BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada setiap percobaan yang ada di Laboratorium, pasti menggunakan alat-alat yang berhubungan dengan percobaan yang akan dilakukan. Sebelum melakukan praktikum, praktikan harus mengetahui apa fungsi dan kegunaan dari alat-alat tersebut agar nantinya tidak terjadi kesalahan dalam melakukan percobaan nanti. Terlebih dalam praktikum mikrobiologi, sebelum alat-alat tersebut digunakan harus melakukan suatu proses yang bernama proses sterilisasi. Tujuan dari proses tersebut ialah untuk mensterilkan alat-alat dari mikroorgsnisme yang tidak diinginkan agar pada saat percobaan alat-alat tersebut sudah steril dan tidak adanya mikroorganisme yang tidak diinginkan tumbuh. Suatu mikroorganisme tumbuh karena adanya media yang ada. Media harus steril saat digunakan agar pertumbuhan mikroorganisme dapat berlangsung dengan baik dan tidak ada tumbuh mikroorganisme yang lain. Dalam pertumbuhan mikroorganisme ada beberapa syarat-syarat tertentu yang diantaranya bahwa didalam medium harus terkandung semua unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada setiap percobaan yang ada di Laboratorium, pasti menggunakan alat-alat yang
berhubungan dengan percobaan yang akan dilakukan. Sebelum melakukan praktikum,
praktikan harus mengetahui apa fungsi dan kegunaan dari alat-alat tersebut agar
nantinya tidak terjadi kesalahan dalam melakukan percobaan nanti.
Terlebih dalam praktikum mikrobiologi, sebelum alat-alat tersebut digunakan harus
melakukan suatu proses yang bernama proses sterilisasi. Tujuan dari proses tersebut
ialah untuk mensterilkan alat-alat dari mikroorgsnisme yang tidak diinginkan agar pada
saat percobaan alat-alat tersebut sudah steril dan tidak adanya mikroorganisme yang
tidak diinginkan tumbuh.
Suatu mikroorganisme tumbuh karena adanya media yang ada. Media harus steril saat
digunakan agar pertumbuhan mikroorganisme dapat berlangsung dengan baik dan tidak
ada tumbuh mikroorganisme yang lain. Dalam pertumbuhan mikroorganisme ada
beberapa syarat-syarat tertentu yang diantaranya bahwa didalam medium harus
terkandung semua unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan
mikroba kemudian susunan makanannya, tekanan osmosis, derajar, keasaman (pH),
temperatur, sterilisasi.
Latar Belakang dari Praktikum ini adalah agar praktikan dapat mengetahui cara
mensterilisasikan alat dengan menggunakan metode sterilisasi yang ada serta
mengetahui cara pembuatan media pertumbuhan mikroba.
1.2. Tujuan Percobaan
a. Untuk mengetahui alat-alat yang ada di Laboratorium beserta fungsinya
b. Untuk mengetahui cara-cara mensterilisasikan alat
c. Untuk mengetahui metode-metode yang digunakan dalam sterilisasi
d. Untuk mengetahui cara pembuatan medium NA (Nutrient Agar)
e. Untuk mengetahui cara pembuatan medium PDA (Potato Dextrose Agar)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sterilisasi
2.1.1. Pengertian Sterilisasi
Sterilisasi dalam mikrobiologi merupakan proses penghilangan semua jenis
mikroorganisme hidup, dalam hal ini adalah mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri,
Mycoplasma, virus) yang terdpat pada / di dalam suatu benda. Proses ini melibatkan
aplikasi biocidal agent atau proses fisik dengan tujuan untuk membunuh atau
menghilangkan mikroorganisme.
Sterilisasi didesain untuk membunuh atau menghilangkan mikroorganisme. Target suatu
metode inaktivasi tergantung dari metode dan tipe mikroorganismenya, yaitu tergantung
dari asam nukleat, protein, atau membran mikroorganisme tersebut. Agen kimia untu
sterilisasi disebut sterilant.
Desifenksi merupakan proses pembunuhan atau penghilangan mikroorganisme yang
dapat membawa penyakit. Agen desinfeksi adalah desinfektan, yang biasanya
merupakan zat kimiawi dan digunakan untuk objek-objek yang tidak hidup. Desinfeksi
tidak menjamin objek menjadi steril karena spora viable dan beberapa mikroorganisme
tetap tidak bersisa.
Sanitasi berhubungan erat dengan desinfeksi. Pada proses sanitasi, populasi
mikroorganisme direduksi sampai mencapai level atau tingkatan yang dianggap aman
oleh standar kesehatan masyarakat. Agen sanitasi adalah sanitizer. Contoh sanitizer
yang umum digunakan adalah sanitizer untuk membersihkan makanan yang ada di
restoran.
Antiseptis adalah proses pencegahan infeksi dengan cara inaktivasi atau mematikan
mikroorganisme dengan cara kimia. Agen antiseptis disebut antiseptik. Proses ini tidak
merusak jaringan inang dan tidak setoksik desifektan. Substansi yang dapat membunuh
mikroorganisme umumnya memiliki akhiran –sida (cide). Contohnya adalah germisida
(germicide) yang membunuh banyak pathogen tetapi tidak berefek pada endospora
bakteri; bakterisida; fungisida; algisida; dan virusida. Sedangkan substansi yang tidak
bersifat membunuh mikroorganisme dan hanya berfungsi untuk penghambat
pertumbuhan umumnya memiliki akhiran nama –statik (static). Contohnya adalah
fungistatik dan bakteriostatik.
Mikroorganisme memiliki sensitivitas yang berbeda-beda terhadap metode sterilisasi
tertentu. Endospora bakteri resisten terhadap panas, iradiasi, dan detergen; virus tanpa
envelope resisten terhadap pelarut organik dan detergen; mycoplasma dan virus tidak
dapat dihilangkan dengan filter steril yang memiliki ukuran pori 0,2 µm.
Efisiensi metode sterilisasi dan efektivitas agar antimikroba dipengaruhi oleh hal – hal
berikut ini yaitu :
a. Ukuran populasi
Populasi mikroorganisme yang besar memerlukan waktu yang lebih lama sampai
tercapainya kematian dibanding populasi yang lebih kecil.
b. Komposisi Populasi
Bentuk endospora bakteri lebih resisten dibandingkan bentuk vegetatifnya.
c. Konsentrasi / intensitas agen antimikroba
Makin tinggi konsentrasi agen, makin banyak mikroorganisme yang dapat dimatikan.
Pada titik tertentu, peningkatan konsentrasi tidak meningkatkan kecepatan pembunuhan.
Beberapa agen antimikroba justru lebih efektif pada konsentrasi lebih rendah.
Contohnya : etanol 70% lebih efektif dibandingkan dengan etanol 95%.
d. Lama paparan
Semakin lama populasi mikroorganisme terpapar agen mikroba, semakin banyak
mikroorganisme yang mati.
e. Temperatur
Peningkatan temperatur dapat meningkatkan aktivitas agen antimikroba.
f. Lingkungan sekitar
Kondisi lingkngan sekitar dapat menghalangi ataupun mempercepat destruksi. Untuk
dapat mematikan mikroorganisme, sterilant harus dapat mencapai mikroorganisme dan
apabila mikroorganisme terdapat dalam bahan protein seperti nanah, jaringan, ataupun
eksudat jaringan, maka diperlukan sterilant dengan jumlah yang lebih dari normal untuk
dapat memtikan mikroorganisme tersebut (Pratiwi, 2008).
2.1.2. Cara Sterilisasi
Suatu produk dapat disterilkan melalui cara sterilisasi akhir (Terminal sterilization) atau
dengan cara aseptic (Aseptic processing). Cara sterilisasi yang dapat dilakukan untuk
mendapatkan sterilisasi, yaitu :
a. Terminal Sterilization
Metode sterilisasi akhir menurut PDA Technical Monograph (2005) dibagi menjadi dua,
yaitu :
1. Overkill Method
Overkill Method adalah metode sterilisasi menggunakan pemanaasn dengan uap panas
pada suhu 121oC selama 15 menit yang mampu memberikan minimal reaksi setingkat
log 12 dari mikroorganisme-mikroorganisme yang memiliki nilai D selama 1 menit.
Metode ini dapat digunakan untuk bahan yang tahan panas seperti zat anorganik.
Metode ini menjadi pillihan utama karena kelebihannya yaitu lebih efisien, cepat dan
aman. Kriteria yang digunakan adalah probabilitas survival / tidk lebih besar dari 1
(satu) mikroorganisme dalam 106 unit. Pada metode ini, monitoring hanya dilakukan
pada formula akhir.
