Top Banner
i LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR Disusun oleh: Darmawan Setia Budi C151120151 MAYOR ILMU AKUAKULTUR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
116

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

Apr 29, 2023

Download

Documents

Ali Muthohari
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

i

LAPORAN PRAKTIKUM

MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

Disusun oleh:

Darmawan Setia Budi

C151120151

MAYOR ILMU AKUAKULTUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

Page 2: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas nikmat dan karunia Allah SWT, sehingga penulis dapat

menyelesaikan laporan praktikum Mikrobiologi Akuakultur ini dengan baik. Rasa

terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Ir.

Widanarni, M.Si selaku koordinator mata kuliah Mikrobiologi Akuakultur beserta

tim yang telah memberikan petunjuk dan membimbing dalam pelaksanaan

praktikum sampai penulisan laporan praktikum ini.

Laporan praktikum ini penulis selesaikan dalam rangka memenuhi tugas

akhir semester satu pada mata kuliah Mikrobiologi Akuakultur. Laporan

praktikum ini disusun berdasarkan hasil praktikum yang dilaksanakan di

Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor setiap hari Rabu, pukul

13.30-16.30 WIB.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini, masih terdapat

kesalahan-kesalahan dalam penulisannya. Oleh karena itu, penulis sangat

mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Selain itu, dengan laporan

penulis juga mengharapkan ada banyak manfaat bagi kita semua untuk menambah

ilmu pengetahuan terutama yang berhubungan dengan mikrobiologi akuakultur.

Bogor, 11 Januari 2013

Darmawan Setia Budi

Page 3: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

iii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................... iii

RIWAYAT PENULIS .................................................................... iv

LAPORAN PRAKTIKUM

1. Penyiapan Medium, Sterilisasi Bahan dan Peralatan ..................... 1

2 Isolasi Bakteri dan Fungi dari Lingkungan Akuatik ...................... 13

3. Pewarnaan Gram ……..................................................................... 23

4. Karakterisasi Sifat Biokimia dan Fisiologi Bakteri ..................... 33

5. Morfologi Fungi …….………………………………..................... 42

6. Perhitungan Bakteri dengan Metode Hitungan Cawan ………....... 53

7. Penanda Antibiotik Resisten ……………………………………… 62

8. Pengaruh Suhu dan Salinitas Terhadap Viabilitas Bakteri ........ 69

9. Pengaruh Bahan Antimikroba Terhadap Pertumbuhan Bakteri ..... 78

10. Seleksi Bakteri Probiotik untuk Akuakultur ................................. 90

11. Deteksi Koi Herpes Virus (KHV) dengan Metode PCR …………. 99

Page 4: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

iv

RIWAYAT PENULIS

Penulis dilahirkan di Lumajang tanggal 18 September

1988 dari ayah Sudarmasto dan ibu Titin Sukowati. Penulis

merupakan anak kedua dari 3 bersaudara. Pendidikan formal

yang pernah dilalui penulis adalah SDN 1 Rogotrunan IV

(lulus tahun 2000), SMPN 1 Lumajang (lulus tahun 2003), dan

SMAN 1 Lumajang (lulus tahun 2006). Gelar Sarjana

Perikanan diperoleh dari program studi Teknologi dan

Manajemen Perikanan Budidaya pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor, pada tahun 2011 dengan skripsi yang berjudul

“Transplantasi Sel Testikular Ikan Gurame pada Ikan Nila”.

Selama menjadi mahasiswa strata satu di IPB, penulis aktif pada organisasi

kemahasiswaan, di antaranya adalah Himpunan Mahasiswa Akuakultur

(HIMAKUA) sebagai staf divisi kewirausahaan pada periode 2008 dan Forum

Keluarga Muslim FPIK (FKM-C) sebagai kepala divisi coorporation pada periode

2009. Penulis juga aktif menjadi asisten praktikum beberapa mata kuliah, di

antaranya Dasar-dasar Akuakultur (2008/2009), Fisiologi Hewan Air (2008/2009

dan 2009/2010), Manajemen Kualitas Air (2009/2010), serta Dasar-dasar

Genetika Ikan (2009/2010).

Penulis pernah mendapatkan pendanaan DIKTI pada Program Kreativitas

Mahasiswa bidang Penelitian (PKM-P) pada tahun 2009. Pada tahun 2010,

penulis menjadi salah satu delegasi IPB pada Pekan Ilmiah Nasional (PIMNAS)

XXIII yang dilaksanakan di Universitas Mahasaraswati Denpasar Bali, melalui

Program Kreativitas Mahasiswa bidang Gagasan Tertulis (PKM-GT) dengan judul

artikel ”Pengembangan Manipulasi Fish Germ Cells: Peningkatan Produksi dan

Pelestarian Diversitas Sumberdaya Ikan di Indonesia”, dan berhasil meraih

penghargaan setara perak.

Saat ini penulis tercatat sebagai mahasiswa Sekolah Pascasarjana mayor

Ilmu Akuakultur, Institut Pertanian Bogor. Penulis juga tercatat aktif sebagai

pengurus organisasi Himpunan Mahasiswa Muslim Pascasarjana IPB periode

2012/2013.

Page 5: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

1

Praktikum ke-1 Tanggal : 19 September 2012

m.k. Mikrobiologi Akuakultur Kelompok : XI

Asisten : Rahman

Adni Zein

Dewi Nurhayati

Firsty Rahmatia

Titi Nur Cahyati

Dendi Hidayatullah

Wahyu Afrilasari

Nurlita Christyaningsih

PENYIAPAN MEDIUM, STERILISASI BAHAN DAN

PERALATAN

Disusun oleh:

Darmawan Setia Budi

C151120151

MAYOR ILMU AKUAKULTUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 6: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

2

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mikrobiologi ialah telaah mengenai organisme hidup yang berukuran

mikroskopis (Pelczar & Chan, 1986). Organisme mikroskopis (mikroba) ini dapat

hidup di berbagai tempat yang sesuai dengan kriteria persyaratan hidup masing-

masing organisme tersebut. Sehingga untuk bisa mengisolasi mikroba pada biakan

murni dalam laboratorium diperlukan medium yang cocok. Hingga saat ini telah

banyak dikenal jenis-jenis medium untuk membiakkan mikroba. Setiap jenis

medium memiliki kandungan nutrisi yang berbeda satu sama lain, bergantung

pada jenis mikroba target yang akan inokulasikan.

Populasi mikroba di alam sekitar kita sangat besar dan kompleks. Mikroba

hampir terdapat di semua tempat di bumi ini, termasuk di sekitar kita. Hal ini

menyebabkan inokulasi mikroba membutuhkan kerja yang aseptik agar mikroba

yang terinokulasi adalah benar-benar mikroba yang kita inginkan. Namun

sebelumnya tentu harus dipersiapkan peralatan dan medium yang aseptik pula.

Pembuatan biakan mikroba murni membutuhkan medium yang sesuai

serta peralatan dan medium yang steril atau tidak mengandung mikroba yang lain.

Oleh karena itu pengetahuan dan ketrampilan mengenai penyiapan medium serta

sterilisasi bahan dan peralatan sangat diperlukan untuk menunjang hal ini.

1.2. Tujuan

Praktikum ini bertujuan mempelajari prosedur umum untuk merekonstitusi

(mengembalikan kepada keadaan asalnya) medium berbentuk bubuk (terdehidrasi)

dan menaruhnya dalam jumlah yang dikehendaki ke dalam wadah-wadah yang

sesuai, serta mempelajari berbagai macam prosedur sterilisasi bahan dan

peralatan.

Page 7: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

3

II. METODOLOGI

2.1. Waktu dan Tempat

Praktikum Penyiapan Medium, Sterilisasi Bahan dan Peralatan ini

dilaksanakan pada hari Rabu 19 September 2012 dan pengamatan pada hari

Kamis 20 September 2012, bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan,

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

2.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah gelas ukur,

erlenmeyer, timbangan digital, kertas timbang (alumunium foil), sprayer, spatula

atau sendok, batang pengaduk, pemanas air, tabung reaksi dan cawan petri steril,

kapas, pipet volumetrik, keranjang tabung reaksi, tissu, dan kertas bekas. Bahan-

bahan yang digunakan adalah medium TSA, aquades, dan alkohol.

2.3. Prosedur Sterilisasi dan Pembuatan Media

Sebelum disterilkan dengan autoklaf, pipet dibungkus dengan kertas.

Kertas A4 bekas di bagi menjadi empat bagian sama panjang. Ujung kertas dilipat

menjadi segitiga siku-siku. Ujung pipet dimasukkan ke dalam segitiga tersebut.

Kertas diputar ke arah badan pipet hingga menutupi seluruh pipet. Pipet yang

telah dibungkus dimasukkan ke dalam autoklaf.

Gambar 1. Teknik membungkus pipet ukur untuk sterilisasi pada praktikum

Mikrobiologi Akuakultur 2012.

Page 8: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

4

Cawan petri yang akan disterilkan dibungkus dengan kertas A4 bekas.

Cawan petri diletakkan terbalik di atas kertas. Kertas dilipat menjadi dua bagian

yang sama hingga menutupi seluruh cawan petri. Ujung kertas yang masih tersisa

dilipat hingga menyerupai segitiga kemudian ditekuk ke bagian bawah cawan

petri. Setelah itu cawan petri yang sudah dibungkus dimasukkan dalam autoklaf.

Gambar 2. Pembungkusan cawan petri untuk sterilisasi pada praktikum

Mikrobiologi Akuakultur 2012.

Pembuatan medium agar pada cawan petri dikerjakan secara aseptik di

atas api bunsen. Sebelum melakukan penuangan media ke dalam petri, meja

tempat kerja dan tangan praktikan disemprot terlebih dahulu menggunakan

alkohol 70%.

Gambar 3. Pembuatan medium agar pada cawan petri pada praktikum

Mikrobiologi Akuakultur 2012.

Medium agar yang baru saja disterilisasi menggunakan autoklaf diletakkan

miring seperti pada gambar 4. Medium agar tersebut ditunggu hingga mengeras.

Page 9: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

5

Gambar 4. Pembuatan medium agar miring pada tabung reaksi pada praktikum

Mikrobiologi Akuakultur 2012.

Page 10: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

6

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil

Berikut ini adalah tabel hasil praktikum penyiapan medium dan sterilisasi

bahan dan peralatan.

Tabel 1. Kontaminan yang terjadi pada penuangan medium ke cawan petri

No. Tabung Kontaminan

1. Deny -

2. Darmawan -

3. Sri -

4. Anis -

5. Yeni -

Keterangan:

- : aseptik

+ : sedikit kontaminan

++ : banyak kontaminan

Gambar 5. Hasil pengamatan media agar pada cawan petri setelah inkubasi 24 jam

Berdasar tabel 1. dan gambar 5. diperoleh hasil bahwa setelah inkubasi

selama 24 jam seluruh media agar yang dibuat tidak ditumbuhi kontaminan.

3.2. Pembahasan

Dalam mikrobiologi medium sangat dibutuhkan untuk membiakkan

mikroba. Medium dalam hal ini adalah suatu substrat untuk menumbuhkan

mikroba, yang menjadi padat dan tetap tembus pandang pada suhu inkubasi yaitu

suhu yang cocok bagi pertumbuhan mikroba (Pelczar & Chan, 1986). Berdasarkan

bentuknya terdapat dua macam medium, yaitu medium padat dan medium cair

(Dwidjoseputro, 1998).

Page 11: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

7

Pengamatan terhadap suatu jenis mikroba dapat dilakukan dengan

membuat biakan murni terlebih dahulu, yang dimaksud biakan murni adalah tidak

lebih dari satu jenis mikroba yang terdapat dalam suatu wadah biakan bakteri

(Pelczar & Chan, 1986). Untuk membuat biakan murni diperlukan peralatan dan

medium yang steril. Komposisi bahan dalam medium bergantung pada jenis

bakteri yang akan diinkubasi. Bahan-bahan yang menunjang untuk pembuatan

medium umumnya adalah kaldu nutrien dan agar nutrien.

Menurut Madigan et al. (1997) nutrien dibagi menjadi dua, yaitu

makronutrien yang dibutuhkan dalam jumlah besar yaitu karbon, nitrogen, pospat,

sulfur, potasium, magnesium, kalsium, sodium; dan mikronutrien yang

dibutuhkan dalam jumlah sedikit yaitu kromium, kobalt, tembaga, mangan, besi,

dan seng. Masing-masing unsur tersebut memiliki fungsi yang berbeda bagi

kelangsungan hidup mikroba itu sendiri.

Komposisi kaldu nutrien adalah ekstrak daging sapi, pepton, dan air;

sedangkan komposisi agar nutrien adalah ekstrak daging sapi, pepton, agar, dan

air (Pelczar & Chan, 1986). Bahan-bahan kompleks penyusun bahan pembuat

media tersebut memiliki ciri spesifik dan nilai nutrisi yang terkandung di

dalamnya.

Ekstrak daging sapi, yaitu suatu ekstrak cair jaringan daging sapi yang

empuk, dikonsentrasikan menjadi pasta. Nilai nutrisi yang terkandung di

dalamnya adalah substansi jaringan hewan yang dapat larut dalam air, meliputi

karbohidrat, senyawa nitrogen organik, vitamin yang dapat larut dalam air, dan

garam-garaman (Pelczar & Chan, 1986).

Pepton merupakan produk yang dihasilkan dari bahan-bahan yang

mengandung protein seperti daging, kasein, dan gelatin. Fungsi pepton yaitu

sebagai sumber utama nitrogen organik, dapat mengandung vitamin dan kadang-

kadang karbohidrat, dan bergantung pada jenis bahan berkandungan protein yang

dicernakan (Pelczar & Chan, 1986).

Agar merupakan suatu karbohidrat kompleks yang diperoleh dari alga laut

tertentu, diolah untuk membuang substansi yang tidak dikehendaki. Peranan agar

adalah sebagai bahan pemadat media, agar yang lebur dalam larutan cair akan

Page 12: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

8

membentuk gel bila suhu dikurangi sampai di bawah 45oC. Agar bukan sumber

nutrien bagi bakteri (Pelczar & Chan, 1986).

Yeast ekstrak, yaitu suatu ekstrak cair sel khamir, tersedia secara komersial

dalam bentuk bubuk. Yeast ekstrak merupakan sumber yang amat kaya akan

vitamin B, juga mengandung nitrogen dan senyawa-senyawa karbon (Pelczar &

Chan, 1986).

Media yang digunakan dalam praktikum ini berupa media TSA

(Trypticase Soya Agar) agar padat. Media TSA memiliki komposisi pepton dari

kasein 17 gram, pepton dari kedelai 3 gram, glukosa 2.5 gram, NaCl 5 gram,

K2HPO4 2.5 gram, dan aquades 1 liter (Acumedia, 2010).

Banyak persyaratan yang harus dipenuhi agar dapat menumbuhkan

mikroorganisme dalam suatu medium. Untuk menunjang keberhasilan dalam

kultur mikroba diperlukan suatu kombinasi nutrien dan lingkungan fisik yang

sesuai. Di dalam Madigan et al. (1997), faktor tumbuh adalah komponen organik

seperti mikronutrien yang hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit, termasuk

vitamin, asam amino, purin, dan pirimidin; kebanyakan mikroorganisme dapat

mensintesis semua komponen-komponen tersebut walaupun ada satu atau lebih

dapat mengambilnya dari alam. Menurut Filzahazny (2008) parameter lingkungan

fisik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba adalah suhu, atmosfer gas,

keasaman atau kebasaan (pH), cahaya dan tekanan osmotik.

Semua proses pertumbuhan bergantung pada reaksi kimiawi dan laju

reaksi-reaksi ini dipengaruhi oleh suhu, sehingga pola pertumbuhan bakteri dapat

sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu juga mempengaruhi laju pertumbuhan dan

jumlah total pertumbuhan organisme. Keragaman suhu juga dapat proses-proses

metabolik tertentu serta morfologi sel. Setiap spesies bakteri tumbuh pada suatu

kisaran suhu tertentu. Atas dasar ini, maka bakteri dapat diklasifikasikan sebagai

psikrofil, yang tumbuh pada 00C sampai 30

0C

; mesofil yang tumbuh pada 25

0C

sampai 400C; termofil tumbuh pada 50

0C atau lebih. Suhu inkubasi yang

memungkinkan pertumbuhan tercepat selama periode waktu yang singkat (12

sampai 24 jam), dikenal sebagai suhu pertumbuhan optimum (Filzahazny, 2008).

Gas-gas utama yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri adalah oksigen

dan karbon diosida. Bakteri memperlihatkan keragaman yang luas dalam hal

Page 13: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

9

respon terhadap oksigen bebas dan atas dasar ini maka mudah sekali untuk

membagi mereka menjadi lima kelompok, yaitu aerobik (organisme yang

membutuhkan oksigen), anaerobik fakultatif (tumbuh pada keadaan aerobik dan

anaerobik), dan mikroaerofilik (tumbuh baik bila ada sedikit oksigen atmosfirik),

aerob aerotoleran (tidak mati dengan adanya oksigen), aerob obligat (tumbuh

subur apabila ada oksigen dalam jumlah besar). Beberapa bakteri tidak hanya

anaerobik, tetapi juga sangat sensitif terhadap oksigen, yakni apabila terkena

oksigen akan terbunuh (Filzahazny, 2008).

PH optimum pertumbuhan bagi kebanyakan bakteri terletak antara 6,5 dan

7,5. Namun, beberapa spesies dapat tumbuh dalam keadaan masam, atau sangat

alkaline. Bagi kebanyakan spesies, nilai pH minimum dan maksimum antara 4

dan 9. Bila bakteri dikultivasi di dalam suatu medium yang mula-mula

disesuaikan pH-nya misalnya 7, maka mungikn sekali pH ini akan berubah

sebagai akibat adanya senyawa asam atau basa yang dihasilkan selama

pertumbuhannya. Pergeseran pH ini dapat sedemikian besar sehingga dapat

menghambat pertumbuhan selanjutnya organisme tersebut. Pergeseran pH dapat

dicegah dengan menggunakan larutan penyangga dalam medium. Larutan

penyangga adalah senyawa atau pasangan senyawa yang dapat menahan

perubahan pH. Suatu kombinasi garam phospat, seperti KH2PO4 dan K2HPO4

digunakan secara luas dalam media bakteriologi untuk tujuan ini. Beberapa bahan

nutrisi medium, seperti pepton juga mempunyai kapasitas penyangga. Perlu atau

tidaknya suatu medium diberi larutan penyangga tergantung dari maksud

penggunaanya dan dibatasi oleh kapasitas penyangga yang dimiliki senyawa-

senyawa yang digunakan (Filzahazny, 2008).

Beberapa kelompok bakteri mempunyai persyaratan tambahan. Sebagai

contoh, organisme fotoautotrofik (fotosintetik) harus diberi sumber pencahayaan,

karena cahaya adalah sumber energinya (Filzahazny, 2008).

Pertumbuhan bakteri dapat dipengaruhi oleh keadaan tekanan osmotic,

yaitu tenaga atau tegangan yang terhimpun ketika air berdifusi melalui suatu

membran) atau tekanan hidrostatik (tegangan zat alir). Bakteri tertentu tumbuh

dalam lingkungan berkonsentrasi garam tinggi atau rendah. Ini menunjukan

adanya tanggapan terhadap tekanan osmotik (Filzahazny, 2008).

Page 14: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

10

Pekerjaan menyiapkan medium sangat memerlukan ketelitian. Alat-alat

yang ada sangkut pautnya dengan medium harus diusahakan steril untuk

menghindari kontaminan. Kontaminan adalah mikroorganisme yang tidak

diinginkan yang masuk dalam medium yang telah dibuat (Dwidjoseputro, 1998).

Hal yang menyebabkan terjadinya kontaminan adalah cara kerja yang tidak

aseptik. Pada praktikum ini seluruh praktikan dalam kelompok XI dapat

dinyatakan bekerja secara aseptik saat pembuatan media agar pada cawan petri,

hal ini dapat dilihat ketika pengamatan satu hari setelah praktikum medium yang

dituang oleh tidak mengandung koloni bakteri.

Page 15: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

11

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Medium adalah suatu substrat untuk menumbuhkan mikroba, yang

menjadi padat dan tetap tembus pandang pada suhu inkubasi yaitu suhu yang

cocok bagi pertumbuhan mikroba. Bahan kompleks yang sering digunakan

sebagai bahan medium adalah ekstrak daging sapi, pepton, agar, dan yeast ekstrak.

Tumbuh kembang mikroorganisme memerlukan suatu kombinasi nutrien dan

lingkungan fisik yang sesuai. seluruh praktikan dalam kelompok XI dapat

dinyatakan bekerja secara aseptik saat pembuatan media agar pada cawan petri,

hal ini dapat dilihat ketika pengamatan satu hari setelah praktikum medium yang

dituang oleh tidak mengandung koloni bakteri.

