BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksplorasi merupakan hal yang sangat menentukan dalam suatu proses penambangan. Dengan Eksplorasi yang baik akan mendapatkan hasil yang baik dan dengan hasil yang baik akan sangat menentukan tindakan yang akan diambil dalam proses penambangan tersebut. Salah satu hal yang dapat menentukan layaknya suatu aktifitas penambangan melakukan produksi adalah dengan mengetahui sampel dari area yang akan di tambang dan untuk mendapatkan sampel yang baik diperlukan suatu proses pengambilan sample yang sering disebut pengeboran geoteknik. Pengeboran geoteknik adalah pengeboran inti (core drilling) yang bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi tentang kondisi batuan yang dibor. Persyaratan utama dalam pengeboran geoteknik adalah mendapatkan inti bor yang utuh, dengan recovery yang maksimal (jika mungkin Recovery > 90%). Untuk mendapatkan data geoteknik yang valid dan representatif bagi suatu rencana pengembangan, penentuan rencana titikbor dan kedalaman pengeboran serta pencapaian Core recovery yang tinggi adalah hal yang sangat penting. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Eksplorasi merupakan hal yang sangat menentukan dalam suatu proses
penambangan. Dengan Eksplorasi yang baik akan mendapatkan hasil yang baik
dan dengan hasil yang baik akan sangat menentukan tindakan yang akan diambil
dalam proses penambangan tersebut. Salah satu hal yang dapat menentukan
layaknya suatu aktifitas penambangan melakukan produksi adalah dengan
mengetahui sampel dari area yang akan di tambang dan untuk mendapatkan
sampel yang baik diperlukan suatu proses pengambilan sample yang sering
disebut pengeboran geoteknik.
Pengeboran geoteknik adalah pengeboran inti (core drilling) yang
bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi tentang kondisi batuan yang
dibor. Persyaratan utama dalam pengeboran geoteknik adalah mendapatkan inti
bor yang utuh, dengan recovery yang maksimal (jika mungkin Recovery > 90%).
Untuk mendapatkan data geoteknik yang valid dan representatif bagi suatu
rencana pengembangan, penentuan rencana titikbor dan kedalaman
pengeboran serta pencapaian Core recovery yang tinggi adalah hal yang sangat
penting.
Berdasarkan model (struktur) geologi dari area tambang atau rencana
tambang umumnya dapat dibagi dalam zone-zone, yang diperkirakan mempunyai
kondisi geologi relatif sama. Dalam kaitan dengan Pit Plan, biasanya zoning ini
juga menjadi pertimbangan dalam menentukan sektor desain. Penentuan jumlah
dan pemilihan lokasi titik bor geoteknik harus mempertimbangkan keterwakilan
terkait dengan pembagian zone atau sektor desain ini. Di samping itu, rencana
penambangan yang mencakup luas, bentuk, dan kedalaman bukaan tambang juga
harus menjadi pertimbangan dalam penentuan titik bor geoteknik. Semua lapisan
batuan yang akan membentuk lereng bukaan tambang harus terwakili oleh titik
bor geoteknik yang akan dilakukan.
1
Pada aktivitas pengeboran ini kami melakukan kerjasama berupa Kerja
Praktek dengan PT. Bintang Perkasa Mandiri yang berperan sebagai konsultan
pertambangan di indonesia. Lokasi pengeboran pata PT. Bumi Babahrot tepatnya
terletak di daerah di Kec. Babahrot Kab. Aceh Barat Daya (ABDYA).
Gambar 1.1 Lokasi Tambang PT. Bumi Babahrot
2
1.2 Iklim
Kabupaten Aceh Barat Daya, khususnya kecamatan Babahrot berada di
wilayah tropis yang mempunyai curah hujan yang tinggi, kelembaban udara
tinggi, dan temperatur udara tinggi. Kondisi angin di wilayah ini bervariasi
bergantung pada musim. Kondisi tersebut dikenal dengan iklim tropis muson
(Tropical Muson Climate). Angin muson adalah angin musiman yang berlansung
selama beberapa bulan. Iklim di Aceh dapat dibagi menjadi 2 musim yaitu:
Musim Barat (April-September) dan musim muson timur (Oktober-Maret).
Ada sedikit perbedaan antara periode muson timur dan muson barat, berdasarkan
suhu, kelembaban, curah hujan dan visibilitas yaitu:
1. Suhu udara rata-rata adalah 27,1ºC dan 27,3ºC. Suhu rata-rata minimum
untuk timur dan barat pada periode muson adalah 20,1ºC dan 19,6ºC, suhu
udara rata-rata maksimum untuk timur dan barat pada periode muson
adalah 31,9ºC dan 32,4ºC.
2. Kelembaban rata-rata untuk periode muson timur sekitar 82% dan di
muson barat sekitar 81%.
