MAKALAH BBM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Skenario
Anakku Sering PingsanAnak Dodi ,laki-laki 12 tahun dibawa ibunya
kedokter dengan keluhan sering pingsan dan cepat merasa lelah.Pada
pemeriksaan ,anak tampak pucat,didapatkan splenomegali .Hasil
pemeriksaaan laboratorium darah diperoleh kadar Hb 8 gr/dl dan
jumlah leukosit meningkat dari keadaan normal .Dari hapusan darah
tepi didapatkan banyak leukosit muda.Dokter menyarankan untuk
melakukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut.B. Analisa KasusI.
Klarifikasi kata/istilah (clarify terms)
Leukosit muda = leukosit yang imatur, belum mencapai bentuk
fungsionalnya
Hapusan darah tepi = Sediaan darah yang diambil dari darah
perifer
Hematologi
= Ilmu yang mempelajari tentang darah, dari mekanisme
pembentukan sampai dengan kondisi patologis dari darah tersebut.II
Daftar Masalah (define the problems)
1. Diagnosis sementara ?2. Mengapa sering pingsan dan cepat
lelah ?3. Berapa kadar Hb dan jumlah leukosit normal pada anak-anak
?
4. Mengapa kondisi fisik anak pucat dan splenomegali ?
5. Mengapa jumlah leukosit meningkat sampai 2 kali lipat ?6.
Mengapa banyak ditemukan banyak leukosit muda ?
7. Pemerikasaan penunjang apa saja yang dapat dilakukan ?
8. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin, umur, faktor
hereditas dengan penyakit ini ?9. Mengapa pada kasus ini kadar Hb
rendah?
10. Mengapa perlu dilakukan pemeriksaan penunjang ?11. Prognosis
dan etiologi terhadap penyakit kasus diatas?
12. Bagaimanakah penatalaksaan dan terapi terhadap penyakit
ini?13. Adakah gejala klinis lain terhadap penyakit ini ?
14. Bagaimanakah proses hemopoeisis secara fisiologis?
15. Fungsi masing-masing unsur darah?III. Menganalisis Masalah
(analyze problems)
1. Leukimia ,khususnya leukimia akut .2. Karena kadar Hb yang
menurun disebabkan oleh menurunnya sel darah merah.Nutrisi berupa
vitamin dan asam amino yang ada diserap oleh sel kanker Ada
beberapa penyebab pingsan, yaitu: karena peningkatan proliferasi
leukosit sehingga menekan eritropoesis, terjadinya penurunan nafsu
makan, suplai oksigen yang kurang karena gangguan saluran nafas
dsb3. Kadar Hb normal 11-13 gr/dl ,kadar leukosit 5000-9000 ml
4. Splenomegali terjadi karena peningkatan beban kerja limpa
menghancurkan sel abnormal yang berlebihan sehingga terjadi
hipertropi.5. Leukosit yang tidak terkontrol diikuti sifat
metastais kanker ,leukosit terus bereproduksi menggantikan sel
normal ,sehingga terjadi peningkatan sel abnormal mengganggu proses
hemopoesis terjadilah peningkatan leukosit.6. Banyak detemukan
leukosit muda karena terjadi proliferasi sehingga tidak sempat
matur tetapi sudah menyebar kemana-mana terutama ke sirkulasi
sehingga banyak ditemukan didarah tepi.7. Pemeriksaan darah tepi,
pemeriksaan sum sum tulang dan lainnya.
8. Ada, leukemia cenderung pada jenis kelamin laki laki, untuk
LLA lebih cenderung pada anak anak dan hereditas sangat berpengaruh
pada leukemia.9. Kadar Hb rendah dihubungkan dengan kadar leukosit
yang meningkat adalah karena terjadinya penekanan eritropoesis
karena terdesak oleh leukosit, sehingga proses pembentukan Hb
menurun.10. Untuk menegakkan diagnosis11. Prognosis LLA tipe L1
lebih baik daripada tipe L2 dan L3.12. Secara umum penatalaksanaan
dibagi menjadi 2 yaitu farmakologis dan non farmakologis. Contoh
farmakologis adalah pemberian obat yang mampu menekan sel kanker
dan non farmakologis berupa terapi radiasi.IV. Pohon Masalah
(problem tree)
V. Sasaran belajar
1. Menjelaskan proses hemopoesis.
2. Menjelaskan definisi dan klasifikasi leukimia.
3. Menjelaskan etiologi leukimia.
4. Menjelaskan patofisiologi leukimia.
5. Menjelaskan manifestasi klinis dari leukimia.
6. Menjelaskan pemeriksaan fisik dan penunjang dari
leukimia.
7. Menjelaskan komplikasi dari leukimia.
8. Menjelaskan penatalaksanaan secara non-farmakologi untuk
leukimia.
9. Menjelaskan penatalaksanaan secara farmakologi untuk
leukimia.
10. Menjelaskan prognosis dari leukimia.BAB IIPEMBAHASAN
2.1.DARAHDarah merupakan suatu suspensi sel dan fragmen
sitoplasma di dalam cairan yang disebut Plasma. Secara keseluruhan
darah dapat dianggap sebagai jaringan pengikat dalam arti luas,
karena pada dasarnya terdiri atas unsur-unsur sel dan substansi
interseluler yang berbentuk plasma. Fungsi utama dari darah adalah
mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh.
Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut
zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun
sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai
penyakit.[1]Darah manusia berwarna merah, antara merah terang
apabila kaya oksigen sampai merah tua apabila kekurangan oksigen.
Warna merah pada darah disebabkan oleh hemoglobin, protein
pernapasan (respiratory protein), yang terdapat dalam eritrosit dan
mengandung besi dalam bentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya
molekul-molekul oksigen. Darah juga mengangkut bahan bahan sisa
metabolisme, obat-obatan dan bahan kimia asing ke hati untuk
diuraikan dan ke ginjal untuk dibuang sebagai air seni.Pada manusia
umumnya memiliki volume darah sebanyak kurang lebih 5 liter dengan
unsur-unsur pembentuknya yaitu sel-sel darah, platelet, dan plasma.
Sel darah terdiri dari eritrosit dan leukosit, platelet yang
merupakan trombosit atau keping darah, sedangkan plasma darah pada
dasarnya adalah larutan air yang mengandung :Air (90%).
Zat terlarut (10%) yang terdiri dari : Protein plasma (albumin,
globulin, fibrinogen) 7% Senyawa Organik (As. Amino, glukosa,
vitamin, lemak) 2.1%
Garam organik (sodium, pottasium, calcium) 0.9%
Untuk dapat melihat perbedaan dari sel darah dengan plasma dapat
dilakukan dengan cara sentrifugasi tabung hematokrit berisi darah
yang telah diberi bahan anti pembekuan.Eritrosit, leukosit, plasma
dapat dilihat untuk bagian yang berwarna merah merupakan eritrosit,
selapis tipis warna putih merupakan kumpulan sel-sel darah putih
(leukosit) can cairan kuning merupakan plasma.2.1.1 Eritrosit
Dalam setiap 1 mm3 darah terdapat sekitar 5 juta eritrosit atau
sekitar 99%, oleh karena itu setiap pada sediaan darah yang paling
banyak menonjol adalah sel-sel tersebut. Dalam keadaan normal,
eritrosit manusia berbentuk bikonkaf dengan diameter sekitar 7 -8
m, tebal 2.6 m dan tebal tengah 0.8 m dan tanpa memiliki inti.
Komposisi molekuler eritrosit menunjukan bahwa lebih dari
separuhnya terdiri dari air (60%) dan sisanya berbentuk substansi
padat. Secara keseluruhan isi eritrosit merupakan substansi
koloidal yang homogen, sehingga sel ini bersifat elastis dan lunak.
Eritrosit mengandung protein yang sangat penting bagi fungsinya
yaitu globin yang dikonjugasikan dengan pigmen hem membentuk
hemoglobin untuk mengikat oksigen yang akan diedarkan keseluruh
bagian tubuh. Seperti halnya sel-sel yang lain, eritrositpun
dibatasi oleh membran plasma yang bersifat semipermeable dan
berfungsi untuk mencegah agar koloid yang dikandungnya tetap
didalam.[1]Dari pengamatan eritrosit banyak hal yang harus
diperhatikan untuk mengungkapkan berbagai kondisi kesehatan tubuh.
Misalnya tentang bentuk, ukuran, warna dan tingkat kedewasaan
eritrosit dapat berbeda dari normal. Jika dalam sediaan apus darah
terdapat berbagai bentuk yang abnormal dinamakan poikilosit,
sedangkan sel-selnya cukup banyak maka keadaan tersebut dinamakan
poikilositosis. Eritrosit yang berukuran kurang dari normalnya
dinamakan mikrosit dan yang berukuran lebih dari normalnya
dinamakan makrosit.[1]Warna eritrosit tidak merata seluruh bagian,
melainkan bagian tengah yang lebih pucat, karena bagian tengah
lebih tipis daripada bagian pinggirnya. Pada keadaan normal bagian
tengah tidak melebihi 1/3 dari diameternya sehingga selnya
dinamakan eritrosit normokhromatik. Apabila bagian tengah yang
pucat melebar disertai bagian pinggir yang kurang terwarna maka
eritrosit tersebut dinamakan eritrosit hipokromatik. Sebaliknya
apabila bagian tengah yang memucat menyempit selnya dimanakan
eritrosit hiperkhromatik.[1]2.1.2 Leukosit
Leukosit adalah sel darah yang mengendung inti, disebut juga sel
darah putih. Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler
dan humoral organisme terhadap zat-zat asingan. Didalam darah
manusia, normal didapati jumlah leukosit rata-rata 6000-10000
sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari 12000, keadaan ini disebut
leukositosis, bilakurang dari 5000 disebut leukopenia. Sebenarnya
leukosit merupakan kelompok sel dari beberapa jenis. Untuk
klasifikasinya didasarkan pada morfologi inti adanya struktur
khusus dalam sitoplasmanya. Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel
darah putih dapat dibedakan yaitu :[1]A. Granulosit
Yang mempunyai granula spesifik, yang dalam keadaan hidup berupa
tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk
inti yang bervariasi.
Terdapat tiga jenis leukosit granuler :
Neutrofil, Di antara granulosit, netrofil merupakan merupakan
jenis sel yang terbanyak yaitu sebanyak 60 70% dari jumlah seluruh
leukosit atau 3000-6000 per mm3 darah normal. Pada perkembangan sel
netrofil dalam sumsum tulang, terjadi perubahan bentuk intinya,
sehingga dalam darah perifer selalu terdapat bentuk-bentuk yang
masih dalam perkembangan. Dalam keadaan normal perbandingan
tahap-tahap mempunyai harga tertentu sehingga perubahan
perbandingan tersebut dapat mencerminkan kelainan. Sel netrofil
matang berbentuk bulat dengan diameter 10-12 m. Intinya berbentuk
tidak bulat melainkan berlobus berjumlah 2-5 lobi bahkan dapat
lebih. Makin muda jumlah lobi akan berkurang. Yang dimaksudkan
dengan lobus yaitu bahan inti yang terpisah-pisah oleh bahan inti
berbentuk benang. Inti terisi penuh oleh butir-butir khromatin
padat sehingga sangat mengikat zat warna basa menjadi biru atau
ungu. Oleh karena padatnya inti, maka sukar untuk untuk memastikan
adanya nukleolus.
Dalam netrofil terdapat adanya bangunan pemukul genderang pada
inti netrofil yang tidal lain sesuai dengan Barr Bodies yang
terdapat pada inti sel wanita. Barr Bodies dalam inti netrofil
tidak seperti sel biasa melainkan menyendiri sebagai benjolan
kecil. Hal ini dapat digunakan untuk menentukan apakah jenis
kelamin seseorang wanita. Dalam sitoplasma terdapat 2 jenis
butir-butir ata granul yang berbeda dalam penampilannya dengan
ukuran antara (0.3-0.8m).