4.2. Saran

Kerja mikrobiologi membutuhkan lingkungan yang benar-benar aseptik.

Penggunaan sarana penunjang seperti laminar air flow sangat disarankan untuk

peningkatan kerja aseptik tersebut, sehingga diperoleh hasil yang maksimal dan

akurat.

Page 16: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

12

DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro D. 1998. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.

Filzahazny. 2008. Pengantar Tentang Bakteri. http://filzahazny.wordpress.com.

[24 September 2012].

Madigan MT, Martinko JM, Parker J.1997. Biology of Microorganisms. New

Jersey: Prentice-Hall Inc.

Pelczar MJJr, Chan ECS. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Volume 1.

Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah; Jakarta: UI-

Press. Terjemahan dari: Elements of Microbiology.

Acumedia. 2010. Tryptic Soy Agar (7100).

http://www.neogen.com/Acumedia/pdf/ProdInfo/7100_PI.pdf [24 September

2012].

Page 17: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

13

Praktikum ke-2 Tanggal : 26 September 2012

m.k. Mikrobiologi Akuakultur Kelompok : XI

Asisten : Rahman

Adni Zein

Dewi Nurhayati

Firsty Rahmatia

Titi Nur Cahyati

Dendi Hidayatullah

Wahyu Afrilasari

Nurlita Christyaningsih

ISOLASI BAKTERI DAN FUNGI DARI LINGKUNGAN

AKUATIK

Disusun oleh:

Darmawan Setia Budi

C151120151

MAYOR ILMU AKUAKULTUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 18: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

14

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mikroorganisme (bakteri, fungi/cendawan, protozoa, dan mikroorganisme

lain) yang terdapat di lingkungan budidaya umumnya terdapat dalam populasi

campuran. Mikroorganisme yang ditemukan dalam habitatnya, perlu diisolasi dan

ditumbuhkan menjadi biakan murni agar dapat digunakan dalam menelaah dan

mengidentifikasi mikroorganisme. Untuk memperoleh biakan murni dari populasi

digunakan metode cawan gores dan metode cawan tuang dengan prinsip yang

sama, yaitu mengencerkan organisme sedemikian sehingga individu spesies dapat

dipisahkan dari lainnya. Koloni terpisah yang tampak pada cawan petri setelah

diinkubasi, dianggap berasal dari satu sel tunggal.

Keterampilan dalam mengisolasi bakteri dan fungi dari lingkungan

budidaya sangat diperlukan untuk dapat memperoleh koloni tunggal dari bakteri

atau fungi yang diisolasi, yang nantinya berguna dalam pembuatan biakan murni

dari koloni tunggal mikroorganisme yang terbentuk. Sehingga hal ini akan

berguna dalam menelaah dan mengidentifikasi mikroorganisme terebut.

1.2.Tujuan

Praktikum ini bertujuan mempelajari cara mengisolasi bakteri dan fungi

dari lingkungan budidaya serta mengamati ciri-ciri koloni bakteri dan fungi yang

tumbuh.

Page 19: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

15

II. METODOLOGI

2.1. Waktu dan Tempat

Praktikum ”Isolasi Bakteri dan Fungi dari Lingkungan Akuatik” ini

dilaksanakan pada hari Rabu 26 September 2012 dan pengamatan pada hari

Kamis 27 September 2012, bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan,

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

2.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah lup inokulasi, cawan petri, bunsen, korek

api, dan sprayer. Bahan-bahan yang digunakan adalah alkohol, SWC (Sea Water

Complete), GYA (Glucose Yeast Agar), TSA (Trypticase Soy Agar), TCBS

(Thiosulphate Citrate Bile-Salt Sucrose), air kolam, air sungai, dan air laut.

2.3. Prosedur Kerja

Pertama-tama nama/kelompok, media, dan air sampel ditulis pada cawan

petri masing-masing. Kemudian cawan petri dibalik dan dengan spidol seluruh

area dasar cawan petri di bagi seperti pada gambar 1.A dan gambar 1.B.

Keterangan :

(A) Pembagian sektor pada permukaan luar dasar cawan petri.

(B) Pembagian sektor tampak melalui tutup cawan petri.

Tangan dan meja praktikum disterilkan dengan alkohol. Sebelum

bakteri/fungi dipindahkan dengan lup inokulasi, lup inokulasi dibakar hingga

Gambar 1.A Gambar 1.B

Page 20: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

16

kawatnya berpijar. Dengan lup inokulasi, secara aseptik satu lup sampel air

dipindahkan pada media dalam cawan petri.

Bakteri diisolasi dengan goresan zigzag pada media dalam cawan petri

pada kuadran O hingga kuadran III. Lup digoreskan zig-zag pada kuadran O,

setelah itu lup dibakar lagi. Kemudian, setelah lup dingin, lup digoreskan zigzag

dengan mengambil sedikit isolat mikroba yang ada pada kuadran O dan diteruskan

sampai kuadaran I tergores penuh. Penggoresan tidak bertumpang tindih. Langkah

tersebut diulangi untuk pengenceran biakan dari kuadran I ke kuadran II dan

kuadran III ke kuadran III. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut

ini.

Gambar 2.A

Kuadran O adalah tempat mula-mula diletakkannya inokulum

dengan lup inokulasi

Gambar 2.B

Sektor I merupakan pengenceran pertama. Garis-garis goresan

pada sektor I saling terpisah seseragam dengan menggunakan

lup inokulasi.

Gambar 2.C

Sektor II adalah usaha pengenceran kedua.

Gambar 2.D

Sektor III merupakan usaha pengenceran terakhir.

Page 21: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

17

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil

Berikut ini adalah hasil pengisolasian bakteri dan fungi yang diambil dari

air sampel.

Tabel 1. Hasil pengamatan pertumbuhan koloni bakteri dan fungi dari lingkungan

budidaya

Asal Sampel Jenis Media ∑ Macam

Koloni

Dua Macam Koloni yang

Terbesar

Ciri-ciri Koloni

Sungai TSA 2

Warna : kuning, putih

Bentuk : bulat

Elevasi : cembung

Tepian : wooly

Konsistensi : lengket

Laut SWC 2

Warna : kuning, putih

Bentuk : bulat

Elevasi : cembung

Tepian : smooth

Konsistensi : tidak lengket

Laut TCBS Tidak

tumbuh -

Kolam GYA Tidak

tumbuh -

3.2. Pembahasan

Mikroorganisme yang diisolasi pada praktikum ini adalah bakteri dan

fungi. Isolasi mikroorganisme ini menggunakan media SWC (Sea Water

Complete), TCBS (Thiosulphate Citrate Bile-Salt Sucrose), dan TSA (Trypticase

Page 22: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

18

Soy Agar) untuk menumbuhkan bakteri. Media GYA (Glucose Yeast Agar) untuk

menumbuhkan fungi.

SWC (Sea Water Complete) adalah salah satu medium yang berfungsi

menumbuhkan bakteri air laut. Komposisi bahan yang terkandung dalam SWC

adalah bacto pepton, yeast ekstrak, gliserol bacto agar, air laut, dan akuades.

Masing-masing bahan tersebut memiliki peranan penting dalam media tumbuh

bakteri. Bacto pepton berfungsi sebagai sumber utama nitrogen organik, dapat

mengandung vitamin dan kadang-kadang karbohidrat, dan bergantung pada jenis

bahan berkandungan protein yang dicernakan. Yeast ekstrak merupakan sumber

yang amat kaya akan vitamin B, juga mengandung nitrogen dan senyawa-senyawa

karbon. Di dalam gliserol bacto agar terdapat agar yang merupakan suatu

karbohidrat kompleks yang diperoleh dari alga laut tertentu, diolah untuk

membuang substansi yang tidak dikehendaki. Peranan agar adalah sebagai bahan

pemadat media, agar yang lebur dalam larutan cair akan membentuk gel bila suhu

dikurangi sampai di bawah 45oC. Agar bukan sumber nutrien bagi bakteri (Pelczar

& Chan, 1986). SWC digunakan untuk menumbuhkan bakteri air laut, sehingga

dalam SWC terdapat harus terdapat air laut yang berfungsi untuk membentuk

media tumbuh bakteri yang sesuai dengan habitat aslinya. Akuades dalam SWC

berfungsi mengencerkan media dalam proses pembuatannya.

TCBS ((Thiosulphate Citrate Bile-Salt Sucrose) merupakan salah satu

media selektif yang berfungsi dalam isolasi dan pemeliharaan bakteri jenis Vibrio.

TSA (Trypticase Soy Agar) berfungsi untuk menumbuhkan bakteri air

tawar. TSA mengandung soya peptone (soytone) sebagai sumber nitrogen, vitamin

dan mineral, tryptone sebagai sumber asam amino untuk pertumbuhan, sodium

cloride untuk menyeimbangkan tekanan osmotik, dan bacto agar.

GYA (Glucose Yeast Agar) untuk menumbuhkan fungi. GYA

mengandung antibiotik yang berfungsi menghambat pertumbuhan

mikroorganisme selain fungi yang ditumbuhkan. Antibiotika adalah segolongan

senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau

menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme (Wikipedia, 2008)

Bakteri ditumbuhkan pada media SWC, TCBS dan TSA pada praktikum

ini. Bakteri adalah mikroorganisme uniselular, prokariotik (tidak memiliki

Page 23: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

19

membran inti), berukuran kira-kira 0.5-1.0 x 2.0-5.0 µm (Pelczar & Chan, 1986).

Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri dapat di bagi atas tiga golongan,

yaitu golongan basil (silindris), golongan kokus (bola) dan golongan spiril (spiral)

(Dwidjoseputro, 1978).

Bakteri yang diisolasi dalam praktikum ini adalah bakteri air tawar dan air

laut. Mikroba air tawar yang berasal dari air kolam yang ditumbuhkan pada

medium TSA menghasilkan dua jenis koloni. Ciri-ciri koloni ini yaitu warna

kuning dan putih, bentuk bulat, elevasi cembung, tepian wooly, dan konsistensi

lengket. Ada tiga koloni bakteri air laut yang tumbuh pada medium SWC, dua

jenis koloni yang paling banyak memiliki ciri-ciri yaitu warna kuning dan putih,

tepian smooth, elevasi cembung, dan tidak lengket. Bakteri yang diisolasi dari air

laut tidak tumbuh pada media TCBS.

Selain bakteri, yang diisolasi dalam praktikum ini adalah cendawan/fungi.

Tidak terdapat cendawan yang tumbuh pada medium GYA yang diisolasi dari air

kolam. Fungi adalah nama regnum dari sekelompok besar makhluk hidup

eukariotik heterotrof yang mencerna makanannya di luar tubuh lalu menyerap

molekul nutrisi ke dalam sel-selnya. Fungi memiliki bermacam-macam bentuk.

Orang awam mengenal sebagian besar anggota Fungi sebagai jamur, kapang,

khamir, atau ragi, meskipun seringkali yang dimaksud adalah penampilan luar

yang tampak, bukan spesiesnya sendiri. Kesulitan dalam mengenal fungi sedikit

banyak disebabkan adanya pergiliran keturunan yang memiliki penampilan yang

sama sekali berbeda. Fungi memperbanyak diri secara seksual dan aseksual

(Wikipedia, 2008). Cendawan/fungi merupakan organisme heterotrof yang

berfilamen, umunya bersifat saprofit, beberapa di antaranya bersifat parasit,

bahkan ada yang bersifat parasit obligat

Klasifikasi cendawan air menurut Moore-Landecker (1996) diacu dalam

Prihartini (2003) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Mycetacea

Divisi : Mastigospora

Kelas : Oomycetes

Ordo : 1. Laginidiales

2. Leptomitales

Page 24: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

20

3. Peronosporales

4. Saprolegniales

Page 25: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

21

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Mikroba air tawar yang berasal dari air kolam yang ditumbuhkan pada

medium TSA menghasilkan dua jenis koloni saja. Ciri-ciri koloni ini yaitu warna

putih dan kuning, tepian wooly, elevasi cembung, dan konsistensi lengket. Ada

dua jenis koloni bakteri air laut yang tumbuh pada medium SWC, memiliki ciri-

ciri yaitu warna kuning dan putih, tepian smooth, elevasi cembung, dan

konsistensi tidak lengket. Tidak terdapat koloni bakteri yang diisolasi dari air laut

yang tumbuh pada media TCBS dan tidak terdapat cendawan yang tumbuh pada

medium GYA yang diisolasi dari air kolam.

4.2 Saran

Isolasi bakteri dan fungi dari lingkungan akuatik berguna untuk

mendeteksi keanekaragaman mikroba yang ada. Penggunaan berbagai macam

media yang lebih bervariasi sangat disarankan untuk menunjang hasil isolasi yang

lebih optimal.

Page 26: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

22

DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro D. 1987. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.

Pelczar MJJr, Chan ECS. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Volume 1.

Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah; Jakarta: UI-

Press. Terjemahan dari: Elements of Microbiology.

Prihartini, Tini. 2003. Identifikasi Cendawan pada Ikan Gurame (Osphronemus

gouramy Lac.) dan Penggunaan Daun Kirinyuh (Chromolaena odorata) untuk

Pengendaliannya (Pendekatan In Vitro) [Skripsi]. Bogor: Departemen

Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian

Bogor

Sari, Febianty BP. 2003. Identifikasi dan Uji Postulat Koch Cendawan Penyebab

Penyakit pada Ikan Gurami [Skripsi]. Bogor: Departemen Budidaya Perairan.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Wikipedia. 2008. Antibiotika. www.wikipedia.org. [25 Maret 2008].

Wikipedia. 2008. Fungi. www.wikipedia.org. [25 Maret 2008].

Page 27: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

23

Praktikum ke-3 Tanggal : 3 Oktober 2012

m.k. Mikrobiologi Akuakultur Kelompok : XI

Asisten : Rahman

Adni Zein

Dewi Nurhayati

Firsty Rahmatia

Titi Nur Cahyati

Dendi Hidayatullah

Wahyu Afrilasari

Nurlita Christyaningsih

PEWARNAAN GRAM

Disusun oleh:

Darmawan Setia Budi

C151120151

MAYOR ILMU AKUAKULTUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 28: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

24

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Biakan murni bakteri hasil dari isolasi perlu diidentifikasi dengan

menentukan morfologi sel, morfologi koloni, sifat biokimia (fisiologi),

patogenisitas dan serologinya. Untuk mengidentifikasi beberapa bakteri tertentu

terkadang tidak perlu dilakukan prosedur selengkap di atas.

Salah satu cara mengidentifikasi bakteri yang cukup sederhana adalah

dengan pewarnaan gram. Dengan pewarnaan gram dapat diketahui morfologi sel

bakteri antara lain sifat gram, bentuk sel, dan koloni sel. Dalam pewarnaan gram

bakteri dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bakteri gram positif dan gram negatif.

Perbedaan ini didasari pada hasil akhir pewarnaan, bakteri gram positif berwarna

ungu, sedangkan bakteri gram negatif berwarna merah muda.

Pewarnaan gram merupakan salah satu teknik pewarnaan diferensial yang

paling penting dan paling luas digunakan untuk bakteri. Prosedur ini juga

merupakan salah satu prosedur yang dapat mencirikan banyak bakteri. Oleh

karena itu pemahaman dan keterampilan dalam pewarnaan gram sangat

diperlukan untuk dapat mengidentifikasikan berbagai macam bakteri.

1.2. Tujuan

Praktikum ini bertujuan mengenalkan dan mempelajari prosedur pewarnaan

gram serta memahami pentingnya setiap langkah dalam prosedur tersebut.

Page 29: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

25

II. METODOLOGI

2.1. Waktu dan Tempat

Praktikum ”Pewarnaan Gram” ini dilaksanakan pada hari Rabu 3 Oktober

2012, bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan,

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

2.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah jarum ose, gelas objek, botol semprot,

mikroskop, stop watch, bunsen, dan korek api. Bahan-bahan yang digunakan

adalah akuades steril, alkohol 70%, larutan Gram A (kristal violet, ethanol 95%,

amonium oksalat, dan akuades), larutan Gram B (KI, I2, dan air), larutan Gram C

(Etanol 95% dan Aseton 95%), dan larutan Gram D (Safranin, Etanol, dan Air).

2.3. Prosedur Kerja

Preparat olesan bakteri disiapkan dengan pengambilan bakteri pada tabung

ependorf dengan jarum ose dan dioleskan pada preparat. Larutan Gram A

diteteskan sebanyak 2-3 tetes pada olesan bakteri dan dibiarkan selama 1 menit,

lalu dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan dengan kertas isap secara hati-

hati. Larutan Gram B diteteskan pada preparat dan dibiarkan kering selama 1

menit, lalu dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. Larutan Gram C

diteteskan dan didiamkan selama 30 detik, kemudian dicuci dengan air dan

dikeringkan. Larutan Gram D diteteskan dan didiamkan selama 30 detik, setelah

itu dicuci dengan air dan dikeringkan. Hasil pewarnaan diamati dengan mikroskop

pada perbesaran 1000 kali menggunakan minyak imersi.

Page 30: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

26

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil

Hasil pengamatan pewarnaan Gram disajikan melalui tabel di bawah ini.

Tabel 1. Hasil pewarnaan Gram.

Kelompok Isolat Bentuk Gram Penataan Gambar

7 A Batang + Diplo

G Bulat + Strepto

E Bulat + Mono

8

G Batang - Strepto

E Batang + Mono

A Batang + Diplo

9

C Batang -

+

Lapisan pagar

Streptobasilus

D Batang

Bulat

-

+

Lapisan pagar

streptobasilus

I Batang

Bulat

+

-

Mono

Mono

10

C Batang koma - Lapisan pagar

D Batang + streptobasilus

H Batang koma

Batang

-

+

Lapisan pagar

streptobasilus

11

H Batang

Bulat

+

+

Monobasil

Staphylococcus

B Batang + Monobasil

E Batang

Bulat

+

+

mono

staphylo

12

B Batang + Mono

E Batang

Bulat

+

+

mono

staphylo

H Batang

Bulat

+

+

Mono

Mono, diplo,

staphylo

Page 31: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

27

3.2. Pembahasan

Banyak senyawa organik berwarna yang digunakan untuk mewarnai

mikroorganisme dalam proses pengidentifikasian mikroba dengan menggunakan

mikroskop. Menurut Pelczar & Chan (1986), langkah-langkah utama dalam

mempersiapkan spesimen mikroba yang diwarnai untuk pemeriksaan mikorskopik

adalah penempatan olesan, atau lapisan tipis spesimen, pada kaca objek; fiksasi

olesan itu pada kaca objek, biasanya dengan pemanasan yang menyebabkan

mikroorganisme itu melekat pada kaca objek; dan aplikasi pewarna tunggal

(pewarnaan sederhana) atau serangkaian larutan pewarna atau reagen (pewarnaan

diferensial).

Pemberian warna pada bakteri atau jasad-jasad renik lain dengan

menggunakan larutan tunggal suatu pewarna pada lapisan tipis, atau olesan yang

sudah difiksasi, dinamakan pewarnaan sederhana. Sedangkan prosedur pewarnaan

yang menampilkan perbedaan di antara sel-sel mikrobe atau bagian sel-sel

mikrobe disebut teknik pewarnaan diferensial (Pelczar & Chan, 1986).

Teknik pewarnaan yang dilakukan pada praktikum ini adalah pewarnaan

gram yang merupakan merupakan salah satu teknik pewarnaan diferensial yang

paling penting dan paling luas digunakan untuk bakteri. Pewarnaan Gram atau

metode Gram adalah suatu metode empiris untuk membedakan spesies bakteri

menjadi dua kelompok besar, gram-positif dan gram-negatif, berdasarkan sifat

kimia dan fisik dinding sel mereka. Metode ini diberi nama berdasarkan

penemunya, ilmuwan Denmark Hans Christian Gram (1853–1938) yang

mengembangkan teknik ini pada tahun 1884 untuk membedakan antara

pneumokokus dan bakteri Klebsiella pneumoniae (Wikipedia, 2008).

Dalam praktikum ini olesan bakteri terfiksasi ditetesi dengan larutan ungu

kristal (Gram A), iodium (Gram B), alkohol (Gram C) dan safranin (Gram D)

secara berurutan. Setiap larutan yang diteteskan pada olesan bakteri memiliki

fungsi dan peran masing-masing terutama dalam pengidentifikasian bakteri gram

positif ataupun gram negatif. Hasil akhir dari proses pewarnaan pada praktikum

menunjukkan bahwa bakteri gram positif berwarna ungu pada saat diamati dengan

mikroskop, sedangkan bakteri gram negatif berwarna merah muda saat diaamati

dengan mikroskop.

