LAPORAN KASUS DIARE AKUT NONDISENTRIFORM (A09) DENGAN GEJALA DEHIDRASI RINGAN/SEDANG + GAGAL AKSES VENA Oleh Nopitasari NIM I11109065 Pembimbing dr. Hilmi K Riskawa , Sp.A, M Kes
LAPORAN KASUS
DIARE AKUT NONDISENTRIFORM (A09) DENGAN GEJALA DEHIDRASI
RINGAN/SEDANG + GAGAL AKSES VENA
OlehNopitasari
NIM I11109065
Pembimbing
dr. Hilmi K Riskawa , Sp.A, M Kes
SMF ILMU KESEHATAN ANAKPROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS TANJUNGPURARS KARTIKA HUSADA
PONTIANAK 2015
LEMBAR PERSETUJUAN
Telah disetujui Laporan Kasus dengan judul :
DIARE AKUT NONDISENTRIFORM (A09) DENGAN GEJALA DEHIDRASI
RINGAN/SEDANG + GAGAL AKSES VENA
Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Mayor Ilmu Kesehatan Anak
Pontianak, Oktober 2015
Pembimbing Referat,
dr. Hilmi K. Riskawa , Sp.A, M kes
Disusun oleh,
Nopitasari
NIM I11109065
LAPORAN KASUS
OLEH : NOPITASARI
PEMBIMBING : DR. HILMI KURNIAWAN RISKAWA, Sp.A, M.Kes
TANGGAL / HARI : SEPTEMBER 2015 /
DIARE AKUT NONDISENTRIFORM (A09) DENGAN GEJALA DEHIDRASI
RINGAN/SEDANG + GAGAL AKSES VENA
A. Identitas
FAF, bayi laki-laki berusia 5 bulan 20 hari dirawat di Ruang Dahlia RS Kartika
Husada selama 3 hari dari tanggal 13 Agustus 2015 sampai tanggal 15 Agustus 2015
B. Anamnesis (anamnesis secara alloanamnesis tanggal 13 Agustus 2015, perawatan hari
ke-1)
Keluhan Utama : BAB cair
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengalami BAB cair sejak 5 hari Sebelum Masuk Rumah Sakit
(SMRS). BAB cair 4 x konsistensi cair, terdapat ampas berwarna kuning, tidak ada
lendir, dan tidak ada darah. Keluhan BAB cair disertai muntah 1 kali sejak 1 hari
SMRS. Muntah terjadi setelah pasien minum susu formula sebanyak 3 botol susu. Isi
muntahan berupa minuman yang diminum pasien, dalam jumlah yang sama dengan
yang diminum. Keluhan BAB cair juga disertai dengan demam sejak 1 hari SMRS,
demam mendadak tinggi dan terus menerus baik pada siang maupun malam hari.
BAK terakhir 2 jam SMRS, tidak ada kejang, tidak ada nyeri perut, perut tidak
kembung, tidak ada batuk dan pilek, dan tidak ada nyeri menelan.
Pada pagi hari sebelum masuk RS, pasien dibawa berobat ke Instalasi Gawat
Darurat RS Kartika Husada, dikatakan bahwa pasien mengalami diare akut tanpa
dehidrasi sehingga pasien disarankan untuk rawat jalan dengan dibekali obat dan
oralit untuk mencegah dehidrasi. Apabila keluhan tidak berkurang dan keadaan
pasien memburuk seperti semakin rewel, lemah, air mata berkurang, mata cekung,
dan BAK berkurang, maka pasien sebaiknya dibawa kembali ke rumah sakit.
Pasien pernah mengalami diare sebelumnya. Sekitar 1 bulan sebelum masuk
rumah sakit, dengan gejala BAB 4 kali dalam sehari, konsistensi lunak, tidak ada
lendir maupun darah. Namun pasien segera sembuh setelah diobati di puskesmas. Ibu
pasien tidak mengingat obat apa yang telah diberikan di Puskesmas. Berat badan
pasien sebelum sakit 6,5 kg, saat pertama kali datang ke instalasi gawat darurat RS
Kartika Husada berat badan pasien menjadi 6 kg.
Pasien tidak pernah mengalami kejang, demam tifoid, demam berdarah, dan asma.
Tidak ada keluarga yang menderita diare maupun demam seperti yang dialami pasien.
Riwayat kejang, asma, dan alergi pada keluarga juga disangkal.
Pasien lahir dari ibu dengan P2A0, pada usia kehamilan 38 minggu, lahir
spontan ditolong oleh bidan di ruangan VK RS Kartika Husada. Pasien tidak
langsung menangis, berat badan lahir 3000 gram, panjang badan 51 cm, lingkar
kepala 34 cm, skor APGAR 6/7/9, pada saat baru lahir pasien mengalami asfiksia
sedang. Hasil laboratorium pada saat baru lahir (25/2/15) leukosit 15.500/ul, eritrosit
4,19 juta, hemoglobin 11,6 g/dl, hematokrit 46,1 %, platelet 92.000, dan gula darah
sewaktu 57 mg/dl. Pada saat baru lahir, pasien mendapat imunisasi lengkap sesuai
program imunisasi yaitu imunisasi hepatitis B, BCG, DPT, dan Polio.
Pasien biasanya minum air susu ibu (ASI), dan susu formula (SF). Pasien
belum diberikan makanan tambahan lainnya karena umur pasien kurang dari 6 bulan.
Selama sakit pasien masih tetap kuat minum ASI dan SF. Perkembangan pasien
sesuai dengan perkembangan anak normal lainnya. Umur 3 bulan lebih pasien sudah
mulai bisa tiarap. Saat ini pasien sudah bisa mengangkat kepala, mulai berputar-putar
dan maju mundur pada saat tiarap. Pasien anak ke-2 dari 2 bersaudara, pasien tinggal
serumah dengan orang tua, dan saudaranya. Total penghuni berjumlah 4 orang dalam
rumah ukuran 6 x 6 m di asrama militer Yonif 043. Ayah pasien bekerja sebagai
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, ibu pasien adalah ibu rumah tangga,
berobat dengan BPJS TNI AD. Lingkungan rumah pasien memiliki kakus sendiri dan
menggunakan air PDAM, air minum menggunakan air galon yang tidak dimasak dulu
sebelum diminum. Sebelum membuat susu formula, botol susu selalu dipanaskan
terlebih dahulu dan membuat air susu menggunakan air yang telah dimasak.
C. Pemeriksaan fisik (tanggal 13 Agustus 2015, perawatan hari ke-1)
1) Keadaan Umum : Sakit sedang, tampak lemah.
2) Kesadaran : Compos Mentis
3) Antropometri
- Berat badan : 6.000 g
- Panjang badan : 62 cm
- BB/U : -2 – (-3) SD
- PB/U : -2 – (-3) SD
- BB/PB : < -1 SD
- LILA : 12 cm.
- Status gizi : normal.
4) Status Generalis
Tanda Vital:
- Nadi : 130 x/menit, reguler, teraba kuat.
- Napas : 32x/menit, irama teratur ,tipe abdominotorakal
- Suhu : 36,7° C
Kepala : Normocephal, ubun-ubun datar,
Lingkar Kepala : 42 cm
Head circumference: -2 – 0 SD
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, mata
cekung (+/+), air mata (+/+), pupil bulat isokor diameter
3 mm/3 mm.
Telinga : Sekret (-/-)
Hidung : pernapasan cuping hidung (-), hipertrofi konkha (-)
Mulut : mukosa bibir kering (+), sianosis bibir (-),
Tenggorokan : faring hiperemis (-)
Leher : Retraksi suprasternal(-), pembesaran KGB (-)
Paru
a. Inspeksi
Depan : bentuk dan gerak simetris, retraksi interkostal (-)
Belakang : bentuk dan gerak simetris, retraksi interkostal (-)
b. Palpasi
Depan : Fremitus taktil paru kiri dan kanan simetris
Belakang : Fremitus taktil paru kiri dan kanan simetris
c. Perkusi
Depan : sonor di kedua lapang paru
Belakang : sonor di kedua lapang paru
d. Auskultasi
Depan : suara napas dasar bronkovesikuler di paru kiri dan kanan,
wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Belakang : suara napas dasar bronkovesikuler di paru kiri dan kanan,
wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Jantung : S1 dan S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
a. Inspeksi : tampak cembung, warna sama dengan jaringan sekitar,
jaringan parut (-)
b. Auskultasi : bising usus (+) meningkat
c. Palpasi : hepar tidak teraba, limpa tak teraba.
d. Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
Anus & Genitalia : Memiliki genitalia eksterna berjenis laki-laki tidak ada
kelainan genitalia dan anus.
Ekstremitas : akral hangat, Capillary Refill Time (CRT) <2 detik,
sianosis (-)
Kulit : warna kulit cokelat, petekie (-), ikterik (-) ruam (-),
turgor kulit melambat
turgor kulit melambat
D. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah rutin tanggal 13 Agustus 2015, hasil pemeriksaan di
laboratorium RS Kartika Husada
- Leukosit : 8.500 / mm3 (Normal : 3.500-10.000 /mm3 )
- Eritrosit : 4.58 juta (Normal : 3.50-5.50 juta/ mm3)
- Hemoglobin : 11,6 g/dl (Normal : 11,5-16,5 g/dl)
- Trombosit : 217.000 /mm3 (Normal : 150.000 – 400.000/mm3 )
- Hematokrit : 36,5 % (Normal : 35-55%)
- MCH : 25,3 pg (Normal : 25-35 pg)
- MCV : 79,7 fl (Normal : 75-100 fl)
- MCHC : 31,7 g/dl (Normal : 31-38 g/dl)
- % Limfosit : 66,4% (Normal : 15-50%)
- % Granulosit : 25,6% (Normal : 35-80%)
E. Diagnosis Banding
1. Diare akut non disentriform + dehidrasi ringan/sedang
2. Diare akut Disentriform + dehidrasi ringan/sedang
F. Diagnosis Kerja
Diare akut non disentriform + dehidrasi ringan/sedang
G. Tata Laksana
- Rehidrasi oralit 450 cc dalam 3 jam
- Domperidon drop 3x 0,6 cc
- L bio 1x1 sach
- Zink kids syrup 1x1 cth
- Minum ASI / susu formula bebas laktosa
Saran: pemeriksaan feses rutin; pemeriksaan elektrolit natrium, kalium, kalsium, klorida.
glukosa darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
H. Pemantauan
Kamis/ 13 Agustus 2015 pukul 21.00 (perawatan hari ke-1, hari sakit ke-5)
S :BAB cair 4 kali, terdapat ampas,tidak terdapat lendir maupun darah. muntah 1
kali isi air, setelah diminumkan obat. Badan lemah, tidak demam, minum ASI dan
Susu formula baik, BAK seperti biasa.
O : KU : sakit sedang, tampak lemah. antropometri: status gizi normal. Napas 46
x/m, irama teratur, tipe abdominotorakal, Nadi 132 X/menit, T: 36,7 C, ubun-ubun
besar datar, kelopak mata cekung +/+, air mata +/+ berkurang, mukosa bibir kering,
turgor agak melambat, abdomen supel, timpani, bising usus 8-12 x/menit, penurunan
berat badan 9,2 %.
A : diare akut non disentriform dengan dehidrasi ringan/sedang.
P : pemasangan infus dari IGD gagal mengakses intravena.
Obat per oral
- Domperidon drop 3x 0,6 cc
- L bio 1x1 sach
- Zink kids syrup 1x1 cth
- Rehidrasi oralit 450 cc dalam 3 jam
- Minum ASI / susu formula bebas laktosa
Jumat/ 14 Agustus 2015 pukul 05.00 (perawatan hari ke-2, hari sakit ke-6)
S :BAB cair 1 kali, terdapat ampas, tidak terdapat lendir maupun darah. Tidak
muntah, tidak demam, minum ASI kuat, BAK banyak.
O : KU : sakit sedang. antropometri: status gizi normal, Napas 32 x/m, irama
teratur, tipe abdominotorakal, Nadi 130 X/menit, T: 36,7 C, ubun-ubun besar datar,
kelopak mata cekung +/+ berkurang, air mata +/+, mukosa bibir lembab, turgor
kembali cepat, abdomen supel, timpani, bising usus 8-12 x/menit, penurunan berat
badan 6,1 %.
A : diare akut non disentriform dengan dehidrasi ringan/sedang (perbaikan).
P : pemasangan infus dari IGD gagal mengakses intravena.
Obat per oral
- Rehidrasi oralit 450 cc dalam 3 jam
- Domperidon drop 3x 0,6 cc
- L bio 1x1 sach
- Zink kids syrup 1x1 cth
- Minum ASI/ SF bebas laktosa.
Jumat/ 15 Agustus 2015 pukul 05.00 (perawatan hari ke-2, hari sakit ke-6)
S :tidak BAB , tidak muntah, tidak demam, minum ASI kuat, BAK banyak.
O : KU : baik, aktif. antropometri: status gizi normal, Napas 28 x/m, irama teratur,
tipe abdominotorakal, Nadi 112 X/menit, T: 36,2 C,ubun-ubun besar datar, kelopak
mata cekung -/-, air mata +/+ ,mukosa bibir tampak basah, turgor kembali cepat,
abdomen supel, timpani, bising usus 4-6 x/menit, penurunan berat badan 4,6 %.
A : diare akut non disentriform dengan dehidrasi ringan/sedang (perbaikan).
P : pemasangan infus dari IGD gagal mengakses intravena.
Obat per oral
- Domperidon drop 3x 0,6 cc
- L bio 1x1 sach
- Zink kids syrup 1x1 cth
- Rehidrasi oralit 100 ml setiap BAB
- Minum ASI / SF bebas laktosa
- Jaga kebersihan dan hidari penularan fekal-oral.
- Diperbolehkan rawat jalan dengan membawa surat kontrol ke poli serta obat
untuk pengobatan di rumah.
I. Prognosis
Ad Vitam : ad Bonam
Ad Functionam : ad Bonam
Ad Sanactionam : ad Bonam
J. Ringkasan
FAF, bayi laki-laki berusia 5 bulan 20 hari datang dengan keluhan BAB cair
sejak 5 hari Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS). BAB cair 4 x konsistensi cair,
terdapat ampas berwarna kuning, tidak ada lendir, dan tidak ada darah. Keluhan BAB
cair disertai muntah 1 kali sejak 1 hari SMRS. Muntah terjadi setelah pasien minum
susu formula sebanyak 3 botol susu. Isi muntahan berupa minuman yang diminum
pasien, dalam jumlah yang sama dengan yang diminum. Keluhan BAB cair juga
disertai dengan demam sejak 1 hari SMRS, demam mendadak tinggi dan terus
menerus baik pada siang maupun malam hari. BAK terakhir 2 jam SMRS. Pagi hari
sebelum dirawat pasien telah dibawa berobat dan didiagnosis dengan diare akut tanpa
dehidrasi sehingga pasien disarankan untuk rawat jalan dengan dibekali obat dan
oralit untuk mencegah dehidrasi. Pasien pernah mengalami diare sekitar 1 bulan yang
lalu dan segera sembuh setelah diobati di puskesmas.
Berat badan pasien sebelum sakit 6,5 kg, saat pertama kali datang ke instalasi
gawat darurat RS Kartika Husada berat badan pasien menjadi 6 kg. Penurunan berat
badan 9,2%. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan UUB datar, kelopak mata cekung, air
mata berkurang, mukosa bibir tampak kering, turgor kulit melambat,abdomen supel,
timpani, bising usus meningkat. Pada pemeriksaan antropometri didapatkan status
gizi normal. Hasil pemeriksaan darah didapatkan dalam batas normal. Keadaan pasien
selama perawatan semakin membaik. Pasien didiagnosis menderita diare akut non
disentriform + dehidrasi ringan/sedang. Selama dirawat 3 hari, pasien mendapat terapi
Rehidrasi oralit, zinc, probiotik, antiemetik, dan ASI/ SF bebas laktosa. Pasien
menunjukkan perbaikan, dan pasien boleh pulang, lanjut rawat jalan dengan
membawa surat kontrol ke poli serta obat untuk pengobatan di rumah.
PEMBAHASAN
Permasalahan utama pada pasien ini adalah penegakan diagnosis, tatalaksana, dan
prognosis. Gejala dari diare akut pada anak yang paling sering adalah BAB cair > 3 kali
dalam sehari, dengan konsistensi lebih cair dari biasanya, kadang disertai muntah.1 Pada
anak diare yang harus diperhatikan adalah keadaan dehidrasi. Penemuan klinis yang
menunjukkan keadaan dehidrasi pada anak adalah rewel atau gelisah, letargis/kesadaran
berkurang, mata cekung, cubitan kulit perut kembalinya lambat atau sangat lambat,
haus/minum dengan lahap, atau malas minum atau tidak bisa minum. 2 Berdasarkan hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala diare, muntah dan kondisi umum
lemah, mata cekung, air mata berkurang, mukosa bibir tampak kering, turgor kembali
lambat, minum kuat dan lahap pada pasien ini.
Pada hasil pemeriksaan darah didapatkan hasil dalam batas normal. Penyebab
infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit. Dua
tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non inflammatory dan inflammatory.
Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi enterotoksin oleh
bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan dan /
atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatory diare biasanya disebabkan oleh
bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.3
Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada anak-anak
yaitu: Rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni dan
Cryptosporidium. Telah banyak diketahui bahwa penyebab utama diare pada anak adalah
rotavirus. Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang
menyebabkan diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan sel-sel
ujung-ujung villus pada usus halus. Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus
halus dan menyerang villus di usus halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbsi usus
halus terganggu. Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru,
berbentuk kuboid yang belum matang sehingga fungsinya belum baik. Villus mengalami
atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik. Selanjutnya, cairan
dan makanan yang tidak terserap/tercerna akan meningkatkan tekanan koloid osmotik
usus dan terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak terserap
terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik dari penyerapan air dan
nutrien yang tidak sempurna. 1
Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel-sel yang terdiferensiasi,
yang mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis disakharida dan fungsi penyerapan
seperti transport air dan elektrolit melalui pengangkut bersama (kotransporter) glukosa
dan asam amino. Enterosit kripta merupakan sel yang tidak terdiferensiasi, yang tidak
mempunyai enzim hidrofilik tepi bersilia dan merupakan pensekresi (sekretor) air dan
elektrolit. Dengan demikian infeksi virus selektif sel-sel ujung villus usus menyebabkan
(1) ketidakseimbangan rasio penyerapan cairan usus terhadap sekresi, dan (2)
malabsorbsi karbohidrat kompleks, terutama laktosa. 1
Gambar 1. Kombinasi patofisiologi diare disebabkan oleh rotavirus. Sumber: Guarino A, Albano F. Viral Diarrhea in Texbook of Paediatric Gastroenterology and Nutritiont. UK: Taylor & Francis. 2004; 127-141.s
Diare oleh karena virus pada dasarnya diyakini disebabkan oleh invasi sel dan
destruksi epitel oleh agen enteropathogenic yang mengakibatkan akumulasi cairan
endoluminal secara osmotik dipicu oleh gangguan absorpsi nutrisi. Saat ini dikenal
beberapa mekanisme yang berpengaruh terhadap diare tergantung pada agen spesifik dan
inangnya. Virus tertentu memiliki banyak jalur virulensi yang secara sinergis
menginduksi diare.
Mekanisme diare yang diinduksi oleh rotavirus grup A merupakan paradigm
patofisiologi diare oleh karena virus. Rotavirus mempunyai jaringan dan sel spesifik yang
menginfeksi enterosit usus halus. Tahap pertama adalah virus berikatan dengan reseptor
spesifik yang berlokasi pada permukaan sel yang ganglioside GM 1. Rotavirus
menginfeksi sel usus halus, bereplikasi dan menginduksi lisis sel. NSP 4 dilepaskan oleh
sel terinfeksidan fungsinya sebagai Ca2+-enterotoxin memicu sekresi klorida.NSP 4 juga
dapat menurunkan transport cairan dan elektrolit melalui penghambatan Na-glucose
symport GLT1 dan Na-K ATPase. Ia juga mengganggu ekspresi disakaridase. Tambahan
lagi, rotavirus dan atau NSP 4 dapat berdifusi dibawah lapisan epitel usus halus yang
mengaktifkan refleks sekresi pada sistem saraf enteric. Selama respon infeksi dan
inflamasi lambat pada lamina propria dapat dideteksi, produksi substansi inflamasi dan
sitokin dapat berkontribusi lebih jauh terhadap peningkatan permeabilitas membrane
intestinal dan diare. Secara ringkas patofisiologi diare rotavirs dapat dilihat pada tabel 1. 5
Tabel 1. Pathogenesis diare rotavirus
Sumber: Guarino A, Albano F. Viral Diarrhea in Texbook of Paediatric Gastroenterology and Nutritiont. UK: Taylor & Francis. 2004; 127-141.s
Gambar 2. Diagram mekanisme diare sekretorik dan diare osmotik disebabkan oleh virus. Sumber: Guarino A, Albano F. Viral Diarrhea in Texbook of Paediatric Gastroenterology and Nutritiont. UK: Taylor & Francis. 2004; 127-141.s
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan
dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP,cGMP, dan Ca dependen.
Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan
patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bakteri ini dapat
menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga depat menyebakan reaksi
sistemik.Toksin shigella juga dapat masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga
menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah
dalam tinja yang disebut disentri. 1 Pasien didiagnosis dengan diare akut
nondisentriform . Diare akut adalah Diare yang berlangsung selama kurang dari 14 hari
dan tidak mengandung darah. Pada pasien ini tinja tidak mengandung lendir dan darah
sehinggadiagnosis disentri dengan penyebab diare berdarah lainnya dapat disingkirkan. 2
Berdasarkan Riskedas 2007, Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di
semua kelompok umur dengan prevalensi pada bayi (< 1 tahun) 16,5 %. Prevalensi
tertinggi adalah kelompok usia 12-23 bulan yaitu 16,7 %. Menurut data SDKI 2007, diare
banyak diderita oleh kelompok umur 6-35 bulan karena anak mulai aktif bermain dan
beresiko terkena infeksi. Prevalensi diare lebih tinggi pada anak laki-laki dibanding
(14,8%) dibandingkan dengan anak perempuan (12,5%). Namun pasien ini berada dalam
kelompok usia < 6 bulan, risiko untuk terkena infeksi masih minimal karena belum
mendapat asupan makanan tambahan. Diare merupakan penyebab kematian bayi (usia 29
hari-11 bulan) yang terbanyak (31,4%).4 kematian pada diare disebabkan oleh kehilangan
cairan dan elektrolit. Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung
sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini
bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Bila
hilangnya cairan dan elektrolit ini tidak diganti secara adekuat, sehingga timbullah
kekurangan cairan dan elektrolit.Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik
dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat
menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan
tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik,
dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi
berat.5
Derajat dehidrasi diklasifikasikan sesuai dengan gejala dan tanda yang
mencerminkan jumlah cairan yang hilang (lihat tabel 1). Rejimen rehidrasi dipilih sesuai
dengan derajat dehidrasi yang ada.2
Tabel 2. Derajat dehidrasi 2
Klasifikasi Tanda-tanda atau gejala Pengobatan
Dehidrasi berat Terdapat dua atau lebih dari
tanda di bawah ini:
- Letargi/ tidak sadar
- Mata cekung
- Tidak bisa minum atau
malas minum
- Cubitan kulit perut kembali
sangat lambat (≥ 2 detik)
Beri cairan untuk diare dengan
dehidrasi berat (Terapi C)
Dehidrasi
ringan/sedang
Terdapat dua atau lebih dari
tanda di bawah ini:
- Rewel, gelisah
- Mata cekung
- Minum dengan lahap, haus
- Cubitan kulit kembali
lambat
Beri anak cairan dan makanan
untuk dehidrasi ringan (Terapi B).
Setelah rehidrasi, nasihati ibu untuk
penanganan di rumah dan kapan
kembali segera
Kunjungan ulang dalam waktu 5
hari jika tidak membaik
Tanpa
dehidrasi
Tidak terdapat cukup tanda
untuk diklasifikasikan sebagai
dehidrasi ringan atau berat.
Berikan cairan dan makanan untuk
menangani diare di rumah (Terapi
A).
Nasehati ibu kapan kembali segera
Kunjungan ulang dalam waktu 5
hari jika tidak membaik
Pada pasien FAF, usia 5 bulan 20 hari, pada inspeksi tampak adanya UUB datar,
kelopak mata cekung, air mata berkurang, berat badan turun. Tanda objektif yang
merefleksikan adanya dehidrasi adalah badan lemah, mata cekung, air mata berkurang,
turgor kulit kembali agak melambat. Manifestasi defisit volume larutan adalah
Kehilangan berat badan (% berat badan); defisit volume larutan ringan (2%); defisit
volume larutan sedang (5-10%); deficit volume larutan berat (>10%). Pada pasien ini
terjadi penurunan berat badan hingga 9,2%. Oleh karena itu, pasien ini tergolong ke
dalam dehidrasi ringan/sedang. Penanganan defisit volume larutan adalah mengganti
larutan. Biasanya larutan elektrolit isotonik dipakai untuk mengganti larutan. Oleh karena
gagal dilakukan pemasangan infus dan masih dapat minum , untuk terapi diberikan
cairan oralit. Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan
selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi. Pada pasien
ini, dengan berat badan 6 kg, diberikan oralit 450 cc dalam 3 jam. Dan selanjutnya dapat
diberikan oralit 100 cc setiap kali BAB jika dehidrasi telah tertangani. 6
Pada pasien ini didapatkan keluhan demam sebelum pasien dirawat di RS. Bila
terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi. Panas
badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare.1
Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah mungkin
disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti:
enteric virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan Cryptosporidium.
Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita tidak panas
atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare, menunjukkan
bahwa saluran cerna bagian atas yang terkena. Pada pasien ini terdapat keluhan muntah
dan watery diare, hal ini menunjukkan bahwa organism yang menginfeksi saluran cerna
bagian atas kemungkinan besar adalah virus enterik.1
Bising usus yang meningkat menunjukkan adanya kondisi hiperperistaltik dan
menyingkirkan terjadinya hipokalemi. Karena pada hipokalemi terdapat bising usus yang
melemah.1
Menurut perhitungan antropometri pasien menggunakan growth chartz world
health organization (WHO), ditinjau dari BB/PB, maka status gizi pasien ini normal
dengan BB/PB < -1 SD, hal ini disebabkan karena pasien ini masih kuat minum ASI dan
susu formula selama sakit. Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan
gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap
perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan
yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat
badan/umur) . Pada pasien ini dari BB/U berat badan rendah, bisa terjadi pengurangan
mendadak massa jaringan tubuh akibat penyakit infeksi yang dideritanya. Tinggi badan
memberikan gambaran fungsi pertumbuhan. Tinggi badan sangat baik untuk melihat
keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir
rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks
TB/U ( tinggi badan menurut umur). Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan
gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang
menahun, BB/TB (Berat badan per tinggi badan) merefleksikan kondisi pertumbuhan
linier yang menggambarkan gangguan tumbuh kembang jangka panjang dan standar
untuk menentukan status gizi yang menggambarkan kondisi aktual.8
Pengobatan yang didapat oleh pasien saat pertama kali masuk ruangan adalah
Rehidrasi oralit, domperidon sebagai antiemetik, L bio sebagai probiotik, Zink sebagai
mikronutrien, serta minum ASI dilanjutkan.
Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi. Oralit
formula lama dikembangkan dari kejadian luar biasa diare di Asia Selatan yang
terutamadisebabkan karena disentri, yang menyebabkan berkurangnya lebih banyak
elektrolit tubuh, terutama natrium. Sedangkan diare yang lebih banyak terjadi akhir-akhir
ini dengan tingkat sanitasi yang lebih banyak terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat
sanitasi yang lebih baik adalah disebabkan oleh karena virus. Diare karena virus tersebut
tidak menyebabkan kekurangan elektrolit seberat pada disentri. Karena itu, para ahli diare
mengembangkan sformula baru oralit dengan tingkat osmolarits yang lebih lebih
mendekati osmolaritas plasma, sehingga kurang menyebabkan risiko terjadinya
hipernatremia. Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah. Keamanan
oralit ini sama dengan oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya lebih baik
daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan low osmolaritas ini juga menurunkan
kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga
20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga telah
direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non-kolera pada anak.1
Tabel 3. Komposisi oralit baru
Sumber: WHO, UNICEF. Oral Rehydration Salt Production of the New ORS. Geneva : WHO.
2006.
Gambar 3. Cara membuat dan memberikan oralit. Sumber: Subdit Pengendalian Diare dan Infeksi
Saluran Pencernaan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi Diare di Indonesia.
Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buletin Jendela data & Informasi
Kesehatan, Vol. 2, Triwulan 2, 2011. Hal. 1-40.
Walaupun lebih dari 90 persen ibu mengetahui tentang paket oralit, hanya satu
dari tiga (35%) anak yang menderita diare diberi oralit, hasil tersebut sama dengan
temuan SDKI 2002-2003. Pada 30 % anak yang diare diberi minuman lebih banyak, 22
% diberi Larutan Gula Garam (LGG), dan 61 % diberi sirup/pil, sementara 14 % diberi
obat tradisonal atau la nnya. 4Pada kasus ini, pasien tidak langsung diberikan oralit di
rumah namun langsung dibawa ke sarana kesehatan yaitu IGD RS Kartika Husada. Dari
IGD RS Kartika Husada pasien diberikan oralit untuk diminum setiap kali BAB.
Penderita diare dengan dehidrasi ringan–sedang harus dirawat di sarana kesehatan
dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit yang diberikan 3
jam pertama 75 cc/kgBB. Bila berat badannya tidak diketahui, meskipun cara ini kurang
tepat, perkiraan kekurangan cairan dapat ditentukan dengan menggunakan umur
penderita, yaitu : untuk umur < 1 tahun adalah 300 ml, 1 – 5 tahun adalah 600 ml, > 5
tahun adalah 1200 ml dan dewasa adalah 2400 ml. Rentang nilai volume cairan ini adalah
perkiraan, volume yang sesungguhnya diberikan ditentukan dengan menilai rasa haus
penderita dan memantau tanda-tanda dehidrasi. 1
Bila penderita masih haus dan masih ingin minum harus diberi lagi. Sebaliknya
bila dengan volume diatas kelopak mata menjadi bengkak, pemberian oralit harus
dihentikan sementara dan diberikan minum air putih atau air tawar. Bila oedem kelopak
mata sudah hilang dapat diberikan lagi.2
Apabila oleh karena sesuatu hal pemberian oralit tidak dapat diberikan secara per-
oral, oralit dapat diberikan melalui nasogastrik dengan volume yang sama dengan
kecepatan 20 ml/kgBB/jam. Setelah 3 jam keadaan penderita dievaluasi, apakah
membaik, tetap atau memburuk. Bila keadaan penderita membaik dan dehidrasi teratasi
pengobatan dapat dilanjutkan dirumah dengan memberikan oralit dan makanan dengan
cara seperti pada pengobatan diare tanpa dehidrasi. Bila memburuk dan penderita jatuh
dalam keadaan dehidrasi berat, penderita tetap dirawat di sarana kesehatan dan
pengobatan yang terbaik adalah pemberian cairan parenteral. 10
Pada tahun 1975 WHO dan Unicef menyetujui untuk mempromosikan CRO
tunggal yang mengandung (dalam mmol/L) Natrium 90, Kalium 20, Chlorida 80, Basa 30
dan Glukosa 111 (2%). Komposisi ini dipilih untuk memungkinkan satu jenis larutan
saja untuk digunakan pada pengobatan diare yang disebabkan oleh bermacam sebab
bahan infeksius yang disertai dengan berbagai derajat kehilangan elektrolit. Contoh diare
Rotavirus berhubungan dengan kehilangan natrium bersama tinja 30 – 40 mEq/L, ETEC
50 – 60 mEq/L dan V. cholera > 90 – 120 mEq/L. CRO – WHO (Oralit) telah terbukti
selama lebih dari 25 tahun efektif baik untuk terapi maupun rumatan pada anak dan
dewasa dengan semua tipe diare infeksi. 11
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat
menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini
meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan
dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama
kejadian diare. Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan
tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja,
serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.
Pemberian zinc juga dapat menambah nafsu makan. Meski dalam jumlah yang
sangat kecil, dari segi fisiologis, zinc berperan untuk pertumbuhan dan pembelahan sel,
anti oksidan, perkembangan seksual, kekebalan seluler, adaptasi gelap, pengecapan, serta
nafsu makan. Zinc juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh dan merupakan mediator
potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi. Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam
pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap
struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna
selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan aborpsi air dan elektrolit
oleh usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah
brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan
patogen dari usus.
Cara kerja zinc dapat dibagi menjadi beberapa cara:
1) Kofaktor enzim superoxide dismutase (SOD)Zn merupakan kofaktor enzim superoxide dismutase (SOD). Enzim ini
menetralisir anion O2- (anion superoksida). Anion superoksida adalah radikal bebas
yang mampu merusak banyak jaringan. SOD mengubah anion superoksida menjadi
H2O2 (hidrogen peroksida); kemudian H2O2 diubah lebih lanjut menjadi senyawa
yang aman, yaitu H2O dan O2 oleh enzim katalase, atau menjadi H2O oleh enzim
glutation peroksidase.
2) Menghambat enzim nitric oxide synthase type 2 Dalam kondisi inflamasi, terbentuk berbagai macam mediator inflamasi, baik
oleh sel-sel imun maupun kuman. Mediator-mediator ini antara lain IL-1 dan LPS
(lipopolisakarida, dari bakteri). IL-1 dan LPS mampu meninduksi ekspresi nitric
oxide synthase type-2 (NOS-2) oleh berbagai macam sel, termasuk sel-sel pada usus.
NOS-2 menghasilkan nitric oxide (NO). NO akan berdifusi ke sel epitel usus. Dalam
sel epitel usus, NO mengaktifkan enzim guanilat siklase (GC). Selanjutnya GC
mengubah GTP menjadi cGMP. Selanjutnya cGMP mengaktifkan “signaling
cascade” yang berujung pada hipersekresi usus. Zn merupakan penghambat enzim
NOS-2.
3) Regulasi sistem imunZn berperan dalam perkembangan sel T dan sel B menjadi sel T memori dan
sel B memori. Dalam perkembangan sel-sel memori, diperlukan enzim-enzim yang
berperan dalam pembelahan sel, misalnya: timidin kinase, DNA polimerase, DNA-
dependent-RNA-polimerase, terminal deoksinukleotidil transferase, dan aminoasil
RNA sintetase. Enzim-enzim ini memerlukan Zn sebagai kofaktornya.
4) Zn berperan dalam aktivasi sel-sel imun, antara lain sel Th.
Dalam presentasi ini dicontohkan sel Th. Antigen dipresentasikan oleh sel
dendritik kepada sel Th. Selanjutnya dalam sel Th terjadi “signaling cascade”, antara
lain aktivasi enzim Phospholipase-C (PLC). Enzim PLC menghidrolisis fosfatidil-
inositol-4,5-difosfat (PIP2) menjadi diasilgliserol (DAG) dan inositol-1,4,5-trifosfat
(IP3). DAG dan IP3 akan melakukan cascade selanjutnya, yang berujung pada
aktivasi sel Th. Kofaktor PLC adalah Zn.
Pengobatan dengan zinc cocok diterapkan di negara-negara berkembang seperti
Indonesia yang memiliki banyak masalah terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh
karena tingkat kesejahteraan yang rendah dan daya imunitas yang kurang memadai.
Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi dan volume buang air besar sehingga dapat
menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak. 1Penelitian di Indonesia menunjukkan
bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil
pilot study menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 % .
Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami
diare. Dosis pemberian Zinc pada balita umur < 6 bulan adalah 10 Mg per hari selama
10 hari. Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. 4
Mulut kering menyebabkan sensasi rasa haus. Simtomatik haus muncul jika ada
kehilangan larutan tubuh. Diantara penyebab rasa haus yang paling banyak adalah
kehilangan larutan akibat diare. Setiap hari 8-10 liter CES dikeluarkan ke saluran cerna.
Sebagian besar diserap kembali di ileum dan kolon proksimal, hanya 150-200 cc setiap
hari dikeluarkan bersama feses. Muntah dan diare mengganggu proses reabsorpsi dan
pada beberapa keadaan menyebabkan kenaikan sekresi larutan ke dalam saluran cerna.
Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu
formula juga diberikan lebih sering dari biasanya.1 Pasien tetap diberikan ASI oleh ibu
pasien hal ini menunjukkan tingkat pengetahuan ibu yang baik terhadap pemberian ASI
yang harus tetap diberikan pada anak yang menderita diare.
Selama diare, penurunan asupan makanan dan penyerapan nutrisi dan peningkatan
kebutuhan nutrisi, sering secara bersama-sama menyebabkan penurunan berat badan dan
berlanjut ke gagal tumbuh. Pada gilirannya, gangguan gizi dapat menyebabkan diare
menjadi lebih parah, lebih lama, dan lebih sering terjadi dibandingkan dengan kejadian
diare pada anak yang tidak menderita gangguan gizi. Lingkaran setan ini dapat diputus
dengan memberi makanan kaya gizi selama anak diare dan ketika anak sehat.
Obat antibiotik tidak boleh digunakan secara rutin. Antibiotika pada umumnya
tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena sebagian besar diare infeksi adalah
rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak dapat dibunuh dengan antibiotika. Antibiotic
hanya bermanfaat pada anak dengan diare berdarah (kemungkinan besar Shigellosis),
suspek kolera, dan infeksi berat lain yang tidak berhubungan dengan saluran pencernaan.
Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare
karena akan mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile yang akan
tumbuh dan menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu, pemberian antibiotik yang
tidak rasional akan mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik, serta menambah
biaya pengobatan yang tidak perlu. Pada penelitian multipel ditemukan bahwa telah
terjadi peningkatan resistensi terhadap antibiotik yang sering dipakai seperti ampisilin,
tetrasiklin, kloramfenikol, dan trimetoprim sulfametoksazole dalam 15 tahun ini.
Resistensi terhadap antibiotik terjadi melalui mekanisme berikut: inaktivasi obat melalui
degradasi enzimatik oleh bakteri, perubahan struktur bakteri yang menjadi target
antibiotik dan perubahan permeabilitas membrane terhadap antibiotik.1
Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang
difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan mikroflora
intestinal yang lebih baik. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik
dalam waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak minum ASI. Pada sistematik
review yang dilakukan Komisi Nutrisi ESPGHAN (Eropean Society of
Gastreoenterology Hepatology and Nutrition) pada tahun 2004, didapatkan laporan-
laporan yang berkaitan dengan peran probiotik untuk pencegahan diare. Saavedra dkk
tahun 1994, melaporkan pada penelitiannya bahwa susu formula yang disuplementasi
dengan Bifidobacterium lactis dan Streptococcus thermophilus bila diberikan pada bayi
dan anak usia 5 - 24 bulan yang dirawat di Rumah Sakit dapat menurunkan angka
kejadian diare dari 31% menjadi 7%, infeksi rotavirus juga berkurang dari 39% pada
kelompok placebo menjadi 10 % pada kelompok probiotik. Penelitian Phuapradit P. dkk
di Thailand pada tahun 1999 menunjukan bahwa bayi yang minum susu formula yang
mengandung probiotik Bifidobacterium Bb 12 dan Streptococcus thermophylus lebih
jarang menderita diare oleh karena infeksi rotavirus. Kemungkinan mekanisme efek
probiotik dalam pencegahan diare melalui: perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH,
oksigen), produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa patogen usus, kompetisi
nutrien, mencegah adhesi kuman patogen pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor
toksin efek trofik terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrien dan
imunomodulasi.12
Obat anti-protozoa jarang digunakan. Obat anti muntah tidak dianjurkan kecuali
muntah berat. Obat-obatan antidiare tidak boleh diberikan pada anak kecil dengan diare
akut atau diare persisten atau disentri. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun
meningkatkan status gizi anak, malah dapat menimbulkan efek samping berbahaya dan
terkadang berakibat fatal.1
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan
diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa
mucus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa atau disebabkan
oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yang mengandung darah atau mukus
bisa disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang
menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E. histolytica, B. coli dan T.
trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi
dengan E. Histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC
terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi
dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.13
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat memberikan
informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan
mukosa. Lekosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang
mukosa kolon. Lekosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman
invasif atau kuman yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni,
EIEC, C.difficile, Y. enterocolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas
atau P. shigelloides. Lekosit yang ditemukan pada umumnya adalah lekosit PMN, kecuali
pada S. typhii lekosit mononuklear. Tidak semua penderita kolitis terdapat lekosit pada
tinjanya, pasien yang terinfeksi dengan E. histolytica pada umumnya lekosit pada tinja
minimal. Parasit yang menyebabkan diare pada umumnya tidak memproduksi lekosit
dalam jumlah banyak. Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau
parasit kecuali terdapat riwayat baru saja bepergian kedaerah resiko tinggi, kultur tinja
negatif untuk enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien
immunocompromised. Pasien yang dicurigai menderita diare yang disebabkan giardiasis,
cryptosporidiosis, isosporiasis dan strongyloidiasis dimana pemeriksaan tinja negatif,
aspirasi atau biopsi duodenum atau yeyunum bagian atas mungkin diperlukan. Karena
organisme ini hidup di saluran cerna bagian atas, prosedur ini lebih tepat daripada
pemeriksaan spesimen tinja. Biopsi duodenum adalah metoda yang spesifik dan sensitif
untuk diagnosis giardiasis, strongylodiasis dan protozoa yang membentuk spora. E.
hystolitica dapat didiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopik tinja segar. Trophozoit
biasanya ditemukan pada tinja cair sedangkan kista ditemukan pada tinja yang berbentuk.
Tehnik konsentrasi dapat membantu untuk menemukan kista amuba. Pemeriksaan serial
mungkin diperlukan oleh karena ekskresi kista sering terjadi intermiten. Sejumlah tes
serologis amubiasis untuk mendeteksi tipe dan konsentrasi antibodi juga tersedia.
Serologis test untuk amuba hampir sselalu positif pada disentri amuba akut dan amubiasis
hati. 1
DAFTAR PUSTAKA
1. Subagyo B, Santoso NB. Diare Akut dalam Buku Ajar Gastroenterologi-
Hepatologi, Jilid I. Jakarta: IDAI. 2009; 85-120.
2. WHO. Diare Akut dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
Jakarta: Tim Adaptasi Indonesia, 2008; 131-137.
3. Pickering LK, Snyder JD. Gastroenteritis in Behrman, Kliegman, Jenson eds.
Nelson Textbook of Pediatrics 17 ed. Saunders. 2004 :1272-6.
4. Subdit Pengendalian Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Situasi Diare di Indonesia. Jakarta : Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Buletin Jendela data & Informasi Kesehatan, Vol.
2, Triwulan 2, 2011. Hal. 1-40.
5. Guarino A, Albano F. Viral Diarrhea in Texbook of Paediatric Gastroenterology and Nutritiont. UK: Taylor & Francis. 2004; 127-141.s
6. Tolia V. Acute infections diarrhea in children. Current treatment option in
infections diseases. 2002; 4:183-194.
7. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, USAID,
C-CHANGE. Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare, Lima Langkah
Tuntaskan Diare. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011
8. Juffrie, Muhammad. 2009. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit dalam Buku Ajar
Gastroenterologi-Hepatologi, Jilid I. Jakarta: IDAI. Hal. 1-24.s
9. WHO, UNICEF. Oral Rehydration Salt Production of the New ORS. Geneva :
WHO. 2006.
10. King CK, Glass R, Bresee JS, Duggan C. Managing acute gastroenteritis among
child ; oral rehydration, maintenance and nutritional therapy. MMWR. 2003; 52
(RR16): 1-16.
11. Guarino A et al. Oral rehydration toward a real solution. J Pediatr Gastroenterol
Nutr 2001 ; 33 : 212.
12. Dwiprahasto, I. Penggunaan Antidiare ditinjau dari Aspek Terapi Rasional. Jurnal
Manajemen Pelayanan Kesehatan. 2003; 9(2): 94-101
13. Parashar UD, Hummelman EG, Breese JS, Miller MA, Glass RI. Global illnes
and death caused by rotavirus disease in children. Emerging Infection Disease.
2006; 9:565-572.