-
1
LAPORAN
PENELITIAN INTERNAL
KARAKTERISASI TANAH LONGSOR DENGAN VARIASI PARAMETER TANAH
(Studi kasus: Tanah longsor di Desa Kunir, Kecamatan Keling,
Kabupaten Jepara)
Tim Peneliti:
Ketua : Dr. Abdul Rochim, ST, MT
Anggota : Ir. Nina Anindyawti,MT
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
NOVEMBER 2019
-
2
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Penelitian Internal
Karakteristik Tanah Longsor Dengan Variasi Parameter Tanah
1. Data Diri
Nama : Ir.Nina Anindyawati,MT
Alamat : Jl. Kaligawe Raya KM. 4 Semarang
2. Kegiatan
Nama Kegiatan : Penelitian Internal “Karakteristik Tanah Longsor
Dengan
Variasi Parameter Tanah
Lokasi Kegiatan : Semarang
Waktu Pelaksanaan : April 2020
Semarang , 30 April 2020
Mengetahui
Wakil Dekan I Fakultas Teknik Pengusul
Dr. Abdul Rochim,ST.,MT Ir. Nina Anindyawati,MT
-
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
..................................................................................................................
1
HALAMAN PENGESAHAN
....................................................................................................
2
DAFTAR ISI
...............................................................................................................................
3
RINGKASAN
.............................................................................................................................
5
BAB I LATAR BELAKANG
................................................................................................
6
1.1 Pendahuluan
......................................................................................................
6
1.2 Tujuan Penelitian
...............................................................................................
7
1.3 Urgensi Penelitian
.............................................................................................
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
.............................................................................................
8
2.1 Klasifikasi tanah
................................................................................................
8
2.2 Karakterisasi tanah granular dan tanah kohesif
................................................. 8
2.3 Pengujian laboratorium
.....................................................................................
10
2.4 Penelitian sejenis terdahulu
...............................................................................
10
2.5 Road map penelitian
..........................................................................................
11
BAB III METODE PENELITIAN
...........................................................................................
13
3.1 Bahan uji tanah
..................................................................................................
13
3.2 Alat uji
...............................................................................................................
13
3.3 Model Plaxis mendapatkan faktor keamanan
.................................................... 13
3.4 Peran tim peneliti
...............................................................................................
15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
..................................................................................
17
4.1 Geometri lereng sebelum longsor dan sesudah longsor
.................................... 17
-
4
4.2 Hasil uji laboratorium tanah lereng
...................................................................
19
4.3 Pemodelan lereng dengan Plaxis
.......................................................................
20
4.4 Perhitungan jenuh air
......................................................................................
21
4.5 Solusi pekerjaan tanah untuk lereng
...................................................................
22
4.6 Alternatif pekerjaan tanah dan perbaikan tanah
................................................ 23
4.7 Penggunaan rumput vetiver pada lereng
........................................................... 25
BAB V KESIMPULAN
..........................................................................................................
27
DAFTAR PUSTAKA
.................................................................................................................
29
LAMPIRAN
............................................................................................................................
31
-
5
RINGKASAN
Sebagai lahan untuk jalan dan tempat tinggal, dataran tinggi
terutama di daerah lereng sangat
berpotensi terjadi kelongsoran tanah dan sebagai dampak paling
buruknya adalah korban
meninggal dan kehilangan harta benda. Di awal tahun 2019 ini
telah terjadi bencana tanah
longsor di Desa Kunir, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara Jawa
Tengah. Penelitian ini
bertujuan untuk mengkarakterisasi kelongsoran tanah di Desa
Kunir tersebut sebagai bagian
mitigasi bencana alam, dengan keluaran yang diharapkan berupa
karakter kelongsoran tanah
Desa Kunir, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara Jawa Tengah dan
rekomendasi perbaikan
lingkungan sekitar dan perilaku keseharian yang dapat
meminimalkan kelongsoran tanah.
Dengan berbasis studi eksperimental di laboratorium, penelitian
ini menggunakan sampel tanah
daerah longsor Desa Kunir tersebut guna mendapatkan sifat fisis
dan mekanik tanah. Survei
lapangan dilakukan guna mendapatkan data primer tentang geometri
lereng dan kondisi sekitar
yang dimungkinkan memberikan faktor pencentus tanah longsor.
Pemodelan tanah longsor
dengan variasi variabel tetap dan variabel bebas dilakukan
dengan menggunakan program
aplikasi Plaxis v8.2 dengan input parameter tanah dari hasil uji
laboratorium guna mendapatkan
faktor keamanan lereng minimum.
Dari hasil pengujian material, tanah lereng didominasi oleh
tanah granular dengan jumlah tanah
kohesif lebih dari 5%. Adapun sifat mekanik tanah, sudut gesek
dan kohesi cukup tinggi,
diklasifikasikan sebagai Pasir Silty (SM). Dari pemodelan dengan
Plaxis, lereng eksisting
dengan tinggi total 20 meter memiliki faktor keamanan (SF) 0,61
dan 1,01 tanpa perkuatan dan
dengan perkuatan dinding penahan batu kali masing-masing. Namun
dengan memodifikasi
model lereng dari tanpa terasering menjadi 5 terasering yang
memiliki kemiringan 1: 1 setiap
teraseringnya, dan dengan median antara terasering dengan lebar
15 meter, SF meningkat 1,56.
Kata Kunci: Tanah longsor, faktor keamanan lereng, stabilitas
lereng, Plaxis
-
6
BAB I. LATAR BELAKANG
1.1 Pendahuluan
Dataran tinggi dengan kondisi lerengnya yang curam secara alami
bisa berpotensi untuk
longsor. Seiring berjalannya waktu dengan bertambahnya jumlah
penduduk, penggunaan
daerah lereng dataran tinggi tidak bisa dicegah. Dengan adanya
tambahan beban permukiman
menjadikan gaya yang mendorong tanah untuk longsor bertambah
besar. Selain beban
permukiman, tambahan beban berasal dari air hujan yang meresap
ke dalam tanah dan juga
air limbah rumah tangga yang tidak teralirkan oleh drainase yang
baik. Dengan faktor-faktor
pencetus tanah longsor ini bisa dipastikan bencana tanah longsor
akan terjadi. Menurut
BNPB, bencana longsor di Brebes, Jawa Tengah pada 22 Februari
2018 lalu menyebabkan
11 orang meninggal dunia dan 7 orang hilang (www.bnpb.go.id).
