BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya penyakit degeneratif, gangguan fungsi organ secara sistemik lebih sering dikeluhkan oleh pasien yang salah satunya pada sistem nefrourinaria. Sistem yang berfungsi untuk mengeliminasi sisa metabolisme sekaligus mengatur volume cairan tubuh serta pH ini memiliki peran penting pada homeostatis tubuh. Dengan meningkatnya gangguan nefrourinari maka diperlukan kemampuan dalam menegakan diagnosis penyakit yang berkaitan dengan sistem nefrourinari, yang salah satunya dengan pemeriksaan urin. Pemeriksaan urin ini tidak hanya dapat memberikan fakta tentang ginjal dan saluran urin, tetepi juga mengenai faal berbagai organ dalam tubuh seperti hepar, saluran empedu, pankreas, dan korteks adrenal. Pemeriksaan urin rutin dilakukan untuk mengetahui kondisi urin secara makroskopis, mikroskopis, dan kimia. Sedangkan pemeriksaan urin khusus digunakan untuk memeriksa kadar suatu zat yang semula ada di dalam urin dalam jumlah kecil ataupun tidak ditemukan. Maka dari itu, kita perlu mengetahui cara pemeriksaan urin rutin dan khusus serta 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya penyakit degeneratif, gangguan fungsi
organ secara sistemik lebih sering dikeluhkan oleh pasien yang salah satunya
pada sistem nefrourinaria. Sistem yang berfungsi untuk mengeliminasi sisa
metabolisme sekaligus mengatur volume cairan tubuh serta pH ini memiliki
peran penting pada homeostatis tubuh.
Dengan meningkatnya gangguan nefrourinari maka diperlukan
kemampuan dalam menegakan diagnosis penyakit yang berkaitan dengan sistem
nefrourinari, yang salah satunya dengan pemeriksaan urin. Pemeriksaan urin ini
tidak hanya dapat memberikan fakta tentang ginjal dan saluran urin, tetepi juga
mengenai faal berbagai organ dalam tubuh seperti hepar, saluran empedu,
pankreas, dan korteks adrenal. Pemeriksaan urin rutin dilakukan untuk
mengetahui kondisi urin secara makroskopis, mikroskopis, dan kimia. Sedangkan
pemeriksaan urin khusus digunakan untuk memeriksa kadar suatu zat yang
semula ada di dalam urin dalam jumlah kecil ataupun tidak ditemukan.
Maka dari itu, kita perlu mengetahui cara pemeriksaan urin rutin dan
khusus serta mengintepretasikan hasil yang berkaitan dengan penegakan
diagnosis penyakit yang berhubungan dengan gangguan sistem nefrourinaria.
B. Judul Praktikum
Pemeriksaan Urin Rutin dan Khusus
C. Tanggal Praktikum
9 September 2013
D. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui cara pemeriksaan urin rutin dan khusus
1
2. Dapat mengintepretasi hasil yang berkaitan dengan berkaitan dengan
penegakan diagnosis penyakit yang berhubungan dengan gangguan sistem
nefrourinaria
E. Manfaat
1. Memberikan pengetahuan mahasiswa tentang pemeriksaan urin rutin dan
khusus
2. Meningkatkan keterampilan klinik mahasiswa mengenai pemeriksaan urin
rutin dan khusus
3. Meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai pemeriksaan urin rutin dan
khusus sehingga dapat mengaplikasikan dalam penegakan diagnosis
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pemeriksaan Maksrokopis
1. Pemeriksaan Warna
Urin normal yang baru dikeluarkan tampak jernih sampai sedikit
berkabut dan berwarna kuning oleh pigmen urokrom dan urobilin. Intensitas
warna sesuai dengan derajat konsentrasi. Urin yang sangat encer hampir
tidak berwarna. Urin yang sangat pekat tampak kuning tua atau seperti sawo.
