Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue.Sampai saat ini, infeksi virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD, khususnya pada anak. Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01% (2007). DBD telah menjadi masalah kesehatan bukan hanya di Indonesia tetapi di juga di negara laindi Asia Tenggara. Selama tiga sampai lima tahun terakhir jumlah kasus DBD telah meningkat sehingga Asia Tenggara menjadi wilayah hiperendemis. Sejak tahun 1956 sampai 1980 di seluruh dunia kasus DBD yangmemerlukan rawat inap mencapai 350 000 kasus per tahun sedang yang meninggal dilaporkan hampir mencapai 12 000kasus. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang merupakan anggota genus Flavivirus dari famili Flaviviridae.Terdapat 4 serotipe virus dengue yang disebut DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 3,5,6.Oleh karena 1
59

Laporan Kasus Demam Berdarah

Jan 19, 2016

Download

Documents

marmutnista

apacha!
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Laporan Kasus Demam Berdarah

BAB I

PENDAHULUAN

Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi

yang disebabkan oleh virus dengue.Sampai saat ini, infeksi virus Dengue tetap menjadi

masalah kesehatan di Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam

stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan

tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD, khususnya pada anak.

Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan pada tahun 2006 (dibandingkan tahun

2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit

penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01% (2007).

DBD telah menjadi masalah kesehatan bukan hanya di Indonesia tetapi di juga di

negara laindi Asia Tenggara. Selama tiga sampai lima tahun terakhir jumlah kasus DBD

telah meningkat sehingga Asia Tenggara menjadi wilayah hiperendemis. Sejak tahun

1956 sampai 1980 di seluruh dunia kasus DBD yangmemerlukan rawat inap mencapai

350 000 kasus per tahun sedang yang meninggal dilaporkan hampir mencapai 12

000kasus. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang merupakan anggota genus

Flavivirus dari famili Flaviviridae.Terdapat 4 serotipe virus dengue yang disebut DEN-1,

DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 3,5,6.Oleh karena ditularkanmelalui gigitan artropoda maka

virus dengue termasuk arbovirus.Vektor DBD yang utama adalah nyamuk

Aedesaegypti.DBD merupakan bentuk berat dari infeksi dengue yang ditandai dengan

demam akut, trombositopenia,netropenia dan perdarahan. Permeabilitas vaskular

meningkat yang ditandai dengan kebocoran plasma ke jaringaninterstitiel mengakibatkan

hemokonsentrasi, efusi pleura, hipoalbuminemia dan hiponatremia yang akan

menyebabkan syok hipovolemik.

1

Page 2: Laporan Kasus Demam Berdarah

BAB II

LAPORAN KASUS

I. Pasien

a. Nama : Tn.H.B

b. Umur : 42 tahun

c. Kelamin : Laki-laki

d. Pekerjaan : Wiraswasta

e. Pendidikan : SMA

f. Alamat : RT 8, Arizona

II. Latar Belakang Sosial-Ekonomi-Demografi-Lingkungan Keluarga

a. Status perkawinan : Menikah

b. Jumlah anak : 2

c. Saudara : Anak pertama dari empat bersaudara

d. Status Ekonomi : Cukup

e. KB : -

f. Kondisi Rumah :

Os tinggal di rumah yang bersatu dengan toko. Toko terletak di atas,

sementara bagian rumah masuk ke bawah. Rumah beratapkan genteng dan

berdinding beton, serta berlantai keramik. Rumah terdiri dari 6 ruangan, 2

kamar tidur, satu gudang, satu ruang dapur, satu ruang keluarga, dan ruang

setrika. Ventilasi dirasakan cukup, dimana pada satu ruangan terdapat dua

jendela dan empat lubang ventilasi, tidak terdapat jaring kawat untuk

nyamuk pada ventilasi. Jendela biasanya dibiarkan terbuka pada pagi

hingga sore hari. Kamar mandi terletak di dapur,kamar mandi dan jamban

terpisah, jenis jamban merupakan jamban leher angsa. Air mandi

menggunakan air PDAM, biasanya dikuras 1x setiap 2 minggu, tidak

terdapat jentik nyamuk pada bak mandi. Untuk mencuci juga

menggunakan air PDAM. Halaman rumah terdapat di belakang, di dekat

dapur. Tidak terdapat adanya air menggenang namun terdapat banyak

semak belukar, dan gentong penampungan air. Gentong ditutup, tidak

terdapat jentik nyamuk pada gentong air. Lingkungan di sekitar rumah,

2

Page 3: Laporan Kasus Demam Berdarah

terdapat banyak air menggenang dan semak belukar di sebelah rumah

pasien. Hal ini dapat dijadikan sebagai sumber dari nyamuk yang masuk

ke rumah pasien dan menginfeksi pasien.

g. Kondisi Lingkungan Keluarga

Pasien tinggal bersama istri dan kedua anaknya. Tidak ada keluarga yang

mengalami keluhan yang sama seperti pasien.

III. Aspek Psikologis : -

IV. Riwayat Penyakit Sebelumnya :

Pasien menyatakan tidak pernah mengalami keluhan ini sebelumnya. Pasien

mempunyai riwayat penyakit maag. Riwayat Hipertensi, Diabetes Melitus, Asam

Urat, Kolesterol, Malaria, Hepatitis, Penyakit Jantung disangkal

V. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengalami demam ± 3 hari yll. Demam tidak terlalu tinggi. Pasien

awalnya mengalami demam saja, namun kemudian disertai dengan nyeri pada

bagian sendi. Pasien juga merasakan sakit pada ulu hati, dan muntah ± 2x

semenjak sakit. Pasien juga merasakan pusing dan sakit kepala. Pasien

mengonsumsi paracetamol untuk meredakan gejala demam. Sakit tenggorokan (-),

Pandangan kabur (-), Lemas (+), Mual (+), Muntah (+), Penurunan nafsu makan

(+).

VI. Pemeriksaan Fisik

Status Present

Kondisi Umum : Sedang

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : E4V5M6

Tekanan Darah : 120/80

Nadi : 67x/i

Respirasi : 22x/i

Suhu Aksila : 38.6ºC

TB : 164 cm

BB : 51 kg

Status General

3

Page 4: Laporan Kasus Demam Berdarah

Mata : Anemis -/-, Ikterik -/-, Refleks Cahaya +/+ isokor

THT : dbn

Leher : Pembesaran KGB (-), JVP 5-2 cmH2O

Thorax :

Paru : Inspeksi : Deformitas (-), Simetris, Jejas (-)

Palpasi : Stem Fremitus sama kiri kanan

Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : Vesikuler +/+, Ronkhi -, Wheezing –

Jantung : Inspeksi : Ictus Kordis tidak tampak

Palpasi : Tidak diperiksa

Perkusi : Tidak diperiksa

Auskultasi : S1-S2 Normal, Gallop -, Murmur –

Abdomen :

Inspeksi : distensi -, striae –

Auskultasi : Bising Usus normal, metalic sound -, burburitme –

Palpasi : Hepar/Lien sulit dinilai

Nyeri tekan pada bagian epigastrium

Perkusi : Timpani di seluruh bagian abdomen

Ekstremitas : Akral Hangat, CRT < 2 detik, edema -/-

Pemeriksaan Lain : Uji Torniquet (+)

Usulan Pemeriksaan

1. Pemeriksaan Darah Rutin

a. Leukosit 4.300 mm3

b. Trombosit 124.000 mm3

c. Hematokrit Tidak dilakukan

d. Serologis NS1

VII. Diagnosa Kerja

Demam Berdarah Dengue

VIII. Diagnosa Banding

a. Demam Berdarah Dengue

b. Demam Dengue

4

Page 5: Laporan Kasus Demam Berdarah

c. Chikungunya

d. Campak

IX. Manajemen

a. Promotif

1. Bedrest, istirahat total, diet rendah lemak, kaya serat

2. Banyak minum air putih untuk mengganti plasma yang hilang

3. Waspadalah pada hari ketiga-keempat dimana pasien akan

mengalami penurunan panas, yang biasanya membuat keluarga

atau pasien sendiri lengah. Tetap pertahankan rehidrasi cairan

karena fase ini merupakan fase kritis pada pasien, dimana pasien

akan mengalami penurunan trombosit drastis dan kebocoran

plasma yang dapat menyebabkan Syok Dengue.

b. Preventif

1. Pasang jaring untuk nyamuk pada bagian ventilasi agar dapat

mengurangi resiko kontak dengan nyamuk

2. Menggunakan obat nyamuk sebelum atau saat tidur

3. Menguras Air pada bak mandi setidaknya satu kali seminggu,

jika tidak sempat dapat menggunakan bubuk Abate untuk

membunuh jentik nyamuk

4. Mengganti air pada Gentong Penampungan air di rumah pasien

setidaknya satu kali dalam seminggu

5. Mengubur sampah di bagian halaman belakang, serta membabat

atau memotong semak belukar yang dirasakan dapat menjadi

sarang nyamuk untuk berkembang

6. Tidur dengan menggunakan kelambu

c. Kuratif

1. Non-Farmakologi : Bedrest, banyak minum air putih

2. Farmakologi :

Paracetamol tab 500 mg 3 x 1 tab

Asam Askorbat tab 30 mg 1 x 1

Antasida tab 3 x 1 tab

5

Page 6: Laporan Kasus Demam Berdarah

DINAS KESEHATAN KOTA JAMBI

PUSKESMAS SIMPANG IV SIPIN

Dr. Harlan Kasyfil A. SIP. G1A108088

Tgl. 3 Juli 2014

R/ Paracetamol tab 500 mg No. IX

S3dd tab 1 p.r.n

R/ Amoxicillin tab 500 mg no.IX

S3dd tab 1

R/ Antasida tab no IX

S3dd tab 1

Pro : Tn. H.B

Umur : 42 tahun

6

Page 7: Laporan Kasus Demam Berdarah

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Virus Dengue

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus

dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang

dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe,

yaitu: DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan

antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk

terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan

yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis

dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.Keempat serotipe virus

dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.Di Indonesia, pengamatan virus

dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa

keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3

merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan

manifestasi klinik yang berat.[1]

Vektor

Virus dengue ditularkan melalui gigitan banyak spesies nyamuk Aedes (antara lain Aedes

aegypti dan Aedes albopictus).(2) Nyamuk berasal dari family Stegomyia. Nyamuk ini

terutama terdapat di daerah tropis dan subtropis.(6) Aedes aegypti yang menggigit pada

pagi hingga sore hari adalah vektor utama virus.Nyamuk berkembang biak di tempat

penampungan air bersih yang tidak berhubungan dengan tanah. Virus dengue juga

ditemukan pada nyamuk Aedes albopictus yang berkembang biak dia air yang

terperangkap diantara tumbuhan.(2)Karena suhu rendah nyamuk tidak dapat hidup pada

ketinggian diatas 1000 meter. Telur dapat bertahan selama berbulan-bulan tanpa adanya

air.Larva tumbuh di air yang disimpan untuk minum, mandi, atau air hujan yang

ditampung di dalam bak. Nyamuk betina tumbuh menjadi dewasa di dalam ruangan

tertutup.(6)Sekali terinfeksi virus, nyamuk akan terinfeksi selamanya dan menularkan

virus jika menggigit manusia. Nyamuk betina juga menularkan virus kepada anaknya

melalui penularan transovarium.(2)

7

Page 8: Laporan Kasus Demam Berdarah

Cara Penularan

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus

dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara.Virus dengue ditularkan kepada

manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes

polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun

merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung

virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian

virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic

incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan

berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya

(transovanan transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali

virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan

dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan

waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit.

Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit

manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari

setelah demam timbul.[1)

Epidemiologi

Epidemic sering terjadi di Americas, Europe, Australia, dan Asia hingga awal

abad 20. Sekarang demam dengue endemic pada Asia Tropis, Kepulauan di Asia Pasifik,

Australia bagian utara, Afrika Tropis, Karibia, Amerika selatan dan Amerika tengah.

Demam dengue sering terjadi pada orang yang bepergian ke daerah ini. Pada daerah

endemic dengue, orang dewasa seringkali menjadi imun, sehingga anak-anak dan

pendatang lebih rentan untuk terkena infeksi virus ini.(5)

8

Page 9: Laporan Kasus Demam Berdarah

Gambar 2. Distribusi Dengue di Dunia. CDC 2009.(7)

Keterangan : Biru : area infestasi Aedes aegypti.Merah : area infestasi Aedes aegyptidan

epidemic dengue

Pada tahun 2003, delapan negara (Bangladesh, India, Indonesia, Maladewa,

Myanmar, Sri Lanka, Thailand, dan Timor Leste) melaporkan adanya kasus dengue.

Epidemic dengue adalah masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia, Myanmar,

Sri Lanka, Thailand dan Timor Leste yang beriklim tropis dan berada di daerah ekuator

dimana Aedes aegypti berkembang biak baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Di

Negara ini dengue merupakan penyebab rawat inap dan kematian tertinggi pada anak-

anak.(6)

DHF/ DSS lebih sering terjadi pada daerah endemis virus dengue dengan

beberapa serotype.Penyakit ini biasanya menjadi epidemic tiap 2-5 tahun. DHF/DSS

paling banyak terjadi pada anak di bawah 15 tahun, biasanya pada umur 4-6 tahun.