Page 32: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

28

Pada bakteri gram positif, larutan ungu kristal (UK) menyebabkan sel

berwarna ungu. Pada saat penetesan larutan iodium (Y), kompleks ungu kristal-

iodium (UK-Y) terbentuk di dalam sel dan sel tetap berwarna ungu. Penetesan

alkohol mengakibatkan dinding sel mengalami dehidrasi, pori-pori menciut, daya

rembes dinding sel dan membran menurun, UK-Y tidak dapat keluar dari sel,

sehingga pada saat penetesan safranin sel tetap berwarna ungu (Pelczar & Chan,

1986).

Berbeda dengan bakteri gram positif, pada saat pemberian alkohol bakteri

gram negatif mengalami ekstraksi lipid dari dinding sel, pori-pori mengembang,

kompleks ungu kristal-iodium ke luar dari sel, dan sel menjadi tak berwarna. Pada

penetesan safranin sel menyerap zat pewarna dan menjadi merah (Pelczar &

Chan, 1986).

Faktor yang mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan dalam pewarnaan

gram adalah pelaksanaan fiksasi panas terhadap olesan, fiksasi panas yang

berlebihan akan menyebabkan pecahnya dinding sel, sehingga bakteri gram positif

akan melepaskan pewarna utama dan menyerap pewarna tandingan yaitu sfranin

sehingga tampak seperti gram negatif. Selain itu, faktor yang lainnya adalah

kerapatan olesan; konsentrasi dan umur reagen yang digunakan; sifat, konsentrasi,

dan jumlah pencuci yang digunakan; serta sejarah (umur) biakan.

Isolat bakteri yang diamati pada praktikum ini adalah isolat A, B, C, D, E,

G, H, dan I. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bakteri A berbentuk batang,

gram (+) dengan penataan diplobasilus; bakteri B berbentuk batang, gram (+)

dengan penataan monobasilus; bakteri C berbentuk batang koma (vibrio), gram (-)

dengan penataan lapisan pagar; bakteri D berbentuk batang, gram (+) dengan

penataan streptobasilus; bakteri E merupakan campuran antara bakteri berbentuk

batang dan bulat, keduanya gram (+) dengan penataan monobasilus dan

staphylicoccus; bakteri H merupakan campuran antara bakteri berbentuk batang

dan bulat, keduanya gram (+) dengan penataan monobasilus dan staphylicoccus;

bakteri I merupakan campuran antara bakteri berbentuk batang gram (+) dan bulat

gram (-), dengan penataan monobasilus dan monococcus.

Beberapa jenis bakteri dari gram positif maupun gram negatif dapat

meneybabkan penyakit pada ikan. Hama dan penyakit ikan karantina golongan

Page 33: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

29

bakteri yaitu Aeromonas salmonicida, Renibacterium salmoninarum, Nocardia

spp., Edwardsiella ictaluri, Pasteurella piscicida, Aerococcus viridans (var)

homari, Mycobacterium spp., Edwardsiella tarda, Streptococus spp. dan Yersinia

ruckeri. Beberapa jenis bakteri tersebut dilaporkan telah terdapat di Indonesia

namun belum tersebar luas, yaitu Aeromonas salmonicida di Jawa,

Mycobacterium sp. di Jawa dan Sumatera, Edwardsiella tarda di Jawa serta

Streptococcus sp. di Sulawesi (DKP, 2004).

Termasuk dalam golongan bakteri gram positif adalah Streptoccocus sp.,

Yersinia ruckeri, Nocardia sp., Renibacterium salmoninarum, Mycobacterium sp.,

dan Aerococcus viridans.

Streptoccocus sp. berbentuk bulat atau oval, memanjang seperti rantai,

bersifat gram positif, tidak bergerak, tidak membentuk spora atau kapsul dan

bersifat fakultatif aerob. Diameter bakteri berukuran 0,7-1,4 µm. Bakteri ini dapat

hidup di air tawar dan air laut dengan kisaran suhu bagi pertumbuhannya antara

10-45oC (DKP, 2004).

Yersinia ruckeri berbentuk batang, dengan ukuran 0,5-0,8 x 1,3 µm, bersifat

gram positif, tidak membentuk spora atau kapsul, bergerak dengan flagella

peritrichous pada suhu di bawah 30oC, sedangkan pada suhu 37

oC tidak

membentuk flagella. Bakteri ini dapat dijumpai di air dengan suhu optimal

pertumbuhannya 22-25oC (DKP, 2004).

Nocardia sp. adalah bakteri yang bentuknya bervariasi yaitu bulat, oval dan

batang berfilamen, dengan ukuran diameter 0,5-1,2 µm, bersifat gram positif,

bergerak, tidak membentuk kapsul dan bersifat aerob. Bakteri ini tersebar di alam

termasuk di air dan tanah. Suhu optimal bagi pertumbuhan Nocardia asteroides

antara 28-35oC, sedangkan N. kampachi tidak tumbuh pada suhu 10

oC atau 37

oC

(DKP, 2004).

Renibacterium salmoninarum yang dikenal sebagai penyebab "kidney

disease" adalah bakteri yang berbentuk batang pendek dengan ukuran 0.3-1.5 x 0.

1-1.0 µm, bersifat gram positif, tidak bergerak, tanpa kapsul, sering terdapat

berpasangan dan bersifat aerob. Bakteri ini dapat dijumpai di lingkungan air tawar

maupun air laut dengan suhu optimal pertumbuhannya antara 15-18oC, sedangkan

pada suhu 25oC perturnbuhannya akan terhambat (DKP, 2004).

Page 34: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

30

Mycobacterium sp. yang dikenal sebagai penyebab penyakit " tuberkulosis

ikan" (Fish TB), adalah bakteri yang berbentuk batang, dengan ukuran 0.2-0.6 x

1.0-10 µm, bersifat gram positif lemah, tidak bergerak, tidak membentuk spora

atau kapsul dan bersifat aerob. Bakteri ini banyak dijumpai di perairan tawar dan

laut maupun tanah dengan suhu optimal pertumbuhannya 25-30oC. Tidak dapat

tumbuh pada suhu 37oC kecuali M. marinum, M. fortuitum dan M. chelonei (DKP,

2004).

Aerococcus viridans (var.) homari adalah bakteri yang berbentuk bulat, ada

yang berpasangan atau seperti rantai, bersifat gram positif, tidak bergerak dan

tidak membentuk spora. Bakteri ini dapat ditemukan di air tawar atau juga air laut

(DKP, 2004).

Termasuk dalam golongan bakteri gram negatif adalah Aeromonas

salmonicida, Edwardsiella tarda dan E. Ictaluri, serta Pasteurella piscicida.

Aeromonas salmonicida adalah bakteri yang berbentuk batang pendek

dengan ukuran 1.3-2.0 x 0.8-1.3 µm, bersifat gram negatif, tidak bergerak, tidak

membentuk spora maupun kapsul, dan bersifat aerob. Bakteri ini tidak dapat hidup

lama tanpa inangnya dan suhu optimal bagi pertumbuhannya antara 22-28oC,

sedangkan pada suhu 35oC pertumbuhannya terhambat. Dapat dijumpai di

lingkungan air tawar maupun air laut dan dikenal sebagai penyebab penyakit

"furunculosis" (DKP, 2004).

Edwardsiella tarda dan E. Ictaluri berbentuk batang bengkok, dengan

ukuran 1 x 2-3 µm, bersifat gram negatif bergerak dengan bantuan flagella, tidak

membentuk spora atau kapsul dan bersifat fakultatif anaerob. Bakteri ini dapat

dijumpai di lingkungan air tawar dan air laut, dengan suhu optimal bagi

pertumbuhannya sekitar 35oC, sedangkan pada suhu di bawah 10

oC atau di atas

45oC tidak dapat tumbuh (DKP, 2004).

Pasteurella piscicida berbentuk batang pendek, berukuran 0.6-1.2 x 0.8-2.6

µm, bersifat gram negatif, tidak bergerak, tidak membuat kapsul maupun spora

dan bersifat fakultatif anaerob. Bakteri ini dapat hidup di lingkungan air laut

dengan kisaran suhu untuk pertumbuhannya 10-39oC. Umumnya yang diisolasi

dari ikan dapat tumbuh baik pada suhu 25oC (DKP, 2004).

Page 35: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

31

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah suatu metode empiris untuk

membedakan spesies bakteri menjadi dua kelompok besar, gram-positif dan gram-

negatif, berdasarkan sifat kimia dan fisik dinding sel mereka. Olesan bakteri

terfiksasi yang ditetesi dengan larutan ungu kristal (Gram A), iodium (Gram B),

alkohol (Gram C) dan safranin (Gram D) secara berurutan, di mana setiap larutan

yang diteteskan pada olesan bakteri memiliki fungsi dan peran masing-masing

terutama dalam pengidentifikasian bakteri gram positif ataupun gram negatif.

Setiap langkah yang dilakukan pada pewarnaan gram penting untuk dicermati dan

dipahami agar diperoleh hasil pewarnaan yang tepat.

Hasil pengamatan pada praktikum ini menunjukkan bahwa bakteri A

berbentuk batang, gram (+) dengan penataan diplobasilus; bakteri B berbentuk

batang, gram (+) dengan penataan monobasilus; bakteri C berbentuk batang koma

(vibrio), gram (-) dengan penataan lapisan pagar; bakteri D berbentuk batang,

gram (+) dengan penataan streptobasilus; bakteri E merupakan campuran antara

bakteri berbentuk batang dan bulat, keduanya gram (+) dengan penataan

monobasilus dan staphylococcus; bakteri H merupakan campuran antara bakteri

berbentuk batang dan bulat, keduanya gram (+) dengan penataan monobasilus dan

staphylococcus; bakteri I merupakan campuran antara bakteri berbentuk batang

gram (+) dan bulat gram (-), dengan penataan monobasilus dan monococcus.

4.2. Saran

Sebaiknya jenis bakteri diketahui dahulu sebelum pengamatan dilakukan,

sehingga pelaksanaan prosedur dapat dievaluasi berdasarkan hasil yang diperoleh.

Page 36: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

32

DAFTAR PUSTAKA

Pelczar MJJr, Chan ECS. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Volume 1.

Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah; Jakarta: UI-

Press. Terjemahan dari: Elements of Microbiology.

Wikipedia. 2008. Pewarnaan Gram. www.wikipedia.org. [25 Maret 2008].

DKP. 2004. Penyakit Ikan Karantina Golongan Bakteri. www. Dkp.go.id. [1 April

2008].

Page 37: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

33

Praktikum ke-4 Tanggal : 10 Oktober 2012

m.k. Mikrobiologi Akuakultur Kelompok : XI

Asisten : Rahman

Adni Zein

Dewi Nurhayati

Firsty Rahmatia

Titi Nur Cahyati

Dendi Hidayatullah

Wahyu Afrilasari

Nurlita Christyaningsih

KARAKTERISASI SIFAT BIOKIMIA

DAN FISIOLOGI BAKTERI

Disusun oleh:

Darmawan Setia Budi

C151120151

MAYOR ILMU AKUAKULTUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 38: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

34

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mikroorganisme bertahan agar tetap hidup melalui penyesuaian diri terhadap

lingkungannya demi kelanjutan generasinya. Untuk itu, mikroorganisme mampu

merombak dan menggunakan bahan-bahan kimia (dalam bentuk larutan) yang ada

di lingkungannya sebagai sumber energi dan zat pembangun.

Semua kegiatan metabolisme mikroorganisme dilakukan oleh enzim, yaitu

biokatalisator yang dapat mempercepat reaksi kimia sel. Proses metabolisme akan

melibatkan tidak hanya satu jenis enzim, akan tetapi banyak enzim yang terkait

yang masing-masing bekerja dengan cepat agar reaksi kimia yang bersifat

komplek dapat berjalan. Kerja enzim bersifat spesifik yang berarti satu jenis

enzim hanya akan bekerja pada satu jenis senyawa.

Hasil akhir dari proses enzimatis dan berkurangnya bahan atau zat di dalam

media dapat dideteksi dan diukur. Seperti halnya kerja enzim yang spesifik, setiap

jenis mikroorganisme mempunyai kemampuan beradaptasi yang berbeda-beda.

Proses enzimatis pada berbagai jenis mikroorganisme berbeda-beda. Perbedaan ini

dapat diketahui dengan uji sifat biokimia mikroorganisme, sehingga hasil dari uji

ini dapat digunakan untuk identifikasi mikroorganisme baik genus ataupun

spesiesnya.

1.2. Tujuan

Praktikum ini bertujuan mempelajari prosedur karakterisasi fisioligi dan

biokimia bakteri.

Page 39: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

35

II. METODOLOGI

2.1. Waktu dan Tempat

Praktikum ”Karakterisasi Sifat Biokimia dan Fisiologi Bakteri” ini

dilaksanakan pada hari Rabu 10 Oktober 2012 dan pengamatan dilakukan pada

hari Kamis 11 Oktober 2012, bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan,

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

2.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah rak tabung reaksi,

tabung reaksi, sumbat kapas, sprayer, bunsen, pipet serologis, gelas arloji, pipet

tetes, lup inokulan, bulb, ice bath, kertas tissue, dan kertas saring. Bahan-bahan

yang digunakan adalah biakan bakteri A dan E, alkohol 70%, alkohol 90%, O/F

media, parafin, media SIM (Sulfida Indol Motility), larutan p-

aminodimethylaniline-oxalat 1%, larutan hidrogen peroksida, dan medium gelatin.

2.3. Prosedur Kerja

Uji yang digunakan untuk karakterisasi sifat biokimia dan fisiologi dalam

praktikum ini adalah uji oksidatif/fermentatif, uji oksidase, uji katalase, uji

motilitas, dan uji gelatin. Sebelum dilakukan masing-masing uji , tangan dan meja

disemprot dengan alkohol 70% terlebih dahulu kemudian dilap dengan tissue.

Sebelum lup inokulasi digunakan, dibakar di atas api bunsen terlebih dahulu

supaya lup steril, setelah dibakar, dicelupkan ke dalam alkohol 90% kemudian

dibakar lagi hingga siap digunakan.

Uji oksidatif/fermentatif dilakukan dengan pengambilan koloni bakteri

menggunakan jarum ose, kemudian diinokulasikan vertikal pada pada 1 set O/F

medium. Salah satu tabung diberi parafin cair 1 ml dan yang satu lagi tidak diberi

parafin. Kedua tabung tersebut diinokulasi selama 24 jam. Hasil pengujian, reaksi

oksidatif bila pada tabung yang tidak diberi parafin berubah menjadi kuning.

Reaksi fermentatif jika tabung yang diberi parafin berubah warna menjadi kuning

atau kedua tabung berubah warna menjadi kuning.

Page 40: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

36

Uji oksidase, p-aminodimethylaniline-oxalat 1% diteteskan pada kertas

saring. Kemudian satu ose penuh biakan dari media padat diulaskan pada di atas

tetesan p-aminodimethylalanine-oxalat. Bila koloni berubah warna menjadi merah

berarti tes positif, dan bila berwarna ungu berarti tes negatif.

Uji katalase, sebagian koloni bakterio dari agar miring diambil dan

diletakkan pada gelas objek, dan larutan hydrogen peroksida diberikan pada

koloni tersebut. Reaksi positif ditunjukkan oleh adanya gelembung-gelembung.

Media SIM (Sulfida Indol Motility) digunakan dalam uji motilitas. Cara

melakukan uji, koloni bakteri diambil dengan menggunakan jarum inokulum,

diinhokulasi secara vertikal, dan diinkubasi selama 24 jam. Bakteri motil tumbuh

pada permukaan medium, sedangkan bakteri non motil tumbuh di sepanjang

tusukan.

Uji gelatin, biakan diinokulasikan pada nutrien gelatin tegak dan diinkubasi

pada 37oC selama 1 hari, kemudian dimasukkan dalam ice-bath. Kontrol dan

gelatin yang tidak mengalami hidrolisa akan membeku, sedangkan yang

terhidrolisa akan tetap cair atau menunjukkan reaksi positif.

Page 41: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

37

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil

Hasil dari uji-uji karakterisasi biokimia dan fisiologi bakteri yang telah

dilakukan disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 1. Hasil uji identifikasi bakteri

Sampel

Kelompok

Uji Bakteri

Gram Genus Katalase Oksidase

O/F

Motilitas Non

Parafin Parafin

7 + - Kuning Kuning - + Staphylococcus

8 + - Kuning Hijau + + Staphylococus,

Corynebacterium,

Listeria

9 + + Kuning Hijau - + -

10 + + Kuning Hijau - + -

11 + - Hijau Hijau - + Staphylococus

12 + - Kuning Kuning - + Bacillus

3.2. Pembahasan

Identifikasi bakteri dapat menggunakan cara karakterisasi sifat biokimia dan

morfologi bakteri. Uji-uji yang dilakukan dalam mengkarakterisasi sifat biokimia

dan morfologi bakteri menurut Sharpe (1980 dalam Malaka dan Laga, 2005)

adalah sifat Gram, temperatur pertumbuhan, uji katalase, fermentasi karbohidrat,

toleransi NaCl, uji pasteurisasi, kemampuan tumbuh pada pH basa, kemampuan

tumbuh pada susu yang mengandung biru metilen, toleransi garam empedu,

produksi asam laktat dalam susu, dan uji sensitifitas terhadap antibiotik. Dalam

praktikum ini hanya dilakukan beberapa dari uji-uji tersebut, di antaranya adalah

uji oksidatif/fermentatif, uji motilitas, uji oksidase, uji katalase, dan uji gelatin.

Oksidasi merupakan hilangnya energi elektron dari suatu molekul, selalu

disertai dengan reduksi, yaitu diperolehnya elektron oleh molekul yang lain.

Fermentasi merupakan kegiatan mikroorganisme anaerob dalam menghasilkan

energi yang menggunakan bahan organik sebagai donor dan aklseptor elektron

(Pelczar & Chan, 1986). Uji oksidatif/fermentatif dalam praktikum ini

menggunakan parafin untuk mencegah kontak antara medium dan udara. Dalam

penelitiannya, Purnawati (2008) menggunakan larutan agar-agar 3 % untuk

Page 42: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

38

menutup permukaan media. Inkubasi dilakukan selama 24 jam pada praktikum

inii, namun dalam penelitian Purnawati (2008), inkubasi selama 7-14 hari, bila

media pada tabung yang tidak ditetesi parafin berwarna kuning dan media pada

tabung yang ditetesi parafin berwarna hijau maka hasilnya oksidatif (Fahy dan

Persley, 1983 dalam Purnawati, 2008) dan bakteri bersifat aerob (Pelczar dan

Reid, 1974 dalam Purnawati, 2008). Reaksi fermentatif terjadi jika tabung yang

diberi parafin berubah warna menjadi kuning atau kedua tabung berubah warna

menjadi kuning.

Uji katalase menggunakan hidogen peroksida dilakukan untuk mengetahui

ada tidaknya enzim katalase. Katalase adalah enzim yang dapat menguraikan

hidrogen peroksida yang tidak baik bagi tubuh makhluk hidup menjadi air dan

oksigen yang sama sekali tidak berbahaya (Helianti, 2006). Menurut Lay (1994

dalam Misgiyarta & Widowati, 2002) uji katalase menggunakan larutan H2O2 3%,

adanya gelembung udara menunjukkan uji katalase positif.

Uji Oksidase digunakan untuk melihat adanya aktivitas enzim dehidrogenase

pada bakteri. Pengujian ini dikorelasikan dengan adanya sitokrom dalam kadar

yang tinggi, yang dapat dipakai untuk mengenal bakteri tertentu yang termasuk

dalam genus Pseudomonas dan Neisseria. Oksidasi dari p-aminodimetilanilina

menjadi warna merah tua sampai hitam, dapat dipakai sebagai ukuran aktivitas

sitokrom. Bila koloni-koloni segera menjadi berwarna merah tua, menunjukkan

bahwa organisme itu diduga mengandung sitokrom-C. Dalam hal ini perlu

diperhatikan bahwa semua koloni dapat menjadi merah tua dengan reagen

oksidase, bila dibiarkan berada dalam cahaya. Karena itu hasil pengujian harus

segera diperiksa setelah reagen diberikan. Biakan tua tidak dapat memberikan

hasil yang akurat untuk pengujian ini (Sonic-stu, 2008).

Uji motilitas menggunakan media SIM (Sulfida Indol Motility) sehingga

dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan membentuk indol (produk hasil

degradasi protein), ikatan sulfida, dan pergerakan bakteri. Indol dibentuk dari

asam triptofan sebagai hasil aktivitas hidrolisis beberapa spesies bakteri (Sonic-

stu, 2008). Uji motilitas positif jika pertumbuhan koloni menyebar luas pada agar.

(Barrow et al., 1993 dalam Misgiyarta & Widowati, 2002). Pada praktikum ini

Page 43: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

39

kedua bakteri menunjukkan uji motilitas positif yang ditandai dengan

terbentuknya koloni bakteri di permukaan medium yang digunakan.

Uji gelatin dilakukan untuk mengetahui aktifitas enzim gelatinase (Susatyo

& Dwi, 2007). Larutan gelatin bersifat cair pada suhu ruang dan padat di dalam

lemari es. Gelatin yang telah dihidrolisa akan tetap cair meskipun berada di dalam

lemari es.