Berikut temuan patologik dan non patologik dari urin sesuai dengan
Kekeruhan pada urin biasanya terjadi akibat kristalisasi atau
pengendapan urat (dalam urin asam) atau fosfat (dalam urin basa). Urat dan
fosfat kadang-kadang mengendap sewaktu urin berkumpul di kandung
kemih, tetapi pengendapan biasanya terjadi sewaktu urin mendingin pada
suhu kamar atau lemari pendingin (Sacher, 2004).
3. Pemeriksaan Bau
Bau pada urin erat hubungannya denga kerusakan urin itu sendiri. Urin
normal dan baru berbau tidak keras, urin yang sudah lama berbau amoniak
karena pemecahan ureum. Bila urin berbau amoniak atau berbau busuk,
kemungkinan ini disebabkan oleh cystitis atau retensi urin. Bau yang manis
disebabkan oleh aseton dari penderita diabetes mellitus (Sacher, 2004).
4. Pemeriksaan Buih
Buih pada urin normal berwarna putih. Jika urin mudah berbuih,
menunjukkan bahwa urin tersebut mengandung protein. Sedangkan jika urin
memiliki buih yang berwarna kuning, hal tersebut disebabkan oleh adanya
pigmen empedu (bilirubin) dalam urin (Sacher, 2004).
B. Pemeriksaan Kimiawi
1. Pemeriksaan pH
pH tidak banyak berarti dalam pemeriksaan penyaring. Akan tetapi
pada gangguan keseimbangan asam-basa penetapan itu memberi kesan
tentang keadaan dalam tubuh, apalagi jika disertai penetapan jumlah asam
yang diekskresikan dalam waktu tertentu dalam bentuk jumlah ion NH4.
Selain pada keadaan tadi pemeriksaan pH urin segar dapat memberi petunjuk
kearah infeksi saluran kemih. Infeksi oleh E. coli biasanya menghasilkan
urin asam, sedangkan infeksi oleh Proteus yang merombak ureum menjadi
amoniak menyebabkan urin menjadi basa (Sacher, 2004).
4
Tabel 2. Penyebab Perubahan pH Urin (Sacher, 2004)
Temuan dan Keadaan Penyebab dan KomentarBasa“Alkaline Tide” setelah makan Temuan normal pada spesimen yang
dikeluarkan segera setelah makanVegetarianisme Vegetarian tidak menghasilkan residu
asam tetapAlkalosis sitemik Cari adanya muntah berat,
hiperventilasi, kelebihan ingesti alkaliInfeksi saluran kemih Proteus atau Pseudomonas
menguraikan urea menjadi CO2 dan amonia
Terapi alkalinisasi Digunakan untuk mencegah kristalisasi asam urat
Spesimen basi pH sangat tinggi dan bau seperti amoniak menandakan pertumbuhan bakteri yang tinggi
Asidosis tubulus ginjal Gangguan pengasaman pada tubulusAsamKetosis Diabetes, kelaparan, penyakit demam
pada anakAsidosis sistemik Asidosis respiratorik atau metabolik
memicu pengasaman urin dan peningkatan ekskresi NH4
+
Terapi pengasaman Digunakan untuk mengobati ISK
2. Pemeriksaan Reduksi
Pemeriksaan glukosa dalam urin berdasarkan pada glukosa oksidase
yang akan menguraikan glukosa menjadi asam glukonat dan hidrogen
peroksida. Kemudian hidrogen peroksida ini, dengan adanya peroksidase,
akan mengkatalisa reaksi antara potassium iodide dengan hidrogen peroksida
menghasilkan H2O dan On (O nascens). O nascens akan mengoksidasi zat
warna potassium iodide dalam waktu 10 detik membentuk warna biru muda,
hijau sampai coklat. Sensitivitas pemeriksaan ini adalah 100 mg/dl, dan
pemeriksaan ini spesifik untuk glukosa. Hasil negatif palsu pada
pemeriksaan ini dapat disebabkan oleh bahan reduktor dalam urin seperti
vitamin C (lebih dari 40 mg/dl), asam homogentisat, aspirin serta bahan yang
5
mengganggu reaksi enzimatik seperti levodova, gluthation, dan obat-obatan
seperti diphyrone. Selain menggunakan carik celup, pemeriksaan glukosa
urin dapat menggunakan (Sacher, 2004) :
a. Metode Fehling
Prinsip : Dengan pemanasan urin dalam suasana alkali, glukosa akan
mereduksi cupri sulfat menjadi cupro oksida. Pengendapan cupri
hidroksida dicegah dengan penambahan kalium natrium tartrate.
b. Metode Benedict
Prinsip : Glukosa dalam urin akan mereduksi garam-garam kompleks
yang terdapat pada pereaksi benedict (ion cupri direduksi menjadi
cupro) danmengendap dalam bentuk CuO dan Cu2O.
Tabel 3. Makna Gula dalam Urin (Sacher, 2004)
Makna Gula dalam UrinGlikosuria dengan Gula Darah TinggiDiabetes MellitusGangguan endokrin lain (Akromegali, sindrom cushing, hipertiroidisme, feokromositoma)Penyakit pankreas : fibrosis kistik stadium lanjut, hemokromatosis, pankreatitis yang berat, karsinomaDisfungsi susunan saraf pusat : asfiksia, tumor atau perdarahan, terutama yang mengenai hipotalamusGangguan metabolik yang masif : luka bakar berat, uremia, penyakit hati tahap lanjut, sepsis, syok kardiogenikAkibat obat : Kortikosteroid dan ACTH, tiazid, kontrasepsi oralGlikosuria tanpa peningkatan gula darahDisfungsi tubulus ginjalKehamilanGula bukan Glukosa di UrinGalaktosa : galaktosa berada di urin hanya jika sedang minum susuFruktosa : fruktosuria esensial adalah penyakit yang jarang dan jinakPentosa : pada orang normal karena asupan buah yang banyak
3. Pemeriksaan Protein
Proteinuria biasanya disebabkan oleh penyakit ginjal akibat kerusakan
glomerulus dan atau gangguan reabsorpsi tubulus ginjal. Pemeriksaan
6
protein dalam urin berdasarkan pada prinsip kesalahan penetapan pH oleh
adanya protein. Sebagai indikator digunakan tertrabromphenol blue yang
dalam suatu sistem buffer akan menyebabkan pH tetap konstan. Akibat
kesalahan penetapan pH oleh adanya protein, urin yang mengandung
albumin akan bereaksi dengan indikator menyebabkan perubahan warna
hijau muda sampai hijau. Indikator tersebut sangat spesifik dan sensitif
terhadap albumin. Perubahan warna terjadi dalam waktu 60 detik. Selain
mengunakan carik celup, pemeriksaan protein urin dapat juga menggunakan
(Sacher, 2004):
a. Metode Rebus
Prinsip : Untuk menyatakan adanya urin yang ditunjukkan dengan
adanya kekeruhan dengan cara penambahan asam akan lebih
mendekatkan ke titik isoelektris dari protein. Pemanasan selanjutnya
menyebabkan denaturasi sehingga terjadi presipitasi yang dinilai secara
semi kuantitatif.
b. Metode Sulfosalisilat
Prinsip dari metode sulfosalisilat sama dengan metode Rebus.
c. Metode Heller
Prinsip : Adanya protein dalam urin akan bereaksi dengan HNO3 pekat
membentuk cincin putih.
Tabel 4. Makna Protein dalam Urin (Sacher, 2004)
Makna Protein dalam UrinProteinuria minimal (<0,5 g/hari)Setelah olahraga atau pada urin yang sangat pekat pada orang sehatDemam, stres termal, atau emosional yang berat, pada orang sehatProteinuria postural : orang dewasa muda mengeluarkan protein saat berdiriHipertensiDisfungsi tubulus ginjalGinjal polikistikInfeksi saluran kemih bagian bawahHemoglobinuria dengan reaksi transfusi hemolitik yang beratProteinuria sedang (0,5-3 g/hari)
hepar, keganasan hepar), penyakit jantung dengan bendungan kronik,
obstruksi usus, mononukleosis infeksiosa, anemia sel sabit. Urobilinogen
urin menurun dijumpai pada ikterik obstruktif, kanker pankreas, penyakit
hati yang parah (jumlah empedu yang dihasilkan hanya sedikit), penyakit
26
inflamasi yang parah, kolelitiasis, diare yang berat. Hasil positif juga dapat
diperoleh setelah olahraga atau minum atau dapat disebabkan oleh
kelelahan atau sembelit. Orang yang sehat dapat mengeluarkan sejumlah
kecil urobilinogen (Kee, 2003).
Gambar 11. Hasil Pemeriksaan Urobilinogen
c. Pemeriksaan Kalsium
Kalsium dalam urin normal ditemukan pada orang sehat, namun
bisa terjadi peningkatan dalam keadaan patologis tertentu. Hiperkalsiuria
atau peningkatan kalsium dalam urin biasanya menyertai kadar
pemeriksaan kalsium dalam serum. Pada pria dewasa kebutuhan kalsium
sangat rendah, sekitar 300 – 400mg setiap hari. Sebaliknya pada wanita
pascamenopause kalsium yang dibutuhkan tinggi, berkisara antara 1200 –
1500 mg setiap hari. Hal ini dapat disebabkan oleh menurunnya absorpsi
kalsium secara bertahap akibat usia lanjut. Menurunnya absorpsi kalsium
mengakibatkan kalsium dari aliran darah larut dalam urin dan dapat
mempengaruhi berat jenis urin (Kee, 2003).
27
Gambar 12. Hasil Pemeriksaan Urobilinogen
C. Aplikasi Klinis
1. Sistitis
Sistitis merupakan infeksi yang terjadi pada vesica urinaria. Penyakit
ini paling sering terjadi pada wanita dimana proses infeksi tersering dengan
proses askending dari periuretra/ vagina dan fecal flora. Penyebab paling
sering terjadinya sistitis yaitu E. Coli. Penyebab lain berupa gram negattif
(Klebsiella dan Proteus Sp.) dan gram positif S. Saprophuticus dan
enterococci) (Tanagho & McAninch, 2008).
Pasien dengan sistitis akan mengalami simtomatik seperti disuria,
sering, dan urgensi. Simptom yang lain yaitu nyeri punggung bawah, nyeri
tekan suprapubik, dan hematuria. Demam dan gejala sistemik jarang
ditemukan (Tanagho & McAninch, 2008).
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis
sistits dapat dilakukan urinanalisis. Pada pemeriksaan ini akan ditemukan
eritrosit, leukosit, bakteri, dan pada pemeriksaan kimia dapat ditemukan
nutrisi dalam urin (Vyas, 2010).
28
2. Hepatitis virus
Hepatitis virus dapat dikategorikan menjadi hepatitis virus A, B, C, D,
dan E. Tempat terjadinya infeksi di hepar. Hepatitis A dan E penularan
melalui rute fekal oral. Prevalensi dari kedua agen tersebut di daerah yang
sanitasinya rendah. Pada penularan fecal oral tidak hanya secara kontaminasi
langsung melalui air dan makanan, tetapi juga melalui ikan yang dimakan
mentah yang hidup di air yang terkontaminasi. Hepatitis B, C, and D
ditularkan melalui kontak perkutaneus oleh darah dan cairan tubuh yang
terinfeksi. Faktor risiko termasuk aktivitas seksual tanpa pengaman,
penggunaan suntik, transfusi darah, hemodialisa, dan transmisi ibu dan anak
(Kunt & Kunt, 2006).
Pada pemeriksaan urin akan ditemukan kandungan bilirubin yang
meningkat. Peningkatan ini diakibatkan kandungan bilirubin yang tinggi di
dalam darah yang akan mudah melewati filtrasi ginjal. Peningkatan
kandungan bilirubin ditandai pada pemeriksaan busa menunjukan positif
yaitu timbul buih warna kuning. Selain itu pada pemerikasaan bilirubin urin
pada tes fouchet akan menunjukan positif yang ditandai dengan timbul
warna hijau sampai menjadi biru hijau (Kunt & Kunt, 2006).
3. Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh kerusakan nefron yang progesif
dan ireversibel dimana penyebabnya tidak diperhatikan. Diagnosis ini
dinyatakan dengan penurunan laju filtrasi glomerolus turun milimal selama 3
sampai 6 bulan. Bukti dari proses kronik ditandai dengan mengecilnya
ukuran ginjal secara bilateral. Beberapa indikator laboratorium yang
abnormal sering diterima sebagai indikator kronisitas penyakit ginjal. Pada
sedimen urin ditemukan yang besar adalah khas untuk gagal ginjal kronik.
Ukuran diameter dari lebar silinder tersebut menyatakan dilatasi dan
hipertrofi nefron yang masih berfungsi. Kejadian proteinuria dan hematuria
sering ditemukan, tetapi bukan merupakan hal yang spesifik (Coe, 2000).
29
BAB VKESIMPULAN
1. Pada pemeriksaan makroskopik, didapatkan bahwa warna, kekeruhan, dan bau
urin probandus normal, namun terdapat buih yang tidak hilang dalam waktu 1
menit dan diinterpretasikan bahwa pada urin terdapat protein.
2. Pada pemeriksaan kimiawi pH dan reduksi dengan metode benedict (glukosa
dalam urin) normal. Namun, pada pemeriksaan protein metode rebus dan
sulfosalisilat didapatkan hasil positif.
3. Pasa pemeriksaan mikroskopis, urin dinyatakan abnormal karena mengandung
eritrosit dan leukosit diatas normal. Urin normal hanya mengandung eritrosit
0-3/lp, leukosit 0-5/lp dan epitel >13/lp.
4. Pada pemeriksaan khusus yaitu pemeriksaan bilirubin, urobilinogen, dan
kalsium didapatkan hasil normal.
5. Aplikasi klinis kelainan pada sistem urinarius meliputu sistitis, hepatitis virus,
dan gagal ginjal kronik.
30
DAFTAR PUSTAKA
Bawa, R., 2011. NVCC. [Online] Available at: http://www.nvcc.edu/home/rbawa/articles/Urinalysis%20%E2%80%93%20Chemical,%20Physical%20and%20Microscopic%20Examination%20of%20Urin.pdf [Diakses 10 September 2013].
Coe, F.L. & B.M. Brenner. 2000. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.
Dugdale, David C. 2011. “Calcium - Urin”. Available at : http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003603.htm (diakses pada 10 September 2013)
Dugdale, David C. 2013. “Billirubin - Urin”. Available at : http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003595.htm (diakses pada 10 September 2013)
French, T., 2012. Cornell University. [Online] Available at: https://ahdc.vet.cornell.edu/clinpath/modules/ua-rout/epithsed.htm[Diakses 10 September 2013].
French, T., 2012. Cornell University. [Online] Available at: https://ahdc.vet.cornell.edu/clinpath/modules/ua-sed/cells.htm [Diakses 10 September 2013].
French, T., 2012. Cornell University. [Online] Available at: https://ahdc.vet.cornell.edu/clinpath/modules/UA-ROUT/crystsed.htm [Diakses 10 September 2013].
Kee, Joyce Lefever. 1997. Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium dan Fiagnostik dengan Implikasi Keperawatan. Jakarta : EGC.
Kee, Joyce LeFever. 2003. Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik dengan implikasi keperawatan. Jakarta: EGC
Kunt, H.D. & H.D. Kunt. 2006. Hepatology Principles and Practice 2nd Edition. Jerman: Springer.
Llyod, Iva. 2013. “Urobilinogen Urin Test”. Available at : http://www.ndhealthfacts.org/wiki/Urobilinogen_Urin_Test (diakses pada 10 September 2013).