2. Biorbuden Sterilization
Biorbuden Sterilization adalah metode sterilisasi yang memerlukan monitoring ketat
dan terkontrol terhadap beban sekecil mungkin di beberapa jalur produksi sebelum
menjalani proses sterilisasi lanjutan dengan tingkat sterilitas yang dipersyaratkan SAL
10-6. Metode ini umumnya digunakan untuk bahan yang mengalami degradasi
kandungan bila dipanaskan terlalu tinggi seperti zat organik.
Proses sterilisasi memerlukan suatu siklus yang dapat menghancurkan mikroorganisme,
namun tanpa menimbulkan degradasi produk. Nilai D ditentukan dengan menggunakan
bakteri dalam bentuk spora yang didapat dari lingkungan produksi atau yang diisolasi
dari produk.
Perbedaan kedua metode adalah pada titik awal. Jika menggunakan metode overkill,
maka pemanasan dengan uap 121oC selama 15 menit sedangkan metode Biorbuden
Sterilization dilihat dari pencapaian tingkat sterilitas yang diminta, yaitu Sal 10-6.
b. Aseptic Processing
Aseptic Processing adalah metode pembukaan produk steril menggunakan filter khusus
untuk bahan obat steril atau bahan baku steril yang diformulasikan dan diisikan ke
dalam kontainer steril dalam lingkungan terkontrol. Suplai udara, material, peralatan,
dan petugas telah terkontrol sehingga mikroba tetap berada pada level yang dapat
diterima dalam cell zone. Persyaratannya adalah limit of media fill 1 : 10.000 unit dapat
dikatakan produk bebas mikroorganisme (Stefanus, 2006).
2.1.3. Metode Sterilisasi
Metode sterilisasi terdiri atas bermacam macam metode yaitu :
a. Sterilisasi Panas dengan tekanan atau Sterilisasi Uap (Autoclave)
Pemanasan dalam tekanan dapat dilakukan dengan menggunakan autoclave yaitu untuk
membunuh spora bakteri yang paling tahan panas. Spora yang paling tahan panas dapat
mati pada suhu 121oC selama 15 menit. Suhu ini dapat dicapai pada permukaan larut
menggunakan uap pada tekanan 15 psi dalam tekanan atmosfer berlebih. Kekuatan
membunuh uap air panas disebabkan pada waktu kondensasi, pada bahan yang
disterilisasi dilepaskan sejumlah besar panas laten. Pengerutan yang disebabkan oleh
kondensasi dapat menyebabkan penyerapan uap air baru yang berarti lebih banyak
panas yang diserap (Fardiaz, 1992).
Sterilisasi ini merupakan metode yang paling efektif dan ideal karena :
1. Uap merupakan pembawa (carrier) energi termal yang paling efektif dan semua
lapisan pelindung luar mikroorganisme dapat dilunakkan, sehingga memungkinkan
terjadinya koagulasi.
2. Bersifat nontoksik, mudah diperoleh, dan relatif mudah dikontrol.
Siklus sterilisasi uap meliputi pada fase pemanasan (conditioning), pemaparan uap
(exposure), pembuangan (exhaust), dan pengeringan (Stefanus, 2006).
b. Sterilisasi pemanasan kering
Sterilisasi pemanasan kering berfungsi untuk mematikan organisme dengan cara
mengoksidasi komponen sel ataupun mendenaturasi enzim. Metode ini tidak dapat
digunakan untuk bahan yang terbuat dari karet atau plastik, waktu sterilisasinya lama,
yaitu sekitar 2 – 3 jam, dan berdaya penetrasi rendah. Metode sterilisasi pemanasan
kering ini tidak memerlukan air sehingga tidak ada uap air yang membasahi alat atau
bahan yang disterilkan (Pratiwi, 2008).
Proses sterilisasi panas kering terjadi melalui mekanisme konduksi panas. Panas akan
diabsorpsi oleh permukaan luar alat yang disterilkan, lalu merambat ke bagian dalam
permukaan sampai suhu untuk sterilisasi tercapai.
Pada sterilisasi panas kering ini, pembunuhan mikroorganisme terjadi melalui
mekanisme oksidasi sampai terjadinya koagulasi protein sel. Karena panas dan kering
kurang efektif dalam membunuh mikroba dari autoclave, maka sterilisasi memerlukan
temperatur yang tinggi dan waktu yang panjang.
