LAPORAN PRAKTIKUM PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT UNTUK KAJIAN GEOMORFOLOGI DI KECAMATAN SINDANGBARANG DAN CIDAUN KABUPATEN CIANJUR Ditujukan untuk memenuhi salahsatu tugas mata kuliah Penginderaan Jauh dengan dosen pengampu Drs. Dede Sugandi, M.Si Disusun oleh Arti Siti Yanuarti (10019 62) Intim Vinda G. (10013 77) Avnita Miftarokhah (10016 62) Ineu Handayani (10054 34) Cepi Nugraha (10019 60) Rahendra Andry I. (10014 14) Daniel Kasidi (10057 24) Rega G. Rosmika (10063 55) Deris Sugiawan (10018 79) Reni Nurjanah (10061 78) Dimas Bagus A. (10059 05) Restu Aprilianti A. (10009 11) Dini Nuraftiani (10016 70) Ricky P. Ramadhan (10054 95) Fitri Yani (10056 37) Sugiyanto Utomo (10065 73) Gani Indra S. (10057 88) Wiwit Nurwenda (10009 19)
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN PRAKTIKUM
PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT UNTUK
KAJIAN GEOMORFOLOGI DI KECAMATAN SINDANGBARANG
DAN CIDAUN KABUPATEN CIANJUR
Ditujukan untuk memenuhi salahsatu tugas mata kuliah Penginderaan Jauh
dengan dosen pengampu Drs. Dede Sugandi, M.Si
Disusun oleh
Arti Siti Yanuarti (1001962) Intim Vinda G. (1001377)
Cepi Nugraha (1001960) Rahendra Andry I. (1001414)
Daniel Kasidi (1005724) Rega G. Rosmika (1006355)
Deris Sugiawan (1001879) Reni Nurjanah (1006178)
Dimas Bagus A. (1005905) Restu Aprilianti A. (1000911)
Dini Nuraftiani (1001670) Ricky P. Ramadhan (1005495)
Fitri Yani (1005637) Sugiyanto Utomo (1006573)
Gani Indra S. (1005788) Wiwit Nurwenda (1000919)
Hilda Hamdanah (1000204) Yegi Perulama (1001436)
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2011
ABSTRAK
“Pemanfaatan citra satelit landsat untuk kajian geomorfologi di kecamatan Sindangbarang dan Cidaun, Kabupaten Cianjur” Laporan Hasil Praktikum, Sarjana, Fakultas Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia, 2011, vi + 60 halaman. (Desember 2011)
Metode yang digunakan dalam pemprosesan ini adalah menggunakan Citra_Landsat _2001. Yang mana caranya ini dengan menggunakan software ER Mapper 6.4 yang didalam prosesnya tersebut antara lain mengcropping, RGB 457, Kernell, Edit Region,coordinate dan Annote. Dan dengan hasil praktikum sebagai sumber datanya. yang menjadi tujuan laporan ini adalah untuk mengetahui bentukan-bentukan geomorfologi hasil analisis citra yang ada di Kecamatan Sindangbarang dan Cidaun, untuk mengetahui kondisi lapangan geomorfologi di Kecamatan Sindangbarang dan Cidaun, dan untuk mengetahui ketelitian citra landsat dalam mengidentifikasi bentukan geomorfologi di Kecamatan Sindangbarang dan Cidaun. Penginderaan jauh merupakan aplikasi dari sebuah teknologi modern pada saat ini dan merupakan system informasi geografi. Tujuannya adalah untuk mendapatkan data dan informasi dari citra foto dan non foto yang terdapat di berbagai objek di permukaan Bumi.Dan penginderaan jauh tersebut diaplikasikan dengan kajian geologi. Landsat adalah salah satu satelit sumberdaya Bumi yang di kembangkan oleh NASA dan Departemen dalam Negeri Amerika Serikat dan merupakan satelit pertama kali yang di orbitkan pada tahun 1972. Sampai sekarang telah diorbitkan generasi ke 7 dari satelit sejenis. Satelit lain seperti SPOT, JERS, IRS, ADEOS. Penginderaan jauh suatu teknologi yang mampu menganalisis, mengidentifikasi dan menyediakan kebutuhan data dan informasi kebumian seperti kajiam struktur geologi yang cepat dan akurat dan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia khususnya pada citra satelit. Citra Satelit landsat dapat dipergunakan untuk menganalisis kajian geologi yang manfatnya itu adalah untuk mengetahui struktur apa saja yang terdapat di daerah sindangbarang dan sekitarnya.
LEMBAR PENGESAHAN
ANALISIS CITRA SATELIT LANDSAT UNTUK KAJIAN GEOMORFOLOGI
DI KECAMATAN SINDANGBARANG DAN CIDAUN, KABUPATEN CIANJUR
disusun oleh
Nama : Kelompok Besar Geomorfologi
Hari / Tanggal Pengesahan : Selasa, 20 Desember 2011
Tempat : Universitas Pendidikan Indonesia
Mengetahui,
Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2
Nanin Trianawati, ST., MT Drs. Dede Sugandi, M.Si
NIP. 123 326 99 NIP.195805261986031010
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr., Wb.,
Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT., atas berkat rahmatNya lah kami
dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Praktikum Penginderaan Jauh berjudul
“Pemanfaatan Citra Satelit Landsat untuk Kajian Geomorfologi di Kecamatan
Sindangbarang Dan Cidaun Kabupaten Cianjur”.
Laporan ini merupakan hasil dari kegiatan praktek mata kuliah Penginderaan Jauh
pada Jumat-Minggu, 25-27 November 2011. Laporan ini ditujukan untuk menguji
interpretasi hasil citra satelit Jawa Barat dengan kajian yang dikhususkan pada
Geomorfologi. Hasil interpretasi yang dilakukan pada software ER Mapper kemudian
diamati kebenarannya di lapangan untuk melihat bentang lahan yang ada.
1 : 10.000 < Aliran Lumpur di ……, rayapan di km……,Erosi alur di……, dsb
Dimas Bagus Ananta
Tabel 3 Contoh skala peta dan satuan geomorfologi
Tabel 4 Hubungan Skala Peta Terhadap Objek Geomorofologi
1:2.500s/d
1:10.000
1:10.000s/d
1:30.000
Lebih Kecil dari1:30.000
Regional/ Bentang alam (Contoh: Jajaran Pegunungan, perbukitan lipatan dan lainnya)
Buruk Baik Sangat baik
Lokal/ bentuk alam darat (Contoh: korok, gosong pasir, questa, dan lainnya)
Baik - Sangat Baik Baik - Sedang Sedang - Buruk
Detail/ proses geomorfik (Contoh: longsoran kecil, erosi parit, dan lainnya)
Sangat Baik Buruk Sangat Buruk
Dimas Bagus Ananta
SkalaObjekGeomorfologi
Tabel 4 Hubungan antara skala peta dan pengenalan terhadap objek geomorfologi
Pada butir 1, penarikan lineament biasa dengan garis panjang, tetapi dapat
juga berpatah-patah dengan bentuk garis-garis lurus pendek. Kadangkala,
setelah pengerjaan penarikan garis-garis garis-garis pendek ini selesai, dalam
peta akan terlihat adanya zona atau trend atau arah yang hampir sama dengan
garis-garis pendek ini.
Pada butir 2, akan sangat penting untuk melihat pola aliran sungai (dalam
satu peta mungkin terdapat lebih dari satu pola aliran sungai). Pola aliran
sungai merupakan pencerminan keadaan struktur yang mempengaruhi daerah
tersebut.
| DAFTAR PUSTAKA 21
Pada butir 3, pengelompokan kerapatan kontur dapat dilakukan secara
kualitatif yaitu dengan melihat secara visual terhadap kerapatan yang ada, atau
secara kuantitatif dengan menghitung persen lereng dari seluruh peta. Persen
lereng adalah persentase perbandingan antara beda tinggi suatu lereng
terhadap panjang lerengnya itu sendiri. Banyak pengelompokan kelas lereng
yang telah dilakukan, misalnya oleh Mabbery (1972) untuk keperluan
lingkungan binaan, Desaunettes (1977) untuk pengembangan pertanian, ITC
(1985) yang bersifat lebih kearah umum dan melihat proses-proses yang biasa
terjadi pada kelas lereng tertentu.
Dalam interpretasi batuan dari peta topografi, hal terpenting yang perlu
diamati adalah pola kontur dan aliran sungai.
1. Pola kontur rapat menunjukan batuan keras, dan pola kontur jarang
menunjukan batuan lunak atau lepas.
2. Pola kontur yang menutup (melingkar) diantara pola kontur lainnya,
menunjukan lebih keras dari batuan sekitarnya.
3. Aliran sungai yang membelok tiba-tiba dapat diakibatkan oleh adanya
batuan keras.
4. Kerapatan sungai yang besar, menunjukan bahwa sungai-sungai itu berada
pada batuan yang lebih mudah tererosi (lunak). (kerapatan sungai adalah
perbandingan antara total panjang sungai-sungai yang berada pada
cekungan pengaliran terhadap luas cekungan pengaliran sungai-sungai itu
sendiri).
| DAFTAR PUSTAKA 22
Tabel 5 Karakteristik Lereng dan Sifat, Proses dan Kondisi di Citra
Kelas Lereng
Sifat-sifat proses dan kondisi alamiah Warna
Tabel 5 Kelas lereng, dengan sifat-sifat proses dan kondisi alamiah yang kemungkinan terjadi dan usulan warna untuk peta relief secara umum (disadur dan
disederhanakan dari Van Zuidam, 1985)
Dimas Bagus Ananta
Datar hingga hampir datar; tidak ada proses denudasi yang berarti Hijau
Agak miring; Gerakan tanah kecepatan rendah, erosi lembar dan erosi alur (sheet and rill erosion). rawan erosi
Hijau Muda
Miring;sama dengan di atas, tetapi dengan besaran yang lebih tinggi. Sangat rawan erosi tanah.
Kuning
Agak curam; Banyak terjadi gerakan tanah, dan erosi, terutama longsoran yang bersifat nendatan.
J ingga
Curam;Proses denudasional intensif, erosi dan gerakan tanah sering terjadi.
Merah Muda
Sangat curam; Batuan umumnya mulai tersingkap, proses denudasional sangat intensif, sudah mulai menghasilkan endapan rombakan (koluvial)
Merah
0 – 20
(0-2 %)
2 – 40
(2-7 %)
4 – 80
(7 – 15 %)
8 – 160
(15 -30 %)
16 – 350
(30 – 70 %)
35 – 550
(70 – 140 %)
>550
(>140 %)
>550
(>140 %)
Curam sekali, batuan tersingkap; proses denudasional sangat kuat, rawan jatuhan batu, tanaman jarang tumbuh (terbatas).
Ungu
Curam sekali Batuan tersingkap; proses denudasional sangat kuat, rawan jatuhan batu, tanaman jarang tumbuh (terbatas).
Ungu
Dalam interpretasi struktur geologi dari peta topografi, hal terpenting adalah
pengamatan terhadap pola kontur yang menunjukkan adanya kelurusan atau
pembelokan secara tiba-tiba, baik pada pola bukit maupun arah aliran sungai,
bentuk-bentuk topografi yang khas, serta pola aliran sungai. Beberapa contoh
kenampakan Geologi yang dapat diidentikasi dan dikenal pada peta topografi:
a. Sesar, umumnya ditunjukan oleh adanya pola kontur rapat yang menerus
lurus, kelurusan sungai dan perbukitan, ataupun pergeseran, dan
pembelokan perbukitan atau sungai, dan pola aliran sungai parallel dan
rectangular.
b. Perlipatan, umumnya ditunjukan oleh pola aliran sungai trellis atau
parallel, dan adanya bentuk-bentuk dip-slope yaitu suatu kontur yang rapat
dibagian depan yang merenggang makin kearah belakang. Jika setiap
| DAFTAR PUSTAKA 23
bentuk dip-slope ini diinterpretasikan untuk seluruh peta, muka sumbu-
sumbu lipatan akan dapat diinterpretasikan kemudian. Pola dip-slope
seperti ini mempunyai beberapa istilah yang mengacu pada kemiringan
perlapisannya.
c. Kekar, umumnya dicirikan oleh pola aliran sungai rektangular, dan
kelurusan-kelurusan sungai dan bukit.
d. Intrusi, umumnya dicirikan oleh pola kontur yang melingkar dan rapat,
sungai-sungai mengalir dari arah puncak dalam pola radial atau anular.
e. Lapisan mendatar, dicirikan oleh adanya areal dengan pola kontur yang
jarang dan dibatasi oleh pola kontur yang rapat.
f. Ketidakselarasan bersudut, dicirikan oleh pola kontur rapat dan
mempunyai kelurusan-kelurusan seperti pada pola perlipatan yang dibatasi
secara tiba-tiba oleh pola kontur jarang yang mempunyai elevasi sama
atau lebih tinggi.
g. Daerah mélange, umumnya dicirikan oleh pola-pola kontur melingkar
berupa bukit-bukit dalam penyebaran yang relative luas, terdapat beberapa
pergeseran bentuk-bentuk topografi, kemungkinan juga terdapat beberapa
kelurusan, dengan pola aliran sungai rektangular atau contorted.
h. Daerah Slump, umumnya dicirikan oleh banyaknya pola dip-slope
dengan penyebarannya yang tidak menunjukan pola pelurusan, tetapi lebih
berkesan “acak-acakan”. Pola kontur rapat juga tidak menunjukan
kelurusan yang menerus, tetapi berkesan terpatah-patah.
i. Gunung api, dicirikan umumnya oleh bentuk kerucut dan pola aliran
radial, serta kawah pada puncaknya untuk gunung api muda, sementara
untuk gunung api tua dan sudah tidak aktif, dicirikan oleh pola aliran
anular serta pola kontur melingkar rapat atau memanjang yang
menunjukan adanya jenjang volkanik atau korok-korok.
j. Karst, dicirikan oleh pola kontur melingkar yang khas dalam penyebaran
yang luas, beberapa aliran sungai seakan-akan terputus, terdapat pola-pola
kontur yang menyerupai bintang segi banyak, serta pola aliran sungai
multibasinal.
| DAFTAR PUSTAKA 24
k. Pola karst ini agak mirip dengan pola perbukitan seribu yang biasanya
terjadi pada kaki gunung api. Walaupun dengan pola kontur yang
melingkar dengan penyebaran cukup luas, tetapi umumnya letaknya
berjauhan antara satu pola melingkar dengan lainnya, dan tidak didapat
pola kontur seperti bintang segi banyak.
Pada peta batuan resisten diwakili oleh pola kontur yang rapat, sedangkan batuan
non-resisten diwakili oleh pola kontur yang renggang. Bagian sebelah atas peta
memperlihatkan bentuk dan pola kontur yang rapat dengan tekstur yang relatif tidak
teratur dan ditafsirkan tersusun dari batuan metamorf.
Kedudukan lapisan batuan (strike/dip) dapat ditafsirkan dengan melihat arah dari
pola kerapatan kontur dan arah kemiringan lapisan ditafsirkan ke arah spasi kontur yang
semakin renggang.
B. Penginderaan Jauh
1. Pengertian Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh berkembang sangat pesat sejak empat dasawarsa terakhir ini.
Perkembangannya meliputi aspek sensor, wahana atau kendaraan pembawa sensor, jenis
citra serta liputan dan ketersediaannya, alat dan analisis data, jumlah penggunaan serta
bidang penggunaannya.
Untuk lebih jelasnya, silahkan ada beberapa definisi berikut ini.
Penginderaan jauh adalah ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang
objek, daerah atau gejala, dengan jalan menganalisis data yang diperoleh
dengan menggunakan alat, tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau
gejala yang akan dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990).
Penginderaan jauh merupakan upaya untuk memperoleh, menemutunjukkan
(mengidentifikasi) dan menganalisis objek dengan sensor pada posisi
pengamatan daerah kajian (Avery, 1985).
Penginderaan jauh merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh
dan menganalisis informasi tentang bumi. Informasi itu berbentuk radiasi
elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan dari permukaan bumi
(Lindgren, 1985).
| DAFTAR PUSTAKA 25
Penginderaan jauh merupakan tenik yang berkembang menjadi ilmu (Kardono
Darmoyuwono, 1982).
Dari beberapa batasan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penginderaan
jauh merupakan upaya memperoleh informasi tentang objek dengan menggunakan alat
yang disebut sensor (alat peraba), tanpa kontak langsung dengan objek.
Dalam pengideraan jauh selalu saja tidak jauh dengan kata citra dan interpretasi
citra. Kedua aspek ini tidak mungkin dipisahkan dengan citra maupun intwerprwetasi
citra. Citra merupakan keserupaan atau tiruan seseorang atau sesuatu barang, terutama
yang terbuat dari batu, kayu dsb (Hornby, 1974). Sedangkan interpretasi citra merupakan
perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk mengidentifkasi
objek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut (Estes & Simonett, 1975).
2. Dasar-Dasar Fisika Penginderaan Jauh
Pengumpulan data dalam penginderaan jauh dilakukan dari jarak jauh dengan
menggunakan sensor buatan. Dengan melakukan analisis terhadap data yang terkumpul
ini dapat diperoleh informasi tentang data obyek, daerah, atau gejala yang dikaji.
Karena penginderaannya dilakukan dari jarak jauh, diperlukan tenaga penghubung
yang membawa data tentang obyek ke sensor. Data tersebut dapat dikumpulkan dan
direkam dengan tiga cara, yakni dengan mendasarkan atas variasi: (1) distribusi daya
(force), (2) distribusi gelombang bunyi, dan (3) distribusi tenaga elektromagnetik.
Obyek, daerah, atau gejala dipermukaan bumi dapat dikenali pada hasil rekamannya
karena masing-masing mempunyai karakteristik tersendiri dalam interaksinya terhadap
daya, gelombang bunyi, ataui tenaga elektromagnetik. Tenaga elektromagnetik ialah
paket elektrisitas dan magnetisisme yang bergerak dengan kecepatan sinar pada frekuensi
dan panjang gelombang tertentu, dengan sejumlah tenaga tertentu.
Dalam penginderaan jauh digunakan tenaga elektromagnetik. Matahari merupakan
sumber utama tenaga elektromagnetik ini. Disamping matahari juga ada sumber tenaga
lain, baik sumber tenaga alamiah maupun sumber tenaga buatan. Sumber tenaga alamiah
digunakan dalam penginderaan jauh system pasif, sedang sumber tenaga buatan
dugunakan dalm penginderaan jauh sistem aktif.
Radiasi tenaga elektromagnetik berlangsung dengan kecepatan tetap dan dengan
pola gelombang harmonik. Pola gelombangnya dikatakan harmonik karena komponen-
| DAFTAR PUSTAKA 26
komponen gelombangnya teratur secara sama dan repetitif dalam ruang dan waktu
(Sabins, Jr., 1978). Disamping itu pada tiap bagian tenaga elektromagnetik ini terjalin
hubungan yang serasi antara panjang gelombang dengan frekuensinya, yakni dengan
hubungan yang berkebalikan. Panjang gelombang banyak digunakan dalam penginderaan
jauh, sedang frekuensi lebih banyak digunakan dalam teknologi radio (Beckman, 1975).