Berdasarkan uji-uji yang telah dilakukan didapatkan sifat biokimia dan

fisiologi dapat dilakukan identifikasi menggunakan tabel Cowan. Hasil

identifikasi didapatkan 4 jenis bakteri dari genus Staphylococcus,

Corynebacterium, Listeria, dan Bacillus.

Page 44: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

40

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan uji-uji yang telah dilakukan didapatkan sifat biokimia dan

fisiologi dapat dilakukan identifikasi menggunakan tabel Cowan. Hasil

identifikasi didapatkan 4 jenis bakteri dari genus Staphylococcus,

Corynebacterium, Listeria, dan Bacillus.

4.2. Saran

Sebaiknya jenis bakteri diketahui dahulu sebelum pengamatan dilakukan,

sehingga pelaksanaan prosedur dapat dievaluasi berdasarkan hasil yang diperoleh.

Page 45: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

41

DAFTAR PUSTAKA

Feliatra et al. 2004. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Probiotik dari Ikan Kerapu

Macan (Ephinephelus fuscogatus) dalam Upaya Efisiensi Pakan Ikan. Jurnal

Natur Indonesia. 6(2): 75-80 (2004). ISSN 1410-9379.

Helianti, Is. 2006. Katalase Ultrastabil Untuk Penguraian Limbah Bleaching.

http://www.beritaiptek.com. [20 April 2008].

Malaka R, Laga A. 2005. Isolasi dan Identifikasi Lactobacillus bulgaricus Strain

Ropy dari Yoghurt Komersial. Jurnal Sains & Teknologi. Vol. 5 No. 1: 50 –

58.

Misgiyarta & Widowati, S. 2002. Seleksi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat

(BAL) Indigenus. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan

Bioteknologi Tanaman.

Pelczar MJJr, Chan ECS. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Volume 1.

Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah; Jakarta: UI-

Press. Terjemahan dari: Elements of Microbiology.

Purnawati, Arika. 2008. Ketahanan Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) Varietas

Lokal Ketan dan Adira-4 Hasil Radiasi Terhadap Bakteri Xanthomonas

campestris pv. manihotis Secara In Vitro. images.soemarno.multiply.com. [20

April 2008].

Sonic-stu. 2008. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid II.

http://www.sonic-stu.com/images/Mikrobiologi.pdf. [20 April 2008]

Wikipedia. 2008. Acitenobacter. http://en.wikipedia.org [22 April 2008]

Page 46: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

42

Praktikum ke-5 Tanggal : 17 Oktober 2012

m.k. Mikrobiologi Akuakultur Kelompok : XI

Asisten : Rahman

Adni Zein

Dewi Nurhayati

Firsty Rahmatia

Titi Nur Cahyati

Dendi Hidayatullah

Wahyu Afrilasari

Nurlita Christyaningsih

MORFOLOGI FUNGI

Disusun oleh:

Darmawan Setia Budi

C151120151

MAYOR ILMU AKUAKULTUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 47: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

43

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Fungi dapat dibiakkan pada media buatan dengan formulasi nutrien tertentu

sesuai dengan formulasi nutrien tertentu sesuai dengan sifat fisiologinya. Bentuk

dan ciri pertumbuhan masing-masing jenis fungi berbeda satu sama lain. Bentuk

dan ciri-ciri morfologis, terutama struktur-struktur yang berkaitan dengan

reproduksi, yaitu spora aseksual dan seksual serta tubuh-tubuh buahnya.

Pengamatan terhadap morfologi fungi sangat diperlukan dalam proses

pengidentifikasian berbagai jenis fungi sehingga bisa diklasifikasikan.

1.2. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengamati morfologi fungi.

Page 48: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

44

II. METODOLOGI

2.1. Waktu dan Tempat

Praktikum ”Morfologi Fungi” ini dilaksanakan pada hari Rabu 17 Oktober

2012, bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan,

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

2.2. Alat dan Badan

Alat-alat yang digunakan adalah gelas objek, gelas penutup, cawan petri,

tabung reaksi, sprayer, bunsen, pipet tetes, jarum inokulasi, dan mikroskop.

Bahan-bahan yang digunakan adalah alkohol 70%, akuades steril, metilen blue,

serta biakan murni fungi dari larva ikan dan tempe.

2.3. Prosedur Kerja

Gelas objek dan gelas penutup dibersihkan dengan alkohol. Akuades steril

diteteskan pada bagian tengah gelas objek. Fungi yang akan diperiksa diletakkan

dengan lup inokulasi kemudian ditutup dengan gelas penutup. Kelebihan air yang

keluar dari gelas penutup dihisap dengan kertas penghisap agar mikroskop tidak

basah. Koloni fungi diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali.

Untuk melihat morfologi konidia atau spora, digunakan perbesaran 1000 kali.

Tingkat mortalitas pada Saccharomyces dan yeast diamati dengan

penambahan metilen blue pada gelas objek menggantikan akuades steril pada

prosedur sebelumnya. Rumus mortalitas adalah:

%100% XrataBratarataArata

rataArataMati

Kultur dan uji biokimia khamir, jarum ose dibakar diatas api bunsen

sampai membara. Setelah membara, jarum ose didinginkan dibagian pinggir

microtube yang berisi larutan isolat khamir, kemudian ujung jarum ose

dimasukkan ke dalam isolat khamir dan digoreskan pada media GYA lalu

diinkubasi selama 24 jam. Setelah 24 jam diinkubasi, khamir yang telah tumbuh

pada media GYA kemudian dipindahkan secara aseptis ke masing-masing tabung

Page 49: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

45

yang berisi larutan gula sederhana, diinkubasi lagi selama 24 jam kemudian

diamati perubahan warna larutan gula.

Page 50: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

46

III. PEMBAHASAN

3.1. Hasil

Hasil dari pengamatan yang telah dilakukan disajikan dalam tabel-tabel

di bawah ini.

Tabel 1. Jumlah persentase khamir yang mati dan hidup pada biakan murni.

Kel. Jenis

Sampel

Rataan Sel

Mati (A)

Rataan Sel

Hidup (B)

Persentase

Sel Mati (%)

Persentase Sel

hidup (%)

7 A 39 183 17,57 82,47

8 A 5,67 19,67 21,02 80,98

9 A 4,67 18,67 20,02 79,98

10 A 7,67 21,67 26,14 73,86

11 A 4 24 15 85

12 A 4,67 18,67 20,02 79,98

Tabel 2. Hasil uji khamir pada berbagai media gula

No Uji Gula Set I Set II Set III Set IV Set V

Gula Gas Gula Gas Gula Gula Gas Gula Gula Gas

1. Maltosa + + + + + + + - + +

2. Dekstrosa + + + + + + + - + +

3. Laktosa - - - - - - - - - -

4. Galaktosa + + + + + + + - + +

5. Sukrosa + + + + + + + + + +

6. Rafinosa + + + + + + + + + +

7. Trehalosa - - - + - - - - - -

3.2. Pembahasan

Fungi atau cendawan adalah organisme heterotrofik yang memerlukan

senyawa organik untuk nutrisinya. Cendawan dapat lebih bertahan dalam keadaan

alam sekitar yang tidak menguntungkan dibanding dengan jasad-jasad renik

lainnya. Cendawan mampu memanfaatkan berbagai macam bahan untuk gizinya.

Sekalipun demikian, cendawan adalah heterotrof (Pelczar & Chan, 1986).

Page 51: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

47

Klasifikasi cendawan terutama didasarkan pada ciri spora seksual dan tubuh

yang ada selama tahap-tahap seksual dalam daur hidupnya. Namun jika tingkat

seksual cendawan tidak diketahui maka klasifikasinya harus menggunakan ciri-

ciri lain diluar tingkat seksual. Ciri-ciri itu mencakup morfologi spora aseksual

dan miseliumnya. Oleh karena itu berdasarkan pada ciri dan morfologi

reproduksinya terdapat empat kelas cendawan sejati atau berfilamen di dalam

dunia fungi, yaitu Phycomycetes, Ascomycetes, Basidiomycetes, dan

Deuteromycetes (Pelczar & Chan, 1986).

Khamir dan kapang adalah cendawan yang diamati dalam praktikum ini.

Khamir termasuk dalam kelas Ascomycetes, sedangkan kapang termasuk ke

dalam kelas Deuteromycetes. Perbedaan antara keduanya terletak pada tingkat

seksualnya. Khamir sudah diketahui tingkat seksualnya sehingga disebut

cendawan perfek/sempurna, sedangkan kapang belum diketahui tingkat

seksualnya sehingga disebut cendawan imperfek. Selama belum diketahui tingkat

seksualnya cendawan digolongkan pada kelas Deuteromycetes (Pelczar & Chan,

1986).

Banyak khamir tergolong kelas Ascomycetes karena membentuk askospora.

Pola sederhana pembentukan askospora tampak pada daur hidup khamir yang

umum, yaitu Schizosaccharomyces. Secara aseksual, genus khamir ini melalui

pembelahan biner melintang. Khamir lain dalam kelas ini, seperti khamir dari

Saccharomyces cerevisiae (digunakan untuk membuat roti, anggur dan bir),

memperbanyak diri secara aseksual dengan bertunas (Pelczar & Chan, 1986).

Bentuk sel Saccharomyces yang diamati adalah bulat, elips sedangkan yeast yang

diamati berbentuk bulat.

Gambar 1. Saccharomyces sp. hasil pengamatan yang diwarnai dengan metilen

blue. Tanda panah menunjuk tunas.

Page 52: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

48

Gambar 2. Saccharomyces cerevisiae, tanda panah menunjuk tunas (Wikipedia,

2008)

Hasil pengamatan mortalitas khamir menunjukkan bahwa tingkat kematian

khamir yang diberi metilen blue berkisar antara 15% sampai 26,14%. Khamir

yang mati berwarna biru sedangkan khamir yang hidup berwarna bening (gambar

4).

Gambar 4. Khamir yang diberi MB, tanda panah menunjuk khamir hidup.

Kapang lendir merupakan sekumpulan mikroorganisme yang heterogen,

memiliki ciri-ciri hewan dan tumbuhan. Fase vegetatif atau somatik yang aselular

dan merayap jelas mempunyai struktur dan fisiolog seperti binatang, struktur

reproduksinya seperti tumbuhan, yaitu menghasilkan spora yang terbungkus

dinding yang nyata. Gabungan fase seperti binatang dan tumbuhan dalam satu

daur hidup merupakan ciri pembeda kapang lendir (Pelczar & Chan, 1986).

Gambar 5. Pengamatan jamur tempe Rhizopus sp. di bawah mikroskop

Page 53: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

49

Tubuh atau talus suatu kapang pada dasarnya terdiri dari dua bagian yaitu

miselium dan spora (sel resisten, istirahat atau dorman). Miselium merupakan

kumpulan beberapa filamen yang dinamakan hifa. Setiap hifa lebarnya 5-10 µm,

dibanding sel bakteri yang biasanya berdiameter 1 um. Ada tiga macam morfologi

hifa, yaitu aseptat (tidak mempunyai dinding sekat atau septum), septat dengan

sel-sel uninukleat, dan septat dengan sel-sel multi nukleat (Pelczar & Chan, 1986).

Hasil pengamatan pada kapang menunjukkan bahwa kapang yang diamati

memiliki tipe morfologi hifa aseptat.

Gambar 6. Tiga tipe hifa: A. Aseptat, B. Septat uninukleat, C. Septat multinukleat

(Pelczar & Chan, 1986).

Beberapa cendawan hidup pada tubuh ikan. Salah satunya menjadi penyebab

penyakit saprolegniasis pada ikan. Penyakit ini merupakan penyakit jamur pada

ikan atau telur ikan yang disebabkan antara lain oleh jamur Achlya sp. dan

Saprolegnia sp. (Gambar 5.). Pada umumnya jamur merupakan infeksi kedua

pada ikan setelah penyakit primer yang menginfeksi berupa penyakit bacterial dan

parasiter, selain itu infeksi jamur bisa juga terjadi pada ikan yang luka (stress

fisik) karena penanganan kasar atau pengaruh kualitas air dan telur yang tidak

dibuahi. Tanda penyakit yang terserang adalah pada permukaan tubuh ikan

dipenuhi dengan pertumbuhan benang-benang putih seperti kapas putih atau

coklat yang tumbuh pada kulit, sirip, insang mata dan telur ikan. Jamur akan

tumbuh menempel pada jaringan otot dibawah kulit. Pengendalian jamur pada

telur dapat dilakukan dengan membuang telur yang tidak dibuahi, atau telur dapat

direndam menggunakan methilene blue 1 ppm (Sucipto, 2008).

Page 54: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

50

Gambar 7. Jamur Achlya sp. dan Saprolegnia sp. (Sucipto, 2008).

Penyakit lain pada yang disebabkan oleh fungi adalah Ichthyosporidosis.

Penyakit ini disebabkan oleh jamur Ichthyos poridium sp (Ichthyophonus sp).

Jamur ini berkembang mengikis jaringan luar bagian kepala dan menyebabkan

luka yan dalam yang berwarna kemerah-merahan dan dapat masuk ke dalam

sampai ke bagian tengkorak kepala ikan. Kadang-kadang juga ditemukan di

bawah kulit dan jaringan epitel kulit dari jaringan organ yang penting misalnya

insang, usus, hati dan jantung dalam bentuk gumpalan granula. Biasanya terdapat

pada ikan kerapu dan berkembang lambat karena penyakit ini terutama teramati

pada ikan-ikan atau ukuran pasar. Sampai saat ini belum ada pengobatan yang

manjur terhadap penyakit ini. Beberapa jenis antibiotik yang biasa terdapat di

pasaran kurang mempan menghadapi penyakit ini. Untuk itu dapat dihindari

dengan jalan menjaga makanan dari ikan rucah yang diberikan agar bersih dan

tidak ada gumpalan-gumpalan penyakit di bagian kulitnya atau di bagian lain

(Tarwiyah, 2001).

Reaksi yang dihasilkan oleh khamir terhadap tujuh jenis gula yang

diujikan, pada gula jenis laktosa dan trehalosa terjadi reaksi negatif (warna tetap

ungu), sedang pada maltose, dekstrosa, galaktosa, sukrosa, dan rafinosa terjadi

reaksi oksidatif positif (warna berubah menjadi kuning).

Page 55: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

51

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Bentuk sel Saccharomyces yang diamati adalah bulat, elips sedangkan yeast

yang diamati berbentuk bulat. Hasil pengamatan mortalitas khamir menunjukkan

bahwa tingkat kematian khamir yang diberi metilen blue berkisar antara 15%

sampai 26,14%. Khamir yang mati berwarna biru sedangkan khamir yang hidup

berwarna bening. Kapang yang diamati memiliki tipe morfologi hifa aseptat.

Reaksi yang dihasilkan oleh khamir terhadap tujuh jenis gula yang diujikan, pada

gula jenis laktosa dan trehalosa terjadi reaksi negatif (warna tetap ungu), sedang

pada maltose, dekstrosa, galaktosa, sukrosa, dan rafinosa terjadi reaksi oksidatif

positif (warna berubah menjadi kuning).

4.2. Saran

Keterampilan dalam penggunaan mikroskop perlu ditingkatkan agar

praktikum berjalan lancar.

Page 56: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

52

DAFTAR PUSTAKA

Pelczar MJJr, Chan ECS. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Volume 1.

Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah; Jakarta: UI-

Press. Terjemahan dari: Elements of Microbiology.

Sucipto, Adi. 2008. Penyakit pada Ikan. http://www.naksara.net [29 April 2008].

Tarwiyah. 2001. Pedoman Teknis Penanggulangan Penyakit Ikan Budidaya Laut.

http://www.ristek.go.id [29 April 2008]

Wikipedia. 2008. Fungi. http://en.wikipedia.org [29 April 2008].

Page 57: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

53

Praktikum ke-6 Tanggal : 31 Oktober 2012

m.k. Mikrobiologi Akuakultur Kelompok : XI

Asisten : Rahman

Adni Zein

Dewi Nurhayati

Firsty Rahmatia

Titi Nur Cahyati

Dendi Hidayatullah

Wahyu Afrilasari

Nurlita Christyaningsih

PERHITUNGAN BAKTERI DENGAN METODE HITUNGAN

CAWAN

Disusun oleh:

Darmawan Setia Budi

C151120151

MAYOR ILMU AKUAKULTUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 58: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

54

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengukuran kuantitatif populasi mikroba dalam suatu sampel dilakukan

untuk mengetahui kualitas bahan dan tujuan lain berdasarkan jumlah mikroba

yang ada dalam sampel tersebut. Ada berbagai cara untuk mengukur jumlah sel,

antara lain dengan hitungan mikroskopis langsung (direct microscopis count), dan

hitungan tidak langsung (indirect count) dengan hitungan cawan, baik dengan

metode penyebaran maupun metode penuangan. Keterampilan dalam

penghitungan jumlah bakteri sangat untuk menghitung jumlah bakteri dalam suatu

ukuran tertentu. Pengetahuan jumlah bakteri dapat memberikan informasi keadaan

habitat asal bakteri tersebut.

1.2. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari cara melakukan pengenceran

serial dan menentukan jumlah bakteri dalam suatu dengan metode hitungan

cawan.

Page 59: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

55

II. METODOLOGI

2.1. Waktu dan Tempat

Praktikum ”Penghitungan Bakteri dengan Metode Hitungan Cawan” ini

dilaksanakan pada hari Rabu 24 Oktober 2012 dan pengamatan pada hari Kamis

25 Oktober 2012 bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen

Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

2.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah tabung reaksi, sumbat kapas, cawan petri,

tabung reaksi, sprayer, bunsen, korek api, pipet 1 ml, rak tabung reaksi, dan

batang penyebar. Bahan-bahan yang digunakan adalah alkohol 70%, suspensi

bakteri Pseudo alteromonas, media SWC cair dengan suhu 50oC, dan larutan

fisiologis (0,85%).

2.3. Prosedur Kerja

Tabung-tabung berisi garam fisiologis disiapkan dan disusun berderet.

Sampel suspensi bakteri dikocok baik-baik sampai kekeruhannya rata.

Pengenceran serial sampel suspensi bakteri dilakukan seperti pada gambar 1.

Satu ml suspensi bakteri diambil secara aseptik lalu dimasukkan ke tabung

sebanyak 9 ml pertama (10-1

), dikocok atau divortex agar homogen, lalu secara

aseptik 1 ml sampel dari tabung pengencer pertama dipipet dan dimasukkan ke

dalam tabung pengencer kedua (10-2

), dan seterusnya untuk tabung-tabung

pengencer selanjutnya.

Tiga cawan petri steril dan 3 cawan petri berisi media SWC disiapkan dan

diberi kode sesuai dengan kode tabung pengencer yang akan dituang atau disebar.

Sampel dari tabung pengencer 5, 4, dan 3 dipipet sebanyak 0,1 ml lalu masing-

masing disebar dalm media SWC menggunakan batang penyebar. Sampel dari

tabung pengencer 5, 4, dan 3 dipipet sekali lagi sebanyak 0,1 ml lalu dituangkan

ke dalam cawan petri steril, kemudian ditambahkan media SWC cair dan

selanjutnya digoyangkan secara perlahan-lahan dengan menggeser-geserkan

cawan petri tersebut membentuk alur angka delapan pada meja praktikum. Agar

Page 60: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

56

dalam cawan cawan petri ini dibiarkan menjadi padat. Setelah itu diletakkan

dalam posisi terbalik untuk diinkubasikan pada suhu kamar selama 24 jam.

Jumlah koloni dihitung (30-300) dan dikalikan dengan faktor pengencernya.

Gambar 1. Contoh penghitungan bakteri dengan metode hitungan cawan

Page 61: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

57

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil

Hasil dari penghitungan bakteri dengan metode hitungan cawan dapat dilihat

pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil penghitungan bakteri dengan metode hitungan cawan.

Kelompok Metode Jumlah Koloni

10-4

10-5

10-6

7 Tuang TBUD 40 83

Sebar TBUD TBUD 292

8 Tuang TBUD 126 27

Sebar Kontaminan TBUD 262

9 Tuang TBUD TBUD 178

Sebar 78 TBUD TBUD

10 Tuang TBUD 70 53

Sebar TBUD TBUD 73

11 Tuang TBUD 1,95 x 10-8

2,8 x 10-8

Sebar TBUD 2,63 x 10-8

8,3 x 10-8

12 Tuang 49 - 72

Sebar 48 124 80

Keterangan:

TBUD : Terlalu Banyak Untuk Dihitung

3.2. Pembahasan

Bakteri terdapat berkoloni di berbagai tempat. Dalam satu koloni bakteri

terdapat sangat banyak sel bakteri. Untuk mengetahui jumlah bakteri pada suatu

bahan maka dapat dilakukan penghitungan jumlah bakteri. Metode yang dapat

digunakan untuk menentukan jumlah mikrobe di dalam bahan pangan terdiri

terdiri metode hitungan cawan, Most Probable Number (MPN), dan metode

hitungan mikroskopis langsung, serta metode turbidimetri (Hadioetomo, 1990).