Granul pada neutrofil tersebut yaitu :
Azurofilik yang mengandung enzym lisozom dan peroksidase, dimana
sudah mulai tampak sejak masih dalam sumsum tulang yang makin
dewasa makin berkurang jumlahnya. Ukurannya lebih besar dari pada
jenis butir yang kedua dan kebanyakan telah kehilangan kemampuan
mengikat warna. Dengan pewarnaan Romanovsky butiran ini tampak ungu
kemerah-merahan. Granul spesifik lebih kecil mengandung fosfatase
alkali dan zat-zat bakterisidal(protein Kationik) yang dinamakan
fagositin. Dinamakan butir spesifik karena hanya terdapat pada sel
netrofil dengan ukran lebih halus. Butiran ini baru tampak dalam
tahap mielosit, berwarna ungu merah muda dan pada sel dewasa akan
tampak lebih banyak daripada butir azurofil.
Neutrofil jarang mengandung retikulum endoplasma granuler,
sedikit mitokonria, apparatus Golgi rudimenter dan sedikit granula
glikogen. Neutrofil merupakan garis depan pertahanan seluler
terhadap invasi jasad renik, menfagosit partikel kecil dengan
aktif. Dengan adanya asam amino D oksidase dalam granula azurofilik
penting dalam pengenceran dinding sel bakteri yang mengandung asam
amino D. Selama proses fagositosis dibentuk peroksidase. Mielo
peroksidase yang terdapat dalam neutrofil berikatan dengan
peroksida dan halida bekerja pada molekul tirosin dinding sel
bakteri dan menghancurkannya. Dibawah pengaruh zat toksik tertentu
seperti streptolisin toksin streptokokus membran granula-granula
neutrofil pecah, mengakibatkan proses pembengkakan diikuti oleh
aglutulasi organel-organel dan destruksi neutrofil. Neotrofil
mempunyai metabolisme yang sangat aktif dan mampu melakukan
glikolisis baik secara aerob maupun anaerob. Kemampuan nautrofil
untuk hidup dalam lingkungan anaerob sangat menguntungkan, karena
mereka dapat membunuh bakteri dan membantu membersihkan debris pada
jaringan nekrotik.
Basofil, Jenis sel ini terdapat paling sedikit diantara sel
granulosit yaitu sekitar 0.5%, sehingga sangat sulit diketemukan
pada sediaan apus. Ukurannya sekitar 10-12 m sama besar dengan
netrofil. Kurang lebih separuh dari sel dipenuhi oleh inti yang
bersegmen-segmen ata kadang-kadang tidak teratur. Inti satu, besar
bentuk pilihan irreguler, umumnya bentuk huruf S, sitoplasma
basofil terisi granul yang lebih besar, dan seringkali granul
menutupi inti, sehingga tidak mudah untuk mempelajari intinya.
Granul spesifik bentuknya ireguler berwarna biru tua dan kasar
tampak memenuhi sitoplasma.Granula basofil mensekresi histamin yang
berperan dalam dalam proses alergi basofil merupakan sel utama pada
tempat peradangan ini dinamakan hypersesitivitas kulit basofil.
Asidofil (atau eosinofil), Jumlah sel eosinofil sebesar 1-3%
dari seluruh lekosit atau 150-450 buah per mm3 darah. Ukurannya
berdiameter 10-15 m, sedikit lebih besar dari netrofil. Intinya
biasanya hanya terdiri atas 2 lobi yang dipisahkan oleh bahan inti
yang sebagai benang. Butir-butir khromatinnya tidak begitu padat
kalau dibandingkan dengan inti netrofil.Eosinofil berkaitan erat
dengan peristiwa alergi, karena sel-sel ini ditemukan dalam
jaringan yaang mengalami reaksi alergi. Eosinofil mempunyai
kemampuan melakukan fagositosis, lebih lambat tapi lebih selektif
dibanding neutrofil. Eosinofil memfagositosis komplek antigen dan
antibodi, ini merupakan fungsi eosinofil untuk melakukan
fagositosis selektif terhadap komplek antigen dan antibodi.
Eosinofil mengandung profibrinolisin, diduga berperan
mempertahankan darah dari pembekuan, khususnya bila keadaan cairnya
diubah oleh proses-proses Patologi.B. AgranulositYang tidak
mempunyai granula spesifik, sitoplasmanya homogen dengan inti
bentuk bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit
agranuler yaitu :Limfosit , Limfosit dalam darah berkuran sangat
bervariasi sehingga pada pengamatan sediaan apus darah dibedakan
menjadi : limfosit kecil (7-8 m), limfosit sedang dan limfosit
besar (12 m). Jumlah limfosit mendduki nomer 2 setelah netrofil
yaitu sekitar 1000-3000 per mm3 darah atau 20-30% dari seluruh
leukosit. Di antara 3 jenis limfosit, limfosit kecil terdapat
paling banyak. Limfosit kecil ini mempunyai inti bulat yang
kadang-kadang bertakik sedikit. Intinya gelap karena khromatinnya
berkelompok dan tidak nampak nukleolus. Sitoplasmanya yang sedikit
tampak mengelilingi inti sebagai cincin berwarna biru muda.
Kadang-kadang sitoplasmanya tidak jelas mungkin karena butir-butir
azurofil yang berwarna ungu. Limfosit kecil kira-kira berjumlah 92%
dari seluruh limfosit dalam darah. Limfosit mempunyai kedudukan
yang penting dalam sistem imunitas tubuh, sehingga sel-sel tersebut
tidak saja terdapat dalam darah, melainkan dalam jaringan khusus
yang dinamakan jaringan limfoid. Berbeda dengan sel-sel leukosit
yang lain, limfosit setelah dilepaskan dari sumsum tulang belum
dapat berfungsi secara penuh oleh karena hars mengalami
differensiasi lebih lanjut. Apabila sudah masak sehingga mampu
berperan dalam respon immunologik, maka sel-sel tersebut dinamakan
sebagai sel imunokompeten. Sel limfosit imunokompeten dibedakan
menjadi limfosit B dan limfosit T, walaupun dalam sediaan apus kita
tidak dapat membedakannya. Limfosit T sebelumnya mengalami
diferensiasi di dalam kelenjar thymus, sedangkan limfosit B dalam
jaringan yang dinamakan Bursa ekivalen yang diduga keras jaringan
sumsum tulang sendiri. Kedua jenis limfosit ini berbeda dalam fngsi
immunologiknya.Sel-sel limfosit T bertanggung jawab terhadap reaksi
immune seluler dan mempunyai reseptor permukaan yang spesifik untuk
mengenal antigen asing. Sel limfosit B bertugas untuk memproduksi
antibody humoral antibody response yang beredar dalam peredaran
darah dan mengikat secara khusus dengan antigen asing yang
menyebabkan antigen asing tersalut antibody, kompleks ini
mempertinggi fagositosis, lisis sel dan sel pembunuh (killer sel
atau sel K) dari organisme yang menyerang. Sel T dan sel B secara
marfologis hanya dapat dibedakan ketika diaktifkan oleh
antigen.Monosit , Jenis sel agranulosit ini berjumlah sekitar 3-8%
dari seluruh leukosit. Sel ini merupakan sel yang terbesar diantara
sel leukosit karena diameternya sekitar 12-15 m. Bentuk inti dapat
berbentuk oval, sebagai tapal kuda atau tampak seakan-akan
terlipat-lipat. Butir-butir khromatinnya lebih halus dan tersebar
rata dari pada butir khromatin limfosit. Sitoplasma monosit
terdapat relatif lebih banyak tampak berwarna biru abu-abu. Berbeda
dengan limfosit, sitoplasma monosit mengandung butir-butir yang
mengandung perioksidase seperti yang diketemukan dalam
netrofil.
Monosit mampu mengadakan gerakan dengan jalan membentuk
pseudopodia sehingga dapat bermigrasi menembus kapiler untuk masuk
ke dalam jaringan pengikat. Dalam jaringan pengikat monosit berbah
menjadi sel makrofag atau sel-sel lain yang diklasifikasikan
sebagai sel fagositik. Didalam jaringan mereka masih mempunyai
membelah diri. Selain berfungsi fagositosis makrofag dapat berperan
menyampaikan antigen kepada limfosit untuk bekerjasama dalam sistem
imun.
2.1.3 TombositWalaupun amanya menunjukan bahwa merupakan sebuah
sel, namun sebenarnya tidak memenuhi syarat sebagai sebuah sel yang
utuh karena tidak memiliki inti. Oleh karena itu dinamakan keping
darah. Berbentuk sebagai keping-keping sitoplasma berukuran 2-5 m
lengkap dengan membran plasma yang mengelilinginya. Trombosit ini
khusus terdapat dalam darah mamalia. Untuk menentkan jumlahnya,
tidak begit mudah karena trombosit mempunyai kecenderungan untuk
bergumpal. Diperkirakan jumlahnya sekitar 150-300ribu setiap l,
sedang umurnya sekitar 8 hari.[1]Pada sediaan apus darah, trombosit
sering terdapt bergumpal. Setiap keping tampak bagian tepi yang
berwarna biru muda yang dinamakan Hialomer dan bagian tengah yang
berbutir-butir berwarna ungu dinamakan granulomer atau khromomer.
Hialomer mempunyai tonjolan-tonjolan sehingga bentknya tidak
teratur.[1] 2.1.4Proses Hemopoesis
Dalam beberapa minggu pertama kehamilan indung telur (yolk-sac)
merupakan tempat utama haemopoiesis. Dari enam minggu sampai 6-7
bulan kehidupan janin, hati dan limpa adalah organ-organ utama yang
diperlukan dan keduanya terus menghasilkan sel darah sampai sekitar
dua minggu setelah lahir. Sumsum tulang adalah tempat terpenting
dari 6-7 bulan kehidupan janin dan, selama masa anak dan dewasa
normal, sumsum tulang adalah satu-satunya sumber sel darah baru.
Sel yang sedang berkembang terletak di luar rongga (sinus) sumsum
tulang dan sel masak dilepaskan ke dalam rongga sinus, sirkulasi
keci (microsirculation) sumsum, dan dengan demikian ke dalam
sirkulasi umum.[1]Pada masa bayi, semua sumsum tulang membentuk
darah (haemopoietik) tetapi selama masa anak, terdapat pergantian
lemak sumsum yang progresif sepanjang tulang panjang sehingga,
ketika dewasa, sumsum haemopoietik terbatas pada rangka pusat.
Bahkan pada daerah haemopoietik ini, kira-kira 50% sumsum tulang
terdiri atas lemak. Sumsum berlemak selebihnya sanggup berbalik ke
hamopoiesis dan pada banyak penyakit juga terdapat perluasan
haemopoiesis pada tulang panjang. Lebih dari itu, hati dan limpa
dapat memainkan lagi peranan haemopoietik, disebut dengan
extramedullary haemopoiesis.[1]Tabel 1. Tempat Haemopoiesis
Janin0-2 bulan indung telur (yolk sac)
2-7 bulan hati dan limpa
5-9 bulan sumsum tulang
BayiSumsum tulang (semua tulang)
DewasaSumsum tulang (tulang belakang, iga, sternum, tengkorak,
sakrum dan pelvis, ujung proksimal femur)
Sel asal umum (pluripotential) setelah sejumlah pembelahan sel
dan langkah deferensiasi, menjadi urutan progenitor untuk tiga
jalur sel sumsum tulang utama, yaitu eritroid, granulositik dan
monositik, dan megakariositik, sebagaimana sel asal limfoid.
Prekursor mieloid yang paling dini dideteksi membentuk granulosit,
eritroblas, monosit, dan megakariosit dan diberi istilah CFUGEMM.