3. Curah hujan bulanan rata-rata pada periode muson timur adalah sekitar 80
mm/bulan, rata-rata hujan adalah 7 hari/bulan di musim ini.
Maksimum rata-rata di periode ini adalah 35 mm/hari. Pada muson barat
total rata-rata hujan adalah sekitar 87 mm/bulan, rata-rata hujan adalah 6
hari/bulan dan rata-rata maksimum 39 mm/hari. Visibilitas selama cuaca buruk
adalah 6 sampai 10 km. Periode hujan bisa sedikit bervariasi antara timur dan
barat. Visibilitas periode musim timur adalah 6,3 km – 11,1 km sedangkan selama
musim hujan barat periode itu bervariasi dari 6,1 km – 10,3 km.
1.3 Keadaan Geologi
Keadaan geologi berdasarkan IUP PT. Bumi Babahrot rata – rata berada
pada kemiringat yang agak terjal yaitu 6° - 17°, Hal ini diakibatkan wilayah area
penambangan terletak di area perbukitan. PT. Bumi Babahrot memiliki 2 site
yaitu site A dan site B yang di batasi oleh sungai Babahrot. Keadaan formasi pada
umumnya batu pasir pada kedalaman dangkal, dan pada kedalaman 30m di bawah
3
permukaan formasi berubah menjadi batuan gamping dan perpaduan batuan
kuarsa.
1.4 Karakteristik Deposit
Dari hasil pengamatan pada site penambangan PT.Bumi Babahrot,
kandungan besi yang paling banyak di jumpai adalah golongan Limonit dengan
kandungan bijih besi sebesar 60% – 69%, warna dari bijih besi adalah berwarna
merah kecoklatan. Warna merah kecoklatan dari bijih besi tersebut diakibatkan
batuan dan lingkungan memiliki tingkat kadar air yang cukup tinggi sehingga
timbul warna merah kecoklatan akibat karatan oleh reaksi dengan air. Hal ini
dapat terjadi karna area penambangan site A dan B di batasi oleh sebuah sungai
besar yang memiliki debit air cukup tinggi. Bijih besi pada area penambangan
pada umumnya adalah bijih besi primer, namun juga didapat pada beberapa lokasi
terdapat bijih besi skunder akibat adanya proses sedimentasi.
1.5 Metode Penambangan
Dari pertimbangan teknis, ekonomis dan lingkungan yang telah dikaji
maka sistem penambangan yang akan diterapkan adalah sistem tambang terbuka
(Open Pit).
1.6 Manfaat kerja praktek pada PT. Bumi Babahrot
1. Menambah wawasan pengetahuan tentang pengeboran, terutama
pengeboran full coring bijih besi
2. Mengkaji dan menganalisa kegiatan pengeboran yang dilakukan pada PT.
Bumi Babahrot
3. Bagi perusahaan dan Jurusan Teknik Pertambangan, terjalinnya kerjasama
dengan adanya mahasiswa yang melakukan kerja praktek pada perusahaan
PT. Bumi Babahrot
4
BAB II
URAIAN PROSES
2.1 Komponen Alat
Pada Proses pengeboran di PT. Bumi Babahrot, PT. Bintang Perkasa
Mandiri (BPM) menggunakan masin bor jenis JACRO dengan nomor seri 200.
Jacro 200 merupakan mesin bor yang memilki mesin berjenis Kubota yang
mampu menembus kedalaman 200 meter. Mesin ini mampu melakukan
pengeboran Batu bara, sample bijih logam, dan sumur bor.
Gambar 2.1 Komponen mesin bor penggerak
Keterangan Komponen :
1. Water Suffle, berfungsi utuk memasok air kedalam lubang bor sehingga
mata bor tidak kepanasan dan cutting (serpihan batuan yang tergerus)
dapat terangkat.
5
2. Motor Rotary, berfungsi menggerakkan pipa dan mata bor.
3. Gear Box, adalah tempat terletaknya gear yang digunakan untuk
menggerakkan bor.
4. Pipa Bor, berguna untuk mensupport mata bor atau bit baik untuk
memutar, memasok lumpur maupun penarikan sampel.
5. Foot Clamp, berfungsimenjepit pipa ketika akan disambung atau di
lepaskan.
Gambar 2.2 Komponen utama mesin bor
6. Tower, berguna untuk menahan pipa bor agar tetap lurus.
7. Kontrol Box, merupakan pusat untuk menggerakkan seluruh komponen
mesin bor.
8. Engine, Memotori seluruh komponen mesin bor.
9. Fuel Tank, kotak penyimpan bahan bakar berupa solar.
10. Oil Tank, Kotak penyimpanan oli.
6
11. Tiang Secured, tiang untuk pengaman tower agar tetap stabil dan tegak
dari permukaan tanah.