Frekuensi kejadian DSS paling tinggi pada dua kelompok penderita : a. anak-anak yang

sebelumnya terkena infeksi virus dengue, b. bayi yang darah ibunya mengandung anti

dengue antibody. Transmisi penyakit biasanya meningkat pada musim hujan.Suhu yang

dingin memungkinkan waktu survival nyamuk dewasa lebih panjang sehingga derajat

tranmisi meningkat.(2)

Case Fatality Rate yang dilaporkan adalah 1%, tetapi di India, Indonesia dan

Myanmar, telah dilaporkan adanya outbreak lokal di daerah perkotaan dengan laporan

Case Fatality Rate sebesar 3-5%. Di Indonesia, dengan 35% populasi yang bertempat

tinggal di daerah perkotaan, 150.000 kasus dilaporkan pada tahun 2007 (kasus tertinggi

diantara semua negara) dengan lebih dari 25.000 kasus dilaporkan berasal dari Jakarta

dan Jawa Barat dengan Case Fatality Rate sebesar 1%.(4)

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD

sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak

terencana dan tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di

daerah endemis, dan (4) Peningkatan sarana transportasi.[1]

9

Page 10: Laporan Kasus Demam Berdarah

Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara

lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan

(virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun

sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita

maupun daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai saat ini

DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan

adanya kejadian luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk

pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk. Pola berjangkit

infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang

panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan

hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak

sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap

tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari,

meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap

tahun.[1]

Patogenesis

Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup.

Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai

pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut

sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi

penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan

penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.[2]

Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masih merupakan masalah

yang kontroversial.Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis

infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune

enhancement.Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang

mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog

mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog

yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan

kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc

reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog

10

Page 11: Laporan Kasus Demam Berdarah

maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi

dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement

(ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam

sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator

vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,

sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.[2]

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous

infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977.

Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang

pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari

mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi

antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam

limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal

ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody

complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan

C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding

pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang

ekstravaskular.Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai

lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti

dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya

cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara

adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena

itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.[2]

Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain

dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi

baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan

genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia,

peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu

beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar.

Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.[2]

Secondary heterologous dengue infection

11

Page 12: Laporan Kasus Demam Berdarah

Replikasi virus Anamnestic antibody response

Kompleks virus-antibody

Aktivasi komplemen Komplemen

Anafilatoksin (C3a, C5a) Histamin dalam urin

meningkat

Permeabilitas kapiler ↑ Ht ↑

> 30% pada Perembesan plasma Natrium ↓kasus syok 24-48 jam

Hipovolemia Cairan dalam ronggaserosa

Syok

Anoksia Asidosis

Meninggal

Gambar 1. Patogenesis terjadinya syok pada DBD[2]

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi

selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan

mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar

2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit

terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit

mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat

satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo

endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan

menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati

konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP

(fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.[2]

Secondary heterologous dengue infection

Replikasi virus Anamnestic antibody

Kompleks virus antibody

Agregasi trombosit Aktivasi koagulasi Aktivasi komplemen

12

Page 13: Laporan Kasus Demam Berdarah

Penghancuran Pengeluaran Aktivasi faktor Hageman trombosit oleh RES platelet faktor III

Anafilatoksin

Trombositopenia Koagulopati Sistem kinin konsumtif

Gangguan Kinin Peningkatanfungsi trombosit penurunan faktor permeabilitas

pembekuan kapiler

FDP meningkat

Perdarahan massif syok

Gambar 2. Patogenesis Perdarahan pada DBD[2]

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga

walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain,

aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi

sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat

mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh

trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit,

dankerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok

yang terjadi.[1]

Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue

Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh

dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian infeksi virus

dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala

(asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness),

Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD)

dan Sindrom Syok Dengue (SSD).[1]

Bagan 1

Spectrum Klinis Infeksi Virus Dengue[2]

Infeksi virus dengue

13

Page 14: Laporan Kasus Demam Berdarah

Asimptomatik Simptomatik

Demam tidak spesifik Demam dengue

Perdarahan (-) Perdarahan (+) Syok (-) Syok (+) (SSD)

Demam Dengue

Gejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi mendadak, kadang-

kadang bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri

otot, tulang, atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk

makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2 hari) kemudian menghilang

tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke-6 atau ke-7 terutama

di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu, dapat juga ditemukan petekia. Hasil

pemeriksaan darah menunjukkan leukopeni kadang-kadang dijumpai trombositopeni.

Masa penyembuhan dapat disertai rasa lesu yang berkepanjangan, terutama pada dewasa.

Pada keadaan wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai dengan

perdarahan seperti : epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan

menoragi. Demam Dengue (DD) yang disertai dengan perdarahan harus dibedakan

dengan Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada penderita Demam Dengue tidak dijumpai

kebocoran plasma sedangkan pada penderita DBD dijumpai kebocoran plasma yang

dibuktikan dengan adanya hemokonsentrasi, pleural efusi dan asites.[1]

Demam Berdarah Dengue (DBD)

Perubahan patofisiologis pada DBD adalah kelainan hemostasis dan perembesan

plasma. Kedua kelainan tersebut dapat diketahui dengan adanya trombositopenia dan

peningkatan hematokrit.[2]

Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari,

disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot,

tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri

menelan dengan faring hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan

14

Page 15: Laporan Kasus Demam Berdarah

batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah

tulang iga. Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi.[2]

Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple Leede)

positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada

bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekia halus ditemukan tersebar di daerah

ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum mole, yang biasanya ditemukan pada fase awal

dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran

cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi

dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran

hati tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit namun pembesaran hati lebih

sering ditemukan pada penderita dengan syok.[2]

Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi

penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang

bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan

perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat

mengalami syok.[2]

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal

dibawah ini dipenuhi:[2]

Demam atau riwayat demam akut, antara 2 – 7 hari, biasanya bifasik

Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:

o Uji bendung positif

o Petekie, ekimosis, atau purpura

o Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi)

o Hematemesis atau melena

Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)

Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai

berikut:

o Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur

dan jenis kelamin

o Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan

dengan nilai hematokrit sebelumnya

15

Page 16: Laporan Kasus Demam Berdarah

o Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau hipoproteinemi.

Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat:

Derajat I Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah uji tourniquet.

Derajat II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau

perdarahan lain.

Derajat III Didapatkan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lambat,

tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,

sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak

gelisah.

Derajat IV Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan

darah tidak terukur.[2]Keempat derajat tersebut ditunjukkan pada

gambar 4

Gambar 4. Patogenesis dan spektrum klinis DBD (WHO, 1997)

Laboratorium

Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan

pada DBD. Penurunan jumlah trombosit <100.000/µl biasa ditemukan pada hari ke-3

sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai

16

Page 17: Laporan Kasus Demam Berdarah

hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari

peningkatan nilai hematokrit. Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul

dengan peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya

terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai

hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah

leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit

atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat

kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi

tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan

antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD.

Fungsi trombosit juga terganggu. Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan

pada syok berat. Pada pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi pleura, terutama

sebelah kanan. Berat-ringannya efusi pleura berhubungan dengan berat-ringannya

penyakit. Pada pasien yang mengalami syok, efusi pleura dapat ditemukan bilateral.[1]

Sindrom Syok Dengue (SSD)

Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke-3

sampai hari sakit ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke

dalam syok yang ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat-

lemah, tekanan nadi <20 mmHg dan hipotensi. Kebanyakan pasien masih tetap sadar

sekalipun sudah mendekati stadium akhir. Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan

adekuat, syok biasanya teratasi dengan segera, namun bila terlambat diketahui atau

pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat dengan berbagai penyulitnya

seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna, sehingga memperburuk

prognosis. Pada masa penyembuhan yang biasanya terjadi dalam 2-3 hari, kadang-kadang

ditemukan sinus bradikardi atau aritmia, dan timbul ruam pada kulit. Tanda prognostik

baik apabila pengeluaran urin cukup dan kembalinya nafsu makan.[1]

Penyulit SSD: penyulit lain dari SSD adalah infeksi (pneumonia, sepsis, flebitis)

dan terlalu banyak cairan (over hidrasi), manifestasi klinik infeksi virus yang tidak lazim

seperti ensefalopati dan gagal hati.[1]

Diagnosis Serologis

17

Page 18: Laporan Kasus Demam Berdarah

Dikenal 5 jenis uji serologi yang biasa dipakai untuk menentukan adanya infeksi

virus dengue, yaitu:[2]

1. Uji hemaglutinasi inhibisi (Haemagglutination Inhibition test : HI test)

Merupakan uji serologis yang dianjurkan dan paling sering dipakai sebagai gold

standard. Hal-hal yang perlu diperhatikan:

a. Uji ini sensitif tapi tidak spesifik, tidak dapat menunjukkan tipe virus yang

menginfeksi.

b. Antibodi HI bertahan di dalam tubuh sampai >48 tahun, maka baik untuk studi

sero-epidemiologi.

c. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x dari titer serum akut atau

titer tinggi (>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap sebagai

presumptif positif, atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi

(recent dengue infection).

2. Uji komplemen fiksasi (Complement Fixation test : CF test)

Jarang dipergunakan secara rutin, oleh karena selain rumitnya prosedur pemeriksaan,

juga memerlukan tenaga pemeriksa yang berpengalaman. Antibodi komplemen

fiksasi hanya bertahan sekitar 2-3 tahun saja.

3. Uji neutralisasi (Neutralization test : NT test)

Merupakan uji serologis yang paling spesifik dan sensitif untuk virus

dengue.Biasanya memakai cara yang disebut Plaque Reduction Neutralization Test

(PRNT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi.Saat antibodi

nneutralisasi dapat dideteksi dalam serum hampir bersamaan dengan HI antibodi

tetapi lebih cepat dari antibodi komplemen fiksasi dan bertahan lama (4-8 tahun).Uji

ini juga rumit dan memerlukan waktu cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin.

4. IgM Elisa (Mac. Elisa)

Pada tahun terakhir ini merupakan uji serologis yang banyak dipakai. Mac Elisa

adalah singkatan dari IgM captured Elisa, dimana akan mengetahui kandungan IgM

dalam serum pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan:

a. Pada hari 4-5 infeksi virus dengue, akan timbul IgM yang kemudian diikuti

dengan timbulnya IgG.

18

Page 19: Laporan Kasus Demam Berdarah

b. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, akan secara cepat dapat ditentukan

diagnosis yang tepat.

c. Ada kalanya hasil uji terhadap IgM masih negatif, dalam hal ini perlu diulang.

d. Apabila hari sakit ke-6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai negatif.

e. Perlu dijelaskan disini bahwa IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2-3 bulan

setelah adanya infeksi. Untuk memperjelaskan hasil uji IgM dapat pula dilakukan

uji terhadap IgG. Mengingat alasan tersebut di atas maka uji IgM tidak boleh

dipakai sebagai satu-satunya uji diagnostik untuk pengelolaan kasus.

f. Uji Mac Elisa mempunyai sensitivitas sedikit di bawah uji HI, dengan kelebihan

uji Mac Elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan spesivisitas yang

sama

dengan uji HI.

5. IgG Elisa

Sebanding dengan uji HI, tapi lebih spesifik. Terdapat beberapa merek dagang untuk

uji infeksi dengue seperti IgM/IgG Dengue Blot, Dengue Rapid IgM/IgG, IgM Elisa,

IgG Elisa.[1]

Pada infeksi primer dan skunder dengue, antidengue immunoglobulin (Ig) M

antibodi muncul.IgM menghilang setelah 6-12 minggu, dapat digunakan untuk

memperkirakan waktu infeksi dengue.Pada infeksi primer dengue yang kedua,

kebanyakan antibodi berasal dari IgG. Diagnosi serologis tergantung kepada

peningkatan empat kali atau lebih titer IgG antibody pada serum yang dilihat pada

hemagglutination inhibition, complement fixation, enzyme immunoassay, or

neutralization test.Immunoglobulin IgM- and IgG-capture enzyme immunoassays

sekarang digunakan secara luas untuk mengidentifikasi fase akut antibodi pada serum

pasien dengan infeksi dengue primer atau skunder. Sebaikanya sampel dikumpulkan

setelah hari ke 5 dan sebelum minggu ke 6 setelah onset.(9)

19

Page 20: Laporan Kasus Demam Berdarah

Gambar 10 Respon Imun Pada Infeksi Dengue

Sangat sulit untuk menentukan tipe virus hanya dengan metode serologis,

terutama jika sebelumnya telah terinfeksi oleh virus dari kelompok arbovirus. Virus

dapat diperoleh dari serum fase akut dan diinokulasi pada kultur jaringan atau

nyamuk hidup. RNA virus dapat dideteksi pada darah atau jaringan melalui DNA

yang diamplifikasi melalui PCR.(10)

Diagnosis Banding[3]

a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosa banding mencakup infeksi bakteri, virus,

atau infeksi parasit seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam

chikungunya, leptospirosis, dam malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai

hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.

b. Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya (DC). Pada

DC biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip

dengan influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan

demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu

disertai ruam makulopapular, injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri

sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan epistaksis hampir sama dengan

DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.

c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi,

misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis, sejak semula pasien tampak

sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Di samping itu

20

Page 21: Laporan Kasus Demam Berdarah

jelas terdapat leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran ke kiri

pada hitung jenis). Pemeriksaan LED dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi

bakteri dengan virus. Pada meningitis meningokokus jelas terdapat gejala rangsangan

meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.

d. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II,

oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari-hari

pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP

demam cepat menghilang (pada ITP bisa tidak disertai demam), tidak dijumpai

leukopeni, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran ke kanan pada

hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali

normal daripada ITP.

e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukimia atau anemia aplastik. Pada leukemia

demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan pasien sangat anemis.

Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukimia.

pada pemeriksaan darah ditemukan pansitopenia (leukosit, hemoglobin dan trombosit

menurun). Pada pasien dengan perdarahan hebat, pemeriksaan foto toraks dan atau

kadar protein dapat membantu menegakkan diagnosis. Pada DBD ditemukan efusi

pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda perembesan plasma.[1]

Penatalaksanaan

1. Demam Dengue

Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien

dianjurkan:

• Tirah baring, selama masih demam.

• Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.

• Untuk menurunkan suhu menjadi <39°C, dianjurkan pemberian parasetamol.

Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (kontraindikasi) oleh karena dapat menyebabkan

gastritis, perdarahan, atau asidosis.

• Dianjurkan pemberian cairan danelektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, disamping

air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.

• Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesen.

21

Page 22: Laporan Kasus Demam Berdarah

Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan.

Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat

terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita

sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas

saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan pada DBDterdapat

tanda awal kegagalan sirkulasi (syok). Komplikasi perdarahan dapatterjadi pada DD

tanpa disertai gejala syok. Oleh karena itu, orang tua ataupasien dinasehati bila terasa

nyeri perut hebat, buang air besar hitam, atauterdapat perdarahan kulit serta mukosa

seperti mimisan, perdarahan gusi,apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut

merupakan tandakegawatan, sehingga harus segera dibawa segera ke rumah sakit.. Pada

pasien yang tidak mengalamikomplikasi setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi

diobservasi.Tatalaksana DD tertera pada Bagan 1 (Tatalaksana tersangka DBD).[1]

2. Demam Berdarah Dengue

Ketentuan Umum

Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD danpenyakit lain adalah

adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma

dangangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam tinggi

mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Maka

keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis

yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya

kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan

plasma dangangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal

terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit.

Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan jumlah

trombosit sampai <100.000/µl atau kurang dari 1-2 trombosit/lpb (rata-rata dihitung pada

10 lpb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit dan sebelum terjadi penurunan suhu.

Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencermikan perembesan plasma danmerupakan

22

Page 23: Laporan Kasus Demam Berdarah

indikasi untuk pemberian cairan. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan

awal pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit.

Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus

danpenurunan jumlah trombosit <50.000/µl. Secara umum pasien DBD derajat I dan II

dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di

rumah sakit kelas B danA.[4]

Fase Demam

Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat

simtomatik dansuportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila

cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut

yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-

kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi

lama demam pada DBD. Parasetamol direkomendasikan untuk pemberian atau dapat

disederhanakan seperti tertera pada Tabel 1.[4]

Tabel 1

Dosis Parasetamol Menurut Kelompok Umur

Umur (tahun) Parasetamol (tiap kali pemberian)dosis (mg) Tablet (1 tab = 500 mg)

<1 60 1/81-3 60-125 1/8-1/44-6 125-250 1/4-1/27-12 250-500 1/2-1>12 500-1000 1-2

Rasa haus dankeadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam

tinggi,anoreksia danmuntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, airteh

manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50ml/kgBB dalam

4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasianak diberikan cairan rumatan

80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayiyang masih minum asi, tetap harus

diberikan disamping larutan oralit. Bilaterjadi kejang demam, disamping antipiretik

diberikan antikonvulsif selamademam.[4]

23

Page 24: Laporan Kasus Demam Berdarah

Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi.Periode

kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya harike 3-5 fase demam.

Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakanpemeriksaan laboratorium yang terbaik

untuk pengawasan hasil pemberiancairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran

plasma danpedomankebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi

sebelumdijumpai perubahan tekanan darah dantekanan nadi. Hematokrit harusdiperiksa

minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali.Bila sarana

pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobindapat dipergunakan

sebagai alternatif walaupun tidak terlalu sensitif.[1]

Untuk Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat

dipertimbangkandengan menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb.[1]

Penggantian Volume Plasma

Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase

penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya adalah

penggantian volume plasma yang hilang. Walaupundemikian, penggantian cairan harus

diberikan dengan bijaksanadanberhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3

jam pertama,sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60

menit).Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tandavital,

kadar hematokrit, danjumlah volume urin. Penggantian volume cairanharus adekuat,

seminimal mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secaraumum volume yang

dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah5-8%.[1]

Cairan intravena diperlukan, apabila (1) terus menerus muntah, tidakmau minum,

demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral,ditakutkan terjadinya

dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2)Nilai hematokrit cenderung

meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlahcairan yang diberikan tergantung dari

derajat dehidrasi dankehilanganelektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan

24

Page 25: Laporan Kasus Demam Berdarah

NaCl 0,45%. Bilaterdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB

intravenabolus perlahan-lahan.[1]

Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis

cairanyang diberikan harus sama dengan plasma. Volume dankomposisi cairan

yangdiperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang,yaitu

cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada tabel 2dibawah ini.[1]

Tabel 2

Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang (defisit cairan 5-8%)

Berat Badan Waktu Masuk RS(kg)

Jumlah cairanml/kg berat badan per hari

<7 2207-11 16512-18 132>18 88

Pemilihan jenis danvolume cairan yang diperlukan tergantung dari umurdanberat

badan pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai denganderajat

hemokonsentrasi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikandengan berat badan

ideal untuk anak umur yang sama. Kebutuhan cairanrumatan dapat diperhitungan dari

tabel 3 berikut.[1]

Tabel 3

Kebutuhan Cairan Rumatan

Berat Badan (kg) Jumlah cairan (ml)10 100 per kg BB

10-20 1000 + 50 x kg (di atas 10 kg)>20 1500 + 20 x kg (di atas 20 kg)

Misalnya untuk berat badan 40 kg, maka cairan rumatan adalah 1500+(20x20)

=1900 ml. Jumlah cairan rumatan diperhitungkan 24 jam. Oleh karena perembesan

plasma tidak konstan (perembesan plasma terjadi lebih cepat pada saat suhu turun), maka

volume cairan pengganti harus disesuaikan dengan kecepatan dankehilangan plasma,

yang dapat diketahui dari pemantauan kadar hematokrit. Penggantian volume yang

berlebihan dan terus menerus setelah plasma terhenti perlu mendapat perhatian.

25

Page 26: Laporan Kasus Demam Berdarah

Perembesan plasma berhenti ketika memasuki fase penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi

cairan ekstravaskular kembali ke dalam intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak

dikurangi, akan menyebabkan edema paru dan distres pernafasan[1]

Pasien harus dirawat dansegera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok yaitu

gelisah, letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir sianosis, oliguri, dan nadi lemah, tekanan

nadi menyempit (20mmHg atau kurang) atau hipotensi, dan peningkatan mendadak dari

kadar hematokrit atau kadar hematokrit meningkat terus menerus walaupun telah diberi

cairan intravena.[1]

Jenis Cairan (rekomendasi WHO)

Kristaloid

• Larutan ringer laktat (RL)

• Larutan ringer asetat (RA)

• Larutan garam faali (GF)

• Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)

• Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)

• Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)

(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh

larutan yang mengandung dekstran)

Koloid

• Dekstran 40

• Plasma

• Albumin

3. Sindrom Syok Dengue

Syok merupakan Keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatanyang

utama yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma.Pasien anak akan

cepat mengalami syok dansembuh kembali bila diobatisegera dalam 48 jam. Pada

penderita SSD dengan tensi tak terukurdantekanan nadi <20 mm Hg segera berikan

26

Page 27: Laporan Kasus Demam Berdarah

cairan kristaloid sebanyak 20ml/kg BB/jam seiama 30 menit, bila syok teratasi turunkan

menjadi 10 ml/kgBB.[1]

Penggantian Volume Plasma Segera

Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat >20 ml/kg BB.

Tetesandiberikan secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak dengan berat

badanlebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal danumur 10 ml/kg BB/jam, bila tidakada

perbaikan pemberian cairan kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila syokbelum dapat

teratasi setelah 60 menit beri cairan kristaloid dengan tetesan 10ml/kg BB/jam bila tidak

ada perbaikan stop pemberian kristaloid danberi cairankoloid (dekstran 40 atau plasma)

10 ml/kg BB/jam. Pada umumnya pemberiankoloid tidak melebihi 30 ml/kg BB.

Maksimal pemberian koloid 1500 ml/hari,sebaiknya tidak diberikan pada saat

perdarahan. Setelah pemberian cairanresusitasi kristaloid dankoloid syok masih menetap

sedangkan kadarhematokrit turun, diduga sudah terjadi perdarahan; maka

dianjurkanpemberian transfusi darah segar. Apabila kadar hematokrit tetap > tinggi,maka

berikan darah dalam volume kecil (10 ml/kgBB/jam) dapat diulang sampai 30

ml/kgBB/24 jam. Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infusdikurangi bertahap sesuai

keadaan klinis dankadar hematokrit.[1]

Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume Plasma

Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan

kadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kg BB/jam dan

kemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam.

Pemasangan CVP yang ada kadangkala padapasien SSD berat, saat ini tidak dianjurkan

lagi.[1]

Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun,dibandingkan

nilai Ht sebelumnya. Jumlah urin/ml/kg BB/jam atau lebihmerupakan indikasi bahwa

keadaaan sirkulasi membaik. Pada umumnya,cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48

jam syok teratasi. Apabila cairantetap diberikan dengan jumlah yang berlebih pada saat

terjadi reabsorpsiplasma dari ekstravaskular (ditandai dengan penurunan kadar

hematokritsetelah pemberian cairan rumatan), maka akan menyebabkan

27

Page 28: Laporan Kasus Demam Berdarah

hipervolemiadengan akibat edema paru dangagal jantung. Penurunan hematokrit pada

saatreabsorbsi plasma ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapidisebabkan

oleh hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan darah normal, diuresiscukup, tanda vital baik,

merupakan tanda terjadinya fase reabsorbsi.[1]

Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit

Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD, maka

analisis gas darah dankadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat. Apabila

asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien

menjadi lebih kompleks.[1]

Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya dan

dilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat

KID, tidak akan tejadi sehingga heparin tidak diperlukan.[1]

Pemberian Oksigen

Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien syok.

Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapi harus diingat pula

pada anak seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker oksigen.[1]

Transfusi Darah

Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien

syok, terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock). Pemberian transfusi

darah diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Kadangkala sulit untuk

mengetahui perdarahan interna (internal haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi.

Penurunan hematokrit (misalnya dari 50% menjadi 40%) tanpa perbaikan klinis

walaupun telah diberikan cairan yang mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan.

Pemberian darah segar dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan karena cukup

mengandung plasma, sel darah merah dan faktor pembesar trombosit. Plasma segar dan

atau suspensi trombosit berguna untuk pasien dengan KID dan perdarahan masif. KID

biasanya terjadi pada syok berat dan menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat

28

Page 29: Laporan Kasus Demam Berdarah

menimbulkan kematian. Pemeriksaan hematologi seperti waktu tromboplastin parsial,

waktu protombin, danfibrinogen degradation products harus diperiksa pada pasien syok

untuk mendeteksi terjadinya dan berat ringannya KID. Pemeriksaanhematologis tersebut

juga menentukan prognosis.[1]

Monitoring

Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secarateratur

untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan padamonitoring adalah:

• Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau

lebih sering, sampai syok dapat teratasi.

• Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinis pasien

stabil.

• Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan, jumlah,

dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi.

• Jumlah dan frekuensi diuresis.

Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa penggantian

volumeintravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis

belumcukup 1 ml/kg/BB, sedang jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan

diperkuatdengan tanda overload antara lain edema, pernapasan meningkat, maka

selanjutnya furosemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan jumlahdiuresis, kadar

ureum dankreatinin tetap harus dilakukan. Tetapi, apabiladiuresis tetap belum

mencukupi, pada umumnya syok belum dapat terkoreksidengan baik, maka pemberian

dopamin perlu dipertimbangkan.[1]

Kriteria Memulangkan Pasien :(6)

Pasien dapat dipulang apabila, memenuhi semua keadaan dibawah ini :

1.Tampak perbaikan secara klinis

2.Tidak demam selaina 24 jam tanpa antipiretik

3.Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

4. Hematokrit stabil

5. Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/pl

29

Page 30: Laporan Kasus Demam Berdarah

6. Tiga hari setelah syok teratasi

7. Nafsu makan membaik

Mengingat pada saat awal pasien datang, kita belum selalu dapat menentukan

diagnosis DD/DBD dengan tepat, maka sebagai pedoman tatalaksana awal dapat dibagi

dalam 3 bagian, yaitu:[2]

1. Tatalaksana kasus tersangka DBD, termasuk kasus DD, DBD derajat I dan DBD

derajat II tanpa peningkatan kadar hematokrit. (Bagan 1 dan 2)

2. Tatalaksana kasus DBD, termasuk kasus DBD derajat II dengan peningkatan kadar

hematokrit. (Bagan 3)

3. Tatalaksana kasus sindrom syok dengue, termasuk DBD derajat III dan IV. (Bagan 4)

Bagan 1. Tatalaksana kasus tersangka DBD[2]

Tersangka DBD

Demam tinggi, mendadakterus menerus <7 haritidak disertai infeksi saluran nafas bagian atas,badan lemah/lesu

Ada kedaruratan Tidak ada kedaruratan

Tanda syok Periksa uji torniquetMuntah terus menerusKejang Uji torniquet (+) Uji torniquet (-)Kesadaran menurun (Rumple Leede) (Rumple Leede)Muntah darahBerak darah

Jumlah trombosit Jumlah trombosit Rawat Jalan<100.000/µl >100.000/µl Parasetamol

Kontrol tiap hariTatalaksana sampai demam hilangdisesuaikan,

30

Tersangka DBD

Page 31: Laporan Kasus Demam Berdarah

(Lihat bagan 3,4,5)

Rawat Inap (lihat bagan 3)

Rawat Jalan Nilai tanda klinis &Minum banyak 1,5 liter/hari jumlah trombosit, Ht Parasetamol bila masih demam Kontrol tiap hari hari sakit ke-3sampai demam turun periksa Hb, Ht, trombosit tiap kali

Perhatian untuk orang tua Pesan bila timbul tanda syok: gelisah, lemah, kaki/tangan dingin, sakit perut, BAB hitam,BAK kurang

Lab : Hb & Ht naik Trombosit turun

Segera bawa ke rumah sakit

Bagan 2. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II

tanpa peningkatan hematokrit[2]

DBD derajat I atau II tanpa peningkatan hematokrit

Gejala klinis:Demam 2-7 hariUji torniquet (+) atauperdarahan spontanLaboratorium: Hematokrit tidak meningkatTrombositopenia (ringan)

Pasien masih dapat minum Pasien tidak dapat minumBeri minum banyak 1-2 liter/hari Pasien muntah terus menerusAtau 1 sendok makan tiap 5 menitJenis minuman; air putih, teh manis,Sirup, jus buah, susu, oralitBila suhu >39oC beri parasetamol Pasang infus NaCl 0,9%:Bila kejang beri obat antikonvulsi dekstrosa 5% (1:3)Sesuai berat badan tetesan rumatan sesuai berat badan

31

DBD derajat I atau II tanpa peningkatan hematokrit

Page 32: Laporan Kasus Demam Berdarah

Periksa Ht, Hb tiap 6 jam,trombositTiap 6-12 jam

Monitor gejala klinis dan laboratoriumPerhatikan tanda syokPalpasi hati setiap hariUkur diuresis setiap hari Ht naik dan atau trombosit turunAwasi perdarahanPeriksa Ht, Hb tiap 6-12 jam

Infus ganti RLPerbaikan klinis dan laboratoris (tetesan disesuaikan, lihat Bagan 4)

Pulang (Kriteria memulangkan pasien)• Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik• Nafsu makan membaik• Secara klinis tampak perbaikan• Hematokrit stabil• Tiga hari setelah syok teratasi• Jumlah trombosit >50.000/µl• Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

Bagan 3. Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan

hematokrit >20%[2]

DBD derajat I atau II dengan peningkatan hematokrit >20%

Cairan awalRL/RA/NaCl 0,9% atau RLD5/NaCl 0,9%+D5 6-7 ml/kgBB/jam

Monitor tanda vital/Nilai Ht & Trombosit tiap 6 jam

Perbaikan Tidak ada perbaikanTidak gelisah GelisahNadi kuat Distress pernafasanTek.darah stabil Frek.nadi naikDiuresis cukup Tanda vital memburuk Ht tetap tinggi/naik(12 ml/kgBB/jam) Ht meningkat Tek.nadi <20 mmHgHt turun Diuresis </tidak ada(2x pemeriksaan)

Tetesan dikurangi Tetesan dinaikkan

32

DBD derajat I atau II dengan peningkatan hematokrit >20%

Page 33: Laporan Kasus Demam Berdarah

10-15 ml/kgBB/jamPerbaikan

5 ml/kgBB/jam Evaluasi 12-24 jam

Tanda vital tidak stabil

PerbaikanSesuaikan tetesan

Distress pernafasan Ht turun3 ml/kgBB/jam Ht naik

Tek.nadi < 20 mmHgIVFD stop setelah 24-48 jamApabila tanda vital/Ht stabil dan Koloid Transfusi darah segardiuresis cukup 20-30 ml/kgBB 10 ml/kgBB

Indikasi Transfusi pdAnak

- Syok yang belum teratasiPerbaikan - Perdarahan masif

Bagan 4. Tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV

(Sindrom Syok Dengue/SSD)[6,2]

DBD derajat III & IV

1. Oksigenasi (berikan O2 2-4 liter/menit2. Penggantian volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis)

Ringer laktat/NaCl 0,9%20ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 15 menit)

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ?Pantau tanda vital tiap 10 menitCatat balance cairan selama pemberian cairan intravena

Syok teratasi Syok tidak teratasiKesadaran membaik Kesadaran menurunNadi teraba kuat Nadi lembut/tidak terabaTekanan nadi >20 mmHg Tekanan nadi <20 mmHgTidak sesak nafas/sianosis Distress pernafasan/sianosisEkstrimitas hangat Kulit dingin dan lembab

33

DBD derajat III & IV

Page 34: Laporan Kasus Demam Berdarah

Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam Ekstrimitas dinginPeriksa kadar gula darah

Cairan dan tetesan disesuaikan 1. Lanjutkan cairan10 ml/kgBB/jam 15-20 ml/kgBB/jam

Evaluasi ketatTanda vital 2. Tambahkan koloid/plasmaTanda perdarahan Dekstran/FFPDiuresisPantau Hb, Ht, Trombosit 3. Koreksi asidosis

Evaluasi 1 jam

Stabil dalam 24 jamTetesan 5 ml/kgBB/jam Syok belum teratasiHt stabil dalam 2x Syok teratasiPemeriksaan Ht turun Ht tetap tinggi/naik

Tetesan 3 ml/kgBB/jam Transfusi darah segar10 ml/kgBB Koloid 20 ml/kgBBdapat diulang sesuai

Infus stop tidak melebihi 48 jam kebutuhansetelah syok teratasi

Pemberantasan Demam Berdarah Dengue

Kegiatan pemberantasan DBD terdiri atas kegiatan pokok dan kegiatan

penunjang. Kegiatan pokok meliputi pengamatan dan penatalaksaan penderita,

pemberantasan vektor, penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi.[3]

Kegiatan pokok

1. Pengamatan dan penatalaksanaan penderita

Setiap penderita/tersangka DBD yang dirawat di rumah sakit/puskesmas

dilaporkan secepatnya ke Dinas Kesehatan Dati II. Penatalaksanaan penderita

dilakukan dengan cara rawat jalan dan rawat inap sesuai dengan prosedur diagnosis,

pengobatan dan sistem rujukan yang berlaku.[3]

2. Pemberantasan vektor

Pemberantasan sebelum musim penularan meliputi perlindungan perorangan,

pemberantasan sarang nyamuk, dan pengasapan. Perlindungan perorangan untuk

34

Page 35: Laporan Kasus Demam Berdarah

mencegah gigitan nyamuk bisa dilakukan dengan meniadakan sarang nyamuk di

dalam rumah dan memakai kelambu pada waktu tidur siang, memasang kasa di

lubang ventilasi dan memakai penolak nyamuk. Juga bisa dilakukan penyemperotan

dengan obat yang dibeli di toko seperti mortein, baygon, raid, hit dll.[3]

