LAPORAN PKL BANDENG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan bandeng merupakan suatu komoditas perikanan yang sudah lama dibudidayakan oleh petani tambak di Indonesia (Pirzan et al., 1989). Ikan ini juga merupakan jenis ikan ekonomis dan banyak diminati masyarakat Indonesia dan dunia, Di Indonesia ada waktu tertentu dimana produksi bibit ikan bandeng sangat melimpah tetapi dari segi kualitas, kesehatan dan ukuran sangat bervariasi. Oleh karena itu perlu usaha penanganan bibit ikan tersebut yang sekaligus dapat menpukulin usaha budidayanya yang berkesinambungan. Ditinjau dari aspek ekonomi ikan bandeng memiliki prospek yang cerah untuk saat ini dan di masa yang akan datang hal ini dikarenakan organisme ini sudah berhasil dibudidayakan secara buatan serta dengan permintaan bandeng ukuran konsumsi. Kegiatan budidaya ikan bandeng (Chanos chanos Forskal) sudah dikenal
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN PKL BANDENG
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikan bandeng merupakan suatu komoditas perikanan yang sudah lama dibudidayakan
oleh petani tambak di Indonesia (Pirzan et al., 1989). Ikan ini juga merupakan jenis ikan
ekonomis dan banyak diminati masyarakat Indonesia dan dunia, Di Indonesia ada waktu tertentu
dimana produksi bibit ikan bandeng sangat melimpah tetapi dari segi kualitas, kesehatan dan
ukuran sangat bervariasi. Oleh karena itu perlu usaha penanganan bibit ikan tersebut yang
sekaligus dapat menpukulin usaha budidayanya yang berkesinambungan.
Ditinjau dari aspek ekonomi ikan bandeng memiliki prospek yang cerah untuk saat ini
dan di masa yang akan datang hal ini dikarenakan organisme ini sudah berhasil dibudidayakan
secara buatan serta dengan permintaan bandeng ukuran konsumsi. Kegiatan budidaya ikan
bandeng (Chanos chanos Forskal) sudah dikenal masyarakat sekitar abad ke 14 yang dimulai
dengan budidaya di tambak secara tradisional. Faktor ketersediaan benih merupakan salah satu
kendala dalam meningkatkan teknologi dalam membudidayakan ikan bandeng di Indonesia, saat
ini kebutuhan benih untuk tambak bandeng masih mengandalkan produksi induk di hatcheri
lengkap dan dari alam yang jumlahnya sangat tidak menentu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Bandeng
Secara taksonomi ikan bandeng diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Gonorynchiformes
Famili : Chanidae
Genus : Chanos
Spesies : Chanos chanos Forsskal
Ikan bandeng merupakan sejenis ikan laut yang mempunyai bentuk tubuh yang langsing
mirip terpedo, dengan moncong agak runcing, ekor bercabang dan sisiknya halus. Warna ikan
bandeng putih gemerlapan seperti perak pada tubuh bagian bawah dan agak gelap pada
punggungnya (Soeseno, 1988).
Ikan bandeng mempunyai penampilan yang umumnya simetris dan berbadan ramping,
dengan sirip ekor yang bercabang dua. Ikan bandeng bisa bertambah besar menjadi 1,7 m, tetapi
yang paling sering sekitar 1 meter panjangnya. Ikan bandeng tidak memiliki gigi, Seluruh
permukaan tubuhnya tertutup oleh sisik yang bertipe lingkaran yang berwarna keperakan, pada
bagian tengah tubuh terdapat garis memanjang dari bagian penutup insang hingga ke ekor. Sirip
dada dan sirip perut dilengkapi dengan sisik tambahan yang besar, sirip anus menghadap
kebelakang. Selaput bening menutupi mata, mulutnya kecil dan tidak bergigi, terletak pada
bagian depan kepala dan simetris, Sirip ekor homocercal (Gambar 1).