Dalam periode 2010 hingga
Februari 2018 sebanyak 3.753 bencana tanah longsor telah terjadi
dan korban meninggal dunia
sebanyak 1.661 orang (news.detik.com). Data Badan Penanggulangan
Bencana Daerah
(BPBD) Jawa Tengah menyebutkan bahwa bencana tanah longsor pada
periode 2017 adalah
yang terbanyak diantara bencana alam lainnya yaitu 44,30%.
Terdapat kenaikan bencana
tanah longsor setiap tahunnya dari tahun 2015 sampai dengan 2017
yaitu sebesar 491, 927,
dan 1091 kejadian masing-masing (BPBD Provinsi Jawa Tengah,
2017).
Beberapa faktor yang menyebabkan tanah longsor diantaranya yaitu
jenis tanah,
kepadatan tanah, kemiringan lereng, vegetasi, beban, air hujan,
drainase, daerah patahan dan
gempa. Faktor-faktor ini sering digunakan dalam menganalisis dan
memodelkan kelongsoran
tanah seperti beberapa penelitian terdahulu sebagai berikut :
Rahmawan Bagus Pratama, dkk
(2014), Diana Destri Sartika & Yuki Achmad Yakin (2016),
Andriyan Yulikasari, dkk.
(2017), Dina Iis Sutiyono dkk. (2017), Karsa Ciptaning dkk
(2018).
Di awal tahun 2019, telah terjadi tanah longsor di Desa Kunir,
Kecamatan Keling,
Kabupaten Jepara Jawa Tengah sepanjang 60 meter dengan
ketinggian tanah 20 meter.
Beberapa rumah yang berada di kaki lereng mengalami kerusakan
tetapi tidak ada korban
jiwa dikarenakan penduduk telah meninggalkan rumah sebelum
longsor besar terjadi.
Beberapa longsor kecil terjadi dan penduduk cukup waspada
terhadap kemungkinan longsor
http://www.bnpb.go.id/https://news.detik.com/
-
7
susulan yang lebih besar sehingga penduduk memutuskan
meninggalkan rumahnya. Jalan
utama di bagian atas mengalami penyempitan dan jika tidak
diatasi dengan baik jalan utama
akan terputus. Yang menarik jalan desa satu-satunya ini bukanlah
jalan kelas I yang bisa
dilewati kendaraan berat seperti truk 12 as tetapi hanya
kendaraan ringan.
Dari penelitian-penelitian sebelumnya, analisis lebih ditekankan
pada penggunaan satu
variabel bebas saja tetapi tidak satupun yang menggunakan
variasi variable tetap dan
beberapa variabel bebas untuk memodelkan kelongsoran tanah.
Berdasarkan permasalahan
yang telah disebutkan di atas, penulis bermaksud untuk
mengkarakterisasi kelongsoran tanah
di Desa Kunir, Kecamatan Keling, Jepara Jawa Tengah ini.
1.2 Tujuan Penelitian
1) Mengetahui sifat fisis dan mekanik tanah daerah longsor
2) Mengetahui jenis tanah longsor
3) Mengkarakterisasi kelongsoran tanah di Desa Kunir
1.3 Urgensi Penelitian
Untuk mengurangi dampak buruk bencana tanah longsor seperti
korban meninggal dan
kehilangan harta benda, maka perlu adanya tindakan preventif
mitigasi bencana alam.
Penelitian ini bersifat mitigasi bencana alam yang masuk dalam
Renstra penelitian Unissula
dengan keluarannya sebagai berikut:
1) Memberikan gambaran kelongsoran tanah di Desa Kunir,
Kecamatan Keling, Kabupaten
Jepara, Jawa Tengah
2) Memberikan saran beberapa hal yang bisa dilakukan oleh warga
Desa Kunir untuk
memperkecil kelongsoran tanah ditinjau dari perilaku
keseharian.
-
8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Pada bagian ini akan dijelaskan beberapa referensi yang
mendukung metode penelitian guna
merealisasikan tujuan penelitian. Diawali dengan klasifikasi
tanah dan gambaran umum
perbedaan sifat tanah granular dan tanah kohesif kemudian
dilanjutkan dengan pengujian
laboratorium guna mendapatkan sifat fisis dan mekanik tanah yang
dapat memberikan gambaran
perilaku tanah. Berikutnya adalah pemodelan Plaxis guna
mendapatkan nilai faktor keamanan
suatu lereng dan di bagian akhir diterangkan beberapa penelitian
terdahulu yang sejenis.
2.1 Klasifikasi Tanah
Perilaku atau sifat tanah bisa terbaca salah satunya dari
klasifikasi tanah tersebut. Pentingnya
mengetahui sifat tanah dalam perencanaan pondasi atau pekerjaan
geoteknik lainnya maka
menjadi suatu kewajiban melakukan pengujian tanah baik lapangan
maupun laboratorium
untuk mendapatkan klasifikasi tanahnya. Beberapa sistem
klasifikasi tanah untuk keperluan
keteknikan yang ada sampai saat ini antara lain: 1) United
States Department of Agriculture
(USDS), 2) American Association of State Highway and
Transportation Officials
(AASHTO), 3) Unified Soil Classification System (USCS), dan 4)
British System (BS).
Sistem AASHTO umumnya digunakan oleh departemen jalan raya
sementara USCS dan BS
biasa digunakan oleh para insinyur geoteknik. Berbeda dengan
cara pengelompokkan jenis
tanah sistem USCS, sistem AASHTO membagi jenis tanah kedalam
empat macam tanah
seperti sistem USCS tetapi berbeda skala ukuran partikelnya.
Jika USCS batas ukuran antara
kerikil dan pasir adalah 4.74 mm, AASHTO batas ukuran antara
kerikil dan pasir 2 mm.