Gambar 2.3 Komponen mesin penggerak
12. Cooler, alat yang berfungsi sebagai pendingin mesin, air langsung di
pompa dari sumber air terdekat.
13. Filter, yang berguna sebagai penyaring dari kotoran yang ada dalam oli
dan solar.
14. Hosting Plug, adalah alat yang berguna untuk mengikat sehingga dapat
menarik atau menurunkan pipa kedalam lubang bor.
2.2 Mata Bor (Core Bit)
Mata bor atau core bit merupakan salah satu komponen terpenting dalam
suatu pengeboran. Mata bor atau bit adalah alat yang terpasang di ujung paling
bawah dari rangkaian pipa yang langsung berhadapan dengan formasi atau batuan
yang di bor. Adanya putaran dan beban yang diperoleh dari rangkaian pipa bor
diatasnya, akan menyebabkan mata bor itu menghancurkan batuan yang terletak
dibawah sehingga akan menembus semakin dalam bebatuan tersebut. Lumpur
7
yang disirkulasikan akan keluar melalui mata bor dan menyemprotkan langsung
kebatuan yang sedang dihancurkan di dasar lubang bor. Semprotan ini akan ikut
membantu menghancurkan batuan-batuan itu. Batuan yang disemprot oleh
Lumpur tadi akan lebih mudah lagi dihancurkan oleh mata bor, sehingga dengan
demikian akan diperoleh laju pemboran yang lebih cepat.
Berdasarkan struktur pemotongnya (cutter) matabor dapat di
klasifikasikan sebagai berikut :
1. Wing bit
Digunakan pada lapisan permukaan, biasanya digunakan untuk membuat
lubang besar. Pada umumnya mata bor ini memiliki diameter 36 inc. Wing
bit mampu bekerja pada kedalaman berkisar antara 0 – 30 meter.
Gambar 2.4 Wing bit yang memiliki mata bor seperti baling – baling
2. Roller cone bit
Digunakan pada material yang memiliki tingkat kekerasan lunak sampai
keras, Roller Cone Bit adalah mata bor yang terdiri dari satu, dua atau tiga
cones dengan gerigi yang menempel pada cone tersebut. Roller cone bit
dengan tiga cone adalah mata bor yang sering digunakan pada pengeboran.
8
Gambar 2.5 Roller cone bit dengan 3 cones
3. Diamond bit
Diamond bit terdiri dari jenis material yang memiliki kekerasansama
seperti intan. Mata bor ini digunakan apabila mata bor lain tidak dapat
menembus lapisan formasi yang memiliki kekerasan sangat keras.
Gambar 2.6 Diamond bit yang kami gunakan dalam pengeboran coring
2.3 Metode Pengeboran
Dalam melakukan pengeboran sangat banyak metode yang di gunakan,
namun secara umum metode tersebut terbagi kedalam 3 bagian sesuai dengan
kebutuhannya yaitu sebagai berikut :
9
1. Open Hole
Open Hole adalah metode pengeboran dengan cara melubangi area
tertentu sesuai dengan kebutuhan dan perencanaan sampai kedalaman
yang telah direncanakan. Dalam pengambilan sampelnya berdasarkan
potongan dari setiap gerusan mata bor per Run atau per pipa bor. Dalam
proses pengeboran open hole cutting akan dinaikkan ke atas dengan media
air bercampur lumpur bor.
Gambar 2.7 Proses pengeboran open hole dengan tricones.
2. Coring
Coring adalah pengeboran yang dilakukan untuk mendapatkan
sampel utuh dari sampel pada kedalaman tertentu yang telah ditentukan.
Dalam melakukan pengeboran coring sampel diambil tanpa menggunakan
metode open hole. Dengan menggunakan metode ini kita akan
mendapatkan data yang lebih akurat dan menditail mengenai data variasi
batuan (stratigrafi) dalam lubang bor.
3. Touch core
Touch Core adalah tenik pengeboran yang awalnya dilakukan
dengan metode Open Hole dan ketika mata bor menyentuh Ore (indikasi
dari lubang bor keluarnya sample cutting berupa ore) , maka akan di stop
Meru pakan sifat fisik mekanika batuan yang sangat berpengaruh
terhadap proses pemecahan batuan. Kekuatan mekanik suatu batuan adalah
suatu sifat dari kekuatan terhadap gaya luar, baik kekuatan statik maupun
dinamik. Pada prinsipnya kekuatan batuan tergantung pada komposisi
mineralnya. Di antara mineral-mineral yang terkandung di dalam batuan,
kuarsa adalah mineral terkompak dengan kuat tekan mencapai lebih dari 500
MPa, sehingga semakin tinggi kandungan kuarsa maka batuan tersebut juga
semakin tinggi kekuatannya. Beberapa klasifikasi kuat tekan batuan utuh
menurut berbagai peneliti dan institusi ditunjukkan pada gambar 2.2. dari
klarifikasi tersebut, bahwa batuan mulai dikatakan kuat pada kuat tekan sekitar
10 MPa.
Gambar 3.2 Klasifikasi kuat tekan batuan (dalam Diktat pengeboran dan
penggalian, Kramadibrata, 2000)
21
3.3.3 Karakteristik Massa Batuan
Karakteristik massa batuan yang mempengaruhi pemecahan batuan
adalah RQD, bidang diskontinuiti, dan jarak antar bidang diskontinuiti.
