BAB I PENDAHULUAN Eksoftlamus adalah penonjolan abnormal bola mata dari orbita 1 . Perubahan kedudukan bola mata dapat di akibatkan oleh beberapa penyebab terutama pada pada penyakit rongga orbita. Lesi ekspansif kemungkinan tumor atau malignansi dapat tumbuh pada tulang, otot, saraf pembuluh darah, atau jaringan ikat 3 . Eksoftalmus bilateral biasanya ditemukan pada tiroktosikosis, eksoftalmus unilateral biasanya disebabkan oleh lesi setempat misalnya karena desakan tumor didaerah orbita, retrobulber dan di intrakranial (misalnya meningioma di spheniodal ridge di sulkus olfaktorius), aneurisma intrakranial, fistula arteriovena dan angioma kadang- kadang didapatkan eksoftalmus berdenyut. Hal ini dapat diketahui dengan jalan meraba (palpasi) atau mengauskultasi jika terdapat suatu kejadian patologis maka akan didapatkan bunyi bising. Pada trombosis sinus kavernosus didapatkan eksoftalmus, disertai edema pada mata serta sekitarnya dan kelumpuhan otot mata 4 . Pada pasien didapatkan adanya gangguan penonjolan pada bola 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Eksoftlamus adalah penonjolan abnormal bola mata dari orbita1. Perubahan
kedudukan bola mata dapat di akibatkan oleh beberapa penyebab terutama pada pada
penyakit rongga orbita. Lesi ekspansif kemungkinan tumor atau malignansi dapat
tumbuh pada tulang, otot, saraf pembuluh darah, atau jaringan ikat3. Eksoftalmus
bilateral biasanya ditemukan pada tiroktosikosis, eksoftalmus unilateral biasanya
disebabkan oleh lesi setempat misalnya karena desakan tumor didaerah orbita,
retrobulber dan di intrakranial (misalnya meningioma di spheniodal ridge di sulkus
olfaktorius), aneurisma intrakranial, fistula arteriovena dan angioma kadang-kadang
didapatkan eksoftalmus berdenyut. Hal ini dapat diketahui dengan jalan meraba
(palpasi) atau mengauskultasi jika terdapat suatu kejadian patologis maka akan
didapatkan bunyi bising. Pada trombosis sinus kavernosus didapatkan eksoftalmus,
disertai edema pada mata serta sekitarnya dan kelumpuhan otot mata 4. Pada pasien
didapatkan adanya gangguan penonjolan pada bola mata sebelah kiri, ini berarti
adanya gangguan pada rongga orbita, sehingga perlu untuk dibahas untuk
mempelajari kemungkinan diagnosa, pengobatan, dan prognosis pasien dengan
eksoftalmus unilateral.
\
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Rongga Orbita
Rongga orbita secara skematis digambarkan sebagai piramida dengan
empat dinding yang mengerucur ke posterior. Dinding medial orbital kiri dan
kanan terletak pararel dan dipisahkan oleh hidung. Pada setiap orbita, dinding
lateral dan medialnya membentuk sudut 450 menghasilkan siku pada dinding
lateral. Volume orbita pada orang dewasa kira-kira 30 mL dan bola mata
hanya menempati 1/5 bagian rongga mata dan lemak dan otot menempati
bagian terbesarnya3.
Gambar 1. Anatomi Rongga Orbita3
Batas anterior rongga orbita adalah septum orbitale yang berfungsi
sebagai pemisah antara palpebra dan orbita. Orbita berhubungan dengan sinus
frontalis atas , sinus maksilaris bawah dan sinus etmoidalis serta sinus
sfenoidalis di medial3. Dasar orbita yang tipis mudah rusak oleh trauma
2
langsung pada bola mata mengakibatkan fraktur “blow out” dengan herniasi
isi orbita kedalam antrum maksilaris, infeksi pada sinus sfenoidalis dan
etmoidalis dapat mengikis dinding medialnya dan mengenai isi bola mata 3.
Defek pada atap dapat berakibat pulsasi pada bola mata yang berasal dari
otak3. Pada bagaian atap orbita terutama pada pars orbitalis os frontalis,
kelenjar lakrimal terletak didalam fossa glandulaae lakrimalis pada bagian
anterior lateral atap, Ala minor os sphenoidalis terdapat kanalis optikus
melengkapi bagian atap diposterior3.