Progenitor yang lebih matang dan khusus dinaman CFUGM (granulosit
dan monosit), CFUEo (eosinofil), CFUe (eritroid) dan
CFUmeg(megakariosit). Sel asal (stem cell) juga memiliki kemampuan
untuk produksi sel baru, jumlah sel keseluruhan tetap konstan pada
keadaan seimbang dan normal. Akan tetapi, sel prekursor sanggup
memberi respon terhadap berbagai rangsang dan pesan hormonal dengan
meningkatnya produksi satu atau lain garis sel bila kebutuhan
meningkat. Sumsum tulang adalah lingkungan yang cocok untuk
pertumbuhan dan perkembangan sel asal (stem cell). Ini dilengkapi
oleh sel stroma, sel lemak, dan jaringan mikrovaskular.[2]Tabel 2.
Identifikasi beberapa sel darah
Tipe selMasa hidupKec. Produksi sel/hariKec. Produksi
sel/detikKec. Produksi Kg/tahun
Eritrosit100 hari2 x 10112.3 juta7.3
Neutrofilt 6 jam3 x 1010350,00010.9
Trombosit7 hari1 x 10111.2 juta4.6
Limfositt 10 hari1 x 1010116,0003.7
Total per tahun26.5 Kg
Jumlah rata-rata eritrosit per mm3 darah adalah 5.200.000 ( +
300.000) pada pria norman, dan 4.700.000 ( + 300.000) pada wanita
normal. Jumlah rata-rata leukosit per mm3 darah adalah 7000. jumlah
rata-rata trombosit per mm3 darah adalah 300.000.[3]Leukosit
sebagian dibentuk di sumsum tulang (granulosit dan monosit serta
sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan
sel-sel plasma). Diferensiasi dini sel stem hemopoietik pluripoten
akan menjadi sel-sel commited (prekursor) untuk membentuk sel darah
merah dan juga membentuk dua silsilah utama sel darah putih,
silsilah mielositik yang dimulai dengan mieloblas dan limfositik
yang dimulai dengan limfoblas.[3]Granulosit dan monosit hanya
dibentuk di dalam sumsum tulang. Limfosit dan sel plasma terutama
diproduksi di berbagai jaringan limfogen-khususnya di kelenjar
limfe, limpa, timus, tonsil, dan berbagai kantong jaringan limfoid
di mana saja dalam tubuh, seperti sumsum tulang dan plak peyer di
bawah epitel dinding usus.[3]Sel darah putih yang dibentuk dalam
sumsum tulang, disimpan dalam sumsum sampai diperlukan di sistem
sirkulasi. Kemudian, bila kebutuhan sel darah putih ini muncul,
berbagai macam faktor akan menyebabkan leukosit tersebut
dilepaskan. Biasanya luekosit yang bersirkulasi dalam seluruh darah
kira-kira tiga kali lipat jumlah yang disimpan dalam sumsum. Jumlah
ini sesuai dengan persediaan leukosit selama 6 hari. Limfosit
sebagian besar disimpan di berbagai area jaringan limfoid, kecuali
sejumlah kecil limfosit yang diangkut dalam darah untuk sementara
waktu.[3]
Gambar 1. Gambaran diagramatis pembentukan sel-sel
darah[4]Leukosit dan turunannya merupakan sel dan struktur dalam
tubuh manusia yang didistribusikan keseluruh tubuh dengan fungsi
utamanya melindungi organisme terhadap invasi dan pengrusakan oleh
mikro organisme dan benda asing lainnya Sel-sel limfosit ini,
mempunyai kemampuan untuk membedakan dirinya sendiri
(makromolekuler organisme sendiri) dari yang bukan diri sendiri
(benda asing) dan mengatur penghancuran dan inaktivasi dari benda
asing yang mungkin merupakan molekul yang terisolasi atau bagian
dari mikro organisme Semua leukosit berasal dari sum-sum tulang.
kemudian mengalami kematangan pada organ limfoid lainnya.
Pertahanan tubuh melawan infeksi adalah peranan utama dari
leukosit atau sel darah putih. Batas normal dari sel darah putih
adalah 4.000-10.000/mm3. Lima jenis sel darah putih yang sudah
diidentifikasikan dalam darah perifer adalah :
1. netrofil (55% dari total)
2. eosinofil (1%-2%)
3. basofil (0,5%-1%)
4. mnosit (6%)
5. limfosit (36%)
Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan
bertugas untuk memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan
berbahaya oleh tubuh, misal virus atau bakteri. Leukosit bersifat
amuboid atau tidak memiliki bentuk yang tetap. Orang yang kelebihan
leukosit menderita penyakit leukimia, sedangkan orang yang
kekurangan leukosit menderita penyakit leukopenia.[5]Netrofil,
eosinofil, dan basofil juga dinamakan granulosit, artinya sel
dengan granula dalam sitoplasmanya. Eosinofil mempunyai fungsi
fagosit lemah yang tidak dipahami secara jelas. Mereka kelihatannya
berfungsi pada reaksi antigen-antibodi dan meningkat pada serangan
asma, reaksi obat-obatan, dan infestasi parasit tertentu. Basofil
membawa heparin, factor-faktor pengaktifan histamine dan platelet
dalam granula-granulanya untuk menimbulkan peradangan pada
jaringan. Fungsi mereka yang sebenarnya tidak dketahui dengan
pasti. Kadar basofil yang meningkat (basofilia) ditemukan pada
gangguan mieloproliferatif, yaitu gangguan proliferatif dari
sel-sel pembentuk darah.[5]Leukosit adalah sel darah yang
mengendung inti, disebut juga sel darah putih. Didalam darah
manusia, normal didapati jumlah leukosit rata-rata 5.000-9.000
sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari 12000, keadaan ini disebut
leukositosis, bilakurang dari 5.000 disebut leukopenia. Dilihat
dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula
spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa tetesan
setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang
bervariasi, Yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya homogen
dengan inti bentuk bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis
leukosit agranuler : linfosit sel kecil, sitoplasma sedikit;
monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat
tiga jenis leukosir granuler: Neutrofil, Basofil, dan Asidofil
(atau eosinofil) yang dapat dibedakan dengan afinitas granula
terhadap zat warna netral basa dan asam. Granula dianggap spesifik
bila ia secara tetap terdapat dalam jenis leukosit tertentu dan
pada sebagian besar prekursor (pra zatnya).[5]Leukosit mempunyai
peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap
zat-zat asingan. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan
melalui proses diapedesis lekosit dapat meninggalkan kapiler dengan
menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan
penyambung. Jumlah leukosit per mikroliter darah, pada orang dewasa
normal adalah 4.000-11.000, waktu lahir 15.000-25.000, dan
menjelang hari ke empat turun sampai 12.000, pada usia 4 tahun
sesuai jumlah normal. Variasi kuantitatif dalam sel-sel darah putih
tergantung pada usia. waktu lahir, 4 tahun dan pada usia 14 -15
tahun persentase khas dewasa tercapai. Bila memeriksa variasi
Fisiologi dan Patologi sel-sel darah tidak hanya persentase tetapi
juga jumlah absolut masing-masing jenis per unit volume darah harus
diambil.[5]2.2 DEFINISI DAN KLASIFIKASI LEUKIMIA2.2.1
DefinisiLeukemia adalah sekumpulan penyakit yang ditandai oleh
adanya proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering
disertai bentuk leukosit yang tidak normal, jumlah berlebihan,
dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, penyakit neoplastik yang
beragam, atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di
sumsum tulang dan jaringan limfoid dan diakhiri dengan
kematian.[6]Disamping itu leukimia merupakan penyakit dengan
proliferasi neoplastik dan diferensiasi sel induk hematopoetik yang
secara maligna melakukan transformasi yang menyebabkan penekanan
dan penggantian unsur sum-sum yang normal.[7] Pada sebagian kasus
sel neoplastik juga terdapat dalam jumlah yang semakin meningkat
didalam darah tepi.[8]2.2.2. Klasifikasi
Leukimia diklasifikasikan dalam beberapa cara :
Menurut awitan dan perjalan klinis :[7,8]Klasifikasi ini
merupakan pendekatan paling awal karena identitas sel-sel yang
terlibat tidak diketahui.Hal ini masih mempunyai manfaat
klinis,
1. Leukimia akut memiliki awitan mendadak dengan perjalanan
progresif cepat yang menyebabkan kematian jika tidak diterapi lebih
lanjut .Leukimia ini ditandai dengan sel-sel primitif (blas) yang
secara morfologi berdiferansiasi buruk
2. Leukimia kronik memiliki awitan samar dan perjalanan klinis
lambat ,pasien seringkali bertahan hidup selama beberapa tahun
bahkan jika tidak diterapi .Leukimia kronis biasanya ditandai
dengan tipe sel yang lebih matur / berdiferensiasi baik.
Menurut Gambaran Darah Tepi : [7,8]1. Leukemik , ditandai dengan
peningkatan hitung sel darah putih dan banyaknya sel leukemik
.Bentuk ini adalah bentuk yang sering terjadi.
2. Subleukemik , ditandai dengan hitung sel darah putih total
normal atau rendah ,tetapi terdapat sel-sel leukemik yang dapat
dikenali didalam darah tepi.
3. Aleukemik , keadaan dengan hitung sel darah putih total
normal atau rendah dan tidak ada sel-sel leukemik yang dapat
dikenali dalam darah tepi.Leukimia ini jarang terjadi ,tetapi dapat
terjadi pada awal penyakit.Menurut Tipe Sel :
Leukimia Limfositik
a. Leukimia Limfositik Akut ditandai dengan keberadaan sel-sel
besar seragam didalam sum-sum tulang dan darah tepi ,menyerupai
limfoblas yang berproliferasi pada perkembangan janin.Lebih lanjut
lagi diklasifikasikan menurut gambaran morfologis atau menurut
sifat imunologik atau genetik :[8] L1 :Blas homogen berukuran
sedang ,secara imunologi bukan petanda tetapi meliputi beberapa
tipe ,mencakup ALL biasa dan ALL pra B,sering terjadi pada masa
anak-anak dengan prognosis baik.
L2:Sel blas heterogen , sekali lagi merupakan kelompok
campuran,beberapa bukan penanda sebagian besar tipe sel T ,tipe
biasa terlihat pada orang dewasa dan memiliki prognosis buruk.
L3 :Sel blas tipe Burkitt basofil homogen ,ditandai sebagai sel
B ,prognosis buruk. Merupakan kanker yang paling sering menyerang
anak-anak umur dibawah 15 tahun denga puncak insiden umur 3-4
tahun.manifestasi berupa proliferasi limfoblas abnormal didalam
sum-sum tulang dan tempat-tempat ekstra medular.LLA selanjutnya
digolongkan berdasarkan kriteria imunologik CD yang sebelumnya
telah dibahas mengindentifikasi sel T dengan penanda CD5 dan CD7
,antigen LA yang lazim (cALLa) sekarang dikenal sebagai CD10 ,juga
mempunyai gambaran CD19 dan Tdt ,sel B membawa CD19 ,CD20,CD21,CD22
.Sel nul menggambarkan sel B imatur sehingga tidak memiliki penanda
CD yang mengidentifikasi.[6,7,8] Leukimia Limfositik Kronik
ditandai dengan proliferasi limfosit matur kecil yang menyerupai
sisa limfosit kecil pada darah tepi .Pada 95% kasus ,limmfosit
tersebut adalah sel-B ,sisanya sel-T.Bila leukimia limsfositik
mengenai kelenjar getah bening ,leukimia tersebut mempunyai
tampilan limfoma maligna.CLL pada kelenjar getah bening identik
dengan limfoma limfoblastik ( tipe B ,T atau tipe bukan penanda
dulu diklasifikasikan dalam kategori lebih luas pada limfoma
limfositik berdeferensiasi buruk).CLL dalam kelenjar getah bening
identik dengan limfoma limsitik kecil (tipe B atau tipe T dulu
dinamakan limfoma limfositik terdiferensiasi baik).[6,7,8]Leukimia
Mieloid (granulositik) ,ditandai dengan proliferasi sel seri
granulosit ,biasanya netrofil meskipun tidak jarang terjadi
proliferasi eosinofil dan basofil secara bersamaan .
a. AML ditandai dengan proliferasi mieloblas .Mieloblas sulit
dibedakan secara morfologi dengan limfoblas kecuali : mieloblas
mengandung batang Auer ,yang merupakan inklusi sitoplasmik
kristalin warna ungu,mieloblas bermaturasi menjadi promielosit dan
terlihat granul kasar dalam sitoplasma dan digunakan sebagai
penanda sitokimia atau imunologik.(Patologi Anatomi sitasi sda) AML
lebih lanjut diklasifikasikan menurut sifat morfologisnya
:[7,8](patofisiologi sitasi sda)
M0 : Berdiferensiasi minimal :
M1 : Berdifrensiasi granulositik tanpa maturasi
M2 : Diferensiasi granulositik dengan maturasi sampai stadium
promielositik .
M3 : Diferensiasi granulositik dengan promielositik
hipergranular ,dihubungkan dengan koagulasi intravsakular
diseminata.
M4 : Leukimia mielomonositik akut ,garis sel monosit dan
dranulosit ,garis sel monosit dari granulosit.
M5a : Leukimia monosit akut ,berdiferensiasi buruk
M5b : Leukimia monosit akut ,berdiferensiasi baik
M6 : Eritroblasia yang menonjol dengan diseritropoesis
berat.
M7 : Leukimia megakariosit
b. Leukimia mielositik kronik ditandai dengan proliferasi sel
granulosit yang telah matur melebihi stadium mieloblas.Kurang dai
5% sel didalam sum-sum adalah mieloblas.Bila pasien leukimia
mielositik kronis memiliki sum-sum tulang yang mengandung lebih
dari 5 % mieloblas ,pasien tersebut didefinisikan sedang mengalami
akselerasi atau fase blas penyakit yang dideritanya.[7,8]Leukimia
Monositik,secara tradisional dibedakan 2 bentuk leukimia monositik
: monositik akut ( tipe schiling) dan mielomonositik akut (tipe
naegeli) .Keduanya saat ini dimasukan dalam leukimia mielolastik
akut pada klasifikasi FAB,mengingat asalnya yang sama dengan
granulosit .Tidak terdapat bentuk kronis yang terdefinsi baik pada
leukimia monositik atau mielomonositik ,meskipun beberapa gangguan
mieloproliferatif memang menunjukan proliferasi monosit.[7,8]a.
Leukimia monositik ( monoblastik) akut (FAB M5) ditandai dengan
dengan proliferasi monoblas .Leukimia ini dapat secara terpecaya
dibedakan dari blas lainnya hanya dengan menggunakan penanda
sitokimia .
b. Leukimia mielomonositik akut (FAB-M4) ditandai dengan blas
yang memiliki karakteristik mieloblas dan monoblas,baik secara
morfologis maupun secara sitokimia
Tipe lain ,Eritroleukimia (penyakit di guglielmo),leukimia sel
plasma ,leukimia eosinofilik ,dan leukimmia megakarriositik ,semua
jarang terjadi.[7,8]2.3 ETIOLOGI
Penyebab leukemia tidak diketahui, tetapi dapat diakibatkan
interaksi sejumlah faktor yaitu :[6,7,8,9]1. Neoplasia. Ada
persamaan jelas antara leukemia dan penyakit neoplastik lain,
misalnya proliferasi sel yang tidak terkendali, abnormalitas
morfologi sel, dan infiltrasi organ. Lebih dari itu, kelainan
sumsum kronis lain dapat berubah bentuk akhirnya menjadi leukemia
akut, misalnya polisitemia vera, mieosklerosis atau anemia
aplastik. Leukemia nyata menunjukkan perluasan klonal yang timbul
dengan mutasi somatik sumsum tunggal, sel limfoid tepi atau timus
seperti dilihatkan dengan teknik kromosomal, isoenzim, imunologis,
dan kultur in-vitro. Leukemia selanjutnya dapat mengembangkan
subclone dengan perkembangan abnormalitas baru dan satu atau lebih
subclone dapat menjadi lebih besar dan menggantikan clone
permulaan, seperti diperlihatkan oleh perubahan leukemia
granulositik kronis (CGL = chronic granulocytic leukemia) dari fase
kronis ke fase akut. Biasanya subclone lebih ganas dan sering
terdapat abnormalitas kromosom (cytogenetic)
2. Infeksi. Pada manusia, terdapat bukti kuatuntuk etiologi
virus baik pada satu jenis leukemia/limfoma sel T dan pada limfoma
Burkitt. HTLV (virus leukemia T manusia = the human T leukemia
virus) dan retrovirus jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop
elektron dan oleh kultur pada sel pasien dengan jenis khusus
leukemia/limfoma sel T yang umum pada provinsi tertentu di Jepang
dan yang terjadi sporadis di tempat lain, khususnya di antara Negro
Karibia dan Amerika Serikat. Virus Epstein-Barr, suatu virus DNA,
telah dibiak dari jaringan limfoma Burkitt dan, pada kasus ini,
penyakit ini diduga timbul karena infeksi EB pada orang dengan
pengaturan sel T yang terganggu, mungkin yang disebabkan malaria
kronis. Bukti tidak langsung untuk etiologi virus beberapa leukemia
adalah kambuhnya leukemia pada sel yang berasal donor pada
kira-kira enam kasus setelah transplantasi sumsum tulang untuk
leukemia akut.
3. Radiasi. Radiasi, khusunya sumsum tulang, bersifat
leukemogenik. Terdapat insiden leukemia tinggi pada orang yang
tetap hidup setelah bom atom di Jepang, pada pasien ankylosing
spondylitis yang telah menerima penyinaran spinal dan pada
anak-anak yang ibunya menerima sinar X abdomen selama hamil.
4. Genetik dan Perubahan kromosom. Ada laporan beberapa kasus
yang terjadi pada satu keluarga dan pada kembat identik. Lebih dari
itu, ada insiden yang meningkat pada beberapa penyakit herediter,
khususnya sindroma Down (dimana leukemia terjadi dengan peningkatan
fekuensi 20-30 kali lipat), anemia Fanconi, sindroma Bloom dan
ataksia-talangiektasia.
5. Zat kimia. Terkena benzene kronis, yang dapat menyebabkan
displasia sumsum tulang dan perubahan kromosom, merupakan penyebab
leukemia yang tidak biasa. Zat pelarut dan kimia industri lainnya
dapat menyebabkan leukemia lebih jarang tetapi sukar membuktikan
ini pada kasus individual. Zat khemoterapi merupakan penyebab yang
ditetapkan mantap, khususnya obat yang mengalkilasi seperti
khlorambusil, mustin dan melfalan, dan prokarbazin. Leukemia,
khususnya AML mielomonositik (M4) dan eritroleukemik (M6), bisa
pada pasien limfoma yang diobat dengan radiasi dan dengan
obat-obatan ini.
2.4 PATOFISIOLOGIPenyakit leukemia ditandai oleh adanya
proliferasi tak terkendali dari satu atau beberapa jenis sel darah.
Hal ini terjadi karena adanya perubahan pada kromosom sel induk
sistem hemopoetik. Sel sistem hemopoetik adalah sel yang terus
menerus berproliferasi, karena itu sel ini lebih potensial untuk
bcrtransformasi menjadi sel ganas dan lebih peka terhadap obat
toksik seperti sitostatika dan radiasi. Penelitian morfologik
menunjukkan bahwa pada Leukemia Limfositik Akut (LLA) terjadi
hambatan diferensiasi dan sel limfoblas yang neoplastik
memperlihatkan waktu generasi yang memanjang, bukan memendek. Oleh
karena itu, akumulasi sel blas terjadi akibat ekspansi klonal dan
kegagalan pematangan progeni menjadi sel matur fungsional. Akibat
penumpukan sel blas di sumsum tulang, sel bakal hemopoetik
mengalami tekanan.[10]Kelainan paling mendasar dalam proses
terjadinya keganasan adalah kelainan genetik sel. Proses
transformasi menjadi sel ganas dimulai saat DNA gen suatu sel
mengalami perubahan. Akibat proliferasi sel yang tidak terkendali
ini tcrjadi kenaikan kadar satu atau beberapa jenis sel darah dan
penghambatan pembentukan sel darah lainnya dengan akibat terjadinya
anemia, trombositopenia dan granulositopenia.2Perubahan kromosom
yang terjadi merupakan tahap awal onkogenesis dan prosesnya sangat
kompleks, melibatkan faktor intrinsik (host) dan ekstrinsik
(lingkungan).[11]
Leukemia diduga mulai sebagai suatu proliferasi local dari sel
neoplastik, timbul dalam sumsum tulang dan limfe noduli (dimana
limfosit terutama dibentuk) atau dalam lien, hepar dan tymus. Sel
neoplastik ini kemudian disebarkan melalui aliran darah yang
kemudian tersangkut dalam jaringan pembentuk darah dimana terus
terjadi aktifitas proliferasi, menginfiltrasi banyak jaringan
tubuh, misalnya tulang dan ginjal. Gambaran darah menunjukan sel
yang inmatur. Lebih sering limfosit dan kadang-kadang mieloblast.
Normalnya tulang marrow diganti dengan tumor yang malignan,
imaturnya sel blast. Adanya proliferasi sel blast, produksi
eritrosit dan platelet terganggu sehingga akan menimbulkan anemia
dan trombositipenia.[12]
Gambar. Skema patofisiologi leukimia akut
Adanya priliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet
terganggu sehingga menimbulkan anemia dan trombositopenia. System
etikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan system
pertahanan tubuh dan mudah mengalami infeksi.[12]
Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan
infiltrasi organ, system syaraf pusat. Gangguan pada nutrisi dan
metabolisme. Depresi sumsum tulang yang akan berdampak pada
penurunan leukosit, eritrosit, faktor pembekuan dan peningkatan
tekanan jaringan.[12]
Kelainan sitogenik yang paling sering ditemukan pada LLA dewasa
adalah t(9;22)/BCR-ABL (20-30%) dan t(4;11)/ALL1-AF4 (6%). Kedua
kelainan sitogenik ini berhubungan dengan prognosis yang buruk.
Fusi gen BCR-ABL merupakan hasil dari translokasi kromosom 9 dan 22
[t(9;22)(q34;q11)] yang dapat dideteksi hanya dengan pulse-field
gel electrophoresis atau reverse-transcriptase polymerase chain
reaction. ABL adalah nonreceptor tyrosine protein kinase yang
secara enzimatik mentransfer molekul fosfat ke substrat protein,
sehingga terjadi jalur transduksi sinyal yang penting dalam
regulasi proliferasi dan pertumbuhan sel.[12,13]
Kelainan lain yaitu -7, +8 dan karyotipe hipodiploid berhubungan
dengan prognosis yang uruk; sedangakan t(10;14) dan karyotipe
hiperdiploid tinggi berhubungan dengan prognosis yang baik.
Mekanisme umum lain dari pembentukan kanker adalah hilangnya atau
inaktivasi gen supresor tumor yang mempunyai peranan penting dalam
mengontrol progresi siklus sel, misalnya p16(INK4A ) dan
p15(INK4B). Kejadian yang sering adalah delesi, mikrodelesi, dan
penyusunan kembali sen (gene rearrangement) yang melibatkan
p16(INK4A ) dan p15(INK4B). Kelainan ekspresi dari gen supresor
tumor Rb dan p53 ternyata lebih sering terjadi. Kelainan yang
melibatkan dua atau lebh gen-gen ini ditemukan pada sepertiga
pasien LLA dewasa.[14]
Pada awal perkembangannya, berbagai jenis leukemia menghasilkan
sitokin inflamasi dan imunosupresif, serta menggunakan
cell-signaling patway. Sebagai contoh:[14]
Vaskular Endothelial Growth Factor (VEGF)
VEGF dianggap penting dalam pertumbuhan, peluang hidup dan
penyebaran sel leeukimia. Penampakan konsentrasi VEGF yang tinggi
berhubungan dengan mengecilnya peluang hidup pasien chronic
lymphocytic leukemia.1. Basic Fibroblas Growth Factor (BFGF)
BFGF adalah mitogen poten (growth signal) dan penting untuk
pertumbuhan pembuluh darah dan penyebaran sel kanker.
2. Hepatocyte Growth Factor (HGF)
HGF menstimulasi pertumbuhan dan penyebaran sel leukemia. HGF
memiliki penampakan yang berlebihan pada AML, CML, CLL dan chronic
myelomonocytic leukemia.
3. Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-alpha)
TNF-alpha adalah sitokin pra inflamasi yang meningkat secara
signifikan pada pasien leukemia kecuali AML dan sindroma
myelodysplastic.
4. Interleukin-6 (IL-6)
IL-6 adalah sitokin proinflamasi dan imunosupresif. Meningkatkan
serum IL-6, berhubungan dengan prognosis yang buruk dan kecilnya
peluang hidup pasien CLL.
Jenis-jenis leukimia yang memperlihatkan sitokin dalam jumlah
berlebihan adalah5a. Chronic myeloid leukemia
VEGF, BFGF, HGF, TNF-alpha, IL-6
b. Acute myeloid leukemia
VEGF, BFGF, HGF
c. Chronic myelomonocytic lekemia
VEGF, BFGF, HGF, TNF-alpha
d. Acute lymphoblastic leukimia
BFGF, HGF, TNF-alpha
e. Chronic lymphoblastic leukimia
VEGF, BFGF, HGF, TNF-alpha, IL-6
f. Myelodysplastic syndromes
VEGF, BFGF, HGF
2.5 MANIFESTASI KLINIKGejala klinik leukemia akut sangat
bervariasi, tetapi pada umumnya timbul cepat, dalam beberapa hari
sampai minggu. Gejala leukimia akut dapat digolongkan menjadi tiga
golongan besar :
1. Gejala kegagalan sumsum tulang, yaitu :[13]a. Anemia
menimbulkan gejala pucat dan lemah.
b. Netropenia menimbulkan infeksi yang ditandai oleh demam,
infeksi rongga mulut, tenggorok, kulit, saluran nafas, dan sepsis
sampai syok peptik. Pasien sering menunjukkan gejala infeksi atau
perdarahan atau keduanya pada waktu diagnosis.c. Trombositopenia
menimbulkan easy bruising, perdarahan mukosa, seperti perdarahan
gusi, epistaksis, ekimosis (perdarahan dalam kulit), serta
perdarahan saluran cerna dan system saluran kandung kemih.
Pasien dengan jumlah sel darah putih meningkat secara nyata dan
blas dalam sirkulasi (jumlah melebihi 200.000/mm3) dapat menunjukan
gejala hiperviskositas. Gejala ini mencakup nyeri kepala, perubahan
penglihatan, kebingungan, dan dispnea yang memerlukan leukoforesis
segera (pembuangan sel darah putih melalui pemisah sel).[8,9]
2. Keadaan hiperkatabolik, yang ditandai oleh :[9]a.
Kaheksia
b. Keringat malam (gejala hipermetabolisme)c. Hiperurikemia yang
dapat menimbulkan gout dan gagal ginjal
3. Infiltrasi ke dalam organ menimbulkan organomegali dan gejala
lain seperti
(1. bakta hematologi):
a. Nyeri tulang dan nyeri sternum
Tulang mungkin sakit dan lunak yang disebabkan oleh infark
tulang atau infiltrate subperiosteal
b. Limfadenopati, splenomegali dan hepatomegali c. Hipertrofi
gusi dan infiltrasi kulit
d. Sindrom menigeal: sakit kepala, mual muntah, mata kabur, kaku
kuduk.
Pemeriksaan fundus dapat memperlihatkan adanya papiledema dan
kadang-kadang perdarahan. Manifestasi yang lebih jarang terjadi
adalah pembengkakan testis atau tanda- tanda kompresi mediastinum
di ALL-T.Pada pasien LLA dengan resiko tinggi dan standar ditemukan
2 daerah relaps ekstramedular (di luar sumsum yang penting), yaitu
susunan saraf pusat (SSP) dan testis. Manifestasi awal yang lazim
pada leukemia SSP adalah akibat peninggian intrakranial. Muntah dan
nyeri kepala (terutama pagi hari), papiledema, dan letargi yang
progresif. Kejang dan kaku kuduk biasanya merupakan manifestasi
lanjut, demikian juga paresis saraf cranial ke-6 dengan diplopia
dan strabismus. Hipotalamus jarang terlibat tetapi harus dicurigai
jika ditemui peningkatan berat badan yang berlebihan, gangguan
tingkah laku, serta hirautisme. Dengan sendirinya keterlibatan SSP
seringkali terdeteksi sebelum tanda- tanda klinis.[8,9]
2.6 PEMERIKSAAN2.6.a. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dokter akan memeriksa pembengkakan di
kelenjar getah bening, limpa dan hati.
2.6.b Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang pada Leukemia secara umum :[14] Tes
darah laboratorium akan memeriksa jumlah sel sel darah. Leukimia
menyebabkan jumlah sel sel darah putih meningkat sangat tinggi, dan
jumlah trombosit dan hemoglobin dalam sel sel darah merah menurun.
Pemeriksaan laboratorium juga akan meneliti darah untuk mencari ada
tidaknya tanda tanda kelainan pada hati atau ginjal.
Biopsi dokter akan mengangkat sumsum tulang dari tulang pinggul
atau tulang besar lainnya. Ahli patologi kemudian akan memeriksa
sampel di bawah mikroskop, untuk mencari sel sel kanker. Cara ini
disebut biopsi, yang merupakan cara terbaik untuk mengetahui pakah
ada sel sel leukemia di dalam sumsum tulang.
Sitogenetik Laboratorium akan memeriksa kromosom sel dari sampel
darah tepi, sumsum tulang atau kelenjar getah bening.
Processus Spinosus dengan emggunakan jarum yang panjang dan
tipis, dokter perlahan lahan akan mengambil cairan cerebrospinal
(cairan yang mengisi ruang di sekitar otak dan sumsum tulang
belakang). Prosedur ini berlangsung sekitar 30 menit dan dilakukan
dengan anastesi local. Pasien harus berbaring selama beberapa jam
setelahnya, agar tidak pusing. Laboratorium akan memeriksa cairan
apakah ada sel sel Leukimia atau tanda tanda penyakit lainnya.
Sinar X pada dada sinar X ini dapat menguak tanda tanda penyakit
di dada.
2.7 KOMPLIKASI
Adapun komplikasi dari Leukemia secara umum yaitu berupa :
Pembesaran hati (hepatomegali) dan pembesaran limpa
(splenomegali) yaitu kompensasi dari beban organ yang semakin berat
kerjanya akibat pemindahan proses pembentukan sel darah dari
intamedular (sumsum tulang) ke ekstramedular (hati dan limpa),
Osteonekrosis yaitu suatu keadaan yang berpotensi melumpuhkan
tulang akibat dari komplikasi kombinasi kemoterapi berups dosis
tinggi steroid. Insiden dan resiko faktor utama untuk gejala
osteonekrosis telah diperiksa pada kelompok perlakuan anak dengan
dosis tinggi steroid, prednison dan dexamitason untuk anak Leukemia
Limfoblas Akut,[15] Thrombosis meningkat pada pasien dengan
Leukemia Limfoblas Akut dan kejadian ini mungkin komplikasi dari
bagian penatalaksanaan dengan tubrukan prognostic negative.
Frekuensi terjadinya komplikasi ini menurut laporan berkisar
diantara 1,1% sampai 36,7%, kesungguhan ini memiliki variasi besar
berhubungan beberapa factor, seperti perbedaan definisi dari
thrombosis ( gejala atau nongejala ), metode diagnosis untuk
mendeteksi terjadinya komplikasi, study design, dan perbedaan pada
protocol pengobatan.[16]Selain itu dari pengobatan leukemia
menyebabkan beberapa komplikasi oral maupun craniofacial. Masalah
mulut mungkin menyusahkan anak-anak untuk menerima semua pengobatan
kankernya. Pada banyak pasien leukemia, komplikasi oral yang paling
menyakitkan dan berpotensi kematian. Terkadang, pengobatan leukemia
harus dihentikan seluruhnya. [17,18]Komplikasi pada oral [17,18,19]
Masalah oral yang paling umum adalah peradangan pada membrane mucus
pada mulut, infeksi dan penekanan terhadap pembentukan leukosit,
masalah dengan sensasi rasa; nyeri, mulut kering, dan lemahnya
system imun.
Mucositis merupakan peradangan garis oral pada mulut
(mukosanya)-berlanjut dengan kemerahan, kehilangan epitel barier
dan ulserasi.
Pada beberapa pasien, mucositis merupakan bagian terburuk dari
pengobatan kanker. Mucositis oral mungkin muncul selama 4 sampai 7
hari setelah permulaan kemoterapi. Mucositis oral terutama
mempengaruhi mukosa oral yang soft (non-keratin)- termasuk palatum
molle, orofaring, buccal dan mukosa labia, dasar mulut, dan sisi
bawah (ventral) dan permukaan lateral lidah. Resolusi lengkap pada
mucositis terjadi 7 sampai 14 hari setelah kemunculannya.
Penurunan dramatis jumlah immunoglobulin ludah (IgA dan
IgG).
Penurunan dramatis jumlah neutrofil yang melawan infeksi.
Sebagai hasilnya, terjadi oral infeksi.
Infeksi jamur (candida) pada mukosa sering terjadi, dan dapat
menyebabkan sensasi terbakar, distorsi rasa, dan masalah
penguyahan.
Infeksi virus, terutama reaktivasi herpes simplex virus type I
(HSV-1), sangat serius karena dapat menyebabkan nyeri dan masalah
cairan dan nutrisi.
Perdarahan spontan pada oral yang disebabkan oleh sitotoksik,
induksi obat, penurunan jumlah platelet (thrombocytopenia).
Penurunan dramatis pada platelet mengawali perdarahan spontan oral
ketika jumlah platelet dibawah 20,000 per mm kubik.
Sel yang membentuk dentin (odontoblasts), dan sel yang membentuk
enamel (ameloblasts), dapat dirusak oleh agen kemoterapi jika
sel-sel ini terletak pada fase yang peka dalam siklus selnya (fase
M atau S). Hasil akhirnya mungkin menyebabkan gigi lebih pendek,
tipis, akar meruncing, atau hipomineralisasi atau enamel
hipomatur.
2.8 PENATALAKSANAAN DAN TERAPI2.8.1.a Penatalaksanaan
FarmakologisAda banyak cara penanganan yang dapat dilakukan pada
penderita leukemia dan setiap penanganan mempunyai keunggulan
masing-masing, Tujuan pengobatan pasien leukemia adalah meneapai
kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel leukemia. Untuk itu,
penderita leukemia harus menjalani kemoterapi dan harus dirawat di
rumah sakit.Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal,
penderita mungkin memerlukan transfusi sel darah merah untuk
mengatasi anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan,
antibiotik untuk mengatasi infeksi. Beberapa kombinasi dari obat
kemoterapi sering digunakan dan dosisnya diulang selama beberapa
hari atau beberapa minggu.Secara umum penanganan pada penderita
leukemia sebagai berikut:[20,21]1. KemoterapiSebagian besar pasien
leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan kanker ini
menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung
pada jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau
kombinasi dari dua obat atau lebih.Pasien leukemia bisa mendapatkan
kemoterapi dengan berbagai cara:
Melalui mulut
Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah (atau intravena)
Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan
di dalam pembuluh darah balik besar, seringkali di dada bagian atas
- Perawat akan menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk
menghindari suntikan yang berulang kali. Cara ini akan mengurangi
rasa tidak nyaman dan/atau cedera pada pembuluh darah/kulit.
Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal - jika ahli
patologi menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang
di otak dan sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan
kemoterapi intratekal. Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke
dalam cairan cerebrospinal. Metode ini digunakan karena obat yang
diberikan melalui suntikan IV atau diminum seringkali tidak
mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang belakang.
2. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason, dan
sebagainya). Setelah dicapai remisi dosis dikurangisedikit demi
sedikit dan akhirnya dihentikan.3. Sitostatika. Selain sitostatika
yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat tau MTX) pada
waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin
(Oncovin), rudidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid,
L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin, dan sebagainya.
Umunya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan
prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat
samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder
atau kandidiasis. Hendaknya lebih berhati-hatibila jumlah leukosit
kurang dari 2.000/mm3.Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin
penderita diisolasi) dalam kamar yang suci hama.2.8.1.b
Penatalaksanaan Non Farmakologi
Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)Beberapa pasien leukemia
menjalani transplantasi sel induk (stem cell). Transplantasi sel
induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang tinggi,
radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel
leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang.
Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang
sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah
besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan
tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi ini.
Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya
harus menginap di rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan
akan melindungi pasien dari infeksi sampai sel-sel induk (stem
cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih
dalam jumlah yang memadai.
Sumsum tulang adalah jaringan lunak yang ditemukan pada rongga
interior tulang yang merupakan tempat produksi sebagian besar sel
darah baru. Ada dua jenis sumsum tulang: sumsum merah (dikenal juga
sebagai jaringan myeloid) dan sumsum kuning. Sel darah merah,
keping darah, dan sebagian besar sel darah putih dihasilkan dari
sumsum merah. Sumsum kuning menghasilkan sel darah putih dan
warnanya ditimbulkan oleh sel-sel lemak yang banyak dikandungnya.
Kedua tipe sumsum tulang tersebut mengandung banyak pembuluh dan
kapiler darah.
Transplantasi sumsum tulang merupakan prosedur dimana sumsum
tulang yang rusak digantikan dengan sumsum tulang yang sehat.
Sumsum tulang yang rusak dapat disebabkan oleh dosis tinggi
kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu, transplantasi sumsum
tulang juga berguna untuk mengganti sel-sel darah yang rusak karena
kanker. Transplantasi sumsu tulang dapat menggunakan sumsum tulang
pasien sendiri yang masih sehat. Hal ini disebuttransplantasi
sumsum tulang autologus. Transplantasi sumsum tulang juga dapat
diperoleh dari orang lain. Bila didapat dari kembar identik,
dinamakan transplantasi syngeneic. Sedangkan bila didapat dari
bukan kembar identik, misalnya dari saudara kandung, dinamakan
transplantasi allogenik. Sekarang ini, transplantasi sumsum tulang
paling sering dilakukan secara allogenik. Kenapa transplantasi
sumsum tulang diperlukan dalam pengobatan Leukemia? Alasan utama
dilakukannya adalah agar pasien tersebut dapat diberikan pengobatan
dengan kemoterapi dosis tinggi dan atau terapi radiasi. untuk
mengerti kenapa transplantasi sumsum tulang diperlukan, perlu
mengerti pula bagaimana kemoterapi dan terapi radiasi bekerja.
Kemoterapi dan terapi radiasi secara umum mempengaruhi sel yang
membelah diri secara cepat. Mereka digunakan karena sel kanker
membelah diri lebih cepat dibandingkan sel yang sehat. Namun,
karena sel sumsum tulang juga membelah diri cukup sering,
pengobatan dengan dosis tinggi dapat merusak sel-sel sumsum tulang
tersebut. Tanpa sumsum tulang yang sehat, pasien tidak dapat
memproduksi sel-sel darah yang diperlukan. Sumsum tulang sehat yang
ditransplantasikan dapat mengembalikan kemampuan memproduksi
sel-sel darah yang pasien perlukan.
Efek samping transplantasi sumsum tulang tetap ada, yaitu
kemungkinan infeksi dan juga kemungkinan perdarahan karena
pengobatan kanker dosis tinggi. Hal ini dapat ditanggulangi dengan
pemberian antibiotik ataupun transfusi darah untuk mencegah anemia.
Apabila berhasil dilakukan transplantasi sumsum tulang, kemungkinan
pasien sembuh sebesar 70-80%, tapi masih memungkinkan untuk kambuh
lagi. Kalau tidak dilakukan transplantasi sumsum tulang, angka
kesembuhan hanya 40-50%.
Terapi stem cell yang rutin digunakan untuk mengobati penyakit
saat ini adalah transplantasi stem cell dewasa dari sumsum tulang
belakang dan darah perifer serta darah tali pusat bayi.
a. Stem Cell Sumsum Tulang Belakang
Terapi stem cell yang dikenal baik sekarang ini adalah
transplantasi stem cell sumsum tulang belakang yang digunakan untuk
mengobati leukimia dan kanker lain yang termasuk penyakit keganasan
darah.Leukimia adalah kanker sel-sel darah atau leukosit. Seperti
sel-sel darah merah lain, leukosit dibuat dalam sumsum tulang
belakang melalui sebuah proses yang dimulai dengan stem cell dewasa
multipoten (dapat berdiferensiasi menjadi sel-sel penting dalam
tubuh). Leukosit dewasa dilepaskan ke dalam aliran darah dimana
mereka bekerja untuk melawan infeksi dalam tubuh.Disebut leukimia
ketika leukosit mulai tumbuh dan berfungsi abnormal menjadi kanker.
Sel-sel abnormal ini tidak dapat melawan infeksi dan dapat
mengganggu fungsi organ lain.
Terapi leukimia bergantung pada menghilangkan leukosit abnormal
pada pasien dan membiarkan sel yang sehat untuk tumbuh pada
tempatnya. Satu cara untuk lakukan ini melalui kemoterapi
menggunakan obat yang keras untuk mencari dan membunuh sel-sel
abnormal.Ketika kemoterapi sendiri tidak dapat menghancurkan
sel-sel abnormal, tenaga medis kadang lebih memilih transplantasi
sumsum tulang belakang.Pada transplantasi sumsum tulang belakang,
stem cell sumsum tulang belakang pasien tergantikan dengan donor
sehat yang cocok. Untuk melakukan hal ini, sumsum tulang belakang
pasien dan leukosit abnormal pertama-tama dihancurkan menggunakan
kombinasi terapi dan radiasi.Selanjutnya, sampel donor sumsum
tulang belakang yang mengandung stem cell yang sehat dimasukkan ke
dalam aliran darah pasien. Jika transplantasi sukses, stem cell
akan berpindah ke sumsum tulang belakang pasien dan memproduksi
leukosit sehat yang baru untuk menggantikan sel-sel
abnormal.[20,21,22,23]
b. Stem Cell Darah Perifer
Sebagian besar stem cell darah tersimpan di dalam sumsum tulang
belakang, sementara sejumlah stem cell muncul dalam aliran darah.
Stem cell darah perifer multipoten dapat digunakan seperti sumsum
tulang belakang untuk mengobati leukemia, kanker lain dan berbagai
gangguan darah.Stem cell dari darah perifer lebih mudah untuk
dikumpulkan dibandingkan dengan stem cell sumsum tulang belakang
yang harus diekstrak dari dalam tulang. Hal ini yang membuat stem
cell darah perifer merupakan pilihan pengobatan yang tidak
seefektif stem cell sumsum tulang belakang. Karena ternyata, stem
cell darah perifer jumlahnya sedikit dalam aliran darah sehingga
mengumpulkan untuk melakukan transplantasi dapat menimbulkan
masalah. [20,21,22,23]c. Stem Cell Darah Tali Pusat
Bayi baru lahir tidak membutuhkan tali pusat sehingga tali pusat
ini akan dibuang. Dalam beberapa tahun ini, darah kaya akan stem
cell multipoten ditemukan dalam tali pusat terbukti berguna dalam
mengobati beberapa jenis masalah kesehatan yang sama pada pasien
yang diterapi dengan stem cell sumsum tulang belakang dan darah
perifer.Transplantasi stem cell darah tali pusat lebih sedikit
untuk ditolak dibandingkan stem cell sumsum tulang belakang dan
darah perifer. Hal ini mungkin disebabkan stem cell sumsum tulang
belakang dan darah perifer belum berkembang sehingga dapat dikenali
dan diserang oleh kekebalan tubuh resipien.Juga, karena darah tali
pusat baru memiliki sedikit sel-sel kekebalan yang berkembang,
sehingga risiko kecil sel-sel yang ditransplantasi akan menyerang
tubuh resipien, sebuah masalah yang disebut penyakit graft versus
host.Baik keanekaragaman dan ketersediaan stem cell darah tali
pusat membuat menjadi sumber poten untuk terapi
transplantasi.Terapi stem cell seakan menjadi titik terang dalam
dunia gelap yang dihadapi para penderita penyakit keganasan darah
seperti multiple myeloma, chronic lymphatic leukemia,dan
thallasemia mayor.Tapi ternyata, tidak hanya mereka melainkan
penderita penyakit lainnya juga dapat disembuhkan karena terapi
stem cell di luar negeri telah terbukti berhasil mengobati
penyakit, infark miokard jantung, stroke, alzheimer, dan lain-lain.
[20,21,22,23]2.8.2. Terapi
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada
pengalamannya. Umumnya pengobatan ditujukan terhadap penegahan
kambuh dan mendapatkan masa remisi yang lebih lama.Untuk mencapai
keadaan tersebut , pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan
sebagai berikut : [20,21,22,23]1. Induksi.Dimaksudkan untuk
mencapai remisi, yaitu dengan pemberianberbagi obat tersebut
diatas, baik secara sistematik maupun intratekal sampai sel blas
dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
2. Konsolidasi. Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat
memperbanyak diri.
3. Rumat (maintenance). Untuk mempertahankan masa remisi,
sedapat-dapatnya suatu masa remisi yang lama. Biasanya dilakukan
dengan pemberian titostatika separuh dosis biasa.
4. Reinduksi. Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi
biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat
seperti pada induksi selama 10-14 hari.
5. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat. Untuk hal
ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah
leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.400-2.500 rad.
Untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral. Radiasi
ini tidak diulang pada reinduksi.
6. Pengobatan imunotologik. Diharapkan semua sel leukemia dalam
tubuh akan hilang sama sekali dan dengan demikian diharapkan
penderita dapat sembuh sempurna.
Cara pengobatan yang dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI terhadap leukemia limfositik akut ialah dengan menggunakan
protokol sebagai berikut : [20,21,22,23]1. InduksiSitematik :
a. VCR (vinkristin) : 2 mg/m2/minggu, intravena diberikan 6
kali.
b. ADR (adriamisin) : 40 mg/m2/2 minggu intravena, diberikan 3
kali, dimulai pada hari ketiga pengobatan.
c. Pred (prednison) : 50 mg/m2/hari peroral diberikan selama 5
minggu, kemudian tapering off selama 1 minggu.
SSP : Profilaksis : MTX (metotreksat) 50 mg/m2/minggu
intratekal, diberikan 5 kali dimulai bersamaan dengan atau setelah
VCR pertama.
Radiasi kranial : dosis total 2.400 rad. Dimulai setelah
konsolidasi terakhir (siklofosfamida).
2. Konsolidasi
a. MTX : 15 mg/m2/hari intravena, diberikan 3 kali, dimulai 1
minggu setelah VCR keenam, kemudian dilanjutkan dengan :
b. 6-MP (6-merkaptopurin) : 500 mg/m2/hari peroral, diberikan 3
kali.
c. CPA (siklofosfamid) : 800 mg/m2/kali diberikan sekaligus pada
akhir minggu kedua dari konsolidasi.
3. Rumat (maintenance)Dimulai satu minggu setelah konsolidasi
terakhir (CPA) dengan :
a. 6-MP : 65 mg/m2/hari peroral.
b. MTX : 20 mg/m2/minggu peroral, dibagi dalam 2 dosis (misalnya
senin dan kamis)
4. Reinduksi
Diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir. Selama reinduksi
obat-obat rumat dihentikan.
