Top Banner
  LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL Sediaan Salep Mata Steril Neomisin Sulfas 0,25%(b/v)  Disusun oleh: Johan Fanjonef Pakpahan P 17335113049 POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG JURUSAN DIII FARMASI 2014
35

Laporan Injeksi Famotidin 0.5%

Oct 09, 2015

Download

Documents

johanfanjonef

kacau
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERILSediaan Salep Mata Steril Neomisin Sulfas 0,25%(b/v)

Disusun oleh:

Johan Fanjonef PakpahanP 17335113049

POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNGJURUSAN DIII FARMASI2014

SALEP MATA STERIL NEOMISIN SULFAS 0,25%(b/v)

I. TUJUAN PERCOBAANa. Agar praktikan dapat mengetahui dan mampu membuat formulasi sediaan salep mata steril neomisin sulfas 0,25%(b/v).b. Agar praktikan dapat mengetahui teknik sterilisasi yang tepat untuk peralatan dan untuk pembuatan sediaan salep mata steril neomisin sulfas 0,25%(b/v).c. Agar praktikan dapat mengetahui evaluasi sediaan yang harus dilakukan pada sediaan salep mata steril neomisin sulfas 0,25%(b/v).

II. PENDAHULUANPada praktikum kali ini praktikan membuat sediaan salep mata steril neomisin sulfat dengan kadar 0,25%, adapun latar belakang praktikan memilih garam sulfat dari neomisin adalah karena III. TINJAUAN PUSTAKA3.1 PengertianInjeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. (Departemen Kesehatan RI, 1995) Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lender. Injeksi dapat berupa larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk steril yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan.Syarat-syarat obat suntikyaitu, aman, harus jernih, tidak berwarna, sedapat mungkin isohidris, sedapat mungkin isotonis, harus steril, bebas pirogen(Anief, Moh, 2006).

3.2 Bentuk-bentuk Sediaan Parenteral (The Council of The Royal Pharmaceutical Society, 1994)3.2.1 Larutan AirPaling sederhana dan paling banyak digunakan. Bentuk larutan air dapat digunakan untuk semua rute pemberian.3.2.2 Suspensi AirSuspensi biasanya diberikan dalam rute intramuskular dan subkutan. Suspensi tidak pernah diberikan secara intravena, intraarteri, intraspinal, intrakardia, atau injeksi opthalmik. Partikel pada suspensi harus kecil dan distribusi ukuran partikel harus dikontrol untuk meyakinkan partikel dapat melewati jarum suntik saat pemberian, ukuran partikel tidak boleh meningkat dan tidak terjadi caking saat penyimpanan3.2.3 Suspensi MinyakInjeksi suspensi dibuat dalam pembawa minyak. Suspensi minyak dapat menimbulkan efek depot/lepas lambat pada rute pemberian IM.3.2.4 Injeksi Minyak Senyawa yang bersifat lipofilik banyak yang dibuat dalam bentuk injeksi minyak. Sediaan ini secara umum digunakan dengan rute IM, dan pada keadaan normal tidak digunakan untuk rute lain.3.2.5 EmulsiZat yang bersifat lipofilik dapat dibuat dalam bentuk emulsi O/W. zat dapat dilarutkan dalam larutan minyak atau zatnya sendiri sudah berbentuk minyak. Droplet minyak harus dikontrol dengan dengan hati-hati dan pada saat penyimpanan emulsi tidak akan pecah. Ukuran droplet ideal 3 mikrometer. Biasanya dalam bentuk nutrisi parenteral.3.2.6 Larutan Koloidal3.2.7 Sistem Pelarut CampurZat yang sukar larut dalam air, selain digunakan dalam bentuk garam atau diformulasi dalam pH tinggi atau rendah, beberapa zat diformulasi dalam pelarut campur. Kosolvent digunakan untuk menurunkan polaritas pembawa sehingga zat lebih terlarut. Pemilihan kosolvent terbatas oleh toksisitas.3.2.8 Larutan terkonsentrasi3.2.9 Serbuk untuk injeksiZat yang tidak stabil dalam sir dibuat dalam bentuk serbuk untuk injeksi, sediaan ini berupa serbuk dry filled atau serbuk liofiliasi (freeze dried)3.2.10 Implant

