This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Laporan PBL
Sistem Emergensi dan Traumatologi
MODUL 1
KESADARAN MENURUN
Oleh:
1. MUHAMMAD RIFAT C111 06 136
2. NUR AISYAH C111 08 195
3. ANNEKE HOLLY C111 09 004
4. NURUL REZKI FITRIANI AZIS C111 09 109
5. REYNALDO MAILOA C111 09 131
6. HARDIANTY MAULIDINA HARUN C111 09 151
7. YURITSA LEONARD LIONG C111 09 267
8. CAHYADI PANGEMANAN C111 09 287
9. ZULKARNAEN HASYIM C111 09 306
10. ANGELA MICHELLE C111 09 326
11. FAHMI AWALUDDIN C111 09 344
12. IRA ANASTASYA C111 09 363
13. NUR RAISYAH ULFAH C111 09 382
14. FADLIA N. C111 09 406
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2012
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena
rahmat dan hidayahNya sehingga laporan PBL modul I “ Kesadaran Menurun” sistem trauma dan
emergensi ini dapat disusun sebagimana mestinya.
Penyusunan laporan ini dimaksudkan sebagai salah satu tugas pascatutorial sistem trauma dan
emergensi dengan tujuan agar kami mencapai kompetisi minimal yang diharapkan.
Laporan ini tentu saja jauh dari kesempurnaan. Karena itu, penulis sangat mengharapkan saran
dan kritik demi penyempurnaan dan perbaikan laporan ini.
Akhirnya, kepada seluruh pihak yang turut memberikan bantuan dalam terwujudnya laporan ini,
tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih.
Mudah-mudahan, laporan ini dapat bermanfaat bagi kegiatan pembelajaran lebih lanjut dan
dapat membantu mahasiswa lain dalam memecahkan masalah-masalah trauma dan emergesi.
Makassar, Februari 2012
Kelompok 3
BAB I
Skenario
Perempuan 21 tahun dibawa ke Puskesmas dalam keadaan tidak sadar. Setelah diletakkan di tempat
tidur dan diperiksa, penderita tidak memberi respon dan tetap mendengkur dengan irama napas 40
kali/menit. Muka kelihatan pucat, nadi radial tidak teraba. Ditemukan jejas pada daerah pelipis kanan,
bahu kanan, dan perut kiri bawah. Dari beberapa orang yang mengantar tidak satupun yang tinggal dan
dapat memberi keterangan tentang keadaan dan apa yang terjadi pada penderita tersebut.
Kata sulit
Mendengkur (snoring) adalah suara bising yang disebabkan oleh aliran udara melalui sumbatan parsial
saluran nafas pada bagian belakang hidung dan mulut yang terjadi saat tidur. Sumbatan terjadi akibat
kegagalan otot-otot dilator saluran nafas atas melakukan stabilisasi jalan nafas pada saat tidur.
Kata Kunci
– Perempuan 21 tahun
– Tidak sadar
– Tidak merespon
– Mendengkur
– Irama napas 40x per menit
– Muka pucat
– Nadi radial tidak teraba
– Jejas pada pelipis kanan, bahu kanan,perut
kiri bawah
Pertanyaan
1. Jelaskan definisi, tingkat-tingkat kesadaran, mekanisme penurunan kesadaran dan penyebab
penurunan kesadaran!
2. Jelaskan mekanisme terjadinya pucat pada pasien dan nadi radial tidak teraba!
3. Apa yang menyebabkan pasien mendengkur dengan irama napas 40x/menit?
4. Jelaskan hubungan jejas yang terjadi pada pasien dengan manifestasi klinis!
5. Apa penanganan awal pada pasien dengan kesadaran menurun!
6. Apa diagnosis banding berdasarkan scenario?
7. Apa pemeriksaan penunjang untuk pasien dengan penurunan kesadaran?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kesadaran adalah
Tingkat-tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap
rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :
Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.
Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak,
berhalusinasi, kadang berhayal.
Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi
jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan
apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon
pupil terhadap cahaya).
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam
lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah
ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.
Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem
aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan
peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian). Jadi sangat penting dalam
mengukur status neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu
bagian dari vital sign.
Mekanisme penurunan kesadaran
Kesadaran menurun terjadi ketika terdapat gangguan pada ARAS (ascending reticular activating
system) yang merupakan susunan penggalak kewaspadaan atau gangguan pada korteks serebri
yang merupakan pengolah kesadaran. Contoh gangguan ARAS antara lain tumor otak, abses,
perdarahan intracranial. Lesi massa ini dapat menekan batang otak yang menyebabkan herniasi
yang dapat menekan ARAS dan mengakibatkan penurunan kesadaran. Gangguan fungsi korteks
serebri dapat diakibatkan oleh gangguan metabolisme neuron di SSP atau gangguan suplai
oksigen dan glukosa ke otak sehingga sel neuron tak berfungsi optimal. Contoh penyebab
gangguan fungsi korteks serebri antara lain: Epilepsi, hipoksia , keracunan, penyakit metabolik,
hipotensi, dan alkohol.
Penyebab penurunan kesadaran
Penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat
menurun ketika otak mengalami kekurangan oksigen (hipoksia); kekurangan aliran darah
(seperti pada keadaan syok); penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma ketoasidosis) ;
pada keadaan hipo atau hipernatremia ; dehidrasi; asidosis, alkalosis; pengaruh obat-obatan,
2. Mekanisme pucat: Kekurangan suplai darah pada kulit yang menyebabkan terhambatnya laju
metabolisme untuk pembentukan panas tubuh.
Trauma perdarahan hipovolemik autoregulasi (simpatetik) vasokontriksi di semua
pembuluh darah perifer karena darah di supply diutamakan ke otak dan jantung tidak terjadi
aliran darah ke pembuluh darah perifer kulit pucat
Mekanisme nadi radial tidak teraba:
Secara normal, jantung memompakan darah ke seluruh tubuh. Apabila terjadi syok, maka
sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok tersebut, khususnya pada syok
hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan
vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat peningkatan pelepasan
norepinefrin dan penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur oleh baroreseptor di arcus
caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga
berespon dengan mengalirkan darah ke otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi
kulit, otot, dan traktus gastrointestinal. Dengan berkurangnya aliran darah perifer maka nadi
radial bias saja tidak teraba.
3. Penyebab pasien mendengkur: adanya turbulensi aliran udara pada saluran nafas atas akibat
sumbatan.
Penyebab irama napas 40x per menit: kompensasi tubuh akibat kegagalan respirasi.
4. Hubungan jejas yang terjadi pada pasien dengan menifestasi klinis:
Jejas dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, salah satunya adalah trauma. Fungsi sel normal
memerlukan keseimbangan antara kebutuhan fisiologik serta keterbatasan struktur-struktur sel
dan kemampuan metabolic. Hasilnya adalah keadaan yang terus seimbang atau homeostasis.
Keadaan fungsional sel akan berubah ketika bereaksi terhadap stress yang ringan untuk
mempertahankan keadaan yang seimbang. Perubahan inilah yang disebut dengan adaptasi sel.
Peningkatan kemampuan adaptif sel ini menimbulkan jejas sel. (Robbins, 2009).
Inflamasi adalah reaksi vascular yang menimbulkan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut,
dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstisial di daerah cidera atau nekrosis.
(Wilson, 2005). Inflamasi ini terbagi atas 2, yaitu: inflamasi akut dan inflamasi kronik. Pada
kasus berdasarkan skenariom inflamasi yang terjadi adalah inflamasi akut. Inflamasi akut
adalah onset yang dini (dalam hitungan detik hingga menit), durasi yang pendek (dalam
hitungan menit hingga hari) dengan melibatkan proses eksudasi cairan (edema) dan emigrasi sel
polimorfonuklear (neutrofil). (Robbins, 2009). Pada inflamasi terjadi 5 proses, dimana
kesemuanya berhubungan dengan pembuluh darah, saraf, dan jaringan yang mengalami trauma.
