This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING 3BLOK ENDOKRIN DAN METABOLISME (ENDMET)SKENARIO 3: “BADANKU MAKIN TAK MENENTU”
Tutor:
dr. Wiwiek Fatchurohmah
Kelompok 14
1 G1A012011 Rizka Putri Pratiwi
2 G1A012022 Agustin Nurul F.
3 G1A012027 Agung Maulana R.
4 G1A012040 Dzicky Rifqi Fuady
5 G1A012042 Astri Dewi Wardhani
6 G1A012045 Sofiana Ulya Nuha
7 G1A012059 Yudith Anindita
8 G1A012078 Khoirunnisa Fajar I. P.
9 G1A012085 Yona Ajeng Triafatma
10 G1A012087 Iqbal Maulana Malik
11 G1A009067 Suci Nuryanti
JURUSAN KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERA SOEDIRMANPURWOKERTO
2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
“Badanku Makin Tak Menentu”
A. Info 1
Tn. A, 48 thn adalah seorang pengusaha Real Estate, datang ke klinik, dengan
leher terasa kakun yang dirasakan hilang timbul sejak 1 bulan terakhir. Karena
kesibukannya Tn.A baru sempat memeriksakan kesehatannya, Tn. A juga
mengaku jarang melakukan pemeriksaan sebelumnya. Sebagai pengusaha Tn.A
hampir setiap hari makan direstoran bersama rekan bisnisnya, Tn.A suka sekali
memakan makanan cepat saji, steak, dan masakan seafood. Tn.A juga
mengeluhkan berat badannya yang semakin meningkat, dan bertanya kepada anda
bagaimana tips menurunkan berat badan selain dengan olahraga, karena Tn.A
tidak punya waktu untuk berolah raga.
Pertanyaan :
1. Informasi atau masalah apakah yang dapatkan dan simpulkan dari kasus
tersebut ?
2. Buatlah kemungkinan hipotesis penyebab dari masalah tersebut
B. Info 2
KU : Baik
KS : Compos mentis
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 88x/menit
RR : 24x/menit
BB : 98 kg
TB : 168 cm
Lingkar pinggang : 108 cm
Status internus : dalam batas normal
2
C. Info 3
Dari pemeriksaan darah ditemukan hasil :
GDP : 110 mg/dl
TG : 315 mg/dl
HDL : 48 mg/dl
LDL : 200 mg/dl
Kolesterol total : 277 mg/dl
D. Info 4
Diagnosis : Obesitas klas I
Dislipidemia
E. Info 5
Tatalaksana
Non farmakologis :
1. Memperbaiki gaya hidup
2. Meningkatkan aktivitas fisik
3. Diet/ terapi nutrisi medis dengan pembatasan jumlah kalori dan
jumlah lemak
4. Kontrol teratur minimal setiap 3 bulan sekali
Farmakologi :
Lovastatin 1x10 mg
Diberikan jika terapi non farmakologis gagal ( tidak ada penurunan profil
lipid )
3
BAB II
PEMABAHSAN
A. Klasifikasi Istilah
1. Kaku Leher
Kaku adalah kondisi dengan beberapa sebab yang mengakibatkan
penurunan atau pengurangan gerak pada sendi dan otot. Sebabnya dapat
berupa cedera fisik/karena beberapa penyakit seperti reumatik.
B. Batasan Masalah
Anamnesis
1. Identitas Pasien
a. Nama : Tn. A
b. Usia : 48 tahun
2. Keluhan Utama : Leher terasa kaku
3. Onset KU : 1 bulan terakhir
4. Keluhan Penyerta : Berat badan semakin meningkat
5. Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada
6. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada
7. Riwayat Pribadi (Sosial, Ekonomi, Psikologi) :
a. Pengusaha Real Estate
b. Hampir setiap hari makan di restoran bersama rekan bisnisnya
c. Sukasekali memakan makanan cepat saji, steak, dan masakan seafood
C. Analisis Masalah
1. Profil lemak
2. Metabolisme lemak
3. Patofisiologi leher kaku dan penyakit terkait
4. Pengukuran Lingkar Perut
5. Hipotesis Sementara (Diagnosis Diferensial) dan Usulan Pemeriksaan
Fisik
6. Interpretasi Pemeriksaan Fisik
4
7. Eliminasi Hipotesis sementara atau DD
D. Menyusun Berbagai Penjelasan Mengenai Permasalahan yang Ada
1. Profil Lemak
Klasifikasi lipoprotein didasarkan pada densitas, ukuran dan
kandungan lipid protein serta pergerakan elelchoporesisnya. Semakin
besar rasio lipid/protein maka semakin besar ukurannya dan makin rendah
densitasnya. Terdapat lima kelas utama lipoprotein yaitu kilomikron, very
low density lipoprotein (VLDL), intermediate density lipoprotein (IDL),
low density lipoprotein (LDL) dan high density lipoprotein (HDL)
(Pusparini, 2006).
Kepustakaan lain memasukkan intermediate-density lipoprotein
(IDL), lipoprotein(a) & p(a) sebagai salah satu bagian klasifikasi jenis
lipoprotein (Rader and Hobbs, 2005).
2. Metabolisme Lemak
Ada 3 jalur metabolisme lemak, yaitu jalur metabolisme eksogen,
jalur metabolisme endogen, dan jalur metabolisme revers cholesterol
transport (RCT).
a. Jalur Metabolisme Eksogen
Jalur metabolism lemak eksogen adalah jalur metabolism
lemak yang berasal dari luar tubuh, seperti dari makanan, ataupun
kolesterol yang dieksresikan oleh enterosit di usus. Pada awalnya,
lemak eksogen tersebut akan dipecah menjadi trigliserid dan
kolesterol. Trigliserid akan berubah menjadi asam lemak bebas di usus
halus, dan akan kembali lagi menjadi trigliserid sedangkan kolesterol
akan mengalami esterifikasi menjadi kolesterol ester. Kemudian,
keduanya akan bergabung membentuk senyawa kompleks posfolipid
dan apolipoprotein menjadi lipoprotein. Lipoprotein ini lalu akan
berkembang menjadi kilomikron karena kompleks posfolipid dan
apolipoprotein yang telah ada di dalamnya. Kilomikron akan
memasuki aliran limfe dan masuk kealiran darah, lalu dihidrolisis oleh
enzim lipoprotein lipase (LPL) sehingga membentuk asam lemak
bebas (Sacher& McPherson, 2004).
5
Asam lemak bebas ini sebagian akan disimpan sebagai
cadangan makanan dan sisanya akan diambil oleh hepar. Kilomikron
yang kehilangan trigliseridanya ini akan menjadi kilomikron remnant
lalu akan mengalami esterifikasi lagi menjadi kolesterol ester yang
akan mengalami metabolisme di hepar menjadi kolesterol bebas.
Selanjutnya, kolesterol bebas ini akan dikeluarkan di usus, disimpan
di kantong empedu untuk selanjutnya menjadi asam empedu yang
dibuang di feses, serta ada lagi sebagian yang didistribusikan
keseluruh tubuh untuk menjalani jalu rmetabolisme endogen (Sacher&
McPherson, 2004).
Adapun secara singkat, berikut ini gambaran metabolism jalur
eksogen.
Gambar 1. Jalur metabolisme eksogen (Sacher& McPherson, 2004)
b. Jalur Metabolisme Endogen
Jalur metabolism endogen dimulai dari dihasilkannya lemak
yang didapat dari jalur metabolisme eksogen. Selanjutnya, lemak ini
akan disekresikan ke dalam sirkulasi darah, lalu dihidrolisis secara
bertahap oleh enzim LPL menjadi VLDL, lalu dihidrolisis lagi
6
menjadi apolipoprotein B100, lalu IDL, lalu LDL, yang mengandung
paling banyak kolesterol. LDL ini sebagian ada yang didistribusikan
ke hepar dan ke jaringan steroid ogenik dan sebagian lagi akan
mengalami oksidasi dan akan berikatan dengan reseptor scavenger-A
(SR-A) di makrofag sehingga difagosit dan menghasilkan foam cell.
Foam cell inilah yang akan menyebabkan timbulnya aterosklerosis
(Sacher& McPherson, 2004). Adapun secara singkat, berikut ini
gambaran metabolism jalur endogen.
Gambar 2. Jalurmetabolisme endogen (Sacher& McPherson, 2004)
c. Jalur Metabolisme Reverse Cholesterol Transport (RCT)
Jalur metabolisme RCT merupakan jalur metabolism
pembersihan plak-plak foam cell yang dilakukan oleh HDL,
khususnya yang diawali oleh HDL nascent. HDL akan mengambil
kolesterol dari makrofag foam cell di atas dan menjadi HDL dewasa
yang berbentuk bulat dan mengandung kolesterol bebas. Selanjutnya,
akan terjadi esterifikasi oleh enzim (Lechitin Cholesterol
Acyltransferase) menjadi kolesterol ester. Lalu, sebagian akan dibawa
ke hepar membentuk scavenger receptor class B type 1 (SR-B1) dan
7
sebagian akan ditukarkan dengan trigliserida dari VLDL dan IDL
membentuk Cholesterol Ester Transfer Protein (CETP) (Sacher&
McPherson, 2004). Adapun secara singkat, berikut ini gambaran
metabolism jalur RCT.
Gambar 3. Jalur metabolism RCT (Sacher& McPherson, 2004)
3. Patofisiologi Leher Kaku dan Penyakit Terkait
Trigliserida merupakan lemak dalam darah, yang merupakan hasil
uraian tubuh pada makanan yang mengandung lemak dan kolesterol,
yang telah dikonsumsi dan masuk ke tubuh serta juga dibentuk di hati.
Dalam jumlah yang normal (tidak lebih dari 150 mg/dl), ia berfungsi
sebagai partikel yang mengangkat lemak dalam tubuh.
Ketika berlebih, otomatis menghambat kelancaran peredaran darah,
karena bersifat viskositas (kental) itu tadi. Akibatnya, kita akan merasa
kaku di daerah leher atau jari-jari tangan. Efek jangka panjangnya,
menimbulkan penyakit jantung, diabetes dan ginjal (Manggia, 2012).
8
Beberapa penyakit dengan gejala kaku leher:
a. Hipertensi
b. Dislipidemia
c. Obesitas
4. Pengukuran Lingkar Perut
Cara Pengukuran Lingkar Perut:
a. Jelaskan pada responden tujuan pengukuran lingkar perut dan
tindakan apa saja yang akan dilakukan dalam pengukuran.
b. Untuk pengukuran ini responden diminta dengan cara yang santun
untuk membuka pakaian bagian atas atau menyingkapkan pakaian
bagian atas dan raba tulang rusuk terakhir responden untuk
menetapkan titik pengukuran.
c. Tetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah.
d. Tetapkan titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul.
e. Tetapkan titik tengah di antara di antara titik tulang rusuk terakhir titik
ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul dan tandai titik tengah
tersebut dengan alat tulis.
f. Minta responden untuk berdiri tegak dan bernafas dengan normal
(ekspirasi normal).
g. Lakukan pengukuran lingkar perut dimulai/diambil dari titik tengah
kemudian secara sejajar horizontal melingkari pinggang dan perut
kembali menuju titik tengah diawal pengukuran.
h. Apabila responden mempunyai perut yang gendut ke bawah,
pengukuran mengambil bagian yang paling buncit lalu berakhir pada
titik tengah tersebut lagi.
i. Pita pengukur tidak boleh melipat dan ukur lingkar pinggang
mendekati angka 0,1 cm ( Departemen Kesehatan RI, 2007).
5. Hipotesis Sementara (Diagnosis Diferensial) dan Usulan Pemeriksaan
Fisik
a. Sindrom Metabolik
Dari pemeriksaan fisik, memang sangat sulit untuk
membedakan sindrom metabolic dengan penyakit lainnya karena
9
secara fisik, sindroma metabolik ditandai dengan obesitas dan ukuran
lingkar pinggang lebih dari 90 cm pada pria dan lebih dari 80 cm pada
wanita. Adapun diagnosis ini dapat ditegakkan apabila ditemukan
kenaikan kadar trigliserida, penurunan HDL-C, kenaikan gula darah
puasa dan hipertensi (Hartono, 2006).
b. Obesitas
Obesitas adalah suatu keadaan dimana ditemukan adanya
kelebihan lemak dalam tubuh. Obesitas ditentukan dengan indeks
massa tubuh (IMT), secara umum IMT >25 dapat dikatakan menderita
obesitas. Selain itu juga dapat dengan pengukuran lingkar pinggang,
dimana untuk pria > 90 cm dan wanita > 80 cm.
c. Cushing Sindrom
Penyakit Cushing bisa menjadi salah satu hipotesis atau
diagnosis banding penyakit yang diderita pasien karena adanya
obesitas. Adapun hasil pemeriksaan fisik yang akan membantu
penegakkan diagnosis penyakit ini antara lain adalah sebagai berikut
(Davey, 2005):
1) Rambut menipis
2) Moon face
3) Jerawat
4) Hirsutisme
5) Buffalo hump
6) Hipertensi
7) Obesitas
8) Ulkuspeptikum
9) Strieungu di abdomen
10) Miopatiproksimal
11) Kulit tipis
d. Dislipidemia
6. Interpretasi Pemeriksaan Fisik
KU : Baik
10
KS : Compos mentis Kesadaran penuh
TD : 120/70 mmHg Normal
Nadi : 88x/menit Normal
RR : 24x/menit Meningkat
BB : 98 kg
TB : 168 cm IMT/BMI = 34,72 Meningkat
Lingkar pinggang : 108 cm Meningkat
Status internus : dalam batas normal
7. Eliminasi Hipotesis Sementara (DD)
a. Eliminasi Diagnosis Cushing Sindrom
Dari hasil pemeriksaan fisik, tidak ditemukan beberapa kriteria
penegakkan diagnosis dari cushing sindrom seperti moon face, buffalo
hump, rambut menipis, dan hirsutisme.
E. Merumuskan Tujuan Belajar
1. Penjelasan sekilas mengenai Obesitas, Dislipidemia, Sindrom Metabolik
dan usulan pemeriksaan laboratorium serta penunjang
2. Interpretasi Hasil Laboratorium
3. Penentuan diagnosis
4. Definisi
5. Epidemiologi
6. Etiologi
7. Klasifikasi
8. Patogenesis
9. Patofisiologi
10. Komplikasi
11. Faktor Resiko
12. Tata Laksana
13. Prognosis
F. Belajar Mandiri
Sudah dilaksanakan
11
G. Menarik atau Mengambil Informasi yang Dibutuhkan
1. Penjelasan sekilas mengenai Obesitas, Dislipidemia, Sindrom Metabolik
dan usulan pemeriksaan laboratorium serta penunjang
a. Obesitas
Obesitas berasal dari kata ob (akibat dari) dan esum (makanan),
yang berarti obesitas merupakan akibat dari makanan. Obesitas adalah
suatu keadaan dimana ditemukan adanya kelebihan lemak dalam tubuh.
Obesitas ditentukan dengan indeks massa tubuh (IMT), secara umum
IMT >25 dapat dikatakan menderita obesitas.
b. Dislipidemia
Dislipidemia membutuhkan penanda khas berupa peningkatan
kolesterol total, LDL, dan trigliserid, tetapi dengan penurunan HDL
(Sugondo& Purnamasari, 2009).
c. Sindrom Metabolik
Pandemi sindrom metabolik berkembang seiring prevalensi
obesitas yang terjadi pada populasi Asia. Kategori IMT obesitas > 25
lebih cocok untuk diterapkan pada orang Indonesia. Prevalensi sindrom
metabolik adalah 13,13%. Prevalensi sindrom metabolik menggunakan
kriteria National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel
III dengan modifikasi Asia, terdapat pada 25,7% pria dan 25% wanita
(Soegondo, 2006).
2. Interpretasi Hasil Laboratorium
Dari pemeriksaan darah ditemukan hasil :
GDP : 110 mg/dl Normal
TG : 315 mg/dl Meningkat
HDL : 48 mg/dl Normal
LDL : 200 mg/dl Meningkat
Kolesterol total : 277 mg/dl Meningkat
3. Penentuan diagnosis
Obesitas dengan dislipidemia merupakan diagnois yang kami
anggap paling sesuai berdasarkan dapat berkaitan dengan hasil
laboratorium yaitu peningkatan TG, LDL, dan kolesterol total serta dari
12
hasil pemeriksaan fisik (IMT dan lingkar pinggang) yang melebihi batas
normal.
4. Definisi
Obesitas berasal dari kata ob (akibat dari) dan esum (makanan),
yang berarti obesitas merupakan akibat dari makanan. Obesitas adalah
suatu keadaan dimana ditemukan adanya kelebihan lemak dalam tubuh.
Obesitas ditentukan dengan indeks massa tubuh (IMT), secara umum
IMT >25 dapat dikatakan menderita obesitas.
Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu
makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor
biologik spesifik. Secara fisiologis obesitas didefinisikan sebagai suatu
keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di
jaringan adiposa sehingga dapat menganggu kesehatan (Sugondo, 2006).
5. Epidemiologi
Obesitas didefinisikan sebagai kelebihan kandungan lemak di
jaringan adiposa; batas untuk obesitas umumnya adalah kelebihan berat
lebih dari 20% berat standar normal (Sherwood, 2012). Menurut World
Health Organization (WHO), pada tahun 1995 ada sekitar 200 juta orang
dewasa gemuk di seluruh dunia dan 18 juta lainnya adalah balita yang
diklasifikasikan sebagai kelebihan berat badan. Pada tahun 2000, jumlah
orang dewasa obesitas telah meningkat menjadi lebih dari 300 juta.
Bertentangan dengan kebijaksanaan konvensional, epidemi obesitas tidak
terbatas pada masyarakat industri. Pada negara-negara yang sedang
berkembang, diperkirakan bahwa lebih dari 115 juta orang menderita
obesitas (WHO, 2003).
13
Di Amerika Serikat, saat ini lebih dari dua pertiga orang dewasa
secara klinis mengalami kelebihan berat, dengan sepertiganya digolongkan
mengalami obesitas. Yang mempermarah keadaan, obesitas ini cenderung
untuk terus meningkat. Jumlah orang dewasa dengan obesitas di Amerika
Serikat kini 75% jauh lebih banyak daripada 15 tahun yang lalu.
(Sherwood, 2012). Sedangkan di Indonesia sendiri angka obesitas juga
terus meningkat dari tahun ke tahun. Data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan prevalensi obesitas dan gizi lebih
pada penduduk usia 15 tahun keatas secara nasional adalah 19,1%.
(Suryaputra, 2012).
Fenomena gizi lebih merupakan ancaman yang serius karena
terjadi di berbagai strata ekonomi, pendidikan, desa-kota, dan lain
sebagainya. Hal ini diketahui berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010,
14% balita termasuk gizi lebih, di mana besarannya hampir sama dengan
balita kurus. Pada kelompok usia di atas 15 tahun, prevalensi obesitas
sudah mencapai 19,1%. Analisis lebih lanjut menunjukkan tidak terdapat
perbedaan prevalensi balita gizi lebih pada keluarga yang termiskin
14
(13.7%) dengan keluarga terkaya (14.0%). Demikian pula tidak terdapat
perbedaan menurut kelompok umur anak, jenis kelamin, dan pendidikan
orang tua (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2007).
Dengan menggunakan data dari Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT), analisis data dari 20.137 orang dewasa dilakukan, terdiri dari
9.390 pria dan 10.747 wanita dari daerah perkotaan dan pedesaan. Studi ini
menemukan bahwa prevalensi kelebihan berat badan adalah 7,2% di antara
laki-laki dan 10,4% di kalangan perempuan. Prevalensi kelebihan berat
badan lebih tinggi di perkotaan (10,8%) daripada di pedesaan (7,5%).
Prevalensi obesitas pada wanita lebih dari dua kali (13,3%) dibandingkan
dengan pria (5,3%), lebih tinggi di daerah perkotaan (12,8%) dibandingkan
daerah pedesaan (7,1%). Puncak kelebihan berat badan dan obesitas
ditemukan pada rentang usia 45-49 tahun. Sebagai kesimpulan, prevalensi
overweight dan obesitas lebih tinggi di kedua aspek, pada wanita
dibandingkan pria dan di daerah perkotaan daripada di daerah pedesaan
(Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2010).
6. Etiologi
Penyebab obesitas antara lain adalah masukan makanan yang
meningkat tajam. Makanan tidak sehat (junk food) yang banyak tersedia
dan enak rasanya dapat memicu timbulnya obesitas.Selain itu ketidak
seimbangan asupan makanan dengan kurangnya aktivitas fisik baik dalam
bekerja maupun bermain dapat menimbulkan obesitas.
7. Klasifikasi
Klasifikasi Obesitas Berdasarkan IMT/BMI dan Lingkar Perut
a. Menurut WHO technical series, 2000
Klasifikasi IMT (kg/m2)
Berat Badan Kurang < 18,5 Kisaran Normal 18,5 – 24, 9
Berat Badan Lebih > 25
Pre Obes 25,0 – 29,9
Obes Tingkat I 30,0 – 344,9
Obes Tingkat II 35,0 – 39,9
15
Obes Tingkat III > 40
b. Menurut WHO/IPR/IASO/IOTF, 2000
Kriteria Asia Pasifik
Klasifikasi IMT (kg/m2) Risiko Ko-MorbiditasLingkar Perut< 90 cm (L) ≥ 90 cm (L)< 80 cm (P) ≥ 80 cm (P)
Berat Badan Kurang
< 18, 5 Rendah (risiko meningkat pada masalah klinis lain)
Sedang
Kisaran Normal
18,5 – 22,9 Sedang Meningkat
Berat Badan Lebih
≥ 23,0
Berisiko 23,0 – 24,9 Meningkat ModeratObes I 25,0 – 29,9 Moderat BeratObes II ≥ 30,0 Berat Sangat Berat
Keterangan : L = Laki-laki, P = Perempuan (Sugondo, 2009)
as2010/Laporan_riskesdas_2010.pdf (Diakses pada 20 Oktober 2013).
Davey, P. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga
David C. Sabiston, Jr.,M.D. 1995. Sabiston Buku Ajar Bedah. Jakarta: GC. P. 367-373.
Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Pengukuran dan Pemeriksaan dapat diunduh dihttp://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/download/PedomanPengukuran.pdf (diakses pada tanggal 20 Oktober 2013 pukul 10.50 WIB)
Desky, Bustanil Rasyid. 2011. Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Obesitas Lansia Di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas PB Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011. Available at : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/28147 (diakses tanggal 18 Oktober 2013)
Gotto, AM. 2001. Contemporery Diagnosis And Management Of Lipid Disorders.
Pennsylvania, USA: Handbooks in Healthcare Compnay
Hamilton, R. J. 2013. Tarascon Pharmacopoeia 2013 Professional Desk
Reference Edition. Burlington: Jones & Barlett Learning
Hartono, A. 2006. TerapiGizidan Diet RumahSakit.Edisi 2. Jakarta:
Soegih, Rachmad, Kunkun K. Wiramihardja. 2009. Obesitas: Permasalahan dan
Terapi Praktis. Jakarta: Sagung Seto.
Sugondo, Sidartawan,dan Dyah Purnamasari. Sindrom Metabolik. Dalam IPD
FKUI. Jakarta: Badan Penerbit FKUI
Sugondo, Sidartawan. 2009. Obesitas. Dalam IPD FKUI. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI
Suryaputra, Kartika., dan Nadhiroh, Siti Rahayu. 2012.
“Perbedaan Pola Makan dan Aktivitas Fisik Antara Remaja
Obesitas dengan Non Obesitas”, Makara Kesehatan, Vol. 16,
No. 1: 45-50.
Tandra, H. 2007. SegalaSesuatuygHakTentang: Diabetes. Jakarta: Gramedia
Upfal, J. 2006. Australian Drug Guide. Melbourne: Schwartz Publishing
Wadden, Thomas. 2011. The Treatment of Obesity. Available at : http://www.cognitivetherapynyc.com/pdf/wadden2.pdf diakases pada tanggal 19 Oktober 2013.
Wolinsky. 1994. Nutrition in Exercise and Sport Second Edition. London: CRC
Press.
World Health Organization. 2003. “Controlling The Global Obesity Epidemic.”
http://www.who.int/nutrition/topics/obesity/en/ (Diakses pada 20 Oktober