3.3 Keuntungan dan Kerugian Sediaan Injeksi (Lukas,2006)3.3.1 Keuntungan injeksi :1. Respon fisiologis yang cepat dapat dicapai segera bila diperlukan, yang menjadipertimbangan utama dalam kondisi klinik seperti gagal jantung, asma, shok.2. Terapi parenteral diperlukan untukobat-obat yang tidak efektif secara oral atau yang dapat dirusak oleh saluran pencernaan, seperti insulin, hormon dan antibiotik.3. Obat-obat untuk pasien yang tidak kooperatif, mual atau tidak sadar harus diberikan secara injeksi.4. Bila memungkinkan, terapi parenteral memberikan kontrol obat dari ahli karena pasien harus kembali untuk pengobatan selanjutnya. Juga dalam beberapa kasus, pasien tidak dapat menerima obat secara oral.5. Penggunaan parenteral dapat menghasilkan efek lokal untuk obat bila diinginkan seperti pada gigi dan anestesi.6. Dalam kasus simana dinginkan aksi obat yang diperpanjang, bentuk parenteral tersedia, termasuk injeksi steroid periode panjang secara intra-artikular dan penggunaan penisilin periode panjang secara i.m.7. Terapi parenteral dapat memperbaiki kerusakan serius pada keseimbangan cairan dan elektrolit.8. Bila makanan tidak dapat diberikan melalui mulut, nutrisi total diharapkan dapat dipenuhi melalui rute parenteral.9. Aksi obat biasanya lebih cepat.10. Seluruh dosis obat digunakan.11. Beberapa obat, seperti insulin dan heparin, secara lengkap tidak aktif ketika diberikan secara oral, dan harus diberikan secara parenteral.12. Beberapa obat mengiritasi ketika diberikan secara oral, tetapi dapat ditoleransi ketika diberikan secara intravena, misalnya larutan kuat dektrosa.13. Jika pasien dalam keadaan hidrasi atau shok, pemberian intravena dapat menyelamatkan hidupnya.3.3.2 Kerugian Injeksi1. Bentuk sediaan harus diberikan oleh orang yang terlatih dan membutuhkan waktu yanglebih lama dibandingkan dengan pemberian rute lain.2. Pada pemberian parenteral dibutuhkan ketelitian yang cukup untuk pengerjaan secara aseptik dari beberapa rasa sakit tidak dapat dihindari.3. Obat yang diberikan secara parenteral menjadi sulit untuk mengembalikan efek fisiologisnya.4. Pemberian dan pengemasan, bentuk sediaan parenteral lebih mahal dibandingkan metode rute yang lain.5. Beberapa rasa sakit dapat terjadi seringkali tidak disukai oleh pasien, terutama bila sulit untuk mendapatkan vena yang cocok untuk pemakaian i.v.6. Dalam beberapa kasus, dokter dan perawat dibutuhkan untuk mengatur dosis.7. Sekali digunakan, obat dengan segera menuju ke organ targetnya. Jika pasien hipersensitivitas terhadap obat atau overdosis setelah penggunaan, efeknya sulit untuk dikembalikan lagi.8. Pemberian beberapa bahan melalui kulit membutuhkan perhatian sebab udara atau mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh. Efek sampingnya dapat berupa reaksi phlebitis, pada bagian yang diinjeksikan

3.4 Syarat Sediaan InjeksiAir yang digunakan untuk injeksi adalah Aqua pro Injectione. Air untuk injeksi, dibuat dengan menyuling kembali air suling segar dengan alat gelas netral atau wadah logam yang cocok dengan labu percik. Hasil sulingan pertama dibuang dan sulingan selanjutnya ditampung dan segera digunakan harus disterilkan dengan cara Sterilisasi A atau C segera ditampung.Air untuk injeksi bebas udara dibuat dengan mendidihkan air untuk injeksi segar selama 10 menit sambil dicegah hubungan dengan udara sesempurna mungkin, didinginkan dan segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut untuk injeksi, harus disterilkan dengan cara sterilisasi A, segera setelah diwadahkan(Anief, Moh, 2006).Wadah obat suntik, termasuk tutupnya harus tidak berinteraksi dengan sediaan, baik secara fisik maupun kimia sehingga akan mengubah kekuatan dan efektivitasnya. Bila wadah dibuat dari gelas, maka gelas harus jernih dan tidak berwarna atau kekuningan, untuk memungkinkan memeriksa isinya. Jenis gelas yang susai dan dipilih untuk tiaqap sediaan parenteral biasanya dinyatakan dalam masing-masing monograf. Obat suntik ditempatkan di dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis berganda. (Ansel, 1989)3.5 Injeksi Famotidin (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. 2007)3.5.1 FarmakodinamikFamotidin merupakan AH2 sehingga dapat menghambat sekresi asam lambung pada keadaan basal, malam dan akibat distimulasi oleh pentagastrin. Famotidin tiga kali lebih poten daripada ranitidin dan 20 kali lebih poten daripada simetidin. 3.5.2 FarmakokinetikFamotidin mencapai kadar puncak di plasma kira-kira dalam 0.5-3 jam dengan durasi 8-15 jam jika diberikan secara intravena.3.5.3 Indikasiefektivitas obat ini untuk tukak duodenum dan tukak lambung setelah 8 minggu pengobatan sebanding dengan ranitidin dan simetidin. Pada penelitian berpembanding selama 6 bulan, famotidin juga mengurangi kekambuhan tukak duodenum yang secara klinis bermakna. Famotidin kira-kira sama efektif dengan AH2 lainnya pada pasien Sindrom Zollinger-Ellison, meskipun untuk keadaan ini omeprazol merupakan obat terpilih. Efektivitas famotidin untuk profilaksis tukak lambung, refluks esofagitis dan pencegahan tukak stres kurang lebih sama dengan antagonis reseptor H2 lainnya.3.5.4 Efek SampingEfek samping famotidin biasanya ringan dan jarang terjadi, misalnya sakit kepala, pusing, konstipasi dan diare. Seperti halnya dengan ranitidin, famotidin nampaknya lebih baik dari simetidin karena tidak menimbulkan efek antiandrogenik.3.5.5 Interaksi ObatFamotidin tidak mengganggu oksidasi diazepam, teofillin, walfarin, atau fenitoin di hati. Ketokonazol membutuhkan pH asam untuk bekerja sehingga kurang efektif bila diberikan bersama AH2.3.5.6 Dosis IntravenaPada pasien hipersekresi asam lambung tertentu atau pada pasien yang tidak dapat diberikan sediaan oral, famotidin diberikan IV 20 mg tiap 12 jam. Dosis obat untuk pasien harus dititrasi berdasarkan jumlah asam lambung yang disekresi.3.6 Preformulasi Bahan AktifBahan AktifNeomisin sulfas