Dalam praktikum ini digunakan metode hitungan cawan.

Prosedur yang paling menentukan dalam metode hitungan cawan tuang

adalah pengenceran. Suatu bahan yang diperkirakan mengandung lebih dari 300

sel mikroba per ml, per gram, atau per cm2 memerlukan perlakuan pengenceran

sebelum ditumbuhkan pada medium agar di dalam cawan petri, sehingga setelah

diinkubasi akan terbentuk koloni dalam cawan tersebut dalam jumlah yang dapat

Page 62: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

58

dihitung, di mana jumlah yang terbaik adalah 30-300 koloni. Larutan yang

digunakan untuk pengenceran dapat berupa larutan buffer fosfat, larutan garam

fisiologi 0,85%, atau larutan Ringer (Hadioetomo, 1990). Larutan fisiologi yang

digunakan dalam pengenceran pada praktikum ini adalah larutan garam fisiologi

0,85%.

Hadioetomo (1990) menyatakan bahwa metode hitungan cawan dapat

dibedakan atas metode tuang (pour plate) dan metode permukaan (surface/spread

plate). Kedua metode tersebut dilakukan dalam praktikum ini, namun istilah yang

digunakan berbeda yaitu metode cawan tuang dan cawan sebar.

Menurut Hadioetomo (1990) prinsip dari metode hitungan cawan adalah jika

sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar maka sel mikroba

tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat

langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Metode hitungan cawan

merupakan cara yang paling sensitif untuk menentukan jumlah mikroba karena

hanya sel yang masih hidup yang dihitung, beberapa jenis mikroba dapat dihitung

sekaligus, dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba karena koloni

yang terbentuk mungkin berasal dari satu sel mikroba dengan penampakan

pertumbuhan yang spesifik.

Hasil praktikum dari masing-masing kelompok menunjukkan hasil yang

bervariasi. Hampir semua kelompok mendapatkan hasil TBUD (Terlalu Banyak

Untuk Dihitung). Metode hitungan cawan dapat dikatakan berhasil jika jumlah

koloni bakteri yang diperoleh semakin kecil pada akhir pengenceran. Hal ini dapat

terjadi akibat kesalahan prosedur pengenceran atau kerja yang tidak aseptik.

Prosedur pengenceran yang tidak tepat akan mengakibatkan bakteri yang

diencerkan tidak tersebar merata, sehingga ketika pengenceran dilanjutkan bakteri

yang terencerkan semakin sedikit. Akhirnya bakteri yang terhitung pada cawan

tuang ataupun cawan gores menjadi kurang dari 30 koloni.

Kerja yang tidak aseptik akan menyebabkan terjadi kontaminan yang dapat

berkembang menjadi koloni pada media cawan tuang maupun sebar. Akibatnya

kontaminan tersebut akan terhitung, sehingga koloni bakteri dalam satu cawan

petri menjadi lebih dari 300 koloni. Sesuai dengan Hadioetomo (1990), bahwa

beberapa jenis mikroba dapat dihitung sekaligus pada metode hitungan cawan.

Page 63: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

59

Metode hitungan cawan memiliki kelemahan-kelemahan antara lain, hasil

perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel mikroba yang sebenarnya karena

beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk satu koloni, medium dan

kondisi berbeda mungkin menghasilkan nilai yang berbeda, mikroba yang

ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan membentuk koloni

yang jelas dan kompak serta tidak menyebar, memerlukan persiapan dan waktu

inkubasi yang lama sehingga pertumbuhan koloni dapat dihitung (Hadioetomo,

1990).

Jumlah koloni pada pengenceran 10-4

, 10-5

, dan 10-6

seharusnya cenderung

semakin sedikit. Hal ini sesuai dengan tujuan pengenceran, yaitu agar pada saat

ditumbuhkan dalam cawan petri, koloni yang terbentuk jumlahnya dapat dihitung.

Jumlah koloni yang lebih banyak pada pengenceran yang lebih besar

mengindikasikan kesalahan prosedur baik dalam pengenceran maupun kerja yang

aseptik. Menurut Hadioetomo (1990) ketelitian akan lebih tinggi jika digunakan

dua cawan petri untuk setiap pengenceran.

Bakteri yang dipakai pada praktikum ini adalah Pseudoalteromonas sp..

Pseudoalteromonas sp. merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk batang

atau basilus. Habitat umumnya berada di perairan laut, terutama pada karang koral

atau spons. Bakteri ini dapat mencegah biofouling, yaitu rusaknya karang akibat

organisme yang menempel pada suatu karang melebihi daya tampung karang dan

bermanfaat sebagai elemen daur ulang, detoxifikasi, dan sebagai bahan produksi

apabila membentuk biofilm (Answer, 2007).

Berikut ini taksonomi dari bakteri Pseudoalteromonas sp.

Kingdom : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gamma Proteobacteria

Ordo : Alteromonadales

Famili : Alteromonadaceae

Genus : Pseudoalteromonas

Species : Pseudoalteromonassp.

(Answer, 2007)

Page 64: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

60

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Hasil praktikum dari masing-masing kelompok menunjukkan hasil yang

bervariasi. Hampir semua kelompok mendapatkan hasil TBUD (Terlalu Banyak

Untuk Dihitung). Metode hitungan cawan dapat dikatakan berhasil jika jumlah

koloni bakteri yang diperoleh semakin kecil pada akhir pengenceran. Hal ini dapat

terjadi akibat kesalahan prosedur pengenceran atau kerja yang tidak aseptik.

4.2. Saran

Sebagian besar praktikan masih belum dapat bekerja secara aseptik dan

sesuai prosedur yang benar, oleh karena itu diharapkan untuk praktikum

selanjutnya agar praktikan lebih siap dan hati-hati dalam melakukan prosedur

kerja.

Page 65: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

61

DAFTAR PUSTAKA

Answer. 2007. Pseudoalteromonas. http://answer.com/topic/pseudoalteromonas.

Ayuzar, Eva. 2008. Mekanisme Penghambatan Bakteri Probiotik Terhadap

Pertumbuhan Vibrio harveyi pada Larva Udang Windu (Penaeus monodon)

[Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut pertanian Bogor.

Hadioetomo, Ratna. 1990. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

Meha, Deliana. 2003. Patogenesitas Vibrio harveyi dengan Penanda Resistan

Rifampisin (Rf-R) dan Green Fluorescent Protein (GFP) pada Larva Udang

Windu (Penaeus monodon Fab.) [Skripsi]. Bogor: Departemen Budidaya

Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Rajab, Fahmi. 2006. Isolasi dan Seleksi Bakteri Probiotik dari Lingkungan

Tambak dan Hatchery Untuk Pengendalian Penyakit Vibriosis pada Larva

Udang Windu (Penaeus monodon) [Skripsi]. Bogor: Departemen Budidaya

Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Page 66: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

62

Praktikum ke-7 Tanggal : 7 November 2012

m.k. Mikrobiologi Akuakultur Kelompok : XI

Asisten : Rahman

Adni Zein

Dewi Nurhayati

Firsty Rahmatia

Titi Nur Cahyati

Dendi Hidayatullah

Wahyu Afrilasari

Nurlita Christyaningsih

PENANDA ANTIBIOTIK RESISTEN

Disusun oleh:

Darmawan Setia Budi

C151120151

MAYOR ILMU AKUAKULTUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 67: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

63

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Penelitian terhadap keberadaan dan aktivitas suatu bakteri pada habitat

(lingkungan) hidupnya memerlukan metode khusus. Metode yang digunakan

harus dapat mengetahui secara pasti dan spesifik mengenai aktivitasdan

keberadaannya. Oleh karena itu diperlukan suatu penanda yang dapat

membedakan antara bakteri target dan bakteri lain sehingga keberadaan dan

aktivitasnya dapat diamati dengan akurat. Salah satu cara untuk memonitor dan

mengetahui suatu bakteri target adalah dengan menggunakan penanda antibiotik

resisten.

Uji penanda resisten antibiotik terdiri dari uji sensitifitas untuk mengetahui

apakah bakteri tersebut resisten atau sensitif dengan antibiotik tertentu dan uji

mutasi spontan untuk mengetahui jumlah bakteri yang telah bermutasi menjadi

resisten antibiotik tertentu.

1.2. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui isolat bakteri yang

digunakan resisten atau sensitif terhadap antibiotik rifampisin dan mempelajari

metode rekayasa mutasi spontan pada isolat bakteri yang digunakan sehingga

menjadi resisten terhadap antibiotik rifampisin.

Page 68: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

64

II. METODOLOGI

2.1. Waktu dan Tempat

Praktikum dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 7 November 2012,

bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan,

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

2.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah cawan petri, batang

penyebar, inkubator, pinset, mikropipet, bunsen, korek api, tabung eppendorf,

dan tissue. Bahan-bahan yang digunakan adalah 3 isolat bakteri untuk uji

sensitifitas, uji mutasi spontan dan kontrol, media SWC dalam cawan petri, media

SWC bercampur antibiotik rifampisin dalam cawan petri, larutan fisiologis.

2.3. Prosedur Kerja

Uji sensitifitas antibiotik, media SWC bercampur antibiotik rifampisin

dibagi menjadi 4 bagian. Masing-masing bagian digores dengan isolat bakteri

yang berbeda. Selanjutnya diinkubasi dalam inkubator selama 24 jam dan diamati

apakah ada koloni yang tumbuh atau tidak.

Uji mutasi spontan, isolat bakteri sebanyak 1 ml disentrifus dan

supernatannya dibuang, kemudian dipekatkan dengan 10 ml larutan fisiologis.

Selanjutnya, suspensi bakteri disebar pada media SWC bercampur antibiotik

rifampisin, diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator dan dihitung jumlah koloni.

Page 69: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

65

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil

Hasil pengamatan praktikum pembuatan penanda resisten antibiotik dapat

dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Pengamatan penanda resisten antibiotik.

Kelompok Media Hasil

7 Sensitivitas rifampisin Sensitif

Mutasi spontan -

8 Sensitivitas rifampisin Sensitif

Mutasi spontan -

10

Uji sensitivitas Sensitif ( tidak tumbuh)

Mutasi spontan Tidak mutasi

Kontrol 108

11

Uji sensitivitas Sensitif ( tidak tumbuh)

Mutasi spontan Tidak mutasi

Kontrol 108

12

Uji sensitivitas tidak ada

Mutasi spontan jumlah koloni 7

Kontrol jumlah koloni TBUD

3.2. Pembahasan

Pengujian keberadaan, sifat, dan aktivitas suatu bakteri pada habitat dan

lingkungan hidupnya membutuhkan suatu metode khusus yang dapat mendeteksi

kehadiran bakteri tersebut yang berasal dari isolate yang diujikan. Widanarni et al.

(2004) menggunakan bakteri Vibrio harveyi berpenanda resisten antibiotik

rifampisin untuk menguji sifat patogenisitasnya pada larva udang windu. Penanda

resistensi terhadap antibiotik rifampisin (Rf) merupakan suatu pilihan karena

bakteri asal laut pada umumnya sensitif terhadap rifampisin (Tjahjadi et al., 1994

dalam Widanarni et al., 2008).

Bakteri Pseudoalteromonas sp. habitatnya berada di laut. Selain itu mutan

resisten rifampisin bersifat stabil pada media tanpa penambahan antibiotik (Hala

Page 70: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

66

et al., 2000 in Widanarni et al., 2008) sehingga dapat digunakan uji tantang pada

jangka waktu lama. Melalui penanda tersebut, bakteri uji juga dapat dibedakan

dari bakteri lain yang sebelumnya telah terdapat pada larva udang atau air media

pemeliharaannya.

Hasil uji sensitivitas terhadap antibiotik rifampisin menunjukkan bahwa

semua isolat sensitif terhadap antibiotik tersebut. Tjahjadi et al. (1994) dalam

Widanarni et al. (2004) menyatakan bahwa bakteri yang diisolasi dari air laut dan

lingkungan pembenihan udang sensitif terhadap rifampisin. Rifampisin adalah

antibiotik bakterisidal yang bekerja dengan menghambat sintesis mRNA pada

proses transkripsi. Antibiotik tersebut efektif untuk bakteri gram positif dan

beberapa gram negatif (Widanarni et al. 2004). Antibiotik berdasarkan mekanisme

kerjanya digolongkan menjadi 5 golongan yaitu menghambat sintesis dinding sel,

mengganggu fungsi membran sel, menghambat sintesis protein, menghambat

sintesis asam nukleat, dan berperan sebagai antimetabolit (Purnomo, 2007).

Uji mutasi spontan menunjukkan hasil positif terjadi mutasi pada

kelompok 12 ditandai dengan tumbuhnya koloni pada inokulan bakteri pada

media SWC + rifampisin yang berasal dari isolat yang telah disentrifus.

Tumbuhnya inokulan tersebut menunjukkan bahwa bakteri tersebut berubah dari

sensitif terhadap rifampisin menjadi resisten terhadap rifampisin. Resistensi

didefinisikan sebagai tidak terhambatnya pertumbuhan bakteri dengan pemberian

antibiotik secara sistemik pada dosis normal yang seharusnya atau kadar hambat

minimalnya. Resistensi terjadi ketika bakteri berubah dalam satu atau lain hal

yang menyebabkan turun atau hilangnya efektivitas obat, senyawa kimia atau

bahan lainnya yang digunakan untuk mencegah atau mengobati infeksi. Bakteri

yang mampu bertahan hidup dan berkembang biak, menimbulkan lebih banyak

bahaya (Utami, 2012).

Page 71: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

67

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Isolat bakteri yang digunakan sensitif terhadap rifampisin. Rekayasa

mutasi spontan pada isolat bakteri yang digunakan berhasil dilakukan,

ditunjukkan dengan resistensi bakteri terhadap antibiotik rifampisin setelah

dilakukan perlakuan sentrifugasi.

4.2. Saran

Perlu dilakukan uji lanjut melalui karakterisasi fisiologi dan genetik dari

isolate bakteri tersebut, sebelum dan perlakuan untuk membuktikan bahwa benar-

benar terjadi mutasi spontan.

Page 72: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

68

DAFTAR PUSTAKA

Widanarni, D. Meha, S. Nuryati, Sukenda, A. Suwanto. 2004. Uji Patogenisitas

Vibrio harveyi pada Larva Udang Windu Menggunakan Resisten

Rifampisin sebagai Penanda Molekuler. Akuakultur Indonesia. 3(3): 23-27

hal.

Widanarni, E. Ayuzar, Sukenda. 2008. Mekanisme Penghambatan Bakteri

Probiotik terhadap Pertumbuhan Vibrio harveyi pada Larva Udang Windu

(Penaeus monodon)

Purnomo, H. 2007. Antibiotika. Fakultas Farmasi Universitas Widya Mandala

Surabaya.

Utami, E.R. 2012. Antibiotika, Resistensi, dan Rasionalitas Terapi. Saintis 1(1) :

124-138.

Page 73: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

69

Praktikum ke-8 Tanggal : 14 November 2012

m.k. Mikrobiologi Akuakultur Kelompok : XI

Asisten : Rahman

Adni Zein

Dewi Nurhayati

Firsty Rahmatia

Titi Nur Cahyati

Dendi Hidayatullah

Wahyu Afrilasari

Nurlita Christyaningsih

PENGARUH SUHU DAN SALINITAS TERHADAP

VIABILITAS BAKTERI

Disusun oleh:

Darmawan Setia Budi

C151120151

MAYOR ILMU AKUAKULTUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 74: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

70

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seperti jasad hidup lain, mikroorganisme dalam melakukan kegiatannya

sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan atau unsur-unsur ekologi.

Perubahan faktor lingkungan akan mengakibatkan perubahan sifat, baik morfologi

maupu fisiologi dari bakteri tersebut. Faktor-faktor lingkungan dapat

dikelompokkan menjadi 2, yaitu faktor abiotik yang meliputi faktor kimia dan

fisika, serta faktor biotik yaitu yang berhubungan dengan jasad hidup lain.

Pengaruh parameter yang diamati dalam praktikum ini adalah pengaruh

parameter fisika (suhu) dan kimia (salinitas). Pengetahuan mengenai pengaruh

parameter suhu dan salinitas terhadap viabilitas bakteri sangat penting dalam

pengontrolan jumlah populasi bakteri.

1.2. Tujuan

Mempelajari pengaruh suhu dan salinitas terhadap viabilitas bakteri.

Page 75: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

71

II. METODOLOGI

2.1. Waktu dan Tempat

Praktikum ”Pengaruh Suhu dan Salinitas Terhadap Viabilitas Bakteri” ini

dilaksanakan pada hari Rabu 14 November 2012, pengamatan pada hari Kamis 15

November 2012. Praktikum ini bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan,

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

2.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cawan petri, jarum

ose, tabung eppendorf, bunsen, korek api, spidol permanen, dan inkubator. Bahan-

bahan yang digunakan adalah biakan cair bakteri Aeromonas hydrophila dan

Bacillus sp., serta medium TSA (Tripticase Soy Agar).

2.3. Prosedur Kerja

Prosedur kerja perlakuan suhu adalah pertama-tama biakan bakteri cair

diinkubasikan pada temperatur kamar, lemari es, suhu 37oC, dan 70

oC selama 30

menit. Masing-masing biakan digoreskan pada media TSA (setiap petri untuk 2

jenis dan satu macam suhu hasil inkubasi). Biakan hasil goresan diinkubasikan

pada suhu kamar selam 24 jam. Pertumbuhan masing-masing biakan dicatat.

Prosedur kerja perlakuan salinitas adalah pertama-tama disiapkan terlebih

dahulu medium pada cawan petri dengan konsentrasi NaCl 0%, 3%, dan 10%.

Kemudian agar cawan yang sudah padat dibalik dan dibuat garis dengan spidol

pada pertengahan petri sehingga menjadi 2 sektor. Piaraan goresan dibuat dari

masing-masing bakteri pada tiap konsentrasi NaCl pada cawan petri. Seluruh

piaraan tersebut diinkubasikan selama 24 jam pada suhu kamar. Pertumbuhan

koloni pada setiap sektor dan cawan petri diamati.

Page 76: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

72

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil

Hasil pengamatan pengaruh salinitas dan suhu terhadap viabilitas bakteri

dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh salinitas dan suhu terhadap viabilitas bakteri

Keterangan

Ah : Aeromonas hydrophila

B : Bacillus sp.

+ : Tumbuh

- : Tidak tumbuh

3.2 Pembahasan

Pengujian pengaruh suhu dan salinitas terhadap viabilitas bakteri pada

praktikum ini menggunakan medium TSA (Tripticase Soy Agar). Medium ini

mengandung casein dan tepung kedelai yang menyediakan asam amino dan

sumber nitrogen lain sebagai nutrisi medium untuk berbagai varietas organisme.

Sumber energi dalam medium ini adalah dextrose. Sodium klorid berperan

mempertahankan tekanan osmotik, sementara dipotasium pospat berperan sebagai

Kelompok Bakteri

Perlakuan

Salinitas Suhu

0% 3% 10% 4oC 28

oC 37

oC 70

oC

7 Ah + + - + + + -

B + + - + + + +

8 Ah + + - + + + -

B + + - + + + +

9 Ah + + - + + + -

B + + - + + + +

10 Ah + + + + + -

B + - - + + + +

11 Ah ++ ++ ++ ++ ++ ++

B ++ ++ ++ ++ ++ +

12 Ah + + - + + + -

B + + - + + + +

Page 77: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

73

buffer yang mempertahankan pH, serta ekstrak agar digunakan sebagai

pembentuk gel pada medium ini. Tiap liter medium TSA mengandung tripton 17

gram, soytone 3 gram, dextrose 2.5 gram, sodium klorid 5 gram, K2HPO4 2.5

gram, dan agar sebanyak 15 gram (Wikipedia, 2008).

Bakteri yang diuji pada praktikum ini adalah Aeromonas hydrophila.

Aeromonas hydrophila menyebabkan penyakit yang dikenal dengan Motile

Aeromonas Septicemia (MAS), Hemorrhagic Septicemia, penyakit ulcer atau Red-

Sore Disease. Sinonim dari penyakit ini berhubungan dengan gejala serangan

penyakit yang disebabkan bakteri atau racun yang ditimbulkan bakteri yaitu

septicemia pada permukaan tubuh ikan dan organ tubuh ikan lainnya. Bakteri ini

adalah bakteri gram negatif berbentuk batang yang biasanya diisolasi dari kolam

air tawar. Bakteri ini adalah organisme yang biasanya ditemui pada saluran

pencernaan ikan. Penyakit yang diakibatkan bakteri ini menyerang berbagai jenis

spesies ikan air tawar (Akuatika, 2008). Menurut Chester (1901) dan Stanier

(1934) diacu dalam Wikipedia (2008), klasifikasi taksonomi Aeromonas

hydrophila adalah sebagai berikut.

