangan
luar adalah kaki
dan tentakel yang panjang, yang peka terhadap sinar dengan
intensitas tertentu.
Kaki dan kepala dapat disimpan dalam cangkang bila keadaan tidak
mengijinkan.
bila keadaan aman tubuh dijulurkan keluar dan yang nampak
pertama kali adalah
kakinya. Kebanyakan hewan mencari makanan pada malam hari
(Campbell,
2000:235).
-
9
BAB 3. METODE PERCOBAAN
3.1 Tempat dan Waktu Percobaan
Tempat : Halaman Depan Gedung Pendidikan Biologi (Parkiran
Mobil) FKIP Gedung 3, Universitas Jember
Hari/Tanggal : Sabtu dan Minggu, 2-3 Mei 2015
Waktu Percobaan : Pukul 09.00 WIB - 09.00 WIB ( 24 Jam)
3.2 Alat dan Bahan Percobaan
Alat :
o Neraca analitik/ ohaus
o Jangka sorong
o Penggaris
o Thermohigrometer
o Soil tester
o Lux meter
o Meteran
o Patok bambu
o Bendera
o Senter
o Tali rafia
Bahan :
o Bekicot (Achatina fulica)
o Penanda (cat putih/ tipe-ex) Bambu atau Kayu
o Bendera untuk menandai jarak edar bekicot (untuk kelompok 4C
Biru)
-
10
3.3 Desain percobaan
3.4 Prosedur Percobaan
3.3.1 Tahap Persiapan
Persiapan dilakukan dengan menentukan tempat/daerah yang
akan
dijadikan area percobaan jarak edar bekicot.
3.3.2 Tahap Koleksi
Berikut ini adalah prosedur pengambilan data :
1. Mengambil bekicot sebanyak 10 buah dengan panjang
cangkang
kurang lebih 40 mm
2. Mencuci bekicot dengan air yang mengalir (dari kran)
keringkan
dengan menggunakan tissu
36 m
2 m
1 m
86 m
-
11
3. Melakukan penimbangan terhadap berat dan pengukuran
panjang
cangkang bekicot sebagai berat awal dan panjang awal
4. Memilih bekicot yang memiliki berat yang seragam
5. Memberi tanda berupa nomor kelompok dan nomor bekicot
pada
cangkang bekicot dengan menggunakan cat putih atau tip-x
6. Meletakkan bekicot di tempat yang ternaung cahaya (di
bawah
pohon) Setelah bekicot diberi tanda.
7. Memberi pasak yang telah diberi tanda (bendera) sebagai
lokasi awal
bekicot
8. Melakukan pengukuran terhadap faktor faktor fisik (pH
tanah,
suhu, kelembaban udara, kelembaban tanah)
9. Melakukan pengamatan tiap 2 jam sekali dengan interval 24
jam
10. Memberikan tanda dengan menggunakan pasak pada bekicot
yang
ditemukan di tempat tertentu
11. Mengukur jarak edar bekicot dari titik awal ke titik dimana
bekicot
ditemukan.
12. Melakukan pengukuran faktor fisik (suhu, kelembaban
udara,
kelembaban tanah dan pH tanah), begitu seterusnya dengan
interval
13. Mencatat data pengamatan dalam tabel yang di sediakan,
membuat
peta jarak edar bekicot pada kertas millimeter blok
14. Mencatat data pengamatan dalam tabel yang di sediakan,
membuat
peta jarak edar bekicot pada kertas millimeter blok
3.5 Skema Alur Percobaan
Mengambil bekicot sebanyak 10 buah dengan panjang cangkang
kurang
lebih 40 mm
Mencuci bekicot dengan air yang mengalir (dari kran) keringkan
dengan
menggunakan tissu
Melakukan penimbangan terhadap berat dan pengukuran panjang
cangkang bekicot sebagai berat awal dan panjang awal
-
12
Memilih bekicot yang memiliki berat yang seragam
Memberi tanda berupa nomor kelompok dan nomor bekicot pada
cangkang bekicot dengan menggunakan cat putih atau tip-x
Meletakkan bekicot di tempat yang ternaung cahaya (di bawah
pohon)
Setelah bekicot diberi tanda.
Memberi pasak yang telah diberi tanda (bendera) sebagai lokasi
awal
bekicot
Melakukan pengukuran terhadap faktor faktor fisik (pH tanah,
suhu,
kelembaban udara, kelembaban tanah)
Melakukan pengamatan tiap 2 jam sekali dengan interval 24
jam
Memberikan tanda dengan menggunakan pasak pada bekicot yang
ditemukan di tempat tertentu
Mengukur jarak edar bekicot dari titik awal ke titik dimana
bekicot
ditemukan.
Melakukan pengukuran faktor fisik (suhu, kelembaban udara,
kelembaban
tanah dan pH tanah), begitu seterusnya dengan interval
-
13
Mencatat data pengamatan dalam tabel yang di sediakan, membuat
peta
jarak edar bekicot pada kertas millimeter blok
Mencatat data pengamatan dalam tabel yang di sediakan, membuat
peta
jarak edar bekicot pada kertas millimeter blok
-
14
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Analisis Data Regresi
Tabel 4.1 Descriptive Statistics
Mean
Std.
Deviation N
Jarak Edar 137.6154 182.29971 130
Berat Awal 28.5410 .83620 130
Panjang Awal 6.7160 .24127 130
PH 5.6200 1.32887 130
Kelembapan Udara 82.8846 20.30762 130
Suhu 24.2592 13.98844 130
Kelembapan Tanah 2.7138 1.45734 130
Kecepatan Angin 9.1915 15.07541 130
Intensitas Cahaya 574.6800 680.53845 130
Tabel 4.1 Descriptive Statistics diatas, menjelaskan hasil
Rata-rata (Mean) dan
Simpangan baku (Std.Deviation) serta Jumlah Siput, yaitu 10
siput dikalikan 13 kali
waktu pengamatan. Jadi untuk N diperoleh angka 130.
1) Jarak Edar dari 10 siput pada 13 kali waktu pengamatan,
memiliki rata-rata
137,62 cm dengan Simpangan baku yaitu 182,30.
2) Berat awal siput memiliki rata-rata 28,54 gram dengan
simpangan baku
yaitu 0,84.
3) Panjang awal siput memiliki rata-rata 6,72 cm dengan
simpangan baku yaitu
0,24.
4) PH tanah yang merupakan faktor lingkungan, memiliki rata-rata
5,62 yang
berarti memiliki rata-rata PH basa, dengan simpangan baku yaitu
1,33.
5) Kelembapan udara yang juga merupakan faktor lingkungan,
memiliki rata-
rata 82,89% dengan simpangan baku yaitu 20,3.
-
15
6) Suhu yang merupakan faktor lingkungan, memiliki rata-rata
suhu yaitu
24,260C, dengan simpangan baku 13,99.