Sterilisasi panas kering biasa ditetapkan pada temperatur minimum 160oC dengan waktu
1 jam untuk alat logam dan gelas. Untuk larutan minyak atau parafin atau salep
sterilisasi ditetapkan pada temperature 150oC dengan waktu 1 jam. Temperatur yang
lebih tinggi memungkinkan sterilisasi yang lebih pendek yang ditentukan oleh
peraturan, dan sebaliknya temperatur yang lebih rendah membutuhkan waktu yang
panjang (Stefanus, 2006).
Pemanasan kering ini sering digunakan dalam sterilisasi alat alat gelas di laboratorium
dengan menggunakan oven dengan suhu 160 – 180oC selama 1,5 – 2 jam dengan sistem
udara statis. Jika digunakan oven yang dilengkapi dengan sirkulasi udara panas,
diperlukan waktu setengahnya karena aliran udara panas ke alat-alat gelas akan lebih
efisien (Fardiaz, 1992).
Sterilisasi ini juga dapat digunakan untuk senyawa-senyawa yang tidak efektif
disterilkan dengan autoklaf. Senyawa ini antara lain minyak lemak, gliserin, petrolatum,
minyak mineral, paraffin, dan berbagai serbuk yang stabil pemanasannya sepeti ZnO.
Siklus dari sterilisasi panas kering meliputi fase pemanasan (udara panas disirkulasikan
pada chamber), periode plateau (tercapainya suhu pada chamber), equilibrium atau
holding time (seluruh chamber memiliki suhu yang sama), dan pendinginan chamber
(mensirkulasikan udara dingin ke dalam chamber) (Stefanus, 2006).
c. Sterilisasi dengan cara perebusan
Perebusan adalah pemanasan di dalam air mendidih atau uap air pada suhu 100oC
selama beberapa menit, tetapi banyak spora bakteri yang tahan panas dan masih hidup
setelah perebusan selama beberapa jam (Fardiaz, 1992).
d. Sterilisasi dengan cara Tindalisasi.
Tindalisasi dilakukan dengan cara memanaskan medium atau larutan menggunakan uap
selama satu jam setiap hari untuk tiga hari berturut-turut. Waktu inkubasi di antara dua
proses pemanasan sengaja diadakan supaya spora dapat bergerminasi menjadi sel
vegetatif sehingga mudah dibunuh pada pemanasan berikutnya (Fardiaz, 1992).
e. Sterilisasi dengan cara Pasteurisasi.
Pasteurisasi adalah proses pemanasan pada suhu dan waktu tertentu di mana semua
patogen yang berbahaya bagi manusia akan terbunuh, misalnya bakteri penyebab
tuberculosis dan bruselois. Proses parteurisasi biasanya dilakukan terhadap susu. Proses
ini juga dapat disebabkan oleh sterptokoki grup A (Streptococcus pyogenes).
Pasteurisasi dapat dilakukan pada suhu yang relatif rendah dalam waktu yang relatif
lama yaitu 65oC selama 30 menit, atau pada suhu tinggi dalam waktu singkat yaitu 72oC
selama 15 detik. Beberapa bakteri vegetatif yang tahan panas (termofil) dan spora tahan
akan proses pasteurisasi. Setelah pasteurisasi, produk harus didinginkan dengan cepat
untuk mencegah pertumbuhan bakteri yang masih hidup (Fardiaz, 1992).
f. Sterilisasi gas atau etilen oksida
Etilen Oksda meruakan senyawa organik kelompok epoksida dari golongan eter dengan
rumus kimianya adalah (C2H4)O . Etilen oksida berada dalam fase gas pada suhu diatas
10,75oC dalam tekanan 1 atmosfer. Di bawah konsentrasi 500 – 750 ppm, gas etilen
oksida tidak berwarna dan tidak berbau. Et-O pada konsentrasi 3% bersifat mudah
terbakar. Et-O membunuh mikroorganisme melalui reaksi kimia yaitu reaksi alkilasi,
yang pada reaksi tersebut terjadi pergantian gugus alkil. Akibatnya adalah proses
metabolisme dan reproduksi sel terganggu.
Siklus sterilisasi Et-O terjadi melalui fase vakum (pemvakuman chamber), innjeksi (gas
Et-O diinjeksikan, sehingga terjadi kenaikan tekanan pada chamber), pemaparan (terjadi
pemaparan Et-O selama waktu tertentu), aerasi (udara segar masuk melalui filter bakteri
atau mendorong Et-O keluar dari pipa pengeluaran) (Stefanus 2006).