Domain : Bacteria

Kingdom : Proteobacteria

Phylum : Gammaproteobacteria

Kelas : Aeromonadales

Genus : Aeromonas

Speries : A. hydrophila

Selain Aeromonas hydrophila bakteri lain yang diuji dalam praktikum ini

adalah Bacillus sp. Bacillus adalah sebuah genus bakteri berbentuk batang, beta-

hemolytic, dan termasuk bakteri gram positif. Spesies Bacillus salah satu dari

aerob obligat atau fakultatif, dan mempunyai enzim katalase. Bacillus tersebar di

alam, hidup bebas, namun juga seringkali ditemukan sebagai pathogen. Pada

kondisi ekstrim, bakteri ini dapat membentuk endospora sehingga dapat dorman

untuk waktu yang lama (Wikipedia, 2008). Menurut Cohn (1872) diacu dalam

Wikipedia (2008), klasifikasi taksonomi Bacillus sp. adalah sebagai berikut.

Kingdom : Bacteria

Division : Firmicutes

Page 78: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

74

Kelas : Bacilli

Ordo : Bacillales

Family : Bacillaceae

Genus : Bacillus

Hasil dari praktikum ini, Aeromonas hydrophila tidak dapat tumbuh pada

perlakuan 70oC dan dapat tumbuh pada perlakuan suhu lemari es, 28

oC, dan 37

oC.

Pada perlakuan salinitas, bakteri Aeromonas hydrophila tumbuh baik pada

medium TSA dengan salinitas 0% dan 3%. Bacillus sp. tumbuh pada semua

perlakuan suhu (suhu kamar, lemari es, 37oC, dan 70

oC), pada perlakuan salinitas

Bacillus sp. tumbuh pada medium TSA dengan salinitas 0% dan 3%.

Menurut Dwijoseputro (1978) faktor-faktor alam yang mempengaruhi

kehidupan bakteri adalah temperatur, kebasaan, nilai osmotik dari medium, radiasi

oleh sinar biasa dan radiasi oleh sinar-sinar lainnya, serta penghancuran secara

mekanik. Faktor alam yang diamati dalam praktikum ini adalah parameter suhu

dan salinitas.

Pola pertumbuhan bakteri dapat sangat dipengaruhi oleh suhu karena semua

proses pertumbuhan bergantung pada reaksi kimiawi, laju reaksi kimiawi ini

dipengaruhi oleh suhu. Suhu juga mempengaruhi laju pertumbuhan dan jumlah

total pertumbuhan organisme. Keragaman suhu dapat juga mengubah proses-

proses metabolik tertentu, serta morfologi sel (Pelczar & Chan, 1986).

Setiap spesies bakteri tumbuh pada suatu kisaran suhu tertentu. Atas dasar

ini maka bakteri dapat diklasifikasikan sebagai psikrofil, yang tumbuh pada 0-

30oC; mesofil, yang tumbuh pada suhu 25-40

oC; dan termofil, yang tumbuh pada

suhu lebih dari 50oC (Pelczar & Chan, 1986). Adanya perbedaan daya tahan

terhadap suhu antara Aeromonas dengan Bacillus adalah karena Bacillus mampu

membentuk spora pada kondisi yang ekstrim (Dwijoseputro, 1978), sehingga

masih dapat tumbuh baik setelah dibiakkan pada medium TSA.

Menurut Dwijoseputro (1978), dalam menentukan daya tahan panas suatu

spesies perlu diperhatikan tinggi temperatur, lama bakteri berada dalam suhu

tersebut, keadaan medium (basah/kering), pH medium saat mulai dipanasi, serta

sifat lain dari medium. Kelima syarat tersebut digunakan untuk menentukan

Page 79: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

75

temperatur maut (Thermal Death Point), yaitu temperatur serendah-rendahnya

yang dapat membunuh bakteri di dalam standart medium selama 10 menit.

Medium yang paling cocok dengan kehidupan bakteri adalah medium yang

isotonik terhadap isi sel bakteri. Jika bakteri ditempatkan di dalam suatu larutan

hipertonik terhadap isi sel, maka bakteri akan mengalami plasmolisis. Sebaliknya

bakteri yang ditempatkan di air suling akan kemasukan air sehingga dapat

menyebabkan pecahnya sel bakteri, dengan kata lain, bakteri mengalami

plasmoptisis (Dwijoseputro, 1978).

Page 80: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

76

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Hasil dari praktikum ini, Aeromonas hydrophila tidak dapat tumbuh pada

perlakuan 70oC dan dapat tumbuh pada perlakuan suhu lemari es, 28

oC, dan 37

oC.

Pada perlakuan salinitas, bakteri Aeromonas hydrophila tumbuh baik pada

medium TSA dengan salinitas 0% dan 3%. Bacillus sp. tumbuh pada semua

perlakuan suhu (suhu kamar, lemari es, 37oC, dan 70

oC), pada perlakuan salinitas

Bacillus sp. tumbuh pada medium TSA dengan salinitas 0% dan 3%.

4.2. Saran

Ada baiknya jika dalam praktikum ini digunakan bakteri yang memiliki

kemampuan hidup yang jauh berbeda, misalnya digunakan bakteri yang dapat

hidup pada salinitas rendah dan bakteri yang dapat hidup pada salinitas tinggi,

sehingga dapat lebih mudah dibandingkan viabilitasnya.

Page 81: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

77

DAFTAR PUSTAKA

Akuatika. 2008. Aeromonas hydrophila. http://akuatika.net [17 Mei 2008]

Dwidjoseputro D. 1998. Dasar-dasar Mikrobiologi. Cetakan 14. Jakarta:

Djambatan.

Pelczar MJJr, Chan ECS. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Volume 1.

Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah; Jakarta: UI-

Press. Terjemahan dari: Elements of Microbiology.

Wikipedia. 2008. Aeromonas hydrophila. http://en.wikipedia.org [17 Mei 2008].

Wikipedia. 2008. Bacillus. http://en.wikipedia.org [17 Mei 2008].

Wikipedia. 2008. Tripticase Soy Agar. http://en.wikipedia.org [17 Mei 2008].

Page 82: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

78

Praktikum ke-9 Tanggal : 21 November 2012

m.k. Mikrobiologi Akuakultur Kelompok : XI

Asisten : Rahman

Adni Zein

Dewi Nurhayati

Firsty Rahmatia

Titi Nur Cahyati

Dendi Hidayatullah

Wahyu Afrilasari

Nurlita Christyaningsih

PENGARUH BAHAN ANTIMIKROBA TERHADAP

PERTUMBUHAN BAKTERI

Disusun oleh:

Darmawan Setia Budi

C151120151

MAYOR ILMU AKUAKULTUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 83: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

79

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Beberapa bahan kimia seperti senyawaan fenol, alkohol, formalin, dan lain-

lain diketahui dapat menghambat atau mematikan mikroorganisme. Berbagai

substansi tersebut menunjukkan efek antimikrobialnya dalam berbagai cara dan

terhadap berbagai mikroorganisme. Sifat ini digunakan untuk mengendalikan

populasi bakteri atau untuk tujuan desinfeksi suatu alat. Telaah mengenai

pengaruh bahan antimikroba terhadap viabilitas bakteri diperlukan dalam

akuakultur untuk mengontrol jumlah bakteri yang meragukan bagi lingkungan

budidaya.

1.2. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengamati pengaruh berbagai bahan

antimikroba terhadap viabilitas bakteri.

Page 84: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

80

II. METODOLOGI

2.1. Waktu dan Tempat

Praktikum ”Pengaruh Bahan Antimikroba Terhadap Viabilitas Bakteri” ini

dilaksanakan pada hari Rabu 21 November 2012, pengamatan pada hari Kamis 22

November 2012. Praktikum ini bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan,

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

2.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah bunsen, korek api,

jarum ose, pipet serologis, cawan petri, pinset, batang penyebar, dan tabung

eppendorf. Bahan-bahan yang digunakan adalah biakan bakteri Aeromonas

hydrophila dan Vibrio harveyi, larutan fisiologis, larutan penicillin 25 ppm dan 50

ppm, larutan ekstrak daun meniran 3 ppt dan 30 ppt, larutan formalin 0.4% dan

4%, larutan kloramfenikol 25 ppm dan 50 ppm, medium TSA dan SWC, serta

kertas saring steril.

2.3 . Prosedur Kerja

Pertama-tama 0,1 ml suspensi bakteri diambil dengan pipet serologis,

kemudian diteteskan pada media, lalu disebar rata dengan batang penyebar (media

TSA untuk Aeromonas hydrophila dan media SWC untuk Vibrio harveyi). Pinset

dibakar sebentar dengan bunsen, kemudian kertas saring diambil satu persatu

dengan pinset. Kertas saring 1 dicelupkan dalam larutan fisiologis dan diletakkan

di atas permukaan media yang telah disebari biakan bakteri. Kertas saring 2

dicelupkan dalam larutan bahan anti mikroba dan diletakkan pada cawan petri

yang sama dengan jarak tertentu. Setelah itu diinkubasikan pada suhu kamar

selama 24 jam. Pertumbuhan yang terjadi diamati dan diameter daerah bening

yang timbul diukur.

Page 85: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

81

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil

Hasil pengamatan pengaruh bahan antimikroba dapat disajikan dalam tabel

seperti di bawah ini.

Tabel 1. Diameter zona bening pada bakteri Aeromonas hydrophila.

No. Bahan Ulangan 1

1 2

1. Kloramfenikol 50 ppm 0 0

2. Kloramfenikol 25 ppm 0 0

3. Meniran 30 ppt 0 0

4. Meniran 3 ppt 0 0

5. Formalin 0,4% 0 0

6. Formalin 4% 2,3 2,5

7. Penicillin 50 ppm 0 0

8. Penicillin 25 ppm 0 0

9. Kontrol 0 0

Tabel 2. Diameter zona bening pada bakteri Vibrio harveyi.

No. Bahan Ulangan 1

1 2

1. Kloramfenikol 50 ppm - -

2. Kloramfenikol 25 ppm - -

3. Meniran 30 ppt 0,7 0,6

4. Meniran 3 ppt 0,6 0,6

5. Formalin 0,4% 0,9 0,7

6. Formalin 4% - -

7. Penicillin 50 ppm - -

8. Penicillin 25 ppm - -

9. Kontrol 0 0

3.2. Pembahasan

Pengujian pengaruh bahan anti mikroba terhadap viabilitas bakteri pada

praktikum ini menggunakan medium TSA (Tripticase Soy Agar). Medium ini

mengandung casein dan tepung kedelai yang menyediakan asam amino dan

sumber nitrogen lain sebagai nutrisi medium untuk berbagai varietas organisme.

Sumber energi dalam medium ini adalah dextrose. Sodium klorid berperan

mempertahankan tekanan osmotik, sementara dipotasium pospat berperan sebagai

Page 86: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

82

buffer yang mempertahankan pH, serta ekstrak agar digunakan sebagai

pembentuk gel pada medium ini. Tiap liter medium TSA mengandung tripton 17

gram, soytone 3 gram, dextrose 2.5 gram, sodium klorid 5 gram, K2HPO4 2.5

gram, dan agar sebanyak 15 gram (Wikipedia, 2008).

SWC (Sea Water Complete) adalah salah satu medium yang berfungsi

menumbuhkan bakteri air laut. Komposisi bahan yang terkandung dalam SWC

adalah bacto pepton, yeast ekstrak, gliserol bacto agar, air laut, dan akuades.

Masing-masing bahan tersebut memiliki peranan penting dalam media tumbuh

bakteri. Bacto pepton berfungsi sebagai sumber utama nitrogen organik, dapat

mengandung vitamin dan kadang-kadang karbohidrat, dan bergantung pada jenis

bahan berkandungan protein yang dicernakan. Yeast ekstrak merupakan sumber

yang amat kaya akan vitamin B, juga mengandung nitrogen dan senyawa-senyawa

karbon. Di dalam gliserol bacto agar terdapat agar yang merupakan suatu

karbohidrat kompleks yang diperoleh dari alga laut tertentu, diolah untuk

membuang substansi yang tidak dikehendaki. Peranan agar adalah sebagai bahan

pemadat media, agar yang lebur dalam larutan cair akan membentuk gel bila suhu

dikurangi sampai di bawah 45oC. Agar bukan sumber nutrien bagi bakteri (Pelczar

& Chan, 1986). SWC digunakan untuk menumbuhkan bakteri air laut, sehingga

dalam SWC terdapat harus terdapat air laut yang berfungsi untuk membentuk

media tumbuh bakteri yang sesuai dengan habitat aslinya. Akuades dalam SWC

berfungsi mengencerkan media dalam proses pembuatannya.

Dalam praktikum ini bakteri yang diuji viabilitasnya terhadap bahan

antimikroba adalah Aeromonas sp. dan Bacillus sp. Salah satu bakteri yang

digunakan adalah Aeromonas sp. Aeromonas hydrophila menyebabkan penyakit

yang dikenal dengan Motile Aeromonas Septicemia (MAS), Hemorrhagic

Septicemia, penyakit ulcer atau Red-Sore Disease. Sinonim dari penyakit ini

berhubungan dengan gejala serangan penyakit yang disebabkan bakteri atau racun

yang ditimbulkan bakteri yaitu septicemia pada permukaan tubuh ikan dan organ

tubuh ikan lainnya. Bakteri ini adalah bakteri gram negatif berbentuk batang yang

biasanya diisolasi dari kolam air tawar. Bakteri ini adalah organisme yang

biasanya ditemui pada saluran pencernaan ikan. Penyakit yang diakibatkan bakteri

ini menyerang berbagai jenis spesies ikan air tawar (Akuatika, 2008). Menurut

Page 87: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

83

Chester (1901) dan Stanier (1934) diacu dalam Wikipedia (2008), klasifikasi

taksonomi Aeromonas hydrophila adalah sebagai berikut.

Domain : Bacteria

Kingdom : Proteobacteria

Phylum : Gammaproteobacteria

Kelas : Aeromonadales

Genus : Aeromonas

Speries : A. hydrophila

Selain Aeromonas hydrophila bakteri lain yang diuji dalam praktikum ini

adalah Vibrio harveyi. Bakteri yang dihitung dalam praktikum ini adalah Vibrio

harveyi. Klasifikasi V. harveyi menurut Baumann et al. (1994) diacu dalam Rajab

(2006) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Kelas : Gamma Proteobacteria

Ordo : Vibrionales

Famili : Vibrionaceae

Genus : Vibrio

Spesies : Vibrio harveyi

V. harveyi merupakan bakteri gram negatif berbentuk koma dan memiliki

sifat-sifat antara lain: oksidase positif, fakultatif anaerobik, tidak membentuk

spora, motil, memiliki flagella tunggal, serta tidak tumbuh pada suhu 4oC

(Tjahjadi et al. 1994 dalam Rajab 2006).

Beberapa dari galur V. harveyi dapat menyebabkan kematian total larva

udang dengan dosis yang sangat rendah (102 CFU/ml). Pada sistem budidaya

udang, V. harveyi dapat ditemukan di hatchery, dapat diisolasi dari air laut yang

masuk, induk, larva, dan air tangki pembesaran larva (Otta et al. 1990, diacu

dalam Ayuzar 2008). V. harveyi juga dapat diisolasi dari tambak pembesaran

udang (Karunasagar et al. 1994, diacu dalam Ayuzar 2008). Kematian yang

disebabkan vibriosis terjadi apabila udang mengalami stress akibat kualitas buruk,

kepadatan tinggi, temperatur tinggi, dan pergantian yang rendah (Brock and

Lightner 1990, diacu dalam Ayuzar 2008). Berdasarkan hasil penelitian Lavilla-

Page 88: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

84

Pitogo (1990) diacu dalam Ayuzar (2008), kematian larva terjadi setelah 48 jam

pasca infeksi bakteri V. harveyi dan V. splendidus. Terjadinya pendaran tidak

selamanya menunjukkan kekuatan infeksi dari bakteri V. harveyi, oleh karena

larva yang tidak berpendar di dalam gelap seringkali juga positif mengandung

bakteri akan berpendar jika diamati pada medium yang tepat (Lavilla-Pitogo et al.

1990, diacu dalam Meha 2003).

Bahan antimikroba yang diamati dalam praktikum ini adalah , larutan

antibiotik penicline 25 ppm dan 50 ppm, larutan ekstrak daun meniran 3 ppt dan

30 ppt, larutan formalin 0.4% dan 4%, serta larutan kloramfenikol 25 ppm dan 50

ppm. Keempat bahan tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap

viabilitas bakteri. Pengamatan hasil praktikum menunjukkan bahwa bahan-bahan

tersebut memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Hal ini

ditunjukkan dengan adanya zona bening pada cawan petri biakan bakteri tersebut.

Namun terjadi kesalahan prosedur yang menyebabkan zona bening tidak muncul

pada beberapa perlakuan larutan antimikroba. Kesalahan yang terjadi di antaranya

adalah kesalahan penyebaran inokulasi bakteri pada media di dalam cawan petri

serta kertas saring yang terlalu lama dikeringanginkan sehingga larutan

antimikroba menguap habis. Oleh karena itu, antar zat antimikroba tidak dapat

dibandingkan efektivitasnya.

Formalin merupakan bahan antimikroba yang paling baik dalam

menghambat viabilitas bakteri Aeromonas sp. dan Bacillus sp. Hal ini ditunjukkan

oleh zona bening yang timbul pada cawan petri dengan biakan kedua bakteri

tersebut adalah yang paling besar di antara ketiga bahan lainnya. Menurut

Dwidjoseputro (1998), suatu larutan formaldehida 40% biasanya disebut formalin

banyak sekali digunakan untuk membunuh bakteri, virus, dan jamur. Formalin

tidak biasa digunakan untuk jaringan tubuh manusia, akan tetapi banyak

digunakan untuk merendam bahan-bahan laboratorium, alat-alat seperti gunting,

sisir, dan lain-lain pada ahli kecantikan (Dwidjoseputro, 1998).

Antibiotika adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang

mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam

organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Penggunaan antibiotika

khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi, meskipun dalam

Page 89: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

85

bioteknologi dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi terhadap

mutan atau transforman. Antibiotika bekerja seperti pestisida dengan menekan

atau memutus satu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya adalah bakteri.

Antibiotika berbeda dengan desinfektan karena cara kerjanya. Desifektan

membunuh kuman dengan menciptakan lingkungan yang tidak wajar bagi kuman

untuk hidup (Wikipedia, 2008). Dalam Wikipedia (2008), penisilin (Inggris:

Penicillin atau PCN) adalah sebuah kelompok antibiotika β-laktam yang

digunakan dalam penyembuhan penyakit infeksi karena bakteri, biasanya berjenis

gram positif.

Kloramfenikol merupakan turunan asam dikloroasetat yang mengandung

gugus nitrobenzena. Kloramfenikol dapat diisolasi dari Streptomyces venezuelae.

Obat ini berbentuk kristal putih yang sulit larut dalam air tapi dapat larut dalam

lemak. Kloramfenikol bekerja dengan menghambat pembentukan protein

mikroba. Obat ini berikatan secara irreversibel dengan reseptor pada ribososom

sub unit 50S dan menghambat enzim peptidil transferase, sehingga pembentukan

ikatanikatan peptida pada proses sintesis protein mikroba tidak terjadi.

Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik, namun pada konsentrasi tinggi

obat ini dapat bersifat bakterisidal terhadap mikroba-mikroba tertentu (Setiabudy

& Kunardi, 2003; Dowling, 2006).

Meniran Phyllanthus niruri merupakan jenis tanaman obat yang dapat

bermanfaat untuk menurunkan panas, obat batuk, radang, batu ginjal, susah buang

air kecil, disentri, sakit ayan, hepatitis, rematik. Selain itu, meniran dapat

mencegah berbagai macam infeksi virus dan bakteri serta mendorong sistem

kekebalan tubuh. Hal ini dikarenakan terdapat kandungan flavonoid, alkaloid,

saponin, tanin, dan vitamin C (Triarsari, 2009).

Menurut Mela (2007), hampir semua bagian dari tanaman meniran berkhasit

obat. Hasil penelitian menyebutkan bahwa meniran memiliki aktivitas

imunomodulator yang berperan membuat sistem imun lebih aktif dalam

menjalankan fungsinya, menguatkan sistem imun tubuh (imunostimulator) atau

menekan reaksi sistem imun yang berlebihan (imunosupresan). Dengan demikian,

kekebalan atau daya tahan tubuh selalu optimal sehingga tetap sehat ketika

diserang virus, bakteri, dan mikroba lainnya. Kandungan kimia yang bermanfaat

Page 90: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

86

dari meniran adalah flavonoid. Pada tanaman lainnya kandungan flavonoid

sebenarnya juga ada, bedanya pada meniran aktivitas peningkatan sistem imunnya

ternyata lebih baik. Sebagai imunomodulator, meniran tidak semata-mata berefek

meningkatkan sistem imun, namun juga menekan sistem imun apabila

aktivitasnya berlebihan. Jika aktivitas sistem imun berkurang, maka kandungan

flavonoid dalam meniran akan mengirimkan sinyal intraseluler pada reseptor sel

untuk meningkatkan aktivitasnya. Sebaliknya, jika sistem imun kerjanya

berlebihan, maka meniran berkhasiat dalam mengurangi kerja sistem imun

tersebut. Jadi, meniran berfungsi sebagai penyeimbang sistem imun.