Perbedaan lainnya yaitu penamaan atau simbol klasifikasi
tanahnya, jika USCS berdasarkan
gabungan huruf depan nama tanahnya seperti kerikil (G), pasir
(S), lanau (M), dan lempung
(C), sistem AASHTO membagi ke dalam tujuh simbol: A1 – A7,
dengan A1 – A3 adalah
dominan tanah berbutir kasar, dan A4 – A7 tanah berbutir halus
(Tabel 2.1).
2.2 Karakteristik tanah granular dan tanah kohesif
Perilaku tanah bisa diprediksi untuk keperluan praktis
berdasarkan ukuran butirannya
sehingga secara garis besar sifat tanah berbutir halus (lanau
dan lempung) dan tanah berbutir
-
9
kasar (kerikil dan pasir) sangat berbeda. Sebagai contoh tanah
lempung jenuh air ketika
menerima beban luar (aksi) akan memberikan reaksi yang berbeda
dibandingkan dengan
tanah pasir jenuh air. Kenaikan kuat geser tanah tak terdrainase
tanah lempung jenuh air akan
lebih lambat dibandingkan tanah pasir tersebut. Perbandingan
skala ukuran partikel beberapa
sistem klasifikasi disajikan dalam Gambar 2.1, sedangkan
perbandingan sistem AASHTO
dengan sistem USCS diperlihatkan pada Tabel 2.1.
Gambar 2.1 Skala ukuran butiran tanah beberapa sistem
klasifikasi tanah
(Soil Science Division Staf, 2017)
Tabel 2.1 Komparasi antara sistem AASHTO dengan sistem USCS
(Das, 2009)
-
10
2.3 Pengujian laboratorium
Beberapa pengujian laboratorium untuk mendapatkan sifat fisis
dan mekanik tanah adalah
sebagai berikut:
2.3.1 Pengujian sifat fisis tanah
1) Pengujian Kadar Air (Water content): ASTM D2216-92 (1996),
SNI 03-1965-1990
2) Pengujian Kerapatan Massa (Mass density): ASTM (D-2049), SNI
(1964-1990-F)
3) Pengujian Berat Jenis Tanah (Spesific gravity): ASTM D654-92
(1996), Revisi SNI
(03-1964-1990)
4) Pengujian Pengujian Batas Cair dan Batas Plastis Tanah
(Atterberg limit testing):
ASTM (D-4318-00)
5) Pengukuran Gradasi Butir Tanah (Grain size analysis): ASTM
D-422-63(2007)e2
& D-1140-00: meliputi: meliputi Analisa saringan kering
(Sieve analysis) dan
Analisa hidrometer (Hydrometer analysis)
2.3.2 Pengujian sifat mekanik tanah
Pengukuran uji geser langsung (Direct shear test) - SNI
(03-2813-2008)
2.4 Penelitian sejenis terdahulu
Pada Tabel 2.2 disajikan daftar penelitian terdahulu kajian
tentang kelongsoran tanah.
Tabel 2.2 Daftar Penelitian Sejenis Terdahulu
No Nama Penulis Judul Artikel Judul Jurnal Tujuan Penelitian
1. Rahmawan Bagus
Pratama, dkk
(2014).
Analisis Stabilitas
Lereng Dan
Alternatif
Penanganannya
(Studi Kasus
Longsoran Jalan
Alternatif
Tawangmangu Sta
3+150 – Sta 3+200,
Karanganyar).
Jurnal Karya Teknik
Sipil, Volume 3,
Nomor 3, Tahun 2014,
Universitas Diponegoro
Mengetahui faktor
keamanan lereng
alami dan setelah
diberi alternatif
penanganan bored
pile, menggunakan
metode Fellenius
dan program
PLAXIS
2. Diana Destri
Sartika, Yuki
Analisis Stabilitas
Lereng Tanah
Jurnal Online Institut
Teknologi Nasional,
Mencari pengaruh
variasi kemiringan
-
11
Achmad Yakin
(2016).
Berbutir Kasar
dengan Uji Model
Fisik.
No.2 Vol. 3, 2016.
Teknik Sipil, Institut
Teknologi Nasional,
Bandung
lereng dan
kepadatan
tanahnya terhadap
faktor keamanan
lereng,
menggunakan
metode
kesetimbangan
(equilibrium
method) dan
metode elemen
hingga (finite
element method).
3. Andriyan
Yulikasari, dkk.
(2017).
Analisis Stabilitas
Lereng Tanah di
Daerah Olak Alen
Blitar.
Jurnal Teknik ITS vol.
6, no. 2 (2017), 2337-
3520 (2301-928x print).
Institut Teknologi
Sepuluh Nopember
(ITS)
Mencari faktor
keamanan lereng
dengan
memodelkan
lereng kondisi
kering dan jenuh
air, menggunakan
metode Bishop dan
program Geo-
Slope
4. Dina Iis Sutiyono
dkk. (2017).
Analisis Stabilitas
Lereng Akibat
Gempa Di Ruas
Jalan Noongan –
Pangu.
Tekno
Vol.15/No.67/April
2017 ISSN : 0215-9617
1. Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sam
Ratulangi
Mengetahui faktor
keamanan lereng
terhadap gempa,
menggunakan
program Plaxis.
5. Karsa Ciptaning
dkk (2018).
Analisis Stabilitas
Lereng Dengan
Konstruksi Dinding
Penahan Tanah Tipe
Counterfort.
Jurnal Arsip Rekayasa
Sipil dan Perencanaan
1(2):58-68 (2018) DOI:
10.24815/jarsp.v1i2.10
942, E-ISSN: 2615-
1340; P-ISSN: 2620-
7567
Mengetahui faktor
keamanan lereng
setelah digunakan
dinding penahan
tanah dan variasi
kemiringan lereng,
menggunakan
metode Fellenius
dan program
Geostudio.
2.5 Road map penelitian
-
12
Berikut adalah penelitian-penelitian yang pernah dilakukan oleh
tim peneliti. Seluruh
penelitian yang ada (Gambar 2.2) mengambil tema tentang
geoteknik (tanah) yaitu stabilitas
dan penurunan tanah, dua hal yang penting untuk diketahui dan
dicarikan model solusi yang
tepat untuk mengurangi kegagalan konstruksi.