Pada pembuluh darah terjadi perubahan berupa rubor dan kalor, dimana pembuluh darah akan
berdilatasi kemudian aliran darah akan di tingkatkan ke tempat yang mengalami inflamasi
sehingga, aliran darah tepi akan menjadi berkurang. Apabila trauma yang terjadi adalah trauma
yang berat dan menimbulkan robekan pada pembuluh darah seperti pada kepala, maka darah
yang di alirkan ke tempat trauma tersebut akan merembes keluar dari pembuluh darah sehingga
dapat menimbulkan peningkatan tekanan intracranial dan mengakibatkan terjadinya syok
dengan tanda-tanda nadi perifer dapat tidak teraba, tubuh menjadi dingin, pernapasan mejadi
cepat, kulit menjadi pucat. Kesemuanya tanda tersebut merupakan kompensasi tubuh.
5. Penanganan awal pasien dengan kesadaran menurun:
- Airway
- Breathing
- Circulation
- Disability
- Exposure/Environment
6. Diagnosis banding:
- Fraktur cervical
- Trauma abdomen
- Trauma capitis
7. Pemeriksaan penunjang untuk pasien dengan kesadaran menurun:
a. AnamnesisDalam kasus gangguan kesadaran, auto-anamnesis masih dapat dilakukan bila gangguan kesadaran masih bersifat “ringan”, pasien masih dapat menjawab pertanyaan. Hasil auto-anamesis ini dapat dimanfaatkan untuk menetapkan adanya gangguan kesadaran yang bersifat psikiatrik-termasuk sindrom otak organik atau gangguan kesadaran yang bersifat neurologik (dinyatakan secara kualitatif maupun kuantitatif ke dalam GCS). Namun
demikian arti klinis dari anamnesis perlu dicari dari dengan hetero-anamnesis, yaitu anamnesis terhadap pengantar dan atau keluarganya. Berbagai hal yang perlu ditanyakan pada saat anamnesis adalah sebagai berikut :
i. Penyakit yang pernah diderita sebelum terjadinya gangguan kesadaran misalnya diabetes melitus, hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, epilepsi, adiksi obat tertentu.
ii. Keluhan pasien sebelum terjadinya gangguan kesadaran, antara lain nyeri kepala yang mendadak atau sudah lama, perasaan pusing berputar, mual dan muntah, penglihatan ganda, kejang, kelumpuhan anggota gerak.
iii.Obat-obat yang diminum secara rutin oleh pasien, misalnya obat penenang, obat tidur, antikoagulansia, obat antidiabetes (dapat dalam bentuk injeksi), antihipertensi.
iv. Apakah gangguan kesadaran terjadi secara bertahap atau mendadak, apakah disertai gejala lain/ikutan?
v. Apakah ada inkontinensi urin dan/atau alvi?vi. Apakah dijumpai surat tertentu (misalnya “perpisahan”)?