Page 91: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

87

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Bahan-bahan antimikroba dalam praktikum ini mempunyai pengaruh yang

berbeda terhadap viabilitas bakteri. Pengamatan hasil praktikum menunjukkan

bahwa bahan-bahan tersebut memiliki kemampuan dalam menghambat

pertumbuhan bakteri. Hal ini ditunjukkan dengan adanya zona bening pada cawan

petri biakan bakteri tersebut.

4.2. Saran

Praktikum yang akan datang, akan lebih baik jika bakteri yang digunakan

lebih beragam. Sehingga dapat lebih diketahui pengaruh bahan antimikroba

terhadap viabilitas bermacam-macam bakteri. Selain itu juga perlu diujikan

pengaruh bahan antimikroba terhadap viabilitas fungi.

Page 92: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

88

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2007. High Potency Garlic. www.synergyindonesia.com. [25 Mei

2008].

Akuatika. 2008. Aeromonas hydrophila. http://akuatika.net [17 Mei 2008]

Aridiansyah. 2007. Antimikroba Dari Tumbuhan. www.beritaiptek.com. [25 Mei

2008].

Ayuzar, Eva. 2008. Mekanisme Penghambatan Bakteri Probiotik Terhadap

Pertumbuhan Vibrio harveyi pada Larva Udang Windu (Penaeus monodon)

[Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut pertanian Bogor.

Dowling PM. 2006. Chloramphenicol, Thiamphenicol, and Florfenicol. Di dalam

Giguère S et al., editor. Antimicrobial Therapy in Veterinary Medicine. Ed ke-

4. Victoria: Blackwell Publ. hlm 241-245.

Dwidjoseputro D. 1998. Dasar-dasar Mikrobiologi. Cetakan 14. Jakarta:

Djambatan.

Meha, Deliana. 2003. Patogenesitas Vibrio harveyi dengan Penanda Resistan

Rifampisin (Rf-R) dan Green Fluorescent Protein (GFP) pada Larva Udang

Windu (Penaeus monodon Fab.) [Skripsi]. Bogor: Departemen Budidaya

Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Mela. 2007. Meniran Si Peningkat Sistem Imun.

http://thenewpiogama.wordpress.com/2007/06/08/meniran-si-peningkat-

sistem-imun. [11 Januari 2009].

Pelczar MJJr, Chan ECS. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Volume 1.

Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah; Jakarta: UI-

Press. Terjemahan dari: Elements of Microbiology.

Rajab, Fahmi. 2006. Isolasi dan Seleksi Bakteri Probiotik dari Lingkungan

Tambak dan Hatchery Untuk Pengendalian Penyakit Vibriosis pada Larva

Udang Windu (Penaeus monodon) [Skripsi]. Bogor: Departemen Budidaya

Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Setiabudy R, Kunardi L. 2003. Golongan tetrasiklin dan kloramfenikol. Di dalam:

Ganiswarna SG, editor. Farmakologi dan Terapan. Ed ke-4. Jakarta: Gaya

Baru. hlm 657-659.

Triarsari D. 2009. Aneka ramuan pencegah SARS.

http://www.depkes.go.id/index.php?option=articles. [11 Januari 2009]

Wikipedia. 2008. Aeromonas hydrophila. http://en.wikipedia.org [17 Mei 2008].

Page 93: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

89

Wikipedia. 2008. Antibiotika. http://id.wikipedia.org [26 Mei, 2008].

Wikipedia. 2008. Penicillin. www.wikipedia.org . [25 Meil 2008].

Wikipedia. 2008. Tripticase Soy Agar. http://en.wikipedia.org [17 Mei 2008].

Page 94: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

90

Praktikum ke-10 Tanggal : 28 November 2012

m.k. Mikrobiologi Akuakultur Kelompok : XI

Asisten : Rahman

Adni Zein

Dewi Nurhayati

Firsty Rahmatia

Titi Nur Cahyati

Dendi Hidayatullah

Wahyu Afrilasari

Nurlita Christyaningsih

SELEKSI BAKTERI PROBIOTIK UNTUK AKUAKULTUR

Disusun oleh:

Darmawan Setia Budi

C151120151

MAYOR ILMU AKUAKULTUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 95: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

91

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Probiotik merupakan mikroba yang ditambahkan dalam pakan yang dapat

menguntungkan hewan inang dengan cara memperbaiki komposisi mikroba dalam

ususnya. Banyak tahapan yang dilakukan untuk skrining atau penapisan bakteri

probiotik untuk pemeliharaan larva hewan akuatik, diantaranya adalah

pengumpulan informasi dasar, pengumpulan probiotik potensial, evaluasi

kemampuan probiotik potensial berkompetisi dengan galur patogen, pendugaan

patogenisitas probiotik potensial pada larva ikan, dan analisis ekonomi biaya-laba.

Pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan skrining atau penapisan bakteri

probiotik akan sangat berguna untuk meneliti bakteri yang potensial digunakan

sebagai probiotik.

1.2. Tujuan

Praktikum ini bertujuan mempelajari metode seleksi bakteri probiotik untuk

akuakultur.

Page 96: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

92

II. METODOLOGI

2.1. Waktu dan Tempat

Praktikum ”Skrining Bakteri Probiotik untuk Akuakultur” ini dilaksanakan

pada hari Rabu 28 November 2012, pengamatan pada hari Kamis 29 November

2012. Praktikum ini bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen

Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

2.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pipet serologis, cawan

petri, batang penyebar, bunsen, korek api, pinset, dan tabung eppendorf. Bahan-

bahan yang digunakan adalah media TCBS (Thiosulphate Citrate Bile-Salt

Sucrose), media SWC (Sea Water Complete), kultur murni bakteri patogen Vibrio

harveyi, kultur murni bakteri kandidat probiotik Pseudoalteromonas 1-UB,

alkohol, larutan fisiologis, dan kertas cakram.

2.3. Prosedur Kerja

a. Uji Amilolitik

Terlebih dahulu dipersiapkan media TSA yang ditambahkan amilum 2%,

satu cawan dibagi menjadi empat daerah. Bakteri diambil dari tabung eppendorf

dengan tusuk sate steril dan ditusukkan pada masing-masing daerah media

(tusukannya jangan sampai dasar petri) selanjutnya diinkubasi selama kurang

lebih 24 jam. Permukaan media yang telah ditumbuhi bakteri disiram dengan

kalium iodida (KI) untuk melihat zona bening. Zona bening yang terlihat diamati

dan diukur diameternya.

b. Uji Zona Hambat

Satu koloni tunggal bakteri patogen (Vibrio harveyi) disuspensikan secara

aseptik pada 1 ml larutan garam fisiologis kemudian disebarkan sebanyak 50 μl

pada media SWC dan biarkan beberapa menit hingga kering. Setelah itu kertas

cakram dicelupkan kedalam suspensi bakteri SKTb kemudian diletakan pada

media SWC yang sebelumnya telah disebarkan bakteri pathogen. Kemudian

Page 97: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

93

diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam dan diamati serta diukur zona bening

yang terbentuk.

c. Kultur bersama

Satu koloni bakteri patogen dan satu koloni tunggal bakteri kandidat

probiotik (IUB) terlebih dahulu ditumbuhkan pada media SWC cair selama

semalam pada suhu ruang, selain itu ditumbuhkan juga bakteri patogen murni

sebagai kontrol. Kultur bersama probiotik dan V. harveyi dibuat pada pengenceran

10-1

, dan 10-2

, dan pengenceran 10-3

sedangkan untuk bakteri V. harveyi yang

berfungsi sebagai kontrol dilakukan pengenceran serial 10-5

, 10-6

, dan 10-7

.

Kemudian hasil pengenceran tersebut disebar merata ke dalam media TCBS

dengan menggunakan batang penyebar. Inkubasi di dalam inkubator selama 24

jam, setelah itu dihitung jumlah koloni yang tumbuh. TCBS adalah media spesifik

Vibrio, sehingga dapat dibandingkan jumlah Vibrio yang kultur bersama probiotik

dengan kultur murni.

Page 98: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

94

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil

Hasil pengamatan dari praktikum ini adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Jumlah koloni bakteri penghambat pada media cair.

Kelompok Vibrio harveyi (cfu/ml)

Vibrio harveyi + probiotik

(cfu/ml)

10-5

10-6

10-7

10-1

10-2

10-3

7 - - -

TBUD dan tidak ada zona hambat

di sekitar kertas cakram

8

108

9

10 64

- - -

11

TBUD

- - -

12

- - - -

Keterangan

* : Terjadi kontaminasi oleh bakteri vibrio lain (warna kuning)

Tabel 2. Aktivitas amilolitik Bacillus sp. /(AH).

Kelompok Zona Bening Diameter Zona Bening (mm)

Zona 1 Zona 2 Rata-Rata

7 + 0,75 0,75 0,75

8

1,2 1,3 1,25

9

10 + 8 7 7,5

11 + 0,75 0,65 0,20

12

1,2 0,9 1,05

0,7 0,6 0,65

0,4 0,4 0,4

0,7 0,6 0,65

Keterangan

+ : Terdapat zona bening

- : Tidak terdapat zona bening.

3.2. Pembahasan

Menurut Fuller (1992) probiotik adalah mikrob hidup yang ditambahkan ke

dalam pakan yang dapat memberikan pengaruh menguntungkan bagi hewan inang

dengan memperbaiki keseimbangan mikrob ususnya (Fuller 1992). Pada hewan

Page 99: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

95

akuatik, selain saluran pencernaan, air di sekeliling organisme tersebut juga

memegang peranan penting. Sehingga probiotik untuk hewan akuatik adalah agen

mikrob hidup yang memberikan pengaruh menguntungkan pada inang dengan

memodifikasi komunitas mikrob atau berasosiasi dengan inang, menjamin

perbaikan dalam penggunaan pakan atau perbaikan nilai nutrisinya, memperbaiki

respon inang terhadap penyakit, atau memperbaiki kualitas lingkungan

ambangnya (Verschuere et al. 2000).

Hasil skrining bakteri probiotik Pseudoalteromonas 1-UB menggunakan

metode kertas cakram dalam praktikum ini dilihat dari besarnya diameter zona

hambat. Bakteri patogen yang dihambat perkembangannnya adalah V. harveyi.

Banyak hal yang memungkinkan bakteri 1-UB dapat menghambat pertumbuhan

V. harveyi. Menurut Dwidjoseputro (1998), hubungan ini adalah antagonisme.

Hasil dari metode penghambatan pertumbuhan bakteri patogen dengan

media cair adalah tidak ada koloni bakteri yang tumbuh pada kontrol V. harveyi

pengencerasn 10-7

, pada pengenceran 10-6

jumlah bakteri yang tumbuh adalah 108

CFU (kelompok 8) dan pada pengenceran 10-5

bakteri yang tumbuh sebesar 64

CFU (kelompok 10). Pada biakan campuran antara V. harveyi dengan 1-UB

hasilnya V. harveyi yang tumbuh adalah TBUD (terlalu banyak untuk dihitung)

pada pengenceran 10-1

, 10-2

dan 10-3

(kelompok 7).

Menurut Roffi (2007) banyak mekanisme yang dapat menyebabkan sifat

antagonistik dari bakteri probiotik di antaranya adalah produksi senyawa yang

dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain sebagai contoh bacteriocins,

antibiotik seperti surfactins, itulins, bacilysins yang diproduksi spesies bacillus.

Kompetisi terhadap substansi yang essensial (yang diperlukan untuk

metabolisme). Sebagai contoh Vibrio strain P memenangkan persaingan dengan

Vibrio patogen dengan mengabsorbsi zat besi. Hal ini dikarenakan Vibrio strain P

memproduksi siderophores. Kompetisi untuk ruang adhesi (adhesion sites).

Semakin awal kolonisasi probiotik potensial di dalam saluran pencernaan, maka

semakin bagus (potensi kerja probiotik). „Quorum sensing‟ antar bakteri. Bakteri

dapat berkomunikasi satu sama lain dengan memanfaatkan molekul tertentu yang

berperan sebagai sinyal. Dengan quorum sensing, populasi bakteri dapat

meregulasi ekspresi gen dan pada akhirnya mempengaruhi komunitas bakteri

Page 100: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

96

tersebut. Peneliti dari Ugent membuktikan bahwa bakteri dapat menghambat

quorum sensing dari bakteri pesaing dengan memproduksi enzim yang

menonaktifkan molekul sinyal.

Hasil yang didapat pada pengamatan praktikum uji amilolitik yaitu terjadi

zona bening disekitar koloni bakteri yang tumbuh. Hasil ini membuktikan bahwa

bakteri memanfaatkan glukosa sebagai sumber nutrisi untuk pertumbuhannya.

Bagian zona bening menggambarkan glukosa yang telah dimanfaatkan oleh

bakteri selama inkubasi. Isolat yang mampu menghidrolisis pati menghasilkan

zona bening di sekeliling isolat setelah ditetesi iodine. Zona bening yang

terbentuk di sekeliling isolat setelah ditetesi larutan iodin menunjukkan bahwa

isolat bakteri tersebut telah menghidrolisis pati di bagian media pati tersebut

(Cappuccino, 1983).

Page 101: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

97

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Hasil dari metode penghambatan pertumbuhan bakteri patogen dengan

media cair adalah tidak ada koloni bakteri yang tumbuh pada kontrol V. harveyi

pengencerasn 10-7

, pada pengenceran 10-6

jumlah bakteri yang tumbuh adalah 108

CFU (kelompok 8) dan pada pengenceran 10-5

bakteri yang tumbuh sebesar 64

CFU (kelompok 10). Pada biakan campuran antara V. harveyi dengan 1-UB

hasilnya V. harveyi yang tumbuh adalah TBUD (terlalu banyak untuk dihitung)

pada pengenceran 10-1

, 10-2

dan 10-3

(kelompok 7). Hasil yang didapat pada

pengamatan praktikum uji amilolitik yaitu terjadi zona bening disekitar koloni

bakteri yang tumbuh

4.2. Saran

Praktikum yang akan datang akan lebih baik jika digunakan bakteri selain

bakteri potensial probiotik agar dapat diketahui perbedaan pengaruhnya secara

jelas dan nyata pada bakteri patogen yang dikultur bersama-sama.

Page 102: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

98

DAFTAR PUSTAKA

Cappucino JG. 1983. Microbiology: A Laboratory Manual. Addison Wesley

Publishing Company.

Dwidjoseputro D. 1998. Dasar-dasar Mikrobiologi. Cetakan 14. Jakarta:

Djambatan.

Fuller, R. 1992. History and Development of Probiotics. Di dalam: Fuller R,

editor. Probiotics the Scientific Basis. London: Chapman and Hall. Hlm 1-8.

Roffi. 2007. Mekanisme Antagonistik dari Probiotik. Akuakultur Weblog [1 Juni

2008]

Verschuere L, Rombaut G, Sorgeloos P, Verstraete W. 200. Probiotic Bacteria as

Biological Control Agents in Aquaculture. Microbial Mol Biol Rev 64:655-

671.

Page 103: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

99

Praktikum ke-11 Tanggal : 26 Desember 2012

m.k. Mikrobiologi Akuakultur Kelompok : XI

Asisten : Rahman

Adni Zein

Dewi Nurhayati

Firsty Rahmatia

Titi Nur Cahyati

Dendi Hidayatullah

Wahyu Afrilasari

Nurlita Christyaningsih

DETEKSI KOI HERPES VIRUS (KHV) DENGAN METODE

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

Disusun oleh:

Darmawan Setia Budi

C151120151

MAYOR ILMU AKUAKULTUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 104: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

100

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan mas Cyprinus carpio adalah spesies ikan air tawar yang memiliki nilai

ekonomis penting. Spesies ini sudah tersebar luas di Indonesia dan menjadi salah

satu dari 12 komoditas andalan perikanan budidaya di Indonesia. Kegiatan

budidaya ikan mas menjadi suatu lapangan usaha yang menarik bagi masyarakat

sehingga usaha budidaya ikan mas terus berkembang. Namun demikian,

perkembangan budidaya ikan mas menghadapi kendala ketika serangan penyakit

KHV (Koi Herpesvirus) mewabah di hampir seluruh sentra budidaya ikan mas di

Indonesia.

KHV diidentifikasi pertama kali pada tahun 1998 yang menyebabkan

kematian massal pada ikan mas budidaya di Israel (Gilad et al., 2003) dan

selanjutnya, penyakit KHV dilaporkan berjangkit di beberapa negara antara lain

negara-negara Eropa dan Amerika Serikat (Gray et al., 2002). Sunarto et al.

(2005) menyatakan bahwa kasus KHV di Indonesia pertama kali terjadi di Blitar

pada bulan Maret 2002. Selanjutnya serangan KHV menyebar ke Jawa barat, Jawa

Tengah, Bali, Kalimantan dan Sumatera.

Kerugian akibat serangan KHV mempengaruhi agregat produksi ikan mas di

Indonesia hingga saat ini. Hal tersebut dikarenakan serangan KHV sangat ganas

dan dapat menyebabkan kematian massal mencapai 80-100%, secara sporadis

(Hedrick et al., 2000). Serangan penyakit ini menunjukkan kematian yang sangat

cepat, ikan akan terlihat sakit dan akhirnya mati dalam 24-48 jam. Sampai tahun

2011 virus ini belum mampu diatasi, hal ini sesuai dengan pemberitaan

Banjarmasin Post (2011) yang menyatakan petani ikan keramba asal Desa Telaga

Itar, Kecamatan Kelua, Banjarmasin mengalami kerugian akibat kematin masal

ikan mas, dari total ikan sebanyak 1000 ekor, tinggal 200 ekor yang masih hidup.

Sehingga petani ikan karamba mengalami kerugian finansial yang cukup besar.

Salah satu upaya untuk mengatasi kerugian akibat serangan KHV adalah

dengan mengembangkan prosedur deteksi penyakit ini secara dini. Penyakit yang

disebabkan oleh virus atau penyakit viral memerlukan prosedur identifikasi

spesifik, selain identifikasi gejala klinis karena ukuran virus yang sangat kecil.

Ada beberapa metode identifikasi penyakit viral, antara lain dengan metode

Page 105: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

101

serologi, histopatologi, imunohistokimia, PCR, dan menggunakan mikroskop

elektron.

Salah satu aplikasi dari PCR adalah untuk mengidentifikasi penyakit ikan

baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus. PCR (Poly Chain Reaction)

merupakan metode identifikasi penyakit viral yang cukup efektif dengan

menggunakan sistem penggandaan DNA virus dibandingkan dengan sistem

antigen dan antibodi yang kurang akurat. Hasil elektroforesis DNA lebih spesifik

untuk deteksi hingga tingkat jenis penyakit dengan bantuan marker DNA yang

telah ditemukan, dalam hal ini marker DNA adalah DNA virus. Oleh karena itu

ketrampilan dalam melakukan prosedur PCR sangat diperlukan dalam identifikasi

penyakit viral pada ikan.

2.2. Tujuan Praktikum

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari prosedur analisa

DNA untuk mendeteksi keberadaan KHV pada ikan Mas melalui teknik PCR.

Page 106: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

102

II. METODOLOGI

2.1. Waktu dan Tempat

Praktikum “Deteksi Koi Herpes Virus (KHV) dengan Metode Polymerase

Chain Reaction (PCR)” dilaksanakan pada tanggal 5 Desember 2012, 12

Desember 2012, dan 19 Desember 2012 bertempat di Laboratorium

Pengembangbiakan danGenetika Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

2.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah pinset, pipet mikro,

mesin PCR, sarung tangan, peralatan elektroforesis, microtube, sentrifus, marker

DNA, inkubator, peralatan untuk mencetak gel, sumber listrik, power supply,

microtip, vortex, chamber (wadah/bak) elektroforesis yang dihubungkan dengan

kabel ke power supply dan sumber listrik, perangkat untuk visualisasi gel: UV

transiluminator dan kamera.

Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah ikan koi (ginjal dan insang),

Cell Lysis Solution, Sodium Dodecyl Sulfat (SDS) 10 %, ethidium bromida, gel

agarosa, akuades, buffer TE (tris-HCl + EDTA), RNase, proteinse-K, Protein

Precipitation Solution, isopropanol, ethanol 70%, Ion Exchange Water (IEW), Ex

Taq (DNA Polymerase), Extaq Buffer, campuran dNTP yang mengandung

masing-masing 2,5 mM dATP, dCTP, dGTP dan dTTP, primer Forward, primer

Reverse, Electrophoresis Gel- Loading Buffer yang terdiri dari x5 TBE 200 ml,

IEW 1800 ml, ethidium bromide (60 μl)

2.3. Prosedur Kerja

2.3.1. Isolasi DNA

a. Lisis sel secara enzimatis dengan Proteinase K

Pertama-tama, suhu inkubator diatur pada 55°C, kemudian disiapkan

microtube 1,5 μl steril dan diisi dengan 200 μl Cell Lysis Solution dan 1,5 μl

larutan enzim Proteinase K dengan konsentrasi 20 mg/ml. Sampel ikan (ginjal

dan insang) ditimbang sebanyak 5-20 mg dan dimasukkan ke dalam tabung 5

microtube. Masing-masing sampel diberi kode G1 (Ginjal 1), I1 (insang 1), G2

Page 107: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

103

(Ginjal 2 sebagai ulangan), I2 (insang 2 sebagai ulangan) dan I3 (insang 3 sebagai

ulangan). Setelah sampel dimasukkan ke dalam microtube kemudian ditambahkan

dalam campuran Cell Lysis Solution dan Proteinase K, di-spindown dan di-vortex,

lalu diinkubasi semalam pada suhu 55°C.

b. Treatmen dengan RNAse

Sampel yang telah diinkubasi semalam, dikeluarkan dari inkubator dan

didiamkan hingga suhu ruang, kemudian ditambahkan 1,5 μl RNAse dengan

konsentrasi 4 mg/ml, dihomogenkan dengan cara membolak-balikan tabung

sebanyak 30 kali. Sampel diinkubasi kembali pada suhu 37°C selama 1 jam, lalu

didinginkan sampai suhu ruang.

c. Presipitasi protein

Sampel yang telah didinginkan sampai suhu ruang kemudian ditambahkan

50 μl Protein Precipitation Solution, dan di-vortex dengan kuat selama 30 detik

untuk menghomogenkan Protein Precipitation Solution dengan sampel. Sampel

ditempatkan di ice bath selama 10-15 menit dan disentrifus pada suhu 4°C dengan

kecepatan 13.000 rpm selama 10 menit. Sebanyak 300 μl isopropanol absolut

ditambahkan pada microtube yang baru, kemudian supernatan dituangkan pada

microtube tersebut, dihomogenkan dengan cara dibolak-balikkan sebanyak 50

kali, dan disentrifus pada suhu 4°C dengan kecepatan 13.000 rpm selama 10

menit, supernatan dibuang. Kemudian ditambahkan 300 μl etanol 70% dan

dibolak-balikkan beberapa kali untuk mencuci DNA, disentrifuge pada suhu 4°C

dengan kecepatan 13.000 rpm selama 10 menit dan supernatan dibuang. Sampel

kemudian dikeringudarakan selama sekitar 2 jam, lalu ditambahkan 50 μl sampai

100 μl IEW (Ion Exchange Water), di-vortex untuk melarutkan DNA, dan

disimpan pada suhu minus 20°C.

2.3.2. PCR (Polymerase Chain Reaction)

Pertama-tama premix disiapkan dengan komposisi sebagai berikut:

Nama Bahan Jumlah untuk 1 sampel Jumlah untuk 4 sampel

Primer Forward 1 μl 4 μl

Primer Reverse 1 μl 4 μl

dNTP 1 μl 4 μl

Buffer Ex 1 μl 4 μl

Ex Taq 0,05 μl 0,2 μl

SDW 4,95 μl 20 μl

Page 108: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

104

Premix dibagikan pada 7 tabung PCR sejumlah masing-masing 9 μl, lalu

ditambahkan 1 μl DNA sampel dan divortex. Alat PCR disiapkan dengan

pengaturan sebagai berikut: tahap predenaturasi (94°C) selama 3 menit, denaturasi

(94°C) selama 30 detik, annealing (56°C) selama 30 detik, extention (72°C)

selama 30 menit dan final extention (72°C) selama 3 menit sebanyak 35 siklus.

2.3.3. Elektroforesis

Sebelum melakukan prosedur elektroforesis, terlebih dahulu dibuat gel

agarose yaitu serbuk agarose 0,8-1,9 % dalam 30 ml dalam larutan 1 x TBE (Tris

Base, Boric Acid, EDTA) atau 1 x TAE (Tris Base, Glacial Acetic Acid, EDTA).

Lalu dipanaskan dalam microwave/hot plate selama 1,5 menit atau larutan sampai

mendidih dan menjadi bening. Kemudian larutan dibiarkan sampai hangat (50-

600C). kemudian larutan dituangkan ke dalam cetakan yang telah dilengkapi

sisir/comb sebagai cetakan sumur/well elektroforesis. Selanjutnya dibiarkan

membeku, kemudian dimasukkan ke dalam bak elektroforesis yang telah berisi

larutan buffer elektroforesis (1xTBE atau 1XTAE).

Sampel DNA sebanyak 3 μl dicampurkan dengan 0,5 μl 6x gel-loading

buffer, lalu dimasukkan ke dalam sumur yang terdapat dalam gel dengan

menggunakan mikropipet. Setelah itu, 3 µl marker DNA dimasukkan ke dalam

sumur di dekat sumur sampel. Selanjutnya bak elektroforesis ditutup dan dialiri

listrik dengan tegangan 200 volt dan kuat arus 60 mA. Setelah DNA bermigrasi

dari kutub negatif ke kutub positif mencapai ¾ bagian dari panjang gel (dapat

diamati dari migrasi pewarna loading dye), maka proses elektroforesis dapat

dihentikan. Setelah itu, gel diangkat bak elektroforesis dan dilepaskan dari

cetakan untuk selanjutnya diamati dengan menggunakan ultraviolet transluminator

dengan panjang gelomnbang pendek (280 nm) melalui kamera digital

Canon®Powershot A640 yang sudah terhubung ke komputer dengan pemotretan

secara otomatis menggunakan bantuan software (image capture).

Page 109: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

105

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil

Hasil elektroforesis sampel DNA dari ginjal dan insang ikan koi

ditunjukkan oleh gambar 1.

Gambar 1. Amplifikasi DNA Sampel

Keterangan : M (Marker), I1 (Insang 1), G1 (Ginjal 1), I2 (Insang 2), G2 (Ginjal

2), I3 (Insang 3), (+) kontrol positif, (-) kontrol negatif.

3.2. Pembahasan

Menurut Hilwa (2004), analisa DNA yang dilakukan meliputi tahap

ekstraksi, PCR, dan Elektroforesis. Tahap pengambilan genom DNA dari sumber

sel pada organ atau bagian tubuh ikan sampel. Sedangkan untuk melakukan

analisa DNA diperlukan DNA bentuk yang murni. Ekstraksi dan pemurnian DNA

berlangsung dalam lima tahapan kegiatan, yaitu penghancuran sel penghilangan

RNA, pengendapan protein, pengendapan DNA, dan hibridisasi DNA.

PCR (polymerase chain reaction) atau reaksi rantai polimerase adalah suatu

proses untuk mengamplifikasi (memfotokopi) molekul DNA yang diinginkan

secara in vitro (di luar tubuh makhluk hidup). Prinsip PCR diilhami oleh proses

penggandaan DNA yang terjadi secara alamiah dalam tubuh makhluk hidup, yang

kita kenal dengan istilah replikasi. Pada proses PCR, hasil fotokopi tidak lain

Page 110: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

106

merupakan primer yang diperpanjang oleh enzim DNA polimerase, ketika

menempel pada salah satu untai templat DNA (molekul DNA yang menjadi target

fotokopi). Primer merupakan oligonukleotida (beberapa nukleotida) spesifik yang

dirancang untuk membatasi fragmen DNA yang akan diamplifikasi (seperti

diketahui DNA merupakan polinukleotida). Dengan adanya variasi suhu dan

bantuan enzim DNA polimerase, primer tersebut dapat menempel dan menyalin

informasi genetik sama persis dengan templat DNA, sehingga akhirnya

didapatkan jumlah molekul DNA target yang memadai (Pikiran-Rakyat, 2006).

Proses elektroforesis dimulai dengan pembuatan gel agarose. Menurut

Muladmo (2002) dalam Hilwa (2004), pada prinsipnya DNA dapat berintegrasi di

dalam gel dalam bentuk padat yang diletakkan dalam larutan penyangga yang

dialiri arus listrik. Salah satu gel yang biasa digunakan adalah gel agarose. Ketika

elektoforesis berlangsung, molekul DNA yang bermuatan negatif pada pH netral

akan bergerak atau bermigrasi ke arah positif (anode). Kecepatan migrasi DNA

ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah ukuran molekulnya. Migrasi

molekul DNA berukuran besar lebih lambat daripada migrasi molekul berukuran

kecil (Hilwa, 2004).

Gel yang biasa digunakan antara lain agarosa. Dengan gel agarosa dapat

dilakukan pemisahan sampel DNA dengan ukuran dari beberapa ratus hingga

20.000 pasang basa (bp). Molekul DNA bermuatan negatif sehingga di dalam

medan listrik akan bermigrasi melalui matriks gel menuju kutub positif (anode).

Makin besar ukuran molekulnya, makin rendah laju migrasinya. Berat molekul

suatu fragmen DNA dapat diperkirakan dengan membandingkan laju migrasinya

dengan laju migrasi fragmen-fragmen molekul DNA strandar (marker) yang telah

diketahui ukurannya. Visualisasi DNA selanjutnya dilakukan di bawah paparan

sinar ultraviolet setelah terlebih dulu gel direndam di dalam larutan etidium

bromid (Wibowo, 2009).

Berdasarkan hasil elektroforesis (Gambar 1), terlihat bahwa sampel I1, I2,

I3, G1, dan G2 menunjukkan hasil negatif atau tidak terkena KHV yang

ditunjukkan dengan tidak adanya pita yang terbentuk pada gel. Hal ini disebabkan

oleh tidak terjadinya proses amplifikasi karena sampel tidak mengandung

template DNA yang komplemen dengan primer gen KHV. Gen penyandi KHV

Page 111: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

107

berukuran 400 bp yang ditunjukkan oleh kontrol positif. Dengan demikian ikan

mas yang dijadikan sampel tidak terserang KHV.

Praktikum ini bertujuan untuk mendeteksi penyakit viral yang disebabkan

oleh KHV (Koi Herpes virus). KHV merupakan penyakit viral pada ikan mas dan

koi yang sangat menular dan mengakibatkan morbiditas dan mortilitas antara 80-

100% dari populasi ikan, dengan masa inkubasi 1-14 hari. Individu yang bertahan

hidup sekitar 20% pada saat terjadi wabah umumnya akan menjadi resisten

terhadap infeksi berikutnya. Namun ketahanan tersebut tidak menunjukan adanya

transfer kepada turunananya (Taukhid et al., 2005).

Koi herpesvirus diidentifikasi pertama kali tahun 1998 yang menyebabkan

kematian massal pada ikan mas budidaya di Israel (Gilad et al., 2003) dan

Amerika Serikat (Gray et al., 2002). Carp nephritis and gill necrosis virus

(CNGV) adalah nama awal virus yang berasal dari virus DNA yang morfologinya

mirip dengan anggota kelompok Herpesviridae yang nama lainnya adalah koi

herpesvirus dan Cyprinid herpesvirus (Dishon et al. 2005). Nama lain dari virus

KHV adalah Cyprinid Herpesvirus 3 atau CyHV-3 (Aoki et al., 2007). Virus ini

masuk ke Indonesia pada tahun 2002 melalui perdagangan ikan koi (Sunarto et

al., 2005).

Virus herpes merupakan virus yang berukuran besar dibandingkan dengan

virus lain. KHV memiliki kapsid simetri ikosahedral dengan diameter 100-110

nm, sedangkan virion matang memiliki amplop yang longgar sehingga ukuran

diameternya menjadi 170-230 nm. Selain itu juga terdapat benang-benang

penyangga seperti struktur tegument pada permukaan inti yang mirip dengan

kelompok Herpesvirus (Pokorova et al., 2005).

Hasil pemotongan tipis pellet virus yang telah dimurnikan menunjukkan

adanya partikel yang terbungkus dengan struktur seperti benang pada permukaan

inti (Hutoran et al., 2005). KHV juga berisi daerah padat-elektron asimetrik yang

relatif kecil di dalam inti viral yang kemungkinan merupakan DNA genomik dan

kompleks nucleoprotein (Hutoran et al., 2005).

Secara morfologi, anggota virus herpes mempunyai arsitekrtur yang serupa.

Morfologi struktur virus herpes dari bagian dalam ke bagian luar terdiri genom

DNA untai ganda linier berbentuk toroid, kapsid, lapisan tegumen dan selubung.

Page 112: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

108

Kapsid terdiri atas protein yang tersusun dalam simetri ikosahedral. Menurut

Miwa et al. (2007) inti sel yang terinfeksi KHV mengandung banyak kapsid KHV

dengan diameter 10 nm dan morfologi yang bervariasi.

Kelompok herpesvirus umumnya memiliki karakter yang unik, yaitu

memiliki kemampuan untuk survive latent dalam sel inang untuk jangka waktu

yang lama dan akan menjadi aktif kembali apabila ada pemicu seperti perubahan

lingkungan atau stress yang terjadi pada inang (Taukhid et al., 2005). Sejumlah

virus herpes tinggal tetap dalam bentuk laten seumur hidup induk semangnya

(Malole, 1989).

Mekanisme penularan KHV umumnya terjadi melalui kontak antar ikan,

cairan dari ikan yang terinfeksi, lewat air atau lumpur yang terkontaminasi, serta

peralatan perikanan (Sunarto et al., 2005). Hal ini didukung pula oleh pendapat

Crane et al. (2004) yang menyatakan bahwa partikel virus KHV dapat bertahan

hidup di air selama 20 Jam dan lebih lama pada kolam pada kondisi buruk, ada

yang menyebutkan juga bahwa dapat bertahan di luar inang (dalam air) dan masih

infektif sekurang-kurangnya selam 4 jam. Di sisi lain mekanisme infeksi KHV

sangat dipengaruhi pula oleh faktor suhu lingkungan (Gilad et al., 2003).

Virus ini dapat menginfeksi ikan pada suhu lingkungan yang sangat

spesifik, yaitu pada suhu air 18-24oC (Hutoran et al., 2005), 18-28

oC (Gilad et al.,

2003) pada sistem budidaya. Penyakit ini sangat ganas dan dapat menyebabkan

kematian massal 80-100% pada suhu 17-270C (Perelberg et al., 2003). Namun

kematian ikan akan menurun bahkan berhenti bila berada di atas dan di bawah

kisaran toleransi suhu tersebut (Gilad et al., 2003). Kisaran suhu optimal bagi

kehidupan KHV yang diamati pada penelitian secara in vitro yaitu pada kisaran

15-25oC dan tidak ada atau minimum replikasinya pada suhu 4, 10, 30, 37

oC

(Gilad et al., 2003).

Page 113: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

109

Gambar 2. Ikan terserang KHV (Hartman et al., 2004)

Gejala klinis ikan mas yang terinfeksi KHV menunjukkan kondisi ikan yang

lemah, kehilangan keseimbangan dan kesulitan bernafas. Penampakan ikan yang

umum terjadi yaitu pengelupasan epitelium dengan produksi mukus berkurang

dan kulit terasa kasar, pendarahan (hemorargi) pada operculum, sirip ekor dan

perut yang disertai kerusakan pada insang (Sunarto et al., 2005). Lebih lengkap

Taukhid et al. (2005) menunujukan beberapa gejala-gejjala yang timbul pada ikan

mas dan koi yang terinfeksi koi herpes virus: a) produksi lendir (mukus) berlebih

sebagai respon fisiologis terhadap kehadiran patogen, selanjutnya produksi lendir

menurun drastis sehingga tubuh ikan terasa kasar. b) insang berwarna pucat dan

terdapat bercak putih atau coklat (sebenanrnya adalah kematian sel-sel insang atau

nekrosa insang), selanjutnya menjadi rusak, geripis pada ujung tapis insang dan

akhirnya membusuk. Secara mikroskopis terjadi adanya kerusakan jaringan yang

serius serta kematian sel yang berat. c) pendarahan (hemorargi) disekitar pangkal

dan ujung sirip serta permukaan tubuh lainnya, d) adanya kulit melepuh, e) hati

berwarna pucat selanjutnya menjadi rusak, f) ginjal (anterior dan posterior)

berwarna pucat.

Page 114: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

110

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Sampel yang berasal dari ikan mas yang digunakan dalam praktikum ini

menunjukkan hasil negatif KHV. Hal ini berdasarkan tidak adanya pita yang

terbentuk pada gel elektroforesis. Gen penyandi KHV berukuran 400 bp yang

ditunjukkan oleh kontrol positif.

4.2. Saran

Sebelum pengambilan sampel sebaiknya dilakukan diagnosa terhadap gejala

klinis ikan agar memungkinkan didapat sampel dari ikan sakit dan ikan sehat,

sehingga dapat dibedakan sampel positif dan negatif KHV.

Page 115: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

111

DAFTAR PUSTAKA

Aoki T, Hirono I, Kurokawa K, Fukuda H., Nahary R, Eldar A, Davidson AJ,

Waltzek TB, Bercovier H, Hedrick RP. 2007. Genomic sequences of three

koi herpesvirus isolates representing the expanding distribution of an

emerging diseases threatening koi and comon carp worldwide. J. Virol, 81

(10): 5058-5065.

Crane M, Sano M, Komar C.2004.Infection with Koi herpesvirus-disease card.

Develop to support the NACA/FAO/OIE Regional quarterly aquatic animal

disease (QAAD) reporting system in the Asia Pasific. NACA, Bangkok,

Thailand. 11pp.

Dishon A, Parerlberg A, Bishar-Shieban J. Ilouze M, Davidovich M, Warker S,

Kotler M.2005. Detection of carp interstitial nephritis and gill necrosis virus

in fish dropping. Applied and Environmental Microbiology,71(11): 7285-

7291.

Gilad, O., Yun, S., Andree, K., Adkison, M., Zlotkin, A., Bercovier, H., Eldar, A.,

Hedrick, R. 2003. Molecular comparison of isolates of an emerging fish

patogen, koi herpesvirus and the effect of water temperature on mortality of

experimentally infected koi. Journal of General Virology, 84: 2661-2668.

Gray WL, Mullis L, LaPatra SE, Grott JM, Goodwin A. 2002. Detection of Koi

herpesvirus DNA in Tissues ofinfected fish. J. Fish Disease, 25:171-178.

Hartman, K.H., Yanong, R.P.E., Petty, B.D., Francis-Floyd, R. and Riggs, A.C.

2004. Koi Herpes Virus (KHV) Disease. University of Florida.

Hedrick, R.P., Gilad, O., Yun, S., Spangenberg, J.V., 2000. A Herpes Virus

associated with mass mortality of juvenile and adult koi, a strain of common

carp. Aquatic Animal Health, 12: 44-57.

Hilwa, Z. 2004. Karakterisasi Genotip Ikan Lele Sangkuriang Dengan Metode

PCR-RFLP ADN Mitokondria. Skripsi. Program Studi Teknologi dan

Manajemen Akuakultur. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hutoran, M., Ronen, A., Perelberg, A., Ilouze, M., Dishon, A., Bejerano, I., Chen,

N., and Kotler, M. 2005. Description of an as yet unclassifield DNA virus

from diseased Cyprinus carpio species. J. Virol., 79: 1983–1991.

Malole, M.B.M., Pramono, C.S.U. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di

Laboratorium. Departemen Pendidikan dan kebudayaan. Direktorat Jendral

Pendidikan Tinggi. PAU. IPB.

Page 116: LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR

112

Perelberg, A., Smirnov, M., Hutoran, M., Diamant, A., Bejerano, T., Kotler, M.,

2003. Epidemiological description of new viral disease affecting cultured

Cyprinus carpio in Israel. Bamidgeh, 55: 5-12.

Pikiran-rakyat. Memfotocopi DNA dengan PCR. http://www.pikiran-rakyat.com/

[1 Desember 2008].

Sunarto, A., Rukyani, A., Itami, T., 2005. Indonesian experience on the outbreak

of Koi Herpesvirus in koi and carp (Cyprinus caprio). Bull. Fish. Res. Agen.

Suplement, 2: 15-21.

Taukhid, A., Komarudin, O, Supriyadi, H., Bastiawan, D. 2005. Strategi

Pengendalian Penyakit pada Budidaya Ikan Air Tawar. Kumpulan Makalah

Strategi Pengelolaan dan Pengendalian Penyakit KHV. Pusat Riset

Perikanan Budidaya. Jakarta.

Wibowo, M. S. 2009. Elektroforesis. Sekolah Farmasi. Institut Teknologi

Bandung.