Laporan Kasus HIPOTIROID SUBKLINIS Diajukan sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Anak BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin, BandaAceh Disusun oleh: RIFAN EKA PUTRA NASUTION 1407101030095 Pembimbing: dr. Rusdi Andid, Sp. A
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Laporan Kasus
HIPOTIROID SUBKLINIS
Diajukan sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Anak
BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin, BandaAceh
Disusun oleh:
RIFAN EKA PUTRA NASUTION1407101030095
Pembimbing:
dr. Rusdi Andid, Sp. A
BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BLUD RSUD Dr. ZAINOEL ABIDINBANDA ACEH
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas limpahan
berkah dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus
yang berjudul “Hipotiroid Subklinis”. Shalawat berangkaikan salam kepada
Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa perubahan besar dalam
kehidupan manusia dari zaman yang penuh dengan kebodohan menuju zaman
yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Laporan Kasus ini ditulis untuk melengkapi tugas-tugas penulis dalam
menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian / SMF Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Unsyiah Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin,
Banda Aceh.
Dalam penulisan dan penyusunan Laporan Kasus ini penulis telah
banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari dr. Rusdi Andid, Sp.A selaku
pembimbing penulisan Laporan Kasus ini. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan penghargaan, rasa hormat dan ucapan terima dr. Rusdi Andid,
Sp.A karena telah membantu penulis menyelesaikan Laporan Kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya Laporan Kasus ini masih sangat banyak
kekurangan maka untuk itu penulis harapkan kepada semua pihak agar dapat
memberikan kritik dan saran agar Laporan Kasus ini dapat menjadi lebih baik di
kemudian hari.
Penulis juga berharap penyusunan Laporan Kasus ini dapat bermanfaat
bagi penulis sendiri dan juga bagi para pembaca. Dengan disusunnya Laporan
Kasus ini diharapkan dapat menjadi bahan belajar untuk pengembangan ilmu,
serta menjadi inspirasi untuk menciptakan karya yang lebih baik lagi ke depannya.
Semoga Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih memberkati dan
melimpahkan rahmat serta karunianya kepada kita semua.
Banda Aceh, Maret 2016
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.........................................................................................................iiiBAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1BAB II LAPORAN KASUS..................................................................................3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................................193.1 Fisiologi dan Patofisiologi pada Hormon Tiroid.....................................193.2 Definisi Hipotiroid Subklinis..................................................................283.3 Epidemiologi...........................................................................................283.4 Etiologi....................................................................................................293.5 Manifestasi Klinis....................................................................................303.6 Diagnosis.................................................................................................313.7 Perjalanan Penyakit (Natural History)....................................................323.8 Tatalaksana..............................................................................................33
BAB IVANALISA KASUS..................................................................................36BAB V KESIMPULAN.......................................................................................39KESIMPULAN.....................................................................................................39DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................40
BAB IPENDAHULUAN
Manajemen fetus, neonatus dan bayi dengan gangguan fungsi tiroid telah
memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan. Manfaat ini terjadi karena
perkembangan kedokteran sejak tahun 1970 memungkinkan pengukuran hormon
dalam waktu singkat dari berbagai cairan biologis. Khususnya, skrining biokimia
untuk hipotiroid kongenital pada neonatus yang saat ini rutin dilakukan. Skrining
tersebut menurunkan jumlah kejadian hendaya intelektual hingga 8 sampai 28%