Tenaga elektromagnetik terdiri dari berkas atau spektrum yang sangat luas, yakni
melipui spektra Kosmik, Gamma, X, Ultraviolet, Tampak, Inframerah, Gelombang Mikro
(Microwave), dan. Jumlah total seluruh spektrum ini disebut spektrum elektromagnetik.
Berdasarkan tabel dibawah, diketahui bahwa puncak tenaga matahari yang berupa
pantulan terletak pada panjang gelombang 0.5 m, sedang puncak tenaga bumi yang
berupa pancaran terletak pada panjang gelombang 9.5 m. oleh karena itu penginderaan
jauh dengan sistem fotografik menggunakan panjang gelombang sekitar 0.5 m atau
gelombang tampak dan perluasannya. Penginderaan jauh sistem termal menggunakan
panjang gelombang gelombang sekitar 10 m. ‘Band’ penginderaan jauh menggunakan
spektrum gelombang mikro.
Spektrum Gamma dan spektrum X diserap oleh atmosfer sehingga ia tak pernah
mencapai bumi. Dibidang kedokteran memang digunakan sinar X, akan tetapi sinar X ini
merupakan sinar buatan.
Meskipun spektrum elektromagnetik merupakan spektrum yang sangat luas, hanya
sebagian kecil saja yang dapat digunakan dalam penginderaan jauh. Sinar kosmik, sinar
gamma, dan sinar X sulit mencapai bumi karena atmosfer sulit ditembus olehnya. Pada
sebagian spektrum inframerah demikian pula halnya. Atmosfer hanya dapat dilalui atau
ditembus oleh sebagian kecil spektrum elektromagnetik. Bagian-bagian spektrum
elektromagnetik yang dapat dilalui atmosfer dan mencapai permukaan bumi disebut
jendela atmosfer.
| DAFTAR PUSTAKA 27
Tabel 6 Karakteristik Spektrum Elektromagnetik
Spektrum / SaluranPanjang
GelombangKeterangan
Gamma 0,03 nm Diserap oleh atmosfer, tetapi benda
radioaktif dapat diindera dari pesawat
terbang rendah.
X 0,03 – 3 nm Diserap oleh atmosfer, sinar buatan
digunakan untuk kedokteran.
Ultraviolet (UV)
UV Fotografik
3 nm – 0,4 µm
0,3 – 0,4 µm
0,3 µm diserap oleh atmosfer, hamburan
atmosfer berat sekali, diperlukan lensa
kuarsa dalam kamera.
Tampak Biru 0,4 – 0,5 µm
Hijau 0,5 – 0,6 µm
Merah 0,6 – 0,7 µm
Inframerah (IM) 0,7 – 1.000 µm Jendela atmosfer terpisah oleh saluran
absopsi
IM Pantulan 0,7 – 3 µm
IM Fotografik 0,7 – 0,9 µm Film khusus dapat merekam hingga
panjang gelombang hampir 1,2 µm
IM Thermal 3 – 5 µm Jendela-jendela atmosfer dalam spektrum
ini
Gelombang Mikro 8 – 14 µm Gelombang panjang yang mampu
menembus awan, citra dapat dibuat
dengan cara pasif dan aktif
Radar Ka 0,3 – 300 cm Penginderaan jauh sistem aktif
K 0,8 – 1,1 cm Yang paling sering digunakan
Ku 1,1 – 1,7 cm
X 1,7 – 2,4 cm
C 2,4 – 3,8 cm
S 3,8 – 7,5 cm
L 7,5 – 15 cm
| DAFTAR PUSTAKA 28
P 15 – 30 cm
Radio 30 – 100 cm Tidak digunakan dalam penginderaan
jauh
Tenaga elektromagnetik dalam jendela atmosfer tidak dapat mencapai permukaan
bumi secara utuh. Karena sebagian padanya mengalami hambatan oleh atmosfer.
Hambatan ini terutama diakibatkan oleh butir-butir yang ada di atmosfer seperti debu,
uap air, dan gas. Proses penghambatannya terjadi terutama dalam bentuk serapan,
pantulan, dan hamburan. Hamburan adalah pantulan kearah serba beda yang disebabkan
oleh benda yang permukaannya kasar dan bentuknya tak menentu.
3. Jenis Citra
Di dalam penginderaan jauh, sensor merekam tenaga yang dipantulkan oleh obyek
dipermukaan bumi. Rekaman tenaga ini setelah diproses membuahkan data penginderaan
jauh. Data penginderaan jauh berupa data digital dan numerik untuk dianalisis secara
manual. Data visual dapat dibedakan lebih jauh atas data citra dan dat noncitra. Data citra
berupa gambaran yang mirip ujud aslinya atau paling tidak berupa gambaran planimetrik.
Data noncitra pada umumnya berupa garis dan grafik.
a. Citra Foto
Citra foto adalah gambaran yang dihasilkan dengan menggunakan sensor
kamera. Citra foto dapat dibedakan berdasarkan:
1) Spektrum Elektromagnetik yang digunakan
Berdasarkan spektrum elektromagnetik yang digunakan, citra foto dapat
dibedakan atas:
Foto ultra violet yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan spektrum
ultra violet dekat dengan panjang gelombang 0,29 mikrometer.
Foto ortokromatik yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan spektrum
tampak dari saluran biru hingga sebagian hijau (0,4 - 0,56 mikrometer).
Foto pankromatik yaitu foto yang dengan menggunakan spektrum tampak
mata.
| DAFTAR PUSTAKA 29
Foto infra merah yang terdiri dari foto warna asli (true infrared photo)
yang dibuat dengan menggunakan spektrum infra merah dekat sampai
panjang gelombang 0,9 mikrometer hingga 1,2 mikrometer dan infra
merah modifikasi (infra merah dekat) dengan sebagian spektrum tampak
pada saluran merah dan saluran hijau.
2) Sumbu kamera
Foto udara dapat dibedakan berdasarkan arah sumbu kamera ke permukaan
bumi, yaitu:
Foto vertikal atau foto tegak (orto photograph), yaitu foto yang dibuat
dengan sumbu kamera tegak lurus terhadap permukaan bumi
.Foto condong atau foto miring (oblique photograph), yaitu foto yang
dibuat dengan sumbu kamera menyudut terhadap garis tegak lurus ke
permukaan bumi. Sudut ini pada umumnya sebesar 10 derajat atau lebih
besar. Tapi apabila sudut condongnya masih berkisar antara 1 - 4 derajat,
foto yang dihasilkan masih digolongkan sebagai foto vertikal. Foto
condong masih dibedakan lagi menjadi:
Foto agak condong (low oblique photograph), yaitu apabila cakrawala
tidak tergambar pada foto.
Foto sangat condong (high oblique photograph), yaitu apabila pada foto
tampak cakrawalanya.
1) Warna yang digunakan
Berdasarkan warna yang digunakan, citra foto dapat dibedakan atas:
Foto berwarna semua (false colour). Warna citra pada foto tidak sama
dengan warna aslinya. Misalnya pohonpohon yang berwarna hijau dan
banyak memantulkan spketrum infra merah, pada foto tampak berwarna
merah.
Foto berwarna asli (true colour). Contoh: foto pankromatik berwarna.
4) Wahana yang digunakan
Berdasarkan wahana yang digunakan, ada 2 (dua) jenis citra, yakni:
Foto udara, dibuat dari pesawat udara atau balon.
Foto satelit/orbital, dibuat dari satelit .
| DAFTAR PUSTAKA 30
b. Citra Non Foto
Citra non foto adalah gambaran yang dihasilkan oleh sensor bukan kamera.
Citra non foto dibedakan atas:
1) Spektrum elektromagnetik yang digunakan
Berdasarkan spektrum elektromagnetik yang digunakan dalam penginderaan,
citra non foto dibedakan atas:
Citra infra merah thermal, yaitu citra yang dibuat dengan spektrum infra
merah thermal. Penginderaan pada spektrum ini mendasarkan atas beda
suhu objek dan daya pancarnya pada citra tercermin dengan beda rona
atau beda warnanya.
Citra radar dan citra gelombang mikro, yaitu citra yang dibuat dengan
spektrum gelombang mikro. Citra radar merupakan hasil penginderaan
dengan sistim aktif yaitu dengan sumber tenaga buatan, sedang citra
gelombang mikro dihasilkan dengan sistim pasif yaitu dengan
menggunakan sumber tenaga alamiah.
2) Sensor yang digunakan
Berdasarkan sensor yang digunakan, citra non foto terdiri dari:
Citra tunggal, yakni citra yang dibuat dengan sensor tunggal, yang
salurannya lebar.
Citra multispektral, yakni citra yang dibuat dengan sensor jamak, tetapi
salurannya sempit, yang terdiri dari:
Citra RBV (Return Beam Vidicon), sensornya berupa kamera yang
hasilnya tidak dalam bentuk foto karena detektornya bukan film dan
prosesnya non fotografik.
Citra MSS (Multi Spektral Scanner), sensornya dapat menggunakan
spektrum tampak maupun spektrum infra merah thermal. Citra ini dapat
dibuat dari pesawat udara.
| DAFTAR PUSTAKA 31
3) Wahana yang digunakan
Berdasarkan wahana yang digunakan, citra non foto dibagi atas:
Citra Dirgantara (Airborne Image), yaitu citra yang dibuat dengan wahana
yang beroperasi di udara (dirgantara). Contoh: Citra infra merah thermal,
citra radar dan citra MSS. Citra dirgantara ini jarang digunakan.
Citra Satelit (Satellite/Spaceborne Image), yaitu citra yang dibuat dari
antariksa atau angkasa luar. Citra ini dibedakan lagi atas penggunaannya,
yakni:
Citra satelit untuk penginderaan planet. Contoh: Citra satelit Viking (AS),
Citra satelit Venera (Rusia).
Citra satelit untuk penginderaan cuaca. Contoh: NOAA (AS), Citra
Meteor (Rusia).
Citra satelit untuk penginderaan sumber daya bumi. Contoh: Citra Landsat
(AS), Citra Soyuz (Rusia) dan Citra SPOT (Perancis). d) Citra satelit
untuk penginderaan laut. Contoh: Citra Seasat (AS), Citra MOS (Jepang).
4. Metode Penginderaan Jauh
Metode penelitian atau metodologi suatu studi adalah rancang-bangun (design)
menyeluruh untuk menyelesaikan masalah penelitian. Ssatu studi bisa meliputi beberapa
metodae yang masing-masing dirancang untuk melakukan satu aspek tertentu dalam studi
itu. Disamping metode peelitian ada istilah teknik penelitian. Teknik ialah alat khusus
untuk melaksanakan metode (Alderich et al.. 1982). Teknik dapat pula diartikan sebagai
cara melaksanakan sesuatu secara ilmiah
Beberapa metode penginderaan jauh:
a. Perumusan masalah dan tujuan
Perumusan tujuan dimulai dengan perumusan masalah secara jelas.
Masalah dapat berupa sesuatu yang tidak sesuai atau dalam keadaan
lapangan yang bermasalah. Perumusan masalah dapat berupa kajian
terhadap keadaan lapangan berdasarkan data citra yang ada untuk
kemudian dicocokan dengan keadaan sebenarnya untuk mendapatkan
kebenaran di lapangan.
| DAFTAR PUSTAKA 32
b. Evaluasi kemampuan
Setelah masalah dan tujuan dirumuskan dengan jelas barulah dilakukan
penilaian terhadap kemampuan pelaksanaannya. Kemampuan ini
menyangkut antara lain kemampuan pelaksanaan serta timnya, alat dan
perlengkapannya, dana, dan waktu yang tersedia. Antara kemampuan dan
tujuan yang ingin dicapai harus sesuai. Bila tidak sesuai, kemampuannya
harus ditingkatkan atau tujuannya harus ditinjau kembali, dengan
menyusutkan bila perlu.
c. Pemilihan cara kerja
Dalam tahap ini meliputi tiga rangkaian kegiatan, yaitu:
1) Memperkirakan kebutuhan akan barang dan jasa untuk saat
mendatang.
2) Memperkirakan ketersediaan lahan untuk menghasilkan barang dan
jasa yang akan meliputi luas lahan, lokasi, kualitas, kapabilitas, dan
keksesuaiannya.
3) Mengevaluasi, melaksanakan dan memantau pengelolaan alternatif
dan strategi pengawasan.
d. Tahap persiapan
Dengan dimasukkannya tahap keempat ini berarti telah dimulai pekerjaan
dengan teknik penginderaan jauh. Pekerjaan ini dalam tahapan ini
meliputi:
1) Menyuiapkan data acuan
2) Menyiapkan data penginderaan jauh
3) Menyiapkan mosaic
4) Orientasi medan
e. Interpretasi data
Data penginderaan jauh berupa numeric maupun social. Oleh karena itu
interpretasi datanya dilakukan secara digital bagi data numerik dan secara
manual secara bagi data visual. Interpretasi data penginderaan jauh
dilakukan mengubah dat numeric atau data visual menjadi informasi bagi
keperluan tertentu.
| DAFTAR PUSTAKA 33
f. Laporan
Laporan hasil penelitian penginderaan jauh sangat bergantu pada jenis
penelitiannya. Laporan hasil penelitian murni berbeda dengan hasil
penelitian terapan. Perbedaan itu terutama terletak pada analisisnya. Bagi
penelitian murni, analisisnya berkisar pada bidang penginderaan jauh itu
sendiri. Bagi penelitian terapan maka penginderaan jauh membantu
didalam perolehan data, dan sering pula membantu didalam analisis
spesialnya.
g. Uji ketelitian
Agaknya banyak penelitian yang puas dengan menyimpulkan bahwa
penginderaan jauh dapat pemetaan penggunaan lahan, studi lalu lintas,
pantauan luas hutan, dsb. Uji ketelitian sangat penting untuk dilaksanakan
oleh para peneliti penginderaan jauh maupun peneliti lain yang
menggunakan penginderaan jauh sebagai sasarannya.
5. Alat-alat Penginderaan Jauh
Untuk melakukan penginderaan jarak jauh diperlukan alat sensor, alat pengolah
data dan alat-alat lainnya sebagai pendukung. Oleh karena sensor tidak ditempatkan pada
objek, maka perlu adanya wahana atau alat sebagai tempat untuk meletakkan sensor.
Wahana tersebut dapat berupa balon udara, pesawat terbang, satelit atau wahana
lainnya. Semakin tinggi letak sensor maka daerah yang terdeteksi atau yang dapat
diterima oleh sensor semakin luas. Jadi jangkauan penginderaannya semakin luas
Alat sensor dalam penginderaan jauh dapat menerima informasi dalam berbagai
bentuk antara lain sinar atau cahaya, gelombang bunyi dan daya elektromagnetik. Alat
sensor digunakan untuk melacak, mendeteksi, dan merekam suatu objek dalam daerah
jangkauan tertentu. Tiap sensor memiliki kepekaan tersendiri terhadap bagian spektrum
elektromagnetik. Kemampuan sensor untuk merekam gambar terkecil disebut resolusi
spasial. Semakin kecil objek yang dapat direkam oleh sensor semakin baiksensor dan
semakin baik resolusi spasial pada citra. Berdasarkan proses perekamannya sensor dapat
dibedakan atas:
| DAFTAR PUSTAKA 34
a. Sensor Fotografi
Proses perekamannya berlangsung seperti pada kamera foto biasa, atau yang
kita kenal yaitu melalui proses kimiawi. Tenaga elektromagnetik yang
diterima kemudian direkam pada emulsi film dan setelah diproses akan
menghasilkan foto. Ini berarti, di samping sebagai tenaga, film juga berfungsi
sebagai perekam, yang hasil akhirnya berupa foto udara, jika perekamannya
dilakukan dari udara, baik melalui pesawat udara atau wahana lainnya. Tapi
jika perekamannya dilakukan dari antariksa maka hasil akhirnya disebut foto
satelit atau foto orbital. Menurut Lillesand dan Kiefer, ada beberapa
keuntungan menggunakan sensor fotografi, yaitu:
Caranya sederhana seperti proses pemotretan biasa.
Biayanya tidak terlalu mahal.
Resolusi spasialnya baik.
b. Sensor Elektronik
Sensor elekronik berupa alat yang bekerja secara elektrik dengan pemrosesan
menggunakan komputer. Hasil akhirnya berupa data visual atau data
digital/numerik.
Proses perekamannya untuk menghasilkan citra dilakukan dengan memotret
data visual dari layar atau dengan menggunakan film perekam khusus. Hasil
akhirnya berupa foto dengan film sebagai alat perekamannya dan tidak disebut
foto udaratetapi citra. Agar informasi-informasi dalam berbagai bentuk tadi
dapat diterima oleh sensor, maka harus ada tenaga yang membawanya antara
lain matahari. Informasi yang diterima oleh sensor dapat berupa:
Distribusi daya (forse).
Distribusi gelombang bunyi.
Distribusi tenaga elektromagnetik.
Informasi tersebut berupa data tentang objek yang diindera dan dikenali dari
hasil rekaman berdasarkan karakteristiknya dalam bentuk cahaya, gelombang
bunyi, dan tenaga elektromagnetik. Contoh: Salju dan batu kapur akan
memantulkan sinar yang banyak (menyerap sinar sedikit) dan air akan
memantulkan sinar sedikit (menyerap
| DAFTAR PUSTAKA 35
sinar banyak). Informasi tersebut merupakan hasil interaksi antara tenaga dan
objek. Interaksi antara tenaga dan objek direkam oleh sensor, yang berupa
alat-alat sebagai berikut:
Gravimeter : mengumpulkan data yang berupa variasi daya magnet.
Magnetometer : mengumpulkan data yang berupa variasi daya magnet.
Sonar : mengumpulkan data tentang distribusi gelombang dalam air.
Mikrofon : mengumpulkan/menangkap gelombang bunyi di udara.
Kamera : mengumpulkan data variasi distribusi tenaga elektromagnetik
yang berupa sinar.
6. Unsur-Unsur Interpretasi Citra
Unsur interpretasi citra terdiri dari Sembilan unsur, diantaranya:
a. Rona dan warna
b. Ukuran
c. Bentuk
d. Tekstur
e. Pola
f. Tinggi
g. Bayangan
h. Situs
i. Asosiasi
Sembilan unsur interpretasi citra ini disusun secara berjenjang atau secara hirarkis dan
disajikan pada gambar:
a. Rona dan Warna
Rona (tone / color tone / grey tone) adalah tingkat kegelapan atau tingkat
kecerahan obyek pada citra. Rona pada foto pankromatik merupakan atribut
bagi obyek yang berinteraksi dengan seluruh spektrum tampak yang sering
disebut sinar putih, yaitu spektrum dengan panjang gelombang (0,4 – 0,7) μm.
Berkaitan dengan penginderaan jauh, spektrum demikian disebut spektrum
lebar, jadi rona merupakan tingkatan dari hitam ke putih atau sebaliknya.
Warna merupakan wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan
| DAFTAR PUSTAKA 36
spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum tampak. Sebagai contoh, obyek
tampak biru, hijau, atau merah bila hanya memantulkan spektrum dengan
panjang gelombang (0,4 – 0,5) μm, (0,5 – 0,6) μm, atau (0,6 – 0,7) μm.