Sistematik :
a. VCR : dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 2 kali.
b. Pred : dosis sama dengan dosis induksi, diberikan satu minggu
penuh dan satu minggu kemudian tapering off.
SSP : MTX intratekal : dosis sama dengan dosis profilaksi,
diberikan 2 kali.
5. ImunoterapiImunoterapi, merupakan cara pengobatan yang
terbaru. Setelah tercapai remisi dan jumlah sel leukemia cukup
rendah (105-106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang
aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan
Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang
dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan
dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengancara
ini diharapakan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel
leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga
diharapkan penderita leukemia dapat embuh sempurna.BCG diberikan 2
minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml
intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing-masing 0,2 ml. Suntikan
BCG diberikan 3 kali dengan interval 4 minggu. Selama pengobatan
ini, obat-obat rumit diteruskan.6. Pengobatan seluruhnya dihentikan
setelah tiga tahun remisi terus-menerus.Terapi BiologiOrang dengan
jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk
meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini
diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik
(vena).
Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi
biologi yang digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan
mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan
sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan
sumsum tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis,
terapi biologi yang digunakan adalah bahan alami bernama interferon
untuk memperlambat pertumbuhan sel-sel leukemia.
2.8.3 Perawatan PenunjangTerapi penunjang umum untuk kegagalan
sumsum tulang mencakup berikut : [20,21,22,23,24]Tranfusi
DarahTransfusi darah ,biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari
6%. Pada trombositopenia yang berat dan pendarahan masif, dapat
diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC
dapat diberikan heparin.
Pemasangan Karakter Vena Pusat :Karakter vena pusat (misalnya
Hickman) biasa dipasang melalui vena kulit dari dada ke dalam vena
kava superior untuk mempernudah darah,produk darah, antibiotika,
pemberian makanan intravena, dst. Dan bagi pengambilan sampel darah
untuk tes laboratorium.
Pengobatan Anemia Dapat dilakukan dengan transfusi sel darah
merah.
Pengobatan Dan Pencegahan Perdarahan :platelet concetrates dan
darah segar digunakan. Karena pendarahan adalah sebab penting
kematian, platelet concetrates teratur diberikan dalam
penatalaksanaan pasien dengan pendarahan kecil (minor) berulang
pada semua kasus dalam trombositopenia berat (trombosit kurang dari
20 x 109/L) dan selama terapi induksi permulaan ketika
trombositopenia cenderung terjadi. Penggantian faktor pembekuan
dengan plasma beku segar dan transfusi trombosit dibutuhkan khusus
pada pasien dengan DIC yang disebabkan varian M3 dan AML selama
kemoterapi permulaan.
Pengobatan Dan Pencegahan InfeksiJenis infeksi
Neutroponia karena pergantian sumsum tulang oleh blas leukaemik
dan karena terapi sitotoksik intensif membuat pasien sangat rentan
terhadap infeksi, khususnya bila hitung absolut neutropil turun
dibawah 0.5 x 109/L. Pada banyak pasien, hitung neutropil 0.2 x
109/L atau kurang bertahan untuk beberpa minggu. Infeksi terbanyak
bakteri dan biasanya timbul dari florabakterikomensal pasien
sendiri tersaring bakteri usus gram negatif, misalnya seudomonas
pioceanea, E koli, Proteus, Krepsiella, dan anaero. Infeksi
stafilokok dan streptokok juga sering dan organisme yang biasa
dianggap non-patogen, misalnya Staphylococcus epidermis, dapat
mengakibatkan infeksi yang mengancam jiwa. Lebih dari itu, tidak
adanya neutropil, lesi superfisial setempat cepat menyebabkan
septikaemia berat. Infeksi virus (misalnya Herpes simplex dan
zoster), jamur (misalnya Candida) dan protoza (misalnya
pneumocystis carinii) juga terjadi dengan frekuensi meningkat,
khusus bila neuttropenia memajang dan antibiotika telah banyak
digunakan untuk mengobati infeksi bakteri yang mungkin. Ukuran
berikut menolong mengatasi problem terbanyak kerentanan terhadap
infeksi.
Pencegahan infeksi
Fasilitas isolasi. Pasien harus dirawat dalam kamar terpisah
lebih disukai denganteknik isolasi reverse-barrier atau ditempatkan
pada kamar laminar air-flow.
Pengurungan flora usus dan komensial lain. Sterilisasi usus
dengan FRAmisetin, Colistin dan Nystatin (FRACON) atau regimen
antibiotika yang tak diserap lainnya dan zat anti-jamur (misalnya
ketokonazol atau amfoterisin) digunakan oleh banyak unit.
Ko-trimoksazol profilaktik juga telah ditunjukkan efektif. Kultur
teratur harus diambil dari urin, feses, sputum, vagina,
tenggorokan, gusi, hidung,daerah ketiak, umbilikus, dan kulit
perianal untuk mencatat flora bakteri pasien dan sensitivitasnya.
Antiseptik topikal digunakan untuk mandi dan untuk mengobati setiap
tempat di mana dideteksi patogen. Jika ini tidak mempan, terapi
antibiotika sistemik dipertimbangkan.
Pengobatan infeksi
Sedikitnya setengah dari pasien LLA mengalami demam. Demam
adalah petunjuk yang baik bahwa infeksi ada. Kultur darah dan kutur
dari setiap fokus yang mungkin harus diambil segera setelah terjadi
demam dan usaha penuh harus dilakukan untuk mengidentifikasi
organisme yang bertanggung jawab dengan pemeriksaan langsung zat
yang mungkin terinfeksi sebaik metode kultur. Mulut, tenggorokan,
daerah perineal perianal adalah fokus khusus yang mungkin. Karena
tidak ada neutropil, nanah tidak terbentuk dan infeksi tak
terlokalisasi. Tidak adanya reaksi neutropil menyebabkan hebatnya
infeksi, sebagai contoh, paru-paru, urin, atau kulit lebar sukar
dinilai. X-foto torak dan kultur urin mutlak perlu.Kadang-kadang
demam itu dipicu oleh sitokin pirogenik yang dilepaskan dari
sel-sel leukemia, meliputi interleukin-1, tumor necrosis factor
(TNF), dan interleukin-6, tetapi pada sekitar sepertiga pasien
disebabkan karena infeksi. Maka, terapi harus diawali dengan
antibiotic spectrum luas khususnya pada pasien dengan neutropenia,
sampai tidak ditemukan lagi diagnose infeksi. Pada kebanyakan pusat
pengobatan, dilakukan terapi profilaktik pada semua pasien terhadap
pneumonia Pneumocystis carinii menggunakan
trimethoprim-sulfamethoxazole, diberikan selama tiga hari
perminggu.Pengobatan alternative pada pasien yang mengalami
intoleransi terhadap trimethoprim-sulfamethoxazole meliputi
pentamidine aerosol, dapsone, dan atovaquone. Pada pasien dengan
sel B atau sel T LLA atau leukemia precursor sel B dengan sel-sel
leukemia yang menyebar luas, hiperurisemia, hiperkalemia, dan
hiperfosfatemia dimana biasa juga terjadi hipokalsemia sekunder,
bahkan sebelum kemoterapi dimulai. Pasien-pasien ini harus diberi
hidrasi intravena, sodium bicarbonate untuk mengalkalisasi urin,
allopurinol untuk mengobati hyperuricemia, dan aluminium hidroksida
atau kalsium karbonat (jika konsentrasi serum kalsium rendah) untuk
mengobati hiperfosfatemia. Allopurinol, dengan menghambat sibtesa
purin pada sel-sel blast leukemia, dapat mengurangi jumlah
blast-cell tepi sebelum kemoterapi dimulai. Nonrecombinant urate
oxidase, tersedia di Prancis dan Italia, mengkonversi asam urat
menjadi allantoin (suatu metabolit yang siap dieksresi mempunyai
kelarutan 5 sampai 10 kali dari asam urat) dan mengurangi
konsentrasi serum asam urat lebih cepat dari pada allopurinol;
bagaimanapun, hal ini dapat menyebabkan reaksi hipersensitifitas
dan pada pasien yang mengalami defisiensi glucose-6-phosphate
dehydrogenase (G6PD), dapat menyebabkan methemoglobinemia atau
anemia hemolitik.Pada pasien yang mengalami leukositosis parah
(jumlah leukosit > 200.000/mm3), leukapheresis atau penukaran
transfuse (pada anank kecil) dapat digunakan untuk mengurangi
penyebaran sel-sel leukemia, walaupun keuntungan jangka pendek dan
jangka panjang dari prosedur-prosedur ini masih dalam pertanyaan.
Iradiasi cranial darurat tidak memiliki peran terapi pada
pasien-pasien seperti ini. Batasan perawatan pendukung, meliputi
penggunaan kateter dan dukungan psikososial juga penting.Terapi
antibiotika harus dimulai segera. Pada paling sedikit separuh
episode demam tidak ada organisme diisolasi. Aminoglikosida
(misalnya gentamisin atau netilmisin) digabung dengan penisilin
aktif melawan pseudomonas (misalnya mezlocillin, ticarcillin, atau
piperacillin) atau dengan sefalosforin dalam dosis tinggi telah
terbukti sebagai kombinasi awal yang sangat baik. Ini mencakup
organisme Gram-negatif termasuk pseudomonas sebaik kokus
gram-negatif dan merupakan obat bakterisid efektif meskipun ada
neutropenia berat. Segera setelah sebab infeksi dan antibiotika
yang sensitif diketahui, harus dilakukan perubahan terapi. Jika
tidak terjadi respon, kemungkinan infeksi anaerob, jamur atau
virus, harus dipikirkan dan terapi sesuai harus diberikan, misalnya
dengan metronidazol, obat anti-jamur atau anti-virus. Acylclovir
telah dikenal sebagai zat efektif terhadap infeksi herpes. Infeksi
ini paling mungkin terjadi setelah episode infeksi permulaan telah
diobatitetapi pulihnya sumsum tulang belum terjadi.
Leucocyte concentrates yang disediakan pada pemisah sel dari
donor normal atau pasien dengan luekaemia granulositikkronis
diberikan pada pasien neutopenia berat dengan septikaemia yang
mengancam jiwa atau infeksi lokal yang luas yang tidak memberi
respon dalam 24-48 jam terhadap antibiotika.
Terapi obat sitotoksikKebanyakan obat sitotoksik yang digunakan
pada terapi leukaemia merusak kapasitas sel untuk reproduksi .
Gabungan paling sedikit tiga obat sekarang biasanya digunakan pada
permulaan untuk menambah efek sitotoksik, memperbaiki angka remisi
dan mengurangi frekuensi timbulnya resistensi obat. Kombinasi
banyak obat ini juga didapatkan memberi remisi yang lebih lama dari
pada obat tunggal.
Terapi permulaan dapat disertai hiperkalaemia hiperurikaemia dan
netropati asam urat, dan dengan demikian pasien harus diberi
allopurinol sebelum memulai terapi dan diberi cukup cairan.
Tujuan terapi sitotoksik mula-mula menginduksi remisi (tidak
adanya bukti klinis atau laboratorium penyakit tersebut) dan
selanjutnya secara sinambung mengurangu populasi sel leukaemikyang
tersenbunyi denganpemberian terapi berulang-ulang. Kombinasi siklik
dua, tiga, atau empat obat diberikan dengan interval
bebas-pengobatan ntuk memungkinkan sumsum tulang pulih (gambar
7.5). Pemulihan ini tergantung pada pola pertumbuhan kembali
(differential regrowth pattern) sel haemopoietik normal dan sel
leukaemik.Terapi sitotoksik leukaemia limfoblastik akut
Predinisolon, vinkristin, dan asparaginase adalah obat yang
biasa yang biasa digunakan untuk mencapai remisi pada lebih dari
90% anak-anak dalam 4-6 minggu. Daunorubisin atau
hidroksodaunorubisin (Adriamycin) ditambahkan ke rejimen baik dalam
fase induksi atau dalam konsolidasi segera setelah dicapai
remisi.