Gambar 1. Morfologi Ikan Bandeng
Bandeng mempunyai sirip punggung yang jauh dibelakang tutup insang, dengan 14
sampai 16 jari-jari pada sirip punggung, 16 sampai 17 jari-jari pada sirip dada, 11 sampai 12 jari-
jari pada sirip perut, 10 sampai 11 jari-jari pada sirip anus dan pada sirip ekor berlekuk simetris
dengan 19 jari-jari. Sisik pada garis susuk berjumlah 75 sampai 80 sisik (Kordi, 2009).
Ikan bandeng dapat di bedakan dengan jantan dan betina. Bandeng jantan dapat
diiketahui dari lubang anusnya yang hanya dua buah dan ukuran badan agak kecil. Bandeng
betina memiliki lubang anus tiga buah dan ukuran badan lebih besar dari ikan bandeng jantan.
2. PERSYARATAN LOKASI
Pemilihan tempat perbenihan bandeng harus mempertimbangkan aspek-aspek yang
berkaitan dengan lokasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam persyaratan lokasi adalah
sebagai berikut:
1) Status tanah dalam kaitan dengan peraturan daerah dan jelas sebelum hatchery dibangun.
2) Mampu menjamin ketersediaan air dan pengairan yang memenuhi persyaratan mutu yang
ditentukan;
- Pergantian air minimal; 200 % per hari.
- Suhu air, 26,5-310C.
- PH; 6,5-8,5.
- Oksigen larut; 3,0-8,5 ppm.
- Alkalinitas 50-500ppm.
- Kecerahan 20-40 cm (cahaya matahari sampai ke dasar pelataran).
- Air terhindar dari polusi baik polusi bahan organik maupun an organik.
3) Sifat-sifat perairan pantai dalam kaitan dengan pasang surut dan pasang arus perlu diketahui
secara rinci.
4) Faktor-faktor biologis seperti kesuburan perairan, rantai makanan, species dominan,
keberadaan predator dan kompetitor, serta penyakit endemik harus diperhatikan karena mampu
mengakibatkan kegagalan proses produksi.
3. SARANA DAN PRASARANA
1) Sarana Pokok
Fasilitas pokok yang dimanfaatkan secara langsung untuk kegiatan produksi adalah bak
penampungan air tawar dan air laut, laboratorium basah, bak pemeliharaa larva, bak
pemeliharaan induk dan inkubasi telur serta bak pakan alami.
a. Bak Penampungan Air Tawar dan Air Laut.
Bak penampungan air (reservoir) dibangun pada ketinggian sedemikian rupa sehingga air
dapat didistribusikan secara gravitasi ke dalam bak-bak dan sarana lainnya yang memerlukan air
(laut, tawar bersih). Sistim pipa pemasukkan dan pembuangan air perlu dibangun pada bak
dilakukan pada siang hari, seperti yang dianjurkan oleh Ditjenkan (1993), dalam pendapatnya
bahwa gelondongan bandeng lebih banyak makanfeeding rate. Selama masa pemeliharaan
bandeng, kisaran feeding rate atau persentase jumlah pakan yang digunakan berkisar antara 3 – 5
%. Pemberian pakan 5 % diberikan pada dua minggu pertama dengan frekuensi pemberian pakan
4 kali dalam satu hari, yaitu pukul 06.00, pukul 10.00, pukul 14.00 dan pukul 18.00. Persentase
pakan ini kemudian diturunkan menjadi 3 % pada minggu ketiga sampai minggu terakhir
pemeliharaan atau minggu kedelapan. Frekuensinya pun menjadi tiga kali dalam satu hari, yaitu
pukul 08.00, pukul 12.00 dan pukul 16.00. Persentase pemberian pakan ini sesuai dengan
pendapat Ahmad et al., (1999), bahwa kisaran jumlah pakan 3 – 4 % dari bobot biomassa
terbukti paling menguntungkan jika frekuensi pemberian pakannya benar.
