Page 1
LAPORAN
PENELITIAN INTERNAL
PENERAPAN PANDUAN BERITA RAMAH ANAK PADA BERITA KEKERASAN
TERHADAP ANAK DI MEDIA DARING
Oleh
Dr. Sri Mustika, MSi. (0327065701)
Rita Pranawati, MA (0306047701)
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
2019
Page 6
ABSTRAK
Menurut Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak adalah
tunas, potensi, dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan
mempunyai potensi menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.
Karena itu anak harus mendapatkan kesempatan bertumbuh kembang secara wajar, baik rohani
maupun jasmaninya. Namun pada kenyataannya anak-anak di Indonesia masih banyak yang
mengalami kekerasan yang mengancam jiwa dan psikisnya. Banyaknya kasus kekerasan
terhadap anak di Indonesia menjadikan pemberitaan media massa, khususnya media daring,
tentang kasus tersebut sangat gencar. Sayangnya, dalam memberitakan kasus-kasus tersebut
masih banyak media yang justru melakukan “kekerasan” baru pada anak yang sudah menjadi
korban. Hal ini disebabkan wartawan di dalam menulis sering mengabaikan Kode Etik
Jurnalistik (KEJ), Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
(SPPA), dan Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA) yang dikeluarkan Dewan Pers.
PPRA berisi 12 rincian mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan wartawan di dalam
menulis berita tentang anak yang berhadapan dengan hukum dan anak yang berkonflik dengan
hukum. Jika wartawan mengikuti panduan ini diharapkan anak-anak terhindar dari kekerasan
untuk kedua kalinya. Dalam praktiknya, wartawan media daring dalam menulis berita
kekerasan terhadap anak masih sering merugikan anak, karena mengabaikan PPRA.
Penelitian ini mengkaji tentang penerapan Pedoman Pemberitaan Ramah Anak pada
berita kekerasan terhadap anak di media daring. Tujuan penelitian adalah mengungkapkan
penerapan PPRA pada berita-berita kekerasan terhadap anak di media daring. Selain itu,
penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan faktor-faktor yang melatarbelakangi penyebab
belum diterapkannya PPRA pada berita kekerasan pada anak-anak di media daring.
Peneliti menggunakan paradigma konstruktivisme. Adapun teorinya adalah teori
konstruksi media. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan, wawancara
mendalam, dan studi dokumentasi. Teknik analisis data dilakukan dengan filling system, yaitu
mengelompokkan data ke dalam kategori-kategori tertentu dan menginterpretasikan dengan
memadukan konsep atau teori tertentu.
Hasil penelitian ini menunjukkan Tribunnews.com telah menerapkan Panduan
Pemberitaan Ramah Anak dengan baik. Kendati demikian, dari tinjauan jurnalistik berita-berita
tentang kekerasan anak pada Tribunnews.com terlalu singkat, sehingga informasinya kurang
lengkap. Wartawan hanya menuliskan unsur who, what, where, dan when, namun tidak
menggali unsur why, mengapa kekerasan tersebut sampai terjadi dan mengapa orang-orang
dewasa di sekeliling anak mengabaikan perlindungan terhadap anak. Judul ada kalanya tidak
sesuai denga isi berita, sehingga terkesan sensasional.
Target luaran penelitian ini adalah artikel ilmiah yang dimuat dalam jurnal terakreditasi
Sinta 3. Luaran tambahan: prosiding seminar seminar internasional.
Kata kunci: anak, berita kekerasan pada anak, panduan pemberitaan ramah anak
Page 7
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada peneliti, sehingga dapat menyelesaikan laporan penelitian berjudul Implementasi
Panduan Pemberitaan Ramah Anak dalam Berita Kekerasan terhadap Anak di Media Daring.
Salawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw.
yang telah membawa umat manusia dari alam gelap menuju alam pencerahan.
Penelitian ini merupakan salah satu wujud dari Catur Dharma Perguruan Tinggi
Muhammadiyah. Setiap dosen selain mengajar diwajibkan untuk meneliti dengan luaran
berupa artikel ilmiah yang dimuat di jurnal terakreditasi Sinta.
Peneliti banyak mendapat dukungan, bantuan, dan doa dari berbagai pihak. Untuk itu
pada kesempatan ini peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Rektor UHAMKA, Prof. Dr. Gunawan Suryoputro, M.Hum.
2. Ketua Lemlitbang UHAMKA, Prof. Dr. Suswandari, MPd. yang tak henti-hentinya
menyemangati peneliti agar terus meneliti.
3. Dekan FISIP UHAMKA, Dra. Tellys Corliana, M.Hum.
4. Ketua Prodi Ilmu Komunikasi FISIP UHAMKA, Farida Hariyati, S.I.P., M.IKom.
5. Kolega dosen di FISIP UHAMKA, terutama Rita Pranawati, MA, yang menjadi mitra
penelitian yang banyak memberikan masukan.
6. Sekretariat FISIP UHAMKA, terutama Evi Sylviana, SH dan Cynthia Ariksa, S.Sos.
7. Keluarga di rumah yang banyak mendukung dan menyemangati peneliti.
8. Para narasumber, Bapak Yulis Sulityawan, General Manager Tribunnews.com, Bapak
Priyambodo RH dari LKBN Antara dan LPDS, serta Bapak Kamsul Hasan dari PWI.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Page 8
Laporan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu peneliti sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun.
Semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembaca.
Jakarta, Maret 2020
Peneliti
Page 9
DAFTAR ISI
Cover i
SPK ii
Lembar Pengesahan iv
Abstrak v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi vii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1.Latar Belakang Masalah 1
1.2.Rumusan Masalah 2
1.3.Tujuan Penelitian 2
1.4. Urgensi Penelitian 3
BAB II KAJIAN PUSTAKA 4
2.1. State of the Art 4
2.2. Kajian Teori 5
2.3. Pedoman Pemberitaan Ramah Anak 6
BAB III METODOLOGI 8
3.1. Pendekatan Penelitian 8
3.2. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data 8
3.3. Alur Penelitian 9
3.4. Jadwal Penelitian 10
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 11
4.1. Deskripsi Objek Penelitian 11
4.1.1. Tribunnews.com. 11
4.1.2. Berita-Berita tentang Kekerasan terhadap Anak 12
4.1.3. Analisis Penerapan Pedoman Pemberitaan Ramah Anak di Tribunnews.com 15
4.1.4. Hasil Analisis Penerapan Pedoman Pemberitaan Ramah Anak 48
4.2. Pembahasan 48
BAB V. PENUTUP 60
5.1. Simpulan 60
5.2. Saran 60
Daftar Pustaka 62
Page 10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Berita mengenai kekerasan anak akhir-akhir ini banyak mengisi media massa, baik
media cetak, elektronik maupun media daring di Indonesia. Hal ini disebabkan peristiwa
kekerasan anak hingga saat ini masih terus terjadi. Padahal dalam beberapa Undang-
Undang disebutkan bahwa anak merupakan masa depan bangsa, sehingga keberadaannya
harus dilindungi.
Berdasarkan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak
adalah tunas, potensi, dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran
strategis dan mempunyai potensi menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara
pada masa depan. Karena itu, anak harus mendapatkan kesempatan bertumbuh kembang
secara wajar, baik rohani maupun jasmaninya. Kenyataanya, keadaan anak-anak banyak
yang mengalami kekerasan, sehingga mereka tidak bertumbuh normal bahkan ada yang
meninggal dunia sebelum menjadi dewasa.
Kekerasan terhadap anak kini sangat marak. Dari 87 juta anak Indonesia terdapat
6 persen yang mengalami kekerasan (www.tribunnews.com). Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI), mencatat selama Januari-April 2019 pelanggaran hak anak mayoritas
terjadi pada kasus perundungan, yaitu berupa kekerasan fisik, psikis, dan kekerasan
seksual. Berdasarkan pengaduan masyarakat pada KPAI, korban kekerasan psikis dan
perisakan (bullying) masih tinggi.
Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2015, kekerasan terhadap anak adalah
setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, psikis, seksual, dan atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan dengan cara melawan hukum.
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No
1 Tahun 2010 pada Bab I Ketentuan Umum poin 4 menyebutkan bahwa kekerasan
terhadap anak adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, mental, seksual, psikologis, termasuk
penelantaran dan perlakuan buruk yang mengancam integritas tubuh dan merendahkan
martabat anak.
Page 11
Setiap anak memiliki hak perlindungan sesuai dengan perundang-undangan. Anak
yang berhadapan dengan hukum, seperti anak yang menjadi korban kekerasan atau anak
yang berkonflik dengan hukum, seperti anak yang menjadi pelaku kekerasan berhak
mendapat perlindungan khusus dari pemerintah dan lembaga lainnya. Perlindungan
khusus pada anak tertera dalam UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal
15a, 59, 64, 72, 76a dan 77.
Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak,
anak adalah penduduk yang berusia antara 0-18 tahun, termasuk yang ada dalam
kandungan. Sedangkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan
Anak menyebutkan anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum
menikah.
Dengan meningkatnya kasus kekerasan terhadap anak, media massa, khususnya
media daring memberitakannya secara gencar, karena peristiwa ini memiliki nilai berita
yang tinggi. Nilai berita yang terdapat di dalam kasus kekerasan adalah konflik. (Iskandar
dan Atmakusumah, ed., 2014:43; Nurudin: 2009: 59).
Ketika memberitakan suatu peristiwa, media massa mengkonstruksikan realitas
yang ada. Karena itu dapat dikatakan kegiatan utama media adalah mengkonstruksikan
realitas. Media menyusun realitas dari berbagai peristiwa yang terjadi hingga menjadi
kisah atau wacana yang bermakna dengan bahasa sebagai unsur utama (Hamad, 2004:10).
Dalam memberitakan kekerasan terhadap anak media massa juga melakukan
konstruksi realitas. Media mengikutsertakan cara pandangnya dan menentukan struktur
berita sesuai dengan kehendaknya. Juga memilih hal-hal yang ingin ditonjolkan dan yang
ingin dihilangkan, serta memilih narasumber tertentu yang ingin diwawancarai.
Di dalam memberitakan tentang anak, wartawan harus Kode Etik Jurnalistik
(KEJ). Selain itu juga harus mengikuti Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) dan Panduan Pemberitaan Ramah Anak (PPRA).
PPRA berisi 12 item mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan wartawan dalam menulis
berita yang ramah anak.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah:
“Bagaimana media daring menerapkan Pedoman Berita Ramah Anak dalam
memberitakan peristiwa kekerasan terhadap anak?”
1.3.Tujuan Penelitiaan
1. Menganalisis penerapan PPRA pada berita kekerasan terhadap anak di media daring.
Page 12
2. Memahami faktor-faktor yang melatarbelakangi belum diterapkannya PPRA pada
berita kekerasan terhadap anak di media daring.
3. Memberikan bahan advokasi pada media daring agar menerapkan PPRA dalam
membuat berita kekerasan terhadap anak.
1.4. Urgensi Penelitian
1. Menghasilkan model konstruksi realitas media tentang kekerasan pada anak di media
daring yang lebih ramah anak.
2. Menghasilkan publikasi ilmiah yang menawarkan model penulisan berita tentang
kekerasan terhadap anak yang lebih ramah anak.
3. Menghasilkan materi ajar mata kuliah Teknik Mencari dan Menulis Berita dan Hukum
& Etika Pers.
4. Menghasilkan artikel ilmiah pada forum nasional tentang pemberitaan anak di media.
5. Memberikan masukan kepada media daring agar menulis berita yang ramah anak.
Page 13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. State of The Art
Sejalan dengan meningkatnya berita kasus kekerasan terhadap anak, maka
penelitian mengenai berita kekerasan terhadap anak banyak dilakukan. Seperti
penelitian Siregar (2016) tentang Media dan Kekerasan terhadap Anak di Harian Medan
Pos yang menemukan bahwa selama periode Agustus-Desember 2013 terdapat 17
berita kekerasan terhadap anak. Adapun temanya tentang pelecehan seksual 11 kali
(64,70%), penganiayan 3 kali (17,64%), pembunuhan 2 kali (11,76%) dan yang tidak
jelas karena isi tidak sesuai judul (5,88%).
Adapun penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak dalam keluarga diteliti
oleh Praditama, Sandhi, Nurhadi, dan Atik Catur Budiarti (2016). Penelitian yang
dilakukan di Kabupaten Wonogiri, Solo ini mereka menemukan faktor penyebab
kekerasan, yaitu: pewarisan kekerasan antargenerasi, kekerasan terhadap anak sulit
diungkap ke ruang publik, dan latar belakang budaya keluarga yang menempatkan anak
dalam posisi terbawah.
Andini dan kawan-kawan (2019) mencoba mengidentifikasi kekerasan pada
anak SD di Kota Malang. Mereka menemukan bahwa kekerasan dapat berupa
kekerasan fisik, kekerasan verbal, emosional, dan seksual. Usia korban mulai dari 8
tahun (14%), 9 tahun (23%), 10 tahun (31%), 11 tahun (21%), 12 tahun (8%), dan 13
tahun (3%). Mereka merupakan anak satu-satunya dalam keluarga atau tiga bersaudara.
Ibunya adalah istri yang tidak bekerja. Kondisi stres ibu memicunya melakukan
kekerasan terhadap anak.
Rahmad (2016) meneliti tentang konstruksi Koran Tempo dalam memberitakan
kekerasan terhadap anak dengan menggunakan analisis framing Pan dan Kosicki. Ia
menemukan bahwa berdasarkan: a. Struktur skrip. Koran Tempo cenderung menulis
kasus kekerasan terhadap anak dalam bentuk berita lempang, sehingga kesannya
semata bertutur tentang suatu kejadian yang umum. Koran Tempo lebih
mengedepankan aktualitas, namun beritanya kurang mendalam. b. Struktur tematik.
Berita ditandai dengan detail informasi yang serba terbatas. c. Struktur retoris.
Cenderung mengadili (trial by the press) terdakwa dengan cara meramu tulisan antara
fakta dan opini, sehingga dapat mengarahkan pembaca untuk mengadili terdakwa
sebagai bersalah mendahului putusan hakim.
Page 14
Penelitian ini berbeda dengan keempat penelitian di atas. Penelitian ini
berfokus untuk mengkaji penerapan Pedoman Pemberitaan Ramah Anak dalam berita
kekerasan anak di media daring dan faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Selama
ini penelitian tentang kekerasan pada anak memberikan porsi yang besar pada
konstruksi realitas media dibandingkan dengan menelaah sejauh mana media
menerapkan aturan tentang pembuatan berita ramah anak.
2.2. Peta Jalan Penelitian
2.3. Kajian Teori
Peneliti menggunakan teori konstruksi realitas media dari Peter L Berger dan Thomas
Luckman untuk mengkaji tentang berita kekerasan pada anak. Mengenai proses konstruksi
realitas, prinsipnya merupakan usaha “mengisahkan” (mengkonseptualisasikan) suatu
peristiwa, keadaan, atau benda tak terkecuali mengenai peristiwa kekerasan terhadap anak,
adalah suatu usaha mengkonstruksikan realitas.
Page 15
Menurut Berger dan Luckman (dalam Badara, 2012:8), proses konstruksi realitas
dimulai ketika konstruktor melakukan objektivasi terhadap suatu kenyataan. Objektivasi
adalah melakukan persepsi terhadap suatu objek. Hasil pemaknaan melalui persepsi ini
diinternalisasikan ke dalam diri konstruktor. Pada tahap ini dilakukan konseptualisasi terhadap
suatu objek yang dipersepsi. Setelah itu dilakukan eksternalisasi terhadap hasil proses
perenungan secara internal melalui pernyataan-pernyataan. Alat konseptualisasi dan narasi
adalah bahasa.
Bagi media massa bahasa bukan hanya alat untuk menggambarkan realitas, melainkan
untuk menentukan citra suatu realitas dalam benak khalayak. Media memiliki berbagai cara
untuk memengaruhi bahasa dan makna; mengembangkan kata-kata baru beserta makna
asosiatifnya; memperluas makna; mengganti makna lama suatu istilah dengan makna baru;
memantapkan konvensi makna dalam sistem bahasa (Hamad, 2004:12).
Ketika mengisahkan suatu hal, sesungguhnya kita hendak menyampaikan makna.
Setiap kata, angka, dan simbol lain dalam bahasa kita pasti mengandung makna. Karena itu,
penggunaan bahasa tertentu dapat berimplikasi pada bentuk konstruksi realitas dan makna yang
dikandungnya. Proses tersebut dapat dilihat pada penampang berikut ini:
Bahasa
Realitas menciptakan menciptakan realitas
Menciptakan
Budaya
Penampang Proses penciptaan realitas
Sumber: Christian dan Christian (dalam Hamad, 2004:13)
Sujiman (dalam Badara, 2012:10) menjelaskan, terdapat tiga tindakan yang biasa
dilakukan redaksi ketika mengkonstruksi realitas. Pertama, media memilih simbol (fungsi
bahasa). Redaksi memilih kata-kata, frasa, atau istilah yang sesuai. Juga di dalam memilih dan
mengemas foto, grafis, dan gambar. Kedua, memilih fakta yang akan disajikan (strategi
pembingkaian). Pembingkaian dipandang sebagai strategi penyusunan realitas untuk
menghasilkan sebuah wacana. Dengan alasan keterbatasan ruang/waktu, media jarang
membuat berita secara utuh. Sesuai dengan kaidah jurnalistik, berita harus singkat dan padat,
maka peristiwa yang panjang dan rumit disederhanakan melalui mekanisme pembingkaian
fakta.
Page 16
Ketiga, menyediakan ruang untuk suatu berita (fungsi agenda setting). Dengan
memuat berita tertentu, maka peristiwa tersebut memperoleh perhatian dari khlayak. Besarnya
perhatian khalayak terhadap suatu isu, tergantung pada seberapa besar perhatian media massa
pada isu tersebut.
2.3. Panduan Pemberitaan Ramah Anak
Pedoman Pemberitaan Ramah Anak berbunyi sebagai berikut :
1. Wartawan merahasiakan identitas anak dalam memberitakan informasi tentang anak
khususnya yang diduga, disangka, didakwa melakukan pelanggaran hukum atau
dipidana atas kejahatannya.
2. Wartawan memberitakan secara faktual dengan kalimat/narasi/visual/audio yang
bernuansa positif, empati, dan/atau tidak membuat deskripsi/rekonstruksi peristiwa
yang bersifat seksual dan sadistis.
3. Wartawan tidak mencari atau menggali informasi mengenai hal-hal di luar kapasitas
anak untuk menjawabnya seperti peristiwa kematian, perceraian, perselingkuhan
orangtuanya dan/atau keluarga, serta kekerasan atau kejahatan, konflik dan bencana
yang menimbulkan dampak traumatik.
4. Wartawan dapat mengambil visual untuk melengkapi informasi tentang peristiwa anak
terkait persoalan hukum, namun tidak menyiarkan visual dan audio identitas atau
asosiasi identitas anak.
5. Wartawan dalam membuat berita yang bernuansa positif, prestasi, atau pencapaian,
mempertimbangkan dampak psikologis anak dan efek negatif pemberitaan yang
berlebihan.
6. Wartawan tidak menggali informasi dan tidak memberitakan keberadaan anak yang
berada dalam perlindungan LPSK.
7. Wartawan tidak mewawancarai saksi anak dalam kasus yang pelaku kejahatannya
belum ditangkap/ditahan.
8. Wartawan menghindari pengungkapan identitas pelaku kejahatan seksual yang
mengaitkan hubungan darah/keluarga antara korban anak dengan pelaku. Apabila
sudah diberitakan, maka wartawan segera menghentikan pengungkapan identitas anak.
Khusus untuk media siber, berita yang menyebutkan identitas dan sudah dimuat, diedit
ulang agar identitas anak tersebut tidak terungkapkan.
9. Dalam hal berita anak hilang atau disandera diperbolehkan mengungkapkan identitas
anak, tapi apabila kemudian diketahui keberadaannya, maka dalam pemberitaan
Page 17
berikutnya, segala identitas anak tidak boleh dipublikasikan dan pemberitaan
sebelumnya dihapuskan.
10. Wartawan tidak memberitakan identitas anak yang dilibatkan oleh orang dewasa dalam
kegiatan yang terkait kegiatan politik dan yang mengandung SARA.
11. Wartawan tidak memberitakan tentang anak dengan menggunakan materi
(video/foto/status/audio) dari media sosial.
12. Dalam peradilan anak, wartawan menghormati ketentuan dalam Undang-Undang
Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).
Page 18
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Paradigma penelitian ini adalah konstruktivis. Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif (qualitative research). Menurut Kriyantono (2010:56), penelitian kualitatif
bertujuan menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui data yang sedetail
mungkin. Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan mampu menjelaskan fenomena
yang diteliti, maka tidak perlu mencari informan lainnya. Periset adalah bagian yang
menyatu dengan data. Ia ikut aktif di dalam menentukan jenis data yang diinginkan. Hasil
penelitian bersifat kasuistik dan tidak dapat digeneralisasikan.
Jenis penelitiannya adalah deskriptif. Tujuannya untuk menggambarkan, meringkas
berbagai kondisi, situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat
yang kemudian ditulis dalam berita di media daring.