Beberapa Parameter sentralisasi gas Et-O meliputi :
1. Konsentrasi gas secara umum semakin tinggi konsentrasi gar maka waktu yang
diperlukan untuk proses sterilisasi akan semakin cepat. Konsentrasi biasa
dinyatakan dalam mg/liter ruang chamber.
2. Semakin tinggi suhu, semakin cepat reaksi berjalan. Sterilisasi suhu rendah bias
menggunakan suhu 47 – 60oC
3. Kelembaban untuk meningkatkan daya penetrasi gas
4. Waktu siklus satu kali proses sterilisasi berkisar antara 2 – 6 jam, tergantung pada
suhu dan konsentrasi (Stefanus, 2006).
g. Sterilisasi penyaringan
Metode sterilisasi dengan penyaringan digunakan untuk bahan yang sensitif terhadap
panas, misalnya enzim, dan dapat juga dgunakan untuk mensterilkan medium
laboratorium dan larutan-larutan yang dapat mengalami kerusakan jika dipanaskan.
Penyaringan dengan ukuran pori-pori 0,45 mikron atau kurang akan menghilangkan
jasad renik yang terdaat dalam larutan tersebut. Penyaringan yang banyak digunakan
terbuat dari gelas sinter (Gelman, Miliore) dan asbestos atau penyaring Seitz. Pori-pori
penyaring tersebut berukuran sekitar antara 0,22 – 10 mikron. Pori-pori yang lebih kasar
biasanya digunakan untuk penjernihan sebelum digunakan pori-pori yang lebih halus,
sehingga tidak terjadi penyumbatan. Penyaring yang biasa digunakan oleh bakteri tidak
dapat menyaring virus atau mikoplasma (Fardiaz, 1992).
Kerugian dari sterilisasi ini adalah biaya yang mahal serta filter yang mudah mampat
akibat filtrat tertinggal pada saringan sehingga saringan harus sering diganti. Kerugian
yang lain adalah meskipun memiliki pori-pori yang halus, membran filter tidak dapat
digunakan untuk menyaring virus.
Jenis filter yang lain adalah filter HEPA (High Efficiency Particulate Air), contohnya
LAF (Laminar Air Flow). Filter ini digunakan untuk menyaring udara sehingga bebas
dari bakteri, dan terdiri dari lipatan selulosa asetat (Pratiwi, 2008).
Menyaring mikroba atau filtrasi melalui prinsip :
1. Filter ayakan, didasari perbedaan ukurannya dengan pori. Ukuran porinya seragam
0,22 µm dengan ketebalan 80 – 159 µm. Filter ayakan tidak dapat membebaskan
pirogen dan virus (0,02 µm)
2. Filter adsorpsi, dalam hal ini filternya terbuat dari selulosa asbes, gelas sinter,
keramik, serta karbon aktif. Filter dapat membebaskan pirogen dari virus (Stefanus,
2006).
h. Sterilisasi dengan plasma
Plasma terdiri atas elektron, ion-ion, maupun partikel netral. Plasma buatan dapat terjadi
pada suhu tinggi maupun rendah. Plasma berasal dari beberapa gas seperti argon,
nitrogen, dan oksigen yang menunjukkan aktivitas sporisidal.
Plasma yang terbentuk dari hidrogen peroksida, proses pembentukan plasma mengalami
dua fase, yaitu fase difusi hidrogen peroksida dan fase plasma. Fase plasma dimulai
setelah pemvakuman chamber. Uap hidrogen peroksida yang dihasilkan dari 58%
hidrogen peroksida masuk ke dalam chamber melalui mekanisme difusi. Alat atau
bahan yang akan disterilkan kemudian terpaparkan oleh uap hidrogen peroksida selama
50 menit pada konsentrasi 6 mg/l. Hidrogen Peroksida yang pada dasarnya mempunyai
aktivitas mematikan mikroorganisme berfungsi sebagai prekursor pembentukkan radikal
bebas pada pembentukkan plasma. Hidrogen peroksida yang pada dasarnya mempunyai
aktivitas mematikan mikroorganisme berfungsi sebagai precursor pembentkan radikal
bebas pada pembentukkan plasma. Fase plasma berlangsung selama 15 menit pada 400
watt. Setelah fase plasma selesai, setiap zat akan bergabung kembali membentuk
senyawa stabil berupa air dan oksigen. Aktivitas mematikan mikroorganisme hidrogen
peroksida belum diketahui secara pasti, namun dalam proses pembentukkan plasma
membentuk zat reaktif seperti radikal bebas radiasi UV (Stefanus, 2006).
