BAB I
KASUSIDENTITAS PASIEN Nama pasien
: An. J Usia
: 11 bulan Jenis kelamin
: Laki-Laki Nama orangtua : Tn. H Alamat
: Sumur Batu Masuk Rumah Sakit : 10 Maret 2014 No kamar/bangsal
: 07ANAMNESIS/ALLOANAMNESISKeluhan Utama
Kejang 1 hari yang laluKeluhan Tambahan
Demam, Muntah, Batuk, Pilek,
Riwayat Penyakit Sekarang
Kejang 1 hari yang lalu. kejang 1x. kejang dari penduduk
Risiko selanjutnya pada turunan dengan satu anak penderita
Kejang demam 10 %
Risiko meningkat 5 % jika orangtua menderita kejang demam
Penurunan gen kejang demam yaitu dominan, resesive
Peranan fektor gen sehubungan dengan mutasi reseptor
GABA.Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan
pasti. Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan
kejang demam, yaitu:1. Demamnya sendiri
2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus)
terhadap otak
3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh
infeksi
4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan atau
yang tidak diketahui atau ensefalopati toksik sepintas
6. Gabungan semua faktor diatas
PATOFISIOLOGIMeskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak
diketahui, beberapa faktor fisiologis dianggap bertanggung jawab
atas berkembangnya suatu kejang.
Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
memetabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu
adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi
paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler.
Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan
dalam adalah lipid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan
normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya kosentrasi
K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ menjadi rendah
sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari
sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan petensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada
permukaan sel.Keseimbangan petensial membran ini dapat diubah oleh
adanya:
1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya.
3. Perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena
penyakit atau keturunan.Pada keadaan demam, kenaikan 1oC akan
mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan
oksigen akan meningkat sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel
neuron, dan dalam waktu yang singkat dapat terjadi difusi ion
kalium listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran tetangganya dengan
bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada
kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang
rendah, kejang sudah dapat terjadi pada suhu 38 oC, sedangkan pada
anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi
pada suhu 40 oC atau lebih.Pada kejang yang berlangsung lama
biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen
dan energi untuk kontraksi otot skelet sedangkan otot pernafasan
tidak efisien sehingga tidak sempat bernafas yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnea, hipoglikemia, laktat asidosis disebabkan
metabolisme anaerob, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh yang semakin meningkat oleh karena
meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme
otot meningkat.Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah
mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler
dan timbul oedem otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron.Dari
kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam
lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga di
dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita menjadi kejang.MANIFESTASI KLINISTerjadinya kejang pada
kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya
berkembang bila suhu tubuh mencapai 39 oC atau lebih (rectal).
Umumnya kejang berlangsung singkat, berupa serangan tonik klonik.
Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik
keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan,gerakan sentakan
berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau
kekakuan fokal.
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang
dari 8% yang berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang
berhenti sendiri setelah mendapat pertolongan pertama. Setelah
kejang berhenti anak tampak capek, mengantuk, tertidur pulas, dan
tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak atau disebut periode
mengantuk singkat pasca kejang, tetapi setelah beberapa detik atau
menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit
neurologis.
Kejang demam yang berlangsung lebih lama dari 15 menit sering
bersifat fokal atau unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh
parese Tood (lumpuh sementara pasca serangan kejang) yang
berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral
yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan
kejang yang berlangsung lama biasanya lebih sering terjadi pada
kejang demam yang pertama.
DIAGNOSISDiagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan kriteria
Livingston yang telah dimodifikasi, yang merupakan pedoman yang
dipakai oleh Sub Bagian Saraf Anak IKA FKUI-RSCM Jakarta,
yaitu:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan 6 tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari
15menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu
normal tidak menunjukkan kelainan
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4
kali
Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis
kejang demam, dengan adanya gejala kejang pada suhu badan yang
tinggi serta tidak didapatkan gejala neurologis lain dan anak
segera sadar setelah kejang berlalu. Tetapi perlu diingat bahwa
kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat pula tejadi pada
kelainan lain, misalnya pada radang selaput otak (meningitis) atau
radang otak (ensefalitis)
Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang
demam yang pertama dan dengan usia kurang dari 1 tahun.
Elektroensefalografi (EEG) ternyata kurang mempunyai nilai
prognostic, EEG tidak dapat digunakan untuk memperkirakan
kemungkinan terjadinya epilepsy atau kejang demam berulang
dikemudian hari. Saat ini pemeriksaaan EEG tidak dianjurkan untuk
pasien kejang demam sederhana. Pemeriksaan laboratorium tidak
dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi. Pasien
dengan keadaan diare, muntah dan gangguan keseimbangan cairan dapat
diduga terdapat gangguan metabolisme akut, sehingga pemeriksaan
elektrolit diperlukan. Pemeriksaan labratorium lain perlu dilakukan
untuk mencari penyebab timbulnya demam. Elektrolit : hiponatremi,
hipernatremi, hipokalemi Glucosa darah : hipoglikemi
Calsium : hipokalsemia
Urinalisis : untuk cari penyebab dari kejang demam, apakah
disebabkan oleh ISK ( leukositosis >5/LPB, proteinuri,eritrosit
>5/LPB).
Lumbal Pungsi : ini berfungsi untuk menyingkirkan diagnosis
meningitis.
sangat dianjurkan : usia < 12 bln
dianjurkan : 12 bln 18 bln
dipertimbangkan : diatas 18 bln
Pemeriksaan CT-scan atau MRI dapat diindikasikan pada keadaan
:
Ada riwayat dan tanda klinis trauma kepala
Adanya peningkanan tekanan intra kranial, seperti udema papil,
kesadaran menurun, muntah berulang.
Adanya kelainan neurologis. Paresis, spastik.LANGKAH
DIAGNOSTIK
ANAMNESIS Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama
kejang
Suhu sebelum dan saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval,
keadaan anak pasca kejang, penyebab demam di luar infeksi susunan
saraf pusat (gejala infeksi saluran nafas akut/ISPA, infeksi
saluran kemih/ISK, otitis media akut/OMA, dll)
Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam
keluarga
Singkirkan penyebab yang lain (misalnya diare/muntah yang
mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan
hipoksemia, atau asupan kurang yang dapat menyebabkan
hipoglikemia)
PEMERIKSAAN FISIK Kesadaran : apakah terdapat penurunan
kesadaran, suhu tubuh : apakah terdapat demam
Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, brudzinski I dan II,
kernique sign Pemeriksaan nervus kranial
Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun-ubun besar (UUB)
membonjol, papil edema
Tanda infeksi di luar SSP : ISPA, OMA, ISK, dll
Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, refleks fisiologis,
refleks patologis
DIAGNOSIS BANDING Epilepsi tidak murni yang disertai dengan
demam Meningitis
Ensefalitis Demam menggigilPENATALAKSANAANMenurut dr. Dwi P.
Widodo, neurolog anak RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, tindakan
awal yang mesti dilakukan adalah menempatkan anak pada posisi
miring dan hangat. Setelah air menguap, demam akan turun. Tidak
perlu memasukkan apa pun di antara gigi. Jangan memasukkan sendok
atau jari ke dalam mulut anak untuk mencegah lidahnya tergigit. Hal
ini tidak ada gunanya, justru berbahaya karena gigi dapat patah
atau jari luka. Miringkan posisi anak sehingga ia tidak tersedak
air liurnya. Jangan mencoba menahan gerakan anak. Turunkan demam
dengan membuka baju dan menyeka anak dengan air sedikit.
Ada 3 hal yang perlu dikerjakan pada penatalaksanaan kejang
demam yaitu:
1. Pengobatan fase akut
2. Mencari dan mengobati penyebab
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
Pengobatan fase akut
Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi
ludah atau muntahan dan diusahakan jalan nafas harus bebas agar
oksigenisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran,
tekanan darah, suhu, pernafasan, dan fungsi jantung. Suhu tubuh
yang tinggi diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian
antipiretik.
Kejang demam terjadi akibat adanya demam, maka tujuan utama
pengobatan adalah mencegah terjadinya peningkatan demam oleh karena
itu pemberian obat obatan antipiretik sanagt diperlukan. Obat obat
yang dapat digunakan sebagai antipiretik adalah asetaminofen 10 -
15 mg/kgBB/hari setiap 4 6 jam atau ibuprofen 5 10 mg/kgBB/hari
setiap 4 6 jam.
Diazepam adalah obat yang paling cepat menghentikan kejang. Efek
terapeutik diazepam sangat cepat, yaitu antara 30 detik sampai 5
menit dan efek toksik yang serius hampir tidak dijumpai apa bila
diberikan secara perlahan dan dosis tidak melebihi 50 mg
persuntikan. Diazepam dapat diberikan secara intravena dan
intrarectal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan
kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang
berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu
sebentar dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut.
Pemberian diazepam secara intravena pada anak yang kejang
seringkali menyulitkan, cara pemberian yang mudah, sederhana dan
efektif melalui rektum telah dibuktikan keampuhannya (Knudsen,
1979; Ismael dkk., 1981; Kaspari dkk., 1981). Pemberian dilakukan
pada anak/bayi dalam posisi miring/menungging dan dengan rektiol
yang ujungnya diolesi vaselin, dimasukkanlah pipa saluran keluar
rektiol ke rektum sedalam 3 - 5 cm. Kemudian rektiol dipijat hingga
kosong betul dan selanjutnya untuk beberapa menit lubang dubur
ditutup dengan cara merapatkan kedua muskulus gluteus. Dosis
diazepam intrarectal yg dapat digunakan adalah 5 mg (BB 10 kg).
Bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian,
bila tidak berhenti juga berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20
mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit. Setelah
pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan NaCl
fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi
vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan
fenobarbital yang langsung diberikan setelah kejang berhenti. Dosis
awal untuk bayi 1 bulan 1 tahun 50 mg dan 1 tahun keatas 75 mg
secara intramuscular. Lalu 4 jam kemudian diberikan fenobarbital
dosis rumatan. Untuk 2 hari pertama diberikan dosis 8-10
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya
dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum
membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik
peroral. Harus diperhatikan bahwa dosis total tidak boleh melebihi
200 mg/hari karena efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan
kesadaran, dan depresi pernafasan.
Mencari dan mengobati penyebabPemeriksaan cairan serebrospinal
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada
pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan
dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai
sebagai meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila
kejang demam berlangsung lama.Pengobatan profilaksis terhadap
berulangnya kejang demamPengobatan ini dibagi atas 2 bagian,
yaitu:
1. Profilaksis intermiten
Untuk mencegah terulangnya kejang kembali dikemudian hari,
penderita yang menderita kejang demam sederhana diberikan diazepam
secara oral untuk profilaksis intermiten dengan dosis 0,3-0,5
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat
juga diberikan secara intrarectal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB10kg)
setiap pasien menunjukan suhu lebih dari 38,5 oC.
Profilaksis intermiten ini sebaiknya diberikan sampai
kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedarhana sangat
kecil, yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.
2. Profilaksis jangka panjang
Profilaksis jangka panjang berguna untuk menjamin terdapatnya
dosis terapeutik yang stabil dan cukup didalam darah penderita
untuk mencegah terulangnya kejang demam berat yang dapat
menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjadinya
epilepsi dikemudian hari. Profilaksis terus-menerus setiap hari
dengan fenobarbital 4-5 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat
lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40
mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan
selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap
selama 1-2 bulan.Profilaksis terus-menerus dapat dipertimbangkan
bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2) yaitu:1.Sebelum kejang
demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan
(misalnya serebral palsi atau mikrosefal, retardasi
mental).2.Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau
diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap.3.Ada riwayat
kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung.4.Bila
kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau
terjadi kejang multipel dalam satu episode demam.Bila hanya
memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka
panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak
demam dengan diazepam oral atau rektal tiap 8 jam di samping
antipiretik.
Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri
setenang mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus
diperhatikan adalah sebagai berikut :
Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi
menyamping, bukan terlentang, untuk menghindari bahaya
tersedak.
Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti
sendok atau penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat
jalan napas.
Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.
Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan
penanganan khusus.
Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera
dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan
anak untuk dibawa ke fasilitas kesehatan jika kejang masih
berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang menyatakan bahwa
penanganan lebih baik dilakukan secepat mungkin tanpa menyatakan
batasan menit.
Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa
menemui dokter untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada
kekakuan leher, muntah-muntah yang berat, atau anak terus tampak
lemas.
Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan
dilakukan selain poin-poin di atas adalah sebagai berikut :
Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat
Pemberian oksigen melalui face mask Pemberian diazepam 0,5 mg/kg
berat badan per rektal (melalui anus) atau jika telah terpasang
selang infus 0,2 mg/kg per infus
Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk
meneliti kemungkinan hipoglikemia. Namun sumber lain hanya
menganjurkan pemeriksaan ini pada anak yang mengalami kejang cukup
lama atau keadaan pasca kejang (mengantuk, lemas) yang
berkelanjutan.KOMPLIKASIWalaupun kejang demam dapat menyebabkan
kekhawatiran dan mengambil perhatian yang besar dari orang tua,
sebagian besar kejang demam tidak menimbulkan efek yang menetap.
Kejang demam jika diterapi dengan tepat, tidak menyebabkan
kerusakan otak, retardasi mental, gangguan belajar, atau epilepsi
dikemudian hariApabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam
dapat berkembang menjadi:1. Kejang demam berulang dengan frekuensi
berkisar antara 25 % - 50 %.. Umumnya terjadi pada 6 bulan
pertama.2. Epilepsi
3. Kelainan motorik4. Gangguan mental dan belajar5. Kemungkinan
mengalami kematian sebesar 0,46% dan 0,74%.
Komplikasi paling sering dari kejang demam adalah kemungkinan
terjadinya kejang demam lagi. Kira-kira sepertiga anak yang pernah
kejang demam akan mengalami kejang lagi pada demam berikutnya.
Risiko kambuh lebih tinggi jika anak mengalami demam yang tidak
terlalu tinggi pada saat pertama kali mengalami kejang demam. Jika
waktu antara permulaan demam dan kejang pendek, atau jika ada
anggota keluarga yang memiliki riwayat kejang demam. Tetapi factor
yang paling berpengaruh adalah usia. Anak yang lebih muda saat
kejang demam pertama kali, kemungkinan besar akan mengalami kejang
demam lagi
PROGNOSISDengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis
kejang demam baik dan tidak perlu menyebabkan kematian. Dari
penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara
25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila
melihat pada umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga,
Lennox-Buchthal (1973) mendapatkan:
Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada
wanita 50% dan pria 33%. Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3
tahun dengan riwayat keluarga adanya kejang, terulangnya kejang
adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang 25%.Angka kejadian
epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara penelitian, misalnya
Lumbantobing (1975) pada penelitiannya mendapatkan 6%, sedangkan
Living-ston (1954) mendapatkan dari golongan kejang demam sederhana
hanya 2,9% yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi yang
diprovokasi oleh demam temyata 97% yang menjadi epilepsi.
Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita
kejang demam tergantung dari faktor:
1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.
2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak
menderita kejang demam.3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang
fokal.Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di
atas, maka dikemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa
demam sekitar 13%, dibanding bila hanya terdapat 1 atau tidak sama
sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam hanya
2% - 3% saja ("Consensus Statement on Febrile Seizures, 1981").
Pada penelitian yang dilakukan oleh The National Collaboratlve
Perinatal Project di Amerika Serikat , dalam hal mana 1.706 anak
pasca kejang demam diikuti perkembangannya sampai usia 7 tahun,
tidak didapatkankematian
sebagaiakibatkejangdemam.Anakdengankejangdemaminilalu bandingkan
dengan saudara kandungnya yang normal, terhadap tes IQ dengan
menggunakan WISC. Angka rata-rata untuk IQ total ialah 93 pada anak
yang pernah mendapat kejang demam. Skor ini tidak berbeda bermakna
dari saudara kandungnya (kontrol). Anak yang .sebelum terjadinya
kejang demam sudah abnormal atau dicurigai menunjukkan gejala yang
abnormal, rnempunyai skor yang lebih rendah daripada saudara
kandungnya. Hasil yang diperoleh the National Collaborative
Perinatal Project ini hampir serupa dengan yang didapatkan di
Inggris oleh The National Child Development-Study. Didapatkan bahwa
anak yang pernah mengaiami KD kinerjanya tidak berbeda dengan
populasi umum waktu di tes pada usia 7 dan 11 tahun.Pada penelitian
Ellenberg dan Nelson mendapatkan tidak ada perbedaan IQ waktu
diperiksa pada usia 7 tahun antara anak dengan KD dan kembarannya
yang tanpa kejang demam.1) Risiko berulangnya kejang demam
Kejang demam akan terjadi kembali pada sebagian kasus. Faktor
risiko berulangnya kejang demam adalah :
Riwayat kejang demam di keluarga
Usia saat kejang demam pertama < 14 bulan
Tingginya suhu tubuh saat kejang
Lamanya demam2) Risiko terjadinya epilepsy dikemudian hari
Gangguan perkembangan saraf
Kejang demam kompleks
Riwayat epilepsy dalam keluarga
Lamanya demam3) Risiko mengalami kecacatan
Kejadian kecacatan dan kematian sebagai komplikasi kejang demam
tidak pernah dilaporkan.DAFTAR PUSTAKA1. Tumbelaka,Alan R.,Trihono,
Partini P.,Kurniati,Nia.,Putro Widodo,Dwi. Penanganan Demam Pada
Anak Secara Profesional: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu
Kesehatan Anak XLVII.Cetakan pertama,FKUI-RSCM.Jakara,20052.
Lumbantobing,S.M:Kejang Demam.Balai Penerbit FKUI,Jakarta,2007
3. Asril Aminulah, Prof Bambang Madiyono. Hot Topic In Pediaeric
II : Kejang Pada Anak. Cetakan ke2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
2002.4.Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson.
Nelson Ilmu Kesehatan Anak : Kejang Demam. 18 edition. EGC, Jakarta
2007.5.Fleisher, Gary R, M.D., Stephen Ludwig, M.G. Text Book Of
Pediatric Emergency Medicine : Seizures. Williams & Wilkins
Baltimore. London
6.Mansjoer, Arif., Suprohaita, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek
Setyowulan. Kapita Selekta Kedokteran : Kejang Demam. Edisi ke 3
Jilid 2. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta 2000.7.Gary R. Fleisher, Stephen Ludwig.
Textbook of Pediatric Emergency Medicine 4th edition (January 15,
2000).Seizures. Lippincott, Williams & Wilkins,USA,2000
8. Pudjiadi, Antonius H, dkk, Pedoman Pelayan Medis, Ikatan
Dokter Anak Indonesia: Kejang Demam, jilid 1, hlm. 150-153, Ikatan
Dokter Anak Indonesia: Jakarta 20109. Kejang Demam,Guideline
http://www.sehatgroup.web.id/artikel/1089.asp?FNM=10899.
10.Acute Management of Infants and Children with Seizures.
December 2004
http://www.health.nsw.gov.au/fcsd/rmc/cib/circulars/2004/cir2004-66.pdf11.Prodigy
Guidance - Febrile convulsion. April 2005.
http://www.prodigy.nhs.uk/guidance.asp?gt=Febrile%20convulsion17