b. Pemeriksaan Fisik (status internus)Pada pemeriksaan ini hendaknya diperhatikan hal-hal yang biasanya dilakukan oleh setiap dokter, dengan memperhatikan sistematika dan ketelitian, sebagai berikut :i. Nadi, meliputi frekuensi, isi, dan irama denyutii. Tekanan darah, diukur pada lengan kanan dan lengan kiri, perhatikanlah apakan
tensimeter masih berfungsi dengan baik.iii. Suhu tubuh, pada umumnya termometer dipasang di ketiak, bila perlu diperiksa secara
rektal.iv. Respirasi, meliputi frekuensi, keteraturan, kedalaman, dan bau pernapasan (aseton,
amonia, alkohol, bahan kimia tertentu, dll.)v. Kulit, meliputi turgor, warna dan permukaan kulit (dehidrasi, ikterus, sianosis, bekas
suntikan, luka karena trauma, dll).vi. Kepala, apakah ada luka dan fraktur.vii. Konjungtiva, apakah normal, pucat, atau ada perdarahan.viii. Mukosa mulut dan bibir, apakah ada perdarahan, perubahan warna.ix. Telinga, apakah keluar cairan bening, keruh, darah, termasuk bau cairan perlu
diperhatikan.x. Hidung, apakah ada darah dan atau cairan yang keluar dari hidung.xi. Orbita, apakah ada brill hematoma, trauma pada bulbus okuli, kelainan pasangan bola
mata (paresis N III, IV, VI), pupil, celah palpebra, ptosis.xii. Leher, apakah ada fraktur vertebra, bila yakin tidak ada fraktur maka diperiksa apakah
ada kaku kuduk.xiii. Dada, pemeriksaan fungsi jantung dan paru secara sistematik dan teliti.xiv. Perut, meliputi pemeriksaan hati, limpa, ada distensi atau tidak, suara peristaltik usus,
nyeri tekan di daerah tertentu.
c. Pemeriksaan neurologikDi samping pemeriksaan neurologik yang rutin, maka terdapat beberapa pemeriksaan neurologik khusus yang harus dilakukan oleh setiap pemeriksa. Pemeriksaan khusus tadi meliputi pemeriksaan kesadaran dengan menggunakan GCS dan pemeriksaan untuk menetapkan letak proses patologik di batang otak.1) Pemeriksaan dengan menggunakan GCS
GLASGOW COMA SCALE
PEMERIKSAAN AKTIVITAS PASIEN NILAI
Membuka Mata
Membuka mata spontan 4
Membuka mata atas perintah 3
Membuka mata bila dirangsang nyeri 2
Tidak membuka mata bila dirangsang nyeri 1
Berbicara
Orientasi waktu, tempat, dan perorangan baik 5
Kalimat dan kata baik, tetapi isi percakapan tidak jelas 4
Kata baik, tetapi kalimat tidak jelas maknanya 3
Makna kata tidak dapat dimengerti 2
Tidak keluar kata (bedakan dengan afasia) 1
Gerakan Motorik
Gerakan mengikuti perintah 6
Dapat menunjuk lokasi (localizes) 5
Menarik lengan/tungkai, hanya gerakan reduksi 4
Gerakan fleksi 3
Responsi ekstensor 2
Tidak ada gerakan 1
2) Pemeriksaan untuk menetapkan letak proses patologik di batang otaka. Observasi umum, meliputi :
1. Gerakan otomatik, misalnya menelan, menguap, membasahi bibir2. Adanya gerakan otomatik ini menunjukkan bahwa fungsi nukleus di batang otak
masih baik, hal ini berarti bahwa prognosis relatif baik.3. Adanya kejat mioklonik multifokal dan berulang kali, gejala ini biasanya
disebabkan oleh gangguan metabolisme sel hemisfer otak.4. Letak lengan dan tungkai; bila lengan dan tungkai dalam posisi fleksi maka hal ini
berarti gangguan terletak di hemisfer otak. Bila kedua lengan dan tungkai dalam
keadaan ekstensi (rigiditas deserebrasi) maka ini menunjukkan adanya gangguan di batang otak dan keadaan ini sangat serius.
b. Pengamatan pola pernapasan1. Bentuk Cheyne-Stokes atau periodic breathing
i. Pola pernapasan seperti ini disebabkan oleh proses patologik di hemisfer dan / atau batang otak bagian atas.