Kelompok berikut ini mempunyai prognosis yang kurang
menguntungkan
1. Laki-laki dibandingkan dengan wanita.
2. Mereka dengan tulang leukosit tinggi pada permulaan (misalnya
> 20 x 109/L).
3. Sangat muda (< 2 tahun) atau lebih tua (remaja atau
dewasa).
4. Pasien dengan komplikasi meninggal.
5. Leukaemia Thy-cell (20% semua kasus) atau B-ALL yang
jarang.
Pada kasus-kasus ini, pengobatan dengan rejimen induksi yang
lebih intensif digunakan; walaupun mempermudah komplikasi dini, ini
memperbaiki kemungkinan bertahan hidup lebih lama.
Secara menyeluruh, antara 30% dan 50% anak-anak dengan ALL biasa
(non-T, non-B) bertahan dengan pengobatan lima tahun dari mulai
ditemukan. Nampak mungkin banyak dari mererka yang sembuh. Pada
pasien lain, kematian terjadi selama masa pengobatan permulaan atau
terapi pemeliharaan selanjutnya, atau selama re-induksi setelah
relaps, biasanya dari infeksi yang disebabkan neutropenia dan
imunosupresi. Penyakit yang kambuh lebih sukar diobati dan remisi
sekunder, jika diperoleh, biasanya mempunyai jangka waktu yang
pendek. Thy-ALL khususnya cenderung kambuh.
Profilaksis Sistem Saraf Pusat Dan TestikularSel leukaemik dalam
meningen adalah diluar jangkauan kebanyakan obat sitotoksik yang
dipakai dalam terapi. Leukaemia meningeal biasa terjadi dalam tiga
dari setiap empat anak-anak selama empat tahun pertama setelah
diagnosis ALL. Repopulasi sumsum tulang dari meningen mengakibatkan
kekambuhan haematologis.
Penyinaran tengkorak (1.800-2.400 rad) dan pemberian metotreksat
intratekal selama pengobatan permulaan dan setelah remisi diperoleh
sekarang digunakan pada semua kasus ALL di bawah umur 40 tahun
untuk mencegah kekambuhan SSP. Perbaikan bermakna dalam angka
perpanjangan hidup terjadi. Kekambuhan SSP masih dapat terjadi dan
tampil dengan sakit kepala, muntah-munatah, udema papil dan sel
blas dalam cairan serebrospinal. Ini diobati dengan metotreksat
intratekal (atau citosin arabinosida). Pada anak kurang dari 2
tahun, penyinaran sebaiknya dihindari.
Kekambuhan testakular dapat terjadi pada anak laki-laki dan
penyinaran testis secara profilaksis nyata bermanfaat untuk
memperpanjang hidup, walaupun membuat pasien mandul permanen.
Kheomoterapi Pemeliharaan (Maintenance Chemotherapy)Biasanya ini
diberikan selama 2-3 tahun, dengan merkapropurin setiap hari dan
metotreksat setiap minggu. Rejimen yang lebih lengkap ada dengan
vikristin, steroid, dan obat lain yang ditambahkan. Percobaan
rejimen konsolidasi khemoterapi dini atau kemudian yang intensif
juga dikembangkan pada kasus risiko buruk.
Ada risiko tinggi varisela atau campak selama terapi pada
anak-anak yang kurang kekebalan terhadap virus ini. Jika terbuka
terhadap virus ini, imunoglobulin profilaktik harus diberikan.
Terapi sitotoksik leukaemia mieloblastik akut
Terapi pada AML serupa dengan yang dijelaskan untuk ALL tetapi
hasilnya kurang baik. Rejimen yang tersering digunakan untuk AML
adalah kombinasi tiha obat citosin arabinosida, daunoribisin dan
6-tioguanin (gambar 7.7). Kasus semua subtipe AML (FAB m1-m6)
diobati serupa (kecuali bahwa DIC mungkin ada pada varian
promielositik (M3) dan piatelet concentrates dan plasma beku segar
untuk memlengkapi faktora pembekuan, digunakan sampai dicapai
remisi). Respon baik khas diperlihatkan pada Gambar 7.8. Bandingkan
dengan ALL :[3,15,16,17,18]1. Angka remisi lebih rendah (60% -
80%).
2. Remisi sering memakan waktu lebih lama untuk dicapai.
3. Hanya obat mielotoksik yang bernilai besar, dengan kurang
selektivitas antara sel leukaemik dan sel sumsum tulang normal.
4. Kegagalan sumsum tulang berat dan lama, perawatan penunjang
intensif dibutuhkan dan kematian dini biasa terjadi, khususnya pada
pasien diatas 50 tahun.
5. Remisi lebih sebentar, nilai terapi pemeliharaan kurang
jelas, dan jarang bertahan hidup lama.
Profilaksis SSP biasa tidak diberika pada AML, walaupun
kekambuhan meningeal (meningeal relapse) memang terjadi pada
beberapa kasus, teristimewa pada anak-anak dan dewasa muda, dimana
metotreksat intratekal dapat digunakan sebagai profialiktik.
Pada sejumlah pasien lebih tua dengan varian AML penyakit
berjalan sub-akut atau menyala kecil. Pasien ini dapat mempunyai
cukup trombosit dan neutropil pada mulanya untuk mencegah
perdarahan atau infeksi yang mengancam jiwa tetapi mereka memberi
repon buruk terhadap terapi anti-leukaemia yang agresif. Transfusi
penunjang dan pemakaian khemoterapi ringansering merupakan bentuk
pengobatan terbaik pada kasus ini, selama bentuk blas kurang dari
50% populasi sumsum tulang. [2,3,20,21,22,23]2.9 PROGNOSISAdapun
beberapa factor prognosis secara umum :
Sebelum adanya pengobatan untuk leukemia, penderita akan
meninggal dalam waktu 4 bulan setelah penyakitnya
terdiagnosis.Lebih dari 90% penderita penyakitnya bisa dikendalikan
setelah menjalani kemoterapi awal.Banyak penderita yang mengalami
kekambuhan, tetapi 50% anak-anak tidak memperlihatkan tanda-tanda
leukemia dalam 5 tahun setelah pengobatan. Anak berusia 3-7 tahun
memiliki prognosis paling baik. Anak-anak atau dewasa yang jumlah
sel darah putih awalnya kurang dari 25.000 sel/mikroL darah
cenderung memiliki prognosis yang lebih baik daripada penderita
yang memiliki jumlah sel darah putih lebih banyak.[20]Pasien dapat
digolongkan ke dalam resiko biasa dan resiko tinggi :
[20,21,22,23]a. Jumlah leukosit awal, yaitu pada saat diagnostik
ditegakkan merupakan prognosis yang bermakna. Pasien dengan jumlah
leukosit > 50.000 untuk mempunyai prognosis yang buruk.b. Umur
pasien ,pasien dengan umur di bawah 18 bulan atau diatas 10 tahun
mempunyai prognosis lebih buruk, dibandingkan dengan pasien di
antara umur itu.c. Fenotype imunologis (imunofenotip) dari
limfoblas saat diagnosis juga mempunyai nilai diagnostik. d.
Perempuan lebih baik prognosisnya daripada anak laki-laki.BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada kasus tersebut mengarah ke penyakit leukemia pa yaitu LLA
yang merupakan kasus terbanyak ditemui pada kasus kanker darah pada
anak dan memiliki protokol pengobatan yang lama. Program pengobatan
dan perawatan jangka panjang memerlukan kekuatan dan keberlanjutan
berbagai sumber daya keluarga dan pendukungnya. Oleh karenanya,
perawatan lanjutan di rumah pada penderita leukemia anak perlu
memperhatikan aspek-aspek perawatan yang berorientasi pada
peningkatan kualitas hidup anak
B. Saran
Pada saat diskusi diharapkan mahasiswa dapat menjadi lebih aktif
berdiskusi dan mampu memberikan pendapat yang relevan serta
sistematisDAFTAR PUSTAKA
1. ( http://histofkgsp.blogspot.com/)
2. Hoffbrand, A.V. dan J.E. Pettit. 1996. Kapita Selekta
Haematologi. Edisi 2. Jakarta: EGC.3. Guyton, Arthur C dan John E.
Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.4. Foon,
Kenneth A dan Robert F T. Immunologic classification of leukemia
and lymphoma. Blood. 1986; 68(1):1-31. (ini sitasi gambar)5.
Efendi, Zukesti. Peranan Leukosit Sebagai Anti Inflamasi Alergik
Dalam Tubuh. Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. USU Digital Library, 2003.6. Mansjoer,Arif dkk.
Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Jakarta : FKUI,1999
7. Price,Silvya.A, Wilson. Lorainne.M. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit.Edisi 6. Jakarta : EGC,2005
8. Chandrasoma, Parakrama. Taylor, Clive. R. Patologi Anatomi.
Edisi 2.Jakarta:EGC 20059. Bakta, I Made, Prof. Dr. Hematologi
Klinik Ringkas. Jakarta: EGC, 2006.10. Sudoyo et al. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FK UI, 2007.11.
www.wikipedi.com/leukimia12. Aguayo, Bieker, Podar, Greaves,
Espositon, Felix, etc. Management of Surgical Injury and Critical
Gynecology. Ethical Digest. 2006; 26: 54-59.13. Kumar, Cotran,
Robbins. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta : EGC, 2007.14. Berg
SL, Steuber CP, Poplack DG. Clinical Manifestation of Acute
Lymphoblastic Leukemia. In Hoffman ed: Hematology: Basic Principles
and Practice 3rd ed. Churchill Livingstone Inc. 2000, pp
1070-76.15. Maurizio A, Marie F P B, Daniela S, Elena B, et al,
Chiara M. Osteonecrosis : an emerging complication of intensive
chemotherapy for childhood acute lymphoblastic leukemia.
Haematologica 2003; 88 : 747 75316. Resiko Vanesa C, Licia I,
Augusto D C, Sergio S, Guglielmo M, et al. Thrombotic complications
in childhood acute lymphoblastic leukemia : a meta-analysis of 17
prospective studies comprising 1752 pediatric petiens. Blood, 2006
; 108 :2216-222217. http://dentalresource.org/topics28.htm.
Complication1018. Weinstein, H.J., et al. 1980. Treatment of acute
myelogenous leukemia in children and adult: N Engl J Med 303:47319.
Miller DR. Baehner RL, Mc Millan CW, Miller LP. Blood Disease of
Infancy and Childhood. 5th ed. St. Louis : Mosby Co., 1997 : 61920.
http://www.medicinenet.com/21. Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alvi I,
Simadibrata K.M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta
: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006.22. Nelson. Ilmu
Kesehatan Anak Jilid 2. Jakarta: EGC, 1997.23.
http://www.Klikdokter.com/ Menuju Indonesia Sehat.24. Reksodiputro
AH, Nasution CA. Prinsip Penatalaksanaan Leukemia. CDK 1995; 101:
5-10.Hoemopoesis
Etiologi
Leukemia
Diagnosa banding:
Leukemia Limfoblas Akut
Leukemia Limfoblas Akut
Manifestasi Klinis
Patofiologi
Pemeriksaan
Fisik dan Penunjang
Terapi dan Penatalaksanaan
Non Farma
Farma
Faktor Predisposis
Faktor etiologi
Faktor pencetus
Mutasi somatik sel induk
Proliferasi neoplastik & differntiation arrest
Akumulasi sel muda dalam sumsum tulang
HIPERKATABOLIK
sel leukemia
GAGAL SUMSUM TULANG
Gout
Gagal ginjal
Keringat malam
Katabolisme meningkat
Kaheksia
Anemia perdarahan & infeksi
Inhibisi hemopoesis normal
INFILTRASI KE ORGAN
Tulang
Darah
RES
Tempat ekstra meduller lain
Nyeri tulang
Sindroma hiperviskositas
Limfadenopati
Hepatomegali
Seplenomegali
Meningitis, lesi kulit, Pembesaran testis.
Asam urat
9