LAPORAN PRAKTIK KLINIK ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU DENGAN KISTA OVARIUM DAN DIABETES MELITUS DI RUANG NIFAS RSU HAJI SURABAYA Oleh: Chalimah Candra Dewi 011112095
LAPORAN PRAKTIK KLINIK
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU DENGAN KISTA OVARIUM DAN
DIABETES MELITUS DI RUANG NIFAS RSU HAJI SURABAYA
Oleh:
Chalimah Candra Dewi
011112095
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIDAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2013
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Praktik Klinik berjudul ”ASUHAN KEBIDANAN PADA
IBU DENGAN KISTA OVARIUM DAN DIABETES MELITUS DI RUANG
NIFAS RSU HAJI SURABAYA”
Telah di periksa dan disetujui oleh pembimbing pada:
Hari :
Tanggal :
Surabaya,
September 2013
Mahasiswa
Kebidanan
Chalimah Candra Dewi
NIM 011112095
Pembimbing Akademik
Pembimbing Klinik
Woro Setia N ., S.Keb, Bd Erna Siti Zula echa , SST .
NIP. 19681109 1993022 001
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas berkat rahmat, taufik, dan
hidayah-Nya l, Laporan Pendahuluan berjudul ”ASUHAN
KEBIDANAN PADA IBU NIFAS DENGAN KISTA OVARIUM DAN
DIABETES MELITUS DI RUANG NIFAS RSU HAJI SURABAYA” ini
dapat terselesaikan dengan baik. Laporan ini merupakan
salah satu tugas dalam rangkaian praktek klinik pada
pendidikan profesi bidan yang dilaksanakan di RSU Haji
Surabaya pada tanggal tanggal 7 – 27 September 2013.
Bersama ini penulis mengucapkan terima kasih atas
bantuan dari berbagai pihak kepada:
1. Dr. Restu Kurnia Tjahjani, M. Kes., selaku direktur
RSU Haji yang telah memberikan ijin dan kesempatan
untuk praktik klinik pendidikan profesi di RSU Haji
2. Soenjoto, dr., Sp.OG(K), selaku ketua Program Studi
Pendidikan Bidan Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga
3. Woro Setia N., S. Keb. Bd., selaku pembimbing
akademik yang telah memberikan bimbingan dalam
menganalisa dan mendokumentasikan asuhan kebidanan
yang telah diberikan.
4. Erna Siti Zulaecha, SST., selaku pembimbing klinik
yang telah memberikan bimbingan keterampilan dalam
memberikan asuhan kebidanan selama kegiatan praktik.
5. Seluruh staf RSU Haji Surabaya yang telah memberikan
bimbingan serta dukungan kepada kami selama
menjalani praktik klinik.
Kami sadari bahwa asuhan kebidanan ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu kami berharap adanya
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi
penyempurnaan pembuatan asuhan kebidanan berikutnya,
dan semoga asuhan kebidanan ini dapat memberikan
manfaat bagi para pembaca.
Surabaya, September 2013Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tumor adalah massa jaringan yang abnormal,
tumbuh berlebihan, tidak terkoordinasi dengan
jaringan normal dan tumbuh terus menerus meskipun
rangsang yang menimbulkannya telah hilang. Atas
dasar sifat biologiknya tumor dapat dibedakan atas
tumor yang bersifat jinak dan dan tumor yang
bersifat ganas. Salah satu jenis tumor jinak yang
paling sering ditemui adalah kista.
Ovarium merupakan organ genitalia interna yang
mempunyai fungsi penting untuk pembentukan ovum dan
hormon dalam perjalanan reproduksi seorang wanita.
Karena jaringan ini sangat dinamik dan dipengaruhi
oleh rangsang hormonal sejak pubertas hingga
menopouse, maka hal ini merupakan alasan mengapa
banyak kista atau tumor jinak timbul di ovarium
(Llewellyn, 2001).
Kista ovarium adalah kantong non-neoplastik
pada suatu ovarium yang mengandung cairan atau
materi semipadat. Kista ovarium terbentuk oleh
bermacam sebab. Penyebab inilah yang nantinya akan
menentukan tipe dari kista. Jenis kista ovarium
dibagi menjadi dua yaitu kista ovarium non-
neoplastik dan kista ovarium neoplastik jinak.
Diantara beberapa tipe kista ovarium, tipe folikuler
merupakan tipe kista yang paling banyak ditemukan.
Kista jenis ini terbentuk oleh karena pertumbuhan
folikel ovarium yang tidak terkontrol
(Prawirohardjo, 2008).
Folikel adalah suatu rongga cairan yang normal
terdapat dalam ovarium. Pada keadaan normal, folikel
yang berisi sel telur ini akan terbuka saat siklus
menstruasi untuk melepaskan sel telur. Namun pada
beberapa kasus, folikel ini tidak terbuka sehingga
menimbulkan bendungan cairan yang nantinya akan
menjadi kista.
Cairan yang mengisi kista sebagian besar berupa
darah yang keluar akibat dari perlukaan yang terjadi
pada pembuluh darah kecil ovarium. Pada beberapa kasus,
kista dapat pula diisi oleh jaringan abnormal tubuh
seperti rambut dan gigi. Kista jenis ini disebut
dengan Kista Dermoid.
Tumor ovarium sebagian besar (60-75%) jenis
epitelial, yang dapat menjadi karsinoma ovarium
(95%). Karsinoma ovarium sulit didiagnosa dan
sebagian pasien datang dalam keadaan stadium lanjut,
sehingga gangguan dalam ovarium perlu diperhatikan
(Manuaba, 2008).
Tumor-tumor kistik ovarium tersebut mempunyai
potensi keganasan yang berbeda-beda, salah satunya
adalah 30-35% Kistadenoma serosum dapat menjadi
ganas. Penanganan kasus ini dilakukan dengan
pengangkatan tumor dengan tindakan operatif yang
selanjutnya dilakukan pemeriksaan histologik untuk
mengidentifikasi adanya keganasan.
Sebagian besar wanita tidak menyadari bila
dirinya menderita kista. Seandainya menimbulkan
gejala maka keluhan yang paling sering dirasakan
adalah rasa nyeri pada perut bagian bawah dan
pinggul. Rasa nyeri ini timbul akibat dari pecahnya
dinding kista, pembesaran kista yang terlampau cepat
sehingga organ disekitarnya menjadi teregang, perdarahan
yang terjadi di dalam kista dan tangkai kista yang
terpeluntir.
Bidan mempunyai peran dalam mendeteksi dini
gangguan yang terjadi pada masa reproduksi termasuk
pada kista ovarium. Sehingga jika terjadi kasus ini
dapat tertangani dengan cepat. Selain itu juga bidan
dapat memberikan asuhan kebidanan sesuai dengan
kebutuhan pasien.
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat melaksanakan asuhan kebidanan
pada pasien dengan kista ovarium.
1.2.2. Tujuan Khusus
1.2.2.1. Mampu menjelaskan konsep dasar
kista ovarium
1.2.2.2. Mampu menjelaskan konsep dasar
asuhan kebidanan pada kista ovarium
1.2.2.3. Mampu melakukan evaluasi terhadap
asuhan yang diberikan pada pasien dengan
kista ovarium
1.2.2.4. Melakukan pendokumentasian hasil
asuhan kebidanan dengan SOAP
1.3. Manfaat
1.3.1. Mahasiswa dapat melaksanakan asuhan kebidanan
pada seorang wanita dengan kista ovarium
1.3.2. Hasil penulisan ini diharapkan bisa menambah
pengetahuan dan wawasan mahasiswa bagi
perkembangan ilmu kebidanan.
1.4. Pelaksanaan
Asuhan kebidanan ini disusun berdasar pada praktik
klinik pendidikan profesi bidan yang dilakukan di
Ruang Nifas RSU Haji Surabaya pada tanggal 7
September 2013 – 27 September 2013.
1.5. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
Menguraikan tentang latar belakang, tujuan
penulisan, manfaat, pelaksanaan dan
sistematika penulisan.
BAB II Landasan Teori
Menjelaskan konsep dasar teori tentang kista
ovarium dan konsep dasar asuhan kebidanan
pada pasien dengan kista ovarium
BAB III Tinjauan Kasus
Merupakan tinjauan kasus asuhan kebidanan
pada pasien dengan kista ovarium
BAB IV Pembahasan
Membandingkan antara kasus dengan konsep
teori yang telah dibuat.
BAB V Penutup
Berisi simpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Konsep Dasar Kistoma Ovarium
2.1.1. Pengertian
Kista adalah tumor jinak di organ reproduksi
perempuan yang paling sering ditemui. Kista adalah
kantong abnormal yang berisi cairan encer jernih,
cairan kental, kuning, bisa berupa cairan darah
berwarna coklat, dan bahkan kadangkala berisi
rambut. Bila cairan dalam kantong kista bertambah
maka kistapun akan membesar sehingga dinding kista
menipis dan mudah pecah.
Ovarium merupakan salah satu organ reproduksi
wanita yang terletak di kedua sisi uterus dalam
rongga pelvis dengan ukuran 1,5x2 cm. Organ ini
berfungsi dalam proses pematangan ovum dan
produksi hormon reproduksi (estrogen dan
progesteron).
Gambar 1. Kistoma OvariumSumber: www.google.com
Kista ovarium (atau kista indung telur)
berarti kantung berisi cairan, normalnya berukuran
kecil, yang terletak di indung telur (ovarium).
Kista indung telur dapat terbentuk kapan saja,
pada masa pubertas sampai menopause, juga selama
masa kehamilan (Bilotta. K, 2012).
Kista ovarium adalah kista yang permukaannya
rata, halus dan biasanya bertangkai, seringkali
bilateral dan dapat menjadi besar (Prawirohardjo,
2008).
2.1.2. Etiologi
Penyebab dari kista belum diketahui secara
pasti, kemungkinan dari bahan-bahan yang bersifat
karsinogen berupa zat kimia, polutan, hormonal dan
lain-lain. Beberapa literatur menyebutkan bahwa
penyebab terbentuknya kista pada ovarium adalah
gagalnya sel telur (folikel) untuk berovulasi.
Fungsi ovarium yang normal tergantung kepada
sejumlah hormon dan kegagalan pembentukan salah
satu hormon tersebut bisa mempengaruhi fungsi
ovarium. Ovarium tidak akan berfungsi secara
normal jika tubuh wanita tidak menghasilkan hormon
hipofisa dalam jumlah yang tepat. Fungsi ovarium
yang abnormal kadang menyebabkan penimbunan
folikel yang berbentuk secara tidak sempurna di
dalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami
pematangan dan gagal melepaskan sel telur, karena
itu terbentuk kista di dalam ovarium.
Kista folikel multipel dapat terjadi setelah
penggunaan klomifen atau gonadotropin untuk
menginduksi ovulasi (Llewelyn,2001). Peningkatan
prevalensi kista ovarium fungsional diperlihatkan
pada wanita yang menggunakan metode progesteron
saja. Mc Cann dan Potter (1994) menyatakan bahwa
hal ini dapat terjadi dengan kelanjutan pemakaian
dan membaik jika POP tidak lagi digunakan (Fraser,
2009).