4. Monitoring Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup
Pengamatan pertumbuhan dilakukan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan bandeng selama
pemeliharaan dan juga untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidupnya. Monitoring laju
pertumbuhan dilakukan dengan cara sampling dan selama waktu pemeliharaan sampling
dilakukan setiap minggu. Cara sampling pada budidaya bandeng ini dilakukan dengan cara
menjaring ikan menggunakan jala. Selanjutnya ikan yang tertangkap ke dalam jala diambil
kemudian dihitung berat dan panjangnya. Pengambilan sampling bandeng dengan cara menjaring
ikan menggunakan jala seperti ditunjukkan pada Gambar 11 di bawah ini :
Gambar 11. Pengambilan Sampling Dengan Menggunakan Jala.
a. Laju Pertumbuhan
Berdasarkan pertumbuhan berat rata-rata harian atau Average Daily Growth (ADG), didapatkan
laju pertumbuhan sebesar 3,82 g/hari padabandeng dengan perlakuan. Hal ini berbeda dengan
bandeng tanpa perlakuan yang laju pertumbuhan hariannya lebih kecil, yaitu 1,45 g/hari.
Bandeng dengan perlakuan mempunyai nilai laju pertumbuhan yang lebih besar karena adanya
penambahan suplemen pada pakan ikan (pellet). Suplemen pakan ini bermanfaat dalam
meningkatkan fungsi pencernaan ikan sehingga penyerapan nutrisi lebih maksimal, nafsu makan
ikan pun bertambah dan akhirnya pertumbuhan ikan akan berjalan lebih cepat. Nilai ini
didapatkan dari hasil sampling setiap minggunya. Tabel 5 di bawah ini menunjukkan hasil
sampling pertumbuhan bandeng. Gambar 9 dan Gambar 10 menunjukkan grafik pertumbuhan
bandeng selama pemeliharaan sampai pemanenan. Grafik tersebut menunjukkan bahwa bandeng
yang mendapatkan perlakuan pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan bandeng tanpa
perlakuan yang pertumbuhannya relatif lebih lambat. Ukuran berat penebaran, padat penebaran,
luas tambak dan masa pemeliharaan yang sama, yaitu 55 hari bandeng dengan perlakuan mampu
mencapai berat 250 g/ekor panjang 29,5 cm sedangkan bandeng tanpa perlakuan beratnya hanya
mencapai 120 g/ekor dan panjangnya 23 cm.
Tabel 1. Hasil Sampling Bandeng Selama Pemeliharaan
No MingguKe
Perlakuan Tanpa Perlakuan
Panjang (cm) Berat (g) Panjang (cm) Berat (g)
1 1 16 cm 40 g 16 40 g2 2 17 cm 56 g 17 56 g3 3 20 cm 91 g 17.5 62.5 g4 4 22 cm 115 g 18 70.5 g5 5 24 cm 142 g 19 80 g6 6 25.5 cm 170 g 21 91 g7 7 27 cm 196 g 21.5 100 g8 8 28 cm 225 g 22 110 g9 9 29.5 cm 250 g 23 120 g
Hasil perhitungan laju pertumbuhan harian dalam persen juga menunjukkan perbedaan antara
bandeng dengan perlakuan dan tanpa perlakuan. Bandeng dengan perlakuan mempunyai
persentase laju pertumbuhan harian sebesar 3,32 % / hari. Namun, laju pertumbuhan harian
bandeng tanpa perlakuan menunjukkan persentase yang lebih kecil, yaitu 2,02 % / hari.
b. Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup atau survival rate (SR) diperoleh dengan cara menghitung jumlah ikan
bandeng pada awal dan akhir pemeliharaan dengan menggunakan rumus (Effendi, 1979) dan
hasilnya adalah sebagai berikut : - Bandeng dengan perlakuan - Bandeng tanpa perlakuan
9.990 ekor 9.980 ekor
SR = x 100 % SR = x 100 %
10.000 ekor 10.000 ekor
= 99,9 % = 99,8 %
Tingkat kelangsungan hidup pada bandeng tanpa perlakuan sedikit lebih kecil, yaitu 99,8 %
daripada bandeng dengan perlakuan yang kelangsungan hidupnya mencapai 99,9 %.