lebih rendah dari pada era tanpa skrining hipotiroid.1
Hipotiroid subklinis (HS) didefinisikan sebagai suatu kondisi kadar
konsentrasi serum thyroid-stimulating hormone (TSH) lebih tinggi dari nilai
normal sedangkan kadar konsentrasi serum tiroksin bebas (FT4) dalam batas
normal.1, 2 Kadar hormon TSH bervariasi sepanjang waktu pada populasi sehat
maka pemeriksaan hormon TSH dan FT4 harus diulang setiap 3 sampai 4 bulan.2
Jika pada pemeriksaan ulang ditemukan kadar konsentrasi serum TSH meningkat
sedangkan kadar FT4 normal maka diagnosis HS dapat ditegakkan.2
Diagnosis HS pada umumnya dibuat berdasarkan pemeriksaan biokimia
meskipun tanpa gejala klinis yang jelas. Angka kejadian HS pada anak-anak lebih
rendah dari 2% pada populasi di seluruh dunia. Sekitar 60% dari seluruh kejadian
HS hanya mengalami peningkatan TSH lalu kemudian kembali normal. Hanya
3% dari seluruh kejadian HS yang mengalami progresivitas menjadi hipotiroid
yang jelas dengan kadar TSH > 10 mIU/L.3
Risiko progresivitas yang lebih tinggi dimiliki oleh anak-anak dengan
peningkatan antibodi anti tiroid dan derajat hipoekogenitas yang lebih tinggi pada
pemeriksaan USG tiroid. Peningkatan prevalensi dari HS juga dijelaskan pada
anak dengan obesitas, sindrom Down, diabetes mellitus tipe 1 dan pada anak
perempuan dengan sindrom Turner.3 Bayi yang lahir prematur juga merupakan
faktor risiko terjadinya hipotiroid primer.4
Pada neonatus, hipotiroid kongenital terjadi pada 1 dalam 3.000 sampai
3.500 kelahiran hidup. Jika tidak diobati kondisi ini dapat menyebabkan retardasi
mental yang berat dan irreversibel. Kesulitan untuk mengenali kondisi hipotiroid
2
pada neonatus disebabkan oleh sukarnya untuk mengenali gejala dan tanda
hipotiroid.5 Sebagian besar neonatus (60-70%) akan memiliki kadar TSH yang
tinggi pada skrining awal. Sekitar 30% dari semua neonatus yang memiliki kadar
TSH tinggi pada skrining awal akan terdiagnosa sebagai hipotiroid pada
pemeriksaan berikutnya (baik kadar TSH tinggi dan kadar FT4 normal atau
rendah).6
Definisi HS adalah murni secara biokimia.5 Penentuan batas atas kadar
TSH normal pada kelompok usia yang berbeda merupakan tantangan tersendiri.7
Selain itu, tantangan lainnya dalam manajemen HS adalah tidak adanya konsensus
tentang berapa kadar konsentrasi TSH dimana pengobatan harus dipertimbangkan.
Dalam sebagian besar publikasi, kadar serum TSH lebih 4,2 mUI/L digunakan
sebagai titik acuan untuk memulai terapi pada HS. Pemberian terapi L-tiroksin
juga masih menjadi kontroversi. Skrining untuk gangguan tiroid telah menjadi
lebih umum dalam beberapa tahun terakhir, sehingga diagnosis yang mengarah
pada HS lebih sering, terutama pada subjek dengan usia yang lebih muda.8
Pada laporan kasus ini, penulis melaporkan satu kasus HS pada bayi yang
lahir prematur dengan berfokus pada tinjauan manifestasi klinis, hasil
laboratorium, dan terapi.
BAB IILAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : Najwa Putri Morgana
No. CM : 1-07-91-23
Tanggal Lahir : 07 Desember 2015
Usia Kronologis : 0 tahun 1 bulan 27 hari
Usia Koreksi : 0 tahun 0 bulan 27 hari
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Desa Perdamaian, Kota Kuala Simpang,
Aceh Tamiang
Tanggal Masuk RS : 29 Januari 2016
Tanggal Pemeriksaan : 2 sampai 4 Februari 2016
Tanggal Pulang : 4 Februari 2016
2.2 Identitas Keluarga
Nama ayah : Morgan Morgana
Umur : 28 tahun
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Desa Perdamaian, Kota Kuala Simpang, Aceh Tamiang
Nama ibu : Miftahul Jannah
Umur : 21 tahun
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Desa Perdamaian, Kota Kuala Simpang, Aceh Tamiang
4
2.3 Anamnesis
Keluhan utama : badan dan anggota gerak kaku
Keluhan tambahan : Demam, batuk, terdengar bunyi saat bernapas,
malas minum
Riwayat penyakit sekarang
Pasien rujukan dari rumah sakit umum daerah kabupaten Aceh Tamiang
dengan diagnosis sangkaan hipotiroid + penyakit metabolik + bronkopneumonia +
xerosis. Ibu pasien mengeluhkan bahwa pada awalnya pasien tampak kaku baik
pada badan dan anggota gerak yang terjadi sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit. Pada hari pertama kaku ibu pasien beranggapan bahwa kaku tersebut
disebabkan oleh pertambahan berat badan pada pasien. Akan tetapi pada hari
kedua kaku menjadi semakin berat sehingga orang tua pasien membawa pasien ke
rumah sakit. Kaku juga menyebabkan persendian sulit digerakkan. Pasien
mengalami demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam terus
menerus akan tetapi tidak tahu berapa suhu tertinggi pada saat pasien demam.
Tidak ada waktu tertentu munculnya demam seperti demam pada sore atau malam
hari. Ibu pasien tidak ada memberikan obat demam saat pasien di rumah. Pasien
juga mengalami batuk sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Batuk tidak
berdahak dengan frekuensi batuk sekitar 10 kali setiap kali batuk. Ibu pasien
mendengar bunyi setiap kali pasien bernapas setelah batuk. Ibu pasien juga
melihat tampak ada cekungan di dada pasien setiap kali menarik napas. Semenjak
badan dan anggota gerak pasien kaku, pasien menjadi malas minum ASI dan tidak
mau disusui. Pasien juga tampak lebih sering mengantuk. Selain itu, kulit pasien
juga tampak kering. Tidak ada keluhan terkait dengan pembengkakan dan nyeri
sendi. Tidak ada perubahan warna kulit menjadi lebih kuning serta tidak ada
keluhan sering tersedak. Pasien buang air besar setiap tiga hari sekali. Tidak ada
gangguan buang air kecil pada pasien.
Riwayat penyakit dahulu
Prenatal
5
Selama hamil ibu melakukan ANC teratur pada bidan di Puskesmas
kurang lebih sebanyak 6 kali selama kehamilan. Hari pertama haid terakhir ibu
adalah 28 Maret 2015, taksiran tanggal persalinan adalah 5 Januari 2016. Selama
kehamilan tidak ada gangguan dan penyakit yang dialami ibu. Ibu tidak memiliki
riwayat kelainan tiroid dan kelainan metabolik lainnya.
Natal
Pasien merupakan anak pertama, lahir prematur pada usia kehamilan 36
minggu secara sectio caesaria atas indikasi ketuban pecah dini dengan berat badan
lahir 1580 gram. Pasien tidak segera menangis, badan dan ekstremitas tampak
kebiruan.
Postnatal
Setelah pasien lahir dan sempat dirawat di NICU beberapa hari setelah
kelahiran atas indikasi berat badan lahir rendah dan bayi prematur dan sangkaan
infeksi intrauterin. Pasien tidak pernah mengalami sakit yang mengharuskan
pasien dirawat di rumah sakit.
Riwayat pemakaian obat
Sebelum dirujuk ke RSUDZA pasien sudah dirawat selama satu hari satu
malam di rumah sakit umum daerah Aceh Tamiang. Selama perawatan pasien
mendapatkan pengobatan sebagai berikut:
o IVFD N5 8 tetes/menit (mikro)
o Injeksi Meropenem 100 mg/12 jam
o Cetirizine dihydrochloride (Lerzin) 2x2,5 mg
o Hidrokortison zalf
o ASI ad libitum
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat gangguan hormon tiroid dan
penyakit metabolik lainnya. Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat penyakit
alergi, autoimun dan keganasan.
6
Riwayat imunisasi
Pasien diimunisasi sebanyak dua kali yaitu Hb-0 dan DPT
Riwayat pemberian makanan
0 - sekarang : ASI dan susu formula
2.4 Pemeriksaan fisik
Status Present
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Denyut nadi : 141 x/i
Frekuensi Napas : 29 x/i
Suhu tubuh (aksila) : 36,50C
Data Antropometri
Berat badan : 2700 gram
Panjang badan : 49 cm
LK : 38 cm
LILA : 9 cm
BMI : 11,2 kg/m2
BBI : 5 kg
Status gizi :
Berdasarkan Fenton Preterm Growth Chart (F 2013)
BB/U : < - 3SD • -----
TB/U : < - 2SD • -----
LK/U: 0 SD (normocephali) • -----Kesimpulan: Kecil Masa Kehamilan
7
Kebutuhan cairan : 100 x BB = 100 x 2,7kg = 270 cc/hari
Kebutuhan kalori : (90-120) x 2,7 kg = 234-324 kkal/hari
Kebutuhan protein : (2,0-3,5) x 2,7 = 5,4-9 gr/hari
Status General
Kepala : Normocephali, ubun-ubun besar terbuka datar, wajah dismorfik
Rambut : hitam sukar dicabut
8
Mata : jarak mata lebar, konj. palp. inf pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
mata cekung (-/-), pupil isokor (+), RCL (+/+), RTCL (+/+)
Telinga : Normotia, tidak tampak deformitas
Hidung : tidak tampak deformitas, NCH (-), sekret (-)
Mulut : Mukosa lembab (+), mulut kecil, lidah tampak normal
Leher : Pembesaran KGB (-), tidak ada pembesaran tiroid.
Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) Untuk Anak 3 Bulan1. Pada waktu bayi telentang, apakah masing-
masing lengan dan tungkai bergerak dengan mudah? Jawab TIDAK bila salah satu atau kedua tungkai atau lengan bayi bergerak tak terarah/tak terkendali.
Gerak Kasar Ya Tidak
2. Pada waktu bayi telentang apakah ia melihat dan menatap wajah anda?
Sosialisai & Kemandirian
Ya Tidak
3. Apakah bayi dapat mengeluarkan suara-suara lain (ngoceh), disamping menangis?
Bicara dan Bahasa
Ya Tidak
4. Pada waktu bayi telentang, apakah ia dapat mengikuti gerakan anda dengan menggerakkan kepalanya dari kanan/kiri ke tengah?
Gerak halus Ya Tidak
5. Pada waktu bayi telentang, apakah. ia dapat mengikuti gerakan anda dengan menggerakkan kepalanya dari satu sisi hampir sampai pada sisi yang lain?
Gerak halus Ya Tidak
6. Pada waktu anda mengajak bayi berbicara dan tersenyum,apakah ia tersenyum kembali kepada anda?
Sosialisasi & Kemandirian
Ya Tidak
7. Pada waktu bayi telungkup di alas yang datar, apakah ia dapat mengangkat kepalanya seperti pada gambar ini?
Gerak Kasar Ya Tidak
10
8. Pada waktu bayi telungkup di alas yang datar,
apakah ia dapat mengangkat kepalanya sehingga membentuk sudut 45° seperti pada gambar ?
Gerak Kasar Ya Tidak
9. Pada waktu bayi telungkup di alas yang datar, apakah ia dapat mengangkat kepalanya dengan tegak seperti pada gambar?
Gerak Kasar Ya Tidak
10. Apakah bayi suka tertawa keras walau tidak digelitik atau diraba-raba?
Bicara & bahasa
Ya Tidak
Jumlah (kemungkinan ada penyimpangan) 5 5
11
DDST II (Denver Development Screening Test II)
Ket :
: Miss
12
Pemeriksaan DDST II (Denver Development Screening Test)
Motorik kasar : setara dengan usia 1 bulan
Bahasa : setara dengan usia 1 bulan
Motorik halus : setara dengan usia 0 bulan
Personal sosial : setara dengan usia 1 bulan
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Jenis
Pemeriksaan
29/01/2016 01/02/2016 04/03/
2016
Nilai normal
Hemoglobin
(g/dl)
10,6 - 8,8 12.7–18.3
Hematokrit
(%)
31 - 26 37.4–55.9
Eritrosit
(106/mm3)
3,6 - 3,1 3.4–5.4
Leukosit
(103/mm3)
9,6 - 6,7 8.0–14.3
Trombosit
(103 U/L)
625 - 76 295–615
Hitung jenis
(%)
2/0/0/18/70/9 - 6/0/0/
22/65/
8
CT/BT
(menit)
7/3 - - 2–9 menit
Free T4 - 13,27 - 10–26
TSHs - 10,69 - 0.46–8.10
Prokalsitonin - 0,16 - < 0.15
Na/K/Cl 139/6,1/108 - - 133–146/4.5–7.2/96–111
Ur/Cr 8/0,20 - - 0.2–1.0
SGOT/SGPT 35/12 - - 13-45/9-80
Protein total - - - 4.6–7.0
13
Albumin 4,20 - 3.4–4.2
Globulin - - -
Pemeriksaan RadiologisFoto Thoraks
Kesimpulan: Cor dan pulmo dalam batas normal
USG Abdomen
14
Kesimpulan: USG ginjal dalam batas normalUSG Hepar, gallbladder, lien dalam batas normalUSG pankreas, aorta dan paraorta dalam batas normalUSG Vesica urinaria dalam batas normal
Echokardiografi
Kesimpulan:Tiny PDA, PFO, TRMVt2
15
2.6 Diagnosis
1. Hipotiroid Subklinis
2.7 Penatalaksanaan
Medikamentosa:
IVFD 4:1 6 tetes/menit (mikro)
Inj. Ceftriaxone 125 mg/12 jam IV
Levotiroksin 1x10 mg (Pagi)
Domperidon syr 3x1cc
Enystin 3x0,3 ml
Tranfusi FFP 25 cc/hari
ASI ad Libitum
2.8 Planning
Stimulasi Perkembangan
Cek ulang TSH dan FT4 2 minggu kemudian
Cek USG Tiroid
Cek antibodi antithyroglobulin (TG-Abs) dan antibodi antithyroperoxidase
(TPO-Abs)
2.9 Prognosis
Quo et vitam : dubia et bonam
Quo et functionam : dubia et bonam
Quo et sanactionam : dubia et bonam
16
2.10 Follow Up Pasien
Tanggal Vital sign Pemeriksaan fisik dan penunjang Terapi
02/02/2016 Kes : GCS 15
HR : 140x/i
RR: 28x/i
T: 37,40C
BB: 2,7 kg
TB: 48 cm
KU: Mencret
Pf/
Kepala : normocephali (+)
Mata: konj. palp. inf pucat (-/-), sklera
ikterik (-/-)
Telinga: dalam batas normal
Hidung: NCH (-), sekret (-)
Mulut: mukosa bibir lembab (+), sianosis
(-)
Leher: pembesaran KGB (-)
Thoraks : simetris, vesikuler (+/+), rhonki
(-/-), wheezing (-/-), stridor (-/-), retraksi
(-)
Jantung: BJ I > BJ II, reguler, bising (-)
Abdomen: simetris, meteorismus (+),
soepel, distensi (+),timpani (+), peristaltik
(-)
Genitalia: perempuan
Anus: tidak ada kelainan
Ekstremitas: edema pada kaki (-/-), pucat
(-/-), Sklerema (+)
Ass/
1. Hipotiroid Subklinis
Th/
IVFD 4:1 6
tetes/menit
(mikro)
Inj. Ceftriaxone
125 mg/12 jam
IV
Levotiroksin
1x10 mg (Pagi)
Domperidon syr
3x1cc
Enystin 3x0,3
ml
Tranfusi FFP 25
cc/hari (H3)
ASI ad libitum
Planing
Cek TSH,
FT4 ulang
17
Tanggal Vital sign Pemeriksaan fisik dan penunjang Terapi
kaki (non-pitting), kehilangan suara, serak, bradikardi. Gejala-gejala
tersebut ditemukan pada pasien yang penulis laporkan pada awal
presentasi.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar konsentrasi
serum TSH sebesar 10,69 mIU/L yang menunjukkan suatu kadar
konsentrasi serum TSH di atas rentang normal, sedangkan kadar
konsentrasi serum FT4 masih dalam batas rentang normal (13,27 mIU/L).
Hasil laboratorium ini mengkonfirmasi diagnosis hipotiroid subklinis pada
pasien.
Diagnosis hipotiroid subklinis bisa ditegakkan hanya dengan
pemeriksaan biokimia. Sebagian besar pasien dengan diagnosis hipotiroid
37
subklinis ditemukan pada saat pemeriksaan skrining untuk hipertiroid. Hal
ini terjadi karena sebagian besar pasien tidak menunjukkan gejala dan
tanda hipertiroid. Pada pasien dengan pemeriksaan laboratorium
ditemukan kadar TSH meningkat sedangkan kadar FT4 normal tanpa
disertai dengan gejala klinis, maka diperlukan pemeriksaan TSH dan FT4
ulangan tiga sampai empat bulan setelah pemeriksaan pertama dilakukan.