2. Central neurogenic breathing (pernapasan Kussmauk / Biot)i. Pola pernapasan seperti disebabkan oleh proses patologik di tegmentum (batas
antara mesensefalon dan pons)ii. Letak proses ini lebih kaudal bila dibandingkan dengan proses patologik yang
menimbulkan pola pernapasan Cheyne-Stokes3. Pernapasan apneustik : inspirasi dalam kemudian diikuti berhentinya napas pasca-
ekspirasi4. Pernapasan ataksik : pernapasan yang cepat, dangkal, dan tak teratur.
i. Pola pernapasan seperti ini biasanya tampak ketika formasio retikularis bagian dorsomedial medula oblongata terganggu
ii. Pola pernapasan seperti ini sering tampak pada tahap agonal, sehingga dianggap sebagai tanda menjelang kematian
c. Kelainan pupil1. Pemeriksaan pupil terutama pada pasien koma sama nilainya dengan pemeriksaan
tanda vital lainnya2. Bila pupil tampak sangat kecil (pin point) maka diperlukan kaca pembesar3. Sebelum diperiksa dengan teliti, maka mata jangan ditetesi midriatikum4. Yang harus diperiksa meliputi :
i. Besar/lebar pupilii. Perbandingan lebar pupil kanan dan kiriiii.Bentuk pupiliv. Refleks pupil terhadap cahaya dan konvergensiv. Reaksi konsensual pupil
d. Gerak dan / atau kedudukan bola mata1. Deviasi konjugat
i. Kedua bola mata melirik ke samping, ke arah hemisfer yang tergangguii. Ukuran dan bentuk pupil normaliii.Refleks cahaya positifiv. Bila gangguan pada area 8 lobus frontalis
2. Proses di talamusi. Kedua bola mata melirik ke hidungii. Pasien tidak dapat menggerakkan kedua bola mata ke atasiii.Pupil kecil dan refleks cahaya negatif
3. Proses di ponsi. Kedua bola mata berada di tengah
ii. Bila kepala pasien digerakkan ke samping maka tidak terlihat gerakan bola mata ke samping (dolls eye manuever yang abnormal)
iii.Pupil sangat kecil, reaksi terhadap cahaya positif (dilihat dengan kaca pembesar)
iv. Kadang tampak adanya ocular bobbing4. Proses di serebelum
i. Pasien tidak dapat melihat ke sampingii. Pupil normal (bentuk dan reaksi terhadap cahaya)
e. Refleks sefalik batang otak1. Refleks pupil (mesensefalon)
i. Refleks cahaya, refleks konsensual, dan refleks konvergensiii. Pada pasien koma hanya dapat diperiksa refleks cahaya dan konvergensiiii.Bila refleks cahaya terganggu berarti ada gangguan di mesensefalon (bagian
atas batang otak)2. Doll’s eye manuever
i. Bila kepala pasien digerakkan ke samping maka bola mata akan bergerak ke arah yang berlawanan
ii. Refleks negatif bila ada gangguan di pons4. Refleks okulo-auditorik
i. Bila telinga pasien dirangsang dengan suara yang keras maka pasien akan menutup matanya (auditory blink reflex)
5. Refleks okulovestibular (pons)i. Bila meatus akustikus eksternus dirangsang dengan air panas (44°C) maka akan terjadi
gerakan bola mata cepat ke arah telinga yang dirangsang.ii. Bila tes kalori ini negatif berarti ada gangguan di pons.
6. Refleks korneai. Bila kornea digores dengan kapas halus maka akan terjadi penutupan kelopak mata.
7. Refleks muntah (medula oblongata)i. Dinding belakang faring dirangsang dengan spatel maka akan terjadi refleks muntah.
f.Reaksi terhadap rangsang nyeri1. Tekanan di atas orbita, jaringan di bawah kuku jari tangan, atau tekanan pada sternum2. Reaksi yang dapat dilihat :
i. Gerakan abduksi, seakan-akan pasien menghalau rangsangan; ini menandakan bahwa masih terdapat fungsi hemisfer (high level function)
ii. Gerakan adduksi, seakan-akan pasien menjauhi rangsangan (withdrawal); ini berarti bahwa masih terdapat fungsi tingkat bawah.
iii.Gerakan fleksi lengan dan tungkai; ini berarti bahwa terdapat gangguan di hemisferiv. Kedua lengan dan tungkai mengambil posisi ekstensi (rigiditas deserebrasi); hal ini berarti
bahwa terdapat gangguan di batang otak.g. Fungsi traktus piramidalis
1. Traktus piramidalis merupakan saluran saraf terpanjang dan karena itu amat sering terganggu pada suatu kerusakan struktural susunan saraf pusat.
