LAPORAN KASUS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA KEHAMILAN
RESIKO TINGGIDI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANGETAYU
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu SyaratUntuk Program Pendidikan
Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan MasyarakatFakultas Kedokteran
Universitas Islam Sultan Agung Semarang
..
Disusun oleh:Dhanita Cahya P.(01.210.6124)Fikri Arief H.
(01.210.6161)Isna P. Anna(01.204.4812)Lelly Kurnia F
(01.210.6207)Yoga Arfyan (01.210.6297)
KEPANITERAN ILMU KESEHATAN MASYARAKATPUSKESMAS BANGETAYU25 MEI
2015 13 JUNI 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN
AGUNGSEMARANG2015HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan
MasyarakatPuskesmas Bangetayu25 Mei 2015 13 Juni 2015Telah
Disahkan
Semarang, Juni 2015Mengetahui
Kepala Puskesmas Bangetayu Kepala Departemen IKM
dr. Suryanto Setyo Priyadi dr. Ophi Indria Desanti
BAB IPENDAHULUAN
0. Latar BelakangKehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi
sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40
minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid
terakhir. (Prawirohardjo, 2009, p. 89). Kehamilan sebagai keadaan
fisiologis dapat diikuti proses patologis yang mengancam keadaan
ibu dan janin. Tenaga kesehatan harus dapat mengenal perubahan yang
mungkin terjadi sehingga kelainan yang ada dapat dikenal lebih
dini. Misalnya perubahan yang terjadi adalah edema tungkai bawah
pada trimester terakhir dapat merupakan fisiologis. Namun bila
disertai edema ditubuh bagian atas seperti muka dan lengan terutama
bila diikuti peningkatan tekanan darah dicurigai adanya pre
eklamsi. Perdarahan pada trimester pertama dapat merupakan
fisiologis dengan adanya tanda Hartman yaitu akibat proses nidasi
blastosis ke endometrium yang menyebabkan permukaan perdarahan
berlangsung sebentar, sedikit dan tidak membahayakan kehamilan
tetapi dapat merupakan hal patologis yaitu abortus, kehamilan
ektopik atau mola hidatidosa (Mansjor, dkk, 2010, p. 254).
Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan
terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar terhadap ibu
maupun janin yang dikandungnya selama masa kehamilan, persalinan
dan nifas. Sampai saat ini kehamilan risiko tinggi masih menjadi
ancaman yang besar bagi upaya meningkatkan kesejahteraan ibu dan
janin dimana saja di seluruh dunia. Kehamilan Risiko Tinggi masih
menjadi masalah pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang obstetri
oleh karena dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas baik
maternal maupun perinatal yang masih tinggi.Hal ini menujukan
kurangnya pengetahuan ibu terhadap tanda bahaya kehamilan utamanya
yaitu penyakit ibu yang berpengaruh terhadap kehamilan, dimana
kematian ibu dapat dicegah apabila ibu memiliki pengetahuan yang
baik tentang tanda bahaya kehamilan dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Untuk itu deteksi dini tanda-tanda bahaya oleh ibu
hamil terhadap kehamilannya serta penanganan yang adekuat sedini
mungkin, merupakan kunci keberhasilan dalam penurunan angka
kematian ibu dan bayi yang dilahirkan (Depkes, 2009). Dengan
demikian, untuk menghadapi kehamilan risiko harus diambil sikap
proaktif, berencana dengan upaya promotif dan preventif sampai
dengan waktunya harus diambil sikap tegas dan cepat untuk dapat
menyelamatkan ibu dan bayinya (Manuaba, 2008, p. 44).Kasus
kehamilan risiko banyak ditemukan di masyarakat, tetapi tenaga
kesehatan tidak bisa menemukannya satu persatu, karena itu peran
serta tenaga kesehatan sangat dibutuhkan dalam mendeteksi ibu hamil
risiko. Salah satu upaya yaitu melalui promosi kesehatan dan
pencegahan risiko, seperti pemberian suplemen nutrisi, zat besi,
imunisasi tetanus toksoid dan pemberian konseling tentang tanda
bahaya kehamilan, dan keluarga berencana. Mendeteksi dan melakukan
penatalaksanaan penyakit hipertensi dan diabetes mellitus
(Muslihatun, 2009, p. 133). Pengetahuan tentang cara pemeliharaan
kesehatan dan hidup sehat meliputi jenis makanan bergizi, menjaga
kebersihan diri, serta pentingnya istirahat cukup sehingga dapat
mencegah timbulnya komplikasi dan tetap mempertahankan derajat
kesehatan yang sudah ada. Selain itu, ibu dapat meningkatkan
pengetahuan tentang tanda kehamilan risiko baik melalui tenaga
kesehatan terutama dokter, bidan, petugas Posyandu, media massa
(televisi, koran, dll), sehingga dapat mengenal risiko kehamilan
dan mengunjugi dokter atau bidan sedini mungkin untuk mendapatkan
asuhan antenatal (Maulana, 2009, p. 183).Kejadian kematian maternal
paling banyak adalah pada waktu nifas sebesar 50,57%, disusul
kemudian pada waktu hamil sebesar 25,04% dan pada waktu persalinan
sebesar 24,39%. Penyebab utama masih tingginya AKI di Indonesia
adalah perdarahan, eklampsia dan infeksi. Salah satu penyebab
terjadinya perdarahan adalah karena anemia yang terjadi pada masa
kehamilan (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2010). Menurut profil
kesehatan provinsi Jawa Tengah 2010, kematian ibu biasanya terjadi
karena tidak mempunyai akses ke pelayanan kesehatan ibu yang
berkualitas, terutama pelayanan kegawat daruratan tepat waktu yang
dilatar belakangi oleh terlambat mengenal tanda bahaya dan
mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan, serta
terlambat mendapat pelayanan di fasilitas kesehatan. Selain itu
faktor penyebab kematian maternal juga tidak terlepas dari kondisi
ibu itu sendiri dan merupakan salah satu dari kriteria 4 terlalu,
yaitu terlalu tua pada saat melahirkan (> 35 tahun), terlalu
muda pada saat melahirkan (< 20 tahun), terlalu banyak anak
(> 4 anak), terlalu rapat jarak kelahiran/paritas (< 2 tahun)
(Dinkes provinsi Jawa Tengah,2010). Hal tersebut dilatar belakangi
oleh rendahnya tingkat pendidikan, sosial ekonomi, kedudukan dan
peran perempuan, faktor lingkungan dan budaya serta faktor
transportasi (Pusat Komunikasi Publik. Sekertariat Jendral
Departement Kesehatan, 2010).Angka kematian ibu (AKI) merupakan
salah satu indikator status kesehatan masyarakat. Dewasa ini AKI di
Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.
Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKI
228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per 1.000 kelahiran hidup.
Penduduk Indonesia pada tahun 2007 adalah 225.642.000 jiwa dengan
CBR 19,1 maka terdapat 4.287.198 bayi lahir hidup. Dengan AKI
228/100.000 KH berarti ada 9.774 ibu meninggal per tahun atau 1 ibu
meninggal tiap jam oleh sebab yang berkaitan dengan kehamilan,
persalinan dan nifas (DepKes RI, 2009). Berdasarkan kesepakatan
global (Milenium Development Goals) pada tahun 2015 diharapkan
Angka Kematian Ibu menurun sebesar tiga perempatnya dalam kurun
waktu 1990-2015. Berdasarkan hal itu Indonesia mempunyai komitmen
untuk menurunkan Angka Kematian Ibu menjadi 102/100.000 KH, Angka
Kematian Bayi dari 68 menjadi 23/1.000 KH pada tahun 2015.Angka
kejadian kehamilan resiko tinggi di Puskesmas Bangetayu cukup
tinggi dan pada tahun 2015 ini cenderung meningkat setiap bulannya.
Pada bulan Januari 2015 terdapat 44 kasus, dimana kasus tertinggi
terjadi di Sembungharjo, sebanyak 14 kasus. Pada bulan Februari
2015 angka kejadiannya meningkat menjadi 74 kasus. Kudu merupakan
angka kasus tertinggi yaitu sebesar 17 kasus. Pada Maret 2015 angka
kejadian kehamilan resiko tinggi kembali meningkat yaitu 90 kasus.
Angka tertinggi terjadi di daerah Bangetayu Kulon sebesar 26 kasus.
Pada bulan April 2015 angka kejadian kehamilan resiko tinggi
menurun yaitu 52 kasus. Angka tertinggi terjadi di daerah Banget
ayu Wetan sebesar 17 kasus. Untuk daerah Penggaron Lor dan Karang
Roto sendiri kasus kehamilan resiko tinggi juga cenderung meningkat
sejak bulan Januari 2015 sampai Maret 2015 yaitu berturut-turut
Penggaron Lor 0, 5 dan 6 kasus dan Karang Roto 6, 9, 13 kasus.Dari
data PWS-KIA yang diperoleh di Puskesmas Bangetayu pada bulan Mei
tahun 2015 jumlah ibu hamil sebanyak 479 orang, yang mengalami
risiko sebanyak 118 orang yang terdiri dari 6 kelurahan meliputi
Kelurahan Bangetayu Kulon jumlah ibu hamil sebanyak 105 orang, yang
mengalami risiko sebanyak 18 orang dan tidak risiko sebanyak 87 ibu
hamil, Bangetayu Wetan jumlah ibu hamil 110 orang, yang mengalami
risiko sebanyak 34 dan tidak risiko sebanyak 76 ibu hamil,
Sembungharjo jumlah ibu hamil 99 orang, yang mengalami risiko
sebanyak 31 dan tidak risiko sebanyak 68 ibu hamil, Penggaron Lor
jumlah ibu hamil 45 orang, yang mengalami risiko sebanyak 11 dan
tidak risiko sebanyak 34 ibu hamil, Kudu jumlah ibu hamil 62 orang,
yang mengalami risiko sebanyak 17 dan tidak risiko sebanyak 45 ibu
hamil, dan Kelurahan Karangroto jumlah ibu hamil 58 orang, yang
mengalami risiko sebanyak 7 dan tidak risiko sebanyak 51 ibu hamil.
Pada laporan ini akan membahas tentang faktor yang mempengaruhi
terjadinya kehamilan resiko tinggi wilayah kerja Puskesmas
Bangetayu berdasarkan pendekatan H.L. Blum.
0.1. Rumusan MasalahApa saja faktor yang mempengaruhi terjadinya
kehamilan resiko tinggi di wilayah kerja Puskesmas Bangetayu?
0.2. Tujuan 0.2.1. Tujuan Umum : Memperoleh informasi tentang
faktor yang mempengaruhi terjadinya kehamilan resiko tinggi wilayah
kerja Puskesmas Bangetayuberdasarkan pendekatan H.L. Blum.0.2.2.
Tujuan khusus Mengetahui faktorperilaku yang mempengaruhi
terjadinya kehamilan resiko tinggi wilayah kerja Puskesmas
Bangetayu. Mengetahui faktor pelayanan kesehatan yang mempengaruhi
terjadinya kehamilan resiko tinggi wilayah kerja Puskesmas
Bangetayu. Mengetahui faktor lingkungan yang mempengaruhi
terjadinya kehamilan resiko tinggi wilayah kerja Puskesmas
Bangetayu. Mengetahui faktor genetik yang mempengaruhi terjadinya
kehamilan resiko tinggi wilayah kerja Puskesmas Bangetayu.
0.3. Manfaat0.3.1. Manfaat bagi Mahasiswa Menambah wawasan
tentang kehamilan resiko tinggi dalam deteksi dini dan tanda bahaya
dalam kehamilan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menjadi
rujukan untuk penelitian lebih lanjut.0.3.2. Manfaat bagi
Masyarakat Memberikan informasi bagi masyarakat terutama ibu hamil
untuk menambah pengetahuan tentang kehamilan resiko tinggi serta
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Memberikan masukan bagi tenaga
kesehatan untuk lebih memberdayakan masyarakat dalam upaya
kesehatan promotif dan preventif pada kehamilan resiko tinggi.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. KEHAMILAN RISIKO TINGGI2.1.1
DefinisiKehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan
terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar terhadap ibu
maupun janin yang dikandungnya selama kehamilan, persalinan ataupun
nifas bila dibandingkan dengan kehamilan, persalinan dan nifas
normal (Manuaba,2008).2.1.2 FrekuensiFrekuensi kehamilan risiko
tinggi yang dilaporkan oleh beberapa peneliti berbeda-beda,
tergantung dari cara penilaian faktor yang dimasukkan dalam
kehamilan risiko tinggi. Rochjati (1986) dari RS dr. Sutomo
Surabaya melaporkan frekuensi kehamilan risiko tinggi 30,8%. Daely
(1979) dari RS dr. Pirngadi Medan melaporkan frekuensi kehamilan
risiko tinggi 69,7% dengan kriteria tersendiri yaitu dari jumlah
kasus-kasus persalinan sebagai penyebut. Tingginya angka kehamilan
risiko tinggi di RS dr. Pirngadi Medan mungkin karena banyaknya
kasus patologi yang dirujuk setelah ditangani di luar dan setelah
terjadi komplikasi.
2.1.3 Menentukan Kehamilan Risiko TinggiCara penentuan KRT dapat
dengan memakai kriteria dan juga dikelompokkan berdasarkan skoring
atau nilai. Kriteria yang dikemukakan oleh peneliti-peneliti dari
berbagai institut berbeda, namun dengan tujuan yang sama mencoba
mengelompokkan kasus-kasus risiko tinggi. Rochyati, dkk
mengemukakan kriteria KRT adalah: primimuda, primitua, umur 35
tahun atau lebih, tinggi badan kurang dari 145 cm,grandemulti,
riwayat persalinan yang buruk, bekas seksio sesaria, pre-eklampsia,
hamil serotinperdarahan antepartum, kelainan letak, kelainan medis,
dan lain-lain. Daely (Medan) memakai kriteria kehamilan risiko
tinggi terbagi berdasarkan:a. Komplikasi Obstetrik : Umur (19 tahun
atau > 35 tahun) Paritas (primigravida atau para lebih dari 5)
Riwayat kehamilan yang lalu :- 2 kali abortus- 2 kali partus
prematur- Kematian janin dalam kandungan atau kematian perinatal-
Perdarahan paska persalinan- Pre-eklampsi dan eklampsi- Kehamilan
mola- Pernah ditolong secara obstetri operatif- Pernah operasi
ginekologik- Pernah inersia uteri Disproporsi sefalo pelvik,
perdarahan antepartum, pre-eklampsi dan eklampsi, kehamilan ganda,
hidramnion, kelainan letak pada hamil tua, dismaturitas, kehamilan
pada infertilitas, persalinan terakhir 5 tahun, inkompetensi
serviks, postmaturitas, hamil dengan tumor (mioma atau kista
ovarii), uji serologis lues positif.b. Komplikasi medis Anemia,
hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, obesitas, penyakit
saluran kencing, penyakit hati, penyakit paru dan penyakitpenyakit
lain dalam kehamilan.2.1.4 Faktor RisikoFaktor risiko merupakan
situasi dan kondisi serta keadaan umum ibu selama kehamilan,
persalinan dan nifas akan memberikan ancaman pada kesehatan dan
jiwa ibu maupun janin yang dikandungnya. Keadaan dan kondisi
tersebut bisa digolongkan sebagai faktor medis dan non medis.
Faktor non medis antara lain adalah kemiskinan, ketidak tahuan,
adat, tradisi, kepercayaan, dan lain-lain. Hal ini banyak terjadi
terutama pada Negara berkembang, yang berdasarkan penelitian
ternyata sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas. Dimasukkan
pula dalam faktor non medis adalah sosial ekonomi rendah,
kebersihan lingkungan, kesadaran memeriksakan kehamilan secara
teratur, fasilitas dan sarana kesehatan yang serba
kekurangan.Faktor medis antara lain adalah penyakit-penyakit ibu
dan janin, kelainan obstetri, gangguan plasenta, gangguan tali
pusat, komplikasi persalinan, penyakit neonatus dan kelainan
genetik. Menurut Backett faktor risiko itu bisa bersifat biologis,
genetika, lingkungan atau psikososial. Namun dalam kesehatan
reproduksi kita dapat membaginya secara lebih spesifik, yaitu:1.
Faktor demografi: umur, paritas dan tinggi badan2. Faktor medis
biologis: underlying disease, seperti penyakit jantung dan
malaria.3. Faktor riwayat obstetri: abortus habitualis, SC, dan
lain-lain.4. Faktor lingkungan: Polusi udara, kelangkaan air
bersih, penyakit endemis, dan lain-lain. Hal tersebut dapat
memyebabkan resiko pada ibu hamil ketika ada anggota keluarga atau
orang terdekat di sekitar rumah yang mengalami penyakit menular
yang di sebabkan oleh lingkungan yang buruk, seperti penyakit tb
paru.Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Penyebab
penyakit ini adalah bakteri kompleks Mycobacterium tuberculosis
(Masrin, 2008).Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di
udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi
kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan. Jadi
penularan TB tidak terjadi melalui perlengkapan makan, baju, dan
perlengkapan tidur. Setelah kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia
melalui pernafasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru
kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem
saluran limfe, saluran nafas. atau penyebaran langsung ke
bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita
ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya.
Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular
penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak
terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi
droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Secara
klinis, TB dapat terjadi melalui infeksi primer dan paska primer.
Infeksi primer terjadi saat seseorang terkena kuman TB untuk
pertama kalinya. Setelah terjadi infeksi melalui saluran
pernafasan, di dalam alveoli (gelembung paru) terjadi peradangan.
Hal ini disebabkan oleh kuman TB yang berkembang biak dengan cara
pembelahan diri di paru. Waktu terjadinya infeksi hingga
pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-5 minggu. Kelanjutan
infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan
respon daya tahan tubuh dapat menghentikan perkembangan kuman TB
dengan cara menyelubungi kuman dengan jaringan pengikat. Ada
beberapa kuman yang menetap secara "persisten" atau dormant",
sehingga daya tahan tubuh tidak dapat menghentikan perkembangbiakan
kuman, akibatnya yang bersangkutan akan menjadi penderita TB dalam
beberapa bulan. Pada infeksi primer ini biasanya menjadi abses
(terselubung) dan berlangsung tanpa gejala, hanya batuk dan nafas
berbunyi. Tetapi pada orang-orang dengan sistem imun lemah dapat
timbul radang paru hebat, ciri-cirinya batuk kronik dan bersifat
sangat menular. Masa inkubasi sekitar 6 bulan. Infeksi paska primer
terjadi setelah beberapa bulan atau tahun setelah infeksi primer.
Ciri khas TB paska primer adalah kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kavitas atau efusi pleura. Seseorang yang terinfeksi
kuman TB belum tentu sakit atau tidak menularkan kuman TB. Proses
selanjutnya ditentukan oleh berbagai faktor risiko.5. Faktor
sosioekonomi budaya : pendidikan, penghasilan. Seharusnya faktor
risiko dikenali oleh ibu hamil serta keluarga sehingga ibu-ibu
dengan kehamilan risiko tinggi mendapat pertolongan yang
semestinya.
2.2. PRE-EKLAMSI2.2.1. PengertianPre-eklampsia ialah penyakit
dengan tanda-tanda khas tekanan darah tinggi (hipertensi),
pembengkakan jaringan (edema), dan ditemukannya protein dalam urin
(proteinuria) yang timbul karena kehamilan (Hanifa, 2004) Penyakit
ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat
juga terjadi pada trimester kedua kehamilan. Sering tidak diketahui
atau diperhatikan oleh wanita hamil yang bersangkutan, sehingga
tanpa disadari dalam waktu singkat pre-eklampsia berat bahkan dapat
menjadi eklampsia yaitu dengan tambahan gejala kejang-kejang dan
atau koma(Manuaba,2008) Kejadian eklampsia di negara berkembang
berkisar antara 0,3% sampai 0,7%. Kedatangan penderita sebagian
besar dalam keadaan pre-eklampsia berat dan eklampsia.Menurut
Manuaba (2008) Perkataan eklampsia berasal dari Yunani yang berarti
halilintar karena gejala eklampsia datang dengan mendadak dan
menyebabkan suasana gawat dalam kebidanan. Dikemukakan beberapa
teori yang dapat menerangkan kejadian preeklampsia dan eklamsia
sehingga dapat menetapkan uapaya promotif dan preventif.2.2.2.
EpidemiologiDi negara-negara sedang berkembang, angka kematian ibu
jauh lebih tinggi. Di Afrika sub-Sahara, angka kematian ibu
rata-rata 600 per 100.000 kelahiran hidup; di Asia selatan, 500 per
100.000 per kelahiran; di Asia Tenggara dan Amerika Latin 300 per
100.000 kelahiran hidup. Beberapa neraga maju telah menerbitkan
hasil penyelidikan konfidensial atas kematian ibu setiap 3 tahun,
dengan menganalisa sebab-sebab kematian ibu dan dibuat saran-saran
untuk mencegah kematian yang terjadi, ini telah diterbitkan di
Inggris sejak 1952 dan di Australia sejak 1965. Pada tahun 1990,
diterbitkan sebuah laporan yang menganalisis semua kematian ibu
yang terjadi di Amerika Serikat yang terjadi antara tahun 1979 dan
1986. Studi dari ketiga laporan tersebut menunjukkan bahwa penyebab
kematian ibu sama pada ketiga negara tersebut (Derek,2001).Tabel
2.1. Trend Sekuler angka kematian ibu diAustralia dan United
Kingdom
Dalam grafik berikut dapat ditunjukan turunnya penyebab utama
kematian ibu di England dan Wales.
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah
masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar
25-50% kematian wanita subur usia disebabkan berkaitan dengan hal
kehamilan. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama
mortalitas wanita muda pada masa puncak produktifitasnya. Tahun
1996, WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu per tahunnya
meninggal saat hamil atau persalinan.(Crowther, 1985) Di Afrika
yang beriklim tropis ini dapat timbul dengan cepat, mlai dari tanda
fisik yang dini eklampsia berat dapat terjadi dalam 24 jam.
Sekolompok peneliti memperkirakan bahwa mulai dari timbulnya gejala
eklampsia sampai dengan kematian rata-rata memerlukan waktu hanya 2
hari.(Royston,2005)Menurut Dudley (2009) dari 271 ibu hamil dengan
eklampsia di Tertiary Level Teaching Institution South India
tercatat 70% pasien primigravida dan lebih dari 95% dari mereka
tidak melaksanakan antenatal care dan tidak menyadari bahaya
eklampsia Dari beberapa kepustakaan lain frekuensi penderita
preeclampsia berkisar 3% - 10 %, hasil penelitian Erwati dkk (1994)
di Padang didapatkan kejadian preeklampsia berat 4,32 % dan
eklampsia 0,89 % dengan jumlah kematian perinatal 1,08%.2.2.3.
Gejala-gejalaMenurut Manuaba (2008) Gejala subjektif yang dapat
timbul pada saat preeklamsi adalah sebagai berikut:1. Sakit kepala
yang keras karena vasospasmus atau oedema otak.2. Sakit di ulu hati
karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia atau edema, atau
sakit kerena perubahan pada lambung.3. Gangguan penglihatan:
Penglihatan menjadi kabur malahan kadang-kadang pasien buta.
Gangguan ini disebabkan vasospasmus, edema atau ablatio retinae.
Perubahan ini dapat dilihat dengan ophtalmoscop.4. Gangguan
pernafasan sampai sianosis5. Pada keadaan berat akan diikuti
gangguan kesadaranPre-eklampsia dibagi dalam golongan ringan dan
berat, tanda /gejala preeklampsia ringan adalah:1. Tekanan darah
sistol 140 mmHg atau kenaikan 30 mmHg dengan interval pemeriksaan 6
jam.2. Tekanan darah diastol 90 mmHg atau kenaikan 15 mmHg dengan
interval pemeriksaan 6 jam3. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih
dalam seminggu 4. Proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat
kualitatif plus 1 sampai 2 pada urin kateter atau urin aliran
pertengahan.Sedangkan penyakit preeklampsia digolongkan berat
apabila satu atau lebih tanda / gejala dibawah ini ditemukan:1.
Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastole
110 mmHg atau lebih2. Proteinuria 5 gram atau lebih dalam 24 jam,
3+ atau 4+ pada pemeriksaan semikuantitatif.3. Oliguria, air
kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam.4. Keluhan cerebral,
gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium.5. Edema
paru-paru atau sianosis.Disamping terdapat preeklampsia ringan dan
berat / eklampsia, dapat pula ditemukan hipertensi cronis yaitu
kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah yang menetap.
Kebanyakan wanita dengan hipertensi kronik ( Hipertensi esensial )
telah didiognose sebelum kehamilan; kebanyakan wanita didapat
menderita hipertensi pada kunjungan antenatal pertama. Bila tanpa
penyebab sekunder hipertensi (misalnya stenosis arteri renalis atau
feokromositoma), peninggian tekanan darah (> 140/90) yang
menetap dan terjadi sebelum kehamilan atau dideteksi sebelum
kehamilan minggu ke 20, diagnosis hipertensi esensial dapat
ditegakkan.Tanda klinik dan diagnosis:1. Hipertensi terjadi pada
awal kehamilan2. Fungsi ginjal normal atau hanya terdapat sedikit
albuminuria 3. Jika kehamilan kebelakang terdapat peningkatan
tekanan darah dan albuminuria secara bermakna, maka akan sulit
dibedakan dengan preeklampsia berat ( Superimposed preeklampsia ).
Hipertensi esensial menjadi penyulit pada 1-3 persen kehamilan, dan
lebih sering terdapat pada wanita di atas usia 35 tahun.
2.2.4. Etiologi dan Patofisiologi Sebab preeklampsia dan
eklampsia sampai sekarang belum diketahui. Telah banyak teori yang
mencoba menerangkan sebab musabab penyakit tersebut, akan tetapi
tidak ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang
diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut: (1) sebab
bertambahnya frekuensi pada primigrafiditas, kehamilan ganda,
hidramnion dan mola hidatidosa; (2) sebab bertambahnya frekuensi
dengan makin tuanya kehamilan; (3) sebab terjadinya perbaikan
keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus; (4) sebab
jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya;
dan (5) sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan
koma.(Hanifa,2004) Salah satu teori yang dikemukakan ialah bahwa
eklampsia disebabkan ischaemia rahim dan plascenta (ischemaemia
uteroplacentae). Selama kehamilan uterus memerlukan darah lebih
banyak. Pada molahidatidosa, hydramnion, kehamilan ganda,
multipara, pada akhir kehamilan, pada persalinan, juga pada
penyakit pembuluh darah ibu, diabetes , peredaran darah dalam
dinding rahim kurang, maka keluarlah zat-zat dari placenta atau
decidua yang menyebabkan vasospasmus dan hipertensi. Tetapi dengan
teori ini tidak dapat diterangakan semua hal yang berkaitan dengan
penyakit tersebut. Rupanya tidak hanya satu faktor yang menyebabkan
pre-eklampsia dan eklampsia.Hanifa(2004)Pada pemeriksaan darah
kehamilan normal terdapat peningkatan angiotensin, renin, dan
aldosteron, sebagai kompensasi sehingga peredaran darah dan
metabolisme dapat berlangsung. Pada pre-eklampsia dan eklampsia,
terjadi penurunan angiotensin, renin, dan aldosteron, tetapi
dijumpai edema, hipertensi, dan proteinuria. Berdasarkan teori
iskemia implantasi plasenta, bahan trofoblas akan diserap ke dalam
sirkulasi, yang dapat meningkatkan sensitivitas terhadap
angiotensin II, renin, dan aldosteron, spasme pembuluh darah
arteriol dan tertahannya garam dan air.(Manuaba,2008)
Teori iskemia daerah implantasi plasenta, didukung kenyataan
sebagai berikut:1. Pre-eklampsia dan eklampsia lebih banyak terjadi
pada primigravida, hamil ganda, dan mola hidatidosa.2. Kejadiannya
makin meningkat dengan makin tuanya umur kehamilan3. Gejala
penyakitnya berkurang bila terjadi kamatian janin.(Hanifa,
204)Dampak terhadap janin, pada pre-eklapsia / eklampsia terjadi
vasospasmus yang menyeluruh termasuk spasmus dari arteriol spiralis
deciduae dengan akibat menurunya aliran darah ke placenta. Dengan
demikian terjadi gangguan sirkulasi fetoplacentair yang berfungsi
baik sebagai nutritive maupun oksigenasi. Pada gangguan yang kronis
akan menyebabakan gangguan pertumbuhan janin didalam kandungan
disebabkan oleh mengurangnya pemberian karbohidrat, protein, dan
faktor-faktor pertumbuhan lainnya yang seharusnya diterima oleh
janin.(Sibai, 2009)2.2.6. Faktor PredisposisiWanita hamil cenderung
dan mudah mengalami pre-eklampsia mempunyai faktor-faktor
predisposing sebagai berikut:1. Nulipara2. Kehamilan ganda3. Usia
< 20 atau > 35 th4. Riwayat pre-eklampsia, eklampsia pada
kehamilan sebelumnya5. Riwayat dalam keluarga pernah menderita
pre-eklampsia6. penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes melitus
yang sudah ada sebelum kehamilan7. obesitas.2.2.7. Faktor Risiko
Yang Mungkin BerperanMelalui pendekatan safe motherhood terdapat
peran determinan yang dapat mempengaruhi terjadinya komplikasi
kehamilan seperti preeklampsia/eklampsia yang menjadi faktor utama
yang menyebabkan angka kematian ibu tinggi disamping perdarahan dan
infeksi persalinan. Determinan tersebut dapat dilihat melalui
determinan proksi/dekat ( proximate determinants ), determinan
antara ( intermediate determinants ), dan determinan kontekstual (
Contextual determinants ). a. Determinan proksi/dekat Wanita yang
hamil memiliki risiko untuk mengalami komplikasi preeklampsia
berat, sedangkan wanita yang tidak hamil tidak memiliki risiko
tersebut.b. Determinan intermediatYang berperan dalam determinan
intermediat antara lain:1). Status reproduksi.a) Faktor usiaUsia 20
30 tahun adalah periode paling aman untuk hamil / melahirkan, akan
tetapi di negara berkembang sekitar 10% - 20% bayi dilahirkan dari
ibu remaja yang sedikit lebih besar dari anakanak. Padahal daru
suatu penelitian ditemukan bahwa dua tahun setelah menstruasi yang
pertama, seorang wanita masih mungkin mencapai pertumbuhan panggul
antara 2 7 % dan tinggi badan 1 % (Moerman,2011) Dampak dari usia
yang kurang, dari hasil penelitian di Nigeria, wanita usia 15 tahun
mempunyai angka kematian ibu 7 kali lebih besar dari wanita berusia
20 24 tahun(Harrison,2002). Faktor usia berpengaruh terhadap
terjadinya preeklampsia/eklampsia. Usia wanita remaja pada
kehamilan pertama atau nulipara umur belasan tahun (usia muda
kurang dari 20 thn).b) ParitasDari kejadian delapan puluh persen
semua kasus hipertensi pada kehamilan, 3 8 persen pasien terutama
pada primigravida, pada kehamilan trimester kedua.(Manuaba,2008)
Catatan statistik menunjukkan dari seluruh incidence dunia, dari
5%-8% pre-eklampsia dari semua kehamilan, terdapat 12% lebih
dikarenakan oleh primigravidae.(Paulin,2008) Faktor yang
mempengaruhi pre-eklampsia frekuensi primigravida lebih tinggi bila
dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda.
Persalinan yang berulang-ulang akan mempunyai banyak risiko
terhadap kehamilan, telah terbukti bahwa persalinan kedua dan
ketiga adalah persalinan yang paling aman. Pada The New England
Journal of Medicine tercatat bahwa pada kehamilan pertama risiko
terjadi preeklampsia 3,9% , kehamilan kedua 1,7% , dan kehamilan
ketiga 1,8%.c) Kehamilan ganda Preeklampsia dan eklampsia 3 kali
lebih sering terjadi pada kehamilan ganda dari 105 kasus kembar dua
didapat 28,6% preeklampsia dan satu kematian ibu karena eklampsia.
Dari hasil pada kehamilan tunggal, dan sebagai faktor penyebabnya
ialah dislensia uterus. Dari penelitian Agung Supriandono dan
Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa 8 (4%) kasus preeklampsia berat
mempunyai jumlah janin lebih dari satu, sedangkan pada kelompok
kontrol, 2 (1,2%) kasus mempunyai jumlah janin lebih dari
satu.(Manuaba,2008)d) Faktor genetikaTerdapat bukti bahwa
pre-eklampsia merupakan penyakit yang diturunkan, penyakit ini
lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita
pre-eklampsia. Atau mempunyai riwayat preeklampsia/eklampsia dalam
keluarga.(Hanifa,2005) Faktor ras dan genetik merupakan unsur yang
penting karena mendukung insiden hipertensi kronis yang mendasari.
Kami menganalisa kehamilan pada 5.622 nulipara yang melahirkan di
Rumah Sakit Parkland dalam tahun 1986, dan 18% wanita kulit putih,
20% wanita Hispanik serta 22% wanita kulit hitam menderita
hipertensi yang memperberat kehamilan (Cuningham dan Leveno, 2007).
Insiden hipertensi dalam kehamilan untuk multipara adalah 6,2% pada
kulit putih, 6,6% pada Hispanik, dan 8,5% pada kulit hitam, yang
menunjukkan bahwa wanita kulit hitam lebih sering terkena penyakit
hipertensi yang mendasari. Separuh lebih dari multipara dengan
hipertensi juga mendrita proteinuria dan karena menderita
superimposed preeclampsia. Kecenderungan untuk
preekalmpsia-eklampsia akan diwariskan. Chesley dan Cooper (2012)
mempelajari saudara, anak, cucu dan menantu perempuan dari wanita
penderita eklampsia yang melahirkan di Margareth Hague Maternity
Hospital selam jangka waktu 49 tahun, yaitu dari tahun 2000 sampai
2003. Mereka menyimpulkan bahwa preeklampsia eklampsia bersifat
sangat diturunkan, dan bahwa model gen-tunggal dengan frekuensi
0,25 paling baik untuk menerangkan hasil pengamatan ini; namun
demikian, pewarisan multifaktorial juga dipandang mungkin .2).
Status kesehatana) Riwayat preeklampsiaHasil penelitian Agung
Supriandono dan Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa terdapat 83
(50,9%) kasus preeklapmsia mempunyai riwayat preeklapmsia,
sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 12 (7,3%) mempunyia
riwayat preeklampsia berat.b) Riwayat hipertensiSalah satu faktor
predisposing terjadinya pre-eklampsia atau eklampsia adalah adanya
riwayat hipertensi kronis, atau penyakit vaskuler hipertensi
sebelumnya, atau hipertensi esensial.(Manuaba,2008) Sebagian besar
kehamilan dengan hipertensi esensial berlangsung normal sampai
cukup bulan. Pada kira-kira sepertiga diantara para wanita
penderita tekanan darahnya tinggi setelah kehamilan 30 minggu tanpa
disertai gejala lain. Kira-kira 20% menunjukkan kenaikan yang lebih
mencolok dan dapat disertai satu gejala preeklampsia atau lebih,
seperti edema, proteinuria, nyeri kepala, nyeri epigastrium,
muntah, gangguan visus ( Supperimposed preeklampsia ), bahkan dapat
timbul eklampsia dan perdarahan otak.(Pauline,2005)d) Status
giziKegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah
juga menyebabkan kerja jantung lebih berat, oleh karena jumlah
darah yang berada dalam badan sekitar 15% dari berat badan, maka
makin gemuk seorang makin banyak pula jumlah darah yang terdapat di
dalam tubuh yang berarti makin berat pula fungsi pemompaan jantung.
Sehingga dapat menyumbangkan terjadinya preeklampsia. e) Stres /
Cemas Meskipun dibeberapa teori tidak pernah disinggung kaitannya
dengan kejadian preeklampsia, namun pada teori stres yang terjadi
dalam waktu panjang dapat mengakibatkan gangguan seperti tekanan
darah.(Boone,2004) Manifestasi fisiologi dari stres diantaranya
meningkatnya tekanan darah berhubungan dengan:- Kontriksi pembuluh
darah reservoar seperti kulit, ginjal dan organ lain- Sekresi urin
meningkat sebagai efek dari norepinefrin- Retensi air dan garam
meningkat akibat produksi mineralokortikoid sebagai akibat
meningkatnya volume darah- Curah jantung meningkat.(Keliar,2000)3).
Perilaku sehata) Pemeriksaan antenatalPreeklapmsia dan eklampsia
merupakan komplikasi kehamilan berkelanjutan, oleh karena itu
melalui antenatal care yang bertujuan untuk mencegah perkembangan
preeklampsia, atau setidaknya dapat mendeteksi diagnosa dini
sehingga dapat mengurangi kejadian kesakitan. Pada tingkat
permulaan preeklampsia tidak memberikan gejala-gejala yang dapat
dirasakan oleh pasien sendiri, maka diagnosa dini hanya dapat
dibuat dengan antepartum care. Jika calon ibu melakukan kunjungan
setiap minggu ke klinik prenatal selama 4-6 minggu terakhir
kehamilannya, ada kesempatan untuk melekukan tes proteinuri,
mengukur tekanan darah, dan memeriksa tanda-tanda udema. Setelah
diketahui diagnosa dini perlu segera dilakukan penanganan untuk
mencegah masuk kedalam eklampsia. Disamping faktor-faktor yang
sudah diakui, jelek tidaknya kondisi ditentukan juga oleh baik
tidaknya antenatal care. Dari 70% pasien primigrafida yang
menderita preeklampsia, 90% nya mereka tidak melaksanakan atenatal
care. c. Determinan kontekstuala) Tingkat pendidikanTeori
pendidikan mengatakan bahwa pendidikan adalah suatu kegiatan atau
usaha untuk meningkatkan kepribadian, sehingga proses perubahan
perilaku menuju kepada kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan
manusia.(Keliar,2000) Semakin banyak pendidikan yang didapat
seseorang, maka kedewasaannya semakin matang, mereka dengan mudah
untuk menerima dan memahami suatu informasi yang positif. Kaitannya
dengan masalah kesehatan, dari buku safe motherhood menyebutkan
bahwa wanita yang mempunyai pendidikan lebih tinggi cenderung lebih
menperhatikan kesehatan dirinya. Hasil penelitian Agung Supriandono
dan Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa 80 (Roystone,2006) kasus
preeklampsia berat mempunyai pendidikan kurang dari 12 tahun,
dibanding 72 (44,2%) kasus bukan preeklampsia berat berpendidikan
kurang dari 12 tahun.b) Faktor sosial ekonomi Hal ini sering
disampaikan bahwa kehidupan sosial ekonomi berhubungan dengan angka
kenaikan preeklampsia.32) Meskipun Chesley (1974) tidak sependapat,
beberapa ahli menyimpulkan bahwa wanita dengan keadaan sosial
ekonomi yang lebih baik akan lebih jarang menderita preeklampsia,
bahkan setelah faktor ras turut dipertimbangkan. Tanpa mempedulikan
hal tersebut, preeclampsia yang diderita oleh wanita dari kelarga
mampu tetap saja bisa menjadi berat dan membahayakan nyawa seperti
halnya eklampsia yang diderita wanita remaja di daerah kumuh.23)
Status sosial mempunyai risiko yang sama, tetapi kelompok
masyarakat yang miskin biasanya tidak mampu untuk membiayai
perawatan kesehatan sebagai mana mestinya. Bahkan orang miskin
tidak percaya dan tidak mau menggunakan fasilitas pelayanan medis
walupun tersedia. Mereka itulah yang mempunyai risiko untuk
mengalami eklampsia. Pasien yang miskin dengan pemeriksaan
antenatal yang kurang atau tidak sama sekali merupakan faktor
predisposisi terjadinya preeklampsia/eklampsia.
c) PekerjaanAktifitas pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi
kerja otot dan peredaran darah. Begitu juga bila terjadi pada
seorang ibu hamil, dimana peredaran darah dalam tubuh dapat terjadi
perubahan seiring dengan bertambahnya usia kehamilan akibat adanya
tekanan dari pembesaran rahim. Semakin bertambahnya usia kehamilan
akan berdampak pada konsekuensi kerja jantung yang semakin
bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan selama proses kehamilan.
Oleh karenanya pekerjaan tetap dilakukan, asalkan tidak terlalu
berat dan melelahkan seperti pegawai kantor, administrasi
perusahaan atau mengajar. Semuanya untuk kelancaran peredaran darah
dalam tubuh sehingga mempunyai harapan akan terhindar dari
preeklamsia.2.2.8. Pencegahan kejadian pre-eklampsia dan
eklampsia.Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi
kehamilan yang berkelanjutan dengan penyebab yang sama. Oleh karena
itu, pencegahan atau diagnosis dini dapat mengurangi kejadian dan
menurunkan angka kesakitan dan kematian. Untuk dapat menegakkan
diagnosis dini diperlukan pengawasan hamil yang teratur dengan
memperhatikan kenaikan berat badan, kenaikan tekanan darah, dan
pemeriksaan untuk menentukan proteinuria.Pemeriksaan antenatal yang
teratur dan teliti dapat menemukan tandatanda dini pre-eklampsia,
dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Karena
para wanita biasanya tidak mengemukakan keluhan dan jarang
memperhatikan tanda-tanda preeklampsia yang sudah terjadi, maka
deteksi dini keadaan ini memerlukan pengamatan yang cermat dengan
masamasa interval yang tepat.(Cuningham,1999) Kita perlu lebih
waspada akan timbulnya preeclampsia dengan adanya faktor-faktor
predisposisi seperti yang telah diuraikan diatas. Walaupun
timbulnya pre-eklampsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun
frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penerangan secukupnya
dan pelaksanaan pengawasan yang baik pada wanita hamil, antara
lain:a. Diet makanan.Makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat,
cukup vitamin, dan rendah lemak. Kurangi garam apabila berat badan
bertambah atau edema. Makanan berorientasi pada empat sehat lima
sempurna. Untuk meningkatkan protein dengan tambahan satu butir
telus setiap hari.b. Cukup istirahatIstirahat yang cukup pada hamil
semakin tua dalam arti bekerja seperlunya dan disesuaikan dengan
kemampuan. Lebih banyak duduk atau berbaring ke arah punggung janin
sehingga aliran darah menuju plasenta tidak mengalami gangguan.c.
Pengawasan antenatal ( hamil )Bila terjadi perubahan perasaan dan
gerak janin dalam rahim segera datang ke tempat pemeriksaan.
Keadaan yang memerlukan perhatian:1). Uji kemungkinan
pre-eklampsia:a) Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannyab)
Pemeriksaan tinggi fundus uteric) Pemeriksaan kenaikan berat badan
atau edemad) Pemeriksaan protein urine) Kalau mungkin dilakukan
pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi hati, gambaran darah umum, dan
pemeriksaan retina mata.2). Penilainan kondisi janin dalam rahim a)
Pemantauan tingi fundus uterib) Pemeriksaan janin: gerakan janin
dalam rahim, denyut jantung janin, pemantauan air ketubanc) Usulkan
untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi.
9. Penanganan pre-eklampsiaEklampsia merupakan komplikasi
obstetri kedua yang menyebabkan 20 30% kematian ibu. Komplikasi ini
sesungguhnya dapat dikenali dan dicegah sejak masa kehamilan
(preeklampsia). Preeklampsia yang tidak mendapatkan tindak lanjut
yang adekuat ( dirujuk ke dokter, pemantauan yang ketat, konseling
dan persalinan di rumah sakit ) dapat menyebabkan terjadinya
eklampsia pada trimester ketiga yang dapat berakhit dengan kematian
ibu dan janin.Penanganan pre-eklampsia bertujuan untuk menghindari
kelanjutan menjadi eklampsia dan pertolongan kebidanan dengan
melahirkan janin dalam keadaan optimal dan bentuk pertolongan
dengan trauma minimal.Pengobatan hanya dilakukan secara simtomatis
karena etiologi preeklampsia, dan faktor-faktor apa dalam kahamilan
yang menyebabkannya, belum diketahui. Tujuan utama penanganan ialah
(1) mencegah terjadinya pre-eklampsia berat dan eklampsia; (2)
melahirkan janin hidup; (3) melahirkan janin dengan trauma
sekecil-kecilnya. Pada dasarnya penanganan pre-eklampsia terdiri
atas pengobatan medik dan penanganan obtetrik.(Manuaba,2008)Pada
pre-eklampsia ringan ( tekanan darah 140/90 mmHg samoai 160/100
mmHg ) penanganan simtomatis dan berobat jalan masih mungkin
ditangani di puskesmas dan dibawah pengawasan dokter, dengan
tindakan yang diberikan:1. Menganjurkan ibu untuk istirahat ( bila
bekerja diharuskan cuti ), dan menjelaskan kemungkinan adanya
bahaya. )2. Sedativa ringan.a. Phenobarbital 3 x 30 mgb. Valium 3 x
10 mg3. Obat penunjanga. Vitamin B kompleksb. Vitamin C atau
vitamin Ec. Zat besi4. Nasehata. Garam dalam makan dukurangib.
Lebih banyak istirahat baring kearah punggung janinc. Segera datang
memeriksakan diri, bila terdapat gejala sakit kepala, mata kabur,
edema mendadak atau berat badan naik, pernafasan semakin sesak,
nyeri epigastrium, kesadaran makin berkurang, gerak janin
melemah-berkurang, pengeluaran urin berkurang.10)5. Jadwal
pemeriksaan hamil dipercepat dan diperketat. Petunjuk untuk segera
memasukkan penderita ke rumah sakit atau merujuk penderita perlu
memperhatikan hal berikut:a) Bila tekanan darah 140/90 mmHg atau
lebihb) Protein dalam urin 1 plus atau lebihc) Kenaikan berat badan
11/2 kg atau lebih dalam seminggud) Edema bertambah dengan
mendadake) Terdapat gejala dan keluhan subyektif.
BAB IIISTATUS PRESENT
0. Data PasienData diperoleh dari observasi langsung (home
visit), wawancara dengan pasien dan catatan medik selama pasien
berobat :Anamnesis1. Identitas Pasien1. Nama: Ny. SL1. Jenis
Kelamin: Perempuan1. Umur: 40 tahun1. Pekerjaan : Ibu Rumah
Tangga1. Agama: Islam1. Pendidikan Terakhir: SMP1. Alamat :
Bangetayu Wetan RT 05 RW 021. Nama Suami : Tn. HB1. Umur : 42
tahun1. Pekerjaan : Tidak bekerja1. Pendidikan : SMP
II. AnamnesaA. Keluhan :Pusing dan mata berkunang-kunangB.
Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke puskesmas bangetayu
dengan keluhan pusing dan mata berkunang-kunang. Saat ini pasien
tidak mengeluhkan adanya kencang-kencang, tidak keluar darah dari
jalan lahir, tidak ada lendir, tidak ada cairan ngepyok ataupun
rembes, gerakan janin aktif, dan riwayat jatuh disangkal, riwayat
dipijat, riwayat minum jamu disangkal oleh pasien. Sebelum hamil,
pasien mengatakan memiliki tekanan darah tinggi dan selama
kehamilan pasien merasa berat badannya bertambah, tetapi memasuki
usia kehamilan 9 bulan pasien mengeluhkan berat badannya bertambah
dengan cepat dan pasien merasakan kedua kakinya bertambah bengak,
dan kemudian bengkak pun juga terlihat pada kedua tangan pasien.
Pasien sudah mengkonsumsi obat darah tinggi. Karena keluhan semakin
memburuk sehingga pasien datang berobat ke Puskesmas Bangetayu.C.
Riwayat haid :Menarche : 13 tahunHPHT : 21 Agustus 2014Siklus haid:
28 hariHPL : 28Mei 2015Lama haid: 5-7 hariHamil : 39 minggu + 6
hariD. Riwayat pernikahan : menikah satu kali usia 20 tahun,
lamapernikahan20 tahunE. Riwayat obstetri : G5P4A0I. 19 tahun,
laki-laki, aterm, partus spontan, pantisiwi, 3300 gramII. 17 tahun,
laki-laki, aterm, partus spontan, bidan, 2700 gramIII. 10 tahun,
perempuan, aterm, partus spontan, bidan, 2800 gramIV. 2 tahun,
perempuan, aterm, partus spontan, RSUD Kota Semarang, 2800 gramV.
2015, Hamil saat ini F. Riwayat ANC: kontrol ke puskesmas 7 kali, 3
kali di RSG. Riwayat imunisasi: TT sebanyak 6 kali sebelum hamilH.
Riwayat KB: (-)I. Riwayat penyakit dahulu :- Diabetes Mellitus :
disangkal- Hipertensi: diakui- Asma: disangkal- Alergi : disangkal-
Penyakit Jantung: disangkal- Penyakit Paru: disangkal
J. Riwayat penyakit keluarga :- Diabetes Mellitus : disangkal-
Hipertensi: disangkal- Asma: disangkal- Alergi : disangkal-
Penyakit Jantung: disangkal- Penyakit Paru: diakui, suami TB MDRK.
Riwayat ginekologi: (-)
III. Pemeriksaan Fisik1. Status Generalis- Keadaan umum : Baik-
Kesadaran: Compos mentis- Keadaan gizi: Baik- Tanda-tanda vital:
Tekanan darah = 170/90 mmHg Nadi = 88 kali/menit Pernapasan = 20
kali/menit Suhu = 36,5C- Berat badan: 61 kgTinggi badan : 151
cm-BMI: 26.75 kg/m2 (Overweight)- Kepala: Normosefal, tidak teraba
benjolan- Mata: Konjungtiva anemis -/- Sklera ikterik -/-Katarak OD
+ Pupil bulat, isokor, reflex cahaya +/+- Telinga: Normotia, sekret
-/-, serumen -/-- Hidung: Bentuk normal, sekret -/-- Mulut: Bibir:
tidak sianosisUvula : di tengahFaring : tidak hiperemisLidah :
tidak kotor- Leher: Trakea di tengah Kelenjar tiroid tidak
membesarPembesaran KGB jugularis superior- Aksila: Kelenjar getah
bening tidak membesar- Payudara: - Simetris kanan dan kiri,
areolmammae tidak retraksi Tampak hiperpigmentasi pada
areolamammae- Tidak teraba massa, tanda radang (-),nyeritekan (-)-
Thoraks:Inspeksi : Bentuk simetris saat statis dan dinamis,
tidaktampakretraksi sela igaPalpasi: Stem fremitus kanan/kiri sama
kuatPerkusi : Sonor pada kedua lapang paruAuskultasi : Suara napas
vesikuler, Ronkhi -/-,Wheezing -/-- Abdomen :Inspeksi : Membuncit
dengan arah memanjangPalpasi: Perut terasa supel, nyeri tekan
(-)Auskultasi : Bising usus (+), normalHati sulit dinilaiLimpa
sulit dinilaiKemaluan: Tampak normal, tanda radang (-),edema
(-)
Ekstremitas: Edema ++Akral dingin - -++- -Refleks: Fisiologis +
+Patologis - - + + --2. Status ObstetriPemeriksaan Luar- Inspeksi:
Perut membuncit sesuai umur kehamilan, striae gravidarum
(-)-Palpasi: Leopold I : TFU 30 cm teraba 1 bagian besar,bulat,
lunak. kesan : bokongLeopold II : Teraba 1 tahanan
memanjangdisebelah kiri, bagian kecil janin disebelah kananLeopold
III : Teraba 1 bagian besar, bulat, kerasLeopold IV: Bagian
terendah belum masuk PAP* Kesan : Janin I hidup intrauterine, belum
masukPAP, TFU : 30 cmHis : (-)TBJ: 2790 gramDJJ: 12-11-12-
Pemeriksaan panggul luar: tidak dilakukan- Vaginal toucher :Vulva:
Dalam batas normalPembukaan: Tidak adaEfficement: 0%Kulit ketuban:
intakPOD: Belum dapat dinilaiHodge: Belum masuk PAP
IV. Pemeriksaan Penunjang* Hematologi- Golongan darah : B-
Hemoglobin: 11,3 g/dL- Hematokrit: 34,50%- Jumlah leukosit:10 uL-
Jumlah trombosit:395 x 103 uL
* Imunologi- HbsAg: negatif* Urin- Protein: 1 +
L. Resume: Telah diperiksa seorang wanita G5P4A0 usia 40 tahun,
hamil 39 minggu datang ke puskesmas bangetayu dengan keluhan pusing
dan mata berkunang-kunang. Saat ini pasien tidak mengeluhkan adanya
kencang-kencang, tidak keluar darah dari jalan lahir, tidak ada
lendir, tidak ada cairan ngepyok ataupun rembes, gerakan janin
aktif, dan riwayat jatuh disangkal, riwayat dipijat, riwayat minum
jamu disangkal oleh pasien. Sebelum hamil, pasien mengatakan
memiliki tekanan darah tinggi dan selama kehamilan pasien merasa
berat badannya bertambah, tetapi memasuki usia kehamilan 9 bulan
pasien mengeluhkan berat badannya bertambah dengan cepat dan pasien
merasakan kedua kakinya bertambah bengak, dan kemudian bengkak pun
juga terlihat pada kedua tangan pasien. Pasien sudah mengkonsumsi
obat darah tinggi. Karena keluhan semakin memburuk sehingga pasien
datang berobat ke Puskesmas Bangetayu. Dari pemeriksaan yang
dilakukan didapatkan pada tanda-tanda vital didapatkan tekanan
darah 170/90 mmHg, dari pemeriksaan status gizi didapatkan BMI
:26.75kg/m2, pemeriksaan fisik pada ektremitas didapatkan oedema
pada ektremitas atas dan bawah. Pada status obstetri didapatkan
perut membuncit, TFU = 30 cm, janin I hidup intrauterine, letak
kepala, belum masuk Pintu Atas Panggul, punggung kiri dengan DJJ
=12-11-12, tidak terdapat his, pada pemeriksaan vaginal toucher
didapatkan belum terdapat pembukaan, efficement 0%, kulit ketuban
intak, POD belum dapat dinilai, Hodge kepala bayi belum masuk PAP,
pemeriksaan penunjang urin protein 1 +.
V. Diagnosa KerjaG5P4A0 Umur 40 tahun Hamil 39 minggu + 6
hariJanin I Hidup IntrauterineLetak membujur, presentasi kepala,
belum masuk Pintu AtasPanggul, Punggung kiriBelum
InpartuMultigravidaHipertensi kronis dengan superimposed
preeklampsiaVI. TherapiPo/ Nifedipine 10 mg 1x1 Kalk 2x1 Vit. C
1x1Sulfas Feros 1x1
VII. Edukasi Menjelaskan kepada keluarga tentang kondisi ibu dan
janinnya Menjaga pola makan dan kontrol teratur selama masa nifas
Minum obat anti hipertensi secara teratur
VIII. PrognosisAd vitam: dubia Ad functionam: ad malamAd
sanationam: ad bonam
BAB IVANALISA DAN PEMBAHASAN4.1. AnalisaFaktor-faktor di
lapangan yang mendukung pasien mengalami kehamilan dengan resiko
tinggi sesuai dengan tinjauan pustaka. Terdapat beberapa faktor
resiko yangg menjadikan pasien mengalami kehamilan resiko tinggi
pada kasus ini:1. PerilakuData tentang pasien diperoleh dari
anamnesa dan kunjungan kerumah pasien. Perilaku pasien sangat erat
hubungannya dengan terjadinya resiko tinggi ibu hamil pada kasus
ini. Perilaku tersebut adalah: Diketahui bahwa pasien mengalami
kehamilan yang ke-5 dan pada saat hamil yang ke-5 pasien berusia 40
tahun, sedangkan wanita berusia > 35 tahun berisiko lebih tinggi
mengalami penyulit obstetrik serta morbiditas dan mortalitas
perinatal. Bagi wanita berumur yang mengidap penyakit kronik atau
kondisi fisik yang kurang,risiko ini sangat mungkin terjadi. Begitu
juga dengan paritas, semakin banyak paritas risiko terjadinya
kehamilan resiko tinggi lebih tinggi (Manuaba, 2010) Pendidikan
pasien yang masih tergolong menduduki pendidikan menengah pertama
saat itu (SMP), menjadi faktor resiko yang berperan pada kasus ini,
karena pasien tidak mematuhi saran petugas medis terkait kehamilan
resiko tinggi untuk control secara rutin selama masa nifas
(Hammoudeh et al., 2009). Pola makan yang tidak teratur selama masa
nifas akan mempengaruhi gizi pasien. Kekurangan gizi yang
disebabkan oleh kurangnya asupan makanan bergizi tidak terlepas
dari kebiasaan makan yang membentuk pola makan yang ada di
masyarakat. Kekurangan gizi yang diderita oleh ibu hamil resiko
tinggi dapat menimbulkan komplikasi. Resiko dan komplikasi meliputi
anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal
dan mudah terkena penyakit infeksi (Lubis, 2013).2. Lingkungan
Lingkungan individuPasien tinggal di rumah berukuran 10x6 meter
yang berlokasi di perkampungan padat penduduk. Rumah pasien
merupakan bangunan semi permanen yang beralaskan semen dan tanah
yang lembab, beratap asbes, berdinding batu bata dan pencahayaan
yang kurang baik. Pasien tinggal di rumah tersebut bersama ke 5
orang anaknya dan suami yang mengalami penyakit TB MDR. Masyarakat
Tata rumah dan lingkungan yang kurang baik dan masyarakat sudah
terbiasa dengan keadaan tersebut.3. Pelayanan kesehatanPuskesmas
cukup aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan segera
melakukan rujukan untuk pasien tersebut. Jarak antara rumah dengan
tempat rujukan juga dapat dijangkau pasien dan keluarganya, sehinga
penyakit tersebut dapat ditanggulangi. 4. GenetikPasien tidak
memiliki riwayat genetik hipertensi pada keluarga.
PERILAKUPasien hamil ke 5 kali pada usia 40 tahunPasien tidak
mematuhi nasihat petugas medis terkait kehamilan resiko tinggi
seperti kontrol teraturPola makan yang tidak teratur selama masa
nifasKEHAMILAN RESIKO TINGGIGENETIK (-)LINGKUNGANPasien tinggal di
permukiman padat penduduk dengan ukuran rumah 10x6 meter dihuni 7
orangpencahayaan yang kurang baiklantai rumah lembabSuami pasien
menderita Tb MDRPELAYANAN KESEHATAN(-)HL-BLUM
1. 2.
Daftar Penyebab Masalah1. Pasien tinggal di permukiman padat
penduduk dengan ukuran rumah 10x6 meter dihuni 7 orang 2.
pencahayaan yang kurang baik3. lantai rumah lembab4. Suami pasien
menderita Tb MDR5. Pasien hamil ke 5 kali pada usia 40 tahun6.
Pasien tidak mematuhi nasihat petugas medis terkait kehamilan
resiko tinggi seperti kontrol teratur7. Pola makan yang tidak
teratur selama masa nifas
Prioritas Penyebab MasalahPenyebab masalah yang teridentifikasi
selanjutnya dilakukan prioritas penyebab masalahnya dengan
menggunakan Hanlon Kualitatif dengan 3 kelompok kriteria: 1.
Kelompok kriteria U : Mendesak (Urgency)Pertimbangan ini dari aspek
waktu, masih dapat ditunda atau harus segera ditanggulangi. Semakin
pendek tenggang waktunya, semakin mendesak untuk ditanggulangi.2.
Kelompok Kriteria S : Kegawatan (Seriousness)Besarnya akibat atau
kerugian yang dinyatakan dalam besaran kuantitatif berapa rupiah,
orang dll.3. Kelompok Kriteria G : Perkembangan
(Growth)Kecenderungan atau perkembangan akibat dari permasalahan.
Semakin berkembang masalah, semakin diprioritaskan.
Table 4.1 Kriteria UrgencyNO1234567TH
1------0
2++-+-3
3-+-+2
4+--1
5--0
6+1
70
TV0112244
TH0321010
Total0433254
Table 4.2 Kriteria SeriousnessNO1234567TH
1---+--1
2+-+-+3
3---+1
4+++3
5-+1
6+1
70
TV0113141
TH1313110
Total1426251
Table 4.3 Kriteria growthNO1234567TH
1-+-+++4
2+-+++4
3-+++3
4+++3
5--0
6-0
70
TV0103012
TH4433000
Total4536012
Table 4.4 Urutan Prioritas Penyebab MasalahPenyebab
masalahUSGTotalPrioritas
10145VI
244513II
33238IV
436615I
52204VII
655111III
74127V
Daftar Prioritas Penyebab MasalahDari hasil analisa masalah
diatas berdasarkan waktu, biaya, dan SDM maka kami menentukan
beberapa masalah yang ada pada pasien:1. pencahayaan yang kurang
baik2. Pasien tidak mematuhi nasihat petugas medis terkait
kehamilan resiko tinggi seperti kontrol teratur3. lantai rumah
lembabPlan of
ActionKegiatanTujuanSasaranMetodeWaktuBiayaPelaksanaIndikator
Keberhasilan
Penyuluhan mengenai kehamilan resiko tinggi& edukasi
menyarankan MOWMeningkatkan pengetahuan keluarga mengenai kehamilan
resiko tinggi dan cara mengatasinyaSeluruh anggota keluarga
pasienEdukasi&Diskusi 3 Juni 2015-Dokter Muda FK
UnissulaAnggota keluarga mengetahui dengan jelas mengenai kehamilan
resiko tinggi, akibat, penatalaksanaannya
Melakukan tindakan pemasangan kramikpada rumah pasienTingkat
kelembaban pada rumah pasien berkurangSeluruh angggota keluarga
pasienPemasangan kramik9 Juli 2015Rp.Dokter Muda FK Unissula dan
puskesmas banget ayuKramik terpasang
Pemasangan fiber beningMemberikan pencahayaan yang cukup ke
dalam rumahSeluruh anggota keluargaPemasangan langsung9 juli
2015Rp. Dokter Muda FK UnissulaFiber bening terpasang
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN5.1 Kesimpulan1. Pasien memiliki
faktor resiko yang mendukung untuk terjadinya kehamilan beriko
tinggi baik dari aspek prilaku maupun lingkungan berdasarkan teori
HL Blum.2. Pasientinggal dengan penderita Tb MDR yang dapat
memperparah kehamilan resiko tingginya, dan memiliki resiko yang
tinggi tertular TB MDR3. Penyuluhan tentang kehamilan yang beresiko
dan edukasi untuk di MOW dapat menyadarkan bahaya dari kehamilan
resiko tinggipada pasien.4. Dengan meningkatkan kebersihan
lingkungan rumah, dan perilaku hidup bersih dan sehat pada
seseorang dapat membantumencegah tertularnya penyakit TB MDR bagi
keluarga pasien dan tetangga di lingkungan sekitar rumah.
5.2 Saran Kepada Keluarga1. Menjaga pola makan dan asupan gizi
ibu selama masa nifas agar tidak terjadi eklamsi pada masa nifas.2.
Kontrol tekanan darah dan minum obat secara teratur 3. Memasang
fiber glass untuk meningkatkan pencahayaan rumah 4. Sering membuka
pintu rumah di pagi hari5. Penderita Tb (suami) selalu di ingatkan
untuk selalu menggunakan masker, sebagain pencegahan tertularnya TB
MDR.
BAB VIPENUTUPDemikianlah laporan dan pembahasan mengenai hasil
peninjauan kasus Kehamilan Resiko Tinggi pada pasien di Puskesmas
Bangetayu. Kami menyadari bahwa kegiatan ini sangat penting dan
bermanfaat bagi para calon dokter, khususnya yang kelak akan terjun
di masyarakat sebagai Health Provider, Decision Maker, dan
Communicator sebagai wujud peran serta dalam pembangunan
kesehatan.Akhir kata kami berharap laporan ini bermanfaat sebagai
bahan masukan dalam usaha peningkatan derajat kesehatan masyarakat
di wilayah kerja Puskesmas Bangetayu.
DAFTAR PUSTAKA
Boone J.L, Stress and hypertention, Primary care 4;3, 2004:
623-649Crowther C ; Eclampsi at Harare Maternity Hospital; An
Epidemiological Study. Sout Art Med J 1985;68: 927-929Cunningham,
Mac Donald, Gant; William Obstetri; Alih bahasa: Joko Suyono, Andry
Hartono; Ed. 18; 1999Daely M, 1999, Standar pelayanan kebidanan
propinsi sumatra utaraDepartemen Kesehatan RI., 2009, Pedoman
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA).
Dirjen Binkesmas. Jakarta.Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1464/Menkes/SK/VII/2010. Jakarta : Depkes RI.Derek LJ, 2001,
Dasar-dasar Obstetric an Ginekologi, Ed.6, JakartaDinas Kesehatan
Kabupaten Semarang. 2011. Profil Kesehatan Kabupaten Semarang
2012Dinas Kesehatan Provinsi Jawa tengah. 2011. Profil kesehatan
Provinsi Jawa Tengah. 2012.Dinkes Propinsi Jawa Tengah., 2010,
Panduan Pelaksanaan Strategi Making Pregnancy Safer and Child
Survival. Dinkes. Jateng.Dudley L; Maternal Mortality a Associated
With Hipertensive Disorders of Pregnancy in Africa, Asia, Latin
America and Carambean. Br Obstetri Gynaecol. 2005: 347-553Hammoudeh
W., Mataria A., Wick L. & Giacaman R. (2009) In Search of
Health: Quality of Life Among Postpartum Palestinian Women. Expert
Rev. Pharmacoeconomics Outcomes Res., 9(2): 123-132.Hanifa W,
Saifudin AB, Rochimhadli T, 2004, Ilmu Kebidanan Ed.2, Bina
Pustaka, JakartaHarrison, K.A. Child bearing, Health and social
prioritirs. A survey of 22,774 consecutive birth in Zaria, Northen,
Nigeria. British Journal of Obstetries and Gynecology, 2002.Kelliat
Budianna; Penatalaksanaan stress. Editor Yasmin Asih. Jakarta;
EGC,2000Kepmenkes RI. 2012. Angka Kematian Bayi di Indonesia.
JakartaLubis, Z. (2013). Status Gizi Ibu Hamil Serta Pengaruhnya
terhadap Bayi yang Dilahirkan. Retrieved September 17,
2013.Mansjoer, A., dkk., (2010) ,Kapita Selekta Kedokteran Edisi
Ketiga Jilid Pertama. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 254.Manuaba,
IBG., 2008.Pengantar Kuliah Obstetri.Jakarta: EGC, 44.Masrin, 2008.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/114/jtptunimus-gdl-noorainnyg-5672-2-10.bab-i.pdf,
diakses tanggal 3 maret 2014Maulana, Heri, d.j. 2009, Promosi
Kesehatan, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 183.Moerman,
M.L. Growth of the birth canal in adolescent girls, Amirican
Journal of obstetric and gynecology, 143-182Muslihatun. 2009.
Dokumentasi Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya. 133.Pauline Mc.Call
Sellers; Midwifery, A tekbook and reference Book for Midwifery in
Southern Africa, Volume II Complication in Childbirth,
2008Prawirohardjo,S., 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono, 89.Rochjati P, soedirjo, mawardi PS, 1986, Pola
kasus kehamilan resiko tinggi di RSUD Surabaya, MOGIRoyston Erica (
Division of family health World Health Organization) Geneva,
Switzerland & Sw Armstrong ( Freelance Journalis London,
England), 2005SDKI. 2007. Survey Dinas Kesehatan. IndonesiaSibai
BM; Mc. Cubbin JH; Anderson. G.D : Eclampsia observation from 67
recent cases. Obstetrics and gynecology. Vol. 58. No 5. 2009
63