7) Kelembapan tanah yang merupakan faktor luar, memiliki
rata-rata sebesar
2,72 m/hg, dengan simpangan baku 1,46.
8) Kecepatan angin yang juga merupakan faktor luar, memiliki
rata-rata
keceparan angin sebesar 9,19 m/s, dengan simpangan baku yaitu
15,07.
9) Intensitas cahaya yang merupakan faktor luar, memiliki
rata-rata sebesar
574,68 cd, dengan simpangan baku 680,54.
Tabel 4.2 Correlations
Jarak
Edar
Berat
Awal
Panja
ng
Awal PH
Kelem
bapan
Udara Suhu
Kelem
bapan
Tanah
Kecepa
tan
Angin
Intensit
as
Cahaya
Pearson
Correlatio
n
Jarak Edar 1.000 .277 .044 -.083 .061 .041 -.186 -.247 -.316
Berat Awal .277 1.000 -.079 .000 .000 .000 .000 .000 .000
Panjang
Awal
.044 -.079 1.000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
PH -.083 .000 .000 1.000 -.423 .047 .374 .194 .386
Kelembapan
Udara
.061 .000 .000 -.423 1.000 .074 -.160 .003 -.068
Suhu .041 .000 .000 .047 .074 1.00
0
-.202 .118 .296
Kelembapan
Tanah
-.186 .000 .000 .374 -.160 -.202 1.000 .681 .614
Kecepatan
Angin
-.247 .000 .000 .194 .003 .118 .681 1.000 .586
Intensitas
Cahaya
-.316 .000 .000 .386 -.068 .296 .614 .586 1.000
Tabel 4.2 Correlation menjelaskan adanya hubungan antara semua
variabel.
Hasil yang diperoleh dari tabel correlation yaitu:
-
16
1) Besar korelasi (Pearson Correlation) antara Jarak Edar
Bekicot (faktor
dependent) terhadap dirinya sendiri (Jarak Edar) adalah sebesar
1,000,
karena diproyeksikan terhadap dirinya sendiri.
2) Besar korelasi (Pearson Correlation) antara Berat Awal
Bekicot (faktor
independent) terhadap Jarak Edar Bekicot (faktor dependent)
sebesar 0,277,
artinya Berat Awal Bekicot berkorelasi sebesar 27% terhadap
Jarak Edar
Bekicot.
3) Besar korelasi (Pearson Correlation) antara Panjang Cangkang
Awal
Bekicot (faktor independent) terhadap Jarak Edar Bekicot
(faktor
dependent) sebesar 0,044, artinya Panjang Cangkang Awal
Bekicot
berkorelasi sebesar 4,4% terhadap Jarak Edar Bekicot.
4) Besar korelasi (Pearson Correlation) antara pH Tanah (faktor
independent)
terhadap Jarak Edar Bekicot (faktor dependent) sebesar -0,083,
artinya pH
Tanah berkorelasi sebesar 8,3% terhadap Jarak Edar Bekicot.
5) Besar korelasi (Pearson Correlation) antara Kelembaban Udara
(faktor
independent) terhadap Jarak Edar Bekicot (faktor dependent)
sebesar 0,061,
artinya Kelembaban Udara berkorelasi sebesar 6,1% terhadap Jarak
Edar
Bekicot.
6) Besar korelasi (Pearson Correlation) antara Suhu (faktor
independent)
terhadap Jarak Edar Bekicot (faktor dependent) sebesar 0,041,
artinya Suhu
berkorelasi sebesar 4,1% terhadap Jarak Edar Bekicot.
7) Besar korelasi (Pearson Correlation) antara Kelembaban Tanah
(faktor
independent) terhadap Jarak Edar Bekicot (faktor dependent)
sebesar -
0,186, artinya Kelembaban Tanah berkorelasi sebesar 18,6%
terhadap Jarak
Edar Bekicot.
8) Besar korelasi (Pearson Correlation) antara Kecepatan Angin
(faktor
independent) terhadap Jarak Edar Bekicot (faktor dependent)
sebesar -
0,247, artinya Kecepatan Angin berkorelasi sebesar 24,7%
terhadap Jarak
Edar Bekicot.
9) Besar korelasi (Pearson Correlation) antara Intensitas Cahaya
(faktor
independent) terhadap Jarak Edar Bekicot (faktor dependent)
sebesar -
-
17
0,316, artinya Intensitas Cahaya berkorelasi sebesar 32,6%
terhadap Jarak
Edar Bekicot.
Tabel 4.3 Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardize
d
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -2132.481 676.407 -3.153 .002
Berat Awal (X1) 61.598 17.394 .283 3.541 .001
Panjang Awal (X2) 50.108 60.286 .066 .831 .408
PH (X3) 6.750 13.347 .049 .506 .614
Kelembapan Udara (X4) .698 .799 .078 .874 .384
Suhu (X5) 3.218 1.304 .247 2.469 .015
Kelembapan Tanah (X6) 34.753 18.019 .278 1.929 .056
Kecepatan Angin (X7) -2.561 1.444 -.212 -1.773 .079
Intensitas Cahaya (X8) -.120 .033 -.449 -3.632 .000
a. Dependent Variable: Jarak Edar
Persamaan regresinya adalah sebagai berikut:
Y = -2132,481 + 61,598 X1 + 50,108 X2 + 6,750 X3 + 0,698 X4 +
3,218 X5
+ 34,753 X6 2,561 X7 0,12 X8
Konstanta sebesar 2132,48, artinya jika X1, X2, X3, X4, X5, X6,
X7, X8
nilainya adalah 0, maka Jarak Edar Y nilainya adalah
544.577.
1) Koefisien regresi dengan variable independen Berat Awal
Bekicot (X1)
adalah sebesar 61,598. Koefisien bernilai positif, artinya
kenaikan Berat
Awal Bekicot (X1) diikuti dengan kenaikan Jarak Edar
Bekicot.
2) Koefisien regresi dengan variable independen Panjang Cangkang
Awal
Bekicot (X2) adalah sebesar 50,108. Koefisien bernilai positif,
artinya
kenaikan Panjang Cangkang Awal Bekicot (X2) diikuti dengan
kenaikan
Jarak Edar Bekicot.
-
18
3) Koefisien regresi dengan variable independen pH Tanah (X3)
adalah
sebesar 6,750. Koefisien bernilai positif, artinya kenaikan pH
Tanah (X3)
diikuti dengan kenaikan Jarak Edar Bekicot.
4) Koefisien regresi dengan variable independen Kelembaban Udara
(X4)
adalah sebesar 0,698. Koefisien bernilai positif, artinya
kenaikan
Kelembaban Udara (X4) diikuti dengan kenaikan Jarak Edar
Bekicot.
5) Koefisien regresi dengan variable independen Suhu (X5) adalah
sebesar
3,218. Koefisien bernilai positif, artinya kenaikan Suhu (X5)
diikuti
dengan kenaikan Jarak Edar Bekicot.