2.1.3. Patofisiologi
Secara umum kista disebabkan oleh
ketidakstabilan hormon yang berpengaruh dalam
ovulasi sehingga terjadi hiperstimulasi dalam
pertumbuhan suatu sel.
Kista folikel berasal dari pembesaran folikel
De Graaf yang tidak sampai berovulasi, atau dari
beberapa folikel primer yang setelah tumbuh di
bawah pengaruh esterogen tidak mengalami atresia
yang lazim melainkan secara terus menerus
mengeluarkan cairan dan tumbuh. Cairan dalam kista
jernih dan seringkali berisi esterogen. Kista
folikel multipel bisa disebabkan oleh penggunaan
klomifen atau gonadotropin untuk menginduksi
ovulasi.
Kista korpus luteum/korpus luteum persisten
terjadi ketika korpus luteum bertahan hidup dan
tumbuh terus dan tidak berdegenerasi ketika
implantasi gagal berlangsung. Dalam keadaan normal
korpus luteum lambat laun mengecil dan berubah
menjaid korpus albikans. Perdarahan yang sering
terjadi didalamnya menyebabkan terjadinya kista
berisi cairan yang berwarna merah cokelat karena
darah tua.
Kista inklusi germinal terjadi karena
invaginasi dan isolasi bagian-bagian kecil dari
epitel germinativum pada permukaan ovarium.
Dindingnya terdiri atas satu lapisan epitel kubik
atau torak rendah dan isinya cairan jernih dan
serus.
Kista Stein Leventhal disebabkan karena
peningkatan kadar LH yang menyebabkan hiperstimuli
ovarium dengan produk kista yang banyak.
Kista teka lutein tumbuh akibat dari hormon
koriogonadotropin yang berlebihan (mola,
koriokarsinoma) dengan hilangnya pengaruh hormon,
maka ovarium akan mengecil secara spontan
(Prawirohardjo, 2008).
2.1.4. Klasifikasi
Klasifikasi tumor ovarii sampai sekarang belum
ada yang benar-benar memuaskan, baik pembagian
secara klinis maupun secara patologis anatomis.
Tumor kistik merupakan jenis yang paling sering
terjadi terutama yang bersifat non-neoplastik,
seperti kista retensi yang berasal dari corpus
luteum. Tetapi di samping itu ditemukan pula jenis
yang betul merupakan neoplasma. Oleh karena itu
tumor kistik dari ovarium yang jinak dibagi dalam
golongan non-neoplastik (fungsionil) dan golongan
neoplastik (Prawirohardjo, 2008).
2.1.4.1. Kista ovarium non-neoplastik (fungsionil)
Kista ovarium secara fungsional merupakan
jenis kista ovarium yang paling banyak ditemukan.
Kista ini berasal dari sel telur dan korpus
luteum, terjadi bersamaan dengan siklus menstruasi
yang normal. Kista fungsional akan tumbuh setiap
bulan dan akan pecah pada masa subur, untuk
melepaskan sel telur yang pada waktunya siap
dibuahi oleh sperma. Setelah pecah, kista
fungsional akan menjadi kista folikuler dan akan
hilang saat menstruasi. Kista fungsional terdiri
dari: kista folikel dan kista korpus luteum.
Keduanya tidak mengganggu, tidak menimbulkan
gejala dan dapat menghilang sendiri dalam waktu 2-
3 bulan.
1) Kista Follikel
Kista ini berasal dari follikel yang menjadi
besar semasa proses atresia folliculi. Setiap
bulan sejumlah besar follikel menjadi mati,
disertai kematian ovum, disusul dengan
degenerasi dari epitel follikel. Pada masa ini
tampaknya sebagai kista-kista kecil. Tidak
jarang ruangan follikel diisi dengan cairan yang
banyak, sehingga terbentuklah kista yang besar,
yang dapat ditemukan pada pemeriksaan klinis.
Biasanya besarnya tidak melebihi sebuah jeruk.
Sering terjadi pada pubertas, climacterium, dan
sesudah salpingektomi.
Gejala-Gejala
Kista jenis ini tidak memberikan gejala yang
karakteristik, bahkan kadang-kadang tidak
menunjukkan gejala-gejala apapun. Kurve suhu
basal bersifat monofasis. Bila mencapai ukuran
yang cukup besar, kista tersebut dapat
memberikan rasa penuh dan tidak enak pada daerah
yang dikenai. Seperti pada semua tumor ovarii
dapat menyebabkan torsi. Kadang-kadang walaupun
jarang, dapat terjadi rupture spontan, dengan
disertai tanda-tanda perdarahan intra abdominal
sehingga gambaran klinisnya dapat menyerupai
suatu kehamilan ektopik yang terganggu. Yang
paling sering terjadi ialah cairan kista
tersebut mengalami resorpsi secara spontan
setelah satu atau dua siklus.
Diagnosa
Diagnosa hanya dapat ditentukan dengan palpasi
dari tumor tersebut. Tetapi kita tidak akan
dapat menentukan dengan sekali pemeriksaan,
apakah kista ini neoplastik atau non neoplastik,
kecuali bila ukurannya sangat besar.
Terapi
Biasanya tak memerlukan terapi karena mengalami
resorpsi spontan. Bila harus diadakan operasi
oleh karena adanya salah satu gangguan klinis
atau oleh karena indikasi lain, sebaiknya
tindakannya disesuaikan dengan keadaan. Bila
kista kecil dapat dilakukan punksi atau eksisi
saja. Bila besar sebaiknya di enucleasi dengan
meninggalkan jaringan ovarium yang normal.
2) Kista Lutein
Kista ini dapat terjadi pada kehamilan, lebih
jarang di luar kehamilan. Kista lutein yang
sesungguhnya, umumnya berasal dari corpus luteum
haematoma. Perdarahan ke dalam ruang corpus
selalu terjadi pada masa vaskularisasi. Bila
perdarahan ini sangat banyak jumlahnya,
terjadilah corpus luteum haematoma, yang
berdinding tipis dan berwarna kekuning-kuningan.
Secara perlahan-lahan terjadi resorpsi dari
unsur-unsur darah, sehingga akhirnya tinggallah
cairan yang jernih, atau sedikit bercampur
darah. Pada saat yang sama dibentuklah jaringan
fibroblast pada bagian dalam lapisan lutein
sehingga pada kista corpus lutein yang tua, sel-
sel lutein terbenam dalam jaringan-jaringan
perut.
Gejala-Gejala
Pada beberapa kasus sering menyerupai kehamilan
ektopik. Haid kadang-kadang terlambat, diikuti
dengan perdarahan sedikit yang terus menerus,
disertai rasa sakit pada bagian perut bawah.
Pada pemeriksaan klinis ditemukan benjolan yang
sakit. Ada yang menganggap kista ini sebagai
korpus luteum persistens, dimana oleh sesuatu
sebab tidak terjadi regresi. Suatu jenis yang
jarang dari kista lutein ialah yang ditemukan
pada mola hydatidosa atau chorio epithelioma.
Dalam beberapa kasus dari jenis ini, dindingnya
dibentuk oleh sel granulose yang mengalami
luteinisasi, tetapi pada umumnya kista dibntuk
oleh sel theca lutein dan jaringan ikat.
3) Stein Levental ovary
Biasanya kedua ovarium membesar dan bersifat
polykistik, permukaan rata, berwarna keabu-abuan
dan berdinding tebal. Pada pemeriksaan
mikroskopis akan tampak tunica yang tebal dan
fibrotik. Dibawahnya tampak follikel dalam
bermacam-macam stadium, tetapi tidak ditemukan
corpus luteum. Secara klinis memberikan gejala
yang disebut Stein-Leventhal Syndrom, yaitu yang
terdiri dari hirsutisme, sterilitas, obesitas
dan oligomenorrhoe. Kecenderungan virilisasi
mungkin disebabkan hyperplasi dari tunica
interna yang menghasilkan zat androgenic.
Kelainan ini merupakan penyakit herediter yang
autosomal dominant.
4) Kista Inklusi Germinal
Terjadi oleh karena invaginasi dari epitel
germinal dari ovarium. Biasanya terjadi pada
wanita yang lanjut usianya, dan besarnya kurang
dari 1 cm. Tidak pernah memberi gejala-gejala
yang berarti.
5) Kista endometrial merupakan endometriosis
yang berlokasi di ovarium
2.1.4.2. Kista ovarium yang neoplastik atau
proliferatif
1). Kista ovarium simpleks
Kista ini mempunyai permukaan rata dan halus,
biasanya bertangkai, seringkali bilateral, dan
dapat menjadi besar. Dinding kista tipis dan
cairan di dalam kista jernih, serus, dan
berwarna kuning. Pada dinding kista tampak
lapisan epitel kubik. Berhubung dengan adanya
tangkai, dapat terjadi torsi (putaran tangkai)
dengan gejala-gejala mendadak. Diduga bahwa
kista ini suatu jenis kistadenoma serosum yang
kehilangan epitel kelenjarnya berhubung dengan
tekanan cairan dalam kista. Terapi terdiri
atas pengangkatan kista dengan reseksi
ovarium, akan tetapi jaringan yang dikeluarkan
harus segera diperiksa secara histologik untuk
mengetahui apakah ada keganasan.
2).Kistadenoma Ovarii Musinosum
Asal tumor ini belum diketahui dengan pasti.
Menurut Meyer, ia mungkin berasal dari suatu
teratoma di mana dalam pertumbuhannya satu
elemen mengalahkan elemen-elemen lain. Ada
penulis yang berpendapat bahwa tumor berasal
dari lapisan germinativum, sedang penulis lain
menduga tumor ini mempunyai asal yang sama
dengan tumor Brenner.
Angka Kejadian
Tumor ovarium ini terbanyak ditemukan bersama-
sama dengan kistadenoma ovarii serosum. Kedua
tumor merupakan kira-kira 60% dari seluruh
ovarium, sedang kistadenoma ovarii musinosum
merupakan 40% dari seluruh kelompok neoplasma
ovarium. Di Indonesia Hariadi (1970) menemukan
frekuensi sebesar 27%; sedangkan Gunawan
(1977) menemukan angka 29,9%; Sapardan (1970)
37,2%; dan Djaswadi 15,1%. Tumor paling sering
terdapat pada wanita berusia antara 20-50
tahun, dan jarang sekali pada masa
prapubertas.
Gambaran Klinik
Tumor lazimnya berbentuk multilokuler; oleh
karena itu, permukaan berbagala (lobulated).
Kira-kira 10% dapat mencapai ukuran yang amat
besar, lebih-lebih pada penderita yang datang
dari pedesaan. Pada tumor yang besar tidak
lagi dapat ditemukan jaringan ovarium yang
normal. Tumor biasanya unilateral, akan tetapi
dapat juga ditemui yang bilateral.
Kista menerima darahnya melalui suatu tangkai;
kadang-kadang dapat terjadi torsi yang
mengakibatkan gangguan sirkulasi. Gangguan ini
dapat menyebabkan perdarahan dalam kista dan
perubahan degeneratif, yang memudahkan
timbulnya perlekatan kista dengan omentum,
usus-usus dan peritoneum parietale.