PemerianSerbuk putih atau putih kekuningan, higroskopik[British Pharmacopoeia th. 2009 hal. 4157]

KelarutanSangat mudah larut dalam air, sangat sedikit larut dalam alkohol, praktis tidak larut dalam aseton.[British Pharmacopoeia th. 2009 hal. 4157]

Stabilita Panas

Cahaya pH sediaan salep mata Neomisin sulfas tahan terhadap pemanasan, tetapi mengalami perubahaan warna [Chemical Stability of Pharmaceutical hal. 613]Harus terlindung dari cahaya [Martindale ed.36 hal. 305]5,0-7,5 [British Pharmacopoeia th. 2009 hal. 4157]

Rentang kadarPresentase kadar salep mata neomisin sulfat yaitu 95%-135%[USP 30-NF25 hal. 2719]

PenyimpananDalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya[Farmakope Indonesia ed.IV hal. 606]

Kesimpulan :

Bentuk zat aktif yang digunakan (basa/asam/garam/ester) : Garam (neomisin sulfas)

Bentuk sediaan (lar/susp/emulsi/ Salep mata steril) : Salep mata steril

Cara sterilisasi sediaan : Aseptik

Kemasan : Tube steril @5gram

3.7 PREFORMULASI EKSIPIEN3.7.1 Natrium KloridaNama BahanNatrium Klorida BM 58.44

PemerianSerbuk hablur putih, tidak berwarna, berasa asin, hablur berbentuk kubus[ FI Ed. IV : 585]

Kelarutan Mudah larut dalam air, sedikit lebih mudah larut dalam air mendidih, larut dalam gliserin, sukar larut dalam ethanol.[ FI Ed. IV : 585]

StabilitasLarutan natrium klorida dapat terjadi pemisahan partikel pada wadah kaca tertentu. Larutan dapat disterilkan dengan cara panas basah autoclave atau dengan cara filtrasi.Tahan pemanasan, stabil didalam air sehingga tidak terjadi reaksi hidrolisis dan reaksi oksidasi.[ HOPE 6th : 639]

KegunaanAdjust Tonisitas[ HOPE 6th : 639]

InkompatibilitasLarutan natrium klorida bersifat korosif untuk besi. Bereaksi membentuk endapan dengan garam perak, timbal, dan merkuri. Oksidator kuat dapat melepaskan klorin dari larutan natrium klorida asam. Kelarutan dari Methylparaben sebagai pengawet menurun dalam larutan natrium klorida. dan mengurangi viskositas gel karbomer atau hidroksipropil.[ HOPE 6th : 639]

3.7.2 Benzalkonium KloridaNama BahanBenzalkonium Klorida BM 354.0

PemerianGel kental atau potongan seperti gelatin, putih atau putih kekuningan, biasanya berbau aromatik lemah. Larutan dalam air berasa pahit. Jika dikocok sangat berbusa dan biasanya sedikit alkali, higroskopik.[British Pharmacopoeia Vol III : 618]