Dinding lateral dipisahkan dari bagian atap oleh fissure orbitalis
superior yang memisahkan ala minor dari ala mayor os sphenoidalis. Bagian
anterior dinding lateral dibentuk oleh facies orbitalis os zigomaticus. Ini lah
bagian terkuat dari tulang-tulang orbita3. Dasar orbita dipisahkkan dari
dinding lateral oleh fissure orbitalis inferior. Pars orbitalis maxillae
membentu daerah sentral yang luas bagian dasar orbita dan merupakan tempat
tersering frakur blow out. Batas-batas dinding medial rongga orbita tidak
terlalu jelas. Os ethmoidale tipis setipis kertas, tetapi menebal kearah anterior
saat bertemu dengan os lacrimale3.
Gambar 2. Anatomi Jaringan Ikat
3
Jaringan lunak yang terdapat pada rongga orbita adalah :
1. Periorbita, jaringan perior yang meliputi tulang orbita. Periorbita pada
kanla optik bersatu dengan duramater yang meliuti saraf optic di optic dan
dianterior bersatu dengan septum orbita 5.
2. Saraf optik (nervus II) yang diselubungi piamaterm araknoid maer dan
duramater se[erti selubung otak5.
3. Otot ekstraokuler. Setiap bola mata memiliki 6 otot ekstraokuler yang
diselubungi oleh fascia Ligamen dan jaringan ikat.
4. Jaringan lemak. Hampir sebagian besar rongga orbita berisi jaringan
lemak5.
5. Kelenjar lakrimal berfungsi mengeluarkan air mata dan sebagian terletak
di rongga orbita 5.
Terlihat jelas bahwa rongga orbita berisi bermacam jaringan shingga masng-
masing jaringan memiliki kemungkinan untuk tumbuh menjadi jenis tumor5.
4
Gambar 3. Anatomi Otot, saraf, dan Pembuluh Darah pada Rongga Orbita
B. Eksoftalmus B.1 Definisi
Eksoftalmus adalah kondisi abnormal pada bola mata yang cenderung
terdorong kearah luar, eksoftalmus juga dikenal dengan istilah proptosis.
Henderson menyatakan bila proptosis merupakan suatu istilah yang menyatakan
suatu kelainan bola mata yang diakibatkan disfungsi sistem endokrin6,7.
B.2 Epidemiologi
Bartley et al melaporkan frekuensi pria yang menderita eksoftalmus adalah
2,9 kasus per 100.000 populasi pertahun, dan wanita 16 kasus per 100.000
populasi pertahun. Bartey juga membagi distribusi berdasarkan umur yang mana
menunjukkan apabilaumur 40-44 tahun dan 60-64 tahun merupakan populasi
terbanyak wanita mengalami eksoftalmus, sedangkan pada pria distribusinya
pada usia 45-49 tahun dan usia 65-69 tahun2. Tellez et al pada suatu studi dengan
155 pasien yang didiagnosa dengan graves opthalmopathy 26% pria dan 36%
wanita. Prevalensi meninggi pada wilayah eropa 42% jika dibandingkan dengan
asia yang hanya 7.7%8. Pada penelitian yang dilakukan oleh Jazna Tallan et al
yang meneliti tentang distribusi tumor pada rongga orbita dan pseudotumor
didapatkan data sebagai berikut:
5
Gambar 4. Data Distribusi Tumor Orbital tahun 1998-2003 dirumah sakit
universitas Sestre milosrdnice Kroasia9
Gambar 5. Data Distribusi Tumor Orbital Menurut Usia Tahun 1998-2003
dirumah sakit universitas Sestre milosrdnice Kroasia9
Gambar 6. Data Kasus Tumor orbital di Rumah Sakit Universitas Sestre
milosrdnice Kroasia9
6
Gambar 7. Data Distribusi Tumor Orbita Menurut umur9
Terdapat pula kemungkinan kejadian tumor pada rongga orbital yang
menyebabkan proptosis merupakan suatu produk metastasis metastasis tumor
memiliki nilai 3% untuk dari keseluruan penyakit orbital, prevalensi metastasis
ocular dan orbital memiliki variasi 0,7-12% 10.
B.3 Patofisiologi
Terdapat 2 kejadian yang terjadi pada patofisiologi eksolftalmus/proptosis
yang mana kemungkinan eksoftalmus melibatkan suatu aktivitas autoimun yang
biasanya ditemukan pada penyakit hipertiroid dan dapat uga disebabkan oleh
penyakit yang dimediasi oleh tumor. pada kejadian eksoftalmus yang
diperantarai kejadian hipertiroid yang terjadi adalah meningkatnya reaktivitas
sel T karena reaktifnya TSH reseptor, pada imunitas humoral antibody
distimulasi, pada kejadian eksoftalmus otot ekstraokular berproliferasi dan
terjadi iinfiltrasi limfosit, akibat dari aktivitas ini terjadi peningkatan volume
rongga intraorbital yang menyebabkan maa terdorong keluar3.