Dinding kista agak tebal dan berwarna putih
keabu-abuan; yang terakhir ini khususnya bila
terjadi perdarahan atau perubahan degeneratif
di dalam kista. Pada pembukaan terdapat cairan
lendir yang khas, kental seperti gelatin,
melekat dan berwarna kuning sampai coklat
tergantung dari percampurannya dengan darah.
Pada pemeriksaan mikroskopik tampak dinding
kista dilapisi oleh epitel torak tinggi dengan
inti pada dasar sel; terdapat di antaranya
sel-sel yang membundar karena terisi lendir
(goblet cells). Sel-sel epitel yang terdapat
dalam satu lapisan mempunyai potensi untuk
tumbuh seperti struktur kelenjar: kelenjar-
kelenjar menjadi kista-kista baru, yang
menyebabkan kista menjadi multilokuler. Jika
terjadi sobekan pada dinding kista, maka sel-
sel epitel dapat tersebar pada permukaan
peritoneum rongga perut, dan dengan sekresinya
menyebabkan pseudomiksoma peritonei. Akibat
pseudomiksoma peritonei ialah timbulnya
penyakit menahun dengan musin terus bertambah
dan menyebabkan banyak perlekatan. Akhirnya,
penderita meninggal karena ileus dan atau
inanisi. Pada kista kadang-kadang dapat
ditemukan daerah padat, dan pertumbuhan
papiler. Tempat-tempat tersebut perlu diteliti
dengan seksama oleh karena di situ dapat
ditemukan tanda-tanda ganas. Keganasan ini
terdapat dalam kira-kira 5-10% dari
kistadenoma musinosum.
Penanganan
Penanganan terdiri atas pengangkatan tumor.
Jika pada operasi tumor sudah cukup besar
sehingga tidak tampak banyak sisa ovarium yang
normal, biasanya dilakukan pengangkatan
ovarium beserta tuba (salpingo-ooforektomi).
Pada waktu mengangkat kista sedapat-dapatnya
diusahakan mengangkatnya in toto tanpa
mengadakan pungsi dahulu, untuk mencegah
timbulnya pseudomiksoma peritonei karena
tercecernya isi kista. Jika berhubung dengan
besarnya kista perlu dilakukan pungsi untuk
mengecilkan tumor, lubang pungsi harus ditutup
dengan rapi sebelum mengeluarkan tumor dari
rongga perut. Setelah kista diangkat, harus
dilakukan pemeriksaan histologik di tempat-
tempat yang mencurigakan terhadap kemungkinan
keganasan. Waktu operasi, ovarium yang lain
perlu diperiksa pula.
3).Kistadenoma Ovarii Serosum
Pada umumnya para penulis berpendapat
bahwa kista ini berasal dari epitel permukaan
ovarium (germinal epithelium).
Angka Kejadian
Kista ini ditemukan dalam frekuensi yang
hampir sama dengan kistadenoma musinosum dan
dijumpai pada goloongan umur yang sama. Agak
lebih sering ditemukan kista bilateral (10-20
%); Hariadi (1970) dalam hal ini menemukan
frekuensi 19,7%, Sapardan (1970) 15%, Djaswadi
(1970) 10,9%; dan Gunawan (1977) 20,3%.
Selanjutnya, disurabaya hariadi dan Gunawan
menemukan angka kejadian tumor ini masing-
masing 39,8% dan 28,5%; di Jakarta Sapardan
mencatat angka 20,05 dan di Yogyakarta
Djaswadi mencatat angka 36,1%.
Gambaran Klinik
Pada umumnya kista jenis ini tak
mencapai ukuran yang amat besar dibandingkan
dengan kistadenoma musinosum. Permukaan tumor
biasanya licin, akan tetapi dapat pula
berrbagala karena kista serosum pun dapat
berbentuk multilokuler, meskipun lazimnya
berongga satu. Warna kista putih keabu-abuan.
Ciri khas kista ini adalah potensi pertumbuhan
papiler ke dalam rongga kista sebesar 50%, dan
keluar pada permukaan kista sebesar 5%. Isi
kista cair, kuning, dan kadang-kadang coklat
karena campuran darah. Tidak jarang kistanya
sendiri kecil, tetapi permukaannya penuh
dengan pertumbuhan papiler (solid papilloma).
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa tidak
mungkin membedakan gambaran makroskopik
kistadenoma serosum papiliferum yang ganas
dari yang jinak, bahkan pemeriksaan
mikroskopik pun tidak selalu memberi
kepastian. Pada pemeriksaan mikroskopik
terdapat dinding kista yang dilapisi oleh
epitel kubik atau epitel torak yang rendah,
dengan sitoplasma eosinofil dan inti sel yang
besar dan gelap warnanya. Karena tumor ini
barasal dari epitel permukaan ovarium
(germinal ephithelium), maka bentuk epitel
pada papil dapat beraneka ragam tetapi
sebagian besar epitelnya terdiri atas epitel
bulu getar, seperti epitel tuba
Pada jaringan papiler dapat ditemukan
pengendapan kalsium dalam stromanya yang
dinamakan psamoma. Adanya psamoma biasanya
menunjukkan bahwa kista adalah kistadenoma
ovarii serosum papilliferum, tetapi tidak
bahwa tumor itu ganas.
Perubahan Ganas
Apabila ditemukan pertumbuhan papilifer,
proliferasi dan stratifikasi epitel, serta
anaplasia dan mitosis pada sel-sel,
kistadenoma serosum secara mikroskopik
digolongkan kedalam kelompok tumor ganas. Akan
tetapi, garis pemisah antara kistadenoma
ovarii papiliferum yang jelas ganas kadang-
kadang sukar ditentukan. Oleh karena itu,
tidaklah mengherankan bahwa potensi keganasan
yang dilaporkan sangat berbeda-beda. Walaupun
demikian, dapat dikatakan bahwa 30% - 35% dari
kistadenoma serosum mengalami perubahan
keganasan. Bila pada suatu kasus terdapat
implantasi pada peritoneum disertai dengan
asites, maka prognosis penyakit itu kurang
baik, meskipun diagnosis histopatologis
pertumbuhan itu mungkin jinak
(histopatologically benign). Klinis kasus
tersebut menurut pengalaman harus dianggap
sebagai neoplasma ovarium yang ganas
(clinically malignant).
Terapi
Terapi pada umumnya sama seperti pada
kistadenoma musinosum. Hanya, berhubung dengan
lebih besarnya kemungkinan keganasan, perlu
dilakukan pemeriksaan yang teliti terhadap
tumor yang dikeluarkan. Bahkan kadang-kadang
perlu diperiksa sediaan yang dibekukan (frozen
section) pada saat operasi, untuk menentukan
tindakan selanjutnya pada waktu operasi.
4).Kista Endometrioid
Kista ini biasanya unilateral dengan permukaan
licin; pada dinding dalam terdapat satu
lapisan sel-sel, yang menyerupai lapisan
epitel endometrium. Kista ini, yang ditemukan
oleh Sartesson dalam tahun 1969, tidak ada
hubungannya dengan endometriosis ovarii.
5).Kista Dermoid
Sebenarnya kista dermoid ialah satu teratoma
kistik yang jinak dimana struktur-struktur
ektodermal dengan diferensiasi sempurna,
seperti epitel kulit, rambut, gigi dan produk
glandula sebasea berwarna putih kuning
menyerupai lemak nampak lebih menonjol
daripada elemen-elemen entoderm dan mesoderm.
Tentang histogenesis kista dermoid, teori yang
paling banyak dianut ialah bahwa tumor berasal
dari sel telur melalui proses partenogenesis.
Angka Kejadian
Tumor ini merupakan 10% dari seluruh neoplasma
ovarium yang kistik, dan paling sering
ditemukan pada wanita yang masih muda.
Ditaksir 25% dari semua kista dermoid
bilateral, lazimnya dijumpai pada masa
reproduksi walaupun kista dermoid dapat
ditemukan pula pada anak kecil. Tumor ini
dapat mencapai ukuran yang sangat besar,
sehingga beratnya mencapai beberapa kilogram.
Gambaran Klinik
Tidak ada ciri-ciri yang khas pada kista
dermoid. Dinding kista kelihatan putih, keabu-
abuan, dan agak tipis. Konsistensi tumor
sebagian kistik kenyal, di bagian lain padat.
Sepintas lalu kelihatan seperti kista berongga
satu, akan tetapi bila dibelah, biasanya
nampak satu kista besar dengan ruangan kecil-
kecil dalam dindingnya. Pada umumnya terdapat
satu daerah pada dinding bagian dalam yang
menonjol dan padat.
Tumor mengandung elemen-elemen ektodermal,
mesodermal dan entodermal. Maka dapat
ditemukan kulit, rambut, kelenjar sebasea,
gigi (ektodermal), tulang rawan, serat otot
jaringan ikat (mesodermal), dan mukosa traktus
gastrointestinalis, epitel saluran pernapasan,
dan jaringan tiroid (entodermal). Bahan yang
terdapat dalam rongga kista ialah produk dari
kelenjar sebasea berupa massa lembek seperti
lemak, bercampur dengan rambut. Rambut ini
terdapat beberapa serat saja, tetapi dapat
pula merupakan gelondongan seperti konde.
Pada kista dermoid dapat terjadi torsi
tangkai dengan gejala nyeri mendadak di perut
bagian bawah. Ada kemungkinan pula terjadinya
sobekan dinding kista dengan akibat
pengeluaran isi kista dalam rongga peritoneum.
Perubahan keganasan agak jarang, kira-kira
dalam 1,5% dari semua kista dermoid, dan
biasanya pada wanita lewat menopause. Yang
tersering adalah karsinoma epidermoid yang
tumbuh dari salah satu elemen ektodermal.
Ada kemungkinan pula bahwa satu elemen tumbuh
lebih cepat dan menyebabkan terjadinya tumor
yang khas. Termasuk :
(1).Struma Ovarium
Tumor ini terutama terdiri atas
jaringan tiroid, dan kadang-kadang dapat
menyebabkan hipertiroidi. Antara 1960 dan 1964
di RS. Dr. Soetomo Surabaya pernah ditemukan 5
kasus struma ovarium, semuanya tak berfungsi
dan tidak ganas. Hariadi selam 5 tahun (1963-
1968) menemukan 3 kasus struma ovarium
(=0,5%), Djaswadi selam 10 tahun (1965-1974)
hanya mencatat satu kasus (=0,5%); sedangkan
Gunawan selama 3 tahun (1974-1977) melaporkan
satu kasus (=0,2%).
(2).Kistadenoma ovarii musinosum dan kistadenoma
ovarii serosum
Kista-kista dapat dianggap sebagai adenoma
yang bertasal dari satu elemen dari epitelium
germinativum.
(3).Koriokarsinoma
Tumor ganas ini jarang ditemukan dan
untuk diagosis harus dibuktikan adanya hormon
koriogonadotropin.
2.1.5. Prognosis
William Helm, C. 2005. Dkk mengatakan :
prognosis dari kista jinak sangat baik. Kista
jinak tersebut dapat tumbuh di jaringan sisa
ovarium atau di ovarium kontralateral. Kematian
disebabkan karena karsinoma ovari ganas
berhubungan dengan stadium saat terdiagnosis
pertama kali dan pasien dengan keganasan ini
sering ditemukan sudah dalam stadium akhir.