3.2. Pemilihan Media
Media daring yang akan diteliti adalah Tribunnews.com. Media ini dipublikasikan
oleh PT Indopersda Prima Media. Peneliti memilih media ini karena tergolong media yang
menempati ranking tiga pada situs Alexa.com (situs pemeringkat media daring) dan cukup
banyak memberitakan tentang kekerasan pada anak.
Penelitian dilakukan terhadap berita-berita yang dimuat pada Januari 2020-Februari
2020.
3.3. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data
Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan (dalam hal ini terhadap berita
tentang kekerasan terhadap anak yang ada di Tribunnews.com). Selain itu juga dengan
mewawancarai narasumber, yaitu pihak redaksi media daring yang memahami proses
pemilihan berita dan memahami faktor-faktor yang melatarbelakangi diterapkannya PPRA
dalam pemberitaan kekerasan terhadap anak. Ditambah dengan studi dokumentasi yang
berasal dari artikel-artikel tentang kekerasan pada anak, dokumen di Komisi Perlindungan
Anak Indonesia, hasil-hasil penelitian, dan penelusuran di Internet.
3.4. Alur Penelitian
Berdasarkan paparan di atas, maka alur penelitian ini adalah sebagai berikut:
Page 20
3.5. Jadwal Penelitian
No. Tahapan Pelaksanaan
Pen.
Sept. Okt. Nov. Des. Jan. Feb
1. Pengumuman v
2. Pengusulan v
3, Penyeleksian v
4. Penetapan v
5. Pelaksanaan v
. a. Kontrak v
b. Pencairan Dana v
c. Pengumpulan Data v v
d. Pengolahan Data v
e. Monev 70% v
6. Pelaporan 100% v
Page 21
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1. Tribunne ws.com
Tribunnews.com berdiri pada 2010 dan merupakan salah satu media yang
berada di bawah grup Kelompok Kompas Gramedia (KKG). Media ini dipublikasikan
oleh PT Indopersda Prima Media, Divisi Koran Daerah Kompas Gramedia (Group of
Regional Newspaper). Kantor Tribunnews.com berada di Jalan Palmerah, Jakarta Barat.
Situs berita ini menyajikan berita-berita nasional, regional, internasional, olahraga, ekonomi
dan bisnis, selebritas dan gaya hidup (lifestyle). Tribunnews.com juga menyediakan rubrik
bagi masyarakat yang ingin berbagi pengalaman dalam rubrik Tribuners dan Citizen
Reporters.
Selain menyajikan berita, Tribunnews.com juga mengelola Forum Diskusi dan
komunitas daring melalui Facebook, dan Twitter, serta Google+. Untuk memudahkan pembaca
mengakses Tribunnews.com pengelolanya menyediakan aplikasi mobile dengan alamat
m.tribunnews.com.
Media daring ini mempekerjakan reporter yang bertugas di Jakarta,
Tribunnews.com dan mendapat dukungan dari jaringan 28 koran daerah atau Tribun
Network. Selain itu, juga mendapat dukungan dari hampir 500 wartawan di 22 kota penting
di Indonesia. Situs berita Tribunnews.com merupakan induk bagi lebih dari 20 situs berita
daerah Tribun Network.
4.1.2. Berita-berita tentang Kekerasan terhadap Anak
Berdasarkan pengamatan peneliti terhadap berita-berita kekerasan anak di
Tribunnews.com edisi Januari-Februari 2020 terdapat 15 berita dengan judul
seperti pada tabel di bawah ini:
Tabel 1.
No Edisi Judul Berita
1. 15 Januari 2020
Pukul 20.58
Polisi Tangkap Penjual Es Krim di Sawangan,
Diduga Lecehkan Anak di Bawah Umur
2. 22 Januari 2020
Pukul 13.40
Diduga Perkosa Balita 16 Bulan, Pria di
Tasikmalaya Diamuk Massa, Pelaku Kini
Disembunyikan Keluarga
Page 22
3. 23 Januari 2020
Pukul 23.16
Ibu Ikat Kaki Anaknya dan Menggantungnya
dengan Posisi Kepala di Atas, Polisi Cari Si
Penyebar Video
4. 24 Januari 2020
Pukul 19.47
Paksa Anak Kandung Lakukan Oral Seks saat
Istri sedang Tidur, Seorang Ayah Dipenjara 10
Tahun
5. 25 Januari 2020
Pukul 11.24
Fakta Baru Ayah di Trenggalek Cabuli 2 Putri
Kandung, Anaknya Harus Menjalani Perawatan
Medis
6. 29 Januari 2020
Pukul 23.18
Kasus Ayah Perkosa Anaknya di Mamasa
Terancam Hukuman Pidana dan Adat, Hukum
Adat Lebih Ngeri
7. 30 Januari 2020
Pukul 12.07
Kasus Remaja Dijadikan Budak Seks: Disiksa,
Dicekoki Miras, dan Dipaksa Layani 4 Pria
Sehari
8. 30 Januari 2020
Pukul 13.21
Di Cianjur 8 Anak Dicabuli Ayah Kandung, dan
12 Anak Lainnya oleh Ayah Tiri
9. 30 Januari 2020
Pukul 16.55
Cabuli Anak Kandung dan Anak Tiri, Seorang
Pria di Pontinak Ditembak Polisi
10. 30 Januari 2020
Pukul 19.30
Anak di Bawah Umur Asal Sikka Diusir dari
Kampung Usai Dihamili Sepupu
11. 31 Januari 2020
Pukul 07.43
9 Pria Paruh Baya Pedofilia Ditangkap di
Cianjur, Cabuli Bocah di Bawah Umur, Korban
Termuda 6 Tahun
12 13 Februari 2020
Pukul 06.12
Viral Video Siswa SMP di Purworejo
Membully Siswi Temannya, Polisi Langsung
Menyidik
13 13 Februari 2020
Pukul 08:48
Bullying Siswi SMP di Purworejo Masih
Hangat, Kini Beredar Video Guru Pukuli Siswa
di SMA Bekasi
14 13 Februari 2020
Pukul 11:34
Pria Muarojambi Rudapaksa Anak Tirinya di
Kebun, Dilakukan Saat Tangan dan Kaki
Korban Diikat
Page 23
Berdasarkan judul-judul berita di atas, tampak bahwa dari 14 berita kekerasan
pada anak di Tribunnews.com terbagi atas: berita kasus pelecehan seksual sebanyak 11
kasus dan berita kekerasan 3 kasus.
4.1.3 Analisis Penerapan Pedoman Pemberitaan Ramah Anak dalam Berita
Kekerasan Anak di Tribunnews.com
Media massa sebagai sumber informasi dalam memberitakan kekerasan pada
anak juga harus melindungi anak. Untuk itu wartawan di dalam menulis selain harus
mengikuti Kode Etik Jurnalistik, juga harus mengacu pada UU No. 11 Tentang Sistem
Peradilan Anak, serta Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA) dari Dewan Pers.
Analisis Berita
1. Berita edisi Rabu, 15 Januari 2020 yang dimuat Pukul 20:58 WIB
https://www.tribunnews.com/metropolitan/2020/01/15/polisi-tangkap-penjual-es-
krim-di-sawangan-diduga-lecehkan-anak-di-bawah-umur.
ilustrasi
Judul: Polisi Tangkap Penjual Es Krim di Sawangan, Diduga Lecehkan Anak di
Bawah Umur
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, DEPOK - Terjadi kasus pelecehan seksual terhadap anak di
bawah umur di Kota Depok.
Korbannya adalah seorang siswi yang bersekolah di bilangan Sawangan. SA salah
seorang petugas keamanan di perumahan yang menjadi lokasi aksi bejat tersebut
mengatakan, pelakunya merupakan seorang pedagang es krim di sekolah tempat
korban mengenyam pendidikan.
Page 24
SA juga berujar, pelaku sudah diamankan oleh polisi pada Jumat (10/1/2020) beberapa
hari yang lalu. “Sudah diamankan, kami kerjasama dengan petugas kepolisian Depok,”
tambahnya.
Sementara itu, Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Iptu Isa Fajar pun
membenarkan adanya kejadian tersebut ketika dikonfirmasi.“Iya betul mas pelakunya
sudah kami amankan di Polres Metro Depok,” jelas Isa. Namun, Isa belum bisa
menjelaskan kronologi pelecehan tersebut, lantaran kasusnya tengah dalam tahap
penyelidikan oleh pihaknya.
Berita Evaluasi Penerapan PPRA Kesimpulan
No 1 Berita ini tidak menyebutkan identitas anak
secara jelas, tidak juga mencantumkan nama
singkatannya. Nama sekolah dan alamat
rumahnya tidak pula dijelaskan. Bahkan
petugas keamaan di perumahan tempat
kejadian perkara namanya disingkat dan
nama perumahannya tidak disebutkan.
Berita ini juga tidak menjelaskan
kejadiannya secara detil. Berita ini
menggunakan ilustrasi anak perempuan
duduk dengan kepala menunduk.
Berita ini sudah
menerapkan PPRA,
karena
menyembunyikan
identitas anak secara
penuh. Meskipun
demikian, berita ini
terlalu singkat, sehingga
informasinya kurang
lengkap. Dalam kaidah
jurnalistik, kelengkapan
berita merupakan hal
yang harus dipenuhi
agar pembaca tidak
bertanya-tanya lagi.
Selain itu berita ini tidak
memiliki angle (sudut
pandang yang jelas).
Padahal sudut pandang
akan membantu
pembaca melihat
kejadian dari segi yang
lebih jelas. Dalam hal ini
sebaiknya berita
menggunakan angle
Page 25
kemanusiaan karena
peristiwa ini berkaitan
dengan masa depan
seorang anak
perempuan.
2. Berita edisi Rabu, 22 Januari 2020 yang dimuat Pukul 13:40 WIB
https://www.tribunnews.com/regional/2020/01/22/diduga-perkosa-balita-16-bulan-
pria-di-tasikmalaya-diamuk-massa-pelaku-kini-disembunyikan-keluarga
ILUSTRASI - Seorang pria di Tasikmalaya diamuk massa karena diduga
memperkosa balita 16 bulan.
Judul: Diduga Perkosa Balita 16 Bulan, Pria di Tasikmalaya Diamuk Massa,
Pelaku Kini Disembunyikan Keluarga
Editor: Pravitri Retno Widyastuti
TRIBUNNEWS.COM - Satuan Reserse Kriminal Polres Tasikmalaya Kota
menyelidiki laporan warga terkait adanya dugaan pemerkosaan balita perempuan 16
bulan oleh seorang pria dewasa berumur 35 tahun di Kecamatan Sukaratu,
Kabupaten Tasikmalaya, Rabu (22/1/2020).
Lelaki berinisial O (35), merupakan kakak ipar korban atau suami dari kakak korban
yang tinggal serumah selama ini. Meski saat kejadian tak ada saksi mata, warga di
lingkungan korban berusaha menghakimi lelaki itu. Sampai saat ini, pria 35 tahun itu
diamankan oleh keluarganya dari amukan massa.
Kepala Satuan Reskrim Polres Tasikmalaya Kota AKP Dadang Sudiantoro
menyebutkan, pihaknya langsung melakukan penyelidikan seusai orangtua korban
melapor ke Kepolisian. Berdasarkan laporan peristiwa itu terjadi pada Senin
(13/1/2020) di rumah orang tua korban.
Page 26
Awalnya, ibu korban menemukan anak mereka berdarah pada bagian kemaluannya.
Setelah itu, korban langsung dibawa ke bidan desa dan akhirnya dirujuk ke Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Tasikmalaya. Hasil visum dan pemeriksaan
medis diduga alat kelamin bayi tersebut masuk benda tumpul.
Berita Evaluasi Penerapan PPRA Kesimpulan
No 2 Berita ini sama sekali tidak menyebutkan
identitas anak yang jadi korban. Wartawan
juga tidak menyebut lokasi kejadian. Hanya
ditulis, peristiwa terjadi di rumah orang tua
korban.
Tersangka pelaku namanya disingkat.
Wartawan hanya menulis RS tempat
korban diperiksa, yaitu RSUD Kabupaten
Tasikmalaya. Satu-satunya penjelasan
mengenai kasus ini adalah keterangan
polisi tentang hasil visum yang
menyebutkan alat kelamin korban berdarah
akibat benda tumpul.
Berita ini sudah
menerapkan PPRA.
Meskipun demikian,
berita ini terlalu singkat.
Tidak ada penjelasan
bagaimana kondisi di
rumahnya, sehingga
tersangka pelaku dapat
melakukan
perbuatannya.
Seharusnya berita ini
juga dilengkapi dengan
wawancara dokter anak
untuk menjelaskan
mengenai dampak
terhadap kesehatan
reproduksi korban yang
masih bayi.
Judul berita ini
tergolong sensasional.
Disebutkan bahwa
seorang pria diamuk
massa, tetapi pada isi
berita tidak
dideskripsikan seperti
apa reaksi massa
terhadap tersangka
pelaku.
Page 27
3. Berita edisi Kamis, 23 Januari 2020 yang dimuat Pukul 23:16 WIB
https://www.tribunnews.com/regional/2020/01/23/ibu-ikat-kaki-anaknya-dan-
menggantungnya-dengan-posisi-kepala-di-atas-polisi-cari-si-penyebar-video.
Tangkapan layar Instagram seorang ibu menggantung anaknya dengan posisi kaki di atas dan
kepala di bawah viral di media sosial.(tangkap layar Instagram)
Judul: Ibu Ikat Kaki Anaknya dan Menggantungnya dengan Posisi Kepala di
Atas, Polisi Cari Si Penyebar Video
Editor: Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM - Beredar sebuah video menunjukkan seorang anak laki-laki
diikat kakinya. Kemudian menggantungnya dengan psoso kepala di bawah. Bahkan
sempat viral.
Terkait beredarnya video tersebut Kepolisian Sektor Kuta Alam Banda
Aceh memanggil sejumlah saksi. Kapolsek Iptu Miftahuda Dizha Fezuono mengatakan
telah memanggil dan memeriksa lima saksi perempuan untuk dimintai keterangan.
“Selanjutnya masih ada tujuh saksi lain akan turut diperiksa untuk menuntaskan kasus
tersebut, termasuk pelaku penyebar video tersebut,” ujar Kapolsek Iptu Miftahuda,
Kamis (23/1/2020).
Kapolsek menjelaskan, pemanggilan saksi ini dilakukan terkait dengan beredarnya
kembali video aksi tindak kekerasan terhadap anak. Sebelumnya, jelas kapolsek,
permasalahan ini sudah selesai setelah diadakan musyawarah dengan aparat gampong
(desa), polisi, pelaku, serta beberapa saksi.
“Kejadian ini sudah terjadi hampir dua pekan lalu, tapi tiba-tiba videonya kenapa baru
beredar sekarang, jadi kita akan melihat apakah ada unsur tindakan pidana di sana.
Polisi juga akan memeriksa penyebar video tersebut. Saat ini polisi sedang melakukan
penyelidikan hingga gelar perkara,” ujar Iptu Miftahuda.
Dari pemeriksaan terhadap pelaku berinisial NH, sebut Kapolsek Kuta Alam,
disebutkan bahwa NH meninggalkan anaknya, AAF (8) dalam kondisi terikat, dan sang
ibu pergi membeli makan untuk anaknya.Menurut pengakuan NH kepada polisi, ia
melakukan hal tersebut untuk menegur kelakuan nakal anaknya.
Page 28
Sebelumnya, sebuah rekaman video seorang anak diikat dengan posisi kaki tergantung
ke atas dan kepala ke bawah sempat viral di media sosial tanggal 22 januari 2020.
Berita Evaluasi Penerapan PPRA Kesimpulan
No 3 Berita ini berasal dari video yang viral.
Ilustrasi berita menggambarkan sepasang
kaki kecil yang diikat dengan posisi di atas.
Tidak disebutkan nama dan usia anak yang
menjadi korban. Lokasi kejadian juga tidak
disebutkan. Pembaca hanya mengetahui
polisi yang memberi keterangan adalah
Kapolsek Kuta Alam, Banda Aceh.
Nama tersangka pelaku yang merupakan
ibu kandung korban disingkat. Fotonya
tidak ada. Tersangka mengaku kepada
polisi bahwa ia ingin memberi pelajaran
pada anaknya yang nakal. Persoalan ini
sudah selesai dua minggu sebelumnya,
namun kemudian muncul video adegan
anak disiksa dengan kaki diikat dan posisi
kepala di bawah. Yang menjadi persoalan
kemudian adalah orang yang mengunggah
video yang viral ini. Polisi tengah
menyelidiki motif pengunggahan video.
Berita ini sudah
mengikuti PPRA.
Kendati demikian, berita
ini terlalu singkat.
Wartawan tidak
mendeskripsikan
pernyataan tersangka
yang mengatakan
anaknya nakal.
Seharusnya dijelaskan
jenis dan tingkat
kenakalannya. Karena
itu pembaca hanya
menduga-duga seperti
apa nakalnya si bocah,
sehingga mendorong
ibunya menghukum
dengan cara seperti itu.
Usia anak juga tidak
disebutkan. Dengan
menyebut usia si anak,
pembaca akan memiliki
bayangan apakah
kenakalan si anak sesuai
dengan usianya.
Judul berita keliru.
Disebutkan seorang ibu
mengikat kaki anaknya
dan menggantungnya
Page 29
dengan posisi kepala di
atas. Padahal dalam
ilustrasi tampak kaki
anak terikat dan
digantung dengan posisi
kepala di bawah.
Kekeliruan semacam ini
menandakan bahwa
wartawan tidak akurat.
4. Berita edisi Jumat, 24 Januari 2020 yang dimuat Pukul 19:47 WIB
https://www.tribunnews.com/internasional/2020/01/24/paksa-anak-kandung-lakukan-
oral-seks-saat-istri-sedang-tidur-seorang-ayah-dipenjara-10-tahun
Ilustrasi pelecehan seksual
Judul: Paksa Anak Kandung Lakukan Oral Seks saat Istri sedang Tidur, Seorang
Ayah Dipenjara 10 Tahun
Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Peristiwa bejat dilakukan seorang ayah kepada anak
kandungnya.
Ia memaksa gadis berusia 15 tahun untuk melakukan oral seks kepadanya. Kejadian
baru terungkap selang dua tahun setelah anak sulung korban nafsu ayahnya itu berani
bercerita kepada sang ibu.
Lelaki berusia 50 tahuh itu lalu ditangkap dan baru saja dijatuhi hukuman pidana
penjara selama 10 tahun lebih empat bulan. Seperti diberitakan oleh mohership.sg,
Page 30
seorang ayah di Korea dipidana 10 tahun 4 bulan setelah memaksa anak perempuannya
melakukan oral seks padanya.
Dia pun dinyatakan bersalah melakukan pelecehan seksual terhadap korban yang
berusia 15 tahun.Dia mengaku bersalah atas satu tuduhan penyerangan seksual dan
dijatuhi hukuman di pengadilan pada Rabu (22/1/2020).
Menurut dokumen pengadilan, korban adalah anak tunggal dan tinggal bersama ayah
dan ibunya di satu kamar. Dia biasanya berbagi kamar dengan ibunya, sementara
ayahnya, yang bekerja sebagai penjaga keamanan, tidur di sofa di ruang tamu.
Berita Evaluasi Penerapan PPRA Kesimpulan
No 4 Berita ini sama sekali tidak menyebutkan
identitas anak yang menjadi korban.
Wartawan juga tidak menyebut nama ayah
sebagai pelaku pelecehan seksual atau
ibunya.
Peristiwa ini hanya menyebutkan peristiwa
terjadi di Korea (tanpa disebutkan Korea
Utara atau Korea Selatan).
Berita ini sudah
menerapkan PPRA.
Kendati demikian berita
ini kurang akurat, karena
tidak menyebutkan
lokasi. Apakah di Korea
Utara atau Selatan dan
di kota mana? Demikian
pula lokasi pengadilan
kasus ini tidak
disebutkan.
Wartawan juga kurang
menjelaskan terdakwa
terjerat Undang-Undang
apa dan pasal berapa
yang berlaku di Korea.
Akan lebih menarik lagi
jika diulas bahwa di
sana kasus pelecehan
seks mendapat ganjaran
Page 31
yang setimpal. Meski
kejadiannya sudah dua
tahun berlalu, namun
setelah dilaporkan ke
polisi tersangka pelaku
tetap dikenakan
hukuman.
5. Judul: Fakta Baru Ayah di Trenggalek Cabuli 2 Putri Kandung, Anaknya Harus
Menjalani Perawatan Medis
Editor: Hasanudin Aco
https://www.tribunnews.com/regional/2020/01/25/fakta-baru-ayah-di-trenggalek-
cabuli-2-putri-kandung-anaknya-harus-menjalani-perawatan-medis.
TRIBUNNEWS.COM, TRENGGALEK - Fakta baru kasus persetubuhan ayah
terhadap dua putri kandung di Trenggalek Jawa Timur, ditemukan fakta baru.
Dalam penyelidikan lanjutan terhadap tersangka inisial HM (51), diketahui sudah
menyetubuhi putri pertamanya berinisial Bunga (kakak) sebanyak 4 kali “Dalam
pemeriksaan sebelumnya, tersangka mengaku menggauli Bunga (kakak) satu kali di
tahun 2018,” terang Kapolres Trenggalek AKBP Jean Calvijn Simanjuntak melalui
sambungan telepon (24/01/2020).
Polisi juga mendapat keterangan baru daru tersangka, bahwa Bunga menolak ajakan
HM (51) untuk berhubungan badan sebanyak 3 kali. Dalam hal ini, pelaku mengakui
semua perbuatannya, telah hendak mencoba menyetubuhi Bunga sebanyak 7 kali
"Pelaku 3 kali ditolak oleh Bunga, atas ajakan berhubungan badan,” terang AKBP Jean
Calvijn Simanjuntak.
Yang lebih mengejutkan lagi, pelaku HM (ayah) menggauili puti pertamanya Bunga,
di samping cucu pelaku, yakni anak kandung bunga yang masih balita. Aksi bejat
tersebut dilakukan oleh pelaku pada malam hari."Pernah, pada saat menggauli bunga,
cucunya menangis, dan tersangka keluar dari kamar,” terang AKBP Jean Calvijn
Simanjuntak.
Berita Evaluasi Penerapan PPRA Kesimpulan
No 5. Berita ini sama sekali tidak menyebutkan
identitas anak yang jadi korban. Wartawan
juga tidak menyebut nama ayah sebagai
tersangka pelaku pelecehan seksual. Lokasi
Berita ini sudah
menerapkan PPRA.
Kendati demikian berita
ini tidak responsif
gender, karena
Page 32
kejadian juga tidak disebutkan. Kapan
terjadinya juga tidak disebutkan.
mengganti kata
pemerkosaan dengan
menggauli. Pilihan kata
menggauli, maknanya
sangat merendahkan
perempuan. Kata
menggauli berasal dari
kata gaul yang dalam
Kamus Besar Bahasa
Indonesia artinya hidup
berteman. Dengan
menggunakan kata ini
redaksi menganggap
peristiwa pencabulan ini
bukan suatu pelanggaran
susila, melainkan seperti
halnya berteman.
Berita ini tidak termasuk
dalam kategori berita
kekerasan pada anak di
bawah umur, karena
korban telah menikah
dan memiliki anak.
Judul berita tidak sesuai
denga nisi. Di judul
disebutkan ayah cabuli
dua anak kandung, tetapi
dalam isi berita hanya
dikisahkan pencabulan
pada anak yang lebih tua
(kakak). Dalam judul
juga disebutkan si anak
harus menjalani
Page 33
perawatan medis,
sedangkan pada isi
berita tidak ada
penjelasannya.
6. Berita edisi Rabu, 29 Januari 2020 yang dimuat Pukul 23:18 WIB
https://www.tribunnews.com/regional/2020/01/29/kasus-ayah-perkosa-anaknya-di-
mamasa-terancam-hukuman-pidana-dan-adat-hukum-adat-lebih-ngeri.
Judul: Kasus Ayah Perkosa Anaknya di Mamasa Terancam Hukuman Pidana
dan Adat, Hukum Adat Lebih Ngeri
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, MAMASA - Kasus pemerkosaan anak di bawah umur di
Kecamatan Tawalian, Kabupaten Mamasa, Sulbar, telah dalam penanganan pihak
kepolsian.
Meski sudah dalam ranah pihak berwajib dan sudah dijadikan tersangka, namun kasus
ini dianggap tabu bagi adat dan kebiasaan masyatakat setempat Dengan demikian,
kasus ini masih akan ditangani oleh pihak tokoh adat di wilayah tempat kejadian itu
Pasalnya, korban yang masih duduk di bangku kelas 3 SMP dan berumur 17 tahun,
menjadi korban pemerkosaan ayah, kakak dan sepupunya sendiri. Perlakuan itu dialami
korban sejak masih SD tahun 2016 hingga tahun 2020.Menanggapi kasus ini, Ketua
Lembaga Adat Kabupaten Mamasa, Benyamin Matasak mengatakan, pihaknya telah
menyurat kepada lembaga adat di Kecamatan Tawalian.
"Kita serahkan dulu ke lembaga adat tingkat kecamatan," ungkap Benyamin Matasak,
Rabu (29/1/2020) siang tadi. Alasannya, kata dia, setiap wilayah keadatan di Mamasa,
Page 34
masing-masing memiliki kebiasaan. "Jadi tadi pagi saya sudah layangkan surat ke
lembaga adat tingkat kecamatan," tuturnya.
Surat itu, lanjut dia, ditembuskan ke Bupati Mamasa, Kapolres, Kajari. Walaupun
kasus itu sudah ditangan penegak hukum, namun dikatakan, lembaga adat tetap
menjalankan fungsinya, dalam hal pembersihan kampung. Sebab perbuatan itu
dianggap sangat merusak tatanan masyarakat di sekitarnya. Menurut Benyamin, pada
umumnya sesuai kebiasaan orang Mamasa, tokoh adat membersihkan kampung
Berita Evaluasi Penerapan PPRA Kesimpulan
6. Berita ini tidak menyebutkan nama korban
yang masih tergolong anak (17 tahun).
Lokasi kejadian disebutkan pada tingkat
kecamatan dan kabupaten. Nama para
pelaku yang merupakan ayah kandung,
kakak, dan sepupu korban juga tidak
disebutkan. Satu-satunya pihak yang disebut
Namanya adalah Ketua Lembaga Adat
Kabupaten.
Kasus ini selain ditangani oleh pihak
kepolisian juga ditangani oleh Ketua
Lembaga Adat. Karena itu, Ketua Lembaga
Adat menembuskan suratnya kepada
Bupati, Kapolres, dan Kajari.
Berita ini memenuhi
PPRA. Sesuai dengan
panduan PPRA nama
tersangka pelaku yang
masih berhubungan
keluarga tidak boleh
disebutkan namanya.
Namun demikian berita
ini kurang lengkap,
sehingga menimbulkan
kebingungan pembaca.
Peristiwa yang
berlangsung selama
empat tahun ini
bagaimana sampai tidak
diketahui oleh anggota
keluarga lainnya, seperti
ibu korban. Kapan saja
waktu-waktu kejadian
ini tidak dijelaskan.
Apakah pada saat
perkosaan terjadi di
rumah ini tidak ada
orang lain lagi selain
ketiga tersangka?
Page 35
Karena itu, meski
mengikuti PPRA, berita
ini pada judul cenderung
sensasional.
Berkenaan dengan
hukum adat, wartawan
tidak menjelaskan
sanksi yang diberikan
oleh hukum adat
terhadap pelanggaran
susila seperti ini.
Padahal dalam judul
wartawan menyebutkan
bahwa sanksi hukum
adat lebih ngeri.
Ilustrasi foto yang
digunakan sama dengan
foto yang digunakan
pada berita no 2. Hal ini
menunjukkan redaksi
kurang memperhatikan
estetika.
7. Berita Dimuat Pada Kamis, 30 Januari 2020 Pukul 12:07 WIB
https://www.tribunnews.com/metropolitan/2020/01/30/kasus-remaja-dijadikan-budak-
seks-disiksa-dicekoki-miras-dan-dipaksa-layani-4-pria-sehari
Page 36
Ilustrasi
Judul : Kasus Remaja Dijadikan Budak Seks: Disiksa, Dicekoki Miras dan
Dipaksa Layani 4 Pria Sehari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktik prostitusi yang melibatkan
wanita di bawah umur di Apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan terbongkar. Salah
satu korban praktik mesum tersebut adalah remaja putri berinisial JO (15). Dia dijual
kepada para lelaki hidung belang melewati aplikasi Michat oleh para tersangka, yaitu
NA (15), MTG (16), ZMR (16), JF (29), dan NF (19). Tidak hanya eksploitasi seksual,
JO juga mengalami penyiksaan dari para tersangka dari mulai dipukul, digigit, tangan
diikat, hingga dipaksa minum minuman keras. Penyiksaan yang dialami JO selama
disekap akhirnya berakhir ketika polisi menggerebek Tower Jasmine di apartemen
bersangkutan pada 23 Januari 2020. Melansir Kompas.com, berikut beberapa fakta
terkait kasus ini, di antaranya mengenai korban disiksa oleh tersangka yang juga anak-
anak.
JO disiksa oleh tersangka yang juga sesama anak–anak
Kapolresta Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Bastoni Purnama mengatakan, JO
(15), korban eskploitasi anak di Apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan, juga
mengalami penyiksaan oleh anak-anak lain. Tidak hanya diperdagangkan, JO sering
dianiaya dengan cara digigit dan dipukul.
Bahkan JO dipaksa menenggak minuman keras.
Anak yang melakukan tindak kekerasan tersebut adalah ZMR (16), NA (15), AS (17),
dan MTG (16). "AS dia memberikan minuman vodka dan ginseng, merekam korban
JO dalam keadaan tanpa busana. Pelaku MTG mengikat korban JO juga mengolah hasil
transaksi," kata Bastoni di Mapolres Metro Jakarta Selatan, Rabu (29/1/2020).
Sedangkan ZMR berperan ikut menjual korban kepada hidung belang lewat aplikasi
Michat. Penyiksaan itu dilakukan atas dasar perintah dari pelaku JF (29) dan NF (19).
Akibatnya, JO mengalami luka gigitan di bagian punggung, sundutan rokok, memar di
sekujur tangan, hingga mimisan. Meski demikian, anak-anak yang terlibat dalam kasus
tersebut juga ditetapkan sebagai korban oleh polisi. Pasalnya, mereka juga jadi korban
eksploitasi oleh dua orang tersangka JF dan NF. "Mereka juga dijajakan pelaku," ucap
Bastoni.
Peran para tersangka dalam menyiksa JO
Page 37
Dalam jumpa pers, Bastoni menjelaskan peran masing masing tersangka, yakni AS
(17), NA (15), MTG (16), ZMR (16), JF (29), dan NF (19), dalam menyiksa dan
mengeksploitasi JO. "AS bertindak memberikan minuman vodka dan ginseng,
merekam korban JO dalam keadaan telanjang, menyuruh MTG untuk mengikat korban
JO. Dia juga berperan mengelola hasil transaksi," Jelas dia. NA berperan melakukan
kekerasan dengan menggigit lengan, pundak, perut, memukul hidung, serta menjambak
korban. Selanjutnya, giliran MTG yang berperan menampar korban hingga melakukan
hubungan badan sebanyak beberapa kali. "Tersangka ZMR berperan menjual tersangka
lain bernama AS dari November 2019 hingga 21 Januari 2020," ucap Bastoni.
Sedangkan JF berperan menjual korban AS dan JO. Bastoni menambahkan bahwa JF
merupakan kekasih dari AS dan keduanya sempat melakukan hubungan badan.
Terakhir, tersangka NF bertindak sebagai orang yang ikut menjual AS dan
memanfaatkan hasil penjualan tersebut. Para anak perempuan di bawah umur ini
dijajakan lewat aplikasi MiChat kepada para hidung belang
Dipaksa ladeni empat pria hidung belang dalam sehari
Sejak November, JO rupanya telah dinodai oleh banyak lelaki hidung belang. Terang
saja, JO dipaksa melayani empat pria hidung belang dalam sehari. Tidak hanya JO, hal
tersebut juga dialami oleh dua anak perempuan lain berinisial AS (17) dan NA (15)
yang turut menjadi pelaku dalam kasus prostitusi disertai penganiayaan ini. "Rata-rata
korban dipaksa minimal empat pria tiap hari ya," kata Bastoni saat ditemui di Mapolres
Metro Jakarta Selatan, Rabu (29/1/2020). Mereka pun dipatok "tarif" oleh para
muncikari prostitusi anak. Untuk satu kali ajakan kencan, korban "dijual" seharga Rp
350.000-Rp 900.000. Uang tersebut nantinya dibagi untuk membayar sewa kamar di
Apartemen Kalibata City dan sebagainya. "Dari jumlah tersebut, mereka mendapatkan
atau disetorkan ke pelaku Rp 100.000, kemudian Rp 50.000 ke joki, kemudian sewa
apartemen per harinya Rp 350.000," kata dia.
Awal mula JO terjebak dalam lingkaran praktik prostitusi online
JO yang berlatar belakang sebagai remaja perempuan yang putus sekolah awalnya
bertemu dengan salah satu temannya yang juga sebagai tersangka pada 2019. Kepada
JO, tersangka menawari pekerjaan dengan penghasilan yang banyak. JO pun tergiur
dengan ajakan tersebut. Setelah menyetujui ajakan temannya, JO pun ikut ke
Apartemen Kalibata City dengan temannya. Siapa sangka, niat mau mencari nafkah,
JO malah jadi budak seks lelaki hidung belang. "Korban diiming-imingi suatu
pekerjaan, kemudian diimingi uang juga walaupun ternyata kenyataannya mereka
dieksploitasi di media sosial, dipaksa, dilakukan penganiayaan," kata Bastoni.
Pengelola Apartemen Kalibata City bakal diperiksa
Bastoni berencana akan memanggil pengelola Apartemen Kalibata City dalam waktu
dekat terkait kasus prostitusi anak yang terjadi di tempat tersebut. "Ya nanti, kami minta
keterangan (pengelola), termasuk juga pemilik kamar itu nanti kita mintai keterangan.
Apakah yang bersangkutan mengetahui atau tidak," jelas dia. Jika pihak pemilik dan
pengelola mengetahui adanya praktik prostitusi, bukan tidak mungkin keduanya
ditetapkan sebagai tersangka. "Kalau mengetahui, tentunya akan dikenai pidana juga
karena dia turut membantu menyediakan tempat," jelasnya. Hal tersebut menandakan
adanya potensi tersangka baru dari kasus ini. Untuk tersangka yang sudah ada dijerat
Pasal 76 C juncto Pasal 80 UU No 35 Tahun 2004. Pasal 76 ayat 1 juncto Pasal 8 UU
No 35 Tahun 2004 tentang Perlindungan Anak. Tersangka juga dikenakan Pasal 170
KUHP dengan ancaman tujuh tahun penjara. "Dan Pasal 76 Ayat 1 juncto Pasal 8 itu
Page 38
menempatkan membiarkan atau menyuruh lakukan secara eksploitasi secara ekonomi
dan atau seksual terhadap anak dengan ancaman 10 tahun penjara," tambah dia.
Respon pengelola Apartemen Kalibata City
Pengelola Apartemen Kalibata City mengecam adanya praktik prostistusi anak di
kawasan tersebut. General Manager Apartemen Kalibata City Ishak Lopung
mengatakan, terjadinya praktik prostitusi tersebut bermula karena kenakalan agen
atau broker. "Seharusnya ini nggak terjadi. Ini karena kenakalan broker yang tidak
bertanggung jawab," kata Ishak saat ditemui di kawasan apartemen, Rabu (29/1/2020).
Dalam hal ini, broker adalah orang yang diminta pemilik unit untuk mencari penyewa.
Ishak menjelaskan, banyak broker tidak resmi yang menyewakan unit secara harian.
"Padahal sudah kita pasang running text dan spanduk kalau hunian ini tidak boleh
disewa harian," ujar dia. Rencananya, pengelola bakal mengumpulkan
seluruh broker pada pekan depan. Namun, Ishak pesimistis broker-broker "nakal" akan
turut hadir. "Tapi kita akan tetap lakukan itu supaya mereka mencegah dan mengimbau
agar tidak melakukan hal itu," jelas Ishak.
Berita Evaluasi Penerapan PPRA Kesimpulan
7. Berita ini tidak menyebutkan nama-nama
para korban yang juga menjadi tersangka.
Ilustrasi menggunakan foto anak remaja
perempuan dengan wajah menunduk.
Penyiksaan dikisahkan secara detil sesuai
dengan keterangan Kapolres Jakarta Selatan
yang menangani kasus ini.
Lokasi kejadian di apartemen Kalibata City,
meski tidak disebutkan blok atau towernya.
Berita ini mematuhi
PPRA. Dibandingkan
dengan berita-berita lain
di Tribunnews.com,
berita ini tergolong lebih
panjang dan detil, serta
menerapkan prinsip
meliput kedua belah
pihak (cover both sides).
Dalam hal ini pengelola
Kalibata City yang
merupakan tempat
kejadian perkara (TKP)
ikut dimintai pendapat.
Kronologi kejadian
ditulis berurutan.
Namun demikian, berita
ini masih belum jelas
karena penyusunan
kalimat yang kurang
Page 39
baik. Misalnya dalam
kalimat, “Selanjutnya,
giliran MTG yang
berperan menampar
korban hingga
melakukan hubungan
badan sebanyak
beberapa kali.” Dalam
berita ini tidak
disebutkan MTG adalah
laki-laki, sehingga
membingungkan
pembaca.
8. Berita Dimuat Pada Kamis, 30 Januari 2020 Pukul 13:21 WIB
https://www.tribunnews.com/regional/2020/01/30/di-cianjur-8-anak-dicabuli-
ayah-kandung-dan-12-anak-lainnya-oleh-ayah-tiri
Ilustrasi
Judul : Di Cianjur 8 Anak Dicabuli Ayah Kandung, dan 12 Anak Lainnya Oleh
Ayah Tiri
TRIBUNNEWS.COM, CIANJUR - Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Cianjur hingga saat ini sudah menangani
laporan pencabulan terhadap anak sebanyak 8 perkara dilakukan ayah kandung dan 12
perkara dilakukan ayah tiri. Ketua Harian Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Page 40
Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Cianjur Lidya Indayani Umar,
mengatakan, pelaku pencabulan terhadap anak mayoritas dikakukan oleh orang-orang
terdekat.
"Sejak tahun 2019 - 2020 ini, saya sudah menangani puluhan kasus, di antaranya yang
dilakukan oleh bapak kandung sebanyak 8 perkara, bapak tiri 12 perkara, dan pelaku-
pelaku lainnya juga tidak jauh, seperti tetangga, bahkan saudaranya," kata Lidya, Kamis
(30/1/2020).
Di antaranya, punya istri tapi istrinya bekerja di luar menjadi TKW, nonton film porno,
dan masih banyak faktor lainnya yang menyebabkan terjadinya kekerasan seksual.
"Keseringan nonton film porno, itu yang paling utama membahayakan akan terjadinya
kekerasan seksual, dan bagi yang punya istri tapi ditinggal kerja ke luar juga bisa
menjadi pemicu," katanya.
Ia mengatakan, tak hanya pada kekerasan pencabulan saja. Tapi kasus-kasus lain,
seperti sodomi, untuk tahun 2019 saja menurutnya sudah menangani 3 kasus korban
sodomi yang dilakukan anak di bawah umur juga.
"Kalau saya tanya ke pelaku, kenapa berbuat seperti itu, ternyata ada sesuatu yang
memang harus ia lakukan," ujarnya. Adapun untuk kasus yang menimpa SA, pihaknya
saat ini akan berupaya membantu proses persalinan SA apakah nantinya akan disesar
atau lahirannya secara normal.
Komisioner KPAI, Ai Maryati, mengatakan, pemerintah sudah seharusnya hadir dan
memberikan jaminan kesejahteraan sosial, pendidikan, dan pendampingan khusus pada
anak yang menjadi korban. "Itu sudah jadi hak dasar, supaya masa depan anak yang
menjadi korban itu terjamin. Tapi yang urgent saat ini ialah pendampingan secara
mental dan psikologis korban. Kami juga akan turun tangan, termasuk berkoordinasi
dengan P2TP2A di Cianjur untuk pendampingan tersebut," katanya.
Kisah Sedih Bocah SD Diculik 4 Tahun
Nasib memilukan yang terjadi pada SA (14) bocah SD di Cianjur belum selesai. Saat
ditemukan SA sudah dalam keadaan memilukan. Kini, faktanya SA bukan lagi seorang
bocah perempuan atau gadis biasanya. Ia menjadi korban tindakan cabul dari Sarif Bin
Memed. SA hamil 9 bulan di usianya yang masih belia akibat digagahi Sarif. Tentu saja
kejadian ini sangat menjadi sorotan, dan mestinya mengundang perhatian masyarakat.
Kini setelah ditemukan, nasib SA tak cukup membuatnya kembali pada keadaannya
semula.
Berikut ini fakta-fakta nasib SA dan keluarganya yang memilukan:
1. Awal Mula SA Hilang
Kejadian nasib memilukan datang itu bermula dari SA yang hilang. Seperti dijelaskan
sebelumnya, SA merupakan bocah SD kelas 2 yang hilang empat tahun silam. SA
diculik Sarif pada 2016, dan baru ditemukan pada 23 Januari 2020. Keberadaan SA dan
Sarif terendus dari laporan warga. Empat tahun lamanya SA lantas menjadi budak nafsu
dari perilaku dewasa Sarif. SA disekap dan tak diizinkan keluar dari rumah Sarif di
Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur. Keberadaan mereka pun dirasa warga
cukup meresahkan. Sarif hidup dalam satu rumah tanpa diketahui hubungannya dengan
SA.
Page 41
2. Keluarga Mencari SA Berkoban Harta
Sejak SA hilang tentu saja orangtua mana yang khawatir. Kejadian nasib memilukan
datang itu bermula dari SA yang hilang. Seperti dijelaskan sebelumnya, SA merupakan
bocah SD kelas 2 yang hilang empat tahun silam. SA diculik Sarif pada 2016, dan baru
ditemukan pada 23 Januari 2020. Keberadaan SA dan Sarif terendus dari laporan warga.
Empat tahun lamanya SA lantas menjadi budak nafsu dari perilaku dewasa Sarif. SA
disekap dan tak diizinkan keluar dari rumah Sarif di Kecamatan Naringgul,
Kabupaten Cianjur. Keberadaan mereka pun dirasa warga cukup meresahkan. Sarif
hidup dalam satu rumah tanpa diketahui hubungannya dengan SA.
Sejak SA hilang tentu saja orangtua mana yang khawatir. Selama kurang lebih empat
tahun anaknya hilang, keluarga SA kelimpungan. Keluarga SA tak berhenti mencari
keberadaan anaknya itu. Bahkan dalam keadaan kekurangan ekonomi, mereka terpaksa
menjual rumah. Hal itu dilakukan untuk mendapatkan uang demi mencari SA. Firdaus
bin Umar (47), orangtua SA, bahkan sampai harus meninjam uang kepada bank
keliling. Nahasnya, uang hasil meminjam dari bank keliling justru malah lenyap.
Firdaus ternyata sempat ditipu, uang hasilnya meminjam justru digunakan orang lain
untuk beli tanah. "Saya sudah kehabisan uang dan sudah menjual rumah, saya juga
pinjam ke bank keliling tapi malah ketipu mau dibeliin tanah," kata Firdaus, Selasa
(28/1/2020).
3. Kini Tinggal di Gubuk
Setelah kehilangan rumah hingga tertipu, kini mereka tinggal di sebuah gubuk. Paur
Subag Humas Polres Cianjur, Ipda Budi Setiayuda, mengatakan kondisi korban dan
keluarganya kini dalam kondisi yang memprihatinkan. "Saya mendapat kabar kondisi
terakhir korban cukup tertekan, medis menyarankan agar korban disesar karena
umurnya masih muda," ujar Budi di Mapolres Cianjur, Selasa (28/1/2020). "Setelah
dicek ternyata mereka kini tinggal di gubuk karena sudah tak punya rumah," kata Budi.
Kini kepolisian pun menghimbau bagi orang yang ingin membantu SA dapat
menghubungi Polsek Naringgul atau Polres Cianjur. Tempat tinggal keluarga korban
penculikan dan pencabulan di Cianjur (Tribun Jabar/Ferri AM)
4. Kondisi Pilu SA
Kini nasib SA sedang hamil 9 bulan dan tak lama lagi akan melahirkan. Dengan
kondisinya yang tertekan tak memungkinkan SA bisa melahirkan secara normal.
Terlebih ia hamil di usianya yang baru 14 tahun. Akibatnya dari hasil pemeriksaan, SA
harus melahirkan dengan cara sesar. Di samping itu keadaan orangtua SA yang sudah
kurang mampu tak memilki uang untuk membayar biaya persalinan anaknya itu. Bisa
dikatakan sejak SA hilang keluarganya mengalami penderitaan bertubi-tubi. Mereka
bukan saja kehabisan harta benda, tetapi juga kehilangan mahkota anaknya yang
berharga. Entah apa yang di pikiran AS (54), warga Kecamatan Rajapolah, Kabupaten
Tasikmalya itu tega menyetubuhi anak tirinya.
5. Pasrah
Tentu saja dari kejadian yang bertubi-tubi itu keluarga SA sangat sedih. Kini mereka
hanya bisa pasrah, sementara itu menyerahkan proses hukum pelaku Sarif kepada pihak
kepolisian. Sarif dijerat perkara tindak pidana melarikan perempuan yang belum
dewasa dan tidak dengan kemauan orangtuanya atau walinya.
Page 42
Berita Evaluasi Penerapan PPRA Kesimpulan
8. Artikel ini merupakan berita pendapat, yaitu
berita yang bersumber pada pendapat
narasumber. Dari narasumber yang
merupakan Ketua P2TP2A, wartawan
memperoleh kisah gadis SA yang selama
empat tahun hilang dan kemudian
ditemukan telah hamil 9 bulan akibat
diperkosa penculiknya.
Berita ini menyebut identitas korban dengan
singkatan nama. Namun dalam berita ini
nama orang tua korban tertulis jelas.
Berita ini ada yang
melanggar PPRA poin 8,
karena menyebut dengan
jelas nama ayah korban
penculikan dan
pemerkosaan. Meskipun
rumah korban ditulis
pada tingkat kecamatan,
namun di desa karena
masyarakatnya yang
saling kenal, maka
identitas ini
memudahkan orang
untuk melacak identitas
korban.
Judul berita cenderung
sensasional, karena
menyebutkan bahwa di
Cianjur 8 anak dicabuli
ayah kandung dan 12
anak dicabuli ayah
tirinya. Di dalam isi
berita ternyata judul ini
diambil dari data yang
dikemukakan Ketua
P2TP2A Cianjur.
Redaksi hanya
menjelaskan kronologi
kisah salah satu gadis
cilik SA yang diculik
selama empat tahun dan
kini tengah hamil tua.
Page 43
Untuk mencari anaknya
yang hilang, ayahnya
terpaksa menjual
rumahnya. Kini SA
sekeluarga tinggal di
gubug reot. Sisi
positifnya, dalam berita
ini disebutkan pihak
kepolisian membuka
kesempatan bagi
pembaca yang ingin
membantu keluarga
tersebut melalui kantor
polisi.
9. Berita Dimuat Pada Kamis, 30 Januari 2020 Pukul 16.55 WIB
https://www.tribunnews.com/regional/2020/01/30/cabuli-anak-kandung-dan-
anak-tiri-seorang-pria-di-pontianak-ditembak-polisi
Ilustrasi
Judul : Cabuli Anak Kandung dan Anak Tiri, Seorang Pria di Pontianak
Ditembak Polisi
TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK - Polisi menangkap Abdullah (44) alias Man
Cendol atas dugaan pencabulan anak kandung dan anak tirinya yang berusia 7 dan 13
tahun. Kasat Reskrim Polresta Pontianak Kompol Rully Robinson mengatakan,
penangkapan dilakukan berdasarkan laporan istri tersangka, Selasa (28/1/2020).
"Setelah adanya laporan itu, kami melakukan penyelidikan. Setekah diketahui
keberadaannya, langsung digelar penangkapan," kata Rully kepada Kompas.com,
Page 44
Kamis (30/1/2020). Namun saat ditangkap Abdullah melawan sehingga harus
dilumpuhkan. Dari hasil pemeriksaan, tersangka mengaku telah sering berhubungan
badan dengan kedua anaknya tersebut.
Residivis kasus pembunuhan
Rully mengungkapkan, bahwa tersangka merupakan residivis pembunuhan yang pada
2007 lalu ditangkap di Jambi. Pada 2015 tersangka ditangkap lagi dengan kasus
berbeda, yakni kasus kekerasan dalam rumah tangga. "Saat ini tersangka sedang
mendapatkan perawatan medis di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Kalbar," kata Rully.
Berita Evaluasi Penerapan PPRA Kesimpulan
9. Berita ini tidak menyebutkan dua nama
korban perkosaan yang masih di bawah
umur. Berita ini juga tidak menyebutkan
nama tempat kejadian perkara.
Berita dua alinea ini
mematuhi PPRA.
Kendati demikian
beritanya terlalu singkat,
sehingga pembaca tidak
memperoleh penjelasan.
Redaksi tidak mencoba
mewawancarai ibu
korban mengenai
perilaku sehari-hari
suaminya atau mengenai
kondisi kedua putrinya
pascakejadian tersebut.
Misalnya, apakah kedua
korban mengalami
trauma, sehingga harus
dikonsultasikan ke
psikolog. Berita tidak
semata memaparkan
fakta, tetapi juga
memberikan pencerahan
pada pembaca.
Ilustrasi foto sudah
digunakan dua kali,
Page 45
sehingga dari segi
estetika kurang
memenuhi syarat.
10. Berita Dimuat Pada Kamis, 30 Januari 2020 Pukul 19:30 WIB
https://www.tribunnews.com/regional/2020/01/30/anak-di-bawah-umur-asal-
sikka-diusir-dari-kampung-usai-dihamili-sepupu
Koordinator Divisi Perempuan TRUK, Suster Eustochia, SSpS, dan Kepala Dinas
Pengendalian Penduduk, KB, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Sikka, dr.Berdina Sada Nenu, menyampaikan dalam catatan akhir tahun kasus
kekerasan perempuan dan anak, Kamis (30/1/2020) di Sekretariat TRUK, Maumere,
Pulau Flores
Judul : Anak di Bawah Umur Asal Sikka Diusir dari Kampung Usai Dihamili
Sepupu
TRIBUNNEWS.COM, MAUMERE - Seorang anak di bawah umur di salah satu
desa di bagian timur Kabupaten Sikka, Pulau Flores, beberapa waktu lalu dihamili oleh
kerabat terdekat. Bukannya mendapat pembelaan dari warga sekampung, ia bersama
ibunya diusir keluar dari kampung itu. Mereka berlindung di Divisi Perempuan Tim
Relawan Untuk Kemanusiaan (TRUK) di kompleks Biara Susteran SSpS, Kota
Maumere, Pulau Flores. "Bapaknya sudah meninggal. Dia dihamili oleh sepupunya.
setelah hamil diusir oleh keluarganya dan masyarakat dari kampung itu," kata
Koordinator Divisi Perempuan TRUK, Suster Eustochia, SSpS, kepada wartawan
dalam catatan akhir tahun 2019 kasus kekerasan perempuan dan anak, Kamis
(30/1/2020) di Sekretariat TRUK, Maumere.
Suster Eustochia menuturkan korban tidak boleh tinggal di sana, dianggap aib dan
bawa bencana untuk kampung. Bersama TRUK, kata Suster Esho, mereka menemui
kepala desa setempat. Jawaban kepala desa mengejutkanya, menyatakan adat di
kampung itu mengharuskan perempuan yang hamil harus keluar dari kampung.
Kampung akan mendapat bala, panas, hujan dan bencana lain. Semestinya, kata Suster
Estho, pria yang menghamili perempuan di bawah umur ini diusir. "Dia sudah jadi
korban dikorbankan lagi. Kami bertemu kepala desa, polisi dan ancam laporkan Kades
kepada bupati, akhirnya dia mau selesaikan," ujar Suster Estho. Korban diberikan
sebidang tanah dari orangtua pria yang menghamiliinya. Pada lahan berada di desa itu
Page 46
dibangun rumah untuk dihuni bersama ibunya. Pendirian rumah didanai oleh TRUK
bersumber dari donatur.
"Kami beli semua bahan bangunan muat ke kampung. Akhirnya warga bersama-sama
kerja bangun rumahnya. Mereka sudah tempati rumahnya," ujar Suster Estho. Menurut
Suster Estho, kondisi yang menimpa perempuan ini tidak boleh dibiarkan terus-
menerus berlangsung, anak dan perempuan korban kekerasan diusir dari kampung.
Berita Evaluasi Penerapan PPRPA Kesimpulan
10 Berita ini tidak menyebutkan nama
korban. Penyebutan tempat tinggalnya
pun disamarkan. Wartawan hanya
menulis di salah satu desa di
Kabupaten. Dengan demikian orang
tidak mudah melacak keberadaan
korban.
Berita sudah mematuhi
PPRA yang mewajibkan
wartawan merahasiakan
identitas anak. Wartawan
menambahkan keterangan
dengan mewawancarai LSM
TRuK (Tim Relawan untuk
Kemanusiaan) di Maumere,
Flores. Dalam
penjelasannya, suster pegiat
TRuK memprotes kebijakan
Kepala Desa yang
mengharuskan korban keluar
dari kampung, karena
menurut adat anak
perempuan yang hamil di
luar nikah akan membawa
bala (musibah) di kampung
tersebut.
Berkat perjuangan TRuK,
orang tua tersangka pelaku
perkosaan memberikan
sebidang tanah kepada
korban. Para donatur TRuK
juga memberikan
sumbangan untuk membeli
rumah rakitan. Kini, korban
dan keluarganya tinggal di
rumah tersebut.
Keterangan seperti ini
menginspirasi pembaca,
bahwa jika ada pihak lain
yang gigih membantu
korban, pihak-pihak yang
mengabaikan hak
perempuan dan anak
akhirnya akan patuh.
Page 47
11. Berita Dimuat Pada Jum’at, 31 Januari 2020 Pukul 07:39 WIB
https://mataram.tribunnews.com/2020/01/31/9-pria-paruh-baya-ditangkap-di-
cianjur-cabuli-bocah-di-bawah-umur-korban-termuda-6-tahun
Para tersangka kasus pencabulan yang diekspos jajaran Polres Cianjur, Jawa Barat,
kemarin. Sedikitnya ada sembilan tersangka dalam perkara medio Mei-Desember
2019 itu.
Judul : 9 Pria Paruh Baya Ditangkap di Cianjur Cabuli Bocah di Bawah Umur,
Korban Termuda 6 Tahun
TRIBUNMATARAM.COM - Sembilan tersangka kekerasan seksual pada anak di
bawah umur ditangkap, korban termuda 6 tahun. Polisi berhasil mengungkap 9 kasus
kekerasan seksual pedofilia di Cianjur yang melibatkan 9 tersangka paruh baya. Ke-9
pria paruh baya tersebut melakukan aksi bejatnya didasari karena beberapa faktor mulai
dari kesepian, penyimpangan sosial, hingga pengaruh video porno. Jajaran Kepolisian
Resor Cianjur, Jawa Barat, mengungkap sembilan kasus kekerasan seksual terhadap
anak di bawah umur. Para tersangka, masing-masing S, R, AS, NO, JR, AH, SA, AR,
dan MAS diamankan dari sejumlah wilayah di Kabupaten Cianjur, pada medio Mei
hingga Desember 2019. Satreskrim Polres Cianjur AKP Niki Ramdhany
mengungkapkan, modus para tersangka adalah bujuk rayu hingga mengancam korban
demi bisa menyalurkan hasrat bejat mereka. "Para korban dalam perkara ini semuanya
di bawah umur. Ada yang berusia 16 tahun hingga yang baru berumur enam tahun,"
kata Niki kepada Kompas.com, Jumat (31/01/2020).
Disebutkan, antara pelaku dengan korban saling kenal satu sama lain, bertetangga,
bahkan ada yang punya hubungan saudara dan kerabat. "Namun, (pelaku) tidak ada
hubungan darah, seperti saudara atau ayah kandung," ucap dia. Dikatakan, pelaku
didominasi pria paruh baya, dipicu berbagai faktor, mulai dari kesepian, hasrat seksual
yang tidak bisa disalurkan, hingga orientasi seksual pedofil. "Namun, rata-rata akibat
pengaruh video porno," ucapnya. Jajarannya sendiri memberikan atensi terhadap
kasus pencabulan dan persetubuhan di bawah umur yang cenderung tinggi di
Kabupaten Cianjur ini. "Karenanya, kita akan tindak tegas pada pelakunya, dan kita
jerat dengan ancaman hukuman maksimal," kata Niki. Para tersangka ini dijerat dengan
Undang-undang Perlindungan Anak dan KUHPidana dengan ancaman maksimal 15
tahun penjara.
Page 48
Berita Evaluasi Penerapan PPRA Kesimpulan
11 Berita bersumber dari keterangan pers
Kepolisian Reor Cianjur yang baru
menangkap pelaku sembilan orang
pedofilia.
Berita ini tidak
melanggar PPRA, karena
tidak menyebutkan nama
anak korban kejahan
seksual. Wartawan
menuliskan penjelasan
polisi mengenai
penyebab pria-pria
setengah baya yang
melecehkan anak-anak
di bawah umur. Juga
ancaman hukuman
terhadap para tersangka
pelaku. Tulisan semacam
ini memberikan
pengetahuan pada
pembaca. Akan lebih
baik lagi jika wartawan
mewawancarai sosiolog
untuk memberikan
penguatan terhadap
peran keluarga dalam
melindungi anak-anak
dari kejahatan pelecehan
seksual.
12. Berita Dimuat Pada Kamis, 13 Februari 2020 Pukul 13:20 WIB
https://www.tribunnews.com/regional/2020/02/13/viral-siswi-smp-dibully-
temannya-pelaku-kini-ditetapkan-jadi-tersangka-dijerat-pasal-pengeroyokan
Page 49
Video berdurasi 28 detik ini menunjukkan aksi bullying anak SMP terhadap
temannya
Judul: VIRAL Siswi SMP Dibully Temannya, Pelaku Kini Ditetapkan jadi
Tersangka, Dijerat Pasal Pengeroyokan
TRIBUNNEWS.COM - Polisi menetapkan tiga siswa SMP di Kabupaten Purworejo,
Jawa Tengah, yang merupakan pelaku bullying terhadap seorang siswi sebagai
tersangka. "Tiga pelaku sudah ditetapkan sebagai tersangka hari ini," kata Kabid Humas
Polda Jawa Tengah Kombes Pol Iskandar F Sutisna saat dikonfirmasi di Semarang,
Kamis (13/2/2020). Kasus dugaan perundungan berupa penganiayaan terhadap salah
seorang siswa SMP tersebut ditangani oleh Polres Purworejo.
Iskandar menyebut, para pelaku dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan.
Peristiwa perundungan itu terungkap setelah video penganiayaan terhadap seorang
siswi SMP di Kecamatam Butuh, Kabupaten Purworejo, tersebut beredar di media
sosial. Dalam video tersebut, tiga siswa laki-laki memukuli dengan tangan, gagang
sapu, dan menendang seorang siswi yang diduga terjadi di dalam ruang kelas. Siswi
yang dipukuli tampak diam saja sembari memegang perutnya yang terlihat kesakitan.
Sementara itu, ketiga siswa SMP tersebut senyum semringah saat menganiaya siswi
tersebut. Dari keterangan pelaku yang diperiksa oleh polisi, peristiwa itu diduga
dilatarbelakangi rasa sakit hati ketiganya yang dilaporkan oleh korban kepada gurunya.
Korban mengadu kepada gurunya karena sempat dimintai uang oleh para pelaku.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo bereaksi terkait hal itu. Ia meminta agak pihak
sekolah segera menyelesaikan persoalan itu. Namun, Ganjar juga minta ketiga pelaku
perundungan diberikan konseling.
Berita Evaluasi Penerapan PPRA Kesimpulan
12. Berita ini tidak membuka identitas korban
dan para tersangka pelaku, baik identitas
nama maupun sekolahnya. Penyebutan
tempat kejadian perkara juga pada tingkat
kabupaten, sehingga sulit dilacak. Berita
mengutip keterangan polisi mengenai
Berita ini tidak
melanggar
PPRA.Wartawan
mengutip saran
Gubernur Jawa Tengah
agar pihak sekolah
menyelesaikan masalah
Page 50
ancaman hukuman terhadap para tersangka
pelaku.
ini, namun tetap
memberikan konseling
pada para tersangka
pelaku. Dengan
menambahkan
keterangan ini, pembaca
memperoleh
pemahaman bahwa para
tersangka pelaku adalah
anak-anak, sehingga
perlu diperhatikan masa
depannya.
13. Berita Dimuat Pada Kamis, 13 Februari 2020 Pukul 08:48 WIB
https://www.tribunnews.com/nasional/2020/02/13/bullying-siswi-smp-di-
purworejo-masih-hangat-kini-beredar-video-wakasek-pukuli-siswa-di-sma-
bekasi
Ilustrasi
Judul : Bullying Siswi SMP di Purworejo Masih Hangat, Kini Beredar Video
Guru Pukuli Siswa di SMA Bekasi
TRIBUNNEWS.COM - Dunia pendidikan di Indonesia tengah diwarnai kabar kurang
baik akhir-akhir ini. Bukan karena prestasi, tapi kabar perundungan (bullying) hingga
pemukulan menjadi perbincangan masyarakat. Masih hangat kasus perundungan siswi
SMP di Purworejo, Jawa Tengah yang dilakukan oleh sejumlah siswa, kini beredar
video pemukulan murid oleh seorang guru di sebuah SMA di Bekasi, Jawa Barat. Video
yang viral di media sosial menunjukkan seorang guru secara berulang kali melayangkan
pukulan kepada seorang siswa yang disebut melakukan pelanggaran. Lokasi pemukulan
terlihat berada di halaman sekolah. Pemukulan pun dilakukan di depan sejumlah murid
dan guru lain.
Page 51
Video tersebut diunggah akun Twitter @namaku_mei, Rabu (12/1/2020). Pemukulan
tersebut diungkapkan terjadi di SMAN 12 Kota Bekasi.
"INFO Guru Kesiswaan SMA 12 Kota Bekasi murid tidak pakai IKAT PINGGANG
Kejadian hari ini sekitar 11.30
Info dari Murid yang lain sudah sering Guru itu melakukan kekerasan cuma Murid
takut untuk melapor, di ancam di keluarkan dari Sekolah.
Saksi-saksinya banyak," tulisnya.
Twitter @Namaku_Mei
Unggahan tersebut telah dibagikan ulang lebih dari 3.500 kali.
Menjabat Wakil Kepala Sekolah
Oknum guru berinisial I tersebut rupanya menjabat wakil kepala sekolah bagian
kesiswaan di SMAN 12 Kota Bekasi. Dilansir Kompas.com, sanksi pencopotan jabatan
Wakil Kepala Sekolah pun dilayangkan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Hal
tersebut diungkapkan Wakil Wali Kota Bekasi Tri Adhianto saat berkunjung ke sekolah
SMAN 12 Bekasi. "Tentunya ada sanksi yang diberikan, sekolah akan mengambil sikap
sesuai dengan stratanya. Nanti dari Kantor Cabang Dinas Pendidikan Jawa Barat
melihat itu, respons dari provinsi sangat cepat, sanksinya dibebastugaskan," ujar Tri
saat ditemui di SMAN 12 Jakarta, Rabu (12/2/2020). Sementara itu Wakil Kepala
Sekolah Bidang Humas Irna Tiqoh mengatakan, I sudah dicopot dari jabatannya.
"Beliau sudah dinonaktifkan sebagai kesiswaan sudah ada SK dari Jawa Barat, kan dia
tugasnya sebagai wakil kesiswaan," ucap dia.
"Masih (guru dan mengajar), belum tahu kalau sanksi lanjutannya bagaimana," tutur
dia. Sementara itu, I dikenal temperamental dan sangat disiplin. I disebut sudah
meminta maaf dan menyesali perbuatanya sebelum video pemukulan tersebut viral. I
mengaku memarahi anak muridnya karena terlambat. Sementara itu Kepala SMAN 12
Kota Bekasi sudah menemui korban dan keluarganya. Ia meminta maaf atas kasus ini.
Page 52
Berita Evaluasi Penerapan PPRA Kesimpulan
13. Berita tidak menyebutkan nama anak
korban, tetapi menyebut jabatan dan nama
sekolah pelaku kekerasan. Dalam berita ini
wartawan melengkapi keterangan Wakil
Walikota Bekasi tentang sanksi yang akan
diberikan pada pelaku.
Berita ini sesuai dengan
PPRA. Wartawan juga
mewawancarai beberapa
pihak, yakni Wakil
Walikota Bekasi dan
Wakil Kepala Sekolah
SMA 12 Bidang Humas.
Dengan penjelasan dari
pihak-pihak ini pembaca
memperoleh informasi
yang cukup lengkap
berkaitan dengan kasus
kekerasan fisik terhadap
murid.
14. Berita Dimuat Pada Kamis, 13 Februari 2020 Pukul 11:34 WIB
https://www.tribunnews.com/regional/2020/02/13/pria-muarojambi-rudapaksa-
anak-tirinya-di-kebun-dilakukan-saat-tangan-dan-kaki-korban-diikat
Tim Reskrim Polres Muarojambi mengamankan tersangka berinisial S (56), ayah tiri
yang telah melakukan pencabulan terhadap anaknya.
Judul : Pria Muarojambi Rudapaksa Anak Tirinya di Kebun, Dilakukan Saat
Tangan dan Kaki Korban Diikat
TRIBUNNEWS.COM, JAMBI - Tindakan cabul oleh ayah tiri kepada anaknya di
Kabupaten Muarojambi dilakukan bukan hanya dengan ancaman tapi juga tindakan
kekerasan fisik. Itulah yang dilakukan oleh S (56), terhadap anak tirinya –sebut saja
Page 53
Gigi (15) dibuat tak berdaya. Karena S sebelum berbuat tak senonoh mengikat tangan
dan kaki korban.
Kelakuan S itu dibeberkan oleh Kapolres Muarojambi, AKBP Ardiyanto melalui Kasat
Reskrim Polres Muarojambi, Iptu Khoirunnas, Rabu (12/2) sore. "Yang terakhir ini
pelaku mendatangi korban yang lagi di rumah saudaranya. Pelaku marah-marah dengan
alasan bahwa korban sering kabur dari rumah. Korban sempat dipu
kul pada bagian kepala dan badannya saat itu," beber Khoirunnas. S tiga merudapaksa
anak tirinya itu dan terakhir kali aksi dilakukan pada 29 Desember 2019. Dari rumah
saudaranya tersebut, pelaku kemudian pulang ke rumah bersama dengan korban.
Namun, dalam perjalanan, tersangka menyuruh korban untuk turun dan membawa
korban ke dalam kebun sawit.
"Di waktu itulah, pelaku merayu korban untuk melakukan hal tak senonoh, tapi korban
tidak mau dan berontak bahkan sempat berusaha lari tapi berhasil ditangkap oleh
pelaku. Saat itulah korban dianiaya oleh pelaku dengan cara membenturkan badan
korban ke pohon sawit," beber Khoirunnas. Tidak sampai di situ, ayah yang sudah
berkepala lima itu mengikat kaki dan tangan korban.
“Setelah itu pelaku mengancam kepada korban agar tidak menceritakan hal tersebut
kepada orang lain. Pelaku mengancam akan membunuh korban, jika menceritakan hal
itu," ujarnya. Gigi akhirnya memberanikan diri menceritakan peristiwa getir itu kepada
ibunya. Karena sang ibu tidak terima, akhirnya sang ibu melaporkan kejadian tersebut
kepada pihak kepolisian. Namun, sambung kasat reskrim, tersangka melarikan diri. S
akhirnya ditangkap oleh tim Satreskrim Polres Muarojambi pada Selasa (11/2) sekitar
pukul 18.00. Ia dibekuk di Dusun Rimbo Hantui, Desa Muaro Medak, Kecamatan
Bayung Lencir, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Menurut polisi, pelaku merudapaksa Gigi pertama kalai pada awal Desember 2019
dan dilakukan di kebun karet. Kedua pada pada pertengahan Desember di perkebunan
sawit. Korban tidak berani mengungkapkan pada keluarganya karena mendapat
ancaman dari tersangka. "Tersangka ancam akan membunuh korban jika mengungkap
perbutannya kepada orang lain," pungkasnya. Ia menyebutkan tersangka diduga
melakukan kekerasan dengan ancaman dan dikenakan Pasal 76 D Jo Pasal 1 ayat (1),
(2) dan (3) UU nomor 23 Tahun 2002 tetang Perlindungan Anak.
"Sudah kita lakukan penahanan terhadap pelaku dan sudah kita tetapkan sebagai
tersangka, pasal yang disangkakan bahwa tersangka melakukan kekerasan terhadap
anak dengan memaksa melakukan persetubuhan," jelas Khoirunnas. (Samsul Bahri)
Berita Evaluasi Penerapan PPRA Kesimpulan
14. Berita ini tidak menuliskan nama korban
dengan jelas. Tempat tinggal korban juga
tidak disebutkan. Berita ini cukup jelas
dalam menggambarkan kronologi kejadian.
Juga pasal-pasal yang menjerat tersangka
pelaku cukup detil.
Berita ini mematuhi
PPRA. Meski demikian,
wartawan tidak
menambahkan
wawancara dengan
pihak keluarga korban
Page 54
untuk mendapatkan
keterangan mengenai
penanganan terhadap
korban pascakejadian.
Keterangan seperti ini
penting karena
wartawan seharusnya
tidak sekadar
memaparkan kasus
perkosaan dari
pertimbangan jumlah
angka semata.
Berita 14. FAKTA TERBARU! Inilah Pengakuan Siswi Korban Bullying di
Purworejo, Mengeluh Badan Sakit Semua
Kamis, 13 Februari 2020 15:17 WIB
Istimewa/Tribunjateng.com
Screenshot video aksi bully siswi oleh siswa di SMP Muhammadiyah Butuh Purworejo, belum lama ini
TRIBUNNEWS.COM - Kasus penganiayaan terhadap CA, siswi Kelas 8
SMP Muhammadiyah Butuh Kabupaten Purworejo mengundang perhatian banyak
kalangan.
Kasus itu kini telah ditangani pihak Kepolisian. Pengungkapan kasus itu berawal dari
beredarnya video yang memerlihatkan aksi kekerasan terhadap seorang siswi oleh
beberapa siswa atau teman lelakinya di kelas. Siswi yang belakangan diketahui adalah
CA itu terlihat pasrah dipukuli sembari duduk dan nenangis tersedu. Paska kejadian itu,
Kamis (13/2/2020) pagi, aktivitas sekolah yang berada di desa itu masih normal. Para
Page 55
siswa masih aktif mengikuti kegiatan pembelajaran. Tetapi tidak dengan korban CA,
maupun para pelaku yang tidak lagi tampak di sekolah.
Di luar kelas itu, pejabat dari pemerintah kabupaten maupun provinsi dan awak media
memadat. Rumah korban, CA tidak jauh dari tempat itu rupanya. Rumah sederhana di
pinggir jalan kampung itu sontak ikut dipadati orang.
Di ruang tamu rumah itu, CA dipeluk erat budenya, Nuryani. CA terus menangis
sembari menyembunyikan mukanya di pelukan budenya. Nuryani berusaha
menguatkan, meski ia sendiri tampak tak kuat menahan kesedihan. Nuryani sama sekali
tak menyangka, ada yang tega berbuat jahat terhadap keponakannya. Terlebih,
perbuatan itu dilakukan teman-temannya CA sudah berulang kali. Nuryani sama sekali
tak menyangka, ada yang berbuat jahat terhadap keponakannya.
Ia sendiri mengaku baru tahu peristiwa itu usai melihat video yang viral di media sosial.
"Saya baru tahu ya kemarin pas lihat videonya itu,"katanya Nuryani tentu saja kaget
dengan kejadian ini. Meski ia mengaku telah mengetahui lama keponakannya itu biasa
mendapat perlakuan tak baik dari teman-temannya.
Siswi di-bully oleh 3 siswa di Purworejo (istimewa)
Tetapi sebelumnya ia hanya mengira itu adalah kenakalan biasa. CA ternyata sudah
cukup lama mengeluhkan kenakalan teman-temannya di sekolah terhadapnya. Sekitar
empat bulan lalu, CA pernah mengeluh ke Nuryani sempat dipukuli temannya. CA juga
sering mengeluhkan badannya yang terasa sakit atau pegal-pegal. Tetapi kala itu ia tak
melihat langsung kejadian yang sebenarnya. Nuryani merasa iba, tapi tak bisa berbuat
banyak karena tak punya bukti keponakannya disakiti.
"Bude awakku loro kabeh (badan saya sakit semua). Aku ditendangi kancane (saya
ditendang teman) di sekolahan," ujar Nuryani menirukan keluhan CA dalam bahasa
Jawa
Page 56
Sebagai keluarga, Nuryani pun ikut geram mendengar curahan hati kemenakannya. Ia
pun sempat menanyai CA perihal alasan teman-temannya menjahatinya. Barangkali,
keponakannya membuat masalah lebih dulu yang menyebabkan ia dianiaya.
"Lha kok iso, opo siro nakal? Ora bude, koncoku nakal kabeh (Kok bisa, apa kamu
nakal? Tidak bude, teman saya nakal semua)," kata Nuryani mengulang percakapannya
dengan CA kala itu.
Editor: Whiesa Daniswara
Berita Evaluasi Penerapan PPRA Kesimpulan
15 Berita ini merupakan berita lanjutan (follow
up news) dari kasus bullying siswi SMP di
Purworejo. Melalui berita ini pembaca
mendapatkan gambaran bahwa
sesungguhnya korban telah lama mendapat
perlakuan semena-mena dari kawan-
kawannya. Sayangnya, pengakuan korban
pada budenya tidak ditindaklanjuti dengan
melaporkan perlakuan yang tidak wajar ini
kepada pihak sekolah, Hingga akhirnya
terjadi peristiwa tragis yang viral di media
sosial.
Berita ini mengikuti
PPRA, sehingga nama
korban dan para pelaku
perisakan tidak ditulis
jelas.
Informasinya
memberikan gambaran
mengenai apa yang
dilakukan teman-teman
korban. Ada pelajaran
yang bisa dipetik dari
berita lanjutan ini. Jika
anak menerima
perlakuan yang tidak
wajar dari temannya,
orang tua harus
melaporkan pada kepala
sekolah atau gurunya.
4.2. Pembahasan
Tugas media massa menurut McQuail (2005) adalah memproduksi dan
mendistribusikan konten simbolik dan partisipasi yang bersifat profesional,
terarah dan bebas nilai kepentingan.
Page 57
Kekerasan terhadap anak yang dilakukan orang dewasa terdekat, seperti
ayah, kakak, atau guru yang belakangan ini marak menjadi pemberitaan media
jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak.
Media dalam menginformasikan peristiwa ini mengontruksikan realitas.
Media massa menyusun realitas dari peristiwa kekerasan anak, sehingga menjadi
wacana yang mempunyai makna. Konstruksi realitas ini, seperti dikatakan
Hamad (2004) dan Badara (2012) mengutip Berger dan Luckman, melewati
tahapan-tahapan mulai dari objektivasi, internalisasi, dan eksternalisasi. Sebagai
konstruktor, wartawan mempersepsikan realitas kekerasan anak, kemudian
menginternalisasikan hasil pemaknaannya melalui persepsi ini ke dalam dirinya.
Dari proses internalisasi ini ia mengonseptualisasikan objek yang dipersepsinya.
Pada tahap akhir, ia mengeksternalisasi hasil proses perenungan secara internal
melalui pernyataan dan pertanyaannya.
Menurut pandangan kaum konstruksionis, dalam mengeksternalisasikan
realitas media tidak selamanya netral. Media bukan saluran yang bebas, karena
media juga menjadi subjek yang mengkonstruksikan realitas, lengkap dengan
pandangannya yang mungkin bias dan muncul pemihakannya pada satu pihak
(Eriyanto, 2002).
Berdasarkan penjelasan di atas, tampak bahwa Tribunnews.com dalam
menulis kekerasan anak wartawan mengonstruksikan anak sebagai mahluk yang
lemah, sedangkan orang-orang dewasa di sekitarnya yang berdaya acuh tak
acuh. Ketidakpedulian orang-orang dewasa di sekitarnya ini bisa jadi
menyebabkan peristiwa kekerasan anak terus terjadi.
Page 58
Wartawan juga cenderung menulis peristiwa kekerasan anak dalam berita
lempang (straight news) yang sangat singkat, sehingga kelengkapan
informasinya kurang. Unsur why (mengapa) peristiwa kekerasan anak bisa
terjadi tidak pernah dibahas atau ditelusur. Mengingat anak berhak mendapat
perlindungan, seharusnya peristiwa kekerasan tidak boleh terjadi. Orang-orang
dewasa di sekitar anak seharusnya melindungi anak-anak. Namun sering terjadi
kekerasan terhadap anak justru dilakukan oleh orang-orang terdekat, seperti
ayah, ibu, dan paman.
Judul berita terkadang tidak sesuai dengan isinya. Judul seperti ini tampak
hanya membuat pembaca penasaran, sehingga tertarik untuk mengeklik. Pada
isi berita wartawan masih menggunakan istilah “menggauli” sebagai kata lain
memperkosa. Pemilihan istilah ini mungkin maksudnya untuk memperhalus
kata, namun penghalusan kata untuk perbuatan yang buruk justru bisa dianggap
merupakan manipulasi fakta.
Kendati masih terdapat kekurangan di dalam penulisan pada isi berita,
wartawan dalam menuliskan berita kekerasan anak sudah mematuhi Pedoman
Pemberitaan Ramah Anak. Wartawan tidak membuka identitas korban. Ini
menunjukkan bahwa wartawan Tribunnews.com memahami panduan tersebut,
berupaya menyembunyikan identitas anak dengan baik.
Mengenai hal ini, Yulis Sulistyawan1, General Manager sekaligus
Content Manager Tribunnews.com, menjelaskan bahwa semua wartawan yang
ke lapangan sudah mendapat arahan tentang apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan dalam menulis tentang anak.
1 Yulis Sulistyawan mengungkap hal ini dalam wawancara melalui telepon pada 1 Mei 2020.
Page 59
“Dalam pertemuan pimpinan Tribunnews di Solo pada 2018, kami
membahas semua permasalahan redaksi, termasuk soal pemberitaan tentang
anak. Jika Dewan Pers masih menemukan beberapa kekurangan pada berita
kami, itu mungkin karena editornya lengah, karena banyaknya berita yang
ditangani,” ungkap Yulis.
Tentang penulisan berita yang pendek, Yulis menambahkan, hal itu sesuai
dengan format media digital. “Peristiwa itu terus berjalan. Pembaca tidak hanya
membutuhkan kecepatan informasinya, tetapi juga kelengkapannya. Karena itu,
kami terus meng-update beritanya dan menyediakan halamannya,” lanjut Yulis.
Sejalan dengan pendapat Yulis, Priyambodo RH2, Ombudsmen
Multimedia LKBN Antara menjelaskan, Search Engine Optimation (SEO) yang
menjadi dasar click bait membuat tata kelola informasi di jalur jurnalisme
memiliki mandat akurat-cepat-lengkap dalam satu berita. Hal itu bisa diatasi
antara lain dengan melatih para pengelola konten/isi pesan agar mampu
mengelola situs web/laman/medsos)-nya secara running news atau minimal well
inform. Running news seibarat lari estafet. Karenanya, pengelola konten harus
secara rutin menyambung informasi yang sudah disampaikannya, sehingga pada
bagian akhir ada round up yang akurat dan lengkap. Paling lambat enam jam
setelah informasi awal diunggah.
Priyambodo menyarankan agar pengelola situs web harus fokus pada
suatu isu. Jika ia terlalu banyak mengelola isu, maka bisa kebingungan. Lebih
dari 75% media siber produknya merupakan sharing/forward info dari pihak
lain. Sekarang sudah lumrah jika wartawan mengutip media sosial sebagai
2 Priyambodo RH menjelaskan hal ini dalam wawancara pada 13 April 2020 di Jakarta.
Page 60
narasumbernya. Padahal seharusnya beritaseperti ini masuk ke kategori siaran
pers, bukan sebagai berita hasil liputan atau reportase.
Mengenai judul berita kekerasan anak yang terkesan sensasional,
Kamsul Hasan3, Ketua Kompetensi Uji Komptensi Wartawan PWI Pusat
menyatakan bahwa hal ini merupakan click bait. Click bait adalah suatu teknik
memikat pembaca dengan membuat judul yang menjadikan orang penasaran,
sehingga ingin mengklik berita tersebut.
“Kasus asusila dan kekerasan anak termasuk berita yang tinggi
peminatnya. Karena itu redaksi mengumpan pembaca dengan judul-judul yang
sensational, agar orang mengklik berita tersebut, setidaknya empat kali,” lanjut
Kamsul.
Kamsul melihat click bait diterapkan hampir oleh semua media siber.
Padahal seharusnya media siber berbadan hukum bisa lebih baik dalam menulis,
mau mengikuti etika dan rambu-rambu yang ada. Dalam kasus perisakan di
SMP Purworejo, Jawa Tengah, misalnya, banyak media siber yang seolah
berlomba-lomba membuka identitas anak yang seharusnya dirahasiakan.
“Wartawan tidak dilarang memberitakan kekerasan anak. Hanya dalam
menulis wartawan tidak cukup hanya memahami Kode Etik Jurnalistik, tetapi
juga wajib mempelajari UU SPPA dan PPRA yang menjelaskan mekanisme
dalam memberitakan kasus anak berhadapan dengan hukum. Larangannya satu,
membuka identitas anak,” tegas Kamsul.
3 Kamsul Hasan menyampaikan hal ini pada saat wawancara di Jakarta pada 16 Februari dan 18 April
2020.
Page 61
BAB V
PENUTUP
5.1. SIMPULAN
Berdasarkan diskusi di atas peneliti menyimpulkan bahwa Tribunnews.com dalam
memberitakan kekerasan anak telah menataati PPRA. Sekalipun demikian dari segi
standar jurnalistik, berita-berita dalam media ini kurang mendalam, karena redaksi menulis
dalam bentuk berita langsung (straight news) yang sangat singkat. Selain itu, berita-berita
kekerasan anak yang singkat dan muncul hampir setiap hari terkesan seperti pencatatan
statistik belaka. Redaksi tidak mengupayakan untuk menulis secara lebih mendalam
dengan mewawancarai keluarga korban untuk menggali penyebab kelalaian mereka di
dalam melindungi anak.
Redaksi juga belum berpihak pada anak. Hal ini tampak dari belum adanya upaya
untuk menghasilkan tulisan yang berempati pada anak yang tercermin pada judul berita
yang terkadang sensasional dan tidak sesuai dengan isi berita. Redaksi ada kalanya
menggunakan menggunakan istilah menggauli untuk mengganti kata pemerkosaan,
sehingga terkesan menganggap perkosaan sebagai tindakan yang setara dengan bergaul.
Redaksi Tribunnews.com dalam menulis kekerasan anak mengontruksikan anak
sebagai mahluk yang sangat lemah, sedangkan orang-orang dewasa di sekitarnya,
termasuk ibu atau ayahnya, acuh tak acuh. Ketidakpedulian orang dewasa ini bisa jadi
merupakan penyebab peristiwa kekerasan anak yang terus terjadi.
5.2. SARAN
Untuk penelitian selanjutnya yang sejenis disarankan untuk menggunakan analisis
wacana kritis dari van Dijk untuk melihat bagaimana anak-anak diberitakan. Analisis ini
akan melihat faktor kognisi sebagai elemen penting dalam produksi wacana.
Page 62
Pada pihak redaksi Tribunnews.com untuk menulis peristiwa kekerasan anak
dalam bentuk tulisan feature, agar lebih dapat menggali unsur mengapa (why). Dengan
demikian tulisan menjadi lebih komprehensif dan mendalam, sehingga menyentuh hati
pembaca untuk peduli pada anak dan masa depannya.
Page 63
DAFTAR RUJUKAN
Andini, Thatit Manon dkk. Identifikasi Kejadian Kekerasan pada Anak di Kota Malang. Jurnal
Perempuan dan Anak Vol. 2 No 1. Februari 2019.
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/JPA/article/view/5636
Badara, Aris. 2012. Analisis Wacana. Teori, Metode, dan Penerapannya pada Wacana Media.
Jakarta: Kencana.
Eriyanto. 2002. Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS.
Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. Sebuah Studi Critical
Discourse Analysis terhadap Berita-Berita Politik. Jakarta:Granit.
Iskandar, Maskun dan Atmakusumah (ed.). 2014. Panduan Jurnalistik Praktis: Mendalami
Penulisan Berita dan Feature. Memahami Etika dan Hukum Pers.
Jakarta:LPDS dan Djarum Foundation Bakti pada Negeri.
Kode Etik Jurnalistik dalam RH, Priyambodo dan Indria Prawtitasari (penyusun). 2014. Buku
Saku Wartawan. Jakarta LPDS dan The Norwegian Embassy.
Kriyantono, Rahmat. 2014. Teknik Praktis Riset Komunikasi Disertai Contoh Praktis Riset
Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi
Pemasaran. Jakarta:Kencana.
Kyuna, Hirumi. 2019. Analisis Berita Kekerasan Seksual pada Anak dalam SKH Kompas
Periode Januari-Februari 2018. Yogya: Universitas Pembangunan Nasional. Skripsi
tidak diterbitkan. URL: http://eprint.upnyk.ac.id/id/eprint/20028.
McQuail, Dennis. 2005. Mass Communication Theory. 5th edition. London: Sage Publications.
Mustika, Sri dan Rita Pranawati. 2018. Anak sebagai Pelaku Kekerasan dalam Wacana di
Media Daring Tribunnews.com. Prosiding Seminar Nasional Penguatan Riset dan
Luarannya sebagai Budaya Akademik di PT Memasuki Era 5.0 Jakarta: Lemlit
UHAMKA. https://prosiding.uhamka,ac.id/index.php/riset/index
Nurudin. 2009. Jurnalisme Masa Kini. Jakarta: Rajawali Pers.
Praditama, Sandhi, Nurhadi, dan Atik Catur Budiarti. Kekerasan terhadap Anak dalam
Keluarga Perspektif Fakta Sosial. Jurnal FKIP Universitas Negeri Surakarta. 2016.
Rakhmawati, Yuniar Fariza. 2015. Jurnalisme Advokatif: Solusi Pemberitaan Anak Korban
Kekerasan Seksual. Jurnal Komunikasi Islam Vol 7 No. 1, 2015
Siregar, Anggi Azhari, 2015. Media dan Kekerasan terhadap Anak (Analisis Isi Berita
Kekerasan terhadap Anak dalam Harian Medan Pos). Jurnal Ilmu Komunikasi Vol 3
No 2 Tahun 2016.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak dalam www.kpai.go.id
Page 64
Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dalam
www.kpai.go.id
Page 65
BAB VI
LUARAN PENELITIAN WAJIB
Implementasi Panduan Pemberitaan Ramah Anak
di Media Daring Tribunnews.com Abstract: This study examines how Tribunnews.com implements the Child Friendly News Guideline (PPRA)
in child violence news. PPRA basically protecs children, both as victims and perpetrators of violence. The
research aims to understand the application of PPRA. Data collection techniques was carried out by
observation, in-depth interviews, and documentation studies. Data were analyzed with filling the system. The
results show that tribunnews.com has implemented PPRA. Nevertheless, the news that is too short makes the
information incomplete. Sometimes, the title does not match with the news body and tends to be sensational.
Keywords: children, children violance news, violence, Child Friendly News Guidelines
Abstrak: Penelitian ini mengkaji tentang bagaimana Tribunnews.com mengimplementasikan Pedoman
Pemberitaan Ramah Anak (PPRA) dalam berita kekerasan anak. PPRA intinya melindungi anak, baik
sebagai korban maupun pelaku kekerasan. Penelitian ini bertujuan memahami penerapan PPRA.
Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi. Analisis
data dilakukan dengan filling system. Hasilnya, Tribunnews.com sudah menerapkan PPRA. Kendati
demikian, berita-berita yang terlalu singkat membuat informasinya kurang lengkap. Judul adakalanya tidak
sesuai dengan tubuh berita dan cenderung sensasional.
Kata Kunci: anak, berita kekerasan anak, kekerasan, Panduan Pemberitaan Ramah Anak
Kekerasan terhadap anak hingga saat ini masih terus terjadi. Sejalan dengan
peristiwa tersebut, media massa seakan berlomba-lomba untuk memberitakannya. Berita
kekerasan anak termasuk berita yang disukai pembaca, mengingat di dalam terdapat unsur
konflik antara pelaku dan korban dan juga unsur kedekatan (proximity) psikologis.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, kekerasan anak di
Indonesia selama Januari-April 2019 mayoritas berupa perundungan dalam wujud
kekerasan fisik, psikis, dan kekerasan seksual. Berdasarkan pengaduan masyarakat pada
KPAI, korban kekerasan psikis dan perisakan (bullying) hingga saat ini juga masih tinggi.
(www.kpai.go.id, KPAI: Angka Kekerasan pada Anak Januari-April 2019 Masih Tinggi,
diunggah 2 Mei 2019, diakses pada 20 Februari 2020 pukul 18.00).
Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) juga
mencatat kenaikan kasus kekerasan terhadap anak perempuan. Selama 2019, terdapat 2.341
kasus atau naik 65% dibandingkan tahun sebelumnya 1.417 kasus. Terbanyak adalah kasus
Page 66
inses: 770 kasus, kekerasan seksual: 571 kasus, dan kekerasan fisik: 536 kasus
(www.tempo.co, Kekerasan terhadap Anak Perempuan Naik 65% di 2019 diunggah pada
6 Maret 2020. Diakses pada 18 April 2020 pukul 17.00).
Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2014, kekerasan terhadap anak adalah
setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, psikis, seksual, dan atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan dengan cara melawan hukum
(www.bphn.go.id diakses pada 6 Maret 2020 pukul 09.30). Sedangkan Peraturan Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Permeneg P3A) No 1 Tahun
2010 Bab I tentang Ketentuan Umum poin 4 menyebutkan, kekerasan terhadap anak adalah
setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, mental, seksual, psikologis, termasuk penelantaran dan perlakuan buruk yang
mengancam integritas tubuh dan merendahkan martabat anak (www.jdih.kemenpppa.go.id
diakses pada 7 Maret 2020 pukul 10.00)
Sejatinya, setiap anak memiliki hak mendapat perlindungan. Anak yang
berhadapan dengan hukum, seperti anak yang menjadi korban kekerasan atau anak yang
berkonflik dengan hukum, yaitu anak sebagai pelaku kekerasan berhak mendapat
perlindungan khusus dari pemerintah dan lembaga lainnya. Perlindungan khusus pada anak
tertera dalam UU No 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak yang menggantikan UU
No 23 Tahun 2002 (www.kpai.go.id diakses pada 7 Maret 2020 pukul 10.15).
Di Indonesia batasan mengenai anak masih berbeda-beda. Menurut Undang-
Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, anak adalah seseorang yang belum
mencapai usia 21 tahun dan belum menikah (www.bphn.go.id diakses pada 7 Maret 2020
pukul 11.00).
Page 67
Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA)
mendefinisikan anak adalah mereka yang belum berusia 18 tahun, belum atau sudah
menikah, hidup atau sudah meninggal (www.kpai.go.id diakses pada 20 Februari 2020
pukul 18.15). Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA) yang disahkan Dewan Pers pada
9 Februari 2019 batasan anak mengacu pada UU No 11 Tahun 2012, yaitu mereka yang
belum berusia 18 tahun, belum atau sudah menikah. Batasan inilah yang harus digunakan
oleh wartawan di dalam menulis berita tentang anak.
Di antara media massa yang sering memberitakan kekerasan anak adalah media
daring. Di Indonesia media daring jumlahnya mencapai 47.000 (www.amsi.or.id Asosiasi
Media Siber Indonesia: Dari 47 Ribu baru 2.700 Media Online Terverifikasi Dewan Pers,
diunggah pada 6 April 2019 diakses pada 6 Januari 2020 pukul 07.00). Media daring
memberitakan kekerasan anak secara gencar, karena memiliki nilai berita yang tinggi, yaitu
unsur konflik (antara pelaku dan korban), simpati, dan kedekatan (proximity) (Iskandar dan
Atmakusumah, ed., 2014; Nurudin, 2009).
Di dalam memberitakan anak, wartawan harus mengikuti Kode Etik Jurnalistik
(KEJ) dan Undang-Undang SPPA. Selain itu juga mengikuti Panduan Pemberitaan Ramah
Anak (PPRA). PPRA yang berisi 12 poin intinya bahwa wartawan harus merahasiakan
identitas anak korban, anak yang diduga, didakwa melakukan pelanggaran hukum.
Wartawan harus memberitakan secara faktual dengan kalimat/narasi/visual/video yang
bernuansa positf, empati, dan atau tidak membuat deskripsi/rekonstruksi peristiwa yang
bersifat seksual dan sadistis.
Penelitian mengenai berita kekerasan anak dalam media daring cukup banyak
seiring dengan meningkatnya kasus kekerasan anak. Di antaranya penelitian Andini dkk
(2019) yang mengidentifikasi kekerasan pada anak SD di Kota Malang. Mereka
menemukan bahwa kekerasan terdiri atas kekerasan fisik, kekerasan verbal, emosional, dan
Page 68
seksual. Usia korban mulai dari 8 tahun (14%), 9 tahun (23%), 10 tahun (31%), 11 tahun
(21%), 12 tahun (8%), dan 13 tahun (3%). Mereka merupakan anak satu-satunya dalam
keluarga atau tiga bersaudara. Ibunya adalah istri yang tidak bekerja. Kondisi stres ibu ikut
memicunya melakukan kekerasan anak.
Menurut hasil penelitian Praditama dkk. (2016), penyebab kekerasan terhadap anak
dalam keluarga di Wonogiri, Solo adalah pewarisan kekerasan antargenerasi, sulitnya
mengungkap kekerasan anak ke ruang publik, dan latar belakang budaya keluarga yang
menempatkan anak pada posisi terbawah. 9 tahun (23%), 10 tahun (31%), 11 tahun (21%),
12 tahun (8%), dan 13 tahun (3%). Mereka merupakan anak satu-satunya dalam keluarga
atau tiga bersaudara. Ibunya adalah istri yang tidak bekerja. Kondisi stres ibu ikut
memicunya melakukan kekerasan anak.
Pada kenyataannya anak tidak hanya menjadi korban kekerasan, namun anak juga
dapat menjadi pelaku kekerasan. Mengenai hal ini Elvina dkk. (2016) meneliti anak-anak
yang dititipkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Hasilnya adalah bahwa
penyebab anak menjadi pelaku kekerasan bukan hanya satu faktor, melainkan banyak
faktor dan merupakan akumulasi dari berbagai kondisi yang dialaminya. Seperti, faktor
gagalnya fungsi pengasuhan dalam keluarga. Studi ini juga menunjukkan bahwa ketiadaan
fungsi pengasuhan dalam keluarga berdampak pada perilaku kenakalan remaja. Anak
rawan menjadi pelaku tindakan kejahatan dari kasus yang ringan hingga berat, seperti
pembunuhan sangat berhubungan dengan pola pengasuhan dan peran masyarakat.
Sebagian besar anak pelaku kekerasan yang berada di LPKA merupakan anak-anak
korban kekerasan fisik dan psikis dari keluarganya. Selain itu, meskipun secara umum
pengasuhan anak pelaku itu baik, namun ternyata terdapat masalah dalam hal aktivitas
bersama keluarga. Minimnya kebersamaan anak dengan orang tua merupakan faktor
Page 69
pendukung baginya sebagai pelaku kekerasan. Hal ini disebabkan lemahnya kelekatan
hubungan anak dengan orangtuanya.
Lemahnya kelekatan anak dengan orang tua berdampak pada kenakalan remaja,
baik pada remaja laki-laki maupun perempuan (Stams et all, 2012). Rendahnya tingkat
kelekatan anak dengan ibu berdampak lebih besar pada kenakalan remaja dibandingkan
dengan kurangnya kelekatan pada ayahnya. Hubungan kelekatan anak dan orang tua
dengan kenakalan remaja terletak pada problem hubungan antara orang tua dan anak yang
berjenis kelamin sama dibandingkan dengan relasi orang tua dan anak yang berlawanan
jenis kelaminnya. Selain itu, hubungan kelekatan dan kenakalan remaja lebih kuat pada
usia anak yang lebih muda dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Untuk itu, intervensi
yang dapat dilakukan adalah membangun kelekatan antara ayah dengan anak laki-laki dan
anak perempuan dengan ibunya.
Indeks Kualitas Pengasuhan yang disusun oleh KPAI, yang bernilai 0-5,
menunjukkan bahwa pengetahuan orang tua tentang mengasuh anak sebelum mereka
memiliki anak masih kurang (3,53), kurangnya komunikasi (3,84), akses anak terhadap
media digital (3,45), dan pencegahan dari kekerasan (3,82) (Pranawati, 2015). Indeks
keseluruhan bernilai 3,81. Ini berarti kualitas pengasuhan anak Indonesia masih belum
sepenuhnya baik. Walaupun banyak orang tua telah memberikan pengasuhan terbaik,
namun masih ada gap antara pengasuhan dengan fakta yang dirasakan anak.
Aspek lain dari anak pelaku atau anak berkonflik dengan hukum (ABH) adalah
kurangnya penghargaan. Penghargaan kepada anak akan mempengaruhi kepercayaan diri
dan pengembangan potensi dirinya. Kurangnya pendampingan orang tua saat anak
mengonsumsi bacaan, tontonan, dan mainan yang mengandung unsur kekerasan juga dapat
menyebabkan anak berhadapan dengan hukum (Elvina dkk., 2018). Faktor lain adalah
Page 70
kurangnya pencegahan terhadap penggunaan narkoba yang seringkali membawa anak
terlibat dalam tindak pidana narkoba.
Faktor pengaruh pergaulan, kebebasan dalam bermedia sosial tanpa literasi digital
yang baik, kurangnya landasan agama, dan paparan pornografi juga berkontribusi pada
keterlibatan anak sebagai pelaku tindak pidana (Elvina dkk, 2018). Disamping itu, faktor
orang tua yang memiliki riwayat penahanan, juga memiliki risiko yang tinggi dalam
kejahatan anak.
Studi yang dilakukan (Aaron & Dallaire, 2010) menyebutkan bahwa riwayat
penahanan orang tua diperkirakan dapat menyebabkan terjadinya viktimisasi keluarga,
perilaku kenakalan remaja, dan pengalaman berrisiko lainnya. Situasi ini membutuhkan
solusi yang holistik integratif, khususnya pada anak pelaku.
Siregar (2016) meneliti tentang Media dan Kekerasan terhadap Anak di Harian
Medan Pos. Ia menemukan bahwa selama periode Agustus-Desember 2013 terdapat 17
berita kekerasan terhadap anak. Adapun temanya tentang pelecehan seksual 11 kali
(64,70%), penganiayan 3 kali (17,64%), pembunuhan 2 kali (11,76%) dan yang tidak jelas
karena isi tidak sesuai judul (5,88%).
Penelitian lain tentang berita kekerasan seksual anak di SKH. Kompas (1 Januari
2018-28 Februari 2018) dilakukan oleh Hiromi (2019). Ia menemukan bahwa Kompas
cenderung dominan menulis berita dengan gaya straight news dan mencantumkan banyak
narasumber agar beritanya tampil aktual. Tipe liputannya dua sisi, sehingga berimbang,
menggunakan ilustrasi sebagai pelengkap. Berita-beritanya tidak menyebut nama anak
korban, sehingga tidak melanggar Kode Etik Jurnalistik.
Mustika dan Pranawati (2018) juga mengkaji wacana tentang berita kekerasan yang
dilakukan anak di media daring. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam mewacanakan
kekerasan oleh anak media daring cenderung menulis dalam berita lempang (straight news)
Page 71
dan mewacanakannya seperti halnya kekerasan tersebut dilakukan oleh orang dewasa.
Wartawan tidak menelusuri latar belakang anak, meskipun jelas bahwa perilaku anak
merupakan hasil pola asuh keluarga. Wartawan menempatkan korban, koleganya, dan
polisi pada posisi dominan dibandingkan pelaku anak dan wartawan mengidentifikasi diri
sebagai korban, sehingga lebih banyak menyuarakan korban daripada anak pelaku.
Rahmawati (2015) mencoba menawarkan jurnalisme advokatif sebagai solusi pemberitaan
anak korban kekerasan seksual yang berempati pada anak. Dengan jurnalisme advokatif,
redaksi menjadi representasi kepentingan spesifik publik dan memandang kekerasan anak
sebagai suatu ketidakadilan dalam masyarakat.
Kekerasan terhadap anak yang dilakukan orang dewasa terdekat, seperti ayah, kakak,
atau guru yang belakangan ini marak menjadi pemberitaan media jelas bertentangan dengan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Dalam UU No 35 ini
anak berhak mendapatkan perlindungan.
Dari berbagai penelitian di atas kajian yang melihat penerapan PPRA dalam berita
kekerasan anak belum banyak dilakukan. Penelitian ini mengkaji bagaimana media daring
Tribunnews.com menerapkan PPRA dalam memberitakan kekerasan terhadap anak. Sejauh ini
penelitian tentang berita kekerasan anak lebih memfokuskan pada penerapan Kode Etik
Jurnalistik.
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan bersifat deskriptif. Penelitian
kualitatif bertujuan menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui data yang
sedetail mungkin (Kriyantono, 2010).
Media yang diteliti adalah Tribunnews.com, milik PT Indopersda Prima Media.
Tribunnews.com dipilih karena menempati peringkat tiga pada situs pemeringkat media daring,
Alexa.com. Selain itu, Tribunnews.com selalu memberitakan tentang kekerasan anak.
Page 72
Berita yang diteliti adalah semua berita yang diunggah pada 15 Januari 2020-15
Februari 2020. Data dikumpulkan dengan studi dokumentasi dan wawancara mendalam. Studi
dokumentasi di sini adalah yang berorientasi pada teks. Analisis data dilakukan dengan analisis
isi kualitatif.
HASIL
Di bawah ini daftar judul berita yang ditayangkan selama 15 Januari-15 Februari 2020:
No Edisi Judul Berita
1. 15 Januari 2020
Pukul 20.58
Polisi Tangkap Penjual Es Krim di Sawangan,
Diduga Lecehkan Anak di Bawah Umur
2. 22 Januari 2020
Pukul 13.40
Diduga Perkosa Balita 16 Bulan, Pria di
Tasikmalaya Diamuk Massa, Pelaku Kini
Disembunyikan Keluarga
3 23 Januari 2020
Pukul 23.16
Ibu Ikat Kaki Anaknya dan Menggantungnya
dengan Posisi Kepala di Atas, Polisi Cari Si
Penyebar Video
4. 24 Januari 2020
Pukul 19.47
Paksa Anak Kandung Lakukan Oral Seks saat
Istri sedang Tidur, Seorang Ayah Dipenjara 10
Tahun
5. 25 Januari 2020
Pukul 11.24
Fakta Baru Ayah di Trenggalek Cabuli 2 Putri
Kandung, Anaknya Harus Menjalani Perawatan
Medis
6. 29 Januari 2020
Pukul 23.18
Kasus Ayah Perkosa Anaknya di Mamasa
Terancam Hukuman Pidana dan Adat, Hukum
Adat Lebih Ngeri
7. 30 Januari 2020
Pukul 12.07
Kasus Remaja Dijadikan Budak Seks: Disiksa,
Dicekoki Miras, dan Dipaksa Layani 4 Pria
Sehari
8. 30 Januari 2020
Pukul 13.21
Di Cianjur 8 Anak Dicabuli Ayah Kandung, dan
12 Anak Lainnya oleh Ayah Tiri
9. 30 Januari 2020 Cabuli Anak Kandung dan Anak Tiri, Seorang
Pria di Pontinak Ditembak Polisi
Page 73
Pukul 16.55
10 30 Januari 2020
Pukul 19.30
Anak di Bawah Umur Asal Sikka Diusir dari
Kampung Usai Dihamili Sepupu
11. 31 Januari 2020
Pukul 07.43
9 Pria Paruh Baya Pedofilia Ditangkap di
Cianjur, Cabuli Bocah di Bawah Umur, Korban
Termuda 6 Tahun
12 13 Februari 2020
Pukul 06.12
Viral Video Siswa SMP di Purworejo Membully
Siswi Temannya, Polisi Langsung Menyidik
13 13 Februari 2020
Pukul 08:48
Bullying Siswi SMP di Purworejo Masih
Hangat, Kini Beredar Video Guru Pukuli Siswa
di SMA Bekasi
14 13 Februari 2020
Pukul 11:34
Pria Muarojambi Rudapaksa Anak Tirinya di
Kebun, Dilakukan Saat Tangan dan Kaki
Korban Diikat
15. 13 Februari 2020
Pukul 15.17
Fakta Terbaru! Inilah Pengakuan Siswa Korban
Bullying di Purworejo, Mengeluh Badan Sakit
Semua
16. 13 Februari 2020
Pukul 13.20
Viral! Siswi SMP Dibully Temannya, Pelaku
Kini Ditetapkan jadi Tersangka, Dijerat Pasal
Pengeroyokan
17. 13 Februari 2020
Pukul 18.22
3 Pelaku Bully di SMP Purworejo Terancam
Diberi Sanksi Berat, Ganjar Pranoowo: Apa
Sanksinya?
18. 15 Februari 2020
Pukul 13.43
4 Aksi Kekerasan di Sekolah: Siswa di Malang
Harus Diamputasi hingga Siswa Disabilitas
Dipukuli
Tabel 1
Judul-judul Berita Kekerasan Anak
Ke-18 judul berita kekerasan anak di atas dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok:
kasus pelecehan seksual sebanyak 11 kasus (61%) dan berita kekerasan 7 kasus (39%). Peneliti
menganalisis setiap berita untuk melihat apakah berita tersebut mematuhi atau melanggar
Page 74
PPRA. Selain itu, dari segi jurnalistik apakah berita tersebut memenuhi kaidah penulisan yang
benar.
Di bawah ini salah satu sampel berita yang dimua dan dianalisis:
Berita edisi Rabu, 15 Januari 2020 yang dimuat Pukul 20:58 WIB
https://www.tribunnews.com/metropolitan/2020/01/15/polisi-tangkap-penjual-es-krim-di-
sawangan-diduga-lecehkan-anak-di-bawah-umur
.
Ilustrasi
Judul: Polisi Tangkap Penjual Es Krim di Sawangan, Diduga Lecehkan Anak di Bawah
Umur
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, DEPOK - Terjadi kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah
umur di Kota Depok.
Korbannya adalah seorang siswi yang bersekolah di bilangan Sawangan. SA salah seorang
petugas keamanan di perumahan yang menjadi lokasi aksi bejat tersebut mengatakan,
pelakunya merupakan seorang pedagang es krim di sekolah tempat korban mengenyam
pendidikan.
SA juga berujar, pelaku sudah diamankan oleh polisi pada Jumat (10/1/2020) beberapa hari
yang lalu. “Sudah diamankan, kami kerjasama dengan petugas kepolisian Depok,” tambahnya.
Sementara itu, Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Iptu Isa Fajar pun membenarkan
adanya kejadian tersebut ketika dikonfirmasi.“Iya betul mas pelakunya sudah kami amankan
di Polres Metro Depok,” jelas Isa. Namun, Isa belum bisa menjelaskan
kronologi pelecehan tersebut, lantaran kasusnya tengah dalam t
ahap penyelidikan oleh pihaknya.
Analisis
Berita ini menyembunyikan identitas anak dengan baik, sesuai dengan pasal 1 PPRA
bahwa wartawan merahasiakan identitas anak dalam memberitakan informasi tentang anak,
Page 75
khususnya yang diduga, disangka, didakwa melakukan. Redaksi tidak menggunakan nama
singkatan, nama sekolah, dan alamat rumahnya. Bahkan nama petugas keamaan di perumahan
tempat kejadian perkara disingkat. Demikian pula nama perumahannya tidak disebutkan.
Berita ini juga tidak menjelaskan kejadian secara detil, sehingga tidak menjadi vulgar.
Seorang wartawan seharusnya memang tidak menceritakan secara detail kejadian kekerasan
sesksual, terlebih yang korbannya adalah anak-anak. Penulisan yang detail mengenai peristiwa
ini akan menyebabkan pembaca merasa ngeri, terganggu psikologisnya, dan terusik hati
nuraninya. Berita ini menggunakan ilustrasi anak perempuan sedang duduk dengan kepala
menunduk. Ilustrasi ini melengkapi tulisan agar tidak membosankan. Dengan demikian redaksi
telah menerapkan PPRA secara benar, karena menyembunyikan identitas anak, mulai dari
nama, nama sekolah, hingga alamat rumahnya.
Berita-berita lain juga pendek-pendek, tidak lebih dari 5 alinea. Ini sesuai dengan
format berita di media daring yang bersifat hyperlink. Kendati demikian, karena terlalu singkat,
informasinya menjadi kurang lengkap. Dalam kaidah jurnalistik, kelengkapan berita
merupakan hal yang harus dipenuhi, agar pembaca tidak bertanya-tanya lagi.
Menurut Mangiang (dalam Iskandar dan Atmakusumah, ed., 2014) untuk menyusun
berita yang berkualitas wartawan perlu memperhatikan beberapa hal. Di antaranya berita tidak
boleh menyisakan pertanyaan bagi pembacanya. Untuk itu wartawan harus memberikan
jawaban yang cukup dan yang relevan untuk unsur 5W + 1H. Relevansi fakta yang disajikan
menjadi hal penting untuk dipertimbangkan oleh wartawan.
Selain itu, berita ini tidak memiliki angle (sudut pandang) yang jelas atau tajam. Sudut
pandang merupakan alat bagi wartawan untuk membantu pembaca melihat suatu kejadian dari
satu posisi, sehingga bisa lebih jelas memandang. Sudut pandang juga akan membantu
pembaca melihat kejadian dari posisi tertentu. Misalnya, wartawan bisa menggunakan angle
kemanusiaan, karena peristiwa ini merusak masa depan seorang anak. Atau menggunakan
Page 76
angle psikologi, karena korban kemungkinan besar mengalami trauma atas kejadian ini.
Wartawan bisa menambahkan wawancara dengan psikolog, agar tulisannya dapat memberi
wawasan pada pembaca. Contohnya, feature mengenai pentingnya mengatasi trauma bagi
korban kekerasan. Tribunnews.com sebagai media daring terkemuka, seharusnya dapat
melakukan hal ini. Hasil penjelasan ahli dapat dibuat dalam platform video. Dengan demikian
ada nilai tambah bagi berita kekerasan anak yang diunggah.
Media daring umumnya mempublikasikan suatu berita tidak hanya sekali. Berita
pertama biasanya masih belum lengkap unsur 5W+1H nya, Mungkin baru memenuhi unsur
apa (what) dan siapa (who), dan kapan (when). Pada publikasi berikutnya yang sudah
mengalami pemutakhiran data, unsur di mana (where) dan mengapa (why), serta bagaimana
(how) sudah ada. Meski kadang kala unsur mengapa peristiwa tersebut terjadi memerlukan
waktu lama untuk mengetahuinya. Contohnya, kasus pembunuhan terhadap seseorang. Untuk
memperoleh jawaban unsur mengapa ia dibunuh, bahkan siapa yang membunuh, terkadang
membutuhkan waktu yang sangat lama. Bahkan suatu peristiwa pembunuhan, seperti kasus
wartawan Udin yang terjadi pada 1996 hingga saat ini polisi belum dapat mengungkap siapa
pelakunya dan mengapa ia melakukan perbuatan jahat tersebut.
Sekalipun demikian, wartawan sebagai pihak yang melayani kebutuhan informasi
masyarakat akan terus berupaya memenuhi informasi yang diperlukan. Terlebih lagi media
daring yang secara teknis lebih mudah melakukan pembaruan terhadap berita-beritanya setiap
satu jam sekali.
Dalam menyusun berita tentang kekerasan terhadap anak pun demikian. Awalnya
wartawan mendapat informasi serba singkat dari pihak kepolisian yang menjadi beat-nya.
Misalnya, informasi mengenai seorang anak remaja ditemukan tewas di sebuah bantaran sungai
di kota X. Berdasarkan keterangan ini wartawan menulis berita pertama yang hanya berisi
unsur apa (what), di mana (where) dan kapan (when). Dalam menjelaskan unsur siapanya pun
Page 77
wartawan hanya dapat menuliskan identitas jenis kelaminnya. Identitas nama, usia, dan alamat
korban belum dapat diberikan, karena kondisi mayatnya yang sudah hampir membusuk
membuat polisi kesulitan mendeteksi identetitas lainnya. Pihak kepolisian pun belum dapat
memberikan keterangan yang rinci, karena belum ada orang tua yang melaporkan kehilangan
anaknya.
Setelah penyidik (dalam hal ini polisi) melakukan penyidikan, yaitu serangkaian
tindakan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti guna menjadikan perkara pidana
ini terang dan menemukan tersangkanya, barulah wartawan dapat menulis berita berikutnya.
Untuk media daring, pemutakhiran berita (news update) ini biasanya dilakukan setiap jam atau
lebih sesuai dengan kebijaksanaan redaksi.
Alih-alih hanya menuliskan kekerasan dalam bentuk berita lempang (straight news)
kasus per kasus secara singkat, wartawan dapat menuliskannya dalam bentuk feature. Menurut
Williamson (1975), feature adalah karangan yang kreatif, terkadang subjektif yang dirancang
untuk menghibur dan memberi informasi pada pembaca mengenai suatu kejadian, situasi, atau
aspek kehidupan.
Sekalipun peristiwa kekerasan adalah peristiwa yang memilukan, namun dengan
menulis feature wartawan dapat memberikan pencerahan pada pembacanya. Misalnya, dengan
menulis mengenai cara menghilangkan trauma pada anak korban kekerasan. Atau dengan
menulis tips tentang mengajari anak yang sudah cukup usia untuk menghindar dari kekerasan
seksual. Dapat pula dengan menulis feature mengenai bagaimana melaporkan kasus kekerasan
anak ini pada pihak yang berwajib. Hal ini perlu mengingat banyak orang tua yang anaknya
menjadi korban kekerasan (termasuk kekerasan seksual) merasa takut atau malu melaporkan
kejadian ini pada polisi. Alasannya, pelakunya adalah orang terdekat atau orang penting,
sehingga keluarga korban merasa takut,
Page 78
Dengan feature wartawan dapat menulis secara lebih leluasa, karena dalam feature
penulis dapat menulis dalam bentuk-bentuk narasi, deskripsi, ekposisi, dan argumen. Basorie
(dalam Iskandar dan Atmakusumah, 2014) menjelaskan, narasi adalah bentuk penulisan berupa
penuturan cerita pengalaman seseorang. Deskripsi adalah bentuk penulisan yang
menggambarkan sesuatu yang pernah dilihat atau dialami seseorang. Eksposisi adalah bentuk
penulisan untuk menjelaskan. Misalnya, bagaimana cara orangtua melaporkan kekerasan yang
dialami anaknya ke polisi. Terakhir adalah argument yaitu bentuk penulisan berupa pernyataan
atau pemikiran seseorang dengan maksud membujuk orang lain.
Untuk dapat menuliskan berita kekerasan anak secara baik wartawan harus mengikuti
perkembangan kasusnya dari waktu ke waktu. Dengan demikian ia dapat melihat apa yang
sudah diberitakan dan apa yang belum diberitakan oleh media daring lain. Penguasaan terhadap
kasus akan mempermudah wartawan di dalam memilih angle tulisan. Dengan pilihan angle
yang tepat wartawan akan menunjukkan tingkat kepiawaiannya.
DISKUSI
Tugas media massa menurut McQuail (2005) adalah memproduksi dan
mendistribusikan konten simbolik dan partisipasi yang bersifat profesional, terarah dan bebas
nilai kepentingan. Menurut definisi di atas, tugas media massa yang paling pokok adalah
mendistribusikan konten simbolik. Dalam mendistribusikan konten tersebut wartawan dituntut
untuk bersikap profesional, terarah, dan bebas nilai. Dalam memberitakan kekerasan anak
wartawan dituntut untuk bersikap profesional. Dalam penafsiran Kode Etik Jurnalistik Pasal 2,
profesional artinya bekerja sesuai dengan standard operational procedure (SOP). Salah satu
SOP tersebut adalah menunjukkan identitas diri kepada narasumber atau menghormati hak
privasi (Priyambodo dan Indria P., 2014).
Lasswell (dalam Severin dan Tankard, 2011) mencatat ada tiga fungsi media massa:
pengamatan lingkungan, korelasi bagian-bagian dalam masyarakat untuk merespons
Page 79
lingkungan, dan penyampaian warisan masyarakat dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Kemudian Wright menambahkan fungsi keempat, yaitu hiburan. Melalui fungsi pengawasan,
media massa memberi informasi dan menyediakan berita, Media memberikan prediksi
mengenai suatu kejadian pada masa mendatang. Dalam kaitannya dengan kekerasan pada anak
yang hampir setiap hari terjadi, wartawan perlu mengingatkan pada para orang tua untuk
menjaga dan melindungi anak-anaknya agar terhindar dari kekerasan atau kekerasan seksual.
Fungsi korelasi merupakan seleksi dan interpretasi informasi tentang lingkungan.
Fungsi ini bertujuan untuk menjalankan norma sosial dan menjaga konsensus dengan
mengekspos penyimpangan, termasuk tindakan kekerasan terhadap anak.
Pelimpahan warisan sosial merupakan fungsi media untuk menyampaikan informasi,
nilai, dan norma dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bisa juga dari anggota masyarakat
kepada pendatang.
Terakhir adalah fungsi hiburan. Kesibukan masyarakat yang sudah demikian padat
membuat mereka mengalami stres. Untuk melepaskan diri dari beban pikiran, media meyajikan
hiburan dengan tujuan melepaskan masyarakat dari rutinitas sehari-hari. Peristiwa kekerasan
pada anak, sedikit banyak akan mempengaruhi pikiran masyarakat. Untuk itulah media perlu
memberikan hiburan ringan pada khalayaknya.
Media dalam menginformasikan peristiwa mengontruksikan realitas. Sosiolog
Tuchman (dalam Severin dan Tankard, 2011) menyatakan dalam bukunya Making News
(1978) bahwa berita merupakan konstruksi realitas. Ia menulis hal ini atas dasar pengamatan
partisipasinya di ruang berita dan mewawancarai karyawan pemberitaan selama sepuluh tahun.
Menurut Tuchman, tindakan membuat berita adalah tindakan mengonstruksi realitas dan bukan
penggambaran realitas. Ia menekankan bahwa berita adalah sekutu bagi lembaga-lembaga yang
berlegitimasi dan bahwa berita juga melegitimasi status quo.
Page 80
Dalam memberitakan kasus kekerasan anak, media massa menyusun realitas dari
peristiwa kekerasan anak, sehingga menjadi wacana yang mempunyai makna. Konstruksi
realitas ini, seperti dikatakan Hamad (2004) dan Badara (2012) mengutip Berger dan Luckman,
melewati tahapan-tahapan mulai dari objektivasi, internalisasi, dan eksternalisasi. Sebagai
konstruktor, wartawan mempersepsikan realitas kekerasan anak, kemudian
menginternalisasikan hasil pemaknaannya melalui persepsi ini ke dalam dirinya. Dari proses
internalisasi ini ia mengonseptualisasikan objek yang dipersepsinya. Pada tahap akhir, ia
mengeksternalisasi hasil proses perenungan secara internal melalui pernyataan dan
pertanyaannya.
Menurut pandangan kaum konstruksionis, dalam mengeksternalisasikan realitas media
tidak selamanya netral. Media bukan saluran yang bebas, karena media juga menjadi subjek
yang mengkonstruksikan realitas, lengkap dengan pandangannya yang mungkin bias dan
muncul pemihakannya pada satu pihak (Eriyanto, 2002).
Berdasarkan penjelasan di atas, tampak bahwa Tribunnews.com dalam menulis
kekerasan anak wartawan mengonstruksikan anak sebagai mahluk yang tidak berdaya. Mereka
tidak memperoleh perlindungan dari orang-orang dewasa di sekitarnya. Orang-orang dewasa
di sekitar anak adalah orang yang tidak peduli pada keberadaan anak. Akibat ketidakpedulian
orang-orang dewasa terhadap anak-anak, maka kekerasan terhadap anak-anak bisa terjadi.
Wartawan juga cenderung menulis peristiwa kekerasan anak dalam berita lempang
(straight news) yang sangat singkat, sehingga kelengkapan informasinya kurang. Judul berita
terkadang tidak sesuai dengan isinya. Judul seperti ini tampak hanya membuat pembaca tertarik
mengeklik. Terkadang wartawan membuat judul yang bersifat label head atau hanya sekadar
memberitahukan cerita yang ada dalam tubuh berita. Judul ini tidak mengisahkan kejadian atau
masalah. Wartawan masih menggunakan istilah “menggauli” sebagai kata lain memperkosa.
Page 81
Pemilihan istilah ini mungkin untuk memperhalus kata, namun penghalusan kata untuk
perbuatan yang buruk bisa dianggap merupakan manipulasi fakta.
Sekalipun masih kurang memperhatikan kelengkapan berita dan syarat-syarat berita
yang berkualitas, namun redaksi Tribunnews.com dalam menuliskan berita kekerasan anak
sudah mematuhi Pedoman Pemberitaan Ramah Anak. Ini menunjukkan bahwa wartawan
Tribunnews.com memahami panduan tersebut. Mereka menyembunyikan identitas anak
dengan baik.
Mengenai hal ini, Yulis Sulistyawan (wawancara melalui telepon pada 1 Mei 2020),
General Manager sekaligus Content Manager Tribunnews.com, menjelaskan bahwa semua
wartawan yang ke lapangan sudah mendapat arahan tentang apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan dalam menulis tentang anak.
“Dalam pertemuan pimpinan Tribunnews di Solo pada 2018, kami membahas semua
permasalahan, termasuk soal pemberitaan tentang anak. Jika Dewan Pers masih menemukan
beberapa kekurangan pada berita kami, itu mungkin karena editornya lengah karena banyaknya
berita yang ditangani,” ungkap Yulis.
Tentang penulisan berita yang pendek, Yulis menambahkan, hal itu sesuai dengan
format media digital. “Peristiwa terus berjalan. Pembaca tidak hanya membutuhkan kecepatan
informasinya, tetapi juga kelengkapannya. Karena itu, kami terus meng-update beritanya dan
menyediakan halamannya,” lanjut Yulis.
Sejalan dengan pendapat Yulis, Ombudsmen Multimedia LKBN Antara Priyambodo
RH menjelaskan (dalam wawancara melalui Whattap pada 13 April 2020), berita dalam media
daring menggunakan Search Engine Optimation (SEO) yang menjadi dasar bagi click bait. Hal
ini membuat tata kelola informasi di jalur jurnalisme memiliki mandat: akurat-cepat-lengkap
dalam satu berita. Untuk itu redaksi dapat mengatasinya antara lain dengan melatih para
pengelola konten/isi pesan, agar mampu mengelola situs web/laman/medsos)-nya secara
Page 82
running news atau minimal well inform. Running news seibarat lari estafet. Karenanya,
pengelola konten harus secara rutin menyambung informasi yang sudah disampaikannya,
sehingga pada bagian akhir ada round up yang akurat dan lengkap. Paling lambat enam jam
setelah informasi awal diunggah.
Priyambodo menyarankan agar pengelola situs web harus fokus pada suatu isu. Jika ia
terlalu banyak mengelola isu, maka bisa kebingungan. Lebih dari 75% media siber produknya
merupakan sharing/forward info dari pihak lain. Sekarang sudah lumrah jika wartawan
mengutip media sosial sebagai narasumbernya. Padahal seharusnya berita seperti ini masuk ke
kategori siaran pers, bukan sebagai berita hasil liputan atau reportase.
Mengenai judul berita kekerasan anak yang terkesan sensasional, Kamsul Hasan
(wawancara di Jakarta pada 16 Februari dan 18 April 2020), Ketua Kompetensi Uji Komptensi
Wartawan PWI Pusat, menyatakan bahwa judul-judul seperti itu disebabkan click bait. Click
bait adalah suatu teknik memikat pembaca dengan membuat judul yang menjadikan orang
penasaran, sehingga ingin mengklik berita tersebut beberapa kali.
“Kasus asusila dan kekerasan anak termasuk berita yang tinggi peminatnya. Karena itu
redaksi memberikan umpan judul yang sensational, agar orang mengklik berita tersebut,
setidaknya empat kali. Ini karena format berita yang pendek dan dibuat terbagi dalam 3-4
halaman,” lanjut Kamsul.