Gambar 2.2 Road Map Penelitian
-
13
BAB III. METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dijelaskan secara detail bahan, alat, dan
urutan atau langkah-langkah penelitian
untuk menjawab tujuan penelitian. Pertama sekali dijelaskan
bahan uji tanah yang digunakan
dilanjutkan dengan alat yang digunakan dalam hal ini pengujian
laboratorium yang dilaksanakan
untuk mendapatkan sifat fisis dan mekanik tanah daerah longsor.
Selanjutnya diterangkan
bagaimana cara mengkarakterisasi kelongsoran tanah dengan
beberapa variabel tetap dan bebas
yang digunakan dan diakhiri dengan cara memodelkan kelongsoran
tanah yang ada. Urutan
penelitian disajikan secara detail dalam Diagram Alur Penelitian
pada Gambar 3.1.
3.1 Bahan uji tanah
Tanah yang jadi obyek penelitian adalah tanah dari daerah
longsor Desa Kunir, Kecamatan
Keling, Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Karena kondisi tanah sudah
dalam keadaan longsor
dan kemiringan lereng juga sudah berubah, teknik pengambilan
sampel tanah dilakukan
dengan mengambil tanah di kedalaman 3 meter dari permukaan tanah
pada bagian tepi
lereng. Sampel tanah yang diambil sebanyak 100 kg.
3.2 Alat uji
Seluruh pengujian seperti yang tertera di bawah ini untuk
mendapatkan sifat fisis dan
mekanik tanah akan dilakukan di Laboratorium Geoteknik Fakultas
Teknik Universitas Islam
Sultan Agung. Berikut jenis pengujian yang dilakukan:
1) Pengujian Kadar Air: ASTM D2216-92 (1996), (Revisi SNI
03-1965-1990)
2) Pengujian Kerapatan Massa: ASTM (D-2049), SNI
(1964-1990-F)
3) Pengujian Berat Jenis Tanah: ASTM D654-92 (1996), Revisi SNI
(03-1964-1990)
4) Pengujian Pengujian Batas Cair dan Batas Plastis Tanah: ASTM
(D-4318-00)
5) Pengukuran Gradasi Butir Tanah: ASTM D-422-63 (2007) e2 &
D-1140-00: meliputi
Analisa saringan kering dan Analisa hidrometer
6) Pengukuran uji geser langsung: SNI (03-2813-1992)
3.3 Model Plaxis untuk mendapatkan faktor keamanan (safety
factor)
-
14
Perhitungan faktor keamanan minimum suatu lereng bisa dilakukan
dengan cara manual
tetapi memerlukan waktu lama dan hasilnya bisa kurang akurat.
Guna mendapatkan hasil
yang cepat dan akurat, analisa numerik bisa digunakan. Beberapa
program aplikasi untuk
menghitung faktor keamanan lereng yang bisa digunakan
diantaranya Plaxis dan Geoslope.
Pada bagian ini program aplikasi Plaxis akan dijelaskan beberapa
fitur program mulai dari
input, kalkulasi, dan output seperti diperlihatkan pada Gambar
3.1 – Gambar 3.3.
Gambar 3.1 Input Plaxis
Gambar 3.2 Tahap Kalkulasi Plaxis
-
15
Gambar 3.3 Output Plaxis
Pada input Plaxis seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.1,
kondisi eksisting tanah lereng
dimodelkan beserta kondisi muka airnya. Setelah geometri lereng
dibuat dan parameter-
parameter tanahnya serta posisi muka air diinputkan kemudian
tahap kalkulasi dilakukan
(Gambar 3.2) dan keluaran dihasilkan (Gambar 3.3).
3.4 Peran tim peneliti
Berikut tugas setiap personil tim peneliti:
1) Dr. Abdul Rochim: surveyor lapangan, uji laboratorium, dan
pemodelan plaxis
2) Prof. Pratikso: surveyor lapangan dan analisis hasil uji
laboratorium
No Nama Jabatan Bidang
Keahlian
Instansi
Asal
Alokasi Waktu
(jam/minggu)
1 Dr. Abdul
Rochim, ST, MT
Ketua Rekayasa
Geoteknik
FT
Unissula
15
2 Prof. Ir. H.
Pratikso, MST,
PhD
Anggota Rekayasa
Geoteknik
FT
Unissula
10
-
16
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
- Kemiringan lereng
- Vegetasi
- Drainase
- Uji Gradasi - Beban jalan
- Uji Berat Jenis - Rembesan air
- Uji Proktor
- Uji Konsistensi
- Uji Direct Shear
Mulai
Data Primer
Sampel Tanah
Klasifikasi
Tanah
Longsor
Kajian Pustaka
Sifat mekanik tanah
Pemilihan
Survei Lapangan
Perumusan Masalah &
Tujuan Penelitian
Pengambilan
Sifat fisis &
Data Lingkungan Sekitar
Daerah Longsor
Karakterisasi
Uji Laboratorium
Parameter Tanah
Kelongsoran Tanah
Selesai
-
17
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Geometri lereng sebelum longsor dengan setelah longsor
Pada bagian pertama, dijelaskan kondisi sebelum longsor dan
setelah tanah longsor, kondisi
jalan, dan sistem drainase di lokasi tanah longsor Desa Kunir,
Kecamatan Keling, Kabupaten
Jepara. Gambar 4.1 memperlihatkan sebelum dan sesudah kondisi
tanah longsor. Gambar
sebelah kiri menunjukkan pola longsoran / selimut keruntuhan
yang jelas yaitu pada batas
antara jalan yang diaspal dengan bahu jalan yang tidak diaspal.
Kondisi ini memperjelas
fakta bahwa bahu jalan yang tidak diaspal memudahkan air hujan
infiltrasi ke dalam badan
lereng sehingga gaya lateral tanah yang mendorong dinding
penahan tanah jadi lebih besar.
Ketinggian lereng dari ujung kaki ke bagian atas (jalan) sekitar
20 meter. Gambar 4.2
memperlihatkan counterfort (dinding penahan tanah batu kali)
kondisi sebelum longsor yang
dibangun memiliki kemiringan yang curam hampir vertikal (sekitar
1: 0,1). Berikutnya
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.3 jalan desa penghubung
satu desa dengan desa
lainnya dengan lebar jalan hanya sekitar 3 meteran ini bukanlah
jalan kelas I yang bisa
dilewati kendaraan berat seperti truk 12 as tetapi hanya
kendaraan ringan. Ini menjadi
pertanyaan bahwa ada faktor pencetus lain yang mengakibatkan
tanah longsor karena beban
kendaraan / jalan itu sendiri tidak besar.
