LAPORAN PENDAHULUAN DANASUHAN KEPERAWATAN BENIGNA PROSTAT
HYPERPLASI (BPH)Disusun oleh:Lutfy Nooraini
A. PENDAHULUAN1. Latar BelakangBPH merupakan penyakit
degeneratif yang lebih sering terjadi kepada orang dengan usia
alebih lanjut. Pada usia yang lanjut masalah yang mungkin muncul
pada kasus BPH aklan lebih komplek karena psikologis yang menurun,
ketahanan tubuh yang menurun.
Setiap pasien yang masuk rumah sakit pastilah mempunyai masalah,
dan mereka berharap besar bahwa masalahnya akan segera
terselesaikan. Akan lebih baik apabila kita tidak hanya
berprioritas menyelesaikan maslaahnya saja tetapi juga menyiapkan
pasien agar mampu mengatasai masalah setelah sepulang dari rumah
sakit.
Agar hal tersebut bisa dicapai maka pasien BPH memerlukan
perawatan yang komprehensif dan profesional. Agar pasien merasa
terlindungi dan terjada dari masalah yang muncul akibat
penyakitnya.
2. TujuanTujuan dalam penulisan ini adalah :
a. Mengetahui dan memehami tentang penyakit BPH dan
penatalaksanaannya.
b. Mengetahui dan memahami masalah keperawatan yang muncul pada
kasus BPH
c. Menerapkan asuhan keperawatan kepada pasien dnegan BPH.
B. TINJAUAN PUSTAKA1. PengertianBPH (Benigna Prostat Hyperplasi)
adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat yang dapat
menyebabkan obstruksi dan ristriksi pada jalan urine (urethra).
2. EtiologiMulai ditemukan pada umur kira-kira 45 tahun dan
frekuensi makin bertambah sesuai dengan bertambahnya umur, sehingga
diatas umur 80 tahun kira-kira 80 % menderita kelainan ini.
Sebagai etiologi sekarang dianggap ketidakseimbangan endokrin.
Testosteron dianggap mempengaruhi bagian tepi prostat, sedangkan
estrogen (dibuat oleh kelenjar adrenal) mempengaruhi bagian tengah
prostat.
3. Faktor Predisposisi/Faktor PencetusKarena etiologi yang belum
jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga timbulnya
Benigne Prostat Hyperplasia antara lain :a. Hipotesis
Dihidrotestosteron (DHT)
b. Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan
menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostatmengalami
hiperplasia.
c. Ketidak seimbangan estrogen testoteron
d. Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon
Estrogen dan penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap yang
dapat menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma.
e. Interaksi stroma - epitel
f. Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth
faktor dan penurunan transforming gorwth faktor beta menyebabkan
hiperplasia stroma dan epitel.
g. Penurunan sel yang mati
h. Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup
stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
i. Teori stem cell
j. Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel
transit.
4. PatofisiologiBPH terjadi pada umur yang semakin tua (> 45
tahun ) dimana fungsi testis sudah menurun. Akibat penurunan fungsi
testis ini menyebabkan ketidakseimbangan hormon testosteron dan
dehidrotesteosteron sehingga memacu pertumbuhan/pembesaran prostat.
Makrokospik dapat mencapai 60 - 100 gram dan kadang-kadang lebih
besar lagi hingga 200 gram atau lebih. Tonjolan biasanya terdapat
pada lobus lateralis dan lobus medius, tetapi tidak mengenai bagian
posterior dari pada lobus medialis, yaitu bagian yang dikenal
sebagai lobus posterior, yang sering merupakan tempat berkembangnya
karsinoma (Moore). Tonjolan ini dapat menekan urethra dari lateral
sehingga lumen urethra menyerupai celah, atau menekan dari bagian
tengah. Kadang-kadang penonjolan itu merupakan suatu polip yang
sewaktu-waktu dapat menutup lumen urethra. Pada penampang, tonjolan
itu jelas dapat dibedakan dengan jaringan prostat yang masih baik.
Warnanya bermacam-macam tergantung kepada unsur yang bertambah.
Apabila yang bertambah terutama unsur kelenjar, maka warnanya
kung kemerahan, berkonsistensi lunak dan terbatas tegas dengan
jaringan prostat yang terdesak, yang berwarna putih keabu-abuan dan
padat. Apabila tonjolan itu ditekan maka akan keluar caiaran
seperti susu. Apabila unsur fibromuskuler yang bertambah, maka
tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak mengeluarkan cairan
seperti halnya jaringan prostat yang terdesak sehingga batasnya
tidak jelas. Gambaran mikroskopik juga bermacam-macam tergantung
pada unsur yang berproliferasi. Biasanya yang lebih banyak
berproliferasi ialah unsur kelenjar sehingga terjadi penambahan
kelenjar dan terbentuk kista-kista yang dilapisi oleh epitel torak
atau koboid selapis yang pada beberapa tempat membentuk papil-papil
ke dalam lumen. Membran basalis masih utuh. Kadang-kadang terjadi
penambahan kelenjar yang kecil-kecil sehingga menyerupai
adenokarsinoma. Dalam kelenjar sering terdapat sekret granuler,
epitel yang terlepas dan corpora anylacea. Apabila unsur
fibromuskuler yang bertambah, maka terjadi gambaran yang terjadi
atas jaringan ikat atau jaringan otot dengan kelenjar-kelenjar yang
letaknya saling berjauhan. Gambaran ini juga dinamai hiperplasi
fibrimatosa atau hiperplasi leiomymatosa.
Pada jaringan ikat atau jaringan otot biasanya terdapat serbukan
limfosit. Selain gambaran di atas sering terdapat perubahan lain
berupa :
a. Metaplasia skwamosa epitel kelenjar dekat uretra.
b. Daerah infark yang biasanya kecil-kecil dan kadang-kadang
terlihat di bawah mikroskop.
Tanda dan gejala dari BPH adalah dihasilkan oleh adanya
obstruksi jalan keluar urin dari kandung kemih.
Ada tiga cara pengkuran besarnya hipertropi prostat :
a. Rectal Grading, yaitu dengan rectal toucher diperkirakan
berapa cm prostat yang menonjol ke dalam lumen rektum yang
dilakukan sebaiknya pada saat buli-buli kosong.
Gradasi ini adalah :
0 - 1 cm: grade 0
1 - 2 cm: grade 1
2 - 3 cm: grade 2
3 - 4 cm: grade 3
> 4 cm : grade 4
Pada grade 3 - 4 batas prostat tidak teraba. Prostat fibrotik,
teraba lebih kecil dari normal.
b. Clinical Grading, dalam hal ini urine menjadi patokan. Pada
pagi hari setelah bangun pasien disuruh kencing sampai selesai,
kemudian di masukan kateter ke dalam buli-buli untuk mengukur sisa
urine.
Sisa urine 0 cc
: normal
Sisa urine 0-50 cc
: grade 1
Sisa urine 50-150 cc : grade 2
Sisa urine > 150 cc : grade 3
Tidak bisa kencing
: grade 4
c. Intra Uretral Grading, dengan alat perondoskope dengan diukur
/ dilihat bebrapa jauh penonjolan lobus lateral ke dalam lumen
uretra.
Grade I : Clinical grading sejak berbulan-bulan, bertahun-tahun,
mengeluh kalau kencing tidak lancar, pancaran lemah, nokturia.
Grade II :Bila miksi terasa panas, sakit, disuria.
Grade III :Gejala makin berat
Grade IV :Buli-buli penuh, disuria, overflow inkontinence. Bila
overflow inkontinence dibiarkan dengan adanya infeksi dapat terjadi
urosepsis berat. Pasien menggigil, panas 40-41( celsius, kesadaran
menurun.
5. Tanda dan gejalaWalaupun hyperplasi prostat selalu terjadi
pada orangtua, tetapi tidak selalu disertai gejala-gejala
klinik.
Gejala klinik terjadi terjadi oleh karena 2 hal, yaitu :
a. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih.
b. Retensi air kemih dalam kandung kemih yang menyebabkan
dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis.
Gejala klinik dapat berupa :
a. Frekuensi berkemih bertambah
b. Berkemih pada malam hari.
c. Kesulitan dalam hal memulai dan menghentikan berkemih.
d. Air kemih masih tetap menetes setelah selesai berkemih.
e. Rasa nyeri pada waktu berkemih.
Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, penderita sama sekali
tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter.
Selain gejala-gejala di atas oleh karena air kemih selalu terasa
dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan
selanjutnya kerusakan ginjal yaitu hydroneprosis,
pyelonefritis.
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia
disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi
menjadi dua yaitu :
a. Gejala Obstruktif yaitu :
1. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali
disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot
destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan
tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra
prostatika.
2. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang
disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam
pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
3. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir
kencing.
4. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran
destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di
uretra.
5. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan
terasa belum puas.
b. Gejala Iritasi yaitu :
1. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit
ditahan.
2. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya
dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
3. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
6. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan RadiologiPada Pemeriksaan
Radiologi ditujukan untuk
a. Menentukan volume Benigne Prostat Hyperplasia
b. Menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residual
urine
c. Mencari ada tidaknya kelainan baik yang berhubungan dengan
Benigne Prostat Hyperplasia atau tidak
Beberapa Pemeriksaan Radiologia. Intra Vena Pyelografi ( IVP ) :
Gambaran trabekulasi buli, residual urine post miksi, dipertikel
buli.
Indikasi: disertai hematuria, gejala iritatif menonjol disertai
urolithiasis
Tanda BPH: Impresi prostat, hockey stick ureter
b. BOF : Untuk mengetahui adanya kelainan pada renal
c. Retrografi dan Voiding Cystouretrografi : untuk melihat ada
tidaknya refluk vesiko ureter/striktur uretra.
d. USG : Untuk menentukan volume urine, volume residual urine
dan menilai pembesaran prostat jinak/ganas
Pemeriksaan Endoskopi.Pemeriksaan UroflowmetriBerperan penting
dalam diagnosa dan evaluasi klien dengan obstruksi leher
buli-buli
Q max: > 15 ml/detik ( non obstruksi
10 - 15 ml/detik ( border line
< 10 ml/detik ( obstruktif
Pemeriksaan Laborat a. Urinalisis (test glukosa, bekuan darah,
UL, DL, RFT, LFT, Elektrolit, Na,/K, Protein/Albumin, pH dan Urine
Kultur)
Jika infeksi:pH urine alkalin, spesimen terhadap Sel Darah
Putih, Sel Darah Merah atau PUS.
b. RFT ( evaluasi fungsi renal
c. Serum Acid Phosphatase ( Prostat Malignancy
7. PenatalaksanaanA. Non Pembedahan
1. Memperkecil gejala obstruksi ( hal-hal yang menyebabkan
pelepasan cairan prostat.
2. Menghindari minum banyak dalam waktu singkat, menghindari
alkohol dan diuretic mencegah oven distensi kandung kemih akibat
tonus otot detrussor menurun.
3. Menghindari obat-obat penyebab retensi urine seperti :
anticholinergic, anti histamin, decongestan.
4. Observasi Watchfull Waiting
Yaitu pengawasan berkala/follow up tiap 3 6 bulan kemudian
setiap tahun tergantung keadaan klien, Indikasi: BPH dengan IPPS
Ringan, Baseline data normal, Flowmetri non obstruksi
5. Terapi medikamentosa pada Benigne Prostat Hyperplasia
Terapi ini diindikasikan pada Benigne Prostat Hyperplasia dengan
keluhan ringan, sedang dan berat tanpa disertai penyulit serta
indikasi pembedahan, tetapi masih terdapat kontra indikasi atau
belum well motivated. Obat yang digunakan berasal dari Fitoterapi,
Golongan Supressor Androgen dan Golongan Alfa Bloker.
a. Fito Terapi
1. Hypoxis rosperi (rumput)
2. Serenoa repens (palem)
3. Curcubita pepo (waluh )
b. Pemberian obat Golongan Supressor Androgen/anti androgen
:
1. Inhibitor 5 alfa reduktase
2. Anti androgen
3. Analog LHRH
c. Pemberian obat Golongan Alfa Bloker/obat penurun tekanan
diuretra-prostatika : Prazosin, Alfulosin, Doxazonsin,
Terazosin
6. Bila terjadi retensi urine
a. Kateterisasi ( Intermiten
Indwelling
b. Dilakukan pungsi blass
c. Dilakukan cystostomy
7. Prostetron (Trans Uretral Microwave Thermoterapy/TUMT)
B. Pembedahan
1. Trans Uretral Reseksi Prostat: 90 - 95 %
2. Open Prostatectomy
: 5 - 10 %
BPH yang besar (50 - 100 gram) ( Tidak habis direseksi dalam 1
jam. Disertai Batu Buli Buli Besar (>2,5cm), multiple. Fasilitas
TUR tak ada.
Mortalitas Pembedahan BPH
0 - 1 % KAUSA : Infark Miokatd
Septikemia dengan Syok
Perdarahan Massive
Kepuasan Klien : 66 95 %
Indikasi Pembedahan BPH
Retensi urine akut
Retensi urine kronis
Residual urine lebih dari 100 ml
BPH dengan penyulit
Hydroneprosis
Terbentuknya Batu Buli
Infeksi Saluran Kencing Berulang
Hematuri berat/berulang
Hernia/hemoroid
Menurunnya Kualitas Hidup
Retensio Urine
Gangguan Fungsi Ginjal
Terapi medikamentosa tak berhasil
Sindroma prostatisme yang progresif
Flow metri yang menunjukkan pola obstruktif
Flow. Max kurang dari 10 ml
Kurve berbentuk datar
Waktu miksi memanjang
Kontra Indikasi
IMA
CVA akut
Tujuan : Mengurangi gejala yang disertai dengan obstruksi leher
buli-buli
Memperbaiki kualitas hidup
Trans Uretral Reseksi Prostat ( 90 - 95 % Dilakukan bila
pembesaran pada lobus medial.
Keuntungan :
Lebih aman pada klien yang mengalami resiko tinggi
pembedahan
Tak perlu insisi pembedahan
Hospitalisasi dan penyebuhan pendek
Kerugian :
Jaringan prostat dapat tumbuh kembali
Kemungkinan trauma urethra ( strictura urethra.
Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy( Prostat terlalu
besar tetapi tak ada masalah kandung kemih
Perianal Prostatectomy Pembesaran prostat disertai batu
buli-buli
Mengobati abces prostat yang tak respon terhadap terapi
conservatif
Memperbaiki komplikasi : laserasi kapsul prostat
9. Pengkajiana Sirkulasi :
Peningkatan tekanan darah (efek lebih lanjut pada ginjal )
b Eliminasi :
Penurunan kekuatan / kateter berkemih.
Ketidakmampuan pengosongan kandung kemih.
Nokturia, disuria, hematuria.
Duduk dalam mengosongkan kandung kemih.
Kekambuhan UTI, riwayat batu (urinary stasis).
Konstipasi (penonjolan prostat ke rektum)
Masa abdomen bagian bawah, hernia inguinal, hemoroid (akibat
peningkatan tekanan abdomen pada saat pengosongan kandung
kemih)
c Makanan / cairan:
Anoreksia, nausea, vomiting.
Kehilangan BB mendadak.
d Nyeri / nyaman :
Suprapubis, panggul, nyeri belakang, nyeri pinggang belakang,
intens (pada prostatitis akut).
e Rasa nyaman : demam
f Seksualitas :
Perhatikan pada efek dari kondisinya/tetapi kemampuan
seksual.
Takut beser kencing selama kegiatan intim.
Penurunan kontraksi ejakulasi.
Pembesaran prostat.
g Pengetahuan / pendidikan :
Riwayat adanya kanker dalam keluarga, hipertensi, penyakit
gula.
Penggunaan obat antihipertensi atau antidepresan, antibiotika /
antibakterial untuk saluran kencing, obat alergi.
PRE OPERATIF CARE
Mengkaji kecemasan klien, mengoreksi miskonsepsi tentang
pembedahan dan memberikan informasi yang akurat pada klien
Type pembedahan
Jenis anesthesi ( TUR P, general / spina anesthesi
Cateter : folly cateter, Continuous Bladder Irigation (CBI).
Persiapan orerasi lainnya yaitu : Pemeriksaan lab. Lengkap : DL,
UL, RFT, LFT, pH, Gula darah, Elektrolit
Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan Radiologi : BOF, IVP, USG, APG.
Pemeriksaan Uroflowmetri ( Bagi penderita yang tidak memakai
kateter.
Pemasangan infus dan puasa
Pencukuran rambut pubis dan lavemen.
Pemberian Anti Biotik
Surat Persetujuan Operasi (Informed Concern).
POST OPERATIF CARE
Post operatif care pada dasarnya sama seperti pasien lainnya
yaitu monitoring terhadap respirasi, sirkulasi dan kesadaran pasien
:
1. Airway: Bebaskan jalan fafas
Posisi kepala ekstensi
Breathing: Memberikan O2 sesuai dengan kebutuhan
Observasi pernafasan
Cirkulasi : mengukur tensi, nadi, suhu tubuh, pernafasan,
kesadaran dan produksi urine pada fase awal (6jam) paska operasi
harus dimonitor setiap jam dan harus dicatat.
Bila pada fase awal stabil, monitor/interval bisa 3 jam
sekali
Bila tensi turun, nadi meningkat (kecil), produksi urine merah
pekat harus waspada terjadinya perdarahan ( segera cek Hb dan lapor
dokter.
Tensi meningkat dan nadi menurun (bradikardi), kadar natrium
menurun, gelisah atau delir harus waspada terjadinya syndroma TUR (
segera lapor dokter.
Bila produksi urine tidak keluar (menurun) dicari penyebabnya
apakah kateter buntu oleh bekuan darah ( terjadi retensi urine
dalam buli-buli ( lapor dokter, spoling dengan PZ tetesan
tergantung dari warna urine yang keluar dari Urobag. Bila urine
sudah jernih tetesan spoling hanya maintennens/dilepas dan bila
produksi urine masih merah spoling diteruskan sampai urine
jernih.
Bila perlu Analisa Gas Darah
Apakah terjadi kepucatan, kebiruan.
Cek lab : Hb, RFT, Na/K dan kultur urine.
2. Pemberian Anti Biotika
Antibiotika profilaksis, diberikan bila hasil kultur urine
sebelum operasi steril. Antibiotik hanya diberikan 1 X pre operasi
+ 3 4 jam sebelum operasi.
Antibiotik terapeutik, diberikanpada pasien memakai dower
kateter dari hasil kultur urine positif. Lama pemberian + 2 minggu,
mula-mula diberikan parenteral diteruskan peroral. Setiap melepas
kateter harus diberikan antibiotik profilaksis untuk mencegah
septicemia.
3. Perawatan Kateter
Kateter uretra yang dipasang pada pasca operasi prostat yaitu
folley kateter 3 lubang (treeway catheter) ukuran 24 Fr.
Ketiga lubang tersebut gunanya :
1. Untuk mengisibalon, antara 30 40 ml cairan
2. Untuk melakukan irigasi/spoling
3. Untuk keluarnya cairan (urine dan cairan spoling).
Setelah 6 jam pertama sampai 24 jam kateter tadi biasanya
ditraksi dengan merekatkan ke salah satu paha pasien dengan tarikan
berat beban antara 2 5 kg. Paha ini tidak boleh fleksi selama
traksi masih diperlukan.
Paling lambat pagi harinya traksi harus dilepas dan fiksasi
kateter dipindahkan ke paha bagian proximal/ke arah inguinal agar
tidak terjadi penekanan pada uretra bagian penosskrotal. Guna dari
traksi adalah untuk mencegah perdarahan dari prostat yang diambil
mengalir di dalam buli-buli, membeku dan menyumbat pada
kateter.
Bila terlambat melepas kateter traksi, dikemudian hari terjadi
stenosis leher buli-buli karena mengalami ischemia.
Tujuan pemberian spoling/irigasi :
1. Agar jalannya cairan dalam kateter tetap lancar.
2. Mencegah pembuntuan karena bekuan darah menyumbat kateter
3. Cairan yang digunakan spoling H2O / PZ
Kecepatan irigasi tergantung dari warna urine, bila urine merah
spoling dipercepat dan warna urine harus sering dilihat. Mobilisasi
duduk dan berjalan urine tetap jernih, maka spoling dapat
dihentikan dan pipa spoling dilepas.
Kateter dilepas pada hari kelima. Setelah kateter dilepas maka
harus diperhatikan miksi penderita. Bisa atau tudak, bila bisa
berapa jumlahnya harus diukur dan dicatat atau dilakukan
uroflowmetri.
Sebab-sebab terjadinya retensio urine lagi setelah kateter
dilepas :
1. Terbentuknya bekuan darah
2. Pengerokan prostat kurang bersih (pada TUR) sehingga masih
terdapat obstruksi.
10. Diagnosa Keperawatan a Pre operasi
1. Retensi urin
2. Nyeri kronis
3. Cemas
b Post operasi
1. Nyeri akut
2. Kurang pengetahuan
3. Risiko infeksi
11. Rencana KeperawatanNoDiagnosa keperawatan
Tujuan dan Kriteria HasilIntervensi
1.Kerusakan eliminasi urine urin
Definisi :
Pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna
Batasan karakteristik :
- Distensi kandung kemih
- Sedikit, sering kencing atau tidak adanya urin yang keluar
- Urin jatuh menetes
- Disuria
- Inkontinentia overflow
- Urin residual
- Sensasi penuh dari kandung kemih
Faktor yang berhubungan :
- Infeksi traktus urinarus
- Obstruksi anatomik
- Penyebab multiple
- Kerusakan sensori motorik
NOC : Urinary continence Urinary eliminationKriteria Hasil :1.
Pengeluaran urin dapat diprediksi2. Dapat secara sempurna dan
teratur mengeluarkan urin dari kandung kemih; mengukur volume
residual urin < 150 200 ml atau 25 % dari total kapasitas
kandung kemih3. Mengoreksi atau menurunkan gejala obstruksi4. Klien
bebas dari kerusakan saluran kemih bagian atas.NIC :Urinary
Chateterization- Jelaskan prosedur dasn rasional dari intervensi-
Sediakan peralartan kateterisasi- Pertahankan teknik aseptik yang
ketat- Masukan secara langsung atau retensi kateter ke dalam
bladder- Hubungkan kateter pada kantung drainase- Amankan kateter
pada kulit- Pertaahankan sistem drainase tertutup- Monitor intake
dan input.Urinary Retentiuon care- Monitor eliminasi urin- Monitor
tanda dan gejala retensi urin- Ajarkan kepada klien tanda dan
gejala retensi urin- Catat waktu setiap eliminasi urin- Anjurkan
klien/keluarga untuk menmcatat outpout urin- Ambil spesimen urin-
Ajarkan klien meminum 8 gelasa cairan sehari- Bantu klien dalam BAK
rutinFluid management Timbang popok/pembalut jika diperlukan
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat Monitor status
hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik ), jika diperlukan Monitor vital sign Monitor masukan
makanan / cairan dan hitung intake kalori harian Lakukan terapi IV
Monitor status nutrisi Berikan cairan Berikan cairan IV pada suhu
ruangan Dorong masukan oral Berikan penggantian nesogatrik sesuai
output Dorong keluarga untuk membantu pasien makan Tawarkan snack (
jus buah, buah segar )
Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk Atur
kemungkinan tranfusi Persiapan untuk tranfusi
2.Nyeri Kronis
Definisi : Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman
emosional yang muncul secara aktual atau potensial kerusakan
jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri
Internasional): serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari
ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat
diprediksi dan dengan durasi lebih dari 6 bulan.Batasan
karakteristik : - Laporan secara verbal atau non verbal - Fakta
dari observasi - Posisi antalgic untuk menghindari nyeri - Gerakan
melindungi - Tingkah laku berhati-hati- Muka topeng - Gangguan
tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau,
menyeringai)- Terfokus pada diri sendiri - Fokus menyempit
(penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan
interaksi dengan orang dan lingkungan) - Tingkah laku distraksi,
contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas,
aktivitas berulang-ulang)- Respon autonom (seperti diaphoresis,
perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)-
Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari
lemah ke kaku) - Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah,
merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh
kesah) - Perubahan dalam nafsu makan dan minumFaktor yang
berhubungan : Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)
NOC : Pain Level,
Pain control,
Comfort level
Kriteria Hasil :1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang normal
NIC :Pain Management
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri pasien
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi
dan inter personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya
nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis
optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara
teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek
samping)
3.Nyeri akut b/d cidera fisik akibat pembedahan
Definisi :
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang
muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau
menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri
Internasional): serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari
ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat
diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan.
Batasan karakteristik :
- Laporan secara verbal atau non verbal
- Fakta dari observasi
- Posisi antalgic untuk menghindari nyeri
- Gerakan melindungi
- Tingkah laku berhati-hati
- Muka topeng
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan
kacau, menyeringai)
- Terfokus pada diri sendiri
- Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses
berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang
lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang)
- Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah,
perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang
dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu makan dan minum
Faktor yang berhubungan :
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)
NOC : Pain Level, Pain control, Comfort levelKriteria Hasil :1.
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)2.
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri)4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang5.
Tanda vital dalam rentang normal
NIC :Pain Management Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien Kaji kultur yang mempengaruhi
respon nyeri Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau Evaluasi bersama
pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol
nyeri masa lampau Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan Kurangi faktor
presipitasi nyeri Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
non farmakologi dan inter personal) Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri Tingkatkan istirahat Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil Monitor penerimaan
pasien tentang manajemen nyeriAnalgesic Administration Tentukan
lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi Cek riwayat alergi Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu Tentukan
pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri Tentukan
analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal Pilih rute
pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama
kali Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
4.Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis,kebutuhan
pengobatan b/d keterbatasan kognitif.
Definisi :
Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif sehubungan dengan
topic spesifik.
Batasan karakteristik : memverbalisasikan adanya masalah,
ketidakakuratan mengikuti instruksi, perilaku tidak sesuai.
Faktor yang berhubungan : keterbatasan kognitif, interpretasi
terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari
informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi.
NOC : Kowlwdge : disease process Kowledge : health
BehaviorKriteria Hasil :1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman
tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan2.
Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan
secara benar3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa
yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnyaNIC :Teaching :
disease Process Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
pasien tentang proses penyakit yang spesifik Jelaskan patofisiologi
dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan
fisiologi, dengan cara yang tepat. Gambarkan tanda dan gejala yang
biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat Gambarkan proses
penyakit, dengan cara yang tepat identifikasi kemungkinan penyebab,
dengna cara yang tepat Sediakan informasi pada pasien tentang
kondisi, dengan cara yang tepat Hindari harapan yang kosong
Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan
cara yang tepat Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan
atau proses pengontrolan penyakit Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan Eksplorasi
kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat
Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat.
5.Resiko Infeksi b/d tindakan invasive Resiko Infeksi b/d
tindakan invasive
Definisi : Peningkatan resiko masuknya organisme patogen
Faktor-faktor resiko :
- Prosedur Infasif
- Ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari paparan
patogen
- Trauma
- Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan
- Ruptur membran amnion
- Agen farmasi (imunosupresan)
- Malnutrisi
- Peningkatan paparan lingkungan patogen
- Imonusupresi
- Ketidakadekuatan imum buatan
- Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb, Leukopenia,
penekanan respon inflamasi)
- Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tidak utuh,
trauma jaringan, penurunan kerja silia, cairan tubuh statis,
perubahan sekresi pH, perubahan peristaltik)
- Penyakit kronikNOC : Immune Status Knowledge : Infection
control Risk controlKriteria Hasil :1. Klien bebas dari tanda dan
gejala infeksi2. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor
yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya,3. Menunjukkan
kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi4. Jumlah leukosit dalam
batas normal5. Menunjukkan perilaku hidup sehat
NIC :Infection Control (Kontrol infeksi) Bersihkan lingkungan
setelah dipakai pasien lain Pertahankan teknik isolasi Batasi
pengunjung bila perlu Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan Cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah tindakan keperawatan Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat pelindung Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat Ganti letak IV perifer dan line central dan
dressing sesuai dengan petunjuk umum Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi kandung kencing Tingktkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik bila perluInfection Protection (proteksi
terhadap infeksi) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
lokal Monitor hitung granulosit, WBC Monitor kerentanan terhadap
infeksi Batasi pengunjung Saring pengunjung terhadap penyakit
menular Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
Pertahankan teknik isolasi k/p Berikan perawatan kuliat pada area
epidema Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase Ispeksi kondisi luka / insisi bedah Dorong masukkan
nutrisi yang cukup Dorong masukan cairan Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep Ajarkan
pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi Ajarkan cara
menghindari infeksi Laporkan kecurigaan infeksi Laporkan kultur
positif
6.Cemas b/d perubahan status kesehatan (rencana tindakan operasi
)
Definisi :
Perasaan gelisah yang tak jelas dari ketidaknyamanan atau
ketakutan yang disertai respon autonom (sumner tidak spesifik atau
tidak diketahui oleh individu); perasaan keprihatinan disebabkan
dari antisipasi terhadap bahaya. Sinyal ini merupakan peringatan
adanya ancaman yang akan datang dan memungkinkan individu untuk
mengambil langkah untuk menyetujui terhadap tindakan
Ditandai dengan
Gelisah
Insomnia
Resah
Ketakutan
Sedih
Fokus pada diri
Kekhawatiran
Cemas
NOC : Anxiety control Coping Impulse controlKriteria Hasil :1.
Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas2.
Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk
mengontol cemas3. Vital sign dalam batas normal4. Postur tubuh,
ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan
NIC :Anxiety Reduction (penurunan kecemasan) Gunakan pendekatan
yang menenangkan Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku
pasien Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
prosedur Pahami prespektif pasien terhdap situasi stres Temani
pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut Berikan
informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis Dorong
keluarga untuk menemani anak Lakukan back / neck rub Dengarkan
dengan penuh perhatian Identifikasi tingkat kecemasan Bantu pasien
mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi Instruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi Barikan obat untuk mengurangi
kecemasan
DAFTAR PUSTAKACarpenito, Linda Jual. (1995). Rencana Asuhan
& Dokumentasi Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan).
PT EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah. Volume I (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga
University Press. SurabayaLong, Barbara C. (1996). Perawatan
Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.Soeparman. (1990). Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.Guyton, Arthur C, Fisiologi
manusia dan mekanisme penyakit, EGC Penerbit buku kedokteran,
Jakarta, 1987.
Johnson., Mass. 1997. Nursing Outcomes Classification, Availabel
on: www.Minurse.com, 28 Oktober 2009McCloskey, Joanne C,.
Bulecheck, Gloria M. 1996. Nursing Intervention Classsification
(NIC). Mosby, St. Louise.
NANDA, 2002. Nursing Diagnosis : Definition and Classification
(2001-2002), Philadelphia.