1. Rock Quality Designation (RQD)
RQD merupakan parameter yang dapat menunjukkan kualitas
massa batuan. RQD dikembangkan oleh Deere (1964) yang
mana datanya diperoleh dari pengeboran inti (lihat Gambar
3.7). RQD dihitung dari persentase bor inti yang diperoleh
dengan panjang minimum 10 cm. Dengan persamaan sebagai
berikut :
RQD = (PANJANG TOTAL INTI BOR>10 cm )/(PANJANG TOTAL BOR) X 100%
Gambar 3.3 Skematik Perhitungan RQD (Deere, 1964)
3.3.4 Sifat Gabungan Mekanik Batuan dan Massa Batuan
Sistem Rrock Mass Rating (RMR) atau sering juga dikenal sebagai
Geomechanics Classification di buat oleh Bieniawski (1973). Klasifikasi ini
22
merupakan sifat gabungan mekanik batuan dan massa batuan, yang terdiri
dari enam parameter utama, yaitu : Kuat tekan batuan utuh (UCS), Rock
Quality Designation (RQD), Jarak diskontinu/kekar. Tiap parameter
memberikan pembobotan dan penjumlahan bobot tiap parameter sehingga
mendapat nilai RMR. Semakin tinggi nilai RMR berarti batuan semakin
masif. Pemberian nilai RMR ditunjukkan pada gambar.
Gambar 3.4 Pembobotan Parameter untuk Penentuan Nilai RMR
(Bieniawski, 1973)
3.4 Lumpur Pengeboran
Lumpur pemboran menurut API (American Petroleum Institute)
didefinisikan sebagai fluida sirkulasi dalam operasi pemboran berputar yang
memiliki banyak variasi fungsi, dimana merupakan salah satu factor yang
berpengaruh terhadap optimalnya operasi pemboran. Oleh sebab itu sangat
menentukan keberhasilan suatu operasi pemboran.
Secara umum, lumpur pemboran dapat dipandang mempunyai empat komponen
atau fasa, yaitu ;
a. fasa cair (air atau minyak); 75% lumpur pemboran menggunakan air.
Istilah oil-base digunakan bila minyaknya lebih dari 95%.
23
b. reactive solids, yaitu padatan yang bereaksi dengan air membentuk koloid
(clay); dalam hal ini clay air tawar seperti bentonite mengisaqp (absorb) air tawar
dan membentuk lumpur.
c. inert solids (zat padat yang tak bereaksi); ini dapat berupa Barite (BaSO4) yang
digunakan untuk menaikkan densitas lumpur. Selain itu, juga berasal dari formasi-
formasi yang dibor dan terbawa lumpur, seperti chert, pasir atau clay-clay non
swelling, sehingga akan menyebabkan abrasi atau kerusakan pompa.
d. fasa kimia, merupakan bagian dari system yang digunakan untukmengontrol
sifat-sifat lumpur, misalnya dalam disperson (menyebarkan partikel-partikel clay)
atau flocculation (pengumpulan partikel-partikel clay). Efeknya terutama tertuju
pada peng ‘koloid’ an clay yang bersangkutan.
3.4.1 Tipe Lumpur Pemboran
Sesuai dengan lithologi dan stratigrafi yang berbeda-beda untuk setiap
lapangan, serta tujuan pemboran yang berbeda-beda (eksplorasi, pengembangan,
kerja ulang) kita mengenal type/ sistim lumput yang berbeda-beda pula, seperti :
1. Sistim Lumpur Tak Terdispersi (Non Dispersed). Termasuk diantaranya lumpur
tajak untuk permukaan dan sumur dangkal dengan treatment yang sangat terbatas.
2. Sistim Lumpur Terdispersi untuk sumur yang lebih dalam yang membutuhkan
berat jenis yang lebih tinggi atau kondisi lubanh yang problematis. Lumpur perlu
didispersikan menggunakan dispersant seperti senyawa Lignosulfonat, Lignite
serta Tannin
3. Lime Mud (Calcium Treated Mud), sistim Lumpur yang mengandalkan ion-ion
Calcium untuk melindungi lapisan formasi shale yang mudah runtuh karena me-
nyerap air.