i. Sterilisasi Radiasi
1. Ultraviolet
Ultraviolet merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang 100 – 400 nm
dengan efek optimal pada 254 nm. Sumbernya adalah lampu uap merkuri dengan daya
tembus hanya 0,01 – 0,2 mm. Ultraviolet digunakan untuk sterilisasi ruangan pada
penggunaan antiseptik.
2. Ion
Mekanismenya mengikuti teori tumbukan, yaitu sinar langsung menghantam pusat
kehidupan mikroba (kromosom) atau secara tidak langsung dengan sinar terlebih dahulu
membentur molekul air dan mengubahnya menjadi bentuk radikalnya yang
menyebabkan terjadi reaksi sekunder pada bagian molekul DNA mikroba.
3. Gamma
Gamma bersumber dari Co – 60 dan Cs – 137 dengan aktivitas sebesar 50 – 500 kilo
curie serta memiliki daya tembus yang sangat tinggi. Dosis efektifnya adalah 2,5 MRad.
Gamma digunakan untuk mensterilkan alat kedokteran serta alat yang terbuat dari
logam, karet, serta bahan sintetis seperti polietilen (Stefanus, 2006).
2.2. Pertumbuhan Media
2.2.1. Pengertian Media
Medium (jamak : media) pertumbuhan adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran
zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan mikroorganisme untuk pertumbuhannya.
Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi yang disediakan dari media berupa molekul-
molekul yang selanjutnya dirakit untuk menyusun komponen sel dan memperbanyak
diri sehingga sel-sel tersebut dapat dimanfaatkan. Dengan adanya media pertumbuhan
dapat dilakukan isolasi mikroorganisme menjadi kultur tunggal dan juga memanipulasi
mikroorganisme yang didapatkan untuk kepentingan tertentu. Kultur media adalah
substansi dengan kadar tertentu dalam bentuk cair, setengah padat atau padat yang
mengandung bahan alami dan atau buatan untuk mendukung perkembangbiakan
mikroorganisme (Prahdika, 2008).
Media pertumbuhan memiliki banyak nama yang umumnya mengacu kepada nama asli
sesuai literatur. Terdapat juga media dengan komposisi yang sama tetapi memiliki nama
yang berbeda karena diproduksi oleh perusahaan yang berbeda. Misalnya Trypticase™
Soy Agar diproduksi oleh BBL (BD Diagnostic Systems). Tryptone Soy Agar diproduksi
oleh Oxoid Unipath dan Tryptic Soy Agar diproduksi Difco (BD Diagnostic Systems)
yang semuanya memiliki komposisi yang sama. Banyak media juga dikenal sebagai
akronim, misalnya TSA adalah singkatan dari Trypticase™ Soy Agar. Jika seseorang
memodifikasi komposisi media yang telah ada (memiliki nama asli), maka istilah
“modified” diletakkan setelah nama media. Misalnya TSA modified bukan Modified
TSA. Media yang tidak memiliki nama formal umumnya dinamai berdasarkan
organisme yang ditargetkan, misalnya Bacillus stearothermophilus Broth (Prahdika,
2008).
2.2.2. Bahan-bahan media pertumbuhan
a. Sumber nutrisi atau zat makanan
Analisa dari komposisi kandungan unsur sel mikroorganisme menunjukkan lebih dari
95% dari berat kering terdiri dari unsur utama (major elements) yaitu unsur C, O, H, N,
S, P, K, Na, Ca, Mg, dan Fe. Jika suatu jenis mikroorganisme ingin ditumbuhkan dalam
cawan petri atau tabung maka harus dipenuhi kebutuhan unsur tersebut dari molekul
organik yang terdapat pada media. Komposisi setiap bahan pada media tertentu terhadap
mikroorganisme target menggambarkan kondisi nutrisi pada habitat aslinya karena pada
keadaan itulah mikroorganisme tersebut optimal tumbuh. Berikut adalah sumber nutrisi
media :
1. Sumber karbon
Molekul organik umumnya mengandung karbon sebagai tulang punggungnya seperti
karbohidrat, lemak, protein yang terdapat pada pepton, glukosa, dll. Bahan organik
inilah yang menjadi sumber karbon utama untuk mikroorganisme heterotrof yang umum
dikultivasi.