6) Koefisien regresi dengan variable independen Kelembaban Tanah
(X6)
adalah sebesar 34,753. Koefisien bernilai positif, artinya
kenaikan
Kelembaban Tanah (X6) diikuti dengan kenaikan Jarak Edar
Bekicot.
7) Koefisien regresi dengan variable independen Kecepatan Angin
(X7)
adalah sebesar 2,561. Koefisien bernilai negatif, artinya
kenaikan
Kecepatan Angin (X7) diikuti dengan penurunan Jarak Edar
Bekicot.
8) Koefisien regresi dengan variable independen Intensitas
Cahaya (X8)
adalah sebesar 0,12. Koefisien bernilai negatif, artinya
kenaikan
Intensitas Cahaya (X8) diikuti dengan penurunan Jarak Edar
Bekicot.
4.2 Pembahasan
Pembahasan Konsep Umum
Pada praktikum kali ini adalah dilakukan pengamatan terhadap
pola
aktivitas dan jarak edar harian hewan yang menggunakan bekicot
(Acatina fulica)
sebagai hewan uji cobanya. Kusumaningsih (2004) menjelaskan
bahwa jarak edar
adalah sebuah gerakan periodik hewan dari tempat di mana ia
telah tinggal ke
daerah yang baru dan kemudian melakukan perjalanan kembali ke
habitat asli. Jarak
edar pergerakan binatang dipengaruhi oleh distribusi dan sumber
daya seperti
makanan atau habitat pemeliharaan keturunannya, dan dengan
struktur fisik
bentang lahan. Dengan demikian, ketika suatu hewan akan optimum
menyesuaikan
diri pada lahan yang lembab, maka hewaan tersebut akan bergerak
mencari tempat
yang lembab. Konsekuensinya adalah lahan yang lembab akan
menjadi suatu
-
19
teritori bagi hewan tersebut dan di tempat itu sebagian besar
dari mereka akan
berkumpul sedangkan kalau di lahan yang kering, akan sepi dengan
spesies hewan
tersebut. Hal ini secara tidak langsung akan berpengaruh pada
keseimbangan
ekosistem. Begitu juga dengan jarak edar pada bekicot (Achatina
fulica). Bekicot
(Achatina fulica) dikenal sebagai hewan nocturnal, dengan
demikian akan diketahui
bagaimana pola aktivitasnya di siang dan di malam hari. Tujuan
penggunaan hewan
bekicot (Acatina fulica) untuk bisa mempermudah dalam mengontrol
jarak edar
suatu hewan dalam interval waktu tertentu yang telah ditentukan.
Bekicot (Acatina
fulica) merupakan salah satu hewan yang memiliki pola pergerakan
yang sangat
lambat sehingga memungkinkan untuk peneliti mengamati seberapa
jauh bekicot
(Acatina fulica) itu akan bergerak. Hal ini didukung oleh sebuah
literatur menurut
Campbell, dkk. (2000) yang menyatakan bahwa bekicot menggunakan
perutnya
untuk bergerak. Sebagian dari badannya digunakan sebagai alat
gerak yang disebut
dengan kaki. Dengan pergerakan menggunakan perutnya itulah yang
membuat
bekicot berjalan dengan lambat, pergerakan yang lambat itupun
sudah dibantu
dengan menggunakan lendir. Pada bekicot sewaktu bergerak pada
ujung depan kaki
terdapat suatu kelenjar yang mengeluarkan lendir untuk
memudahkan
pergerakannya. Berbeda dengan menggunakan hewan yang memiliki
daya gerak
yang relatif tinggi, misalnya kelinci yang mudah untuk berpindah
tempat sehingga
peneliti tidak akan bisa mengontrol dalam interval waktu yang
cukup lama (sekitar
2 jam). Selain untuk mengetahui jarak edarnya, praktikum ini
juga bertujuan untuk
mengetahui bagaimana pola aktifitas hariannya sehubungan dengan
fluktuasi
kondisi faktor-faktor lingkungannya dan keperluan hidupnya. Oleh
karena itu,
dalam praktikum ini dilakukan pengukuran baik faktor yang
berasal dari dalam
tubuh bekicot itu sendiri atau faktor abiotik lain yang ada di
lingkungan sehingga
dapat dibuat acuan faktor apa saja yang akan mempengaruhi jarak
edar dari bekicot
(Acatina fulica) sebagai hewan nocturnal.
Pembahasan Langkah Kerja
Langkah kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah
dengan
menggunakan lahan kebun di sekitar FKIP-UNEJ gedung 3 yaitu di
sekitar parkiran
dosen. Hal ini dikarenakan pada lingkungan itu merupakan lahan
yang sangat luas
-
20
sehingga masih memungkinkan untuk bisa dijangkau oleh bekicot
ketika bekicot
itu bergerak. Dalam artian lain, dengan lahan yang sangat luas
maka bekicot hanya
memiliki kemungkinan yang sangat sedikit untu bergerak melebihi
garis yang
membatasi lahan. Setelah dilakukan pemetaan lahan secara ke
seluruhan dengan
ukuran 1x1 m. Tujuannya agar memudahkan peneliti untuk membuat
skala pada
milimeter blok dan memudahkan peneliti untuk mengetahui ke arah
mana bekicot
itu bergerak (bekicot itu bergerak melewati berapa petak lahan).
Dimana dalam satu
petak satuan 1 cm milimeter block kita skalakan sebagai 1 m.
Inilah tujuan kenapa
lahan yang luas tersebut dipetakkan dengan ukuran 1x1 m. Cara
pemetakannya
adalah dengan menentukan 1 titik paling ujung sebagai acuan
kemudian dari satu
titik ujung itu dilakukan pengukuran baik searah ke nanan atau
ke kiri dengan
ukuran 1 m. Setelah itu menandaai dengan patok setiap 1 m sekali
(dari semua sisi
mata angin yaitu dari sisi utara, selatan, timur dan barat).
Tujuannya agar
didapatkan ukuran yang benar-benar valid yaitu 1x1 m. Jika tidak
dilakukan
pemaatokan secara keseluran dari 4 arah, maka ditakutkan pada
salah satu sisi tidak
memiliki panjang 1x1 m sehingga akan membuat kesulitan ketika
dipetaakkan
dalam milimeter block. Setelah dilakukan pematokan dengan pasak,
maka langkah
selanjutnya adalah memasang tali rafia. Pemasangan tali rafia
harus diselang-seling
seperti anyaman. Tujuannya adalah agar tali rafia tidak mudah
bergeser ketika
terkena angin atau terkena faktor lain yang memungkinkan tali
rafia itu bergeser.
Disisi lain, anggota yang lain melakukan penimbangan berat badan
bekicot dan
pengukuran panjang cangkang bekicot. Tujuannya adalah untuk
mengetahui
apakah berat badan bekicot itu memiliki kontribusi yang sangat
tinggi atau tidak
terhadap jarak edarnya. Begitu juga dengan panjang cangkang
bekicot apakah
panjang cangkang bekicot akan memiliki kontribusi yang cukup
tinggi atau tidak
terhadap jarak edar bekicot. Selain itu juga digunakan sebagai
pembanding dengan
berat badan bekicot ketika bekicot selesai melakukan aktivitas
selama 24 jam.