Gambar 4.1. Kondisi sebelum longsor (kiri) dan sesudah longsor
(kanan)
-
18
Gambar 4.4 memperlihatkan sistem drainase yang ada di antara
jalan dan rumah penduduk
dimana terlihat saluran drainase tidak dibuat dengan baik, tidak
dibuat menggunakan buis beton
yang kedap air. Kondisi ini mengakibatkan air buangan dari air
hujan dan rumah tangga tidak
teralirkan dengan baik tetapi meresap kedalam tanah. Beberapa
kondisi tersebut bisa menjadi
faktor pencetus longsornya tanah seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 4.1 kanan.
Gambar 4.2. Kemiringan dinding penahan tanah yang curam
Gambar 4.3. Jalan desa penghubung desa satu dengan desa
lainnya
-
19
Gambar 4.4. Kondisi saluran drainase
4.2 Hasil uji laboratorium tanah lereng
Tabel 1 menyajikan hasil material tanah longsor yang diuji.
Pengujian tanah dilakukan di
Laboratorium Geoteknik Fakultas Teknik Universitas Islam Sultan
Agung (UNISSULA).
Tampaknya tanah didominasi oleh tanah granular (72,25%) daripada
tanah kohesif (27,75%),
namun jumlah tanah kohesif yang cukup banyak lebih dari 5% ini
dapat mempengaruhi
perilaku keseluruhan tanah. Adapun sifat mekanik tanah, sudut
geser tanah termasuk tinggi
(45,86) diklasifikasikan sebagai tanah padat sedangkan kohesi
cukup besar (42,7 kPa).
Tabel 4.1. Propertis fisis dan mekanik tanah uji
Dari hasil uji batas konsistensi (Atterberg Limit) didapatkan
nilai batas cair, LL (liquid limits)
41 yang digolongkan sebagai tanah dengan plastisitas rendah (low
plasticity soil), sedangkan
jika dilihat dari nilai indeks plastisitas (PI) nya 14.12
digolongkan sebagai tanah
berplastisitas sedang (Atterberg, 1911 dalam Hardiyatmo, 1999).
Singkatnya, tanah lereng
Gs W c f
% (kg/cm2) LL PL PI
2.587 25.902 0.427 45.86 41.00 26.88 14.12
Gravel Sand Silt Clay SL
% % % % d max w opt
35.88 36.37 27.00 0.76 1.20 31.5 53.007
Atteberg Limits
Proktor Modified
-
20
terdiri dari tanah yang cukup baik, diklasifikasikan sebagai
pasir kelanauan (SM) tetapi perlu
diperiksa apakah tanah dapat berdiri tanpa kegagalan jika
dipotong secara vertikal.
4.3 Pemodelan lereng dengan Plaxis
Langkah selanjutnya adalah pemodelan tanah longsor menggunakan
program Plaxis.
Geometri tanah lereng dengan semua beban eksternal dan propertis
tanah (seperti yang
ditampilkan pada Tabel 4.1) dimasukkan. Pada pemodelan di sini,
parameter kuat geser tanah
f dan c yang digunakan adalah f dan c yang telah direduksi,
yaitu f dan c yang dikalikan 2/3.
Pertama, kondisi lereng mula-mula sebelum longsor dimodelkan
untuk menemukan
bagaimana tanah longsor terjadi. Kemudian untuk meningkatkan
stabilitas lereng untuk
menghindari kegagalan (tanah longsor), beberapa alternative
pekerjaan tanah (earthwork
solutions) yang dicoba. Gambar 4.5a menampilkan geometri lereng
dengan beban eksternal.
Tanah terdiri dari dua lapisan tanah dengan lapisan tanah dasar
lebih padat. Kemiringan
dimodelkan dalam hampir-vertikal tanpa perkuatan tanah untuk
memeriksa apakah tanah
lereng dapat berdiri sendiri tanpa kegagalan. Tanah lereng
dimodelkan sebagai tanah jenuh
air (saturated soil), dengan perhitungan mencari sat dijelaskan
pada sub bab 4.4. Dua jenis
beban merata yang didistribusikan di permukaan mewakili beban
jalan (15 kPa) dan beban
bangunan (10 kPa).
(a) (b)
Gambar 4.5. Lereng sebelum longsor: a) lereng tanpa perkuatan
tanah
b) lereng dengan dinding penahan tanah batu kali
-
21
Dari hasil analisis Plaxis, dihasilkan bahwa faktor keamana (SF)
hanya 0.61 kurang dari 1.
Setelah lereng diperkuat dengan dinding penahan tanah batu kali
(Gbr. 4.5b), didapatkan SF
1.01. Untuk jangka panjang, SF 1.01 ini tidak cukup untuk
stabilitas lereng karena kurang
dari 1.5. Dari temuan ini, tampaknya bahwa perkuatan tanah yang
digunakan tidak dapat
menahan beban yang berasal dari air yang meresapke dalam tanah,
jalan dan beban
bangunan. Dengan ketinggian lereng 20 meter tanpa terasering,
memasang dinding penahan
tanah batu kali bukan pilihan yang tepat.
4.4 Perhitungan jenuh air (sat)
Dengan memodelkan tanah dalam keadaan jenuh air (saturated),
maka perlu dihitung sat
tanah dasar dan tanah timbunan dari data dry lapangan dengan
rumus sebagai berikut:
……………………………………………………… (4.1)
…………………………………………………………………... (4.2)
……………………………………………………………….... (4.3)
Vv = V – Vs ………………………………………………………........… (4.4)
……………………………………………………………….... (4.5)
Dengan:
Ws = berat butiran padat (kN)
Vs = volume butiran padat (m3)
e = angka pori
Vv = volume rongga (m3)
V = volume total (m3)
Gs = specific gravity tanah
d = berat volume tanah kering (kN/m3)
s = berat volume butiran padat (kN/m3)
sat = berat volume tanah jenuh air (kN/m3)
-
22
pada pemodelan Plaxis, dengan data tanah yang ditunjukkan pada
Tabel 4.1 dan pada
Lampiran, sat yang didapat yaitu 17.4 kN/m3.