Pada pasien yang menunjukkan gejala hipotiroid maka pemeriksaan
diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis dan pemeriksaan ulangan
hanya dilakukan ketika pasien mendapatkan terapi pengganti tiroid.2 Pada
neonatus, hipotiroid kongenital terjadi pada 1 dalam 3.000 sampai 3.500
kelahiran hidup. Jika tidak diobati kondisi ini dapat menyebabkan retardasi
mental yang berat dan irreversibel. Kesulitan untuk mengenali kondisi
hipotiroid pada neonatus disebabkan oleh sukarnya untuk mengenali gejala
dan tanda hipotiroid.5 Sebagian besar neonatus (60-70%) akan memiliki
kadar TSH yang tinggi pada skrining awal. Sekitar 30% dari semua
neonatus yang memiliki kadar TSH tinggi pada skrining awal akan
terdiagnosa sebagai hipotiroid pada pemeriksaan berikutnya (baik kadar
TSH tinggi dan kadar FT4 normal atau rendah).6
Skrining untuk hipotiroid pada umumnya dilakukan pada neonatus
untuk mendapatkan profil hormon tiroid dari pasien. Akan tetapi, pada
pasien tidak dilakukan pemeriksaan skrining hipotiroid meskipun pasien
memiliki riwayat di NICU rumah sakit atas indikasi bayi prematur dan
berat badan lahir rendah.
Risiko untuk terjadinya hipotiroid pada pasien ini meningkat.
Pasien berjenis kelamin perempuan dan lahir prematur. Beberapa literatur
menyatakan bahwa risiko progresivitas yang lebih tinggi dimiliki oleh
anak-anak dengan peningkatan antibodi anti tiroid dan derajat
hipoekogenitas yang lebih tinggi pada pemeriksaan USG tiroid.
Peningkatan prevalensi dari HS juga dijelaskan pada anak dengan obesitas,
sindrom Down, diabetes mellitus tipe 1 dan pada anak perempuan dengan
sindrom Turner.3 Bayi yang lahir prematur juga merupakan faktor risiko
terjadinya hipotiroid primer.4
38
Pasien mendapatkan terapi Levotiroksin 10 mg 1 kali sehari untuk
hipotiroid subklinisnya. Saat ini manajemen pada pasien dengan hipotiroid
subklinis dihadapkan pada dua sisi. Dalam keputusan untuk mengobati
atau tidak kondisi HS pada anak-anak, dokter harus mempertimbangkan di
satu sisi risiko berkembang menjadi hipotiroid dan di sisi lain konsekuensi
sistemik karena hipertirotropinemia yang tidak diobati.8
Selain itu, masih terdapat perdebatan kapan dan perlukah terapi
pengganti tiroid diberikan pada pasien dengan hipotiroid subklinis.
Menurut literatur yang tersedia, pada anak-anak dengan pengobatan L-T4
harus ditunjukkan ketika kadar TSH > 10 mIU/L atau ketika TSH 4,5-10,0
mIU/L jika dengan adanya tanda-tanda atau gejala klinis dari fungsi tiroid
terganggu, goiter, atau kondisi komorbid yang terjadi bersama seperti
sindrom (Down, Turner, dan lain-lain) atau penyakit autoimun (diabetes
mellitus, penyakit seliak, dan lain-lain), mungkin predisposisi untuk
perkembangan menuju hipotiroid. Pemberian levotiroksin pada pasien ini
dilakukan karena telah terdapat gejala hipotiroid dan kadar TSH > 10
mIU/L.
Pemberian terapi lainnya seperti antibiotik, tranfusi plasma beku
segar dan pemberian anti jamur serta anti emetik diberikan untuk
mengatasi penyakit penyerta pada pasien. Pemeriksaan pra skrining
perkembangan dan uji Denver II menunjukkan adanya keterlambatan
perkembangan pada pasien sehingga diperlukan adanya intervensi berupa
stimulasi sesuai dengan usia. Stimulasi sangat penting dilakukan karena
terdapat hubungan yang erat antara hipotiroid dengan keterbelakangan
mental.
Pasien ini dipulangkan setelah dirawat selama 6 hari dan seluruh
penyakit penyerta lainnya dianggap sudah mengalami perbaikan atau
sembuh sehingga pasien dipulangkan. Pasien dipulangkan dengan tetap
diberikan terapi pengganti tiroid dan diminta untuk kontrol ulang ke
poliklinik Anak 2 minggu kemudian untuk dilakukan pemeriksaan ulangan
kadar serum TSH dan FT4.
39
Pada pasien ini seharusnya dilakukan evaluasi terhadap titer
antibodi antithyroglobulin (TG-Abs) dan antibodi antithyroperoxidase
(TPO-Abs) dan ultrasonografi tiroid. Hal tersebut perlu dilakukan untuk
menilai progresivitas dan perjalanan penyakit karena beberapa pasien
dengan titer antibodi antithyroglobulin (TG-Abs) dan antibodi
antithyroperoxidase (TPO-Abs) dan peningkatan hipoechogenitas pada
USG tiroid cenderung akan menjadi hipotiroid.
BAB VKESIMPULAN
HS umum pada anak-anak karena alasan protean. Elevasi TSH setelah
pemeriksaan ulangan atau setelah pemberian terapi pengganti tiroid adalah
penting karena menjamin tindak lanjut apa yang harus dilakukan. Penyakit
tertentu yang terkait dengan insiden yang lebih tinggi dari HS dan sehingga harus
dilakukan skrining. Bayi lahir prematur merupakan penyebab umum dari
pengukuran TSH pada anak-anak namun memiliki hasil yang rendah.
Meskipun data yang tersedia terbatas, HS pada anak-anak dan remaja
tampaknya menjadi penyakit jinak dan menyerahkan dengan risiko rendah evolusi
untuk Hipotiroid. Tampaknya hormon tiroid tampaknya berfungsi baik meskipun
TSH tinggi. Prediktor perkembangan meliputi, gondok, penyakit seliak dan anti-
TPO positif. Tampaknya tidak ada efek jangka panjang dari HS tidak diobati pada
pertumbuhan, pubertas atau fungsi neuro-kognitif; Namun, hal ini tidak disertai
dengan bukti berkualitas tinggi.
Tidak ada konsensus tentang terapi HS pada anak-anak. Tampaknya
bijaksana untuk mengobati anak-anak dengan tanda-tanda atau gejala klinis,
gondok atau TSH> 10 mIU / ml dan menahannya pada pasien tanpa gejala,
gondok atau TSH antara 5 mIU / ml dan 10 mIU / ml sampai ada konsensus atau
penelitian lebih lanjut yang memperjelas masalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Surks MI, Ortiz E, Daniels GH, Sawin CT, Col NF, Cobin RH, et al. Subclinical thyroid disease: scientific review and guidelines for diagnosis and management. Jama. 2004;291(2):228-38.
2. Cooper DS, Biondi B. Subclinical thyroid disease. The Lancet. 2012;379(9821):1142-54.
3. Małecka-Tendera E. Natural history of subclinical hypothyroidism in children and adolescents. Thyroid Research. 2013;6(Suppl 2):A41.
4. Delange F, Dalhem A, Bourdoux P, Lagasse R, Glinoer D, Fisher DA, et al. Increased risk of primary hypothyroidism in preterm infants. The Journal of pediatrics. 1984;105(3):462-9.
5. Biondi B, Cooper DS. The clinical significance of subclinical thyroid dysfunction. Endocrine reviews. 2008;29(1):76-131.
6. Calaciura F, Motta RM, Miscio G, Fichera G, Leonardi D, Carta A, et al. Subclinical hypothyroidism in early childhood: a frequent outcome of transient neonatal hyperthyrotropinemia. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. 2002;87(7):3209-14.
7. Kahapola‐Arachchige KM, Hadlow N, Wardrop R, Lim EM, Walsh JP. Age‐specific TSH reference ranges have minimal impact on the diagnosis of thyroid dysfunction. Clinical endocrinology. 2012;77(5):773-9.
8. Gawlik A, Such K, Dejner A, Zachurzok A, Antosz A, Malecka-Tendera E. Subclinical Hypothyroidism in Children and Adolescents: Is It Clinically Relevant? International Journal of Endocrinology. 2015;2015:12.