4. Sistim Lumpur Air Garam yang mengandalkan larutan garam (NaCl, KCl))
untuk mengurangi pembasahan formasi oleh air.
5. Sistim Lumpur Polymer yang mengandalkan polymer-polymer seperti Poly
Acrylate, Xanthan Gum, Cellulosa untuk melindungi formasi dan mencegah
terlarutnya cuttings kedalam lumpur bor. Sistim ini dapat ditingkatkan kemam-
24
puannya dengan menambahkan daram KCl atau NaCl, sehingga sistim ini disebut
Salt Polymer System.
6. Oil Base Mud. Untuk membor lapisan formasi yang sangat peka terhadap air,
digunakan sistim lumpur yang menggunakan minyak sebagai medium pelarut.
Bahan-bahan kimia yang dipakai haruslah dapat larut atau kompatibel dengan
minyak., berbeda dengan bahan kimia yang larut dalam air. Sistim Lumpur ini
Sistim Lumpur ini sangat handal melindungi desintefrasi formasi, tahan suhu
tinggi, akan tetapi kecuali mahal juga kurang ramah lingkungan
7. Sistim Lumpur Synthetis menggunakan fluida sintetis dar jenis ester, ether, dan
poly alha olefin, untuk menggantikan minyak sebagai medium pelarut. Lumpur ini
sekwaalitas dengan Oil Based Mud, ramah lingkungan, akan tetapi dianggap
teralu mahal.
3.5 Sifat-Sifat Penting Lumpur Pemboran
Dalam suatu operasi pemboran semua fungsi lumpur pemboran haruslah
berada dalam kondisi yang baik sehingga operasi pemboran dapat berlangsung
dengan baik. Hal ini dapat dicapai apabila sifat lumpur selalu diamati dan dijaga
secara kontinyu dalam setiap tahap operasi pemboran. Selain hal tersebut di atas
pengukuran dan pengamatan sifat - sifat kimia juga harus dilakukan dengan
seksama.Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kestabilan sifat – sifat lumpur
pemboran.
3.5.1 Berat Jenis
Sifat ini berhubungan dengan tekanan hidrostatik yang ditimbulkan oleh
suatu kolom lumpur, karenanya harus selalu di jaga guna mendapatkan tekanan
hidrostatik yang sesuai dengan tekanan yang dibor. Lumpur yang terlalu ringan
akan menyebabkan enterusi fluida formasi kedalam lubang dan hal ini akan
menyebabkan kerontokan dinding lubang, kick dan blow out. Lumpur yang terlalu
berat akan dapat menyebabkan problema Lost Circulation.
3.5.2 Viscositas
Viscositas adalah tahanan terhadap aliran atau gerakan yang penting untuk
laminar flow. Alat untuk mengukur viscositas lumpur ialah Marsh Funnel.
25
3.5.3 Plastic Viscosity (Pv)
Plasctic viscosity merupakan tahanan terhadap aliran yang disebabkan
oleh gesekan antara sesama benda padat didalam lubang bor dan merupakan salah
satu parameter kenaikan solid yang ada dalam lumpur.
3.5.4 Yield Point (Yp)
Yield point merupakan tahanan terhadap aliran yang disebabkan oleh gaya
elektrokimia antara padatan – padatan, cairan – cairan dan padatan – cairan.
3.5.5 Gel Strength
Gel strength adalah sifat dimana benda cair menjadi lebih kental bila
dalam keadaan diam, dan makin lama akan bertambah kental.
3.5.6 Sand Content
Penentuan kadar pasir pada lumpur pemboran adalah untuk mencegah
abrasi Pada pompa dan peralatan pengeboran lainnya, juga untuk mencegah
penebalan mud cake dan drill pipe sticking.
3.5.7 Alkalinity Filtrate
Tujuan pemeriksaan alkalinity filtrate adalah untuk mengetahui
kontaminan – kontaminan terhadap lumpur. Kontaminan – kontaminan ini dapat
berasal dari formasi yang di bor maupun dari air yang digunakan untuk
pembuatan lumpur.
3.5.8 Fluid (Water) Loss
Bila suatu campuran padat – cair, seperti lumpur berada dalam kontak
dengan media porous seperti dinding lubang bor dengan adanya tekanan yang
bekerja padanya, makan akan terjadi perembesan zat cair kedalam media porous
tesebut.
3.5.9 PH
PH menyatakan konsentrasi dari gugus hidroxil (OH¯) yang terdapat
dalam lumpur yang akan mempengaruhi kereaktifan bahan – bahan kimia yang
digunakan dalam lumpur.