Pergerakan pemberantasan sarang nyamuk adalah kunjungan ke rumah/tempat

umum secara teratur sekurang-kurangnya setiap 3 bulan untuk melakukan penyuluhan

dan pemeriksaan jentik. Kegiatan ini bertujuan untuk menyuluh dan memotivasi

keluarga dan pengelola tempat umum untuk melakukan PSN secara terus menerus

sehingga rumah dan tempat umum bebas dari jentik nyamuk Ae. aegypti. Kegiatan

PSN meliputi menguras bak mandi/wc dan tempat penampungan air lainnya secara

teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali, menutup rapat TPA, membersihkan

halaman dari kaleng, botol, ban bekas, tempurung, dll sehingga tidak menjadi sarang

nyamuk, mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung,

mencegah/mengeringkan air tergenang di atap atau talang, menutup lubang pohon

atau bambu dengan tanah, membubuhi garam dapur pada perangkap semut, dan

pendidikan kesehatan masyarakat.[3]

Pengasapan masal dilaksanakan 2 siklus di semua rumah terutama di kelurahan

endemis tinggi, dan tempat umum di seluruh wilayah kota. Pengasapan dilakukan di

dalam dan di sekitar rumah dengan menggunakan larutan malathion 4% (atau

fenitrotion) dalam solar dengan dosis 438 ml/Ha.[3]

3. Penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi

Penyuluhan perorangan dilakukan di rumah pada waktu pemeriksaan jentik

berkala oleh petugas kesehatan atau petugas pemeriksa jentik dan di rumah

sakit/puskesmas/praktik dokter oleh dokter/perawat. Media yang digunakan adalah

leaflet, flip chart, slides, dll.[3]

Penyuluhan kelompok dilakukan kepada warga di lokasi sekitar rumah penderita,

pengunjung rumah sakit/puskesmas/ posyandu, guru, pengelola tempat umum, dan

organisasi sosial kemasyarakatan lainnya.[3]

Evaluasi operasional dilaksanakan dengan membandingkan pencapaian target

masing-masing kegiatan dengan direncanakan berdasarkan pelaporan untuk kegiatan

35

Page 36: Laporan Kasus Demam Berdarah

pemberantasan sebelum musim penularan. Peninjauan di lapangan dilakukan untuk

mengetahui kebenaran pelaksanaan kegiatan program.[3]

Kegiatan penunjang

Kegiatan penunjang yang dilakukan adalah peningkatan keterampilan tenaga

melalui pelatihan, penataran, bimbingan teknis dan penyebarluasan buku petunjuk,

publikasi dll.

Pelatihan diberikan kepada teknisi alat semprot, petugas pemeriksa jentik, kader,

dan tenaga lapangan lainnya sedangkan pentaran diberikan kepada petugas sanitasi

puskesmas, dokter/kepala puskesmas, para medis, petugas pelaksana pemberantasan

DBD Dinas Kesehatan. Selain itu diadakan pertemuan/rapat kerja di berbagai tingkat

mulai dari puskesmas sampai tingkat pusat.[3]

Penelitian dilaksanakan dalam rangka mengembangkan teknologi pemberantasan

meliputi aspek entomologi, epidemiologi, sosioantropologi, dan klinik. Penelitian

diselenggarakan oleh Depkes, perguruan tinggi, atau lembaga penelitian lainnya.[3]

PROGNOSIS

Prognosis dengue tergantung kepada adanya antibodi yang didapat secara pasif

atau didapat yang meningkatkan kecenderungan terjadinya demam berdarah dengue.

Pada DBD kematian terjadi pada 40–50% pasien dengan syok, tetapi dengan perawatan

intensif, kematian dapat diturunkan hingga < 1%. Kemampuan bertahan berhubungan

dengan terapi suportif awal.Kadang-kadang terdapat sisa kerusakan otak yang

diakibatkan oleh syok berkepanjangan atau terjadi pendarahan intracranial.

36

Page 37: Laporan Kasus Demam Berdarah

BAB IV

ANALISA KASUS

Hubungan Diagnosis dengan Keadaan Rumah dan Lingkungan

Linkungan rumah pasien tidak langsung menjadi penyebab infeksi demam

berdarah. Pasien memang jarang menguras bak mandi dan dapat menyebabkan

timbulnya jentik nyamuk pada tempat penampungan air. Selain itu, bagian

ventilasi pasien tidak menggunakan jaring untuk nyamuk, pasien sendiri juga

tidak menggunakan obat nyamuk saat tidur. Hal inilah yang menyebabkan pasien

terkena demam berdarah. Selain itu, daerah sekitar juga tergolong penuh dengan

semak belukar yang dapat menjadi sarang nyamuk. Hubungan diagnosis dengan

keadaan rumah dan lingkungan ada, dimana terdapat faktor tempat pertumbuhan

dan perkembangan nyamuk baik di rumah maupun lingkungan pasien.

Hubungan diagnosis dengan keadaan kelaurga dan hubungan keluarga

Pasien jarang menggunakan obat nyamuk di rumah, hal ini dikarenakan istri

pasien tidak suka dengan bau obat nyamuk tersebut. Keluarga pasien juga

sebaiknya dibertahu terkait siklus demam pada demam berdarah, dimana dapat

mengalami penurunan secara tiba-tiba yang sering disalah-artikan dengan

sembuh. Keluarga maupun pasien harus diberikan penjelasan bahwa ini adalah

37

Page 38: Laporan Kasus Demam Berdarah

masa kritis dimana pasien harus mengonsumsi banyak air dan elektrolit untuk

pengganti cairan yang hilang akibat infeksi virus ini.

Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan

lingkungan sekitar

Perilaku menguras bak mandi pada pasien tergolong kurang, pasien mengaku

malas menguras bak mandi karena takut air mati sehingga tidak terdapat stok air.

Selain itu pasien juga jarang menggunakan obat nyamuk maupun anti nyamuk,

walaupun di sekitar rumah pasien terdapat daerah yang berpotensi sebagai tempat

perkembangan nyamuk.

DAFTAR PUSTAKA

1) Hadinegoro S.R.H, Soegijanto S, dkk. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di

IndonesiaDepartemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal

Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.. Edisi 3. Jakarta.

2004.

2) Suhendro dkk. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid

III. Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, Juni 2006. Hal. 1731-5.

3) Sungkar S. Demam Berdarah Dengue. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan

Ikatan Dokter Indonesia. Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta,

Agustus 2002.

4) Asih Y. S.Kp. Demam Berdarah Dengue, Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan,

dan Pengendalian.World Health Organization. Edisi 2. Jakarta. 1998.

5) Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. Nelson Textbook of Pediatric. Ed 18.

Saunders. 2007.

6) World Health Organization.Dengue hemorrhagic fever. Guideline for Diagnosis,

Treatment, Prevention and Control; WHO : 2009.

38

Page 39: Laporan Kasus Demam Berdarah

7) Centers for Disease Control and Prevention. Dengue. Clinical Manifestation and

Epidemiology. CDC : 2009

39