Apakah bekicot itu akan bertambah berat setelah melakukan
aktivitas atau tidak dan
apakah panjang cangkang akan bertambah setelah bekicot melakukan
aktivitas
selama 24 jam. Untuk berat badan bekicot setelah aktivitas 24
jam, cenderung
mengalami peningkatan yang kemungkinan pada lahan yang lepas
tersedia banyak
sumber makanan yang emmungkinkan bekicot itu terus makan dan
bisa bertambah
-
21
berat badan. Selain itu, selama pergerakannya bekict akan
mengeluarkan lendir
terus-menerus. Dimungkinkan lendir yang dikeluarkan itu akan
menyelimuti
seluruh permukaan tubuhnya dan tubuhnya akan menjadi banyak air
jika
dibandingkan ketika bekicot diam. Hal inilah yang mungkin juga
mampu
menyebabkan berat badan bekicot bertambah setelah seharian
beraktivitas.
Setelah bekicot itu ditimbang berat badan dan diukur panjang
cangkangnya maka setiap kelas harus memilih satu pohon besar
yang digunakan
sebagai titik awal strart. Selain itu, juga untuk mengetahui ke
arah mana bekicot itu
akan bergerk (ke arah vertikal atau ke arah orizontal).
Perhitungan jarak edar hanya
lebih difokuskan pada jarak edar secara horizotal karena akan
memudahkan
memetakan dalam milimeter block. Sedangkan untuk yang pergerakan
secara
vertikal jika digambarkan pada milimeter block akan hanya
terlihat titik 0 saja (tidak
bisa di gambar). Namun untuk seberapa jauh pergerakannya, maka
tetap ditulis
sebagai keterangan. Setelah memilih pohon besar sebagai titik
awal bekicoit
diletakkan maka dipasang juga bendera strart yang tujuangnya
untuk bisa
mengetahui dimana persis bekicot tiap kelompok di letakkan.
Peletakkan bekicot
pada satu pohon, tidak hanya satu kelompok saja namun semua
kelompok dalam
satu kelas, bekicotnya juga diletakkan pada satu pohon ynag
sama. jika tiap
kelompok tidak memasang bendera strat, maka tidak akan bisa
dilakukan
pengukuran seberapa jauh jarak edar bekicot ke titik selanjutnya
karena tidak ada
acuan disana. Pengukuran jarak edar dilakukan selama 2 jam
(dengan interval yang
sama) sehingga dapat diketahui dalam interval waktu yang sama
namun dengan
kondisi lingkungan yang berbeda akan memberikan efek yang sama
atau berbeda
terhadap pola aktivitas dan jarak edar tiap bekicotnya. Setelah
2 jam sekali dilkukan
pengamatan terhadap jarak edar dengan acuan bendera awal hingga
letak bekicot
selanjutanya. Langkah ini dilakukan ingga bekicot bergerak
sampai 10 kali.
Pengukuran jarak edar yang sekarang diacukan pada bendera yang
sebelumnya.
Setelah dilakukan pengukuran jarak edar bekicot, juga dilakukan
pengamatan
terhadap aktivitas masing-masing bekicot. Apakah bekicot itu
inaktif (tidur) atau
aktif (makan, ataupun reproduksi). Tujuannya adalah untuk
mengetahui lebih aktif
mana bekicot pada malam hari atau pada siang hari. Hal ini
dikaitkan dengan
karakter bekicot sebagai hewan nocturnal. Hewan nokturnal
merupakan hewan
-
22
yang lebih aktif pada malanm hari jika dibandingkan dengan siang
hari. Oleh karena
itu, dengan pengamatan pola aktivitas bekicot maka akan bisa
dibuktikan apakah
bekicot adalah benar-benar hewan nokturnal atau hewan diurnal.
Dan dari hasil
pengamatan, bekicot lebih aktif pada malam hari jika
dibandingkan dengan siang
hari. Kebnyakan pada siang hari mereka inaktif sesangkan pada
malam hari mereka
cenderung berjalan yang jauh. Hal ini kemungkinan dipengarui
oleh faktor
lingkungan yang mana bekicot akan mampu bergerak dengan cepat
ketika tubuhnya
mengeluarkan lendir dan salah satu adaptasinya dengan lingkungan
adalah dia
selalu membasahi dirinya denagn lendir tersebut untuk mengurangi
penguapan. Jika
bekicot aktif pada siang hari maka akan banyak sinar matahari
yang terpancar ke
dalam tubuhnya. Ketika dia aktif pada siang hari maka tubuhnya
akan sebagian
besar keluar dari cangkangnya dan ketika semakin banyak tubuhnya
keluar dari
cangkangnya, maka akan semakin banyak pula cairan dalam tubuhnya
mengalami
penguapan. Denagn demikian pada siang hari bekicot akan inaktif
dan pada malam
hari saat tidak ada cahaya dia aktif yang tujuannya untuk
mempertahankan kondisi
tubuhnya.
Selain pengukuran tersebut, juga dilakukan pula pengukuran
faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi jarak edar bekicot. Misalnya suhu
udara,
kecepatan angin, kelembaban udara, kelembaban tanah dan pH
tanah.
Tujuan dari pengukuran faktor lingkungan ini adalah untuk
mengetahui
apakah faktor-faktor itu mempengaruhi jarak edar bekicot. Selain
itu juga untuk
mengetahui faktor mana yang paling berkontribusi secara langsung
terhadap
tingginya jarak edar bekicot ketika dilakukan uji terhadap spss.
Sehingga kita dapat
menyimpulkan faktor apa yang paling berpengaruh terhadap jarak
edar bekict dan
apa alasannya yang mendasari sehingga faktor itu bisa
berkontribusi secara langsug
pada jarak edar bekicot.
Pembahasan Hasil
Setelah hasil pengamatan dimasukkan ke dalam tabel hasil
pengamatan,
maka langkah selanjutnya adalah dilakukan analisis data
menggunakan spss dengan
menggunakan analisis data regresi linier (bila setiap tahapan
kenaikan X diikuti
dengan kenaikan Y secara konsisten. Sehingga tujuan dari regresi
adalah selain
-
23
untuk mengetahui keterkaitan antara X dan Y juga dgunakan untuk
mengetahui
kemiringan dari alfa atau kemiringan dari garis linier yang
terbentuk akibat korelasi
dari X dan Y. Keunggulan dari regresi juga terletak pada adanya
uji anova.