26
3.6 Fungsi Lumpur Pemboran
Menurut Preston L. Moore (1974), lumpur pemboran mulai dikenal pada
sekitar tahun 1900-an bersamaan dengan dikenalnya pemboran rotari. Pada
mulanya tujuan utama dari lumpur pemboran adalah untuk mengangkat serbuk
bor secara kontinyu. Dengan berkembangnya zaman, banyak fungsi-fungsi
tambahan yang diharapkan dari lumpur pemboran. Banyak additif dengan
berbagai fungsi yang ditambahkan kedalamnya, menjadikan lumpur pemboran
yang semula hanya berupa fluida sederhana menjadi campuran yang kompleks
antara fluida, padatan dan bahan kimia.
Dari adanya perkembangan dalam penggunaan lumpur hingga saat ini,
fungsi-fungsi utama dari lumpur pemboran yang diharapkan adalah sebagai
berikut:
1) Mengendalikan tekanan formasi.
2) Mengangkat serbuk bor kepermukaan dan membersihkan dasar lubang bor.
3) Memberi dinding pada lubang bor dengan mud-cake.
4) Melumasi dan mendinginkan rangkaian pipa pemboran.
5) Menahan padatan dari formasi dan melepaskannya dipermukaan.
Masing-masing fungsi akan dijelaskan satu persatu. Dan dalam penulisan ini yang
berkaitan erat dengan judul penulisan adalah fungsi yang nomor kedua dari kelima
fungsi utama dari lumpur pemboran tersebut.
27
BAB IV
TUGAS KHUSUS
4.1 Judul Tugas Khusus
Dalam Tugas Kerja Praktek, permasalahan yang penulis bahas adalah “Pengamatan Kegiatan Pengeboran dan Optimasi Hasil Menggunakan Lumpur Pengeboran Pada PT.Bumi Babahrot Kecamatan Babahrot Kabupaten Aceh Barat Daya”.
4.2 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus
Tugas khusus dilaksanakan selama satu bulan sejak tanggal 1 September – 10 Oktober 2015 di PT. Bumi Babahrot pada site A bagian Eksplorasi.
4.3 Objek Tugas Khusus
Yang menjadi Objek pada Tugas Khusus adalah pengamatan pengamatan hasil pengeboran full coring dan optimasi hasil menggunakan lumpur pengeboran menggunakan Mesin JACRO seri 200.
4.4 Latar Belakang Tugas Khusus
Pengeboran Full Coring merupakan pengeboran untuk mendapatkan hasil berupa sampel dari cadangan sehingga dapat dipastikan cadangan yang sebelumnya terukur (measurable) menjadi bahan galian layak produksi. Pengeboran Full Coring membutuhkan biaya yang sangat besar dibandingkan pengeboran lainnya karena diperlukan diamond bit dalam prosesnya karena membutuhkan mata bor yang tajam. Diamond bit terdiri dari intan yang memiliki kekerasan tinggi, sehingga
28
potongan dari coring akan baik dan memungkinkan pengeboran mendapatkan hasil recovery > 90% dengan keadaan utuh.
Namun nyatanya keadaan deformasi di alam membuat hasil recovery bisa saja di bawah 90%, keadaan tanah yang tidak stabil, batu yang terlalu keras ataupun lunak menjadi kendala tersendiri dalam proses pengeboran. Oleh sebab itu dibutuhkannya bantuan injeksi campuran lumpur pengeboran yang benar. Ada berbagai jenis campuran lumpur pengeboran seperti Polimer dan Bentonite. Tetapi tidak hanya itu juga dibutuhkan skill dari operator agar proses pengeboran berjalan dengan baik.
4.5 Tujuan Tugas Khusus
1. Mengetahui kegiatan pengeboran dan pengambilan sampel.
2. Mengetahui peralatan yang digunakan dalam pengeboran bijih besi.
3. Menambah pengetahuan tentang kegiatan eksplorasi bijih besi.
4.6 Permasalahan
Permasalah yang ada dalam proses penyusunan laporan adalah data Geologi dan data hasil pengeboran yang mejadi data utama dari kegiatan pengamatan tidak dapat saya masukkan kedalam laporan karena sudah menjadi perjanjian antara perusahaan untuk tidak mengekspose data yang menjadi rahasia perusahaan. Namun pengalaman yang begitu besar menjadi pengetahuan yang sangt berharga bagi penulis.
4.7 Metodologi Pelaksanaan Tugas Khusus
Dalam pelaksanaan penulisan ini dilakukan pendekatan dengan menggabungkan antara teori dengan data dilapangan secara langsung. Urutan pekerjaan penulisan meliputi:
29
1. Studi LiteraturStudi Literatur dilakukan dengan mempelajari bahan pustaka yang menunjang penulisan laporan yang diperoleh dari perusahaan terkait, perpustakaan, peta, grafik, tabel, dsb.
2. Pengamatan LapanganDilakukan dengan melakukan pengamatan lansung dilapangan terkait penggunaan dan operasi alat pengeboran.