5. Pengelolaan Kualitas Air
Salah satu faktor penyebab ikan mudah sekali terserang penyakit adalah pengelolaan air sebagai
media pemeliharaan ikan yang tidak terkontrol dengan baik. Sehingga perlu dilakukan
pengukuran kualitas air yang bertujuan untuk mengetahui perubahan pada media air dan apabila
terjadi perubahan akan lebih cepat dalam mengatasinya. Kualitas air untuk budi daya bandeng
haruslah memenuhi beberapa persyaratan yang sesuai dengan sifat fisik ikan bandeng. Ada
beberapa variabel penting yang berhubungan dengan kualitas air dimana variabel ini antara lain
berkaitan pada :
a). Parameter Kimia
Kandungan oksigen dan karbondioksida, derajat keasaman (pH), zat-zat beracun, dan tingkat
kekeruhan air merupakan contoh sifat kimia air. Namun karena adanya kendala teknis sehingga
parameter kimia yang diamati hanya derajat keasaman (pH) dan salinitas.
a. Derajat Keasaman (pH)
Pengamatan pH selama pemeliharaan berkisar antara 6,8 - 7,9. Ini berarti derajat keasaman pada
pemeliharaan pembesaran bandeng masih dalam batas layak bagi kehidupan ikan bandeng.
Derajat keasaman ini dianggap layak karena menurut Purnamawati (2002), pH yang baik untuk
kehidupan ikan berkisar 6,5 – 9 dan kisaran ini merupakan kadar optimum untuk pertumbuhan
ikan, apabila nilai pH melebihi kisaran nilai tersebut maka pertumbuhan ikan bisa
terhambat. Kisaran pH dibawah 4,5 atau di atas 10 menurut Buttner et al., (1993), dapat
menyebabkan kematian pada ikan.
b. Salinitas
Hidup pada kisaran salinitas yang besar, mulai dari 0 – 35 ppt merupakan salah
satu ciri khas ikan bandeng. Salinitas di tambak bandeng ini berkisar antara 6 –10 ppt. Daya
toleransinya yang tinggi terhadap perubahan kadar garam menurut pendapat Ismail dan Pratiwi
(2002), menjadi salah satu faktor pendukung bagi ikan bandeng untuk tetap bertahan hidup.
Tambak-tambak di musim penghujan salinitasnya cenderung di bawah 10 ppt atau di saat
kemarau salinitasnya dapat mencapai di atas 30 ppt tetap bisa memelihara bandeng karena
sifatnya yang euryhaline.
b). Parameter Fisika
a. Suhu
Salah satu parameter fisika air yang sangat penting peranannya dalam kehidupan ikan adalah
suhu. Setiap organisme akuatik mempunyai kisaran suhu tertentu dalam pertumbuhannya karena
suhu air mempengaruhi nafsu makan ikan dan pertumbuhan badan ikan. Perubahan suhu yang
mendadak dapat menyebabkan kematian pada ikan meskipun kondisi lingkungan lainnya optimal
(Purnmawati, 2002). Hal ini didukung oleh pendapat Cholik (1986) dalam Purnamawati (2002),
bahwa suhu air dalam tambak pemeliharaan sebaiknya berkisar 27 – 32 0C karena ikan-ikan
tropis akan tumbuh baik pada kisaran tersebut.
c). Aplikasi Probiotik
Salah satu langkah alternatif agar ikan tetap mempunyai pertahanan terhadap penyakit yang
disebabkan oleh bakteri pathogen adalah dengan penggunaan probiotik. Hal ini menurut
http://akuatika.net (2007), karena sifat probiotik yang bisa menjadi biokontrol melalui berbagai
mekanisme misalnya memproduksi senyawa penghambat. Selain itu, muncul kekhawatiran
aplikasi antibiotik pada ikan konsumsi terhadap manusia dapat menyebabkan mutasi kromosom
pathogen. Penggunaan probiotik ini dengan cara mengkultur kedua jenis probiotik tersebut
melalui proses fermentasi. Probiotik bermanfaat, antara lain : mengaktifkan mikrobia yang
terkandung dalam probiotik (Activator), meningkatkan jumlah kandungan mikrobia (Booster),
mempermudah proses aktivasi (fermentasi), dan menekan biaya pemakaian probiotik. Sedangkan
probiotik mempunyai manfaat, sebagai berikut : mempercepat pembentukan warna air terutama
plankton yang menguntungkan, menjaga kestabilan parameter kualitas air pada kondisi optimum,
menekan mikrobia merugikan (pathogen) dengan meningkatkan dominasi mikrobia
menguntungkan, dan meningkatkan produktivitas tambak. Probiotik mengandung Nitrosomonas
sp, Nitrobacter sp, dan Bacillus sp yang berperan dalam proses peningkatan kesuburan tanah
(pembentukan humus). Pemberian probiotik yang telah difermentasi yaitu sebanyak 0,5 ppm dan
dilakukan setiap satu minggu sekali.