Angka harapan hidup dalam 5 tahun rata-rata
41.6%, bervariasi antara 86.9% untuk stadium FIGO
Ia dan 11.1% untuk stadium IV. Tumor sel granuloma
memiliki angka bertahan hidup 82% sedangakan
karsinoma sel skuamosa yang berasal dari kista
dermoid berkaitan dengan prognosis yang buruk.
Sebagian besar tumor sel germinal yang
terdiagnosis pada stadium awal memiliki prognosis
yang sangat baik. Disgerminoma dengan stadium
lanjut berkaitan dengan prognosis yang lebih baik
dibandingkan germinal sel tumor nondisgerminoma.
Tumor yang lebih tidak agresif dengan potensi
keganasan yang rendah mempunyai sifat yang lebih
jinak tetapi tetap berhubungan dengan angka
kematian yang tinggi. Secara keseluruhan angka
bertahan hidup selama 5 tahun adalah 86.2%.
Etiologi: Infeksi ovarium Ketidakseimbangan hormon
Esterogen dan Progesterondalam tubuh
Terapi sulih hormon padamenopouse
Obat-obat yang meningkatkan
KISTA OVARIUM
Kista ovarium Non Neoplastik
Kista Ovarium Neoplastik
1. Kista Folikel
2. Kista Korpus
Luteum
3. Kista Lutein
4. Kista Inklusi
Germinal
1. Kistoma Ovarii
simpleks
2. Kista oVari
Musinosum
3. Kista Ovari
Serosum
2.1.6. Tanda gejala
Sebagian besar kista ovarium tidak menimbulkan
gejala, atau hanya sedikit nyeri yang tidak
berbahaya. Tetapi adapula kista yang berkembang menjadi
besar dan menimpulkan nyeri yang tajam. Pemastian
penyakit tidak bisa dilihat dari gejala-gejala
saja karena mungkin gejalanya mirip dengan keadaan
lain seperti endometriosis, radang panggul,
kehamilan ektopik (di luar rahim) atau
kanker ovarium. Gejala umumnya sangat bervariasi dan
tidak spesifik, pada stadium awal dapat berupagangguan
haid. Jikatumor sudah menekan rektum atau kandung kemih
maka mungkin terjadi konstipasi atau sering berkemih.
Dapat juga terjadi peregangan atau penekanan daerah
Penanganan
1. < 5 2. Mengecil dalam waktu
2-3 bulan denganterapi hormon
3. Tidak ada diagnosiskeganasan pada
1. >5 cm2. Membesar secara
progresif setelahditerapi hormon 2-3 bulan
3. Kistaterpelintir/pecah
Ada keganasan
KistektomiTerapi keganasan
panggul yang menyebabkan nyeri spontan atau nyeri saat
bersenggama.
Namun bila kista berkembang menjadi besar dan
menimbulkan nyeri, maka kista bisa terpelintir atau
pecah sehingga akan menimbulkan rasa sakit yang tajam,
kista berkembang menyebabkan perut terasa penuh, berat,
kembung. Pada stadium lanjut gejala yang terjadi
berhubungan dengan asites (penimbunan cairan dalam
rongga perut), penyebaran ke omentum (lemak perut), dan
organ lain seperti usus dan hati. Penumpukan cairan
juga bisa terjadi pada rongga dada dan mengakibatkan
rasa sesak nafas (Brunner, 2005).
2.1.7. Komplikasi
1). Perdarahan intra tumor
Perdarahan dalam kista biasanya
terjadi sedikit demi sedikit, sehingga
berangsur-angsur menyebabkan pembesaran kista,
dan hanya menimbulkan gejala klinik yang
minimal. Namun jika perdarahan terjadi secara
masif, akan terjadi distensi cepat dari kista
yang menimbulkan nyeri perut mendadak.
2). Putaran tangkai
Putaran tangkai dapat terjadi pada
tumor bertangkai dengan diameter >5 cm akan
tetapi belum terlalu besar sehingga terbatas
gerakkannya. Kehamilan dapat mempermudah
terjadinya torsi karena pada kehamilan uterus
yang membesar dapat mengubah letak tumor, dan
karena sesudah persalinan dapat terjadi
perubahan mendadak pada rongga perut.
Putaran tangkai juga dapat
menyebabkan gangguan sirkulasi meskipun jarang
bersifat total. Karena vena lebih mudah
tertekan, terjadi pembendungan darah dalam
tumor dengan akibat pembesaran tumor dan
terjadi perdarahan dalam tumor. Jika putaran
tangkai terjadi terus, maka dapat terjadi
nekrosis hemoragik dalam tumor yang dapat
menimbulkan robekan dinding kista dengan
perdarahan intraabdominal atau peradangan
sekunder. Bila putaran tangkai terjadi
perlahan, tumor dapat melekat pada omentum,
yang dapat melepaskan diri dan menjadi tumor
parasit.
3). Infeksi pada tumor
Hal ini terjadi jika di sekitar
tumor ada sumber patogen. Kista dermoid
cenderung mengalami peradangan disusul dengan
pernanahan.
4). Robek dinding kista
Terjadi pada torsi tangkai, trauma
(seperti jatuh), pukulan pada perut, dan lebih
sering pada saat persetubuhan. Jika terjadi
robekan pada kista disertai hemoragi yang
timbul secara akut, maka perdarahan bebas dapat
berlangsung terus ke dalam rongga peritoneum,
dan menimbulkan rasa nyeri terus-menerus
disertai tanda abdomen akut. Robekan dinding
pada kistadenoma musinosum dapat menimbulkan
suatu pseudomiksoma peritonii.
5). Perubahan keganasan
Perubahan keganasan dapat terjadi
pada beberapa kista jinak, seperti kistadenoma
ovarii serosum, kistadenoma ovarii musinosum,
dan kista dermoid. Sehingga setelah sel-sel
tumor tersebut diangkat pada operasi, perlu
dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk
mengetahui kemungkinan terjadinya keganasan.
Adanya metastasis dapat memperkuat diagnosis
keganasan.
2.1.8. Diagnosis
Apabila pada pemeriksaan ditemukan tumor di
rongga perut bagian bawah dan atau di rongga
panggul, maka setelah diteliti sifat-sifatnya
(besarnya, lokalisasi, permukaan, konsistensi,
apakah dapat digerakkan atau tidak), perlulah
ditentukan jenis tumor tersebut. Pada tumor
ovarium biasanya uterus dapat diraba tersendiri,
terpisah dari tumor. Jika tumor ovarium terletak
di garis tengah dalam rongga perut bagian bawah
dan tumor itu konsistensinya kistik, perlu
dipikirkan adanya adanya kehamilan atau kandung
kemih penuh, sehingga pada anamnesis perlulah
lebih cermat dan disertai pemeriksaan tambahan.
Di negara-negara berkembang, karena tidak
segera dioperasi tumor ovarium bisa menjadi besar,
sehingga mengisi seluruh rongga perut. Dalam hal
ini kadang-kadang sukar untuk menentukan apakah
pembesaran perut disebabkan oleh tumor atau
ascites, akan tetapi dengan pemeriksaan yang
dilakukan dengan teliti, kesukaran ini biasanya
dapat diatasi.
Apabila sudah ditentukan bahwa tumor yang
ditemukan ialah tumor ovarium, maka perlu
diketahui apakah tumor itu bersifat neoplastik
atau nonneoplastik. Tumor nonneoplastik akibat
peradangan umumnya dalam anamnesis menunjukkan
gejala-gejala ke arah peradangan genital, dan pada
pemeriksaan tumor-tumor akibat peradangan tidak
dapat digerakkan karena perlengketan. Kista
nonneoplastik umumnya tidak menjadi besar, dan
diantaranya pada suatu waktu biasanya menghilang
sendiri.
2.1.9. Pencegahan
Meski belum diketahui penyebab munculnya
kista, tumor ini dapat dihindari dengan penerapan
pola hidup yang sehat dan berkualitas, antara lain
:
1. Makan-makanan yang bergizi, menghindari
makanan yang mengandung bahan karsinogenik
dan makanan tinggi lemak.
2. Olahraga secara teratur
3. Tidak merokok
4. Tidak minum minuman yang mengandung alkohol
5. Deteksi dini apabila muncul keluhan yang
serupa dengan tanda dan gejala kista ovarium.
2.1.10. Pemeriksaaan Penunjang
Tidak jarang tentang penegakkan diagnosis
tidak dapat diperoleh kepastian sebelum dilakukan
operasi, akan tetapi pemeriksaan yang cermat dan
analisis yang tajam dari gejala-gejala yang
ditemukan dapat membantu dalam pembuatan
differensial diagnosis. Beberapa cara yang dapat
digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis
adalah (Bilotta, 2012) :
1) Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk
mengetahui apakah sebuah tumor berasal dari
ovarium atau tidak, serta untuk menentukan
sifat-sifat tumor itu.
2) Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak
dan batas tumor, apakah tumor berasal dari
uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah
tumor kistik atau solid, dan dapat pula
dibedakan antara cairan dalam rongga perut yang
bebas dan yang tidak.
3) Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan
adanya hidrotoraks. Selanjutnya, pada kista
dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanya gigi
dalam tumor.
4) Parasintesis
Pungsi ascites berguna untuk menentukan sebab
ascites. Perlu diperhatikan bahwa tindakan
tersebut dapat mencemarkan kavum peritonei
dengan isi kista bila dinding kista tertusuk
2.1.11. Penatalaksanaan
Pemilihan penatalaksanaan kistoma ovarium
tergantung pada usia penderita, paritas, status
kehamilan, ukuran tumor kistik, dan derajat
keluhan. Tidak semua kistoma ovarium memerlukan
terapi pembedahan. Prinsip bahwa tumor ovarium
neoplastik memerlukan operasi dan tumor
nonneoplastik tidak, jika menghadapi tumor ovarium
yang tidak memberikan gejala/keluhan pada
penderita dan yang besarnya tidak melebihi 5 cm
diameternya, kemungkinan besar tumor tersebut
adalah kista folikel atau kista korpus luteum.
Tidak jarang tumor tersebut mengalami pengecilan
secara spontan dan menghilang, sehingga perlu
diambil sikap untuk menunggu selama 2-3 bulan,
jika selama waktu observasi dilihat peningkatan
dalam pertumbuhan tumor tersebut, kita dapat
mengambil kesimpulan bahwa kemungkinan tumor besar
itu bersifat neoplastik dan dapat dipertimbangkan
untuk pengobatan operatif.
Tindakan operasi pada tumor ovarium neoplastik
yang tidak ganas ialah pengangkatan tumor dengan
mengadakan reseksi pada bagian ovarium yang
mengandung tumor, akan tetapi jika tumornya besar
atau ada komplikasi perlu dilakukan pengangkatan
ovarium, biasanya disertai dengan pengangkatan
tuba (salphyngoooforektomi). Jika terdapat
keganasan operasi yang lebih tepat ialah
histerektomi dan salphyngoooforektomi bilateral.
Akan tetapi pada wanita muda yang masih ingin
mendapat keturunan dan dengan tingkat keganasan
tumor yang rendah, dapat dipertanggungjawabkan
untuk mengambil resiko dengan melakukan operasi
yang tidak seberapa radikal (Prawirohardjo, 2008).
Pada pasien yang memerlukan tindakan
pembedahan (laparotomi) ada beberapa persiapan
yang harus diberikan diantaranya: pemastian hasil
laboratorium darah, urin, maupun hasil
laboratorium lain terkait syarat operasi sudah
terpenuhi, pemberian inform consent mengenai
tindakan operasi yang akan dijalani pasien,
dukungan psikologis dalam menghadapi operasi,
pengosongan rectum menggunakan laksantif sesuai
advice dokter, pasien dipuasakan dari makanan
padat selama 12 jam dan minum cairan 8 jam sebelum
tindakan pembedahan, pemasangan infus dan DC, dan
pencukuran rambut pubis daerah genetalia eksterna
maupun rambut daerah dinding perut.
Setelah selesai tindakan laparotomi, maka
pasien mendapatkan perawatan post-laparotomi yang
bertujuan untuk mengurangi komplikasi akibat
pembedahan, mempercepat penyembuhan, mengembalikan
fungsi semaksimal mungkin seperti sebelum operasi,
mempersiapkan pasien pulang. Beberapa tindakan
yang perlu dilakukan diantaranya adalah memonitor
kesadaran, tanda-tanda vital, intake dan output,
memberikan kenyamanan posisi, ambulasi dini atau
latihan fisik post laparotomi seperti: batuk-
batuk, nafas dalam, menggerakkan otot-otot kaki,
otot bokong, latihan alih baring dan turun dari
tempat tidur, pemberian obat advice dokter,
pemberian diit yang sesuai kerjasama dengan ahli
gizi, serta perawatan luka operasi secara steril
(Brunner, 2005).
2.2 Konsep dasar Diabetes Mellitus
2.2.1 Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut
insulin atau insensitivitas sel terhadap insulin.
Berdasarkan definisi, glukosa darah puasa harus
lebih besar daripada 140 mg/100 ml pada dua kali
pemeriksaan terpisah agar diagnosis diabetes
mellitus dapat ditegakkan.
Diabetes adalah kata yunani yang berarti
mengalirkan (siphon). Mellitus adalah kata latin
untuk madu, atau gula. Diabetes mellitus adalah
penyakit dimana seseorang mengeluarkan/mengalihkan
sejumlah besar urin yang terasa manis (Brunner,
2005)
2.2.2 Klasifikasi DM
Paling sedikit terdapat tiga bentuk diabetes
mellitus, yaitu :
1. DM Tipe I
Merupakan penyakit hiperglikemia akibat
ketiadaan absolut insulin. Penyakit ini disebut
diabetes mellitus dependen insulin (DMDI).
Pengidap penyakit ini harus mendapat insulin
pengganti. DM tipe I biasanaya dijumpai pada
orang yang tidak gemuk berusia kurang dari 30
tahun, dengan perbandingan laki-laki sedikit
lebih banyak daripada wanita. Karena insidens
DM tipe I memuncak pada usia remaja dini, maka
dahulu bentuk ini disebut diabetes juvenilis.
Namun, DM tipe I dapat timbul pada segala usia.
Penyebab DM tipe I
DM tipe I diperkirakan timbul akibat
destruksi otoimun sel-sel beta pulau
langerhaens yang dicetuskan oleh lingkungan.
Serangan otoimun dapat timbul setelah infeksi
virus misalnya gondongan (mumps), rubela,
sitomegalovirus kronik, atau setelah pajanan
obat atau toksin (misalnya golongan nitrosamin
yang terdapat pada daging yang diawetkan). Pada
saat diagnosis DM tipe I ditegakkan, ditemukan
antibodi terhadap sel-sel pulau langerhaens
pada sebagian besar pasien.
Salah satu kemungkinan terbentuknya antibodi
sel-sel tersebut adalah bahwa terdapat suatu
agen lngkungan yang secara antigenis mengubah
sel-sel pankreas untuk merangsang pembentukan
antibodi. Mungkin juga bahwa para individu yang
mengidap DM tipe I memiliki kesamaan antigen
antara sel-sel beta pankreas mereka dengan
virus atau obat tertentu. Sewaktu berespons
terhadap virus atau obat tertentu, sistem imun
gagal mengenali bahwa sel-sel pankreas adalah
“diri” (self).
Kecenderungan Genetik pada DM tipe I
Tampaknya terdapat pengaruh genetik untuk
timbulnya DM tipe I. orang-orang tertentu
mungkin memiliki “gen diabetogenik” yang
berarti suatu profi genetik yang menyebabkan
mereka rentan mengidap DM tipe I (atau mungkin
penyakit otoimun lainnya. Lokus-lokus genetik
yang mewariskan kecenderungan untuk mengidap DM
tipe I tampaknya merupakan bagian dari gen
kompleks histokompatibilitas). Kompleks
histokompatibilitas ini mengontrol pengenalan
antigen-antigen oleh sistem imun. Gen-gen
histokompatibilitas dikode di kromoso 6. Gen
terkait insulin spesifik lainnya di kromosom 11
diduga berperan dalam pembentukan DM tipe I
melalui efeknya pada pembentukan dan replikasi
sel beta.
Karakteristik DM tipe I
Pengidap DM tipe I memperlihatkan penanganan
glukosa yang normal sebelum penyakit muncul.
Dengan munculnya DM tipe I, pankreas tidak atau
sedikit mengeluarkan insulin. Kadar glukosa
darah meningkat karena tanpa insulin glukosa
tidak dapat masuk ke sel. Pada saat yang sama,
hati mulai melakukan glukoneogenesis
menggunakan substrat yang tersedia berupa asam
amino, asam lemak, dan glikogen. Substrat-
substrat ini mempunyai konsentrasi yang tinggi
dalam sirkulasi karena efek katabolik glukagon
tidak dilawan oleh insulin. Hal ini menyebabkan
sel-sel mengalami kelaparan walaupun kadar
glukosa darah sangat tinggi. Hanya sel otak dan
sel darah merah yang tidak kekurangan glukosa
karena keduanya tidak memerlukan insulin untuk
memasukkan glukosa.
Semua sel lain kemudian menggunakan asam
lemak bebas untuk menghasilkan energi.
Metabolime asam lemak bebas di siklus krebs
menghasilkan ATP yang diperlukan untuk
menjalankan fungsi sel. Pembentukan energi yang
hanya mengandalkan asam-asam lemak menyebabkan
produksi berbagai keton oleh hati meningkat.
Keton bersifat asam sehingga pH plasma turun
(Bilotta, 2012).
2. DM Tipe II
Merupakan penyakit hiperglikemia akibat
insensitivitas sel terhadap insulin. Kadar
insulin mungkins sedikit menurun atau berada
dalam rentang normal. Karena insulin tetap
dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka DM
tipe II dianggap sebagai non insulin dependent
diabetes mellitus. DM tipe II biasanya timbul pada
orang yang berusia lebih dari 30 tahun, dan
dahulu disebut sebagai diabetes awitan dewasa.
Pasien wanita lebih banyak daripada pria.
Penyebab DM tipe II
DM tipe II tampaknya berkaitan dengan
kegemukan. Selain itu pengaruh genetik, yang
menentukan kemungkinan seseorang mengidap
penyakit ini, cukup kuat. Diperkirakan bahwa
terdapat suatu sifat geneti yang belum
teridentifikasi yang menyebabkan pankreas
mengeluarkan insulin yang berbeda, atau
menyebabkan reseptor insulin atau perantara
kedua tidak dapat berespons secara adekuat
terhadap insulin. Juga mungkin terdapat kaitan
genetik antara kegemukan dan rangsangan
berkepanjangan reseptor-reseptor insulin.
Rangsangan berkepanjangan atas reseptor-
reseptor tersebut dapat menyebabkan penurunan
jumlah reseptor insulin yang terdapat di sel-
sel. Hal ini disebut downregulation. Mungkin pula
bahwa individu yang menderita DM tipe II
menghasilkan oto-antibodi insulin yang
berkaitan dengan reseptor insulin, menghambat
akses insulin ke reseptor, tetapi tidak
merangsag aktifitas pembawa. Individu tertentu
yang menderita DM tipe II pada usia muda dan
memiliki berat normal atau kurus tampaknya
mengidap diabetes yang erat kaitannya dengan
suatu sifat yang diwariskan.
Karakteristik DM tipe II
Individu yang mengidap DM tipe II tetap
menghasilkan insulin. Namun sering terjadi
kelambatan dalam sekresi setelah makan dan
berkurangnya jumlah total insulin yang
dikeluarkan. Hal ini cenderung semakin parah
seiring dengan pertambahan usia pasien. Sel-sel
tubuh terutama sel otot dan adiposa,
memperlihatkan resistensi terhadap insulin yang
terdapat dalam darah. Pemawa glukosa tidak
secara adekuat dirangsang dan kadar glukosa
darah meningkat. Hati kemudian melakukan
glukoneogenesis, serta terjadi penguraian
simpanan trigliserida, protein dan glikogen
untuk menghasilkan sumber bahan bakar
alternatif. Hanya sel-sel otak dan sel darah
merah yang terus menggunakan glukosa sebagai
sumber energi efektif. Karena masih terdapat
insulin, maka individu dengan DM tipe II jarang
hanya mengandalkan asam-asam lemak untuk
menghasilkan energi dan tidak rentan terhadap
ketosis.
3. DM Gestasional
DM gestasional terjadi pada wnita hamil yang
sebelumnya tidak mengidap diabetes. Sekitar 50%
wanita pengidap kelainan ini akan kembali ke
status nondiabetes setelah kehamilan berakhir.
Namun, resiko mengalami DM tipe II pada waktu
mendatang lebih besar daripada normal.
Penyebabnya dianggap berkaitan dengan
peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen
dan hormon pertumbuhan yang terus menerus
tinggi selama kehamilan. Hormon pertu nmbuhan
dan estrogen merangsang pengeluaran insulin dan
dapat menyebabkan gambaran sekresi berlebihan
insulin seperti diabetes tipe II yang akhirnya
menyebabkan penurunan responsivitas sel.
Hormon pertumbuhan memiliki beberapa efek
anti insulin, misalnya perangsangan
glikogenolisis dan penguraian jaringan lemak.
Semua faktor ini mungkin berperan menimbulkan
hiperglikemia pada diabetes gestasional. Wanita
yang mengidap DM gestasional mungkin sudah
memiliki gangguan subklinis pengontrolan
glukosa bahkan sebelum diabetesnya muncul
(Brunner, 2005).
2.2.3 Gambaran klinis DM
1. Poliuria
2. Polidipsia
3. Rasa lelah dan lemah otot
4. Polifagia
5. Peningkatan angka infeksi diakibatkan
peningkatan konsentrasi glukosa di sekresi
mukus, gangguan fungsi imun dan penurunan
aliran darah pada penderita diabetes kronis.
2.2.4 Perangkat Diagnostik
1. Pemeriksaan darah (ditemukan peningkatan
glukosa > 140 mg/ 100 ml pada dua kali
pengukuran terpisah)
2. Pemeriksaan urin (glukosa dalam urin normalnya
nol)
3. Adanya keton dalam urin (terutama pada DM tipe
I yang tidak terkontrol)
4. Peningkatan Hb terglikosilasi
5. Uji toleransi glukosa yang melambat
2.2.5 Komplikasi akut
1. Ketoasidosis diabetes
2. Koma nonketotik hiperglikemia hiperosmolar
3. Efek somogyi
4. Fenomena fajar
2.2.6 Komplikasi jangka panjang
1. Terjadinya kerusakan di mikro maupun
makrovaskular sistem kardiovaskuler
2. Gangguan penglihatan
3. Kerusakan di ginjal
4. Kerusakan di sistem saraf perifer
2.2.7 Penatalaksanaan
1. Pemberian terapi insulin
2. Pendidikan dan kepatuhan terhadap diet
3. Program olahraga
4. Pemberian cairan
5. Intervensi farmakologis
6. Penggantian pulau langerhans
7. Insersi gen untuk insulin
2.3 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Pada Kista Ovarium
2.3.1 PENGKAJIAN
Tanggal : Untuk mengetahui tanggal
pemeriksaan saat ini dan untuk
menentukan jadwal pemeriksaan
berikutnya.
Pukul : Untuk mengetahui waktu pemeriksaan
Tempat : Untuk mengetahui tempat pemeriksaan
Pemeriksa :Untuk mengetahui siapa yang
melakukan pemeriksaan atau memberikan
asuhan
No Register :Untuk memudahkan dalam mencari
riwayat kesehatan, kehamilan, atau
persalinan yang sebelumnya.
Data Subyektif
Data Subjektif adalah data yang didapat
berdasarkan persepsi klien tentang masalah
kesehatan mereka. Sumber data pengkajian dapat
berasal dari anamnesa klien, keluarga dan orang
terdekat, anggota tim perawatan kesehatan, catatan
medis, dan catatan lainnya
1) Biodata
Nama : Nama penderita dan suaminya ditanyakan
untuk mengenal dan memanggil penderita dan
tidak keliru dengan penderita lain
Umur : ibu yang menderita kista ovarium
kebanyakan berkisar pada usia 20-50 tahun
(Llywelyn, 2001)
Agama : hal ini ditanyakan untuk mengetahui
kemungkinan pengaruhnya terhadap kebiasaan
kesehatan pasien
Pendidikan : ditanyakan untuk mengetahui
tingkat intelektualnya, tingkat pendidikannya
dapat mempengaruhi sikap perilaku kesehatan
seseorang
Pekerjaan : untuk mengetahui taraf hidup dan
sosial ekonomi pasien agar nasehat yang akan
diberikan sesuai
Alamat : untuk mengetahui ibu tinggal
dimana, menjaga kemungkinan bila ada ibu yang
namanya sama
2) Keluhan utama
Untuk mengetahui keluhan yang dirasakan oleh
pasien saat pengkajian baik fisik maupun psikis.
Keluhan-keluhan ibu dengan kista ovarium yaitu
siklus haid tidak teratur, dismenorhe yang
sampai mengganggu aktivitas, mual muntah seperti
orang hamil, keputihan, nyeri perut bagian
bawah, nyeri tekan / teraba benjolan,
menorhargi. Banyak kista ovarium tidak
menunjukkan gejala dan tanda, terutama kista
ovarium yang kecil, sebagian besar gejala dan
tanda akibat dari pertumbuhan, aktivitas
endokrin, atau komplikasi dari tumor-tumor
tersebut (Hollingworth, 2012).
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Data yang pelu dikaji adalah penyakit yang
sedang diderita saat ini, gejala yang dirasakan,
sejak kapan dirasakan dan hal apa saja yang
telah dilakukan untuk mengatasinya, adakah
riwayat dan pengobatan menggunakan hormon
fertilitas. Penggunaan klomifen dan gonadotropin
dapat menyebabkan kista folikel multipel
(Llywelyn, 2001).
4) Riwayat Kesehatan Klien yang lalu
Data yang perlu dikaji antara lain: apakah
klien pernah menderita penyakit tumor, Apakah
klien pernah dioperasi, kapan, dimana dan dengan
alasan apa.
Perlu ditanyakan apakah penderita pernah
mengalami penyakit berat, atau penyakit
tuberculosis, penyakit jantung, penyakit ginjal,
penyakit darah, penyakit diabetes mellitus, dan
penyakit jiwa serta pengobatannya.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah dalam keluarga pernah menderita
kanker atau penyakit serupa, Riwayat Alergi
makanan, obat, dingin, debu, dll.
6) Riwayat Menstruasi
Umur menarche, siklus menstruasi, lama,
banyak darah yang keluar, dysmenore, fluor
albus. Pada kista ovarium biasanya terjadi
gangguan perdarahan antara lain dismenore,
amenorea, oligomenorea, atau menorhagi. Pada
umumnya kista ovarium tidak mengubah pola haid,
kecuali tumor itu sendiri mengeluarkan hormon.
Hari pertama haid terakhir perlu ditanya untuk
memastikan apakah ada kehamilan atau tidak.
Seringkali terdapat pertumbuhan kista yang cepat
selama kehamilan.
7) Riwayat obstetri
Perlu diketahui riwayat tiap-tiap kehamilan
sebelumnya, apakah ada riwayat penggunaan hormon
pemicu kesuburan, cara persalinan terkait dengan
operasi pembedahan.
8) Riwayat perkawinan
Berapa kali menikah, lama usia perkawinan
dan umur pertama kali menikah.
9) Riwayat KB
Ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan
adanya pengaruh penggunaan kontrasepsi terhadap
gangguan kesehatan klien. Data yang perlu dikaji
adalah alat kontrasepsi yang pernah digunakan,
berapa lama dan apakah ada komplikasi.
Peningkatan prevalensi kista ovarium fungsional
diperlihatkan pada wanita yang menggunakan
metode progesteron saja. Mc Cann dan Potter
(1994) menyatakan bahwa hal ini dapat terjadi
dengan kelanjutan pemakaian dan membaik jika POP
tidak lagi digunakan (Fraser, 2009).
10) Pola Aktivitas sehari- hari
Nutrisi
Kebiasaan konsumsi makanan dengan kadar lemak
tinggi sulit untuk dipecah sehingga
mengganggu aktivitas hormonal menyebabkan
kista endometrium.
Eliminasi
Ditanyakan frekuensi BAB dan BAK, apakah ada
kesulitan/ gangguan saat BAB dan BAK. Bila
kista terletak di depan uterus dan kandung
kemih menjadi tertekan sehingga dapat
mengakibatkan gangguan miksi, obstipasi juga
bisa terjadi bila pertumbuhan kista menekan
bagian usus besar.
Personal hygiene
Kebersihan tubuh merupakan salah satu hal
yang perlu diperhatikan. Kurangnya hiegene
dapat menyebabkan infeksi yang menghasilkan
duh dan menjadi kista pada organ genitalia
interna.
Istirahat
Untuk mengetahui berapa lama ibu bisa tidur
dengan nyenyak sehingga ibu dapat memulihkan
kembali tenaganya
Aktivitas
Kemampuan melakukan aktivitas menunjukkan
keparahan kista yang diderita dan terjadinya
komplikasi (ruptur, torsi).
Psikososial
Pada penderita penyakit kandungan seperti
mioma, kista, tumor, maupun kanker umumnya
kondisi psikologisnya mengalami gangguan
seperti rasa cemas, khawatir, takut yang
menyebabkan gangguan pola fungsi sehari-hari.
Hubungan seksual
Pada kasus penderita kista yang sudah menikah
salah satu gejalanya adalah rasa nyeri ketika
berhubungan seksual.
Data Obyektif
1) Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Keadaan umum pada pasien
tergantung ada tidaknya komplikasi dari kista
ovarium.
TTV : suhu biasanya normal atau sedikit
meningkat. Denyut nadi bisa cepat. Tekanan
darah dan pernafasan dalam betas normal,
kecuali pada keadaan syok hipovolemik apabila
terdapat perdarahan intraperitonium yang
hebat, maka sistole biasanya kurang dari 90
mmHg dan sistole < 60 mmHg, pernafasan >
30x/menit, nadi > 110x/menit.
2) Pemeriksaan fisik
Wajah (mata, bibir) : tidak pucat, jika
terdapat komplikasi anemia atau syok, maka
wajah biasanya menampakkan tanda klinis
anemia, yaitu pucat.
Abdomen : Indentifikasi adanya produk
kehamilan, massa abnormal. Nyeri tekan
unilateral dengan atau tanpa nyeri lepas,
rigiditas dan pengerasan menunjukkan adanya
proses yang terlokalisasi. Bising usus
biasanya normal. Jarang teraba massa lunak
pada palpasi abdomen (Hollingworth, 2012).
Genetalia : jika terjadi perdarahan tampak
keluar darah dari vagina , apakah ada
keputihan yang banyak, bau ataupun berwarna.
Ekstrimitas : Oedem/Tidak oedem
Pembesaran kista yang progresif bisa
menyumbat pembuluh getah bening inguinalis
sehingga menyebabkan odem pada kaki
Penekanan pada pembuluh darah dan pembuluh
lymfe di panggul dapat menyebabkan edema
tungkai bawah.
Refleks patela kiri/kanan: +/+
Jika terjadi syok akral dingin
3) Pemeriksaan penunjang
Laparoskopi : Untuk menentukan sifat dan
posisi tumor
USG transvaginal : Untuk mengetahui
Foto Rontgen : Untuk mengetahui adanya
hidrotoraks
Parasintesis : Untuk menentukan sebab
acites
Tes darah seperti CA125-ovarium tumor marker
test ataupun test kehamilan untuk mendeteksi
kehamilan anggur
2.3.2 Interpretasi Data Dasar
Menganalisa data dasar yang diperoleh pada
pengkajian data, mengintepretasikannya, sehingga
dapat merumuskan diagnosa dan masalah kebidanan,
serta kebutuhan. Papah dengan kista ovarium
2.3.3 Identifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial
Merupakan langkah asntisipasi sehingga dalam
memberikan asuhan kebidanan, bidan dituntut
untuk mengantisipasi permasalahan yang timbul
dari kondisi yang ada/sudah terjadi. Dengan
mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosa
potensial yang akan terjadi, bidan dapat
mencegah atau menghindari masalah/diagnose
potensial yang akan terjadi. Potensial
terjadinya ruptur dan torsi kista
2.3.4 Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh
bidan untuk dikonsultasikan atau ditangani
bersama dengan tim kesehatan yang lain sesuai
dengan kondisi klien. Dalam rumusan ini termasuk
tindakan segera yang mampu dilakukan secara
mandiri, kolaborasi atau yang bersifat rujukan.
2.3.5 PERENCANAAN
1) Beritahu pasien dan keluarga hasil
pemeriksaan
R/: Ibu dan keluarga berhak mengetahui hasil
pemeriksaan, dengan mengerti tentang hasil
pemeriksaan, diharapkan ibu dan keluarga
dapat bersikap kooperatif.
2) Ciptakan rasa nyaman pada pasien dengan
membantu pasien berbaring di tempat tidur.
R/: Kenyamanan dan rasa tenang pasien akan
meningkatkan proses penyembuhan
3) Berikan dukungan psikologis pada ibu
R/: Psikologis yang baik mempemudah terapi
dan mempercepat proses penyembuhan
4) Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk
penegakkan diagnosis kista ovarium dan
kebutuhan pemeriksaan laboratorium serta
penatalaksanaan DM.
R/: Diagnosis dapat segera ditegakkan dan
penatalaksanaan dapat segera dilakukan sesuai
kebutuhan pasien.
5) Jelaskan kepada ibu dan keluarga mengenai
kista ovarium dan proses penatalaksanaan
terapi yang akan dijalani pasien
R/: Penjelasan yang mampu dimengerti oleh ibu
dan keluarga mengenai penyakit atau gangguan
yang sedang dideritanya saat ini dapat
membantu mengurangi kecemasan ibu dan
keluarga sehingga mampu bersikap lebih
kooperatif dalam menjalani penatalaksanaan
6) Observasi kondisi vital pasien
R/: apabila terjadi penurunan keadaan umum
bisa segera tertangani
7) Berikan asuhan persiapan pre opp pada pasien
kista sesuai dengan prosedur rumah sakit dan
advis dokter
- Berkolaborasi dengan petugas OK untuk
ketersediaan tempat dan jam operasi
- Berkolaborasi dengan petugas apoteker
untuk kesiapan dan ketersediaan obat
- Berkolaborasi dengan petugas anestesi
- Berkolaborasi dengan dokter untuk
penatalaksanaan pasien pro opp
- Inform consent pada pasien tindakan yang
akan dilakukan
- Berikan dukungan psikologis pada pasien
- Pengosongan rectum menggunakan laksantif
sesuai advice dokter, Gastrol Oil sesuai
sediaan dan Dulcolac 2 kapsul secara
suppositoria
- Puasakan pasien dari makanan padat selama
12 jam dan minum cairan 8 jam sebelum
tindakan pembedahan,
- Pemasangan infus dan Dauer Catether
- Pencukuran rambut pubis daerah genetalia
eksterna maupun rambut daerah dinding
perut.
- Pastikan kembali kesiapan kamar operasi
dan ketersediaan obat
- Memastikan kembali kondisi pasien sebelum
operasi
8) Berikan asuhan post opp sesuai dengan
prosedur rumah sakit dan advis dokter
- Terima telfon dari OK untuk menjemput
pasien post opp
- Perrsiapkan mobile bed yang akan digunakan
untuk menjemput pasien
- Pastikan identitas pasien dengan benar
- Pastikan tanda vital dan kondisi pasien
sudah siap untuk dipindahkan dari OK ke
ruang perawatan
- Antarkan pasien ke ruang perawatan dengan
prinsip pasien safety
- Pantau kesadaran, tanda-tanda vital,
intake dan output,
- Berikan kenyamanan posisi,
- Berikan tekhnik ambulasi dini atau latihan
fisik post laparotomi seperti: batuk-
batuk, nafas dalam, menggerakkan otot-otot
kaki, otot bokong, latihan alih baring dan
turun dari tempat tidur,
- Pemberian obat sesuai advice dokter,
- Pemberian diit yang sesuai kerjasama
dengan ahli gizi,
- Perawatan luka operasi secara steril
2.3.6 IMPLEMENTASI
Sesuai dengan intervensi dan keadaan pasien
2.3.7 EVALUASI
Langkah terakhir proses managemen kebidanan dan
merupakan tindakan pengukuran antara
keberhasilan dari rencana tujuan
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA “ NY S” DENGAN KISTOMA OVARII
No. Register : 488211
Tanggal pengkajian : 9-9-2013
Waktu : Jam 09.00 wib
Tempat : Ruang Nifas Shofa II RSU Haji
Oleh : Chalimah Candra Dewi/011112095
I. DATA SUBYEKTIF
1. Identitas :
Nama : Ny S
Umur : 43 tahun.
Suku : Jawa.
Agama : Islam.
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Manyar Sabrangan
2. Keluhan saat ini : Nyeri tekan dan kram pada perut
bagian kiri bawah perut seperti ditusuk tusuk
3. Riwayat Penyakit Klien
Ibu mulai merasakan nyeri dan kram pada perut
menjalar sampai ke punggung sejak 1 bulan terakhir,
nyeri hilang timbul dan dirasakan makin lama makin
sakit dan saat ini ibu menderita Diabetes Melitus
terkontrol sejak 5 tahun yang lalu. Ibu pernah
didiagnosa kista fingsional sbelah kiri sejak bulan
januari 2013 dan memeriksakan diri secara rutin di
poli kandungan RSU Haji, setelah ditunggu dan
mendapatkan terapi hormonal selama 3-4 bulan kista
mengecil dan tidak menimbulkan gejala.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Adik kandung perempuan menderita kista ovarium,
bapak kandung menderita diabetes dan hipertensi
5. Riwayat Menstruasi
Tidak pernah mengalami keputihan, Sejak ganti kb
suntik menjadi pil jumlah darah haid semakin sedikit
dan menstruasi menjadi sakit.
6. Riwayat obstetri
I 3500gr SC di RSU Haji th 1996 ♂ hidup usia 17
tahun, tidak ada penyulit masa nifas, ASI
eksklusif,
II 3400gr Vakum di RSU Haji♀ , anak hidup usia 13
tahun, tidak ada penyulit masa nifas, ASI Eksklusif
6 bulan,
7. Riwayat perkawinan
Ibu kontak seksual pertama kali saat usia 25 tahun.
Saat ini ibu sudah menikah 1x selama 18 tahun.
8. Riwayat KB
Ibu menggunakan KB suntik 3 bulan selama 5 tahun
setelah kelahiran anak pertama, kemudian menggunakan
suntik 3 bulan lagi selama 12 tahun setelah anak
kedua
9. Pola Fungsional Kesehatan
Nutrisi
Ibu makan 1-2 kali sehari dengan menu sehat,
jarang mengkonsumsi makanan yang cepat saji dan
berpengawet, semenjak terdiagnosa sakit kencing
manis ibu tidak terlalu suka nasi. Nafsu makan
ibu menurun sejak menderita penyakit kista.
Eliminasi
Sejak 1 tahun terakhir mengeluh saat buang air
kecil terasa tidak tuntas dan sangat sering BAK.
BAB normal 1 hari sekali konsistensi padat.
Personal hygiene
Sering ganti celana dalam bila trasa lembab, dan
sering ganti pembalut bila sudah terasa tidak
nyaman minimal 2x per hari. Cebok dari depan ke
belakang menggunakan air bersih.
Istirahat
Isirahat tidur di malam hari 5-6 jam, jarang
tidur siang. Sejak menderita penyakit ini ibu
menjadi susah tidur malam.
Aktivitas
Aktivitas sehari-hari mengerjakan pekerjaan rumah
tangga.
Psikososial
Ibu merasa takut dan khawatir terhadap penyakit
yang dideritanya saat ini.
Hubungan seksual
Tidak ada keluhan dalam hubungan seksual.
II. DATA OBYEKTIF1) Pemeriksaan umum
Keadaan umum : compos mentis, baik.
TTV : 110/80 mmHg, N: 88x/mnt, Suhu: 36,5
derajat celcius
BB; 67,5 kg TB: 145 cm
2) Pemeriksaan fisik
Wajah (mata, bibir) : konjungtiva merah,
mulut kemerahan, bibir lembab, gigi ada yang
tanggal di belakang, tidak ada karies.
Abdomen : ada bekas luka operasi sc, tidak
teraba benjolan, terdapat nyeri tekan pada
bagian kiri bawah.
Genetalia : tidak ada perdarahan, fluxus,
atau keputihan.
Ekstrimitas Atas : Oedem/Tidak oedem
Bawah : tidak ada odem dan varises
3) Pemeriksaan penunjang
Hasil Lab darah dan urin (9/9/2013)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hematologi Darah lengkapHbLekositTrombositHematokritFH (RI)PPTINRAPTTKimia KlinikGDABUNCREATININ SERUMSGOTSGPTALBUMINK/NA/CLKaliumNatriumChlorida
11,09,620336,00032,5
9,8 C:12,20,8823,2 C: 27,2
86151,213233,7
4,5132111
13,4-17,74.300-10.300150.000-400.00040-47 %
11-14 dtk0,64-1,175-40 dtk
50-14010-20<1,2<38<413,7-5,6
3,8-5,5136-14497-103
USG tanggal 18 Februari 2013 : Cavum Uteri
Normal, Di ovarium sinistra ada massa hypochore
kistik 56x33 mm
Foto Thorax (14-8-2013): Cor Normal, Pulmo
tidak tampak ada pembesaran, tulang dan soft
tissue normal
USG tanggal 15-8-2013: ovarium sinistra ada
massa hypochore kistik 88x76 mm
III.ANALISA DATA
P2002 pro opp laparotomi kista ovarium dan DM dengan
cemas
IV.PENATALAKSANAAN
Tgl/Jam
Tindakan TT
9/9/1
3
21.00
22.00
23.30
03.00
04.00
1) Mendampingi bidan jaga memberitahukan
kondisi ibu dan keluarga sesuai hasil
pemeriksaan bahwa ibu menderita kista
ovarium dan akan dilakukan operasi
laparotomi, sehingga harus menjalani
prosedur persiapan operasi
E/ Ibu mengerti dan bersedia menjalani
prosedur pre operasi dari rumah sakit
2) Mengikuti bidan jaga memberikan inform
consent tentang prosedur pro opp yang
akan dijalani ibu
E/ ibu mengerti penjelasan yang diberikan
3) Memberikan support psikologis dan
dorongan agar ibu tenang dengan berdoa
dan berserah diri agar proses operasi
besok dan persiapan operasi malam ini
berjalan dengan lancar
E/ Ibu merasa lebih tenang
4) Membantu ibu meminum obat laksantif
(Gastrol Oil) 1 sediaan dan 2 kapsul
Dulcolac secara suppositoria
E/ Obat sudah diminum dan dulcolac
terpasang
S: Ibu lemes, mual dan muntah
06.00
O: TD 120/80 mmHg N: 80x/mnt RR:20x/mnt S:
365C
A: P2002 pro opp laparotomi kista ovarium dan
DM
P: 1). Konsultasi dengan dokter pasang
venvlon, injeksi ranitidin 1 ampul dan
metoclopramid 1 ampul
2) Sarankan ibu untuk makan bubur lunak
agar memulihkan kondisi sebelum operasi
3) Membantu ibu untuk skirent/mencukur bulu
kemaluan
E/ Skirent sudah dilaksanakan dan obat
lavement sudah masuk
4) Memberitahukan ibu agar ibu mulai puasa
untuk persiapan operasi
E/ Ibu bersedia mulai puasa
5) Melakukan observasi keadaan umum ibu
E/ TD: 120/80 mmHg RR: 20x/mnt S: 360C
N;72x/mnt
6) Memasang infus dan kateter
E/ Infus dan kateter terpasang dengan
baik
Data Penunjang (10/09/13)
Pukul 14.00-17.00 Pasien di kamar operasi
Pukul 17.05 10/9/13
S: KU Baik, Luka Opp tidak ada keluhan, sadar (+),
puasa (+), flux sedikit
O: TD: 120/70mmHg N: 88x/mnt RR: 20x S:
363C
Advis Dokter
- Infus RDS:RD5 (3:2)/24 jam
- Injeksi Antrain 4x1 amp
- Fentolyn 100mg drip inf I,II,III
- Injeksi alinamin, Vit C, Ketorolac 3x1 amp
- Injeksi Kalmex 3x500mg
- Balance cairan
- Cek DL HB
A: P2002 Post Laparotomi Kistektomi dan Myomektomi
P: 1. Jam 17.05 Pasien diambil dari OK oleh bidan
setelah mendapatkan konfirmasi melalui telepon
oleh petugas di OK.
Gambaran pasien post op: Kesadaran: mengantuk, S:
36C, N: 70x/mnt T:110/70mmHg, RR:
18x/mnt N:76x/mnt, t.a.k
2. Berikan injeksi obat sesuai advis dokter
J 23.00 injeksi antrain
J 23.00Inf D5+fentolin100mg
J 01.00 inj alinamin, vit c, ketorolac, transamin
J 05.00 Inj antrain
3. Observasi Balance Cairan
CM=CK+500cc
=1500+1300
= +200
4. 11/9/13 J 06.00 Observasi tanda-tanda vital dan luka
jahitan
TD: 120/80mmHg, N: 80x/mnt S: 365C, pasien flatus,
Lab 11/9/13 HB: 11g%
5. Aff Infus dan DC J.08.00 oleh bidan
6. Diit bubur lunak TKTP
7. 11/9/13 J 14.00 Memberikan obat oral as mef 3x500mg,
Amox 3x500mg, SF 3x1 tab
Catatan Perkembangan Hari I
Tgl/
Jam
Tindakan TT
11/9/1315.00
15.00
15.30
S : Ibu merasa lega sudah operasi, luka
operasi terasa nyeri
O: K/U Baik Kesadaran:
Compos mentis
TD: 120/80 mmHg RR: 24x/mnt N: 88x/mnt S:
362C
A: P2002 Post Laparotomi Kistektomi dan
Myomektomi (10/9/13 jam 17.00) hari I +
DM, dengan luka jahitan merembes
P :
1. Menjelaskan pada ibu tentang nyeri yang
dirasakan
2. menyarankan ibu untuk menjaga bekas luka
tetap kering dan bersih serta melakukan
mobilisasi agar peredaran darah pada luka
operasi lancar sehingga proses
18.00
penyembuhan berjalan baik
3. Memberikan rasa nyaman ibu dengan
membantu personal hygiene
4. Membantu ibu merawat luka operasi dengan
ganti perban,
5. Menjelaskan pada ibu untuk makan makanan
tinggi protein agar mempercepat
penyembuhan bekas luka jahitan
6. Kolaborasi dengan dokter pemberian
medikasi secara per oral yaitu asam
mefenamat 500mg, sulfas ferosus 30mg, dan
Amoxsisilin 500mg.
7. Memantau kondisi umum ibu TD: 120/80
mmHg, N: 88x/mnt, RR: 24x/mnt, S: 369C
Catatan Perkembangan Hari ke 2Tgl/
Jam
Tindakan TT
12/9/1315.00
15.00
S : luka operasi masih agak nyeri
O: K/U Baik Kesadaran:
Compos mentis
TD: 120/80 mmHg RR: 24x/mnt N: 88x/mnt S:
362C
A: P2002 Post Laparotomi Kistektomi dan
Myomektomi (10/9/13jam 17.00) hari II +
DM, luka jahitan merembes sedikit bagian
15.30
18.00
bawah
P :
1. Menyarankan ibu untuk menjaga bekas luka
tetap kering dan bersih dan tetap
melakukan mobilisasi agar peredaran darah
pada luka operasi lancar sehingga proses
penyembuhan berjalan baik
2. Memberikan rasa nyaman ibu dengan
membantu membersihkan tempat tidur dan
membantu menyediakan air hangat untuk
seka/mandi sore.
3. Membantu ibu meraawat luka, menjelaskan
pada ibu untuk makan makanan tinggi
protein agar mempercepat penyembuhan
bekas luka jahitan
4. Kolaborasi dengan dokter pemberian
medikasi secara per oral yaitu asam
mefenamat 500mg, sulfas ferosus 30mg, dan
Amoxsisilin 500mg.
5. Memantau kondisi umum ibu TD: 110/80
mmHg, N: 84x/mnt, RR: 24x/mnt, S: 366C
Catatan Perkembangan Hari ke 3
Tgl/
Jam
Tindakan TT
13/9/13
S : tidak ada keluhan
O: K/U Baik Kesadaran:
Compos mentis
TD: 110/80 mmHg RR: 24x/mnt N: 78x/mnt S:
36C
A: P2002 Post Laparotomi Kistektomi dan
Myomektomi + DM (10/9/13jam 17.00) hari III,
luka jahitan kering
P :
1. Menyarankan pasien untuk meminum obat
dari rumah sakit sampai habis
2. Memberitahukan pasien agar menjaga
kebersihan luka operasi
3. Menyarankan pasien untuk datang kontrol
jahitan bekas luka operasi 5 hari lagi
yaitu tanggal 16 September 2013 di poli
kandungan
4. Pasien pulang jam 10.00WIB
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil dari tinjauan teori dan tinjauan
kasus yang telah dibahas pada Bab II dan Bab III, maka
dapat dibahas antara lain :
Pada tinjauan kasus, keluhan yang terjadi pada ibu
adalah nyeri perut bagian kiri bawah seperti ditusuk-
tusuk, nyeri tekan, pembesaran perut, menstruasi tidak
teratur dan hanya flek. Penyebab kista yang dialami
oleh pasien tidak bisa diputuskan secara pasti, namun
dari hasil anamnesa ibu pernah menggunakan alat KB
progesteron selama 12 tahun. Menurut teori yang
dikemukakan (Frasser 2009), penggunaan kontrasepsi
berupa progesteron saja dalam jangka panjang dapat
memicu terjadinya kista ovari fungsional.
Pada tinjauan kasus, diagnosa yang dapat
ditegakkan adalah paritas P dengan kista ovarium dan
DM. Sebelumnya pernah ditemukan riwayat kesehatan ibu
pernah menderita kista ovarium fungsional ditunjukkan
dengan hasil USG ukuran kista dalam batas normal yaitu
56 mm x 33 mm, sejak bulan Januari 2013 dan sudah
mendapatkan terapi hormonal, sampai akhirnya kista
tidak menimbulkan gejala. Pada bulan Agustus keluhan
nyeri perut dan nyeri tekan muncul lagi dan setelah
mendapatkan pemeriksaan USG didapatkan kista ovarium
kembali muncul dengan ukuran 88 mm x 76mm. Menurut
teori apabila ukuran kista >5cm selang waktu observasi
2-3 bulan mengalami peningkatan dan pertumbuhan maka
penatalaksanaan yang dipertimbangkan adalah operatif
dengan kistektomi atau salpingo oovorektomi. Dengan
demikian apabila pernah didiagnosis kista
fungsional/non neoplastik yang teratasi tetap perlu
diwaspadai akan adanya rekurensi kejadian kista di masa
mendatang.
Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan
hasil GDA 86 atau dalam batas normal (gula darah
terkontrol), karena ibu mempunyai riwayat Diabetes maka
pengelolaan diit dikolaborasikan dengan ahli gizi
sesuai diit untuk penderita diabetes.
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Dari kasus P2002 tahun dengan kista ovarium + DM
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Kista ovarium (atau kista indung telur) adalah
kantung berisi cairan, normalnya berukuran kecil,
yang terletak di indung telur (ovarium). Penyebab
dari kista belum diketahui secara pasti, kemungkinan
dari bahan-bahan yang bersifat karsinogen berupa zat
kimia, polutan, hormonal dan lain-lain. Menurut
teori yang dikemukakan (Frasser 2009), penggunaan
kontrasepsi berupa progesteron saja dalam jangka
panjang dapat memicu terjadinya kista ovari
fungsional.
Pada kasus ini ibu sebelumnya pernah mengeluh
nyeri pada perut dan didiagnosa menderita kista
ovarium fungsional pada bagian kiri bulan Januari
2013 serta sempat mendapatkan terapi hormonal dari
dokter di rumah sakit. Setelah itu tidak dijumpai
pembesaran abnormal, hingga pada bulan Agustus
ditemukan gejala nyeri yang sama seperti gejala
awal. Setelah melalui serangkaian pemeriksaan
ditemukan kista ovarium dengan ukuran yang lebih
besar sehingga memerlukan tindakan operasi. Dengan
demikian diperlukan pengawasan yang lebih intensif
pada penderita dengan riwayat kista ovarium
fungsional sebab bisa mengarah pada keganasan. Dalam
hal ini kesadaran pasien untuk melakukan kontrol
rutin dan deteksi dini juga perlu ditingkatkan.
Penatalaksanaan kasus kista ovarium yang disertai
dengan penyakit Diabetes perlu dikolaborasikan
dengan dokter, dalam kasus diatas diabetes yang
dialami ibu sudah terkontrol sebab ibu secara rutin
memeriksakan dirinya dan sudah mendapatkan medikasi
peroral untuk mempertahankan gula darahnya tetap
normal. Dengan demikian penatalaksanaan yang
dilakukan adalah mengkolaborasikan diit bersama ahli
gizi rumah sakit saja.
5.2. Saran
5.2.1. Bagi Petugas
Diharapkan pelayanan kesehatan dapat
memberikan sosialisasi tentang deteksi dini
kista ovarium agar tidak mengarah pada
keganasan dan apabila ditemukan kasus dapat
segera teratasi
Diharapkan petugas mempunyai pengetahuan
dan kemampuan yang cukup untuk dapat
melakukan tindakan secara intensif dan
kooperatif
5.2.2. Bagi Klien dan Keluarga
Diharapkan ibu dan keluarga meningkatkan
kewaspadaan dan kesadaran terhadap kista
ovarium dengan melakukan deteksi dini,
mengenali tanda gejala, serta melakukan
kontrol secara rutin.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Kista Ovarium.http://www.scribd.com/doc/25955247/kista-ovarium
Bilotta, Kimberli, 2012. Kapita Selekta Penyakit: DenganImplikasi Keperawatan, Ed. 2. Jakarta: EGC
Bruner, S. 2005. Texbook of Medical Surgical Nursing Fifth editionIB. Lippincott Company. Philadelphia
Fraser, D.2009. Buku Ajar Bidan Myles. Jakarta: EGC
Hollingworth., T. Diagnosis Banding dalam Obstetri danGinekologi. Jakarta: EGC
Liewellyn-Jones, Derek. 2001. Dasar-dasar obstetri danginekologi. Edisi 6. Jakarta : Hipokrates.
Mansjoer, Arif. 2005. Kapita selekta kedokteran. Jakarta :Aesculapius.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2008. Ilmu kebidanan, penyakitkandungan dan keluarga berencana untuk pendidikan bidan.Jakarta : EGC.
Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu kandungan. Jakarta : PTBina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, AB 2006. Buku acuan nasional onkologi ginekologi.Cetakan pertama. Jakarta : PT Bina Pustaka SarwonoPrawirohardjo