2. Sumber nitrogen
Sumber nitrogen mencakup asam amino, protein atau senyawa bernitrogen lain yang
terkandung pada pepton, ekrtrak daging, atau tryptose. Sejumlah mikroba juga dapat
menggunakan sumber N anorganik seperti urea.
3. Sumber oksigen
Untuk mikroorganisme heterotrof yang dikulturkan pada cawan, sebagian besar oksigen
didapatkan langsung dari udara sedangkan mikroorganisme yang dikultur pada media
cair sumber oksigen berasal dari oksigen yang terlarut air. Oleh karena itu aerasi pada
kultur cair dapat meningkatkan pasokan oksigen kepada mikroorganisme.
4. Sumber fosfat
Sumber fosfat organik seperti beberapa protein, kofaktor atau ATP yang dapat dijumpai
pada bahan yeast extract atau pepton. Namun hampir semua mikroorganisme dapat
memanfaatkan fosfat anorganik yang ditambahkan langsung pada media seperti
potassium phosphate, sodium phosphate dll.
5. Sumber unsur sekelumit (mikronutrient/trace element)
Pada lingkup media pada cawan petri, unsur mikronutrien (Zn, Mn, Mo, Ni, Co, Cu dll.)
dapat diperoleh dari akuades atau peralatan gelas. Fungsi mikronutrien ini umumnya
menjadi bagian dari enzim atau kofaktor untuk menjadi katalis reaksi atau menjaga
struktur protein. Oleh karena itu pembuktian kebutuhan unsur mikronutrien sangat sulit
dilakukan dalam skala laboratorium karena setiap jenis mikroorganisme
membutuhkannya dalam jumlah yang sangat sedikit (Prahdika, 2008).
b. Komposisi media pertumbuhan
Formulasi media pertumbuhan prinsipnya hampir sama dengan resep masakan di dapur
yang setiap bahan bakunya diatur dengan takaran tertentu. Berikut adalah beberapa
bahan-bahan yang umum dipakai dalam pembuatan media pertumbuhan
1. Agar
Agar adalah bahan yang paling umum digunakan sebagai gelling agent pada media yang
terbuat dari ekstrak alga. Agar bukan sebagai sumber nutrisi bagi mikroorganisme
namun fungsinya lebih bersifat mekanis yaitu memadatkan media cair sehingga sel
tidak larut dalam cairan. Struktur agar terdiri dari D-galactose, 3,6-anhydro-L-galactose,
dan D-glucuronic acid. Umumnya agar terbuat dari ganggang merah. Agar cocok
menjadi agen pemadat karena setelah dilarutkan pada suhu mendidih dapat didinginkan
sampai 40 - 42°C sebelum memadat dan tidak akan mencair lagi sebelum suhu
mencapai 80 - 90°C. Pencairan dan pemadatan berkali-kali atau sterilisasi yang terlalu
lama dapat menurunkan kekuatan agar, terutama pada pH yang asam.
2. Pepton
Pepton adalah hasil hidrolisis protein yang dibentuk dari proses enzimatik atau digesti
asam. Kasein banyak digunakan sebagai substrat pembentuk pepton, tetapi beberapa
bahan lain seperti soybean meal juga sering digunakan.
3. Ekstrak Daging / Tumbuhan
Ekstrak daging dan tumbuhan mengandung asam amino, peptida dengan berat molekul
rendah, karbohidrat, vitamin, mineral dan trace metals. Ekstrak jaringan hewan
mengandung lebih banyak bahan protein larut air dan glikogen sedangkan ekstrak
tumbuhan lebih banyak terdapat karbohidrat di dalamnya.
4. Faktor tumbuh
Banyak mikroorganisme yang membutuhkan faktor tumbuh spesifik yang harus ada
dalam media pertumbuhannya. Beberapa diantaranya adalah vitamin, asam amino, asam
lemak dan nutrisi dari darah.
5. Komponen selektif
Suatu bahan yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme non
target disebut komponen selektif. Komponen selektif dipakai pada media selektif yang
berguna untuk mengisolasi bakteri spesifik dari populasi campuran. Bile salts (garam