7
Gambar 8. Patofisiologi Hipertiroid Terhadap Kejadian Eksoftalmus
Eksoftalmus yang terjadi pada tumor orbita dapat terjadi ini dikarenakan
massa tersebut mulai mengisi rongga orbita yang menyebabkan mata terdorong
kedepan yang menyebabkan terjadinya eksoftalmus5.
B.4 Manifestasi Klinis
Gejala yang paling sering ditujukan oleh tumor dibelakang bola mata adalah
terdorongnya mata keluar sehingga tampak menonjol (proptosis). Proptosis
tidak selalu disebabkan oleh adanya tumor mata, tetapi dapat disebabkan oleh
penyakit lain, misalnya proses inflamasi atau kelainan pembuluh darah.
Proptosis dapat mengindikasikan lokasi massa. Axial displacement disebabkan
oleh lesi-lesi retrobulbar seperti hemagioma, glioma, menigioma, metastase,
arterivena malformasi dan lesi lainnya di dalam muscle cone. Non axial
8
displacement disebabkan oleh lesi – lesi yang terletak di luar muscle cone.
Superior displacement disebabkan oleh tumor sinus maxillaris yang mendesak
lantai orbita dan mendorong bola mata keatas. Inferomedial displacement dapat
dihasilkan dari kista dermoid dan tumor – tumor kelenjar lakrimal. Nyeri juga
dapat dikeluhkan oleh penderita yang merupakan gejala dari invasi karsinoma
nasofagerial atau lesi –lesi metastatik. Terkadang disebabkan oleh lokasi tumor,
sulit untuk menegakkan diagnosa hanya berdasarkan pemeriksaan klinis saja.
Sehingga membutuhkan pemeriksaan tambahan sebagai penunjang dalam
menegakkan diagnosa.
Tahap pemeriksaan dibagi 3 yaitu :
1. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit dalam membantu menduga penyebab proptosis. Hal ini
penting karena proptosis dapat disebabkan oleh ateri – vena malformasi,
penyakit infeksi, tiroid dan tumor. Sebaiknya pemeriksaan ini sudah dapat
membedakan tumor dari penyebab- penyebab tersebut diatas. Untuk dapat
membedakan ke empat penyakit – penyakit yang disebutkan diatas dapat dibuat
anamnesis : Untuk dapat membedakan ke empat penyakit– penyakit yang
disebutka diatas dapat dibuat anamnesis11:
• Arteri vena malformasi : adanya riwayat trauma dan penambahan
proptosis bila penderita dalam posisi membungkuk.
• Penyakit infeksi : proptosis terjadinya secara tiba-tiba, adanya tanda-tanda
infenksi lainnya seperti panas badan yang meningkat dan adanya riwayat
penyakit sinusitis atau abses gigi.
• Penyakit tiroid : adanya tanda-tanda penyakit tiroid seperti tremor,gelisah
yang berlebihan,berkeringatbanyak dan adanya penglihatan ganda. Bila
dari pernyataan – pernyataan ini tidak dapat dijawab, maka riwayat
9
penyakit bisa diarahkan ke penyakit tumor dan dapa dilanjutkan dengan
pencarian perkiraan jenis tumor.
• Tumor Retrobulbar-Lama terjadinya proptosis, karena umumnya
proptosis dapat terjadi lebih pada tumor jinak, sedangkan tumor ganas
proptosis terjadi lebih cepat.
• Umur penderita saat terjadinya tumor, karena umur dapat menentukan
jenis tumor yaitu tumor anak –anak dan tumor dewasa.
• Tajam penglihatan penderita yang menurun bersamaan dengan
terjadinya proptosis, dapat diduga tumor terletak di daerah apeks, atau
saraf optik, sedangkan bila tidak bersamaan dengan terjadinya
proptosis kemungkinan letak tumor diluar daerah ini.
• Adanya tanda–tanda klinis lain tumor ganas seperti rasa sakit,
atauberat badan menurun. -Riwayat penyakit keganasan di organ lain,
karena kemungkinan tumor diorbita merupakan metastasis.
2. Pemeriksaan mata
Pemeriksaan mata secara telitis angant diperlukan antara lain 4:
• Penilaian penglihatan (visus)-Penilaian struktur palpebra
• Pengamatan terhadap perubahan orbita seperti proptosis, palpasi massa atau
pulsasi.
• Penilaian pergerakan dan posisi bola mata.
• Penilaian permukaan bola mata dan konjungtiva, tekanan bola mata dan
kondisi bagian bolamata khususnya nervus optikus.