Kamsul melihat click bait diterapkan hampir oleh semua media siber. Padahal
seharusnya media siber berbadan hukum bisa lebih baik dalam menulis. “Seharusnya mau
mengikuti etika dan rambu-rambu yang ada. Dalam kasus perisakan di SMP Purworejo, Jawa
Tengah, misalnya, banyak media siber yang seolah berlomba-lomba membuka identitas anak
yang seharusnya dirahasiakan.”
“Wartawan tidak dilarang memberitakan kekerasan anak. Hanya dalam menulis
wartawan tidak cukup hanya memahami Kode Etik Jurnalistik, tetapi juga wajib mempelajari
Page 83
UU SPPA dan PPRA yang menjelaskan mekanisme dalam memberitakan kasus anak
berhadapan dengan hukum. Larangannya satu, membuka identitas anak,” tegas Kamsul.
SIMPULAN
Berdasarkan diskusi di atas peneliti menyimpulkan bahwa Tribunnews.com dalam
memberitakan kekerasan anak telah menataati PPRA. Sekalipun demikian dari segi standar
jurnalistik, berita-berita dalam media ini kurang mendalam, karena redaksi menulis dalam
bentuk berita langsung (straight news) yang sangat singkat. Selain itu, berita-berita kekerasan
anak yang singkat dan muncul hampir setiap hari terkesan seperti pencatatan statistik belaka.
Redaksi tidak mengupayakan untuk menulis secara lebih mendalam dengan mewawancarai
keluarga korban untuk menggali penyebab kelalaian mereka di dalam melindungi anak.
Redaksi juga belum berpihak pada anak, sehingga belum ada upaya untuk
menghasilkan tulisan yang berempati pada anak. Ini tercermin pada judul berita yang terkadang
sensasional dan tidak sesuai dengan isi berita. Redaksi ada kalanya menggunakan
menggunakan istilah menggauli untuk mengganti kata pemerkosaan, sehingga terkesan
menganggap perkosaan sebagai tindakan bergaul.
Redaksi Tribunnews.com dalam menulis kekerasan anak mengontruksikan anak
sebagai mahluk yang sangat lemah, sedangkan orang-orang dewasa di sekitarnya, termasuk ibu
atau ayahnya, acuh tak acuh. Ketidakpedulian orang dewasa ini bisa jadi merupakan penyebab
peristiwa kekerasan anak yang terus terjadi. Tribunnews.com yang memiliki banyak pembaca
sesungguhnya memiliki posisi strategis untuk mencegah kekerasan anak. Caranya adalah
dengan menulis berita kekerasan anak secara komprehensif dan mendalam, sehingga
menyentuh hati pembaca untuk peduli pada perlindungan dan masa depan anak.
Page 84
DAFTAR RUJUKAN
Aaron, L., & Dallaire, D. H.(2010). Parental Incarceration and Multiple Risk Experiences: Effects on Family
Dynamics and Children’s Delinquency. Journal Youth Adoloscence, 39, 1471–1484.
Andini, Thatit Manon dkk. Identifikasi Kejadian Kekerasan pada Anak di Kota Malang. Jurnal Perempuan dan
Anak Vol. 2 No 1. Februari 2019. http://ejournal.umm.ac.id/index.php/JPA/article/view/5636
Badara, Aris. (2012). Analisis Wacana. Teori, Metode, dan Penerapannya pada Wacana Media. Jakarta: Kencana.
Elvina, P. & dkk. (2016). Harapan dan Realita: 2 Tahun Implementasi Sistem Peradilan Pidana Anak. Jakarta:
KPAI.
_____________ (2018). Dampak Pengasuhan dan Upaya Pembinaan Anak Berkonflik Hukum. Jakarta: KPAI.
Eriyanto. (2002). Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS.
Hamad, Ibnu. (2004). Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. Sebuah Studi Critical Discourse Analysis
terhadap Berita-Berita Politik. Jakarta:Granit.
Hoeve, M., & et all (2012). A Meta-analysis of Attachment to Parents and Delinquency. Journal Abnorm Child
Psychology, 40, 771-785.
Iskandar, Maskun dan Atmakusumah (ed.). (2014). Panduan Jurnalistik Praktis: Mendalami Penulisan Berita
dan Feature. Memahami Etika dan Hukum Pers. Jakarta:LPDS dan Djarum Foundation Bakti pada
Negeri.
Kode Etik Jurnalistik dalam RH, Priyambodo dan Indria Prawitasari (penyusun). (2014). Buku Saku Wartawan.
Jakarta LPDS dan The Norwegian Embassy.
Kriyantono, Rahmat. (2014). Teknik Praktis Riset Komunikasi Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public
Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta:Kencana.
Kyuna, Hirumi.. Analisis Berita Kekerasan Seksual pada Anak dalam SKH Kompas Periode Januari-Februari
2018. Yogya: Universitas Pembangunan Nasional. Skripsi tidak diterbitkan. URL:
http://eprint.upnyk.ac.id/id/eprint/20028.
McQuail, Dennis. (2005). Mass Communication Theory. 5th edition. London: Sage Publications.
Mustika, Sri dan Rita Pranawati. (2018). Analisis Wacana Kritis Berita Kekerasan oleh Anak di Media Daring.
Prosiding Seminar Nasional Penguatan Riset dan Luarannya sebagai Budaya Akademik di Perguruan
Tinggi Memasuki Era 4.0 Jakarta: Lemlit UHAMKA
(https://prosiding.uhamka.ac.id/indexphp/riset/index)
Nurudin. (2009). Jurnalisme Masa Kini. Jakarta: Rajawali Pers.
Praditama, Sandhi, Nurhadi, dan Atik Catur Budiarti. Kekerasan terhadap Anak dalam Keluarga Perspektif Fakta
Sosial. Jurnal FKIP Universitas Negeri Surakarta. 2016.
Pranawati, R. (2015). Kualitas Pengasuhan Anak Indonesia: Survei Nasional dan Telaah Kebijakan Pemenuhan
Hak Pengasuhan Anak di Indonesia. Jakarta: KPAI.
Rakhmawati, Yuniar Fariza. Jurnalisme Advokatif: Solusi Pemberitaan Anak Korban Kekerasan Seksual. Jurnal
Komunikasi Islam Vol 7 No. 1, 2015
Severin, Werner J. dan James W. Tankard, Jr. (2011) Teori Komunikasi Sejarah, Metode, dan terapan di dalam
Media Massa. (edisi terjemahan). Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Page 85
Siregar, Anggi Azhari, Media dan Kekerasan terhadap Anak (Analisis Isi Berita Kekerasan terhadap Anak dalam
Harian Medan Pos). Jurnal Ilmu Komunikasi Vol 3 No 2 Tahun 2016.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dalam
www.kpai.go.id
Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dalam www.kpai.go.id
Williamson, Daniel. (1975). Feature Writing for Newspaper. New York: Hasting House Publisher.
Page 86
Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 452
Page 87
Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 452
BAB VII
LUARAN TAMBAHAN
Preventing Children Violence by Writing Child-
Friendly News
1st Sri Mustika*
Department of Communication Study
Universitas Muhammadiyah Prof.Dr. HAMKA
Jakarta, Indonesia
[email protected]
2nd Rita Pranawati
Department of Communication Study
Universitas Muhammadiyah prof. Dr. HAMKA
Jakarta, Indonesia
[email protected]
Page 88
Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 452
Abstract--Many cases of children violence in Indonesia have
encouraged mass media, especially online media, to aggressively
report on these cases. Indonesia Press Council has released Child-
Friendly News Guidelines in Reporting of Child’s Violence to
protect children. This study examined the implementation of
Child-Friendly News Guidelines in Tribunnews.com. The research
objective was to understand the application of PPRA to news of
violence against children in online media. Data were collected
through observation, in-depth interviews, and documentation
studies. Data analysis was done by filling system, which is
grouping data into certain categories and interpreting them by
combining certain concepts or theories. The results showed that
Tribunnews.com has implemented PPRA. However, in terms of
journalism, the news in this media was too short, so it does not
deepen the "why" and "how" elements of the child violence
incident. The title of the news was not described at the news
body; thus it seems that the purpose was just for click bait or for
attracting the readers to click the news. It seems that the
Tribunnews.com put the violence against children cases as just
ordinary case and not serious case that we must fight together,
based on how Tribunnews.com presented the news itself.
Keywords--children, child-friendly news guideline, news of
children violence
I. INTRODUCTION
Mass media has four functions: surveillance, correlation, cultural transmission, and entertaining [1]. Until now all four functions are still relevant. The mass media still exists to find and convey information. It is through media that the public learns about various events in their environment. When in our environment there is a lot of violence against children, then we find out through the mass media. For example, when in Bali in 2015 a girl Angeline (8 years old) was found dead in the backyard of her adopted parents' house, all the mass media vigorously reported the case. Actually, child abuse is not actually a new problem in society, but merely a newly recognized [2].
The mass media reports on child abuse because this case has high news value. According to Bell A., news values include competition, cooptation, prefabrication, and predictability [3]. Violence against children has a high news value, which includes conflicts between perpetrators and victims. It also often includes conflict on sexual related issues, and how those kind of news can attract attention and empathy from readers because children are part of our family. These cases cause feelings of sympathy for many readers [4][5].
In Indonesia, violence against children continues to occur until today. The Indonesian Child Protection Commission (KPAI) noted that the majority of child violence in Indonesia during January-April 2019 took the form of physical, psychological, and sexual violence. Based on complaints from the public at KPAI, the number of
victims of psychological violence and bullying is also still high [6].
Data from the National Commission on Non-Violence against Women (Komnas Perempuan), showed that during 2019 child violence increased to 65% (2,341 cases) compared to 2018 with only 1,417 cases. Incest was the most dominant cases of 770 cases, with sexual violence case: 571 cases, and physical violence cases: 536 cases. This data showed that girls from their early childhood are in an unsafe situation, even by those who closest to them [7].
Regarding child protection, Indonesia refers to first Law No. 23 of 2002 concerning Child Protection [8] and Law No. 11 of 2012 concerning the Children's Criminal Justice System (SPPA) [9]. In the SPPA Law, protection of children's identity is becoming increasingly widespread. Children aged 0-18 years, married or not still called a child. Children in the womb and children who have died when related to criminal acts, their identity remains covered. Children are confronted with the law, not only the offender's child, but also the victim's child and the witness's child in a criminal case. Identity is anything that can open up who the child is dealing with the law, besides name, face, place of residence, school, association, as well as the names of parents, brothers, sisters, uncles, teachers, and neighbors or other identities.
In addition, based on the two laws above, the Press Council on February 19, 2019 issued a Child Friendly News Guide (PPRA) which contained 12 points [10]. The point is to protect children by hiding their identity. Journalists must keep the identity of child victims and the child suspected, accused of violating the law. The reporter also have to report factually with sentences narration/visual/video that are positive, empathetic, and or do not make a description/reconstruction of events that are sexual and sadistic.
The increased cases of child abuse, encourages researchers to examine how the mass media report violence against children. Among them Siregar (2016) who examined the Media and Violence against Children in Medan Post Daily, North Sumatra in 2013 [11], found that during the August-December 2013 period there were 17 reports of child abuse. The theme was varied. News about sexual harassment were 11 (64.70%), mistreatment (17.64%), murder 2 (11.76%) and which were unclear because the contents did not match the title (5.88%).
Other researchers Praditama et al. (2016) examined the factors causing violence against children in a number of families in Wonogiri and Solo, Central Java. They found the contributing factors were the inheritance of intergenerational violence, the difficulty of exposing child abuse to the public sphere, and the cultural background of the family that placed children at the bottom [12].
In Malang City, East Java, Andini et al (2019)
Page 89
Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 452 found that violence consisted of physical, verbal, emotional and sexual violence. The ages of the victims varied from 8 years (14%), 9 years (23%), 10 years (31%), 11 years (21%), 12 years (8%), and 13 years (3%). One of cases showed that the victim was the only child in a family or three siblings. Her mother who does not work experienced stress and that was the cause her to commit child abuse [13].
Another news of child sexual violence in Kompas daily (1 January 2018-28 February 2018) was studied by Hiromi (2019). She found that Kompas daily tended to be dominant in writing news in a straight news style and included many sources so that the news appeared actual. The type of coverage was two-sided so that it is balanced and it used illustration as a complement. In reporting child abuse, Kompas was already quite professional because it complied with the Journalism Code of Ethics, which hid the identity of the victim [14].
Discourse on news of child abuse in Tribunnews.com was also examined by Pranawati in 2018. Researcher found that in writing violence by children, the online media tended to write in the straight news formula. Journalists described about it with the same tone and description of violence as if it was done by adults. Journalists did not trace the background of child, even though the child's behaviors were the result of family parenting. Journalists place victim, his colleagues, and polices in a dominant position compared to child offenders, and journalists identify themselves as victim so that they gave more voices to victim than child of perpetrators [15].
To prevent child abuse, Rahmawati (2015) offered advocative journalism as a solution to the reporting of children who are victims of sexual violence to highligh empathizing with children. With advocative journalism, editors become representatives of specific public interests and view child abuse as an injustice in society [16].
This study examined how the online media Tribunnews.com applied PPRA in reporting violence against children. The novelty of this research is in the object of research. Previous research on child abuse news has only focused more on the application of the Journalistic Code of Ethics and has not reviewed the implementation of the Child- Friendly News Guide
II RESEARCH METHOD
This research used qualitative approach and it was descriptive in nature. Qualitative research aims to explain the phenomenon as deeply as possible through the data as detailed as possible. Although qualitative research can be the best way to collect and analyze data, researchers must remember that this study has limited interpretation [17].
The object of research was the cyber media Tribunnews.com. This media is under the Kompas Gramedia group which is a huge media group in Indonesia. Tribunnews.com ranked third on the
online media rating site, based on Alexa.com. Researchers analyzed the news
that were uploaded during 15 January-15 February 2020. Data were collected by observation, in-depth interviews, and documentation studies. Data analysis was performed using qualitative content analysis.
III. RESULTS AND DISCUSSION
In a month (January 15-February 15, 2020) Tribunnews.com contains 18 titles. These titles can be categorized into two groups: 11 cases of sexual harassment (61%) and 7 cases of violence (39%). Researchers analyzed each story to see whether it complies with or violates PPRA. The results showed that all child abuse news on Tribunnews.com complied with PPRA. There was no news that reveals the identity of the victim. This means Tribunnews.com reporters understand PPRA rules.
Another finding was Tribunnews.com journalists tended to write the incidence of child violence in the straight news narration with a very short paragraph thus it lacks of detail information related to the case. In journalism the completeness of information is one aspect that must be fulfilled.
Regarding this issue, Priyambodo RH, Antara News Agency Multimedia Ombudsmen explained, Search Engine Optimization (SEO), which became a click bait based, made information governance in the path of journalism carrying an accurate-fast-complete mandate in one story. If not, it can be overcome, among others, by training content managers to be able to manage their websites/pages/social media in a running news or minimal well information. Running news is like running a relay. Therefore, content managers must routinely connect information that has been conveyed so that at the end there is an accurate and complete round-up. This is not later than six hours after the initial information is uploaded [17].
Priyambodo further explained that website managers must also focus in certain articles. If he/she manages too many issues, then there can be confusion. More than 75% of cyber media products are sharing/forward info from other people. It is now commonplace for journalists to cite social media as their sources, even though this kind of news should be in the category of press releases, not as news coverage or reportage [17].
Sulistyawan, General Manager and Content Manager of Tribunnews.com explained that all journalist of Tribunnews.com who went to the field had received direction on do’s and don’ts in writing about child violence. About writing news in a short style he explained that this format was in accordance with the format of digital media [18].
“The incident continues. The readers not only need the speed of the information but also the
Page 90
Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 452 completeness. Therefore, we continue to update the news and provide the page,” Sulistyawan added [18].
Researchers still founds several news titles that do not match their contents. Titles like this appear to have been made to attract readers to click on the news. There was also some news that replace the term raping with other terms which are actually gender-biased. The choice of terms intended to refine words for immorality can actually be considered a manipulation of facts.
According to Kamsul Hasan, Chair of the Competency of Journalist, Competency Test of Indonesian Journalist Association, the tendency of journalists to make a rather sensational title is a click bait. Click bait is a technique that entices the reader to create a title that makes people curious, so they want to click on the news [19].
"The case of immorality and child abuse has high news value. Because of that, the editor gave a sensational headline feed, so that people click on the news, at least four times,” continued Kamsul.
Kamsul stated click bait being implemented by almost all cyber media. Even though the cyber media should have a legal body hence they can be better at writing, willing to follow the ethics and existing guidelines [19].
"Journalists are free to write about child violence. The condition is that they must understand the Journalistic Code of Ethics, especially Article 5, SPPA and PPRA Law which explains the mechanism for reporting cases of children dealing with laws which all prohibit disclosing children's identities," said Kamsul [19].
III. CONCLUSION
Researchers concluded that Tribunnews.com in reporting child abuse had complied with PPRA. Even so, this media writes news that is very short so that in terms of journalism it is incomplete to provide detail information related to the case. Journalists should write in the form of feature that is more flexible. Journalists should interview victims' families to explore facts about their negligence in protecting children.
Tribunnews.com editors constructed children as very weak creatures through the news narration. Nevertheless, it can be assumed that reporters have not sided with children. This can be seen from the very short news, so that it is only like the statistics of child abuse. Journalists sometimes replaced the term rape with other terms which are actually gender-biased.
By not interviewing adults and significant others around the victim, it seems the reporters favored the adults to not take responsibility for cases that damage their children's future life. As a top-ranked media Tribunnews.com actually has a strategic position in preventing child abuse by writing in-depth news and complete narration, thus they will inspire readers to care about the future of children and being aware of violence against children.
Page 91
Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 452
REFERENCES
[1] McQuail, Dennis. 2005. Mass Communication Theory. 5th edition. London: Sage Publications.
[2] Nelson, Barbara J. 1984. Making an Issue of Child Abuse: Political Agenda-Setting for Social Problem. Chicago: The University Chicago Press.
[3] Bell A, Hanitzsch. 1991. The Language of News Media. Blackwell: Oxford.
[4] Iskandar, Maskun & Atmakusumah. 2014. Panduan Jurnalistik Praktis. Mendalami Penulisan Berita dan Feature, Memahami Etika dan Hukum Pers. Jakarta: LPDS dan Djarum Foundation Bakti pada Negeri.
[5] Nurudin. 2009. Jurnalisme Masa Kini. Jakarta: Rajawali Press.
[6] KPAI: Angka Kekerasan pada Anak Januari-April 2019 Masih Tinggi, DetikNews, 2 Mei 2019 diakses pada 20 Februari 2020 pada pukul 18.00 WIB
[7] Kekerasan terhadap Anak Perempuan Naik 65% di 2019, Tempo.co, 6 Maret 2020 diakses pada 18 April 2020 pada pukul 17.00 WIB.
[7] Undang-Undang No 23 Tentang Perlindungan Anak Tahun 2002. www.kpai.go.id
[8] Undang-Undang No. 11 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Tahun 2012. www.kpai.go.id [9] Panduan Pemberitaan Ramah Anak. www.dewanpers.or.id [10] Siregar, Anggi Azhari, 2015. Media dan Kekerasan Anak (Analisis Isi Kekerasan Anak di Harian Medan Post). Jurnal Ilmu Komunikasi Vol 3
No 2, 2016.
[11] Praditama, Sandhi, Nurhadi, dan Atik Catur Budiarti. Kekerasan terhadap Anak dalam Keluarga Perspektif Fakta Sosial. Jurnal FKIP Universitas Negeri Surakarta. 2016.
[12] Andini, Thatit Manon dkk. Identifikasi Kekerasan pada Anak di Kota Malang, Jawa Timur. Jurnal Perempuan dan Anak Vol. 2 No 1. Februari 2019. http://ejournal.umm.ac.id/index.php/JPA/article/view/5636
[13] Kyuna, Hirumi. 2019. Analisis BeritaKekerasan Seksual pada Anak di Harian Kompas Edisi Januari-Februari 2018. Yogya: Universitas Pembangunan Nasional. Tesistidak dipublikasikan. URL: http://eprint.upnyk.ac.id/id/eprint/20028.
[14] Mustika, Sri and Rita Pranawati. 2018. Analisis Wacana Kritis Berita Kekerasan oleh Anak di Media Daring, dipresentasikan pada Colloquium di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA pada 23 Desember 2019.
[15] Rakhmawati, Yuniar Fariza. 2015. Jurnalisme Advokatif: Solusi bagi Anak Korban Kekerasan Seksual. Jurnal Komunikasi Islam Vol 7 No. 1, 2015.
[16] Kriyantono, Rahmat. 2014. Teknik Praktis Riset Komunikasi Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta:Kencana.
[17] Hasil wawancara dengan Priyambodo RH, Ombudsmen Multimedia Lembaga Kantor Berita Nasional Antara di Jakarta pada 13 April 2020.
[18] Hasil wawancara dengan Yulis Sulistyawan, General Manager dan Content Manager Tribunnews.com pada 1 Mei 2020.
[19] Hasil Wawancara dengan Kamsul Hasan, Ketua Kompetensi Wartawan untuk Uji Kompetensi Wartawan Persatuan Wartawan Indonesia pada 16 Februari 2020 dan 18 April 2020.
Page 92
Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 452
Page 93
Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 452
Page 94
Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 452