2. Bila tidak dijumpai gangguan traktus piramidalis maka kita harus mencari penyebab koma ke arah gangguan metabolik
3. Gangguan traktus piramidalis dapat diketahui dari :i. Kelumpuhan
• Dengan rangsangan nyeri, ada gerakan lengan/tungkai atau tidak• Menempatkan lengan/tungkai dalam kedudukan sulit• Menjatuhkan lengan/tungkai dan membandingkan lengan/tungkai kanan dan kiri;
ekstremitas yang lumpuh akan jatuh lebih cepat dan lebih beratii. Refleks tendon
• Pada tahap akut di sisi kontralateral lesi akan terjadi penurunan refleks• Pada tahap pasca-akut di sisi kontralateral lesi muncul peningkatan refleks
iii.Refleks patologik• Dijumpai refleks patologik di sisi kontralateral lesi, di tangan maupun kaki
iv. Tonus• Pada tahap akut di sisi kontralateral lesi dijumpai penurunan tonus• Pada tahap pasca-akut di sisi kontralateral lesi dijumpai peningkatan tonus
g. Pemeriksaan laboratorium1) Darah
a. Yang harus diperiksa adalah jumlah lekosit dan diferensiasinya, kadar hemoglobin, hematokrit, fungsi hati, fungsi ginjal, elektrolit, kadar gula darah, faal hemostatik
b. Berdasarkan temuan klinik dan laboratorik dapat dipertimbangkan pemeriksaan darah yang lebih khusus atau relevan dengan situasinya
2) Cairan serebrospinala. Bila ada indikasi yang kuat diperlukan pemeriksaan cairan serebrospinal (dengan
sendirinya juga mengingat kontraindikasi punksi lumbal)
h. Pemeriksaan dengan alat1) Oftalmoskop ; untuk pemeriksaan funduskopi, meliputi kemungkinan adanya edema papil,
edema retina, arteriosklerosis / fenomenon silang, perdarahan retina, tuberkel retina.2) Elektroensefalografi ; bila keadaan memungkinkan dan memang ada indikasi kuat untuk
pemeriksaan EEG.3) Ekhoensefalografi ; untuk mengetahui ada / tidak adanya pendorongan garis tengah karena
adanya perdarahan atau tumor.4) CT Scan atau MRI ; melihat kelainan struktur otak.5) Arteriografi ; pada kasus kemungkinan malformasi arteriovenosa maka arteriografi akan
sangat bermanfaat.
INFORMASI TAMBAHAN
Fisiologi Kesadaran
Pusat pengaturan kesadaran pada manusia secara anatomi terletak pada serabut transversal
retikularis dari batang otak sampai thalamus dan dilanjutkan dengan formasio activator reticularis, yang
menghubungkan thalamus dengan korteks cerebri. Formasio reticularis terletak di substansi grisea otak
dari daerah medulla oblongata sampai midbrain dan thalamus. Neuron formasio reticularis
menunjukkan hubungan yang menyebar. Perangsangan formasio reticularis midbrain membangkitkan
gelombang beta, individu menjadi dalam keadaan bangun dan terjaga. Lesi pada formasio reticularis
midbrain mengakibatkan orang dalam stadium koma, dengan gambaran EEG gelombang delta. Jadi
formasio reticularis midbrain merangsang ARAS (Ascending Reticular Activating System), suatu
proyeksi serabut difus yang menuju bagian area di forebrain. Nuklei reticular thalamus juga masuk
dalam ARAS, yang juga mengirimkan serabut difus ke semua area di korteks cerebri (Mardiati, 1996).
Formasio reticularis secara difus menerima dan menyebarkan rangsang, meneria imput dari
korteks cerebri, ganglia basalis, hipothalamus, sistem limbik, cerebellum, medula spinalis dan semua
sistem sensorik. Sedangkan serabut efferens formasio retikularis yaitu ke medula spinalis, cerebellum,
hipothalamus, sistem limbik dan thalamus yang lalu akan berproyeksi ke korteks cerebri dan ganglia
basalis (Price, 2006). ARAS juga mempunyai proyeksi non spesifik dengan depolarisasi global di
korteks, sebagai kebalikan dari proyeksi sensasi spesifik dari thalamus yang mempunyai efek eksitasi
korteks secara khusus untuk tempat tertentu. Eksitasi ARAS umum memfasilitasi respon kortikal
spesifik ke sinyal sensori spesifik dari thalamus. Dalam keadaan normal, sewaktu perjalanan ke
korteks, sinyal sensorik dari serabut sensori aferens menstimulasi ARAS melalui cabang-cabang
kolateral akson. Jika sistem aferens terangsang seluruhna, proyeksi ARAS memicu aktivasi kortikal
umum dan terjaga (Mardiati, 1996).
Neurotransmitter yang berperan pada ARAS yaitu neurotransmitter kolinergik, monoaminergik
dan GABA. Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar dari susunan saraf pusat di mana korteks
ini berperan dalam kesadaran akan diri sendiri terhadap lingkungan atau input-input rangsang sensoris
(awareness). Jadi kesadaran akan bentuk tubuh, letak berbagai bagian tubuh, sikap tubuh dan kesadaran
diri sendiri merupakan funsi area asosiasi somestetik (area 5 dan 7 brodmann) pada lobus parietalis
superior meluas sampai permukaan medial hemisfer (Price, 2006; Tjokronegoro, 2004).
Jaras kesadarannya: masukan impuls dari pusat sensorik pada korteks serebri menuju ARAS →
diproyeksikan kembali ke korteks cerebri → terjadi peningkatan aktivitas korteks dan kesadaran (Price,
2006).
Tingkat Kesadaran Manusia: (Price, 2006)
Sadar → sadar penuh, orientasi baik terhadap orang, tempat dan waktu, kooperatif, dapat
mengingat angka yang diberitahukan beberapa menit sebelumnya.
Otomatisme → tingkah laku normal, dapat bicara, kesulitan mengingat, bertindak otomatis tanpa
tahu apa yang baru saja dilakukan.
Konfusi → canggung, mengalami gangguan daya ingat, kurang kooperatif, sulit dibangunkan,
bingung.
Delirium → disorientasi waktu, tempat dan orang, tidak kooperatif, agitasi, gelisah, sulit
dibangunkan dari tidurnya.
Stupor → diam, tidur, berespon terhadap rangsang suara keras dan cahaya, berespo baik terhadap
rangsang sakit.
Stupor dalam → bisu, sulit dibangunkan, masih berespon terhadap nyeri.
Koma → tidak sadar, tidak berespon, refleks masi ada.
Koma ireversibel/mati → refleks tidak ada, pupil dilatasi, tidak ada denyut jantung dan nafas.
Penurunan Kesadaran, disebabkan oleh: (Tjokronegoro, 2004)
1. Lesi masa supra (infra tentorium) ditandai dengan peningkatan TIK dan disertai kelainan fokal.
Kelainan ini dapat berupa neoplasma, hematoma, infark cerebri dengan oedema, abses, fokal
ensefalitis, venus sinus trombosis.
2. Lesi destruktif pada subtentorial (lokal efek toksik) biasanya merupakan kerusakan langsung dari
ARAS, yang dapat berupa infark batang otak, rhombensefalitis, demyelinasi batang otak,
keracuana obat sedatif.
3. Lesi difus pada korteks cerebri yang merupakan lesi bilateral umumnya karena hipoksia, iskemia,