10
3.Pemeriksaan orbita
Pengukuran proptosis: untuk mengetahui adanya derajat proptosis dengan
memperbandingkan ukuran kedua mata. Nilai penonjolan mata normal antara 12 – 20
mm dan beda penonjolan kedua mata tidak melebihi 2 mm. Bila penonjolan bola
mata lebihdari 20 mm ataubeda kedua mata lebih dari 3 mm ini merupakan keadaan
patologi.Pengukuran dapat dilakukan dengan Hertel eksoftalmometer.
Posisi proptosis : diperlukan karena letak dari tumor akan sesuai dengan
macam jaringan yang berada di orbita. Ada dua arah proptosis yang harus
diperhatikan yaitu sentrik dan eksentrik. Proptosis sentrik disebabkan oleh tumor
yang berada di konus.
4. Pemeriksaan Penunjang
Plain film radiography digunakan dalam mengevaluasi pasien – pasien dengan
kelainan orbita. Begitu juga Computed Tomography (CT) bermanfaat untuk
memepelajari anatonomi dan penilaian dari tulang. Magnetic Resonance Imaging
(MRI) sangar efektif dalam menilai perubahan jaringan lunak, khususnya lesi-lesi
yang mempengaruhi nervus optikus atau struktur intrakranial. Ultrasonography
(USG) dapat sangat membantu dalam beberapa kasus. Diagnosa pasti dari
kebanyakan lesi –lesi orbita tidak dapat dibuat tanpa pemeriksaan histopatologi
dimana dapat berupa fine – needle aspiration biopsy (FNAB, Incisional biopsy,
excisional biopsy. Untuk menyingkirkan eksoftalmus karena tiroid disarankan
pemeriksaan fungsi tiroid.
5. Pengobatan
Terapi medis disesuaikan dengan diagnosis yang diperoleh dengan biopsi atau eksisi.
Situasi tertentu tidak memerlukan biopsi atau eksisi untuk memulai perawatan.
Kondisi seperti selulitis orbita sering diperlukan secara medis dengan berbagai
antimikro agen. Intervensi badah diperlukan jika tidak ada respon terhadap
11
pengobatan atau memburuk klinis terbukti pada pemeriksaan. Pseudotumor biasanya
ditangani secara medis dengan steroid sistemik. Hemangioma kapiler juga dapat
diobati dengan non surgical, seperti suntikan steroid.
12
BAB III
PENYAJIAN KASUS
A. ANAMNESIS
Nama : Ny. H
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 60 Tahun
Etnis : melayu
Agama : Islam
Pekerjaan : penenun Kain
Riwayat Penyakit
Mata menonjol pada mata sebelah kiri
Riwayat Penyakit sekarang
Pasien datag dengan keluhan mata menonjol, keluhan dirasakan sejak 6 bulan lalu.
Pasien mengaku penonjolan matanya semakin nampak, pasien tidak mengeluhkan
nyeri atau gatal pada matanya, nyeri kepala sebelah kiri juga di sangkal, 6 bulan
terakhir pasien tidak mengeluhkan penurunan berat badan, tidak merasa demam terus
menerus. Keluhan mata merah disangkal. Pasien menggunakan kacamata baca. Tidak
terdapat riwayat jatuh atau terbentur, pasien tidak merasakan mata seperti ada
kedutan riwayat tremor disangkal. Pembengkakan kelopak mata disangkal.
Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien tidak pernah merasakan keluhan serupa sebelumnya, memiliki riwayat operasi
katarak 3 bulan yang lalu. Pasien menggunakan kacamata baca.
Riwayat alergi :disangkal
13
Riwayat trauma :disangkal
Riwayat darah tinggi :disangkal
Riwayat diabetes : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak terdapat keluarga yang memiliki keluhan yang sama
B. PEMERIKSAAN FISIK
Status Umum
Kondisi umum : baik
Kesadaran : Kompos Mentis
Status Oftalmologis
Posisi Bola Mata OD:Ortho
OS: Eksolftalmus
Pergerakan bola mata:
Lapangan pandang: tes konfrontasi: OD : tidak ada penyempitan
OS : tidak ada penyempitan
Visus : OD > 1/60
OS > 1/60
14
OD OS
Pergerakan (+), Ptosis (-),
Lagoftalmos (-), Edema
(-)
Palpebra Pergerakan (+), Ptosis (-),
Lagoftalmos (-), Edema
(-)
Anemis (-), injeksi (-),
sekret (-)
Konjungtiva Anemis (-), injeksi
konjungtiva (+), sekret (-)
Jernih, arkus senilis (+),
ulkus (-)
Kornea Jernih, arkus senilis (+),
ulkus (-)
Iris coklat, pupil 3 mm,
refleks pupil (-), sinekia
(-)
Iris and Pupil Iris coklat, pupil 3 mm,
refleks pupil (+), sinekia
(-)
15
Keruh, shadow test (-) Lensa Pseudofakia, shadow test
(+)
Dalam, hifema (-),
hipopion (-)
COA Dalam, hifema (-),
hipopion (-)
Tidak dinilai Fundus Tidak dinilai
Resume
Wanita dengan usia 60 tahun daang dengan mata kiri menonjol sejak 6 bulan
lalu. Tidak terdapat keluhan nyeri, gatal, sekret, pernurunan berat badan, tremor.