4.5 Solusi pekerjaan tanah untuk lereng
Laporan penelitian ini disusun dengan tujuan untuk memberikan
alternatif penanganan lereng
timbunan yang stabil atau perbaikan lereng tanah yang telah ada
sekarang ini yang telah
mengalami kelongsoran. Perbaikan yang dilakukan untuk menaikkan
faktor keamanan lereng
timbunan atau lereng aman dari bahaya rembesan air, geseran dan
gulingan yang mungkin
terjadi. Analisis untuk mendapatkan nilai faktor keamanan
dilakukan dengan menggunakan
program komputer Plaxis versi 8.2 dengan data hasil uji tanah
yang ada dan pemilihan
parameter tanah. Beberapa solusi pekerjaan tanah yang menawarkan
stabilitas yang cukup
dapat bervariasi. Namun, untuk tujuan ekonomis, ruang yang
tersedia, dan kemudahan
konstruksi solusi-solusi tersebut tidak dapat diterapkan karena
sangat mahal.
Pada pemodelan dengan Plaxis ini dipaparkan model lereng, metode
yang digunakan dan
pemilihan parameter tanah yang dipakai dalam analisis kestabilan
lereng yang dalam hal ini
hasil output berupa nilai faktor keamanan lereng sebagai
berikut:
a. Lereng dengan tinggi total dari tanah dasar 20 meter dibagi
menjadi 5 terasering dan
4 median (platform) dengan kemiringan dan tinggi per lereng
adalah 1:1 dan 4 meter.
Lebar median yaitu 1.5 meter.
b. Data tanah hasil laboratorium pada lokasi tanah timbunan
dipakai dalam analisis (data
tanah terlampir)
c. Tanah dimodelkan dalam kondisi jenuh air (saturated,
S=1).
d. Parameter kuat geser tanah (c dan f) yang dipakai sebagai
input analisis nilainya
direduksi dengan SF = 1.5 (atau 2/3 nya nilai yang ada) .
e. Menambahkan counterweight dari dinding beton bertulang di
kaki lereng timbunan
paling bawah untuk peningkatan safety factor yang terjadi dan
mencegah efek aliran
air hujan.
f. Nilai faktor keamanan yang dipakai adalah minimum 1.5.
-
23
Membandingkan penggunaan perkuatan tanah dengan model modifikasi
sudut kemiringan,
modifikasi lereng ini lebih efisien. Seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 4.6, kemiringan
dimodifikasi menjadi 5 model terasering dengan kemiringan 1: 1
setiap terasering, dan
diantara terasering dibuat median (platform) selebar 1.5 m.
Modifikasi kemiringan lereng ini
menghasilkan SF 1.56 lebih dari 1.5. Deformasi tertinggi seperti
yang disajikan pada Gambar
4.7 pada permukaan horizontal (warna merah) tidak pada
kemiringan. Namun kekurangan
model ini membutuhkan ruang yang lebar untuk membangun tanggul
tanah.
Gambar 4.6. Terrace earthwork solution without reinforcement
Gambar 4.7. Deformation of slope
4.6 Alternatif pekerjaan tanah dan perbaikan tanah
Metode pekerjaan dan perbaikan tanah yang ditawarkan yang bisa
meningkatkan faktor
keamanan lereng antara lain sebagai berikut:
-
24
a. Memadatkan (compaction) tanah timbunan per 20 cm kondisi
padat ( tebal jadi)
sesuai kepadatan tanah lapangan optimum (90% standar proktor
laboratorium) yang
bisa meningkatkan parameter kuat geser tanah (kohesi dan sudut
geser dalam
tanah/phi). Semakin padat tanah semakin besar daya dukung tanah
yang artinya tanah
lebih stabil dan penurunan tanah kecil. Diperlukan alat pemadat
yang tepat misalnya
Pad foot roller dan teknik pemadatan yang tepat saat
penghamparan tanah. Kadar air
tanah ± 2-4% OMC, tebal hamparan 30 cm dan jumlah lintasan alat
pemadat sesuai
trial embankment (misalnya 6x lintasan).
b. Menambah kelandaian kemiringan lereng timbunan. Kemiringan
lereng 1:1.5 atau 1:2
yang tergantung juga tinggi lereng akan menghasilkan faktor
keamanan (SF) yang
lebih besar (lebih stabil) dibandingkan kemiringan lereng
timbunan 1:1.
c. Dinding kantilever beton dapat menghindarkan dari
kelongsoran. Perlu kontrol
stabilitas terhadap geseran, gulingan dan daya dukung tanah
sehingga mendapatkan
dimensi yang benar.
d. Shotcrete bisa digunakan sebagai pelindung lereng terhadap
cuaca / hujan. Shotcrete
efektif digunakan untuk lereng yang curam dengan kemiringan
lereng 60 derajat
sampai dengan 80 derajat. Perlu tenaga ahli (man power atau
nozzle man) yang
berpengalaman untuk mendapatkan hasil shotcrete yang bagus.
Tebal shotcrete
bervariasi dari 7.5 cm – 10 cm. Shotcrete tidak cocok diterapkan
di tanah timbunan
yang tinggi.
e. Geosintetik juga bisa digunakan untuk menanggulangi
kelongsoran karena kekuatan
tariknya yang sangat baik. Bahannya yang fabrikasi memungkinkan
di setiap
permukaannya mempunyai kekuatan yang sama. Sama halnya dengan
shotcrete,
geosintetik ini juga mahal dengan harga bahan + harga
pemasangannya mencapai Rp.
18.500 per m2 (terlampir penawaran dari PT. Panca Tetrasa).
f. Untuk mempercepat / mengalirkan air hujan maka pada lereng
timbunan diperlukan
saluran drainase konstruksi buis beton arah vertical setiap
jarak 10 meter yang
dialirkan di saluran drainase arah horizontal pada tepi berem
rabat beton bertulang.
g. Menambahkan counterweight dari pasangan batu kali atau beton
bertulang di kaki
bagian paling bawah lereng timbunan sebagai cara untuk menahan
geseran dan
gulingan. Kaki lereng adalah bagian yang perlu dilindungi untuk
mencegah longsoran
-
25
dalam dan aliran air hujan. Jika terjadi rembesan air maka air
ini akan melalui kaki
lereng dengan membawa serta butiran tanah sehingga terjadi
erosi. Jika tidak
dilindungi maka erosi akan progresif dan bisa meninbulkan
longsoran besar.
h. Untuk melindungi lereng dari erosi permukaan dan menahan
supaya air hujan tidak
seluruhnya meresap ke dalam tanah maka Rumput Vetiver bisa
digunakan. Rumput
ini dipasang hanya pada bagian lereng tidak pada berem. Harga
per meter persegi
rumput ini cukup murah dan lebih murah dibandingkan dengan rabat
beton bertulang
/ shotcrete.
4.7 Penggunaan rumput vetiver pada lereng
Rumput vetiver, atau yang disebut juga dengan Akar Wangi, adalah
rumput-rumputan yang
mempunyai akar serabut. Rumput ini sampai saat ini telah banyak
digunakan untuk
perlindungan lereng tanah karena kemampuan akar serabutnya yang
mampu mengikat tanah
permukaan lereng sehingga dapat mencegah erosi permukaan.
Seperti tersebut dalam
Susiowati dan Veronika (2016) “Rumput vetiver yang memiliki akar
serabut kuat memegang
tanah, setelah mengalami pemeliharaan awal yang baik, akan hidup
kokoh dan mampu
menahan beban tanah yang hendak longsor” (Jurnal Media
Komunikasi Teknik Sipil Vol. 22,
No.2, Desember 2016).
Rumput vetiver ini bekerja efektif hanya pada permukaan tanah
lereng. Pada perencanaan
lereng, kemiringan lereng dan beban air perlu diperhatikan. Jika
ada air hujan, pada tanah
yang tandus dua hal yang terjadi yaitu air akan melimpas (run
off) dan atau meresap ke
dalam tanah. Dua hal tersebut bisa memberikan pengurangan faktor
keamanan lereng, air
yang melimpas akan menggerus tanah permukaan sehingga berakibat
kemiringan lereng
berkurang landainya, sementara air yang meresap ke dalam tanah
akan menjadi beban lereng
jika tidak terdrainase dengan baik. Rumput vetiver ini bisa
menjadi penanggulangan dua hal
tersebut di atas, air hujan yang jatuh di lereng akan terserap
oleh rumput dan kekuatan akar
serabutnya mampu menjaga tanah lereng dari erosi sehingga bisa
mempertahankan
kemiringan lereng. Gambar 4.8 memperlihatkan penanganan lereng
tanah dengan
menggunakan rumput vetiver di daerah Jawa Barat untuk
mempertahankan kestabilan tanah
-
26
lereng. Rumput vetiver disimpulkan bisa menanggulangi erosi
permukaan sehingga
kelandaian lereng masih terjaga sesuai desain awal (faktor
keamanan tidak berkurang)
Gambar 4.8 Penanganan Tanah Lereng dengan Rumput Vetiver
-
27
BAB V. KESIMPULAN
Tanah longsor biasanya terjadi sesaat setelah gempa bumi atau
hujan. Dalam kasus desa Kunir,
Jepara terjadi tanah longsor setelah hujan. Namun itu bukan
hanya satu faktor yang
menyebabkan tanah longsor di desa Kunir tetapi banyak faktor
seperti geometri lereng, jenis
tanah, beban eksternal, sistem drainase.
1) Ketinggian lereng sangat tinggi sekitar 20 meter dengan sudut
kemiringan dekat - gradien
vertikal. Dengan ketinggian seperti itu, konter tipe dinding
gravitasi yang dibangun memiliki
kemiringan yang curam hampir vertikal (sekitar 1: 0,1) dan tanpa
permukaan atau platform
datar. Drainase tidak dikelola dengan baik sehingga air mudah
meresap ke tanah. Kemiringan
terdiri dari tanah yang cukup baik dengan konsistensi Pasir
Silty (SM) dengan sudut gesekan
tinggi. Namun tekanan yang dimobilisasi yang berasal dari beban
eksternal lebih tinggi
sehingga tanah longsor terjadi. Dari temuan ini, penguatan
dinding gravitasi tidak dapat
menahan beban yang berasal dari air yang disusupi, jalan dan
beban bangunan. Kemiringan
dengan ketinggian 20 meter tanpa teras, memasang dinding
gravitasi bukan pilihan yang
baik.
2) Untuk memiliki kemiringan yang stabil, pertama beban
eksternal harus diperhitungkan dalam
kondisi yang ada untuk mengetahui apakah tanah longsor terjadi
atau tidak. Tanah
dimodelkan sebagai tanah jenuh bukan tanah kering. Dari Plaxis,
SF lereng tanpa tulangan
hanya 0,61, kemudian setelah lereng diperkuat dengan dinding
gravitasi, SF 1,01 kurang dari
1,5. Untuk tujuan ekonomis, solusi pengerjaan tanah dapat
diusulkan dengan modifikasi
sudut kemiringan. Dengan kemiringan berisi 5 teras yang memiliki
kemiringan 1: 1 setiap
teras, SF 1,56 lebih dari 1,5.
3) Pekerjaan dan perbaikan tanah yang disarankan untuk
kestabilan timbunan lereng
pembangunan Sirkuit Mijen sebagai berikut:
a. Pemadatan tanah lereng timbunan sesuai prosedur dan syarat
pemedatan yang benar
antara lain alat pemadat jenis Pad foot roller, tebal hamparan ±
30 cm, kadar air tanah
hamparan ± 2-4% OMC, dan jumlah lintasan ditentukan dari trial
embankment.
-
28
b. Dengan permodelan kemiringan lereng 1:1.6 dihasilkan nilai
faktor keamanan lereng
yang stabil (FS > 1.5) dan tinggi lereng total terdiri dari 8
susun (tinggi 2.5 meter dan
lebar 4 m per lereng) dan 7 median (lebar 1.5 meter).
c. Bagian median pemisah antara lereng satu dengan lereng
lainnya perlu ditutup dengan
rabat beton bertulang untuk meminimalkan air hujan meresap ke
dalam tanah sehingga
tidak ada beban air dan infiltrasi berlebih pada tanah
lereng.
d. Bagian tanah di permukaan di samping perkerasan sirkuit
(track lintasan) perlu ditutup
juga dengan rabat beton bertulang supaya air hujan tidak meresap
ke dalam tanah
sehingga tidak ada tambahan beban pada tanah lereng. Di bagian
ujung rabat beton dibuat
saluran drainase untuk menampung aliran air dari perkerasan
jalan (track lintasan) dan
rabat beton bertulang.
e. Diperlukan counterweight berupa beton bertulang di kaki
lereng untuk menambah faktor
keamanan dan mencegah erosi karena rembesan air dan aliran air
hujan.
f. Rumput vetiver efektif digunakan untuk meminimalkan erosi
tanah permukaan lereng
dan mempertahankan kemiringan lereng.
-
29
DAFTAR PUSTAKA
Andriyan Yulikasari, Widya Utama, Singgih Purwanto (2017).
Analisis Stabilitas Lereng Tanah
di Daerah Olak Alen Blitar. Jurnal Teknik ITS vol. 6, no. 2
(2017), 2337-3520 (2301-928x
print). Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
ASTM International (2000). ASTM D4318-00: Standard Test Methods
for Liquid Limit, Plastic
Limit and Plasticity Index of Soils. Annual Book of ASTM
Standards, Vol. 04.01, pp. 1-14.
ASTM International (2000). ASTM D1140 – 00: Standard Test
Methods for Amount of Material
in Soils Finer Than the No. 200 (75-um) Sieve. Annual Book of
ASTM Standards
ASTM International (2017). ASTM D422-63(2007)e2: Standard Test
Method for Particle-Size
Analysis of Soils. Annual Book of ASTM Standards
BPBD Provinsi Jawa Tengah (2017). Laporan Tahunan Pelaksanaan
Program Kerja BPBD
Provinsi Jawa Tengah TA 2017. Buku Laporan Akhir Tahun 2017.
BPBD Jawa Tengah.
Das, M. D. (2009). Principles of Geotechnical Engineering. 7th
ed. Stamford, CT: Cengage
Learning.
Badan Standarisasi Nasional (2008). Cara uji kuat geser langsung
tanah terkonsolidasi dan
terdrainase. Buku Standar Nasional Indonesia
_________“Cara Uji Penentuan Kadar Air” (Revisi SNI
03-1965-1990):, Badan Litbang
Departemen Pekerjaan Umum.
_________“Cara Uji Berat Jenis Tanah” (Revisi SNI
03-1964-1990):, Badan Litbang
Departemen Pekerjaan Umum.
Diana Destri Sartika, Yuki Achmad Yakin (2016). Analisis
Stabilitas Lereng Tanah Berbutir
Kasar dengan Uji Model Fisik. Reka Racana, Jurnal Online
Institut Teknologi Nasional, No.2
Vol. 3, 2016. Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional,
Bandung.
Dina Iis Sutiyono, Sjachrul Balamba, Alva Noviana Sarajar
(2017). Analisis Stabilitas Lereng
Akibat Gempa Di Ruas Jalan Noongan – Pangu. Tekno
Vol.15/No.67/April 2017 ISSN : 0215-
9617 1. Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sam
Ratulangi.
Hardiyatmo, H. C 1999). Mekanika Tanah Jilid 1, Penerbit
Erlangga, Jakarta
Karsa Ciptaning, Yuhanis Yunus, Sofyan M. Saleh (2018). Analisis
Stabilitas Lereng Dengan
Konstruksi Dinding Penahan Tanah Tipe Counterfort. Jurnal Arsip
Rekayasa Sipil dan
Perencanaan 1(2):58-68 (2018) DOI: 10.24815/jarsp.v1i2.10942,
E-ISSN: 2615-1340; P-ISSN:
2620-7567.
-
30
Ibnu Hariyanto (2018). BNPB: Sudah 438 Bencana di 2018, Longsor
Paling Banyak Makan
Korban di
https://news.detik.com/berita/d-3882938/bnpb-sudah-438-bencana-di-2018-longsor-
paling-banyak-makan-korban (diakses 12 April 2019).
Rahmawan Bagus Pratama, Imam Muslih Muhibbi, Indrastono Dwi A.,
Siti Hardiyat (2014).
Analisis Stabilitas Lereng Dan Alternatif Penanganannya (Studi
Kasus Longsoran Jalan
Alternatif Tawangmangu Sta 3+150 – Sta 3+200, Karanganyar).
Jurnal Karya Teknik Sipil,
Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Universitas Diponegoro.
Soil Science Division Staff (2017). Soil survey manual. C.
Ditzler, K. Scheffe, and H.C. Monger
(eds.). USDA Handbook 18. Government Printing Office,
Washington, D.C.
Susilawati dan Veronika (2016). Kajian Rumput Vetiver Sebagai
Pengaman Lereng Secara
Berkelanjutan. Jurnal Media Komunikasi Teknik Sipil Vol. 22,
No.2, Desember 2016.
Sutopo Purwo Nugroho (2018). 1.999 Kejadian Bencana Selama Tahun
2018, Ribuan Korban
Meninggal Dunia di
https://www.bnpb.go.id/1999-kejadian-bencana-selama-tahun-2018-ribuan-
korban-meninggal-dunia (diakses 12 April 2019).
https://news.detik.com/berita/d-3882938/bnpb-sudah-438-bencana-di-2018-longsor-paling-banyak-makan-korbanhttps://news.detik.com/berita/d-3882938/bnpb-sudah-438-bencana-di-2018-longsor-paling-banyak-makan-korbanhttps://www.bnpb.go.id/1999-kejadian-bencana-selama-tahun-2018-ribuan-korban-meninggal-duniahttps://www.bnpb.go.id/1999-kejadian-bencana-selama-tahun-2018-ribuan-korban-meninggal-dunia
-
31
LAMPIRAN
-
32
-
33
-
34
-
35
-
36
-
37
-
38
-
39
-
40
-
41
-
42