Sehingga selain untuk mengetahui keterkaitan antara faktor
pengaruh dan faktor
akibat, juga bisa digunakan untuk mengetahui suatu pengaruh dari
faktor sebab
terhadap akibat. Keunggulan lain dari analisis data regresi
adalah terletak pada
metode pencarian data yang hilang. Ketika ada suatu data yang
ilang, maka dengan
menggunakan regresi data yang hilang itu bisa dicari meskipun
hilang pada tengah-
tengah posisi.
Analisis Deskriptif
Dalam analisis regresi, terdapat kolom deskriptif, tabel
korelasi dan tabel
koefisient. Tabel deskriptif adalah tabel yang didalamnya
data-data tertentu untuk
mendeskripsikan data yang ada pada tabel misalnya rata-rata,
simpangan baku
maupun jumlah tiap variabel. Pada tabel deskriptif ini, tidak
terdapat kolom untuk
menganalisis data dan tidak ada besaran signifikansi. Karena
pada tabel in anya
digunakan untuk memberikan informasi seputar data saja tidak
untuk mengolah
data. Pada tabel ini terlihat jumlah yang sama antara semua
variabel yaitu 130. 130
ini diperoleh dari jumlah siput, yaitu 10 siput dikalikan 13
kali waktu pengamatan.
Jadi untuk N diperoleh angka 130. Untuk kolom mean, digunakan
untuk
menampilkan rata-rata tiap variabel. Dengan demikian, dapat
diketahui rata-rata
berapa yang mungkin terjadi setelah dilakukan banyak kai
pengamatan.Dari kolom
rata-rata yang dibanadingkan dengan tabel hasil pengamatan yang
secara rinci maka
dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi satuan pengukuran maka
semakin tinggi
pula rata-rata yang akan diperoleh pada tabel deskriptif.
Misalnya perbandingan
pada jarak edar dan pH tanah. Jarak edar bekicot, pengukurannya
denga
menggunakan satuan cm sedangkan perjalanan bekicot ada yang
mencapai satuan
meter. Maka jika dikonversikan dari meter menjadi cm maka akan
naik dalam
satuan yaitu dari 1 m menjadi 100 cm. sedangkan untuk pH hanya
memiliki rentang
antara 1-14 saja. Dimana pH 1-6 bersifat asam, 7 netral dan
selebihnya adalah basa.
Dengan demikian jika dibandingkan diantara keduanya maka unuk
jarak, akan
memiliki nilai yang lebih besar jika dibandingkan dengan pH
tanah. Dengan
-
24
demikian rata-rata yang emmiliki satuan kecil, tidak akan bisa
melebihi rata-rata
dengan satuan yang besar. Semakin tinggi satuan hitung maka
semakin tinggi pula
rata-rata yang akan diperoleh.
Pada hasil analisis data deskriptif, maka dapat dilakukan
pendeskripsian
data sebagai berikut: untuk jarak edar bekicot, jarak edar dari
10 siput pada 13 kali
waktu pengamatan, memiliki rata-rata 137,62 cm dengan Simpangan
baku yaitu
182,30. Sedangkan untuk berat awal siput memiliki rata-rata
28,54 gram dengan
simpangan baku yaitu 0,84. Panjang awal siput memiliki rata-rata
6,72 cm dengan
simpangan baku yaitu 0,24. Untuk pH tanah yang merupakan faktor
lingkungan,
memiliki rata-rata 5,62 yang berarti memiliki rata-rata pH asam,
dengan simpangan
baku yaitu 1,33. pH ini termasuk asam karena pada rentang 1-6
adalah asam, 7
netral dan selebihnya adalah basa. Maka semakin tinggi angka
yang ditunjukkan
pada alat ukur pH maka ph tanah tersebut berarti basa begitu
juga sebaliknya jika
semakin rendah angka ynag tertera pada alat ukur pH maka
menandakan pH tanah
tersebut adalah asam. Sedangkan untuk kelembapan udara yang juga
merupakan
faktor lingkungan, memiliki rata-rata 82,89% dengan simpangan
baku yaitu 20,3.
Dari data ini maka dapat disimpulkan bahwa pada lahan tersebut
memiliki
kelembaban yang tinggi namun karena analisis hanya menggunakan
tabel deskriptif
maka kita tidak bisa mengetahui bagaimana peran kelembaban tanah
terhadap jarak
edar bekicot. Apakah dengan kelembaban yang tinggi akan
meningkatkan jarak
edar bekicot ataukah mungkin sebaliknya, kelembaban yang tinggi
akan
menurunkan jarak edar bekicot. Karena sekali lagi tabel analisis
deskriptif ini hanya
bisa digunakan untuk mendeskripsikan data saja tidak bisa untuk
mengolah data
atau menganalisis data yang lebih. Selanjutnya adalah suhu yang
merupakan faktor
lingkungan, memiliki rata-rata suhu yaitu 24,260C, dengan
simpangan baku 13,99.
Selanjutnya adalah kelembapan tanah yang merupakan faktor luar,
memiliki rata-
rata sebesar 2,72 m/hg, dengan simpangan baku 1,46. Jika dalam
tabel krelasi
ataupun tabel koefisien maka akan diketahui korelasi antara
faktor dan jarak edar.
Ketika semakin tinggi korelasi yang tertera maka akan seamkin
tinggi pengaruh
yang ditimbulkan oleh faktor-faktr tertentu terhadap jarak edar
bekicot. Selanjutnya
adalah kecepatan angin yang juga merupakan faktor luar, memiliki
rata-rata
keceparan angin sebesar 9,19 m/s, dengan simpangan baku yaitu
15,07. Dan
-
25
intensitas cahaya yang merupakan faktor luar, memiliki rata-rata
sebesar 574,68 cd,
dengan simpangan baku 680,54. Untuk kecepatan angin dan
itensitas cahaya
biasanya memiliki korelasi yang negatif artinya semakin tinggi
kecepatan angin dan
semakin tinggi intensitas cahaya, maka akan semakin rendah jarak
edar bekicot
tersebut. Namun untuk hipotesis ini tidak bisa dibuktikan selama
belum
menggunakan tabel korelasi, karena pada tabel ini hanya tabel
deskripsi yang hanya
mendeskripsikan saja dari tiap data tanpa adanya angka
signifikansi.
Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa analisis
deskriptif
membatasi generalisasinya pada kelompok individu tertentu yang
diobservasi dan
data deskriptif hanya menggambarkan suatu kelompok dan hanya
untuk kelompok
itu sendiri, tidak untuk mengetahui hubungan atau pengaruh dari
variabel satu
terhadap variabel yang lainnya.
Tabel Korelasi
Tabel selanjutnya adalah tabel korelasi, tabel ini menunjukkan
adaanya
hubungan antar satu variabel dengan variabel yang lain. Korelasi
ini akan
memberikan hubungan antara prediktor terhadap asil. Dimana
prediktor yang ada
pada tabel korelasi ini adalah faktor-faktor baik faktor
lingkungan maupun faktor
internal bekicot terhadap akibat atau hasil yaitu jarak edar
dari bekicot tersebut.
Dalam tabel korelasi ini akan tampak koefisien korelasi yang
positif dan negati.