9. Brent GA, Koenig RJ. Chapter 39. Thyroid and Anti-Thyroid Drugs. In: Brunton LL, Chabner BA, Knollmann BC, editors. Goodman & Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics, 12e. New York, NY: The McGraw-Hill Companies; 2011.
10. Dong BJ, Greenspan FS. Thyroid & Antithyroid Drugs. In: Katzung BG, Trevor AJ, editors. Basic & Clinical Pharmacology, 13e. New York, NY: McGraw-Hill Medical; 2015.
11. Trevor AJ, Katzung BG, Kruidering-Hall M. Thyroid & Antithyroid Drugs. Katzung & Trevor's Pharmacology: Examination & Board Review, 11e. New York, NY: McGraw-Hill Education; 2015.
12. Reid SM, Middleton P, Cossich MC, Crowther CA. Interventions for clinical and subclinical hypothyroidism in pregnancy. The Cochrane Library. 2010.
13. Ascobat P. Hormon Tiroid dan Anti Tiroid
In: Gunawan SG, Setiabudi R, Nafrialdi, editors. Farmakologi dan Terapi. 5 ed. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p. 424-32.
42
14. Molina PE. Chapter 4. Thyroid Gland. Endocrine Physiology, 4e. New York, NY: The McGraw-Hill Companies; 2013.
15. Barrett KE, Barman SM, Boitano S, Brooks HL. The Thyroid Gland. Ganong’s Review of Medical Physiology, 25e. New York, NY: McGraw-Hill Education; 2016.
16. Hollowell JG, Staehling NW, Flanders WD, Hannon WH, Gunter EW, Spencer CA, et al. Serum TSH, T4, and thyroid antibodies in the United States population (1988 to 1994): National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III). The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. 2002;87(2):489-99.
17. Paoli-Valeri M, Maman-Alvarado D, Jimenez-Lopez V, Arias-Ferreira A, Bianchi G, Arata-Bellabarba G. [Frequency of subclinical hypothyroidism among healthy children and those with neurological conditions in the state of Merida, Venezuela]. Investigacion clinica. 2003;44(3):209-18.
18. Rapa A, Monzani A, Moia S, Vivenza D, Bellone S, Petri A, et al. Subclinical hypothyroidism in children and adolescents: a wide range of clinical, biochemical, and genetic factors involved. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. 2009;94(7):2414-20.
19. Brook CG, Clayton P, Brown R. Brook's clinical pediatric endocrinology: John Wiley & Sons; 2009.
20. Sperling M. Pediatric endocrinology: Elsevier Health Sciences; 2008.
21. Jameson JL, De Groot LJ. Endocrinology: adult and pediatric: Elsevier Health Sciences; 2015.
22. Moore DC. Natural course of'subclinical'hypothyroidism in childhood and adolescence. Archives of pediatrics & adolescent medicine. 1996;150(3):293-7.
23. Lazar L, Frumkin RB-D, Battat E, Lebenthal Y, Phillip M, Meyerovitch J. Natural history of thyroid function tests over 5 years in a large pediatric cohort. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. 2009;94(5):1678-82.
24. Gharib H, Tuttle RM, Baskin HJ, Fish LH, Singer PA, McDermott MT. Subclinical thyroid dysfunction: a joint statement on management from the American Association of Clinical Endocrinologists, the American Thyroid Association, and the Endocrine Society. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. 2005;90(1):581-5.
25. Svensson J, Ericsson U-B, Nilsson P, Olsson C, Jonsson Br, Lindberg B, et al. Levothyroxine treatment reduces thyroid size in children and adolescents with chronic autoimmune thyroiditis. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. 2006;91(5):1729-34.
43
26. Johner SA, Thamm M, Stehle P, Nöthlings U, Kriener E, Völzke H, et al. Interrelations between thyrotropin levels and iodine status in thyroid-healthy children. Thyroid. 2014;24(7):1071-9.
27. Lazarus, J., Brown, R. S., Daumerie, C., Hubalewska-Dydejczyk, A., Negro, R., & Vaidya, B. 2014 European Thyroid Association guidelines for the management of subclinical hypothyroidism in pregnancy and in children. European thyroid journal.2014; 3(2): 76-94.