Sebaliknya, bila obyek menyerap sinar biru maka ia akan memantulkan warna
hijau dan merah. Sebagai akibatnya maka obyek akan tampak dengan warna
kuning.
Berbeda dengan rona yang hanya menyajikan tingkat kegelapan, warna
menunjukkan tingkat kegelapan yang lebih beraneka. Ada tingkat kegelapan
di dalam warna biru, hijau, merah, kuning, jingga, dan warna lainnya.
Meskipun tidak menunjukkan cara pengukurannya, Estes et al. (1983)
mengutarakan bahwa mata manusia dapat membedakan 200 rona dan 20.000
warna. Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa pembedaan obyek pada foto
berwarna lebih mudah bila dibanding dengan pembedaan obyek pada foto
hitam putih. Pernyataan yang senada dapat diutarakan pula, yaitu pembedaan
obyek pada citra yang menggunakan spektrum sempit lebih mudah daripada
pembedaan obyek pada citra yang dibuat dengan spektrum lebar, meskipun
citranya sama-sama tidak berwarna. Asas inilah yang mendorong orang untuk
menciptakan citra multispektral.
Rona dan warna disebut unsur dasar. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya
rona dan warna dalam pengenalan obyek. Tiap obyek tampak pertama pada
citra berdasarkan rona atau warnanya. Setelah rona atau warna yang sama
dikelompokkan dan diberi garis batas untuk memisahkannya dari rona atau
warna yang berlainan, barulah tampak bentuk, tekstur, pola, ukuran dan
bayangannya. Itulah sebabnya maka rona dan warna disebut unsur dasar.
b. Bentuk
Bentuk merupakan variabel kualitatif yang memerikan konfigurasi atau
kerangka suatu obyek (Lo, 1976). Bentuk merupakan atribut yang jelas
sehingga banyak obyek yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya saja.
Bentuk, ukuran, dan tekstur pada Gambar 1 dikelompokkan sebagai susunan
keruangan rona sekunder dalam segi kerumitannya. Bermula dari rona yang
merupakan unsur dasar dan termasuk primer dalam segi kerumitannya.
| DAFTAR PUSTAKA 37
Pengamatan atas rona dapat dilakukan paling mudah. Oleh karena itu bentuk,
ukuran, dan tekstur yang langsung dapat dikenali berdasarkan rona,
dikelompokkan sekunder kerumitannya.
Ada dua istilah di dalam bahasa Inggris yang artinya bentuk, yaitu shape dan
form. Shape ialah bentuk luar atau bentuk umum, sedang form merupakan
susunan atau struktur yang bentuknya lebih rinci.
Contoh shape atau bentuk luar:
1) Bentuk bumi bulat
2) Bentuk wilayah Indonesia memanjang sejauh sekitar 5.100 km.
Contoh form atau bentuk rinci:
1) Pada bumi yang bentuknya bulat terdapat berbagai bentuk relief atau
bentuk lahan seperti gunungapi, dataran pantai, tanggul alam, dsb.
2) Wilayah Indonesia yang bentuk luarnya memanjang, berbentuk (rinci)
negara kepulauan. Wilayah yang memanjang dapat berbentuk masif atau
bentuk lainnya, akan tetapi bentuk wilayah kita berupa himpunan pulau-
pulau.
Baik bentuk luar maupun bentuk rinci, keduanya merupakan unsur interpretasi
citra yang penting. Banyak bentuk yang khas sehingga memudahkan
pengenalan obyek pada citra.
Contoh pengenalan obyek berdasarkan bentuk:
1) Gedung sekolah pada umumnya berbentuk huruf I, L, U, atau berbentuk
empat segi panjang
2) Tajuk pohon palma berbentuk bintang, tajuk pohon pinus berbentuk
kerucut, dan tajuk bambu berbentuk bulu-bulu
3) Gunungapi berbentuk kerucut, sedang bentuk kipas alluvial seperti segi
tiga yang alasnya cembung
4) Batuan resisten membentuk topografi kasar dengan lereng terjal bila
pengikisannya telah berlangsung lanjut
5) Bekas meander sungai yang terpotong dapat dikenali sebagai bagian
rendah yang berbentuk tapal kuda
| DAFTAR PUSTAKA 38
c. Ukuran
Ukuran ialah atribut obyek berupa jarak, luas, tinggi, lereng, dan volume.
Karena ukuran obyek pada citra merupakan fungsi skala, maka di dalam
memanfaatkan ukuran sebagai unsur interpretasi citra harus selalu diingat
skalanya.
Contoh pengenalan obyek berdasarkan ukuran:
1) Ukuran rumah sering mencirikan apakah rumah itu rumah mukim, kantor,
atau industri. Rumah mukim umumnya lebih kecil bila dibanding dengan
kantor atau industri.
2) Lapangan olah raga di samping dicirikan oleh bentuk segi empat, lebih
dicirikan oleh ukurannya, yaitu sekitar 80 m x 100 m bagi lapangan sepak
bola, sekitar 15 m x 30 m bagi lapangan tennis, dan sekitar 8 m x 10 m
bagi lapangan bulu tangkis.
3) Nilai kayu di samping ditentukan oleh jenis kayunya juga ditentukan oleh
volumenya. Volume kayu bisa ditaksir berdasarkan tinggi pohon, luas
hutan serta kepadatan pohonnya, dan diameter batang pohon.
d. Tekstur
Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra (Lillesand dan Kiefer,
1979) atau pengulangan rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk
dibedakan secara individual (Estes dan Simonett, 1975). Tekstur sering
dinyatakan dengan kasar, halus, dan belang-belang.
Contoh pengenalan obyek berdasarkan tekstur:
1) Hutan bertekstur kasar, belukar bertekstur sedang, semak bertekstur halus.
2) Tanaman padi bertekstur halus, tanaman tebu bertekstur sedang, dan
tanaman pekarangan bertekstur kasar .
3) Permukaan air yang tenang bertekstur halus.
e. Pola
| DAFTAR PUSTAKA 39
Pola, tinggi, dan bayangan pada Gambar 1 dikelompokkan ke dalam tingkat
kerumitan tertier. Tingkat kerumitannya setingkat lebih tinggi dari tingkat
kerumitan bentuk, ukuran, dan tekstur sebagai unsur interpretasi citra. Pola
atau susunan keruangan merupakan ciri yang menandai bagi banyak obyek
bentukan manusia dan bagi beberapa obyek alamiah.
Contoh:
1) Pola aliran sungai sering menandai struktur geologi dan jenis batuan. Pola
aliran trellis menandai struktur lipatan. Pola aliran yang padat
mengisyaratkan peresapan air kurang sehingga pengikisan berlangsung
efektif. Pola aliran dendritik mencirikan jenis tanah atau jenis batuan serba
sama, dengan sedikit atau tanpa pengaruh lipatan maupun patahan. Pola
aliran dendritik pada umumnya terdapat pada batuan endapan lunak, tufa
vokanik, dan endapan tebal oleh gletser yang telah terkikis (Paine, 1981).
2) Permukaan transmigrasi dikenali dengan pola yang teratur, yaitu dengan
rumah yang ukuran dan jaraknya seragam, masing-masing menghadap ke
jalan.
3) Kebun karet, kebun kelapa, kebun kopi dan sebagainya mudah dibedakan
dari hutan atau vegetasi lainnya dengan polanya yang teratur, yaitu dari
pola serta jarak tanamnya.
f. Bayangan
Bayangan bersifat menyembunyikan detail atau obyek yang berada di daerah
gelap. Obyek atau gejala yang terletak di daerah bayangan pada umumnya
tidak tampak sama sekali atau kadang-kadang tampak samar-samar. Meskipun
demikian, bayangan sering merupakan kunci pengenalan yang penting bagi
beberapa obyek yang justru lebih tampak dari bayangannya.
Contoh:
1) Cerobong asap, menara, tangki minyak, dan bak air yang dipasang tinggi
lebih tampak dari bayangannya.
2) Tembok stadion, gawang sepak bola, dan pagar keliling lapangan tenis
pada foto berskala 1: 5.000 juga lebih tampak dari bayangannya.
3) Lereng terjal tampak lebih jelas dengan adanya bayangan.
| DAFTAR PUSTAKA 40
g. Situs
Bersama-sama dengan asosiasi, situs dikelompokkan ke dalam kerumitan
yang lebih tinggi pada Gambar diatas. Situs bukan merupakan ciri obyek
secara langsung, melainkan dalam kaitannya dengan lingkungan sekitarnya.
Situs diartikan dengan berbagai makna oleh para pakar, yaitu:
1) Letak suatu obyek terhadap obyek lain di sekitarnya (Estes dan Simonett,
1975). Di dalam pengertian ini, Monkhouse (1974) menyebutnya situasi,
seperti misalnya letak kota (fisik) terhadap wilayah kota (administratif),
atau letak suatu bangunan terhadap parsif tanahnya. Oleh van Zuidam
(1979), situasi juga disebut situs geografi, yang diartikan sebagai tempat
kedudukan atau letak suatu daerah atau wilayah terhadap sekitarnya.
Misalnya letak iklim yang banyak berpengaruh terhadap interpretasi citra
untuk geomorfologi.
2) Letak obyek terhadap bentang darat (Estes dan Simonett, 1975), seperti
misalnya situs suatu obyek di rawa, di puncak bukit yang kering, di
sepanjang tepi sungai, dsb. Situs semacam ini oleh van Zuidam (1979)
disebutkan situs topografi, yaitu letak suatu obyek atau tempat terhadap
daerah sekitarnya.
Situs ini berupa unit terkecil dalam suatu sistem wilayah morfologi yang
dipengaruhi oleh faktor situs, seperti:
1) beda tinggi,
2) kecuraman lereng,
3) keterbukaan terhadap sinar,
4) keterbukaan terhadap angin, dan
5) ketersediaan air permukaan dan air tanah.
Lima faktor situs ini mempengaruhi proses geomorfologi maupun proses atau
perujudan lainnya.
Contoh:
1) Tajuk pohon yang berbentuk bintang mencirikan pohon palma. Mungkin
jenis palma tersebut berupa pohon kelapa, kelapa sawit, sagu, nipah, atau
| DAFTAR PUSTAKA 41
jenis palma lainnya. Bila tumbuhnya bergerombol (pola) dan situsnya di
air payau, maka yang tampak pada foto tersebut mungkin sekali nipah.
2) Situs kebun kopi terletak di tanah miring karena tanaman kopi
menghendaki pengaturan air yang baik.
3) Situs pemukiman memanjang umumnya pada igir beting pantai, tanggul
alam, atau di sepanjang tepi jalan.
h. Asosiasi
Asosiasi dapat diartikan sebagai keterkaitan antara obyek yang satu dengan
obyek lain. Adanya keterkaitan ini maka terlihatnya suatu obyek pada citra
sering merupakan petunjuk bagi adanya obyek lain.
Contoh:
1) Di samping ditandai dengan bentuknya yang berupa empat persegi
panjang serta dengan ukurannya sekitar 80 m x 100 m, lapangan sepak
bola di tandai dengan adanya gawang yang situsnya pada bagian tengah
garis belakangnya. Lapangan sepak bola berasosiasi dengan gawang.
Kalau tidak ada gawangnya, lapangan itu bukan lapangan sepak bola.
Gawang tampak pada foto udara berskala 1: 5.000 atau lebih besar.
2) Stasiun kereta api berasosiasi dengan jalan kereta api yang jumlahnya
lebih dari satu (bercabang).
3) Gedung sekolah di samping ditandai oleh ukuran bangunan yang relatif
besar serta bentuknya yang menyerupai I, L, atau U, juga ditandai dengan
asosiasinya terhadap lapangan olah raga. Pada umumnya gedung sekolah
ditandai dengan adanya lapangan olah raga di dekatnya.
7. Manfaat Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh bermanfaat dalam berbagai bidang kehidupan, khususnya di
bidang kelautan, hidrologi, klimatologi, lingkungan dan kedirgantaraan.
a. Manfaat di bidang kelautan (Seasat, MOSS)
1) Pengamatan sifat fisis air laut.
2) Pengamatan pasang surut air laut dan gelombang laut.
3) Pemetaan perubahan pantai, abrasi, sedimentasi, dan lain-lain.
| DAFTAR PUSTAKA 42
b. Manfaat di bidang hydrologi (Landsat, SPOT)
1) Pengamatan DAS.
2) Pengamatan luas daerah dan intensitas banjir.
3) Pemetaan pola aliran sungai.
4) Studi sedimentasi sungai.
5) Dan lain-lain.
c. Manfaat di bidang klimatologi (NOAA, Meteor dan GMS)
1) Pengamatan iklim suatu daerah.
2) Analisis cuaca.
3) Pemetaan iklim dan perubahannya.
d. Manfaat dalam bidang sumber daya bumi dan lingkungan (landsat,
Soyuz, SPOT)
1) Pemetaan penggunaan lahan.
2) Mengumpulkan data kerusakan lingkungan karena berbagai sebab.
3) Mendeteksi lahan kritis.
4) Pemantauan distribusi sumber daya alam.
5) Pemetaan untuk keperluan HANKAMNAS.
6) Perencanaan pembangunan wilayah.
e. Manfaat di bidang angkasa luar (Ranger, Viking, Luna, Venera)
1) Penelitian tentang planet-planet (Jupiter, Mars, dan lain-lain).
2) Pengamatan benda-benda angkasa.
3) Dan lain-lain.
C. Citra Landsat
Teknologi penginderaan jauh satelit dipelopori oleh NASA Amerika Serikat dengan
diluncurkannya satelit sumberdaya alam yang pertama, yang disebut ERTS-1 (Earth
Resources Technology Satellite) pada tanggal 23 Juli 1972, menyusul ERTS-2 pada
tahun 1975, satelit ini membawa sensor RBV (Retore Beam Vidcin) dan MSS (Multi
Spectral Scanner) yang mempunyai resolusi spasial 80 x 80 m. Satelit ERTS-1, ERTS-2
yang kemudian setelah diluncurkan berganti nama menjadi Landsat 1, Landsat 2,
diteruskan dengan seri-seri berikutnya, yaitu Landsat 3, 4, 5, 6 dan terakhir adalah
| DAFTAR PUSTAKA 43
Landsat 7 yang diorbitkan bulan Maret 1998, merupakan bentuk baru dari Landsat 6 yang
gagal mengorbit.
Landsat 5, diluncurkan pada 1 Maret 1984, sekarang ini masih beroperasi pada orbit
polar, membawa sensor TM (Thematic Mapper), yang mempunyai resolusi spasial 30 x
30 m pada band 1, 2, 3, 4, 5 dan 7. Sensor Thematic Mapper mengamati obyek-obyek di
permukaan bumi dalam 7 band spektral, yaitu band 1, 2 dan 3 adalah sinar tampak
(visible), band 4, 5 dan 7 adalah infra merah dekat, infra merah menengah, dan band 6
adalah infra merah termal yang mempunyai resolusi spasial 120 x 120 m. Luas liputan
satuan citra adalah 175 x 185 km pada permukaan bumi. Landsat 5 mempunyai
kemampuan untuk meliput daerah yang sama pada permukaan bumi pada setiap 16 hari,
pada ketinggian orbit 705 km (Sitanggang, 1999 dalam Ratnasari, 2000). Kemampuan
spektral dari Landsat-TM, ditunjukkkan pada Tabel 2.
Program Landsat merupakan tertua dalam program observasi bumi. Landsat dimulai
tahun 1972 dengan satelit Landsat-1 yang membawa sensor MSS multispektral. Setelah
tahun 1982, Thematic Mapper TM ditempatkan pada sensor MSS. MSS dan TM
merupakan whiskbroom scanners. Pada April 1999 Landsat-7 diluncurkan dengan
membawa ETM+scanner. Saat ini, hanya Landsat-5 dan 7 sedang beroperasi.
Tabel 7 Karakteristik ETM+ Landsat
Sistem Landsat-7Orbit 705 km, 98.2o, sun-synchronous, 10:00 AM
crossing, rotasi 16 hari (repeat cycle)Sensor ETM+ (Enhanced Thematic Mapper)Swath Width 185 km (FOV=15o)Off-track viewing Tidak tersediaRevisit Time 16 hariBand-band Spektral (µm) 0,45-0,52 (1), 0,52-0,60 (2), 0,63-0,69 (3),
Sistem Landsat merupakan milik Amerika Serikat yang mempunyai tiga instrument
pencitraan, yaitu RBV (Return Beam Vidicon), MSS (multispectral Scanner) dan TM
(Thematic Mapper). (Jaya, 2002)
1. RBV : Merupakan instrumen semacam televisi yang mengambil citra snapshot
dari permukaan bumi sepanjang track lapangan satelit pada setiap selang waktu
tertentu.
2. MSS : Merupakan suatu alat scanning mekanik yang merekam data dengan cara
menscanning permukaan bumi dalam jalur atau baris tertentu
3. TM : merupakan alat scanning mekanis yang mempunyai resolusi spectral, spatial
dan radiometric.
Tabel 8 Band-band pada Landsat-TM
BandPanjang
Gelombang(µm)
Spektral Kegunaan
1 0,45 – 0,52 Biru
Tembus terhadap tubuh air, dapat untuk pemetaan air, pantai, pemetaan tanah, pemetaan tumbuhan, pemetaan kehutanan dan mengidentifikasi budidayamanusia
2 0,52 – 0,60 Hijau
Untuk pengukuran nilai pantul hijau pucuk tumbuhan dan penafsiran aktifitasnya, juga untuk pengamatan kenampakan budidaya manusia.
3 0,63 – 0,69 Merah
Dibuat untuk melihat daerah yang menyerap klorofil, yang dapat digunakan untuk membantu dalam pemisahan spesies tanaman juga untuk pengamatan budidaya manusia
4 0,76 – 0,90 Inframerahdekat
Untuk membedakan jenis tumbuhan aktifitas dan kandungan biomas untuk membatasi tubuh air dan pemisahan kelembaban tanah
5 1,55 – 1,75 Inframerahsedang
Menunjukkan kandungan kelembaban tumbuhan dan kelembaban tanah, juga untuk membedakan salju dan awan
6 10,4 – 12,5 InframerahTermal
Untuk menganallisis tegakan tumbuhan, pemisahan kelembaban tanah dan pemetaanpanas
7 2,08 – 2,35 Inframerahsedang
Berguna untuk pengenalan terhadap mineral dan jenis batuan, juga sensitif terhadap
| DAFTAR PUSTAKA 45
kelembaban tumbuhan
Terdapat banyak aplikasi dari data Landsat TM: pemetaan penutupan lahan, pemetaan
penggunaan lahan, pemetaan tanah, pemetaan geologi, pemetaan suhu permukaan laut
dan lain-lain. Untuk pemetaan penutupan dan penggunaan lahan data Landsat TM lebih
dipilih daripada data SPOT multispektral karena terdapat band infra merah menengah.
Landsat TM adalah satu-satunya satelit non-meteorologi yang mempunyai band
inframerah termal. Data termal diperlukan untuk studi proses-proses energi pada
permukaan bumi seperti variabilitas suhu tanaman dalam areal yang diirigasi.
D. Penginderaaan Jauh untuk Geomorfologi
Penginderaan jauh adalah suatu tehknologi yang dalam perkembangannya begitu
sangat dibutuhkan karena penginderaan jauh dapat membantu dalam melakukan
pengkajian lahan. Begitu pula halnya dalam melakukan pengkajian lahan geomorfologi
menggunakan bantuan citra satelit dari penginderaan jauh.
Foto udara digunakan dalam melakukan analisis geomorfologi, untuk mempelajari
bentuk-bentuk lahan dan bentang alam. Analisis geomorfologi yang dilakukan pada
dasarnya berkaitan dalam menentukan tingkat pengaruh struktur dan litologi pada suatu
batuan yang berkembang menjadi morfologi. Analisis tersebut meliputi analisis pola
penyaluran, bentuk lahan, pola patahan dan rona.
Dengan bantuan data citra landsat dari penginderaan jauh dapat di ketahui bentukan
asal suatu lahan dan pola-pola patahannya berdasarkan warna dan aspek-aspek tertentu
yang ada pada data citra. Lalu bentukan permukaan bumi pun dapat dilihat dan diketahui
berdasarkan unsur-unsur penginderaan jauh tersebut dan pada pengkajian dibandingkan
dengan bentang lahan yang kita amati.
Analisis kajian geomorfologi dengan penginderaan jauh merupakan suatu proses
utama utama dalam mempelajari geomorfologi, dengan memperhatikan tekstur dari setiap
pola penyaluran atau citra landsat yang telah dirobah kedalam kajian geomorfologi.
Namun, analisis-analisis lain juga mempunyai peranan yang penting dalam mendukung
interpretasi geomorfologi secara keseluruhan. Pengetahuan geomorfologi dan analisis
bentuk lahan dapat diaplikasikan pada berbagai bidang.
| DAFTAR PUSTAKA 46
Berdasarkan beberapa pemikiran dan pendapat beberapa ahli geomorfologi, bahwa
peta geomorfologi disusun dari beberapa parameter-parameter utama, yang meliputi
faktor: relief, litologi (morfostruktur pasif), dan proses-proses, baik proses yang
dipengaruhi oleh adanya tenaga asal luar bumi(epigen) dan yang dipengaruhi unsure
tenaga asal dalam bumi (hipogen).
Dalam penelitian geomorfologi menggunakan interpretasi citra pengindraan jauh
seperti : foto udara dan citra satelit, maka yang paling jelas telihat, adalah kenampakan
pada bagian luar kulit bumi seperti relief dan topografi, jadi dalam hal ini aspek yang
berperan adalah morfologi, selain itu aspek utama yang lain yaitu morfopgenesa terdiri
dari morfostruktur pasif atau jenis batuan, morfodinamik tenaga yang ditimbulkan oleh
kekuatan alam : arus maupun gelombang laut arus pasang surut, aktifitas sungai dan air
limpasan permukaan (run-off) atau proses-proses yang berasal dari bagian luar bumi yang
mampu merubah permukaan secara gradual, aspek penting yang lain yang mempengaruhi
yaitu morfostruktur aktif, seperti: volkanisme dan tektonik yang akibatnya dapat secara
jelas tampak secara jelas tampak dari foto udara seperti: kerucut gunung api, atau
perbukitan vulkanik, daerah yang mengalami perlipatan, punggungan antiklin dan lembah
sinklin dan gawir sesar atau patahan (fault scraf).
Secara mendalam aspek-aspek utama yang mempengaruhi bentuklahan meliputi
morfologi, yang terdiri atas morfometri,: menyangkut aspek ketinggian, perbedaan relief,
dan bentuk lereng dan morfografi, yaitu : tunggul alam, dataran banjir, teras sungai,
beting/gisik dan pemerian lain.
Aspek morfogenesa meliputi: morfostruktur pasif seperti factor litologi dan
moefodinamik yaitu aktivitas tenaga geomorfologi asal luar kulit bumi ditimbulkan oleh
kekuatan alam seperti : air sungai, arus pasang surut dan angin, gerakan massa yang
mampu merubah bentukan permukaan bumi secara gradual disamping itu terdapat aspek
morfokronologi, yaitu penentuan umur batuan yang berdasarkan ( skala waktu geologi),
baik secara relatif atau secara absolute suatu bentuk lahan dan hubunganya debgan
proses-proses geomorfologi.
Geomorfologi memiliki konsep dasar yang dapat memberikan petunjuk kepada kita
tentang faktor-faktor pendukung dalam menginterpretasi bentang lahan. Konsep dasar
yang dimaksud yang dapat digunakan dalam penginderaan jauh adalah sebagai berikut:
| DAFTAR PUSTAKA 47
1. Proses-proses fisikal yang sama dan hukum-hukumnya yang berkerja sama
sepanjang masa geologi, meskipun dengan intensitas yang tidak sama dengan saat
sekarang.
2. Struktur geologi merupakan faktor kontrol yang dominan dalam pengkajian
perubahan bentuk lahan tehadap evolusi bentuk lahan.
3. Pada batas-batas tertentu permukaan bumi memiliki relief karena kerja proses
geomorfik mempunyai kecepatan yang berbeda-beda. Misalnya seperti daerah
yang mempunyai struktur dan litologi yang sama daerah tersebut akan
menunjukan perbedaan relief yang nyata.
4. Proses geomorfologi itu akan meninggalkan bekas yang nyata pada bentuk lahan
dan setiap proses geomorfologi berkembang sesuai dengan karakteristik bentukan
lahannya masing-masing.
5. Perbedaan tenaga erosional di permukaan bumi akan menyebabkan terjadinya
suatu tingkatan perkembangan dari geomorfologi bentuk lahan. Konsep ini dapat
menunjukan tingkat erosi sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk
klasifikasi bentuk lahan suatu daerah atau wilayah.
6. Perubahan geomorfologi yang kompleks itu lebih umum terjadi dibandingkan
proses geomorfologi yang terjadi secara sederhana. Banyak kenampakan bentuk
lahan individual yang terbentuk oleh beberapa proses geomorfologi, dan sangat
jarang di temukan bentuk lahan yang dicirikan oleh suatu proses geomorfik saja,
meskipun ada suatu proses yang dominan.
7. Topografi muka bumi kebanyakan tidak lebih tua dari pada kala pleistosen dan
sedikit saja yang lebih tua dari zaman tertier.
8. Interpretasi citra landsat terhadap bentang lahan masa haru dengan penilaian yang
mendalam tentang pengaruh perubahan geologi dan klimatologis yang berulang
kali terjadi pada masa pleistosen
9. Pengetahuan tentang iklim dunia untuk memeahami arti penting keanekaragaman
proses geomorfologi.
10. Penginterpretasian geomorfologi memang lebih menekankan pada bentang lahan
saat sekarang namun itu semua akan memperoleh manfaat yang maksimum untuk
| DAFTAR PUSTAKA 48
masak sekarang maupun masa yang akan datang apabila dalam pengkajiannya
desertai dengan pendekatan historis.
Proses geomorfologi sangat dipengaruhi oleh struktur geologi kerak bumi pada
landform tersebut berada. Bukti terjadinya perubahan atau proses geologis itu tampak
atau membekas pada landform yang terbentuk oleh proses itu. Begitupun hal nya pada
kajian proses geomorfologi dengan citra landsat di desa Cisalak yang akan di bahas
dalam pembahasan ini. Proses geologis yang telah dan sedang terjadi yang dapat dikenali
dari karakteristik landform dan merupakan informasi penting bagi perencanaan
konservasi lahan dan masyarakat setempat dalam memanfaatkan lahan.
| DAFTAR PUSTAKA 49
BAB III
METODOLOGI
A. Bahan dan alat
1. Bahan
a. Peta RBI Lembar 1208-512 Sindangbarang
b. Peta Geologi Lembar 1208-5 & 1208-2 Sindangbarang dan Bandarwaru
c. Data Citra Landsat Jawa Barat tahun 2001
2. Alat
a. GPS
b. Meteran
c. Kompas
d. Kamera
e. Alat Tulis
f. Busur Derajat
g. Software ER Mapper 6.4
B. Proses Praktikum
1. Prosedur Penelitian
a. Waktu dan Lokasi
Waktu dan lokasi pengambilan data adalah sebagai berikut :
Hari : Jum’at - Minggu
Tanggal : 25 – 27 November 2011
Lokasi : Wilayah Kecamatan Sindangbarang dan Cidaun,
Kabupaten Cianjur.
Koordinat : 107° 8’ 39,43” - 107º 15’ 17,7” BT
7° 27’ 51,12” LS - 7º 29’ 15,3” LS
| DAFTAR PUSTAKA 50
Gambar 1 Lokasi Praktikum
b. Sumber Data
Sumber data yang kami gunakan adalah:
1) Data Primer yang langsung di peroleh dari hasil Pengamatan langsung di
lapangan berdasarkan hasil interpretasi dalam Citra dan Peta Rupa Bumi
(RBI).
2) Data Sekunder diperoleh dari litelatur-literatur yang berkenaan dengan
topik pembahasan dan data hasil pengolahan Citra Satelit.
c. Teknik Pengambilan Data
1) Observasi Lapangan
Observasi lapangan bertujuan untuk mendapatkan data yang jelas melalui
pengamatan langsung dilapangan. Observasi dalam penelitian ini dengan
mendatangi langsung lokasi-lokasi yang telah terplot sebelumnya dalam
Citra dan Peta Rupa Bumi (RBI).
2) Studi Kepustakaan
Studi Kepusatakaan dilakukan untuk melengkapi data-data, dengan jalan
membaca litelatur-litelatur yang sesuai dengan topik yang dibahas.
| DAFTAR PUSTAKA 51
2. Analisis Data
Teknik analisis data yang dilakukan oleh penulis adalah menganalisis data yang
kami peroleh saat penelitian per plot. Setiap plot penuli sambil satu sampel lokasi
berdasarkan analisis citra dan peta rupa bumi. Jadi saat di lapangan ploting penulis
lakukan berdasarkan hasil analisis citra. Ploting di lapangan penulis lakukan pada setiap
bentukan atau objek garis pantai yang telah di analisis secara manual dan digital.
3. Interpretasi Citra
Untuk mengawali proses praktikum ini, diperlukan pengolahan di laboratorium
terlebih dahulu untuk menginterpretasi data citra satelit yang ada dengan menggunakan
software ER Mapper 6.4. Dengan bantuan software ini, keadaan lapangan sudah dapat
diprediksikan dan dapat kita interpretasikan dengan beragam varian sesuai kajian untuk
memperoleh gambaran awal mengenai bentuk lahan daerah sekitar.
Berikut ini langkah-langkah pengolahan data citra satelit menggunakan ER Mapper 6.4:
a. Langkah 1 : membuka software ER Mapper 6.4
Buka software ER Mapper 6.4 dengan mengeklik di start menu, kemudian pilih ER
Mapper 6.4
Gambar 2 Membuka Pragram ER Mapper 6.4
| DAFTAR PUSTAKA 52
Akan muncul opening screen dari ER Mapper.
Gambar 3 Opening Screen dan Toolbar ER Mapper
Kemudian muncul toolbar ER Mapper seperti gambar di sebelah kanan.
b. Langkah 2 : Buka lembar kerja (Algorithm)
Langkah selanjutnya adalah, buka algoritma atau lembar kerja baru dengan
mengeklik icon
Akan muncul lembar kerja kosong (sebelah kanan) dan lembar tool algoritma
(sebelah kiri).
Gambar 4 Lembar Kerja dan Kotak Dialog Algorithm
Kemudian buka data citra satelit. Untuk mengolah data citra, dibutuhkan 6 layer
band yang berbeda agar memungkinkan pengolahan lebih lanjut. Langkahnya
dengan menduplikasi Pseudo Layer di samping kiri. Klik Pseudo Layer seperti
tampak pada gambar sebelah kanan, kemudian klik icon sebanyak 6 kali
untuk menduplikasi Pseudo Layer sehingga berjumlah 6 layer band. Hasilnya
seperti ini.
| DAFTAR PUSTAKA 53
Gambar 5 Pseudo Layer
c. Langkah 3 : Memasukkan Data Citra
Untuk memasukkan data citra, pilih pada [Ps] Default Layer, kemudian akan
tampak 6 buah gambar folder .
Gambar 6 Memasukkan Data Citra
Klik icon tersebut, kemudian akan muncul kotak dialog Raster Dataset berikut
| DAFTAR PUSTAKA 54
Gambar 7 Kotak Dialog Input Raster Dataset
Pilih Raster dataset secara berurutan dari band 1 (p122r65_200110512_B10.TIF)
dan klik OK this layer only. Maka lembar kerja kosong tadi akan terisi data citra
dan tool di band 1 akan terisi nama file.
Gambar 8 Data Citra dan Pseudo Layer 1 yang Sudah Terisi
Ulangi langkah memasukkan masing-masing data citra berdasarkan band tersebut
hingga semua band terisi dengan baik dan benar.
Jangan lupa untuk mengeklik pada OK this layer only, bukan pada button OK.
| DAFTAR PUSTAKA 55
Gambar 9 Pseudo Layer yang Sudah Terisi
Rename tiap layer dengan nama B1 sampai B7.
Gambar 10 Rename pada Pseudo Layer
Setelah itu file yang telah digabungkan di Save As pada pada folder tertentu dan
pilih ERMapper Raster Dataset (.ers) pada Files of Typenya.
| DAFTAR PUSTAKA 56
Seperti gambar berikut:
Gambar 11 Kotak Dialog Save As Dataset
Akan muncul kotak dialog seperti ini.
Gambar 12 Save As ER Mapper Dataset
Kemudian klik Default lalu OK. akan muncul tampilan berikut. Klik OK.
Gambar 13 Processing Save As
Selanjutnya data yang sama di Save As lagi dengan tipe file ER Mapper
Algorithm (alg). Langkahnya sama dengan yang tadi, kemudian OK.
Jangan lupa untuk lakukan cropping pada lembar kajian dengan melakukan
zooming pada data citra. Gunakan tool zoom box tool untuk memperoleh
gambaran yang lebih rinci pada data citra kita. Kemudian save.
| DAFTAR PUSTAKA 57
d. Langkah 4 : Membuat Kombinasi RGB 457
Pada tampilan setelah melakukan cropping, merubah bandnya dan
menyimpannya, selanjutnya kita close tampilan citra pada lembar kerja tersebut.
Lalu kita buka data cropping yang telah kita simpan.
Buka dengan mengeklik Edit Algorithm , akan terbuka tool algorithm dengan
masih berbentuk pseudo layer. Buka data citra yang tadi sudah kita edit. Duplikasi
kembali Pseudo layer. Kali ini hanya tiga layer saja. Kemudian ubah [Ps]
Default Surface dari Pseudo layer menjadi Red Green Blue.
Gambar 14 Mengubah Konfigurasi Layer
Akan tampak tiga Pseudo layer dibawah yang bertanda silang. Ganti masing-
masing pseudo layer dengan Red layer di bagian pseudo layer yang pertama,
Green layer untuk pseudo layer kedua dan Blue layer untuk pseudo layer yang
terbawah. Seperti tampak pada gambar dibawah.
| DAFTAR PUSTAKA 58
Gambar 15 Mengubah Pseudo Layer Menjadi RGB
Setelah itu ganti band masing-masing layer sesuai kajian. Untuk kajian
geomorfologi, bandnya adalah 457. Berarti band 4 di Red layer, band 5 di Green
layer, dan band 7 di Blue layer.
Gambar 16 Mengkonfigurasi RGB 457
Untuk melihat efek dari penggunaan band geomorfologi, klik tool Sehingga
data citra satelit yang tadinya seperti hitam putih (kiri), akan berubah menjadi
gambaran bentuk lahan yang beragam yang tidak Nampak di permukaan bumi
(kanan)
| DAFTAR PUSTAKA 59
Gambar 17 Hasil Data Citra RGB 457
Kemudian save file dengan konfigurasi RGB 457 tadi dengan file types
ERMapper Raster Dataset (.ers). Langkahnya sama dengan menyimpan file di
tahap awal tadi. Beri nama sesuai kehendak.
Gambar 18 Proses Menyimpan Dataset dengan tipe .ers
| DAFTAR PUSTAKA 60
Simpan kembali file konfigurasi RGB 457 tadi dengan file types ERMapper
Algorithm (.alg). Langkahnya sama dengan menyimpan file di tahap awal tadi.
Beri nama sesuai kehendak.
Gambar 19 Proses Menyimpan Dataset dengan tipe .alg
e. Langkah 5 : Membuat ISSOCLASS Unsuperviseed Clasification
Langkah ini dilakukan untuk mengklasifikasikan bentukan lahan secara otomatis
agar didapat interpretasi yang lebih mudah.
Sekarang lihat tool bar ER Mapper 6.4, klik menu bar Process dan pilih
Calculate Statistics.
Gambar 20 Menubar Process
Setelah itu akan muncul kotak dialog Calculate Statistics, pilih subsampling
interval, dan ganti intervalnya menjadi 1. Jangan lupa untuk mencentang pada
pilihan Force recalculate stats. Kemudian klik OK.
| DAFTAR PUSTAKA 61
Gambar 21 Kotak Dialog Calculate Statistics
Akan muncul kotak proses seperti ini. Tunggu hingga selesai dan klik OK.
Gambar 22 Proses Calculating Statistics
Close dan tutup kotak dialog Calculate Statistics.
Sekarang barulah kita mengklasifikasikan data citra ke dalam beberapa kelas.
Klik menu bar Process dan pilih Classification dan pilih ISOCLASS
Unsupervised Classification.
Gambar 23 Memilih ISOCLASS Unsupervised Classification
Lalu akan muncul kotak dialog Unsuppervised Classification seperti dibawah
ini.
Gambar 24 Kotak Dialog Unsupervised Classification
| DAFTAR PUSTAKA 62
Masukkan data citra satelit yang kita simpan tadi di Input Dataset. Klik OK.
Gambar 25 Kotak Dialog Input Dataset
Kemudian ganti Maximum number of classes menjadi 7 saja. Untuk
menyederhanakan proses. Isi juga Output Dataset dengan nama file dan direktori
yang diinginkan.
Gambar 26 Konfigurasi Klasifikasi
Kemudian akan muncul kotak proses pengklasifikasian. Tunggu hingga selesai
Gambar 27 Kotak Dialog Processing Status
Setelah selesai, tutup kembali lembar kerja yang berupa data citra satelit.
Kemudian buka lembar baru lewat toolbar Edit Algorithm , ganti Pseudo
layer dengan Class display.
| DAFTAR PUSTAKA 63
Gambar 28 Mengganti Pesudo Layer Dengan Class Display
Lalu buka raster dataset hasil output dari ISOCLASS unsupervised
classification yang tadi telah kita kerjakan sebelumnya. Kemudian klik OK.
Gambar 29 Memasukkan Raster Dataset
| DAFTAR PUSTAKA 64
Maka akan tampak data citra satelit yang berwarna hitam putih hasil
pengklasifikasian tadi.
Gambar 30 Data Citra yang Sudah Diklasifikasikan
Untuk lebih memudahkan dalam mengolah kelas-kelas tersebut, maka kita harus
mengubah warna-warna dasar tersebut. Klik menu bar Edit, pilih Class/Region
Color and Name.
Gambar 31 Menubar Edit untuk mengganti Warna Kelas
Akan muncul kotak dialog Edit Class/Region Details.
Gambar 32 Kotak Dialog Edit Class/Region Details untuk Mengganti Warna Kelas
| DAFTAR PUSTAKA 65
Ubah Name dengan jenis bentukan lahan, dan pilih Color menurut kehendak
yang membedakan dengan warna kelas lainnya.
Contoh hasilnya kita ambil seperti ini:
Gambar 33 Contoh Penggunaan Warna Pada Edit Class/Region Details
Save, kemudian close kotak dialog Edit Class/Region Details.
Untuk melihat efek dari editing warna yang telah kita masukkan tadi, refresh
dengan tool refresh image with 99% clip on limits . Lalu lihat hasilnya.
Gambar 34 Hasil Data Citra Setelah mengganti Warna
f. Langkah 6 : membuat Anotasi
Anotasi adalah layout legenda pada sebuah peta. Anotasi memungkinkan untuk
menggambar secara langsung di layar langsung dengan menggunakan fasilitas
teks, polygon, garis dan lain-lain.
| DAFTAR PUSTAKA 66
Langkahnya adalah, klik menu File, kemudian pilih page setup
Gambar 35 Mengkonfigurasi Page Setup
Lalu akan muncul kotak dialog page setup
Gambar 36 Kotak Dialog Page Setup
Pada dialog Page Setup, ubah beberapa point sesuai dengan peta yang
dikehendaki. Pada background colour ubah Set Colour menjadi white.
Kemudian constraints pilih menjadi Auto Vary : Borders. Skala harus diubah
ukurannya sekitar 1:50000 sampai 1:100000 kemudian posisi kertas pun di atur
menjadi A4 Landscape. Apabila telah diatur klik Apply dan OK.
| DAFTAR PUSTAKA 67
Buka algorithm, kemudian pilih edit dan klik Add Vectort Layer – Anotation
Map/Map Composition seperti gambar berikut :
Gambar 37 Membuat Anotasi
Di kotak dialog algoritm, pilih menu Edit kemudian Create Region atau klik
tombol Anotate Vector Layer, maka akan muncul dialog box tool seperti
gambar berikut,
Gambar 38 Kotak Dialog Anotation
Klik OK. Maka akan muncul toolbox berikut.
Gambar 39 Toolbox
| DAFTAR PUSTAKA 68
Tools ini akan membantu kita dalam layout peta.
Klik tombol Map Rectangle
kemudian akan muncul kotak dialog Map Object Select dan Map Object
Atribute, pilih Grid dan pilih LL.
Gambar 40 Map Object Select untuk Grid
drag grid LL ke Map Object Atribute. Klik Fit Grid pada button di samping.
Grid akan secara otomatis muncul dan akan menyesuaikan dengan peta citra.
Gambar 41 Editing untuk Grid Peta
| DAFTAR PUSTAKA 69
Edit beberapa point agar sesuai. Setelah sesuai. Hasilnya seperti berikut.
Gambar 42 Data Citra Setelah Memakai Grid
Sekarang kita akan membuat legenda peta. Lihat kembali Map Object Select.
Pilih Legend_item pada Category.
Gambar 43 Map Object Select untuk Legenda
Karena peta citranya hasil klasifikasi pilih jenis skala
Legend_item/Classification_legend pada Map Object Select. Kemudian drag
ke layer data citra. Atur box legenda di data citra, kemudian masukkan file pada
Classified Raster File dan atur Labelnya.
| DAFTAR PUSTAKA 70
Gambar 44 Editing untuk Legenda Peta
Hasilnya seperti berikut.
Gambar 45 Data Citra Setelah Memakai Legenda
Setelah legenda terpilih, lalu kita masukkan skala peta. Pilih Scale_bar pada
Category, kemudian akan muncul dialog box seperti gambar berikut.
Gambar 46 Map Object Select untuk Scale Bar
| DAFTAR PUSTAKA 71
Pada Scale bar, pilih skala mana yang akan ditampilkan pada layout. Apabila
telah memilih salah satu jenis skala, drag pada layar data citra.
Hasilnya seperti berikut.
Gambar 47 Data Citra Setelah Memakai Skala
Selanjutnya kita akan membuat arah mata angin (arah utara). Lihat kembali Map
Object Select, Pilih North_Arrow pada Category kemudian akan muncul
berbagai jenis arah utara pada seperti gambar berikut.
Gambar 48 Map Object Select untuk North Arrow
Pilih salah satu jenis arah utara kemudian drag pada layar data citra.
| DAFTAR PUSTAKA 72
Hasilnya seperti berikut.
Gambar 49 Data Citra Setelah Memakai Arah Mata Angin
Selanjutnya adalah membuat judul peta. Pada Tools klik kemudian klik pada
tempat judul layar layout, ketik judulnya dibawah text pada kotak text style dan
atur besar huruf, jenis dan perataan teksnya. Tampilannya seperti gambar berikut:
Gambar 50 Kotak Dialog Text
Pada text style isikan judul peta, kemudian pengaturan hurufnya, posisi, juga
warna, apabila telah selesai klik Apply judul akan tampil pada legenda.
Dengan keterangan dan layout demikian telah cukup untuk membuat sebuah peta.
Namun apabila kurang dan ingin menambahkan yang lainnya, lakukan sesuai
kehendak dan sesuai kaidah kartografi.
| DAFTAR PUSTAKA 73
Hasil akhirnya akan seperti berikut.
Gambar 51 Data Citra Hasil Anotasi
4. Lapangan
Observasi lapangan bertujuan untuk mendapatkan data yang jelas melalui
pengamatan langsung di lapangan. Observasi dalam penelitian ini dengan mendatangi
langsung lokasi-lokasi yang telah terplot sebelumnya dalam Citra dan Peta Rupabumi.
Deskripsi mengenai lapangan akan secara rinci dibahas pada BAB IV Hasil Praktikum.
5. Akurasi Interpretasi
Tahap uji ketelitian perlu dilakukan untuk memperbaiki dan membandingkan
sampai berapa jauh tingkat akurasi data yang diperoleh dari pekerjaan interpretasi,
sehingga pada tahap akhir akan diperoleh suatu hasil berupa peta yang dapat diandalkan
kebenaran atau keakuratan datanya.
Toleransi tehadap kesalahan antara 0-20% dapat dianggap baik ketelitianya,
sedangkan kesalahan yang melampau 20% dianggap kurang akurat tingkat ketelitianya.
Dalam penelitian ini telah diaplikasikan uji ketelitian dengan cara yang pertama.
Secara umum tingkat uji ketelitian berkisar 80%, karena jika uji ketelitian berada
dibawah angka tersebut, akan memberikan konsekuensi terhadap kualitas data
geomorfologi yang diperoleh, jadi uji ketelitian tersebut berperanan penting menentukan
| DAFTAR PUSTAKA 74
kualitas data yang dihasilkan dari penelitian. Sebagai gambaran mengenai uji ketelitian
suatu daerah dapat diketehui dari tabel berikut ini:
Tabel 9 Matrik Ketelitian
Kenyataan Lapangan
A B C D E F
Inte
rpre
tasi
A - - - - -
B - - - - -
C - - - - -
D - - - - -
E - - - - -
F - - - - -
Dalam penelitian ini terjadi kesalahan interpretasi dengan kenyataan di lapangan.
Berikut ketelitian interpretasi masing-masing objek:
A= 1/1 x 100% = 100%
B= 1/1 x 100% = 100%
C= 1/1 x 100% = 100%
D= 0/1 x 100% = 0%
E= 1/1 x 100% = 100%
F= 1/1 x 100% = 100%
Ketelitian interpretasi 5/6 x 100% = 83,3%
Keterangan:
A = Bentukan Denudasional
B = Bentukan Fluvial
C = Bentukan Struktural
D = Bentukan Vulkanik
E = Bentukan Marine
F = Bentukan Karst
| DAFTAR PUSTAKA 75
BAB IV
HASIL PRAKTIKUM
A. Deskripsi Lokasi PraktikumPraktikum kali ini dilakukan dalam kelompok besar yang beranggotakan sekitar 20
orang. Di dalam kelompok besar tersebut kemudian dibagi ke dalam 10 kelompok kecil
yang beranggotakan dua orang pada masing-masing plotnya. Penentuan plotting
dilakukan di laboratorium berdasarkan keberagaman kajian dan fenomena yang dikaji
pada tiap bidang. Untuk kelompok geomorfologi dikhususkan untuk mengkaji berbagai
macam bentang lahan alam.
Gambar 52 Kecamatan Sindangbarang
Daerah praktikum yang kami lakukan dilaksanakan di Kabupaten Cianjur tepatnya
di daerah Kecamatan Sindangbarang dan Cidaun ± 180 km dari ibu kota provinsi Jawa
Barat, Bandung. Luas wilayah Kabupaten Cianjur 350.148 hektar. Dengan batas wilayah
sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, sebelah utara berbatasan dengan
Kabupaten Bogor, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan sebelah
timur berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Garut.
| DAFTAR PUSTAKA 76
Kecamatan Sindangbarang
Berikut ini data lengkap daerah Plot masing-masing pada kajian Geomorfologi.
Tabel 10 Data Interpreter dan Lokasi Plot
Plot Interpreter Lokasi Koordinat
1 Daniel – AvnitaDesa Saganten
Kecamatan Sindangbarang107° 08’ 39,43” BT7° 27’ 51,12” LS
2 Yegi – HildaDesa Muara Cikadu
Kecamatan Sindangbarang107° 08’ 53,07” BT07° 25’ 50” LS
3 Rahendra – IneuDesa Simpang
Kecamatan Sindangbarang107° 10’ 13,29” BT7° 24’ 58,18” LS
4 Deris – DiniDesa Girimukti
Kecamatan Sindangbarang107° 09’ 56,52” BT07° 24’ 56,27” LS
5 Sugiyanto – ReniDesa Mekarlaksana
Kecamatan Sindangbarang107° 09’ 51,1” BT7° 28’ 35” LS
6 Ricky – ArtiDesa Jayagiri
Kecamatan Sindangbarang107° 11’ 52” BT07° 28’ 00” LS
7 Rega – RestuDesa Sirnagalih
Kecamatan Sindangbarang107º 06’ 30” BT07º 26’ 20” LS
8 Gani – FitriDesa Cisalak
Kecamatan Cidaun107° 15’ 15,43” BT07° 29’ 19,64” LS.
9 Dimas – WiwitDesa Sukapura
Kecamatan Cidaun107° 12’ 58.89” BT07° 28’ 38.18” LS
10 Cepi - IntimDesa Cisalak
Kecamatan Cidaun107º 15’ 17,7” BT7º 29’ 15,3” LS
1. Kondisi Umum
a. Kondisi Geologi
Struktur geologi daerah Sindangbarang dan Cidaun merupakan daerah sesar,
lipatan, kelurusan dan kekar yang berusia Oligo-Miosen sampai Kuarter.
Terdapat sesar yang terdiri dari sesar geser dan sesar normal. Pola lipatan
yang dijumpai berupa antiklin, sinklin dan fleksur. Kelurusan yang ada di
| DAFTAR PUSTAKA 77
daerah tersebut diduga merupakan sesar berarah baratlaut-tenggara. Kekar
yang berada disini dijumpai pada batuan andesit.
Formasi yang membentuk kawasan Kecamatan Sindangbarang dan sekitar
pesisir Cianjur Selatan adalah formasi Bentang dan Koleberes yang
merupakan batuan sedimen dan formasi Jampang yang merupakan batuan
Vulkanik serta sedimen alluvium dan endapan pantai di sebagian garis pantai.
Formasi Bentang berisi runtunan turbidit berupa batupasir tuf berlapis baik,
kurang mampat; tuf kristal dan tuf batuapung dengan sisipan lempung,
batulanau, batulempung napalan; dan breksi andesit, konglomerat, tuf lapilli
dan breksi tuf. Terdapat breksi batuapung kemudian batupasir hitam yang
merupakan lapisan tipis di bagian selatan.
Formasi Koleberes berisi batupasir tuf berlapis baik, kurang mampat, dan tuf
Kristal; dengan sisipan tuf, breksi tuf batuapungan dan breksi bersusunan
andesit. Batupasir kelabu kecoklatan, terutama terdiri dari batuan andesitan
dengan sejumlah batuapung.
Sedangkan formasi Jampang berisi breksi andesit yang tersemen baik,
tersingkap di sepanjang lembah yang terkena erosi dalam sekali di bagian
tenggara wilayah Sindangbarang. Sedangkan batuan yang berada di bagian
dasar tidak tersingkap.
b. Kondisi Geomorfologi
Bentukan-bentukan geomorfologi secara umum di daerah kecamatan
Sindangbarang dan sekitarnya adalah bentukan asal struktural, denudasional,
karst, marine, dan bentukan asal fluvial.
Bentukan asal struktural secara jelas dapat dilihat dari data citra satelit yang
diolah melalui software ER Mapper dengan kombinasi band 457. Bentukan ini
juga diperkuat dengan data dari peta Geologi lembar Sindangbarang dan
Bandarwaru yang menunjukkan hal serupa. Bentukan ini berupa kelurusan-
kelurusan dan sesar-sesar.
Terdapat pula bukit-bukit sisa yang terdenudasi dan sisa-sisa bentukan karst
yang telah tererosi. Bentukan asal marine terdapat di sepanjang pantai dan
| DAFTAR PUSTAKA 78
mempengaruhi terhadap bentukan di atasnya. Karena banyak terlihat endapan
pasir besi di sepanjang pantai.
c. Kondisi Sosial
Wilayah Kecamatan Sindangbarang dan cidaun marupakan daerah pesisir
pantai yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Keadaan sosial
warga disana hampir sama dengan keadaan wilayah pesisir pada umunya di
Indonesia yang terpencil.
Rumah warga berupa rumah panggung berbentuk semi permanen dan ada juga
sebagian yang sudah permanen. Itu juga berada di sekitar pusat pemerintahan
Kecamatan Sindangbarang dan Cidaun.
Populasi warga sekitar sangat jarang dengan kepadatan juga yang jarang.
Warga sekitar bermata pencaharian sebagai petani, berdagang (mempunyai
warung) dan bekerja sebagai buruh proyek pembangunan. Warga menganut
agama Islam dengan sudah tidak lagi menganut adat-istiadat animisme dan
dinamisme.
Alat transportasi yang digunakan adalah angkutan umum minibus atau Elf.
Satu-satunya trayek transportasi umum yang melintas di wilayah ini adalah
trayek Elf jurusan Cidaun – Cianjur. Wilayah desa erat kaitannya dengan
kegiatan bertani atau berkebun. Demikian pula di daerah ini. Pertanian disini
berupa sawah irigasi dan huma dengan sistem tadah hujan. Warga memanen
satu hingga dua kali selama setahun dengan hasil panen yang kurang
memadai.
2. Kondisi Plota. Plot 1
Lokasi : Desa Saganten, Kecamatan Sindangbarang
Koordinat : 107° 8’ 39,43” BT dan 7° 27’ 51,12” LS
1) Kondisi Geologi
Desa saganten dilihat dari kondisi geologinya dapat dikelompokan
menjadi beberapa unit geologi, yaitu Marine, dengan unit geologi berpasir
besi
| DAFTAR PUSTAKA 79
2) Kondisi Geomorfologi
Bentukan-bentukan geomorfologi secara umum di daerah saganten dan
sekitarnya adalah : bentukan denudasional, marine, dataran abrasi.
3) Kondisi sosial
Keadaan sosial masyarakat di daerah saganten dan sekitarnya tampak
sesuai dengan wilayahnya. Dilihat dari segi ekonomi kebanyakan
penduduknya bermatapencaharian sebagai petani dan nelayan. Dilihat dari
segi pemukimannya di desa saganten ini didominasi yaitu oleh semi
permanen walaupun ada juga di antaranya yang permanen, karena lokasi
kami di desa maka kendaran umum tidak ada, hanya kendaraan pribadi
saja yang melintas di daerah ini. Dilihat dari segi ekonomi wilayah ini
termasuk kedalam kategoti cukup, dalam artian tidak kekurangan dalam
hidupnya. Masyarakatnya sendiri cukup ramah terhadap tamu yang datang
berkunjung ke wilayahnya.
b. Plot 2
Lokasi : Desa Muara Cikadu, Kecamatan Sindangbarang
Koordinat : 107° 8’ 53,07” BT dan 07° 25’ 50” LS
1) Kondisi Fisik
Desa muara cikadu adalah desa yang terletak diantara dua bukit
memanjang dan memiliki stukturbatuan yang sama antar kedua bentuk
bukitnya tersebut. desa ini memiliki sungai memanjang dan memiliki
kelokan sungai yang tajam, kelokan sungai tersebut di duga terbentuk oleh
erosi lahan yang terjadi di sekitar sungai.
2) Kondisi Geomorfologi
Daerah cibentang ini selain memliki kelokan sungai yang tajam juga
memiliki bentukan sungai yang memanjang. Dan diidentifikasi sementara
bahwa wilayah tersebut memilki patahan. Selain tersebut di atas wilayah
ini juga memiliki bentukan yang bergelombang dimana di sana terlihat
bentukan-bentukan bukit berbaris di antara kanan kiri sungai, setelah di
identifikasi lebih lanjut ternyata dua bukit yang terpisah oleh sungai besar
| DAFTAR PUSTAKA 80
tersebut memiki jenis batuan yang sama. Serta terlihat meiliki bentukan
yang sama
3) Kondisi Geologi
Batuan yang terbentuk di daerah ini kebanyakan berasal dari batuan
sedimentasi laut, yang mana sedimentasi tersebut berubah menjadi tufa
lempung .
4) Kondisi Sosial
Daerah muara cikadu adalah daerah yang jarang penduduk, sebagian
besar menganut agama islam dan banyak diantaranya menggunakan
bahasa sunda sebagai salasatu bahasa kesehariannya.
c. Plot 3
Lokasi : Desa Simpang, Kecamatan Sindangbarang
Koordinat : 107° 10’ 13,29” BT dan 7° 24’ 58,18” LS
1) Kondisi Fisik
Kondisi fisik di daerah Simpang merupakan daerah perbukitan
bergelombang dengan batuan yang tersingkap berjenis batu lempung.
Vegetasi daerah sekitar 30% menutupi lahan dengan jenis pepohonnan dan
rumput-rumputan (semak belukar).
1) Kondisi Sosial
Kampung Gempol merupakan salah satu kampung di desa Girimukti
sekitar 5 km ke arah utara dari Kecamatan sindangbarang. Kampung ini
berjarak sekitar 2 km dari jalan utama dan berada di balik bukit sehingga
akses untuk mencapai kesana pun agak sulit. Untuk pola pemukimannya
di kampung Gempol cenderung mengelompok dan tidak terlalu mengikuti
pola aliran sungai ataupun jalan raya karena di daerah ini hanya terdapat
jalan setapak dan berbatu. Keadaan bangunan rumah di kampung Gempol
mayoritas adalah bangunan semi permanen walaupun ada juga rumah
yang sudah permanen. Mata pencaharian utama masyarakat Gempol
adalah seorang petani dan ada pula yang berternak hewan. Jumlah
| DAFTAR PUSTAKA 81
penduduk di kampung Gempol sendiri adalah sekitar 130 KK yang
mayoritas beragama muslim dan budaya sunda.
d. Plot 4
Lokasi : Desa Girimukti, Kecamatan Sindangbarang
Koordinat : 107° 09’ 56,52” BT dan 7° 24’ 56,27” LS
1) Kondisi Fisik
Kondisi fisik di daerah Simpang merupakan daerah perbukitan
bergelombang dengan batuan yang tersingkap berjenis batu lempung.
Vegetasi daerah sekitar 30% menutupi lahan dengan jenis pepohonnan dan
rumput-rumputan (semak belukar).
2) Kondisi Sosial
Lokasi penelitian di plot 4 berada di wilayah Desa Girimukti, kecamatan
sindang barang kabupaten Cianjur. Jawa Barat. Luas wilayah Desa
Girimukti adalah 1343 Ha dengan Keadaan itu ditunjang dengan
banyaknya sungai besar dan kecil yang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber daya pengairan tanaman pertanian. Sungai terpanjang di Cianjur
adalah Sungai Cibuni, yang bermuara di Samudra Hindia.
3) Kondisi Geomorfologi
Banyak bentukan-bentukan di daerah praktikum ini, seperti: Struktural,
sedimentasi, Meander, Bukit Karst, Marin, Karst dan Perbukitan tererosi.
Namun pada lokasi ploy khusus kajian bentukan geomorfologi yang
ditemukan hanya marine dan fluvial.
3) Iklim
Keadaan iklim di daerah praktikum ini pada umumnya beriklim tropic
basah, hal ini ditandai dengan adanya hutan homogeny dengan kerapatan
padat atau tinggi. Namun di daerah selatannya, daerah dekat pantai,
hawanya panas. Hawa yang panas ini dikarenakan terpengaruh kondisi
pantai.
4) Kondisi Sosial
Tipe bentang lahan pada daerah praktikum yaitu berupa desa dengan
bentuk pola pemukiman yang tidak beraturan. Keadaan warga sekitar
sangat ramah dan kehidupan sosial komunikasi antar warga juga berjalan
dengan baik, hal ini dapat dilihat dari keseharian warga yang suka
berkelompok atau berkumpul di suatu tempat seperti warung atau pondok-
pondok kolam ikan air payau di sekitar muara sungai.
| DAFTAR PUSTAKA 92
Jika dilihat dari bentuk tipe pemukiman warga disekitar lokasi plot penulis
menemukan semua rumah tersebut telah permanen namun tidak tahan
gempa, sedangkan gempa-gempa kecil kerap kali terjadi di daerah ini.
Pernah suatu waktu warga mengalami gempa yang sangat dahsyat hingga
7,8 skala richter yang menbuat rumah, dan bangunan lainnya roboh serta
berantakan.
Masalah yang selalu membuat warga risau yaitu masalah penambangan
pasir besi. Penambangan pasir besi secara terus menerus menyebabkan
jarak antara rumah warga dan lautan semakin dekat atau laut semakin
maju ke daratan. Serta menimbulkan udara yang tidak sejuk dan panas.
Terkadang warga berusaha untuk melaporkan atau ingin beramai-ramai
melawan dan menentang penambangan tapi tetap saja tidak ada hasilnya
karena pemerintah daerah sendiri yang mengizinkan untuk adanya
penambangan. Dari pihak yang melakukan penambangan pernah berjanji
bahwa masyarakat akan dapat bagian dari hasil penambangan pasir besi
tersebut tapi hingga saat penulis melakukan penelitian dan membicarakan
hal tersebut dengan warga tak ada se dikitpun yang warga dapatkan selain
hanya janji kosong.
Hal yang nampak mencolok disekitar lokasi kajian adalah adanya
perbedaan bentuk rumah, karena kemiskinan banyak warga yang memilih
untuk pergi menjadi TKW atau TKI ke arab. Jika mereka telah pulang dari
pekerjaannya atau dari Arab maka gaya hidupnya dibanding warga yang
lain dan mereka akan mebangun rumah yang mewah
Keragaman suku di daerah ini adalah homogen yaitu suku sunda meski
ada beberapa orang luar yang tinggal dan menetap didaerah tersebut.
Untuk tingkat pendidikan para warga menyekolahkan anak-anaknya dan
inginnya anak-anak mereka bisa hingga sekolah tinggi namun kembali ke
faktor kemiskinan mereka berhenti sekolah atau cukup sampai SMA dan
bagi mereka fokus terpenting adalah mencari uang.
| DAFTAR PUSTAKA 93
B. Morfologi Bentang Lahan Mayor pada Citra Landsat
Bentuk lahan yang dapat teramati dan diinterpretasi adalah bentuk lahan fluvial dan
denudasional. Dalam plot ini dapat teramati warna biru muda yang seragam, rona yang
cerah dan sedikit atau tidak memiliki bayangan. Kemudian warna cokelat muda dengan
sedikit sekali bayangan. Berikut ditampilkan dalam data citra satelit dan foto
dokumentasi lapangan.
1. Denudasional
Morfologi bentang lahan denudasional dapat diketahui melalui interpretasi data
citra dengan aspek-aspek karakteristik seperti bentuk, tekstur, warna, rona dan situs.
Berikut selengkapnya karakteristik bentang lahan denudasional pada data citra.
Tabel 11 Karakteristik Bentang Lahan Denudasional pada Citra Landsat
Karakteristik Hasil Interpretasi
Bentang Lahan
Citra Satelit
Bentuk Bergelombang
Denudasional
Tekstur Agak kasar
Warna Cokelat muda
Rona Agak gelap
Situs Dataran
Morfologi denudasional memiliki bentuk bergelombang hingga datar dikarenakan
denudasional merupakan bukit-bukit sisa yang kurang memiliki tekstur yang jelas.
Sehingga hanya sedikit memiliki bayangan dan ronanya agak gelap hingga cerah. Situs
atau kompleks yang dapat diasosiasikan untuk menginterpretasi bentang lahan
denudasional adalah dataran atau sungai sebagai media transport massa tanah dari bukit
menuju dataran.
| DAFTAR PUSTAKA 94
2. Fluvial
Morfologi bentang lahan Fluvial dapat diketahui melalui interpretasi data citra
dengan aspek-aspek karakteristik seperti bentuk, tekstur, warna, rona dan situs. Berikut
selengkapnya karakteristik bentang lahan denudasional pada data citra.
Tabel 12 Karakteristik Bentang Lahan Fluvial pada Citra Landsat
KarakteristikHasil
InterpretasiBentang Lahan
Citra Satelit
Bentuk Datar
Fluvial
Tekstur Halus
Warna Biru muda
Rona Cerah
Situs Sungai, bukit
Morfologi fluvial memiliki bentuk yang datar dan luas. Teksturnya halus karena
memiliki keseragaman vegetasi dan ketinggian. Keadaan lahan yang datar dan ini
memungkinkan bentuk lahan ini memiliki rona cerah dan tidak memiliki bayangan. Situs
yang dapat mempermudah interpretasi terhadap objek ini adalah sungai dan bukit-bukit.
3. Struktural
Morfologi bentang lahan Struktural dapat diketahui melalui interpretasi data citra
dengan aspek-aspek karakteristik seperti bentuk, tekstur, warna, rona dan situs. Berikut
selengkapnya karakteristik bentang lahan denudasional pada data citra.
| DAFTAR PUSTAKA 95
Tabel 13 Karakteristik Bentang Lahan Struktural pada Citra Landsat
KarakteristikHasil
InterpretasiBentang Lahan
Citra Satelit
Bentuk Bergelombang
Struktural
Tekstur Kasar
Warna Cokelat
Rona Agak gelap
Situs Sungai, bukit
Morfologi Struktural memiliki bentuk yang bergelombang. Teksturnya kasar karena
merupakan morfologi yang heterogen atau beragam. Keadaan lahan yang bergelombang
akibat tenaga endogen ini memungkinkan bentuk lahan ini memiliki rona yang gelap dan
memiliki bayangan. Situs yang dapat mempermudah interpretasi terhadap objek ini
adalah sungai dan bukit-bukit.
4. Vulkanik
Morfologi bentang lahan Vulkanik dapat diketahui melalui interpretasi data citra
dengan aspek-aspek karakteristik seperti bentuk, tekstur, warna, rona dan situs. Berikut
selengkapnya karakteristik bentang lahan denudasional pada data citra.
| DAFTAR PUSTAKA 96
Tabel 14 Karakteristik Bentang Lahan Vulkanik pada Citra Landsat
KarakteristikHasil
InterpretasiBentang Lahan
Citra Satelit
Bentuk Bergelombang
Vulkanik
Tekstur Kasar
Warna Cokelat tua
Rona Gelap
Situs Sungai, bukit
Morfologi Vulkanik memiliki bentuk yang datar sampai bergelombang. Teksturnya
kasar karena memiliki ketidakseragaman vegetasi dan ketinggian. Keadaan lahan yang
tidak seragam ini memungkinkan bentuk lahan memiliki rona gelap dan memiliki
bayangan. Situs yang dapat mempermudah interpretasi terhadap objek ini adalah sungai
dan gunung.
5. Marine
Morfologi bentang lahan Marine dapat diketahui melalui interpretasi data citra
dengan aspek-aspek karakteristik seperti bentuk, tekstur, warna, rona dan situs. Berikut
selengkapnya karakteristik bentang lahan denudasional pada data citra.
| DAFTAR PUSTAKA 97
Tabel 15 Karakteristik Bentang Lahan Marine pada Citra Landsat
KarakteristikHasil
InterpretasiBentang Lahan
Citra Satelit
Bentuk Datar
Marine
Tekstur Kasar
Warna Orange
Rona Cerah
Situs Laut, pantai
Morfologi Marine memiliki bentuk yang datar dan luas di pesisir pantai. Teksturnya
kasar karena berupa hamparan endapan material laut yang tidak seragam. Keadaan lahan
yang datar dan ini memungkinkan bentuk lahan ini memiliki rona cerah dan tidak
memiliki bayangan. Situs yang dapat mempermudah interpretasi terhadap objek ini
adalah laut dan pesisir pantai.
6. Karst
Morfologi bentang lahan Karst dapat diketahui melalui interpretasi data citra
dengan aspek-aspek karakteristik seperti bentuk, tekstur, warna, rona dan situs. Berikut
selengkapnya karakteristik bentang lahan denudasional pada data citra.
| DAFTAR PUSTAKA 98
Tabel 16 Karakteristik Bentang Lahan Karst pada Citra Landsat
KarakteristikHasil
InterpretasiBentang Lahan
Citra Satelit
Bentuk Bergelombang
Karst
Tekstur Halus
WarnaCokelat Kekuningan
Rona Agak gelap
Situs Bukit, sungai
Morfologi Karst memiliki bentuk yang bergelombang. Teksturnya halus karena
berupa bentukan yang tidak seragam. Keadaan lahan yang bergelombang ini
memungkinkan bentuk lahan ini memiliki rona agak gelap dan memiliki bayangan. Situs
yang dapat mempermudah interpretasi terhadap objek ini adalah bukit dan sungai.
C. Morfologi Bentang Lahan Mayor di Lapangan
1. Denudasional
Bentuk lahan denudasional di lapangan ditandai dengan adanya erosi yang besar,
transportasi massa tanah ke lahan yang lebih rendah dan vegetasi yang jarang. Bukti
lapangan terhadap adanya morfologi denudasional adalah dengan adanya bukit-bukit
landai dengan vegetasi sekitar 20% menutupi lahan. Meskipun tidak ditemukan bukti
longsoran ataupun pergerakan massa tanah, namun diperkirakan terdapat erosi percik
dengan kuantitas sedang yang mentransport massa tanah le lahan yang lebih rendah.
| DAFTAR PUSTAKA 99
Berikut ini foto bukti lapangan bentuk lahan denudasional.
Gambar 54 Bentang Lahan Denudasional di Lapangan
2. Fluvial
Bentuk lahan fluvial di lapangan ditandai dengan adanya bentangan lahan yang
luas, vegetasi homogen, adanya sedimentasi dan berasosiasi dengan sungai. Bukti
lapangan terhadap adanya morfologi fluvial adalah dengan adanya dataran sawah yang
luas dengan tanah pasir berlempung hasil endapan material tanah dari bukit sekitar.
Ditemukan pula fauna sawah berupa keong pada singkapan batuan.
| DAFTAR PUSTAKA 100
Bentang lahan mayor denudasional berbentuk perbukitan dengan kemiringan lereng sekitar 10-15° dengan vegetasi 15% yang menutupi lahan.
Berikut ini foto bukti lapangan bentuk lahan fluvial.
Gambar 55 Bentang Lahan Fluvial di Lapangan
3. Struktural
Gambar 56 Bentang Lahan Struktural
Bentukan geomorfologi bentuk Lahan Mayor yaitu struktural yang terbukti banyak
sekali erosi dan endapan-endapan sedimentasi tidak itu saja ada juga lahan bentuk minor
seperti perbukitan Dome, Perbukitan Sinklinal dan antiklinal di sekitar kawasan plot
kami, juga menemukan Sawah di areal perbukitan dalam areal Plot 4.
| DAFTAR PUSTAKA 101
Bentang lahan mayor fluvial berbentuk persawahan (dataran alluvial). Dengan adanya bukti fauna sawah
4. Vulkanik
Tidak ditemukan di lapangan
5. Marine
Bentang lahan marine berupan dataran karena terletak di pantai, dipengaruhi oleh
ombak dari pantai, di sisi pantai merupakan dataran yang tererosi oleh abrasi air laut,
dibelakang garis pantai ini terdapat perbukitan yang dimanfaatkan untuk pesawahan. Di
daerah penelitian kami disana terdapat tumbuhan mangrove tetapi tidak banyak, di
sepanjang garis pantai yang kami lalui terdapat tumuhan rambat, Garis pantai yang ada
di sekitar daerah ini ruksak oleh abrasi air laut. Maka dari itu garis pantai berdekatan
dengan dataran.
Gambar 57 Gundukan Pasir Besi
6. Karst
Perbukitan Karst ditemukan hanya beberapa bukit, dan perbukitan tersebut
didominasi oleh batuan tufa lempung, dan bukan batuan karst. Berikut bentuk otentik
yang kami dapat dari hasil lapangan :
Gambar 58 Perbukitan Denudasional
| DAFTAR PUSTAKA 102
D. Pembahasan
Berikut ini pembahasan pada setiap plot kajian Geomorfologi
1. Plot 1
a. Analisis geomorfologi
Gambar 59 Bentuk di Citra dan Lapangan
Bentukan datar karena terletak di pantai, di pengaruhi oleh ombak dari pantai,
di sisi pantai merupakan dataran yang tererosi oleh abrasi air laut, plot ini
berkoordinat 107° 8’ 39,43” BT dan 7° 27’ 51,12” LS. Di belakang garis
pantai ini terdapat perbukitan yang di manfaatkan untuk pesawahan. Kami di
sana tidak menemukan pemukiman warga. Di daerah penelitian kami di sana
terdapat tumbuhan mangrove tetapi tidak banyak, di sepanjang garis pantai
yang kami lalui terdapat tumuhan rambat, Garis pantai yang ada di sekitar
daerah ini ruksak oleh abrasi air laut. Maka dari itu garis pantai berdekatan
dengan dataran.
b. Analisis satuan bentukan geomorfologi
Analisisnya yaitu di kecamatan Sindangbarang tepatnya plot 1 ini di desa
saganten, plot ini berkoordinat 1070 8’ 39,43” BT dan 7027’51,12” LS.
Setelah melakukan analisis di sana terdapatkan yaitu : bentuk, datar. Tekstur
halus. Warna biru. Rona gelap. Situs dekat dengan air laut. Hasil interpretasi
yaitu marine. Maka dari itu analisisnya sesuai dengan citra dan lapangannya
tidak menemukan perubahan. Tetapi di daerah sekitar plot terdapat perbukitan
yang di manfaatkan untuk pesawahan dan perkebunan.
| DAFTAR PUSTAKA 103
c. Ketelitian citra landsat
Data Landsat TM (Thematic Mapper) diperoleh pada tujuh saluran spektral
yaitu tiga saluran tampak, satu saluran inframerah dekat, dua saluran
inframerah tengah, dan satu saluran inframerah thermal. Lokasi dan lebar dari
ketujuh saluran ini ditentukan dengan mempertimbangkan kepekaannya
terhadap fenomena alami tertentu dan untuk menekan sekecil mungkin
pelemahan energi permukaan bumi oleh kondisi atmosfer bumi. Jensen (1986)
mengemumakan bahwa kebanyakan saluran TM dipilih setelah analisis nilai
lebihnya dalam pemisahan vegetasi, pengukuran kelembaban tumbuhan dan
tanah, pembedaan awan dan salju, dan identifikasi perubahan hidrothermal
pada tipe-tipe batuan tertentu.
Data TM mempunyai proyeksi tanah IFOV (instantaneous field of view) atau
ukuran daerah yang diliput dari setiap piksel atau sering disebut resolusi
spasial. Resolusi spasial untuk keenam saluran spektral sebesar 30 meter,
sedangkan resolusi spasial untuk saluran inframerah thermal adalah 120 m
(Jensen,1986). Secara umum setelah dibuktikan di lapangan semua data yang
dianalisis sesuai antara citra dan lapangan yaitu sama tidak ada perubahan
yang Nampak.
d. Aplikasi
Analisis ini untuk kajian geomorfologi dapat di aplikasikan ke dalam
kehidupan, seperti kajian marine yang berada di pantai bisa di manfaatkan
untuk wisata pantai, tentunya bermanfaat untuk warga di sekitar pantai
tersebu. Tidak menutup kemungkinan apabila wisata pantai di daerah itu
terkenal, tidak hanya warga sekitar saja yang dapat merasakan manfaatnya
wilayah itu pun akan mersakan manfaatnya, yang dapat membantu
perekonomian daerah itu. Tetapi apabila melihat kondisi di laut yang ada di
daerah itu tidak memungkinkan untuk di jadikan tempat berenang mengingat
laut tersebut mempunyai gelombang yang sangat besar.
| DAFTAR PUSTAKA 104
2. Plot 2
Plot 2 berkoordinat 107° 8’ 30,42” LS dan 07° 26’ 10,24” BT untuk kelompok yang
mengkaji kajian Geomorfologi dengan kajian Karst. Ciri ciri yang terdapat pada Citra
Landsat yang membuktikan bahwa adanya Karst yaitu:
Bentuk : Datar
Tekstur : Halus
Warna : Coklat muda, kekuningan
Rona : Cerah
Situs : Dekat aliran sungai
Hasil Interpretasi : Bentukan Karst
Uji Lapangan : Terdapat banyak batuan gamping dan ternyata bukan
perbukitan karst, melainkan perbukitan tanaman rakyat
Bukti bahwa disana tidak ada perbukitan karst :
Gambar 60 Bentuk di Citra dan Lapangan
a. Gambaran Umum
Setelah melakuan interpretasi pada foto udara kami menemukan daerah
Cibentang dengan kordinat 1070 8’ 53,07” BT dan 070 25’ 50” LS Di dalam
citra teridentifikasi sebagai satuan denudasional yang terbentuk atas
perbukitan karst. Namun kenyataan itu tidak terbukti setelah kami melakukan
identifikasi lapangan. Karena di sana kami hanya dapat menemukan beberapa
bukit yang mana bukit tersebut di dominasi oleh bataun tuffa lempung, dan
| DAFTAR PUSTAKA 105
bukan bataun karst. Berikut bentuk otentik yang kami dapat dari hasil
lapangan:
Gambar 61 Perbukitan kebun rakyat
Bukit diatas semula diidentifikasi sebagai bukit karst, namun setelah
dilakukan pembuktian lapangan, bukit ini ternyata tidak terbukti memiliki atau
teridentifkasi bataun karst, namun lebih di dominasi oleh batuan tufa lempung.
selain bukit diatas yang memiliki batuan tufa lempung dalam pengamatan
kami menemukan beberapa kebun dan ladang serta sawah di sekitar bukit
memiliki stuktur tanah yang berbatu induk tufa lembung, berikut buktinya :
Gambar 62 Horizon Tanah
| DAFTAR PUSTAKA 106
b. Aplikasi
Analisis pengindraan jauh untuk kajian geomorfologi dapat diaplikasikan
dalam kehidupan, diantaranya:
1) Seperti bentukan marin yang berada di pesisir sepanjang laut sangat
berpotensi apabila dijadikan objek wisata marin mempunyai banyak
keunikan seperti trumbu karang dan di daerah pantai Cipatujah juga
terdapat trumbu karang.
2) Bentukan Karst dapat dijadikan objek pertambangan untuk batu gamping
juga wisata alam, objek penelitian, juga sebagai tempat simpanan
cadangan air karena berongga seperti gua, sehingga bisa melarutkan
batuan. selain itu juga dapat dijadikan objek penelitian dan petualangan.
3) Bentukan denudasional dapat dijadikan cagar alam geologi karena
bentukan ini merupakan bentukan paling tua dibanding bentukan vulkanik
ataupun fluvial, tempat penelitian dan kajian pendidikan. Namun daerah
dengan bentukan denudasional menandakan daerah itu rawan erosi dan
longsor.
4) Meander mempunyai fungsi untuk mngurangi erosi.
5) Daerah dataran tentu saja menjadi area pemukiman bagi penduduk.
3. Plot 3
a. Gambaran Umum
Untuk kajian bentukan Denudasional merupakan plot 3 dari kelompok besar
kajian Geomorfologi. Ploting tempat menunjukkan lokasi pengamatan adalah
di Kampung Gempol Desa Simpang, Kecamatan Sindangbarang. Koordinat
lokasinya adalah: 107°10’13, 29” BT dan 7°24’58,18” LS.
| DAFTAR PUSTAKA 107
Gambar 63 Posisi Plot 3 Kelompok Geomorfologi kajian Denudasional
Gambar 64 Cropping Peta Lokasi Plot 3 Pada Citra Landsat
| DAFTAR PUSTAKA 108
Gambar 65 Batuan yang tersingkap dilereng-lereng dekat dengan pemukiman warga
Gambaran umum plot yang meupakan daerah perbukitan yang sebagian besar
sudah terkikis. Hasil interpretasi pada tabel yang ditampilkan diawal
pembahasan berupa bentukan denudasional, perbukitan terkikis, dan
perbukitan merupakan bentukan geomorfologi yang menurut hasil interpretasi
adalah bentukan asal dari Kampung Gempol Desa Simpang Kecamatan
Sindangbarang.
Setelah dilakukan penelitian yakni uji lapangan, ditemukan fakta berupa
ciri-ciri yang didentifikasikan sama dengan ciri yang menandakan bahwa
bentukan asal daerah tersebut adalah Denudasional. Meskipun ada hal-hal
yang tidak sesuai semisal penggunaan lahannya. Dugaan awal, vegetasi di
daerah tersebut adalah tumbuhan pohon kayu, ternyata tidak sepenuhnya
benar. Karena yang mendominasi di daerah tersebut adalah padi (sawah),
kacang-kacangan, dan jagung. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil
interpretasi sesuai dengan bentukan yang ada di lapangan.
b. Potensi bencana
Bencana longsor
Jenis longsor yang terjadi di daerah plot 3 adalah creep atau rayapan tanah
dengan estimasi ukuran longsor yang terjadi kecil yang dipicu oleh air hujan
longsoran ini tidak terlalu berpengaruh pada masyarakat, karena berada cukup
jauh dari pemukiman, namun apabila hujan di daerah ini memiliki frekuensi
| DAFTAR PUSTAKA 109
hujan yang besar sehingga longsoran yang terjadi pun dapat menutupi akses
jalan ke daerah tersebut sehingga mengganggu aktivitas masyarakat.
Bencana gempa bumi
Gempa yang terjadi di daerah ini jarang sekali dan memiliki skala gempa yang
kecil karena daerah ini cukup jauh dari pusat gempa. Terakhir desa Gempol
merasakan gempa bumi adalah ketika terjadi gempa di tasikmalaya sekitar 3
tahun yang lalu daerah ini merasakan dampaknya yaitu ditandai dengan
retaknya sebagian rumah yang bersifat permanen dan terjadi longsoran di
beberapa titik lereng yang memiliki struktur tanah yang tidak rapat seperti di
sawah serta membuat masyarakat menjadi trauma.
Banjir
Daerah Kampung Gempol juga berpotensi besar terjadinya banjir mengingat
daerah ini juga berada di daerah aliran sungai Ci sadea , karena di Kampung
Gempol sendiri pernah mengalami Banjir dari luapan aliran sungai Ci sadea
yang cukup besar sekitar 3 tahun yang lalu. Tidak adanya usaha pencegahan
atau penanggulangan di daerah ini karena pinggiran dari aliran sungai Ci
sadea itu terdiri dari lahn lahan yang rusak.
4. Plot 4
Dengan menggunakan alat lapangan GPS, Kompas, Busur, Peta RBI, Citra landsat
(hasil Print) dan Instrumen, saya menelusuri Plot 4 (Plot kajian) bersama teman saya
untuk mengkaji morfologi bentukan lahan yang ada pada plot 4 tersebut.
Gambar 66 Data Citra dan Lapangan pada Plot 4
| DAFTAR PUSTAKA 110
Gambar 67 Bentukan-bentukan pada Plot 4
Dan berdasarkan pada Tabel Akurasi Interpretasi yang sudah dijelaskan dapat
dijelaskan bahwa apa yang ada di Landsat relatif sama dengan apa yang dikaji di
lapangan. Saya menarik kesimpulan, berarti pada morfologi yang ada pada citra landsat
cianjur tahun 2001 (Karena Landsat yang didapat merupakan citra keluaran tahun 2001)
masih sama / belum berubah sampai saat ini (tahun 2011)
Perkiraan selama di Plot saya juga menemukan beberapa bentukan geomorfologi
bentuk Lahan Mayor yaitu struktural yang terbukti banyak sekali erosi dan endapan-
endapan sedimentasi tidak itu sajaada juga lahan bentuk minor seperti perbukitan Dome,
Perbukitan Sinklinal dan antiklinal di sekitar kawasan plot kami (berarti hasil interpretasi
di landsat benar), juga menemukan Sawah di areal perbukitan (masih dalam areal Plot 4).
Dan disana kami juga melakukan interaksi wawancara dengan beberapa masyarakat yang
ada.Kenampakan fenomena alam di Desa giri mukti terlihat banyak sekali bentukan lahan
mayor dan minor bertipe struktural.di sepanjang kawasan kami yang kami kaji banyak
bentang alam yang memanjang seperti perbukitan, persawahan, perkebunan dan kawasan
hunian penduduk.
| DAFTAR PUSTAKA 111
5. Plot 5
Bentukan plot 5, desa mekar laksana yang kita amati adalah sebuah perbukitan yang
membentang disepanjang pesisir pantai, dimana perbukitan itu merupakan denudasional
yang terbentuk karena proses sedimentasi. Pada plot kami merupakan bentukan lahan
yang relative memiliki kemiringan rata-rata 20% yang di gunakan sebagai lahan
konserfasi dengan fehetasi kebun kelapa. Perhatasan kebun kelapa pada plot kami yaitu
tebing tanggi mengarah ke pantai, jarak antara tebing plot kami dengan bibir pantaipun
relative dekat hanya sekitar 10 meter saja. Bahan penyusun tebing atau lahan yang di
gunakan sebagai lahan konserfasi dengan vegetasi kebun kelapa yang kami lihat yaitu
tanah dengan horizon A, C dan R. Pada horizon R yang kami dapati yaitu batuan
lempung,
a. Aspek Geomorfologi
Bentukan-bentukan geomorfologi secara umum kecamatan Sindangbarang
dan sekitarnya adalah bentukan asalstruktural, denudasional, karst,marine, dan
bentukan asal fluvial. desa mekar laksana yang kita amati adalah sebuah
perbukitan yang membentang disepanjang pesisir pantai, dimana perbukitan
itu merupakan denudasional yang terbentuk karena proses sedimentasi.
Bukti-bukti ini kami temuklan di lapangan, diantaranya taitu bentikan da
material tanah hasil erosi yang menunjukkan jenis tanah di sana. Serta pada
tebing pinggir pantai yang memiliki jemis batu lempung.
Batu induk jenis lempung yang kami temukan bias menjadi salah satu buktu
bahwa bentukan tersebut nerupakan hasil sidimentasi. Selain itu tanah daerah
plot yang kami amati tergolong ke pada tanah muda, yang masih baru
memiliki horizon tanah A, B dan R yang kami lihat dari tebing pinggir pantai
plot sekitar plot kami.
| DAFTAR PUSTAKA 112
b. Aspek Fisikal
Banyaknya perbukitan yang kemiringan lerengnya kurang dari 20% ini
dipenuhi vegetasi kelapa yang sengaja ditanam oleh warga sebagai salah satu
lahan konserfasi, dengan kerapatan yang sedang. Selain lahan konserfasi, di
sekitar plot kami, kami menemukan satu perbukitan yang sedang di usahakan
sebagai lahahn konserfasi.
Daerah plot kami memiliki iklim tropis kering dengan udara yang relatif panas
di siang hari, dan hangat pada malam hati. Hal ini di karenakan kajian plot
kami yang hanya terlerak beberapa meter ari garis pantai,
Pergerakan angin yang umum di daerah seperti pada kajian kami yaitu angin
darat yang di manfaat kan oleh masyarakan yang berkerja sebagai nelayan
untuk pergi ke laut mencai ikan, setrta angin laut yang di manfaat kan oleh
masyarakan yang berkerja sebagai nelayan untuk pulang ke darat pada siang
hari,
c. Gambaran Umum
Hasil dari pengolahan di laboratorium dengan menggunakan software ER
Mapper dengan konfigurasi band 457 digunakan untuk kajian geomorfologi.
Dengan band tersebut akan terlihat jelas bentukan muka bumi yang tidak
nampak pada permukaan bumi. Konfigurasi band 457 ini memberikan
gambaran jelas mengenai lipatan-lipatan dan patahan-patahan. Kemudian
bentukan lahan yang dipermudah dengan asosiasi dengan objek sekitar.
Gambar 68 Kebun Kelapa di Plot 5
| DAFTAR PUSTAKA 113
Penelitian plot 5 geomorfologi bertampat di sebuah bukit yang cukup dekat
dengan pantai. Bentukan lahan lokasi penelitian yaitu dataran yang memiliki
rata-rata kemiringan 15% - 20%. Penggunaan lahan di tempat penelitian
merupakan sebuah lahan koserfasi, dengan tutupan vegetasi yang didomonasi
oleh pohon kelapa.
Gambar 69 Bentukan di Plot 5
Tempat penelitian yang bertempat di bukit ini kemungkinan besar merupakan
bentukan yang di akibatkan oleh pertumbukan lempeng benua dengan
lempeng samudra yang mebentuk zona subduksi yang di tandai dengan
adanya lipatan dan juga patahan, seperti yang terlihat pada Foto Cintra Satelit
yang sebagian besar terdapat di daerah Cianjur Selatan. Hal ini pun terbukti
dengan apa yang ada di tempat penelitian geomorfologi 5 yang belokasi di
bukit.
Tempat penelitian plot 5 yang berletak di bukit, ternyata berupa bukit dengan
tebing yang berbatasan langsung dengan pantai. bentukan ini kemungkinan
merupakan sesar yang biasa terdapat di zona subdusi. Dengan adanya sesar ini
yang mengakibatkan tanah naik dan akhirnya menjadi bukit. Pengakuan dari
masyarakan sekitar, bahwa di balik bukit tempat penenilitan, datarannya
relatif memiliki ketinggian yang sama dengan daerah pantai.
| DAFTAR PUSTAKA 114
6. Plot 6
Di Desa Jayagiri Kecamatan Sindangbarang Cianjur ini terdapat bentukan lahan
yang salah satunya bentuk mayornya adalah Denudasional dan Fluvial. Dengan bentukan
minor yang ditemukan di lapangan, setelah diindentifikasi dengan bantuan citra landsat
dan Peta Rupa Bumi Indonesia, maka bentukan yang terdapat di lapangan yaitu:
1) Satuan Perbukitan Bergelombang Halus
Pada citra landsat band 457 (RGB) mempunyai rona gelap (cokelat muda)
bercampur dengan rona terang (biru). Pola yang ditunjukkan mengelompok
dan mempunyai arah relatif utara selatan sesuai dengan arah aliran sungai
utama dan bertekstur halus sampai sedang. Hasil analisis citra landsat
dibandingkan dengan kondisi di lapangan, daerah tersebut termasuk dalam
satuan perbukitan bergelombang halus.
Gambar 70 Data Citra dan Lapangan di Plot 6
2) Satuan Morfologi Pedataran
Pada citra landsat band 457 (RGB) mempunyai rona terang ( biru ). Pola yang
ditunjukkan tidak mengelompok dan setempat dan bertekstur halus. Hasil
analisis citra landsat dibandingkan dengan kondisi di lapangan, daerah
tersebut termasuk dalam satuan morfologi pedataran.
| DAFTAR PUSTAKA 115
Gambar 71 Data Citra dan Lapangan di Plot 6
Morfologi denudasional di lapangan termasuk dalam satuan morfologi
perbukitan bergelombang halus. Satuan ini memunyai ketinggian 15-100
mdpl, bentuknya bergelombang dengan kemiringan lereng 10-20%. Satuan
morfologi ini dicirikan oleh lembah dan punggungan. Lembahnya berbentuk
dataran yang memanjang dengan arah relatif utara selatan, dengan tataguna
lahan area pesawahan. Adapun punggungannya, mempunyai arah hampir
sama dengan lembah relatif utara selatan dengan vegetasi penutupnya berupa
kebun dan hutan rakyat.
Satuan morfologi ini tersusun oleh Batu Gamping Anggota Formasi Bentang
dan Formasi Bentang. Batu Gamping Anggota Formasi Bentang terdiri dari
batu gamping melensa, berpori, dan mengandung fosil foraminifera. Adapun
Formasi Bentang terdiri dari runtunan turbidit berupa batu pasir tuf berlapis
baik, kurang mampat, tuf kristal, tuf batu apung dengan sisipan lempung
globigerina, batu lanau, batu lempung napalan, breksi andesit, konglomerat,
tuf lapilin dan breksi tuf. Di lapisan atas, batu lempung dan batu lanau
mendominasi.
Morfologi fluvial di lapangan termasuk dalam satuan morfologi pedataran.
Satuan pedataran ini mempunyai ketinggian sekitar 5-15 mdpl, vegetasi
penutupnya berupa pesawahan dan kebun kelapa. Adapun batuan
penyusunnya berupa endapan Aluvial sungai yang terdiri dari batu pasir,
kerikil, kerakal sampai bolder, lempung dan lanau.
7. Plot 7
| DAFTAR PUSTAKA 116
Gambar 72 Bukit Terkikis di Plot 7
Bentukan lahan di daerah yang penulis amati adalah bentukan lahan dengan
bentukan asal denudasional dengan kemiringan lereng 30% dan banyak ditemukan
bentukannya seperti perbukitan, pegunungan terkikis dan banyak ditemukan singkapan
batuan di beberapa bagian desa ini.
Usaha konservasi yang dilakukan oleh masyarakat untuk menyasati topografi
berbukit bergunung ini melakukan metode vegetasi dan metode teknis mekanis.
Metode vegetasinya menggunakan cara penanaman menurut jalur yaitu suatu usaha
konservasi tanah dimana satu bidang lahan ditanami dalam bentuk jalur-jalur atau strip
tanaman mengikuti kontur dan berselang-seling mengikuti tanaman lain dan cara
wanatani yang mampu mengurangi laju erosi dan memperbaiki kualitas tanah
dibandingkan apabila lahan tersebut gundul atau hanya ditanami tanaman semusim.
Metode teknis mekanis yang digunakan sebagai usaha konservasi tanah yang
dilakukan oleh masyarakat adalah teras bangku miring dimana bidag olahannya miring ke
arah lereng asli. Pengolahan tanah dengan menggunakan metode ini relatif murah namun
efektifitas terhadap menahan erosi lebih rendah.
a. Potensi sumber daya alam
Potensi lain di wilayah Cianjur Selatan ini antara lain obyek wisata pantai
yang masih alami dan menantang investasi. Sebagai daerah agraris yang
pembangunananya bertumpu pada sektor pertanian, daerah ini merupakan
salah satu daerah swa-sembada padi.
b. Potensi bencana
| DAFTAR PUSTAKA 117
Bencana longsor
Jenis longsor yang terjadi di daerah plot 7 adalah creep atau rayapan tanah
dengan estimasi ukuran longsor yang terjadi kecil yang dipicu oleh air hujan
longsoran ini tidak terlalu berpengaruh pada masyarakat, namun apabila hujan
yang terjadi di daerah ini memiliki frekuensi hujan yang besar maka lonsoran
yang terjadi pun dapat menutupi akses jalan sehingga mengganggu aktivitas
masyarakat.
Bencana gempa bumi
Gempa yang terjadi di daerah ini jarang dan mamiliki skala gempa yang kecil
karena daerah ini tidak menjadi pusat dari gempa yang terasa, terakhir daerah
ini merasakan efek gempa adalah ketika terjadi gempa di tasikmalaya daerah
ini merasakan dampaknya dengan ditandai dengan retak-retaknya sebagian
rumah yang bersifat permanen dan terjadi longsoran di beberapa titik lereng
yang memiliki struktur tanah yang tidak rapat seperti di sawah.
8. Plot 8
Titik pengamatan plot 8 berada di Dusun Kebon Kopi Desa Cisalak Kecamatan
Cidaun. Di lapangan penulis menemukan bahwa pada titik tersebut digunakan untuk areal
persawahan. Daerah ini berdekatan dengan sungai dan tidak terlalu jauh dari pantai. Dari
hasil pengamatan tersebut terbukti bahwa hasil interpretasi penulis sesuai dengan kondisi
di lapangan, daerah tersebut merupakan bentukan asal Fluvial.
Bidang kajian penulis dalam praktikum ini adalah mengenai geomorfologi. Objek
kajian geomorfologi adalah bentuk lahan. Berdasarkan genesisnya tau faktor penentunya,
bentuk lahan dibagi menjadi tujuh macam, yaitu: asal Vulkanik, Struktural, Fluvial,
Marine, Karst, Aeolin, Denudasional, Glasial.
Untuk bentukan lahan asal fluvial ini, sampel diambil di Dusun Kebon Kopi Desa
Cisalak Kecamatan Cidaun Kabupaten Cianjur, tepatnya pada titik 107°15’15,43” BT –
07°29’19,64” LS. Bentukan lahan asal fluvial terbentuk akibat adanya aktifitas sungai
yang menyebabkan erosi, pengangkutan dan pengendapan material di permukaan bumi.
| DAFTAR PUSTAKA 118
Titik pengamatan penulis ini di dominasi oleh sawah tadah hujan. Ketika
melakukan pengamatan di daerah tersebut, sawah sedang dalam keadaan tidak ditanam
dikarenakan saat itu sedang musim panas sehingga sawah di biarkan begitu saja.
Daerah tersebut merupakan daerah aluvial dan sedimentasi, terlihat ketika
mengambil sampel tanah di daerah sawah tersebut. Pada tanah horizon C banyak
mengandung pasir yang mungkin merupakan hasil pengendapan pasir yang terbawa dari
pantai. Jarak antara titik pengamatanpun tidak terlalu jauh ± 1 km. titik pengamatan ini
juga berdekatan dengan sungai sebagai agen dari proses terbentuknya daerah fluvial.
Hasil pengamatan di lapangan, menunjukkan bahwa hasil interpretasi citra dengan
kondisi di lapangan sesuai. Hasil interpretasi citra ini didasarkan pada karakteristik citra,
yaitu daerah tersebut memiliki bentuk yang datar dengan tekstur sedang-kasar, warna
coklat muda-biru muda, rona cerah serta dekat dengan aliran sungai. Dengan demikian
hasil interpretasi dan kondisi di lapangan sesuai, yaitu betukan asal fluvial.
Gambar 73 Bentukan yang ada di Plot 8
9. Plot 9
Dan untuk bentukan wilayah plot 9 Desa Sukapura adalah merupakan dataran
aluvial pantai asal sedimentasi marin, karena daerah ini merupakan bentang lahan dataran
sebagai akibat perkembanangan pantai yang telah lanjut dan bergeser ke arah darat,yang
sekarang telah tertutup oleh material-material hasil sedimentasi proses
fluviomarine ,tersusun oleh material aluvium (pasir berlempung) yang relarif subur, dan
banyak di gunakan untuk kawasan pertanian,sawah irigasi dan pemukinan.Bentang
lahannya datar dengan kemiringan lereng sekitar 1 %,dengan penggunaan lahan sekitar
plot 9 ini adalah sawah irigasi, lahan pertanian, dan pemukiman warga.
| DAFTAR PUSTAKA 119
a. Analisis Bentukan Geomorfologi
Gambar 74 Data Citra dan Lapangan di Plot 9
Bentukan Geomofologi marine di citra dan di lapangan
Pada kajian geomorfologi, yang berada di plot 9. Plot ini berada pada
koordinat 107° 12’ 58,89” BT dan 7° 28’ 38,18” LS atau berada di Desa
Sukapura, Kecamatan Cidaun, Kabupaten Cianjur. Analisis berdasarkan citra
satelit Landsatnya mempunyai rona cerah,teksurnya agak lembut,tidak berpola
dan berasosiasi dengan laut.Yang ditafsirkan merupakan daerah dengan
Geomorfoginya marin.Setelah di analisis di lapangan
b. Ketelitian Citra Landsat
Data Landsat TM (Thematic Mapper) diperoleh pada tujuh saluran spektral
yaitu tiga saluran tampak, satu saluran inframerah dekat, dua saluran
inframerah tengah, dan satu saluran inframerah thermal. Lokasi dan lebar dari
ketujuh saluran ini ditentukan dengan mempertimbangkan kepekaannya
terhadap fenomena alami tertentu dan untuk menekan sekecil mungkin
pelemahan energi permukaan bumi oleh kondisi atmosfer bumi. Jensen (1986)
mengemumakan bahwa kebanyakan saluran TM dipilih setelah analisis nilai
lebihnya dalam pemisahan vegetasi, pengukuran kelembaban tumbuhan dan
tanah, pembedaan awan dan salju, dan identifikasi perubahan hidrothermal
pada tipe-tipe batuan tertentu.
Data TM mempunyai proyeksi tanah IFOV (instantaneous field of view) atau
ukuran daerah yang diliput dari setiap piksel atau sering disebut resolusi
spasial. Resolusi spasial untuk keenam saluran spektral sebesar 30 meter,
| DAFTAR PUSTAKA 120
sedangkan resolusi spasial untuk saluran inframerah thermal adalah 120 m
(Jensen,1986). Secara umum setelah dibuktikan di lapangan semua data yang
dianalisis sesuai antara citra dan lapangan.
c. Aplikasi
Analisi pengindraan jauh untuk kajian geomorfolog,marin ini dapat
diaplikasikan dalam kehidupan,diantaranya: bentukan marin yang berada di
pesisir sepanjang laut sangat berpotensi apabila dijadikan objek wisata
marin,juga sebagai lahan pertambangan pasir besi.
10. Plot 10a. Bentukan Marine
Seperti yang telah diuraikan pada deskripsi daerah desa Cisalak kecamatan
Cidaun terdapat dua bentukan geomorfologi, salah satunya adalah bentukan
marine, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya dataran abrasi disekitar pantai.
Marine terbentuk karena pengendapan pantai dengan suatu bagian tergabung
dengan daratan dan bagian lainnya menjorok ke laut.
Gambar 75 Bentukan Marine di Data Citra
| DAFTAR PUSTAKA 121
Marine
Gambar 76 Muara Sungai di Plot 10
Morfologi di lokasi penelitian berupa morfologi pantai yang sebagian
merupakan bentukan lahan mayor yaitu marin, hal tersebut dapat dilihat dari
banyaknya dataran abrasi dan spit di sepanjang pantai dan pesisir.
Gambar 77 Muara Sungai di Plot 10
Menurut informasi yang di dapat dari pekerja peneambang pasir besi yang
sempat kami temui dan para warga yang memiliki kolam ikan air payau di
sekitar pesisir pantai adalah jika air laut pasang maka air laut akan naik ke
arah pantai 2 – 5 meter. Bahkan menutupu kolam perternakan ikan air payau
milik warga.
| DAFTAR PUSTAKA 122
Hasil erosi gelomabang laut yang membentuk dataran baru dibawahnya atau yang dikenal dengan dikenal dengan dataran abrasi.
Kenampakan lahan di lapangan sesuai dengan citra yaitu berupa muara sungai.
Gambar 78 Spit di Plot 10
Gambar ini adalah spit yang terdapat di sekitar pantai bahkan hampir di
sepanjang pantai tempat lokasi pengamatan penulis. Merupakan endapan
pantai yang suatu bagiannya tergabung dengan daratan dan bagian lainnya
menjorok ke laut.
Gambar 79 Spit di Plot 10
Gambar di atas merupakan bagian dari spit yang menjorok ke laut dan
gambar di bawah ini adalah bagian dari spit yang tergabung dengan daratan.
| DAFTAR PUSTAKA 123
Gambar 80 Bentukan-bentukan di Plot 10
Bentukan spit tersebut merupakan ciri dari bentukan marine atau bentukan
minor dari dari bentukan lahan mayor berupa marine. Hal ini sesuai dengan
citra landsat yang berwarna sedang dan cerah.
Dalam pembahasan yang penulis lakukan citra landsat dan lapangan
memiliki data yang akurat dan sama pada kenyataannya, seperti pada
bentukan dataran abrasi yang juga penulis temukan di sekitar pantai, dataran
abrasi merupakan suatu dataran hasil erosi gelomabang laut yang
menhancurkan dinding pantai.
| DAFTAR PUSTAKA 124
b. Bentukan Fluvial
Terbentuk akibat dari adanya aktifitas sungai yang menyebabkan terjadinya
erosi, pengangkutan dan pengendapan material di permukaan bumi.
Bentukan asal fluvial terbagi kedalam beberapa unit geomorfologi antara
lain Terdapatnya keanekaragaman lembah-lembah, dataran aluvial, dataran
banjir, Meander, Delta, endapan di sekitar rawa, endapan braided stream dan
pola-pola aliran sungai yang beragam.
Pada pembahasan Fluvial berikut akan terlihat kenampakan-kenampakan
sebagai bukti adanya bentukan fluvial pada plot kajian yaitu seperti rawa,
delta dan saluran atau yang biasa disebut sungai mati.
Gambar 81 Bentukan Fluvial di Data Citra
Sebagian dataran di sekitar sungai digunakan sebagai area persawahan dan
terdapat rawa yang merupakan bukti adakan bentukan fluvial.
| DAFTAR PUSTAKA 125
Fluvial
Gambar 82 Bentukan Fluvial di Plot 10
Dalam pembahasan yang dilakukan hal ini menunjukan adanya
keakurasian data citra dengan bentukan lahan di lapangan. Gambar
dibawah adalah sungai yang bermuara kelaut:
Gambar 83 Muara Sungai di Plot 10
| DAFTAR PUSTAKA 126
Di balik perbukitan yang tampak ada bagian dari spit yang tergabung dengan daratan.Dan yang di tunjukan oleh panah adalah saluran atau yang di sebut dengan sungai mati.
Sawah, sebagian bentukan lahan fluvial datarannya digunakan sebagai area persawahan
Gambar 84 Konservasi berupa kolam ikan air payau
Maka pada hasil pembahasan pengkajian interpretasi ini dapat di
simpulkan bahwa keadaan bentukan lahan di lapangan sama dengan
interpretasi citra penginderaan jauh.
| DAFTAR PUSTAKA 127
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan1. Penginderaan jauh memiliki beberapa definisi yang beragam, salah satu
pengertian Penginderaan jauh adalah ilmu atau seni untuk memperoleh informasi
tentang objek, daerah atau gejala, dengan jalan menganalisis data yang diperoleh
dengan menggunakan alat, tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau
gejala yang akan dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990).
2. Untuk menganalisis citra satelit, dianalisis dengan 9 unsur interpretasi yang
sangat penting yaitu rona, bentuk, tekstur, bayangan, asosiasi, pola, situs, ukuran,
dan konvergensi bukti.
3. Geomorfologi dapat dikaji dengan menggunakan citra yaitu dengan perbandingan
analisis citra dan lapangan. Adapun software yang digunakan adalah ER Mapper
dengan RGB 457 dengan isoclass.
4. Geomorfologi adalah ilmu yang mendeskripsikan, mendefinisikan, serta
menjabarkan bentuk lahan dan proses-proses yang mengakibatkan terbentuknya
lahan tersebut, serta mencari hubungan antara proses-proses dalam susunan
keruangan (Van Zuidam, 1977).
5. Objek kajian utama geomorfologi adalah bentukan-bentukan dasar geomorfologi
yaitu bentukan Denudasional, bentukan Fluvial, bentukan Struktural, bentukan
Karst, bentukan Marine, bentukan Vulkanik dsb. Topografinya seperti dataran,
landai, dan struktur yang ditimbulkan oleh adanya perbedaan proses Geologi.
6. Secara umum citra landsat yang digunakan sesuai dengan kenyataan yang kami
peroleh di lapangan.
| DAFTAR PUSTAKA 128
B. SaranBerikut ini beberapa saran terhadap praktikum yang dapat dipakai sebagai evaluasi
dan perbaikan untuk praktikum selanjutnya.
1. Harus dilakukan kegiatan Pra-praktikum sekitar 1 minggu sebelumnya untuk
dilakukan interpretasi citra, klasifikasi lahan dan plotting tempat.
2. Survey dilakukan minimal dua kali untuk mengetahui kondisi lapangan dan
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi saat praktikum
3. Pembekalan dilakukan secara optimal, baik saat di laboratorium dan di lapangan
4. Harus dilakukan upgradding software ER Mapper dan data citra yang terbaru
dengan resolusi spasial yang lebih kecil.
5. Peralatan harus diperbanyak dan lebih canggih untuk meminimalisir kekurangan
yang dapat menghambat praktikum dan dapat menghasilkan praktikum yang
memuaskan.
Berikut ini beberapa saran terhadap warga Masyarakat di Kecamatan
Sindangbarang dan Cidaun sebagai evaluasi terhadap permasalahan yang ada.
1. Bagi Penduduk di Kecamatan Sindangbarang dan Cidaun agar lebih mengelola
kembali infrastruktur yang telah ada seperti jalur transportasi, sumber daya air dan
sumber daya alam yang terdapat di kawasan tersebut
2. Bagi pihak berwenang yang pengelola hutan dan perbukitan senantiasa harus
lebih menggalakan lagi program rekonservasi sumber daya alam yang terdapat
disana serta menggali potensi yang terdapat di Kecamatan Sindangbarang dan
Cidaun.
3. Setiap warga Kecamatan Sindangbarang dan Cidaun harus mempunyai kesadaran
bahwa pada hakikatnya sumber daya yang terdapat di disana haruslah dikelola,
dijaga dan digunakan dengan bijaksana tanpa adanya penrusakan terhadap
kelestarian alamnya.
6.
| DAFTAR PUSTAKA 129
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Sidik T, (2008). Karakteristik Citra Satelit. Makalah pada Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Lillesand and Kiefer, 1993. Remote Sensing And Image Interpretation, Jhon Villey and Sons, New York.Lo, C.P, 1986. Penginderan Jauh Terapan, UI- Press, Jakarta.
Murtianto, Hendro (2006). Interpretasi Geomorfologi Citra Satelit Sebagai Dasar Analisis Potensi Fisik Wilayah Selatan Yogyakarta. Makalah pada Praktikum Geomorfologi Terapan, Program Pascasarjana, Program Studi Geografi, Universitas Gajah Mada.
Noor, djauhari. 2006. Geologi lingkungan. Bandung: Graha Ilmu,Yogyakarta Sugandi, Dede. (2010). Penginderaan Jauh dan Aplikasinya. Bandung: Buana Nusantara
Press.Purnomo,Hadi. 2000. Pemanfaatan Foto Udara Inframerah Berwarna Untuk Pemetaan
Geomorfologi Daerah Aliran Sungai Bagian Hilir, Sentolo, Yogyakarta.Tesis Program Studi Penginderaan Jauh Jurusan Ilmu-ilmu Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Program Pasca SarjanaUniversitas Gadjah Mada Yogyakarta
Sutanto. 1999. Penginderaan Jauh Jilid 1. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada University Press.
Sutanto. 1999. Penginderaan Jauh Jilid 11. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada University Press.
Tisnasomantri, Akub. 1998. Geomorfologi Umum. Bandung : Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS – IKIP UPI
Vamela, Eva (2009). Penginderaan Jauh untuk Kajian Geomorfologi. Makalah pada Laporan Praktikum Penginderaan Jauh, Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Pendidikan Indonesia.
Yanti, (2008). Penginderaan Jauh Kajian Geomorfologi. Makalah pada Laporan Praktikum Penginderaan Jauh, Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Pendidikan Indonesia.
Yusuf. 1999. Penginderaan Jauh Jilid 11. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada University Press.
_______Soetrisno Fadly (2011). Analisis Foto Udara Pada Geomorfologi Teknik.[Online] Tersedia: http://fadlysoetrisnoinstitute.worldpress.com/analisis-foto-udara-pada-geomorfologi-teknik.html [1 Desember 2011 19:49 WIB]_______Pertambangan UNSRI. Definisi, Ruang Lingkup, Konsep Dasar, dan Peristilahan dalam Geomorfologi [Online]. Tersedia:http://tambangunsri.blogspot.com/2011/03/definisi-ruang-lingkup-konsep-dasar-dan.html [29 November 2011]________Simorangkir, Samuel Richard Natanael. (2011). Paper Studi B.A Denudasional [Online]. Tersedia:http://samuelmodeon.blogspot.com/2011/04/paper-studi-ba-denudasional.html [7 Desember 2011]
| DAFTAR PUSTAKA 130
_______Subhi, Muhammad (2010). Geomorfologi. [Online] Tersedia: http://wartawarga.blogspot.com [14 Desember 2011 12:52 WIB]
________Erstayudha. (2009). Pengantar Penginderaan Jauh [Online]. Tersedia:http://udhnr.blogspot.com/2009/06/pengantar-penginderaan-jauh.html [29 November 2011]
_______Kastolani, wanjat. "Degradasi Lahan Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Citarik Hulu di Kab. Bandung dan Sunedang". makalah yang diunggah dalam bentuk PDF._______Arman. (2009). Aplikasi Penginderaan Jauh dalam StudiGeomorfologi [Online]. Tersedia:http://geography-arman.blogspot.com/2009/09/aplikasi-penginderaan-jauh-dalam-studi.html [29 November 2011]
| DAFTAR PUSTAKA 131
LAMPIRAN
DATA HASIL INTERPRETASI
PlotKarakteristik Citra Landsat Hasil
InterpretasiHasil Uji Lapangan Kesimpulan
Bentuk Tekstur Warna Rona Situs
1 Datar Kasar Orange CerahDekat dengan laut
MarineDataran yang dipengaruhi oleh ombak. Terdapat mangrove dan semak belukar.
Marine
2 Datar HalusKekuninganKecokelatan
CerahDekat aliran sungai
Karst
Hasil yang ditemukan bukan berupa pegunungan karst ,namun berupa bukit yang didominsi oleh batuan tufa lempung, yang digunakan sebagai kebun tanam rakyat.
Karst
3 BergelombangHalus- Sedang
Cokelat muda
CerahDekat perbukitan
DenudasionalDitemukannya batuan-batuan yang tersingkap ke permukaan akibat erosi
Denudasional
4 Bergelombang Kasar Hijau Cerah Dekat sungai Perbukitan
Bentukan minor seperti perbukitan Dome, Perbukitan Sinklinal dan antiklinal di sekitar kawasan
Struktural
5Perbukitan Landai
Halus- Sedang
Cokelat muda
CerahDekat perbukitan
Denudasional
bentangan lahannya merupakan denudasional, dengan berbukit-bukit dengan kemiringan sekitar 15-50%. dengan ciri singkapan batuan
Denudasional
6 Datar Halus Biru muda CerahDekat sungaiPerbukitan
FluvialDitemukan dataran alluvial berupa sawah dan bukit terkikis
Fluvial
7Perbukitan Landai
Halus- Sedang
Cokelat muda
CerahDekat perbukitan
Denudasionalbanyak ditemukan perbukitan, pegunungan terkikis dan banyak
Denudasional
ditemukan singkapan batuan di beberapa bagian.
8 Datar Halus Biru mudaAgak kasar
dekat aliran sungai
FluvialDataran digunakan sebagai area persawahan
Fluvial
9 Datar Kasar Orange CerahDekat dengan laut
MarineDataran yang dipengaruhi oleh ombak. Terdapat mangrove dan semak belukar.
Marine
10Sungai berkelak – kelok
Halus - sedang
HitamGelap,
Bagian Sungai Meander
Sungai berkelak- kelok membentuk pola seperti tapal kuda