6. Penanganan Hama dan Penyakit
Salah satu penyebab kematian ikan adalah serangan penyakit. Serangan penyakit pada ikan
bandeng menurut Ismail et al., (1998) memang jarang ditemukan terutama serangan penyakit
yang dapat mengakibatkan kematian. Namun, langkah pencegahan tetap harus dilakukan apabila
telah terlihat tandatanda penyakit pada ikan agar tidak menyebabkan kerugian yang lebih besar.
Timbulnya penyakit pada bandeng dapat disebabkan, antara lain padatnya pertumbuhan plankton
dan ganggang pirang, kotoran, dan terlalu banyaknya sisa pakan serta tidak diketahuinya
masuknya bahan-bahan pencemar ke dalam tambak seperti yang dinyatakan Ismail et al., (1998).
Hama merupakan hal yang harus diwaspadai selama pemeliharaan bandeng karena selain dapat
menurunkan jumlah produksi juga dapat merusak ekologi tambak. Kepiting (Scylla serrata) dan
ketam (Branchiura) adalah jenis hama perusak yang sering dijumpai di tambak. Hama-hama
perusak ini memang jumlahnya tidak terlalu banyak dan untuk mengatasinya dapat diambil
secara manual. Selain hama perusak menurut Ismail et al., (1998) terdapat pula hama pemangsa
yang sering ditemui, yaitu : ulat kadut (Archroodus granularus), burung kuntul (Anhinga rafa
melanogaster), dan burung pecuk (Phalacrocorak pygmaeus). Pencegahannya dapat dilakukan
dengan pemasangan plastik yangdiberi tiang seperti bendera dan tali nilon yang dibentangkan di
atas petakan. Pengusiran secara mannual juga dapat dilakukan untuk mengatasinya.
7. Panen
Secara umum pemanenan ikan hasil pembesaran sama seperti pemanenan lainnya yang
dilakukan setelah bobot ikan memenuhi permintaan pasar. Menurut Jangkaru (1995), panen
dapat dilakukan secara selektif maupun total. Pemanenan selektif artinya, pemanenan hanya
dilakukan untuk individu ikan yang telah mencapai bobot sesuai dengan permintaan pasar.
Caranya tambak dikeringkan terlebih dahulu kemudian untuk menangkap ikan digunakan jaring
arad dan jaring insang. Panen selektif juga dimaksudkan agar ikan yang masih kecil dapat
dipelihara kembali dan kesempatannya untuk tumbuh lebih cepat karena pesaingnya berkurang.
Benih yang ditebar di petak pembesaran menurut Ahmad dan Yakob (1998), sebaiknya
menggunakan gelondongan muda karena benih tersebut mudah beradaptasi dengan lingkungan
tambak. Sehingga tingkat kelangsungan hidup (survival rate) yang dihasilkan dapat mencapai 80
– 90 % dengan kualitas air yang optimal.