Pasien pernah melakukan operasi katarak pada mata kirinya. Pasien punya
riwayat menggunakan kacamata baca visus mata kanan dan kiri > 1/60.
Diagnosis sementara
OD : Eksoftalmus e.c Tumor Orbita
OS : pseudofakia
DIAGNOSIS BANDING
OD : Eksoftlamus e.c hipertiroid
OS : -
RENCANA PEMERIKSAAN LANJUTAN
1. CT-SCAN kepala
2. Pemeriksaan fungsi tiroid
Rencana Terapi
OD : koreksi kacamata
OS : a. pembedahan apa bila kausa tumor
b. pengendalian keadaan hipertiroid dengan PTU
16
PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : dunia ad Bonam
Ad sanactionam :dubia ad Bonam
17
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien di diagnosis OS eksoftalmus e.c tumor orbita dengan diagnosis banding
Eksoftalmus e.c hipertiroid. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan OS
merah dan terdapat eksoftalmus. Eksoftalmus dapat terjadi karena adanya pendesakan
massa pada rongga mata sehingga bola mata terdesak ke luar. Selain itu adanya suatu
keadaan hipertiroid juga dapat menimbulkan eksoftalmus. Pada kasus ini didapatkan
pula eksoftalmus yang bersifat unilateral. Hal ini lebih mengarahkan kerah
eksoftalmus yang di akibatkan pendesakan massa/ tumor. akan tetapi tidak boleh
mengesampingkan causa yang berupa hipertiroid. Karena eksoftalmus unilateral juga
dapat ditimbulkan oleh hipertiroid walaupun lebih jarang1. Eksoftalmus yang
disebabkan oleh gangguan tiroid juga dapat di singkirkan karena pasien tidak ada
mengeluhkan gejala yang mengarah ke penyakit hipertiroid seperti tremor,
kepanasan,penurunan berat badan, dll. Tapi hal ini harus dikendalikan dengan obat
propiltiourasil yang mana bekerja dengan menghambat deionisasi T3 ddan T4,
diharapkan ini dapat mengkoreksi kondisi hipertiroid11. Hal ini pun sesuai dengan
epidemiologi yang menyatakan bahwa eksoftalmus lebih banyak pada populasi
wanita dan dari faktor umur umur pasien termasuk kelompok tersebut. Pasien tidak
mengalami diplopia atau bayangan ganda karena deviasi yang terjadi sudut yang
terbentuk masih dapat di kompensasi otot mata OS sebelah medialnya. Pemilihan
permeriksaan penunjang berupa CR-Scan diharapkan mempermudah dalam melihat
jaringan lunak pada aspek radiologi. Pemilihan pengobatan berupa pembedahan agar
dapat menganggkat tumor dan memperbaiki mata sehingga ortho kembali, akan tetapi
perlu dikontrol visusnya dan proyeksi cahaya yang mana pemeriksaan ini dapat
menunjukkan baik atau tidaknya fungsi retina.
18
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang di lakukan pasien didiagnosa OS:
eksoftalmus ec tumor orbita dengan diagnose banding OS eksoftalmus ec hipertiroid
dan harus dipastikan dengan melakukan pemeriksaan penunjang berupa CT-Scan dan
pemeriksaan fungsi tiroid. terapi pembedahan dipilih bila causanya berupa tumor dan
terapi dengan menggunakan PTU digunakan untuk mengendalikan hipertiroidnya.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Burnside, John W et al. 1991. Diagnosis Fisik. Jakarta;EGC
2. Bartley et al. The incidence of graves ophtalmopathy in Olmsted County,
minessota. Am J. opthalmol. Oct.1995;120 (4):511-7
3. Vaughan dan Asbury.2012. Oftalmologi Umum Vaughan dan Asbury, Jakarta
EGC
4. Lumbantobing, S.M. 2012. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental