LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA A. PENGERTIAN Menurut Brunner & Suddarth (2002), Emfisema didefinisikan sebagai distensi abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. Kondisi ini merupakan tahap akhir proses yang mengalami kemajuan dengan lambat selama beberapa tahun. Pada kenyataannya, ketika pasien mengalami gejala, fungsi paru sering sudah mengalami kerusakan yang ireversibel. Dibarengi dengan bronchitis obstruksi kronik, kondisi ini merupakan penyebab utama kecacatan. Sedangkan merurut Doengoes (2000), Emfisema merupakan bentuk paling berat dari Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM) yang dikarakteristikkan oleh inflamasi berulang yang melukai dan akhirnya merusak dinding alveolar sehingga menyebabkan banyak bula (ruang udara) kolaps bronkiolus pada ekspirasi (jebakan udara). Definisi emfisema menurut beberapa ahli : 1. Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi (Kus Irianto, 2004, hlm. 216). 2. Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya (Robbins, 1994, hlm. 253).
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN PENDAHULUAN EMFISEMA
A. PENGERTIAN
Menurut Brunner & Suddarth (2002), Emfisema didefinisikan sebagai distensi
abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding
alveoli. Kondisi ini merupakan tahap akhir proses yang mengalami kemajuan
dengan lambat selama beberapa tahun. Pada kenyataannya, ketika pasien
mengalami gejala, fungsi paru sering sudah mengalami kerusakan yang ireversibel.
Dibarengi dengan bronchitis obstruksi kronik, kondisi ini merupakan penyebab
utama kecacatan.
Sedangkan merurut Doengoes (2000), Emfisema merupakan bentuk paling
berat dari Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM) yang dikarakteristikkan oleh
inflamasi berulang yang melukai dan akhirnya merusak dinding alveolar sehingga
menyebabkan banyak bula (ruang udara) kolaps bronkiolus pada ekspirasi (jebakan
udara).
Definisi emfisema menurut beberapa ahli :
1. Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan
terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi (Kus Irianto, 2004, hlm.
216).
2. Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal
ruang-ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya
(Robbins, 1994, hlm. 253).
3. Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan
luas permukaan alveoli (Corwin, 2000, hlm. 435).
4. Empisema adalah suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan
melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang
disertai kerusakan dinding alveolus atau perubahan anatomis parenkim paru
yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus alveolaris dan destruksi
dinding alveolar (The American Thorack society 1962).
B. ETIOLOGI
Menurut Brunner & Suddarth (2002), merokok merupakan penyebab utama
emfisema. Akan tetapi pada sedikit pasien (dalam presentasi kecil) terdapat
predisposisi familiar terhadap emfisema yang yang berkaitan dengan abnormalitas
protein plasma, defisiensi antitripsin-alpha1 yang merupakan suatu enzim inhibitor.
Tanpa enzim inhibitor ini, enzim tertentu akan menghancurkan jaringan paru.
Individu yang secara ganetik sensitive terhadap faktor-faktor lingkungan (merokok,
polusi udara, agen-agen infeksius, dan alergen) pada waktunya akan mengalami
gejala-gejala obstruktif kronik. Sangat penting bahwa karier genetik ini harus
diidentifikasikan untuk memungkinkan modifikasi faktor-faktor lingkungan untuk
menghambat atau mencegah timbulnya gejala-gejala penyakit. Konseling genetik
juga harus diberikan.
C. FAKTOR PENCETUS
1. Faktor Genetik
Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik
diataranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan
kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive bronkus, riwayat
penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi protein alfa – 1 anti tripsin.
2. Hipotesis Elastase-Anti Elastase
Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti
elastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan.Perubahan keseimbangan
menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paru akan berubah dan
timbul emfisema.
3. Rokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Rokok secara
patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas,
menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia
kelenjar mukus bronkus dan metaplasia epitel skuamus saluran pernapasan.
4. Infeksi
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga
gejalanya lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia,
bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas,
yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema. Infeksi pernapasan
bagian atas pasien bronkitis kronik selalu menyebabkan infeksi paru bagian
dalam, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Bakteri yang di isolasi
paling banyak adalah haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae.
5. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan
angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat
industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan
gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar. Sebagai faktor
penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya tetapi bila ditambah
merokok resiko akan lebih tinggi.
6. Faktor Sosial Ekonomi
Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin
kerena perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan faktor
lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.
7. Pengaruh Usia
8. Obstruksi Jalan Nafas
Emfisema terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus, sehingga
terjadi mekanisme ventil. Udara dapat masuk ke dalam alveolus pada waktu
inspirasi akan tetapi tidak dapat keluar pada ekspirasi. Etiologinya adalah benda
asing di dalam lumen dengan reaksi local, tumor intrabronkial di mediastinum,
konginetal. Pada jenis yang terakhir, obstruksi dapat di sebabkan oleh defek
tulang rawan bronkus.
D. EPIDEMIOLOGI
Bronkitis kronis dan emfisema paru sering terdapat bersama-sama pada
seorang penderita. Kadang-kadang bronkitis kronis yang lebih banyak, kadang-
kadang emfisema paru yang lebih banyak. Jarang yang hanya bronkitis kronis saja
atau emfisema saja. Di Amerika Serikat kurang lebih 2 juta orang menderita
emfisema. Emfisema menduduki peringkat ke-9 diantara penyakit kronis yang
dapat menimbulkan gangguan aktifitas. Emfisema terdapat pada 65 % laki-laki dan
15 % wanita. Sedangkan data epidemiologis di Indonesia sangat kurang. Penderita
bronkitis kronis dan emfisema paru yang dirawat di Subunit Pulmonologi, UPF
/Laboratorium Penyakit Dalam RS Hasan Sadikin/Fakultas Kedokteran Unpad
Bandung selama tahun 1968-1978 adalah 6,21% dari seluruh penderita paru,
merupakaan urutan ke-enam terbanyak.
E. PATOFISIOLOGI
Emfisema merupakan kelainan di mana terjadi kerusakan pada dinding
alveolus yang akan menyebebkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan
udara akan tergangu akibat dari perubahan ini. Kerja nafas meningkat dikarenakan
terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru-paru untuk melakukan pertukaran O2
dan CO2. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya
destruksi dinding (septum) di antara alveoli, jalan nafas kolaps sebagian, dan
kehilangan elastisitas untuk mengerut atau recoil. Pada saat alveoli dan septum
kolaps, udara akan tertahan di antara ruang alveolus yang disebut blebsdan di antara
parenkim paru-paru yang disebut bullae. Proses ini akan menyebabkan peningkatan
ventilatory pada ‘dead space’ atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau
darah. Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru-paru, selanjutnya terjadi
penurunan perfusi O2 dan penurunan ventilasi. Emfisema masih dianggap normal
jika sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada pasien yang berusia muda
biasanya berhubungan dengan bronkhitis dan merokok.
Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru. Yaitu penyempitan
saluran nafas ini disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Penyebab dari
elastisitas yang berkurang yaitu defiensi Alfa 1-anti tripsin. Dimana AAT
merupakan suatu protein yang menetralkan enzim proteolitik yang sering
dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan paru. Dengan demikian AAT
dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan pada enzim proteolitik. Didalam
paru terdapat keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase
supaya tidak terjadi kerusakan. Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan
jaringan elastic paru. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema. Sumber
elastase yang penting adalah pankreas.
Asap rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan elastase bertambah banyak.
Sedang aktifitas system anti elastase menurun yaitu system alfa- 1 protease
inhibator terutama enzim alfa -1 anti tripsin (alfa -1 globulin). Akibatnya tidak ada
lagi keseimbangan antara elastase dan anti elastase dan akan terjadi kerusakan
jaringan elastin paru dan menimbulkan emfisema. Sedangkan pada paru-paru
normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru keluar
yaitu yang disebabkan tekanan intra pleural dan otot-otot dinding dada dengan
tekanan yang menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru.
Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik
jaringan paru akan berkurang sehingga saluran nafas bagian bawah paru akan
tertutup. Pada pasien emfisema saluran nafas tersebut akan lebih cepat dan lebih
banyak yang tertutup. Cepatnya saluran nafas menutup serta dinding alveoli yang
rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung
pada kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak ada akan
tetapi perfusi baik sehingga penyebaran udara pernafasan maupun aliran darah ke
alveoli tidak sama dan merata. Sehingga timbul hipoksia dan sesak nafas.
Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan
alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau
terlokalisasi, mengenai sebagian atau seluruh paru. Pengisian udara berlebihan
dengan obstruksi terjadi akibat dari obstrusi sebagian yang mengenai suatu bronkus
atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar
dari pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang
bertambah di sebelah distal dari alveolus.
Pathway
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan
menyingkirkan penyakit – penyakit lain. Foto dada pada emfisema paru terdapat
dua bentuk kelainan foto dada pada emfiseama paru, yaitu :
a. Gambaran defesiensi arteri overinflasi terlihat diafragma yang rendah dan
datar, kadang-kadang terlihat konkaf. Oligoemia penyempitan pembuluh darah
pulmonal dan penambahan corakan kedistal.
b. Corakan paru yang bertambah, sering terdapat pada kor pulmonal, emfisema
sentrilobular dan bloaters. Overinflasi tidak begitu hebat.
2. Pemeriksaan kedistal fungsi paru
Pada emfisema paru kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk
difusi berkurang.
3. Analisis gas darah
Ventilasi yang hamper adekuat masih sering dapat di pertahankan oleh pasien
emfisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau normal. Saturasi hemoglobin pasien
hampir mencukupi.
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clockwise jantung. Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat defiasi aksis ke kanan dan P- pulmonal pada
hantaran II, III, dan Avf. Voltase QRS rendah . V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di
V6 rasio R/S kurang dari 1.
5. Sinar x dada
Dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma; peningkatan
area udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema);
peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi
(asma).
6. Kimia darah
Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema
primer.
7. Sputum
Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen; pemeriksaan
sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.
G. PENATALAKSAAN (MEDIS & PERAWATAN)
Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki kualitas hidup, untuk
memperlambat kemajuan proses penyakit, dan untuk mengatasi obstruksi jalan nafas
untuk menghilangkan hipoksia.
1. Bronkodilator
Digunakan untuk mendilatasi jaln nafas karena preparat ini melawan baik edema
mukosa maupun spasme muskular dan membantu baik dalam mengurangi
obstruksi jalan nafas maupun dalam memperbaiki pertukaran gas.medikasi ini
mencakup agonis betha-adrenergik (metaproterenol, isoproterenol dan metilxantin
(teofilin, aminofilin), yang menghasilkan dilatasi bronkial melaui mekanisme
yang berbeda. Bronkodilator mungkin diresepkan per oral, subkutan, intravena,
per rektal atau inhalasi. Medikasi inhalasi dapat diberikan melalui aerosol