Gambar 12. Pemanenan dan penimbangan Bandeng
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, T dan M. J. R. Yakob. 1998. Budidaya Bandeng Intensif di Tambak. ProsidingSeminar Teknologi Perikanan Pantai. Pusat Penelitian dan PengembanganPerikanan. Loka Penelitian Perikanan Pantai. Bali._________., E. Ratnawati dan M. J. R. Yakob. 1999. Budidaya Bandeng Secara Intensif.Penebar Swadaya. Jakarta.Atmomarsono, M dan V. P. H. Nikijuluw. 2003. Pedoman Investasi Komoditas Bandeng diIndonesia. Direktorat Sistem Permodalan dan Investasi. Jakarta.Buttner, J. K., R. W. Soderberg, dan D. E. Terlizzi. 1993. An Introduction to Water Chemistryin Freshwater Aquaculture. Northeastern Regional Aquaculture Center. University ofMassachusetts Dartmouth. Massachusetts.Cholik, F., A.G. Jagatraya., R.P. Poernomo dan A. Jauzi. 2005. Akuakultur TumpuanHarapan Masa Depan Bangsa. Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) denganTaman Akuarium Air Tawar TMII. Jakarta.Direktorat Jenderal Perikanan. 1991. Petunjuk Teknis Budidaya Campuran Udang danBandeng. Direktorat Bina Produksi. Jakarta.________________________. 1993. Pedoman Teknis Pembenihan Ikan Bandeng. BalaiPenelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.________________________. 1994. Petunjuk Teknis Usaha Pembesaran Ikan Bandeng diIndonesia. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.Jakarta.Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2004. Petunjuk Teknis Budidaya Udang Vannamei(Litopenaeus vannamei) Intensif yang Berkelanjutan. Balai Besar PengembanganBudidaya Air Payau. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jepara.Djamin, Z. 1990. Perencanaan dan Analisa Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas EkonomiUniversitas Indonesia. Jakarta.Effendi, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Cetakan Pertama Yayasan Dewi Cukaray.Bogor.
Effendi, I. 2004 . Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta.Feliatra., I. Effendi dan E. Suryadi. 2004. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Probiotik dari IkanKerapu Macan (Ephinephelus fuscogatus) dalam Upaya Efisiensi Pakan Ikan. JurnalNatur Indonesia. Universitas Riau. Pekan Baru.Hadie, W dan J. Supriatna. 2000. Teknik Budidaya Bandeng. Bhratara. Jakarta.Irianto, A. 2003. Probiotik Akuakultur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.Idel, A dan S. Wibowo. 1996. Budidaya Tambak Bandeng Modern. Gita Media Press.Surabaya.Ismail, A., Manadiyanto dan S. Hermawan. 1998. Kajian Usaha Bandeng Umpan danBandeng Konsumsi pada Tambak di Kamal Jakarta Utara. Seminar TeknologiPerikanan Pantai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Loka PenelitianPerikanan Pantai. Bali.Kasmir dan Jakfar. 2006. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.Martosudarmo, B., E. Sudarmini dan B. S Ranoemihardjo. 1984. Biologi Bandeng (Chanoschanos Forskal). Pedoman Budidaya Tambak. Balai Budidaya Air Payau. Jepara.Mayunar. 2002. Budidaya Bandeng Umpan Semi Intensif dengan Sistem Modular padaBerbagai Tingkat Kepadatan. Laporan Kegiatan Balai Besar PengembanganBudidaya Air Payau. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautandan Perikanan. Jepara.
Mudjiman, A. 1987. Budidaya Bandeng di Tambak. Penebar Swadaya. Jakarta.Purnamawati. 2002. Peranan Kualitas Air Terhadap Keberhasilan Budidaya Ikan di Kolam.Warta Penelitian Perikanan Indonesia. ISSN No. 0852/894. Volume 8. No. 1.Jakarta.Rangkuti, F. 2000. Business Plan Teknik Membuat Perencanaan Bisnis dan Analisa Kasus.PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Schmittou, H. R. 1991. Cage Culture : A Method of Fish Production in Indonesia. FiseriesResearch and Development Center.Susanto, Heru. 2003. Membuat Kolam Ikan. 2003. Penebar Swadaya. Jakarta.Soeharto, I. 1997. Manajemen Proyek Dari Konseptual Sampai Operasional. Erlangga.Jakarta.Wardana, I dan E. Pratiwi. 2002. Pengembangan Budidaya Bandeng Disesuaikan denganTipe Lahan yang Tersedia (Laut, Tambak dan Tawar). Warta Penelitian PerikananIndonesia. ISSN No. 0852/894. Volume 8. No. 1. Jakarta.