Jika koefisien korelasi yang tampak adalah positif maka data
tersebut menunjukkan
bahwa peningkatan faktor lingkungan atau faktor internal tubuh
bekicot tertentu
diikuti dengan peningkatan daya edar dan jika koefisien korelasi
itu menunjukkan
negatif maka data tersebut menunjukkan bahwa peningkatan faktor
lingkungan atau
faktor internal tubuh bekicot diikuti dengan penurunan jarak
edar bekicot. Jadi
untuk analisis korelasi ini hanya menunjukkan hubungan antara
variabel X dan Y
saja dimana seri X memiliki hubungan atau tidak dengan seri Y.
Pada analisis ini
tidak ada kontrol dan treathment karena yang dikorelasikan ya
hanya dua variabel
itu saja yang merupakan data tunggal. Berbeda dengan anova yang
menggunakan
treathment dan kontrol yang menjadikan data lebih dan mengetahui
pengaruh dari
-
26
antara kontrol dan treathment terhadap hasil. Pada analisis
korelasi ini banyaknya
X selalu diikuti dengan banyaknya Y.
Maka dalam data korelasi dapat dilakukan interpretasi bahwa
besar
korelasi (pearson correlation) antara jarak edar bekicot (faktor
dependent) terhadap
dirinya sendiri (jarak edar) adalah sebesar 1,000, karena
diproyeksikan terhadap
dirinya sendiri. Hal ini menunjukkan data yang sangat valid.
Jika saja data ini tidak
sama dengan satu maka terdapat error dalam data yang dianalisis.
Tidak mungkin
jika diri sendiri dikorelasikan dengan dirinya sendiri akan
menghasilkan koefisien
korelasi kurang dari 1,00. Yang kedua adalah korelasi antara
berat awal bekicot dan
jarak edar bekicot. Besar korelasi (pearson correlation) antara
berat awal bekicot
(faktor independent) terhadap jarak edar bekicot (faktor
dependent) sebesar 0,277,
artinya berat awal bekicot berkorelasi sebesar 27% terhadap
jarak edar bekicot. Dan
ini menandakan bahwa terjadi grafik naik (naiknya berat tubuh
akan diikuti dengan
jarak edar bekicot). Korelasi yang ketiga adalah korelasi antara
panjang cangkang
terhadap jarak edar bekicot. Besar korelasi (pearson
correlation) antara panjang
cangkang awal bekicot (faktor independent) terhadap jarak edar
bekicot (faktor
dependent) sebesar 0,044, artinya panjang cangkang awal bekicot
berkorelasi
sebesar 4,4% terhadap jarak edar bekicot. Hal ini menandakan
bahwa terjadi grafik
naik (naiknya panjang cangkang akan diikuti dengan jarak edar
bekicot), namun
koefisien korelasinya hanya sedikit yang hanya sekitar 4,4%.
Besar korelasi
(pearson correlation) antara ph tanah (faktor independent)
terhadap jarak edar
bekicot (faktor dependent) sebesar -0,083, artinya ph tanah
berkorelasi sebesar
8,3% terhadap jarak edar bekicot. Namun tanda negatif
menunjukkan bahwa
kenaikan variabel X yang sebagai prediktor yaitu ph tanah
diikuti dengan
penurunan variabel Y sebagai hasil yaitu jarak edar. Sehingga
dapat disimpulkan
bahwa semakin tinggi ph tanah maka kondisi tanah tersebut akan
semakin basah.
Dan ketika semakin basah ph tanah maka analisis korelasi ini
menunjukkan
semakin menurunnya jarak edar bekicot. Korelasi selanjutnya
adalah antara
prediktor kelembaban udara terhadap jarak edar bekicot. Besar
korelasi (pearson
correlation) antara kelembaban udara (faktor independent)
terhadap jarak edar
bekicot (faktor dependent) sebesar 0,061, artinya kelembaban
udara berkorelasi
sebesar 6,1% terhadap jarak edar bekicot. Dengan koefisien tanda
positif tersebut
-
27
berarti menunjukkan bahwa semakin tinggi kelembaban udara akan
semakin tinggi
jarak edar bekicot karena tanda positif koefisien korelasi
menunjukan bahwa
peningkatan variabel X yang sebagai prediktor yaitu kelembaban
suhu diikuti
dengan peningkatan jarak edar bekicot. Korelasi yang selanjutnya
adalah korelasi
antara suhu terhadap jarak edar bekicot. Besar korelasi (pearson
correlation) antara
suhu (faktor independent) terhadap jarak edar bekicot (faktor
dependent) sebesar
0,041, artinya suhu berkorelasi sebesar 4,1% terhadap jarak edar
bekicot. Suhu
sebenarnya jika dilakukan analisis, maka suhu yang tinggi akan
menyebabkan jarak
edar bekicot semakin rendah. Hal ini terkait dengan tubuh
bekicot yang cenderung
lunak dan berlendir, ketika suhu tingga maka bekicot cenderung
untuk diam
tujuannya adalah untuk mengurangi penguapan. Misalkan saja
bekicot aktif
bergerak pada suhu yang tinggi maka semakin banyak pula bagian
tubuh yang
terkena cahaya matahari. Hal ini akan menyebabkan semakin banyak
lendir tubuh
yang terkena cahaya dan terjadi penguapan. Oleh karena itu siput
merupakan hewan
nokturnal yang lebih aktif pada malam hari yang tujuannya adalah
untuk
mengurangi penguapan pada dalam dirinya. Dengan pernyataan yang
seperti inilah
maka semakin tinggi suhu akan semakin rendah jarak edar. Dan
dengan demikian
seharusnya koefisien korelasi akan menunjukkan angka yang
negatif. Karena jika
semakin tinggi variabel X yang sebagai prediktor akan diikuti
dengan penurunan
jarak edar bekicot. Korelasi yang selanjutnya adalah antara
kelembaban tanah
terhadapjarak edar bekicot. Besar korelasi (pearson correlation)
antara kelembaban
tanah (faktor independent) terhadap jarak edar bekicot (faktor
dependent) sebesar -
0,186, artinya kelembaban tanah berkorelasi sebesar 18,6%
terhadap jarak edar
bekicot. Untuk analisis korelasi antara kelembaban tanah
terhadap jarak edar
bekicot ini sangat sulit untuk di percaya. Dalam kontribusi
kelembaban tanah
terhadap jarak edar bekicot, maka kelembaban tanah ini
dimungkinkan memiliki
kontribusi yang paling tinggi terhadap jarak edar bekicot. Jika
dikaitkan dengan
analisis teori, maka bekicot akan mudah bergerak dalam tanah
yang lembab.