3. Pengambilan Data LapanganPengambilan data dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap kegiatn pengeboran full coring.
4. Pengolahan DataPengolahan data dilakukan dengan melakukan pengumpulan data di lapangan secara statistik, untuk disajikan sebagai hasil pengamatan.
4. Analisis HasilAnalisis hasil pengolahan data yang telah selesai baik dalam output table bagan ataupun hasil berupa kesimpulan yang dapat dijadikan sebagai bahan acua
30
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengamatan Kegiatan Pengeboran
Berdasarkan hasil pengamatan kegiatan pengeboran pada proses coring
berlangsung, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menjaga efisiensi
dan kestabilan lubang atau yang biasa disebut Hole Condition. Untuk menjaga
Hole Condition tetap dalam kondisi baik maka ada beberapa hal yang perlu
dilakukan diantaranya :
1. Pembersihan lubang (Flushing)
Pembersihan lubang dilakukan dengan fluida (air), fluida dipompa dengan
tekanan ke bawah melalui stang bor, mata bor dan kemudian membawa
cutting ke permukaan diantara dinding lubang bor dan stang bor. Ini
dilakukan agar cutting tidak mengahambat perputaran bor atau bahkan
mengakibatkan stuck.
2. Pembesaran lubang (Reaming)
Tujuan dari proses ini adalah untuk memudahkan dalam pemasangan pipa
Dengan menerapkan hal – hal diatas, proses coring berjalan dengan lancar
meskipun tetap menemukan beberapa masalah yang umum terjadi diantaranya:
31
1. Runtuh dinding, yang mana disebabkan oleh formasi batuan yang kurang
stabil dan tidak kompak atau dapat pula disebabkan oleh penggunaan
lumpur yang kurang tepat.
2. Mud loss/Water loss (kehilangan tekanan fluida) :
a. Lumpur didalam lubang hilang akibat masuk kedalam formasi atau
pori-pori lapisan batuan, sebagian atau seluruhnya.
b. Terjadi karna berat jenis lumpur bor terlalu besar, sehingga tekanan
lumpur lebih besar dari tekanan lapisan.
c. Hilang nya lumpur yang diikuti Blow Out (semburan keluar)
3. Water block, yaitu kondisi dimana mata bor tersumbat oleh cutting
sehingga fluida tidak dapat memberikan tekanan atau bisa juga fluida
terhambat karena cutting dan viskositas lumpur yang besar.
4. Stuck (pipa yang terjepit), yang mana terjadi karena runtuh atau
membesarnya dinding lubang, dan bisa juga diakbitkan cutting yang tidak
terangkat sehingga terjadinya penyempitan lubang.
5.2 Pengamatan Keadaan Tekanan Hidrostatik
Pada kegiatan pengeboran di site PT. Bumi Babahrot kami juga
melakukan pengamatan pada tekanan Hidrostatik. Tekanan hidrostatik perlu
diperhitungkan untuk mengoptimalkan hasil pengeboran. Dari hasil data di
lapangan dapat ditentukan seberapa yield point dari lumpur bor yang di butuhkan
untuk mengimbangi besarnya tekanan hidrostatiknya menggunakan persamaan :
Hp = 0.052 x Mw x D (dalam PSI)
Tentukanlah kekentalan (yield point) dari lumpur pengeboran pada kedalaman
315 meter dengan tekanan gradien 0,465 psi/ft. Untuk mendapatkan titik optimal
yield point kita dapat menghitung besarnya tekanan sebagai berikut :
315 m = 315 m x 3.2808
= 1003,452 ft
32
= 1003,452 ft x 0,465 psi/ft
= 466,605 psi
Tekanan hidrostatik pada kedalaman 315m adalah 466,605 psi
Mw = HP/0.052xD
= 466,605 psi / 0.052 x 1003,452 ft
= 466,605 psi / 52,1795 ft
= 8,9423 ppg
Jadi besar yield point yang di perlukan adalah 8,9423 ppg.
5.3 Perhitungan Core Recovery
Pada pengeboran coring core recovery merupakan hal mutlak yang perlu
di perhatikan. Oleh sebab itu ketika dilapangan perhitungan core recovery menjadi
hal yang saya fokuskan ketika berada dilapangan.
Gambar 5.1 hasil coring pada kedalaman 37,50 m – 39,00 m
33
Pada hasil coring tersebut hasil pengeboran curing diukur terlebih dahulu
karena ukuran di bawah 5 cm tidak dapat digunakan dan dianggap 0 cm. Untuk
menentukan Core recovery digunakan rumus RQD yaitu :
RQD = (PANJANG TOTAL INTI BOR)/(PANJANG TOTAL BOR) X 100%
Langkah awal perhitungan core recovery adalah dengan mengamati panjang
setiap fragmen hasil pengeboran, misalkan didapat 30cm, 17cm, 20cm, 8cm dan
13 cm dan selebihnya berukuran di bawah 5 cm sehingga di anggap 0 cm.
Sehingga :
RQD = (38 + 17 + 20 + 8 + 13)/(150) x 100%
= ( 96) / (150) x 100%
= 0,64 x 100%
= 64 %
Setelah itu kita dapat menentukan index core recovery yang kita dapat
berdasarkan tabel berikut :
Tabel 5.1 Index kualitas core recovery
RQD (%) Kualitas core
< 25
25 – 50
50 – 75
75 – 90
90 – 100
Sangat jelek ( very poor )
Jelek ( Poor )
Sedang ( Fair )
Baik ( Good )
Sangat Baik (Excellent)
Jadi berdasarkan tabel batuan pada kedalaman 37,50m – 39,00m adalah sedang
(fair).
34
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan data hasil perhitungan semakin kedalam maka tekanan yand
diberikan oleh deformasi akan semakin besar. Terutama tekanan
hidrostatik. Oleh sebab itu diperlukan takaran lumpur pengeboran yang
seimbang, untuk mengimbangi tekanan dari formasi batuan.
2. Penggunaan alat pengeboran harus perhatikan dengan teliti untuk
menghindari masalah teknis yang bisa terjadi kapan saja.
3. Penggunaan lumpur pengeboran sejara baik dapat membuat pengeboran
coring mendapat hasil maksimal yaitu hasil core > 90%
6.2 Saran
1. Dikarenakan pengeboran coring harus dilakukan secara hati-hati dam
setiap 1,5 meter alangkah baiknya jika adanya pembagian shift seperti
pagi, sore atau bahkan malam agar target dapat cepat tercapai.
2. Penggubaaan lumpur pegngeboran disuaikan dengan keadaan formasi dan
batuan di area pengeboran.
35
3. Untuk mendapatkan hasil yang sempurna sangat dibutuhkan seorang
driller yang berpengalaman dan skill yang baik.
LAMPIRAN A
SPESIFIKASI TEKNIS ALAT PENGEBORAN JACKRO 200
Diesel Engine : Kubota seri D1105 4 Cylinders
Spesifikasi mesin : 2800 RPM, Wireline
Jenis Rotary : Top Drive Rotary
Kapasitas : 1. N size 250 m
2. H size 175 m
3. P Size 150 m
Kegunaan : Pengeboran Base metal, Coal
Sistem pengeboran : Full Coring
Spasi Pemboran : Strike – line
Jenis Pipa : Q series
Moving type : Men Portable
36
LAMPIRAN B
Perhitungan Tekanan Hidrostatik
Tentukanlah kekentalan (yield point) dari lumpur pengeboran pada kedalaman
315 meter dengan tekanan gradien 0,465 psi/ft. Untuk mendapatkan titik optimal
yield point kita dapat menghitung besarnya tekanan sebagai berikut :
315 m = 315 m x 3.2808
= 1003,452 ft
= 1003,452 ft x 0,465 psi/ft
= 466,605 psi
Tekanan hidrostatik pada kedalaman 315m adalah 466,605 psi
Mw = HP/0.052xD
= 466,605 psi / 0.052 x 1003,452 ft
= 466,605 psi / 52,1795 ft
= 8,9423 ppg
Jadi besar yield point yang di perlukan adalah 8,9423 ppg.
37
Perhitungan Core Recovery
Pada hasil coring tersebut hasil pengeboran curing diukur terlebih dahulu
karena ukuran di bawah 5 cm tidak dapat digunakan dan dianggap 0 cm. Untuk
menentukan Core recovery digunakan rumus RQD yaitu :
RQD = (PANJANG TOTAL INTI BOR)/(PANJANG TOTAL BOR) X 100%
Langkah awal perhitungan core recovery adalah dengan mengamati panjang
setiap fragmen hasil pengeboran, misalkan didapat 30cm, 17cm, 20cm, 8cm dan
13 cm dan selebihnya berukuran di bawah 5 cm sehingga di anggap 0 cm.
Sehingga :
RQD = (38 + 17 + 20 + 8 + 13)/(150) x 100%
= ( 96) / (150) x 100%
= 0,64 x 100%
= 64 %
Setelah itu kita dapat menentukan index core recovery yang kita dapat
berdasarkan tabel berikut :
Tabel 5.1 Index kualitas core recovery
RQD (%) Kualitas core
< 25
25 – 50
50 – 75
75 – 90
90 – 100
Sangat jelek ( very poor )
Jelek ( Poor )
Sedang ( Fair )
Baik ( Good )
Sangat Baik (Excellent)
Jadi berdasarkan tabel batuan pada kedalaman 37,50m – 39,00m adalah sedang