Kelembaban tanah tersebut dengan bantuan lendir dari dalam
tubuhnya, akan
memudahkan bekicot tersebut untuk mudah dalam bergerak. Bagian
gasternya
bekicot, terjadi kontak langsng dengan dengan tanah sehingga
akan memungkinkan
ketika semakin lembab tanah yang digunakan untuk bekicot
bergerak maka akan
-
28
semakin mudah bekicot tersebut menyensor tanah tersebut sehingga
semakin tinggi
kelembaban tanah maka akan semakin tinggi jarak edar bekicot.
Keadaan yang
berbalik denagn teori ini kemungkinan disebabkan oleh adanya
kesalahan praktikan
saat melakukan pengukuran atau saat melakukan pemasukan data
pada tabel
pengamtan. Selanjutnya adlah korelasi antara kecepatan angin
terhadap jarak edar.
Besar korelasi (pearson correlation) antara kecepatan angin
(faktor independent)
terhadap jarak edar bekicot (faktor dependent) sebesar -0,247,
artinya kecepatan
angin berkorelasi sebesar 24,7% terhadap jarak edar bekicot. Dan
korelasi yang
terakhir adalah antara intensitas cahaya terhadap jarak edar
bekicot. Besar korelasi
(pearson correlation) antara intensitas cahaya (faktor
independent) terhadap jarak
edar bekicot (faktor dependent) sebesar -0,316, artinya
intensitas cahaya berkorelasi
sebesar 32,6% terhadap jarak edar bekicot. Dari keseluruhan data
tersebut maka
tingkat koefisien korelasi antara prediktor terhadap hasil
memiliki tingkat yang
berbeda-beda. Ada yang memiliki tingkat korelasi yag positif
yang menandakan
bahwa peningkatan prediktor diikuti dengan peningkatan jarak
edar bekicot.
Namun untuk tingkat korelasi yang negatif, maka menandakan bahwa
peningkatan
presiktor diikuti denagn penurunan hasil (variabel Y).
Tabel Koefisien
Analisis tabel yang selanjutnya adalah tabel koefisien. Tabel
koefisien ini
merupakan tabel yang menggambarkan regresi antara varibel yang
satu dengan
variabel yang lainnya. Analisis regresi ini yang biasa dilakukan
adalah tipe linier
yaitu bila tiap step-step penaikan X diikuti denngan penaikan Y,
sehingga akan
terlihat garis lurus. Namun yang dijadikan acuan bukan seberapa
besar nilai
penaikan tapi nilai penaikan akan menyesuaikan dengan garis
linier tersebut
sehingga akan tampak garis yang lurus. Regresi ini sebenarmya
sama dengan
korelasi namun regresi lebih kompleks karenakita juga bisa
mengetahui besarnya
Y ketika koefisien dan intercept-nya telah diketahui.
Dalam hasil tabel kefisien ini didapatkan persamaan regresi
sebagai
berikut: Y = a+bX. Dan hasil dari analisis koefisien tersebut
didapatkan bahwa Y=
-2132,481 + 61,598 X1 + 50,108 X2 + 6,750 X3 + 0,698 X4 + 3,218
X5 + 34,753 X6
2,561 X7 0,12 X8. Nilai Y menunjukkan variabel yang terikat
terhadap X. -
-
29
2132,481 merupakan suatu intercept, makna dari angka intercept
atau konstanta
adalah besarnya adalah sama dengan intercept ketika besarnya
nilai X adalah sama
dengan 0. Ketika angka intercept adalah -2132,481 maka nilai Y
juga -2132,481.
Sedangkan b adalah koefisien regresi, yang mana koefisien
regresi ini merupakan
kemiringan atau slope dari suatu hubungan variabel X terhadap Y.
Besarnya
kemiringan tersebut adalah yang bisa dilihat dari perbandingan
antara
yang
disebut dengan tangen . Semakin besar nilai maka semakin besar
kemiringan X
terhadap Y.
Dengan melihat hasil interpretasi data tersbut maka yang
memiliki
kntribusi paling tinggi adalah berat awal sebesar 61,598,
kemudian disusul dengan
panjang awal sebesar 50,108, kemudian kelembaban tanah yaitu
sebesar 34,753,
kemudian disusul oleh Ph sebesar 6,750, suhu sebesar 3,218,
kelembaban udara
sebesar 0,698, intensitas cahaya sebesar -0,12 dan kecepatan
angin sebesar -2,561.
Dengan demikian maka ada koefisien yang memiliki nilai positif
dan ada koefisien
yang memiliki nilai negatif. Kebanyak faktor memiliki nilai
koefisien yang positif
kecuali pada intensitas cahaya dan kecepatan angin.
Analisis Regresi Berdasarkan Faktor Prediksi
Jika dikaitkan dengan faktor kecepatan angin dan intensitas
cahaya, maka
dapat dipercaya jika nilai koefisiennya adalah negatif. Hal ini
dikaitkan dengan sifat
bekicot sebagai hewan nokturnal yaotu hewan yang aktif
beraktivitas pada malam
hari. Sehingga pada siang hari maka hewan ini cenderung akan
diam. Apalagi
dengan intensitas cahaya yang tinggi dan kecepatan angin yang
tingi. Bekicot
cenderung selalu mensekresikan lendir untuk menjaga homeostasis
dalam tubuhnya
karena aktivitas bekicot cenderung menjadikan tubuhnya keluar
dari angkangnya,
maka semakin tinggi cahaya dan semakin tinggi kecepatan angin dn
bekicot tetap
keluar dari cangkang, maka semakin cepat pula lendir yang
dikeluarkan itu akan
mengalami penguapan. Dengan demikian untuk mengurangi penguapan
tersebut,
bekicot akan cenderung diam pada siang hari. Apalagi semakin
tinggi intensitas
cahaya dan kecepatan angin maka akan semakin tinggi suhu yang
akan membuat
bekicot cenderung menyensor keadaan tersebut untuk tidak keluar
dari cangkang.
-
30
Dengan melihat koefisien yang positif maka yang paling
tinggi
kontribusinya adalah berat awal dan panjang sedangkan kelembaban
tanah
menempati keddudukan ketiga. Kemungkinan berat yang tinggi dan
panjang yang
lebih akan tersedia banyak visera dalam cangkang bekicot
sehingga untuk mejaga
homeostasis bekicot tersebut maka semakin banyak lendir yang di
sekresikan.
Kembali lagi dengan kaitannya fungsi lendir adalah sebagi
pelicin tubuh bekicot
yang memudahkan dalam pergerakan. Maka dimungkinkan semakin
besar berat
tubuh dan semakin panjang cangkang tubuh maka akan semakin
banyak visera
tubuh dan menyebakan pula semakin banyak lendir yang
disekresikan. Dengan
demikian akan mempermudah dalam pergerakan bekicot. Namun dalam
suatu
literatur lain ada yang mengatakan bahwa kelembaban yang tinggi
akan memiliki
kontribusi yang paling tinggi juga terhadap jarak edar bekicot.
Hal ini disebabkan
bekict akan lebih mudah mensensor keadaan lingkungan saat
keadaan tanah itu
dengan kelembaban yang tinggi. Dimana bagian perut bekicot yang
digunakan
sebagai kaki untuk berjalan mengalai kontak langsung dengan
tanah. Maka semakin
lembab kondisi tanah maka akan menyebabkan semakin jauh pula
jarak edar
bekicot.
Ph terlihat lebih tinggi kontribusinya terhadap jarak edar
bekicot jika
dibandingkan dengan suhu. Dan suhu lebih tinggi jika
dibandingkan dengan
kelembaban udara. Dimungkinkan bekicot suka dengan tanah yang
memiliki
phyang tinggi maka semakin tinggi ph akan semakin tinggi pula
jarak edar bekicot.
Untuk kaitannya dengan suhu maka suhu kontribusinya akan lebih
rendah jika
dibandingkan denagn kelembaban tanah. Karena bekicot suka dengan
kelembaban
yang tinggi dan suhu lingkungan yang rendah. Dengan demikian
tubuh bekicot
khusunya bagian perutnya akan bersentuhan langsung dengan tanah
sedangkan
untuk yang suhu lingkungan memang benar akan memberikan dampak
pada jarak
edar bekicot namun untuk suhu lingkungan, tidak bisa terjadi
kontak langsung
dengan tubuh bekicot karena sebagian besar suhu lingkungan
berada pada udara
yang mana udara berada pada bagian atas tubuh bekicot. Sehingga
suhu akan
terhalangi oleh cangkang bekicot. Namun dalam literatur lain
dijelaskan bahwa
suhu memiliki hubungan yang negatif dengan jarak edar bekicot
karena semakin
tinggi suhu maka akan membuat bekicot semakin diam. Sehingga
memberikan
-
31
perbandingan yang terbalik. Untuk kelembaban udara juga memiliki
kntribusi
langsung namun tidak sebesar kelembaban tanah. Karena kelembaban
tanah akan
bersentuhan langsung dengan tubuh bekicot sedangkan kelembaban
tanah sama
kasusnya dengan suhu yang mana akan terhalang oleh cangkang dari
siput tersebut.
Namun bedanya kelembaban suhu akan memberikan angka yang positif
karena
bekicot akan mudah bergerak dengan kondisi kelembaban udara yang
tinggi.
Dengan demikian semakin tinggi kelembaban udara maka semakin
tinggi pula jarak
edar bekicot meskipun kelembaban udara tersebut sedikit
terhalangi oleh cangkang
tubuh yang menutupi tubuh bekicot tersebut.
Pembahasan Pola Aktivitas Bekicot
Bekicot merupakan hewan nokturnal yang cenderung melakukan
aktivitas
pada malam hari berbeda dengan hewan diurnal yang cenderung
melakukan
aktivitas pada siang hari ketika ada cahaya. Hal ini didukung
oleh Campbell, dkk.
(2000) yang menyatakan bahwa bekicot (Achatina fulica) dikenal
sebagai hewan
nocturnal, dengan demikian akan diketahui bagaimana pola
aktivitasnya di siang
dan di malam hari. Oleh karena itu, dalam hasil pengamatan maka
didapatkan
bahwa banyaknya aktivitas bekicot baik makan, ataupun
bereproduksi, bekicot akan
cenderung terjadi pada malam hari sehingga pada saat malam hari
pun, akan
ditemukan perpindahan bekicot yang cukup jauh. Hal ini
ditunjukka denagn ukuran
jarak edar pada malam hari lebih tinggi jika dibandingkan dengan
pada siang hari.
Dijumpai juga pada malam hari, bekicot ada yang melakukan
reproduksi denagn
lawan jenisnya.
-
32
BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum Pola aktivitas dan jarak edar harian Achatina
fulica yang telah
dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa
5.2 Rata-rata jarak yang ditempuh Achatina fulica dalam
melakukan
aktivitas hidupnya dan pola aktivitas harian byaitu 137,62 cm
untuk
jumlah 10 siput pada 13 kali pengamatan.
5.3 Jarak edar harian Achatina fulica berkorelasi dengan ukuran
tubuh,
dimungkinkan semakin besar berat tubuh dan semakin panjang
cangkang
tubuh maka akan semakin banyak visera tubuh dan menyebakan
pula
semakin banyak lendir yang disekresikan. Dengan demikian
akan
mempermudah dalam pergerakan bekicot.
5.4 Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi jarak edar dan
pola
aktivitas harian Achatina fulica adalah suhu udara, kecepatan
angin,
kelembaban udara, kelembaban tanah dan pH tanah.
5.5 Saran
Perlu dilakukan uji lanjutan terkait pola aktifitas dan jarak
edar harian ini sebab
pada pelaksanaan praktikum sangat dimungkinkan terjadi kesalahan
praktikan
baik dalam hal metode pengambilan sampel, perhitungan
menggunakan alat,
atau yang lainnya.
-
33
DAFTAR PUSTAKA
Aprianto. 2010. Pola Perpindahan Beruang Kutub.
http://chusnan.web.ugm.
ac.id/index.php?subaction=showfull&id=1196835229&archive=&start_fro
m = & ucat =2&do=artikel. [Diakses, 19 Mei 2015]
Browidjojo, M. Dj. 1989. Zoologi Dasar. Erlangga : Jakarta
Campbell, Neil. A. 2000. Biologi Jilid I. Erlangga : Jakarta
Herliani, Mica. 2008. Kompetisi Intraspesifik.
http://Pengetahuan.com [Diakses,
19 Mei 2015]
Kusumaningsih, Triana. 2004. Pembuatan Kitosan dari Kitin
Cangkang Bekicot
(Achatina fulica) . Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sebelas
Maret
Surakarta. Vol.2(6).
Majidsyahreza. 2012. Kinerja Hewan Di Lingkungannya Dengan
Menentukan Pola
Aktifitas Dan Jarak Edar Serta Luas Daerah Harian
Hewan. http://majidsyahreza89.wordpress.com [Diakses, 19 Mei
2015]
Pechenik, J. 2000. Biology of The Invertebrates. Four Edition :
Mc Graw Hill.
Struthers, M. 2002. The physical and chemical microstructure of
the Achatina
fulica epiphragm. Department of Chemistry and Department of
Petroleum
EngineeringHeriot watt University Edinburgh EH144AS, UK. Vol.68
: 166
Sukarsono. 2009. Ekologi Hewan. UMM Press : Malang
Tjitrosoepomo, Gembong, dkk. 2004. Biologi II. Jakarta :
Dedikbud
Tomiyama, Kiyonori. 1996. Mate-choice criteria in a protandrous
simultaneously
hermaphrodit ic land snail Achatina Fulica (FERUSSAC)
(STYLOMMATOPHORA: ACHATINIDAE). Laboratory of Wildlife
Conservation, National Institute for Environmental Studies,
Onogawa 16-2,
Tsukuba 305, Japan. Vol . 62 : 102.
Wirahadikusumah, Sambas. 2003. Dasar-Dasar Ekologi. Jakarta