Kelarutan Praktis tidak larut dalam eter, sangat mudah larut dalam aseton, ethanol 95%, methanol, propanol dan air.[ HOPE 6th : 57]

StabilitasHigroskopik sehingga dapat terpengaruh oleh cahaya, udara dan logam. pH 5-8[ HOPE 6th : 57]

KegunaanAntimikroba[ HOPE 6th : 57]

InkompatibilitasInkompatibel dengan alumunium, surfraktan anionik, surfraktan nonionik dalam konsentrasi tinggi, lanolin, hidrogen peroksida, permanganat, protein, salisilat, [ HOPE 6th : 57]

3.7.3 Asam KloridaNama BahanAsam Klorida BM 36.46

PemerianLarutan jernih, tidak berwarna, bau menyengat.[ HOPE 6th : 308]

Kelarutan Mudah larut dengan air, larut dengan ethyl eter, ethanol 95%, dan methanol.[ HOPE 6th : 308]

StabilitasAsam klorida harus disimpan dalam wadah kaca tertutup rapat, atau wadah inert pada suhu di bawah 30oC. Harus dihindari penyimpanan di dekat alkali, logam, dan sianida.[ HOPE 6th : 308]

KegunaanAcidifying agent.[ HOPE 6th : 308]

InkompatibilitasAsam klorida bereaksi hebat dengan alkali, sejumLah besar panas. Asam klorida juga bereaksi dengan banyak logam.[ HOPE 6th : 308]

3.7.4 Natrium HidroksidaNama BahanNatrium HidroksidaBM 40

PemerianPutih atau praktis putih, massa melebur, berbentuk pellet, serpihan atau batang, atau bentuk lain, keras rapuh dan menunjukan pecahan hablur. Bila dibiarkan diudara akan cepat menyerap karbon dioksida dan lembab. [ FI Ed. IV : 589]

Kelarutan Mudah larut dalam air dan ethanol 1 : 7.2, praktis tidak larut dalam ether. Larut dalam glyserin. Larut dalam methanol 1:4.2 [ HOPE 6th : 589]]

StabilitasNatrium hidroksida harus disimpan dalam wadah non-logam kedap udara di tempat yang sejuk dan kering. Bila terkena udara, natrium hidroksida akan dengan cepat menyerap kelembaban dan mencair, tapi kemudian menjadi padat lagi karena penyerapan karbon dioksida dan pembentukan natrium karbonat. [ HOPE 6th : 589]

KegunaanAlkalizing agent; buffering agent.[ HOPE 6th : 589]

InkompatibilitasNatrium hidroksida adalah basa kuat dan inkompatibel dengan senyawa yang mudah mengalami hidrolisis/oksidasi.[ HOPE 6th : 589]

3.7.5 Asam AsetatNama BahanAsam AsetatBM 60.5

PemerianTidak berwarna dan larutan berbau menyengat [HOPE 6th : 5]

Kelarutan Larut dalam ethanol, ether, gliserin, air dan minyak [HOPE 6th : 5]]

StabilitasAsam asetat harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, ditempat yang sejuk dan kering[ HOPE 6th : 6]

Kegunaanbuffering agent.[ HOPE 6th : 5]

InkompatibilitasAsam asetat akan bereaksi dengan substansi asam [HOPE 6th : 6]

3.7.6 Natrium AsetatNama BahanNatrium AsetatBM 82

PemerianTidak berwarna, kristal transparan, atau serbuk kristal granul, dengan bau tidak terlalu meyengat seperti asam asetat [HOPE 6th : 620]

Kelarutan Larut dalam 1 : 0.8 bagian air, 1 : 20 bagian ethanol 95% [HOPE 6th : 620]]

StabilitasNatrium asetat harus disimpan dalam wadah tertutup rapat[ HOPE 6th : 620]

Kegunaanbuffering agent.[ HOPE 6th : 620]

InkompatibilitasSodium asetat bereaksi dengan komponen asam dan basa. Akan bereaksi dengan fluorin, potasium nitrat, dan diketene. [HOPE 6th : 620]

3.7.7 Aqua Pro InjeksiNama BahanAqua Pro Injeksi

PemerianCairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa. [ FI Ed. IV : 112]

Kelarutan Dapat bercampur dengan pelarut polar lainnya [ HOPE 6th : 766]]

StabilitasStabil disemua keadaan fisik (padat, cair, gas) [ HOPE 6th : 766]

KegunaanPembawa [ HOPE 6th : 766]

Inkompatibilitasair dapat bereaksi dengan obat dan berbagai eksipien yang rentan akan hidrolisis (terjadi dekomposisi jika terdapat air atau kelembapan) pada peningkatan temperatur. Air bereaksi secara kuat dengan logam alkali dan bereaksi cepat dengan logam alkali tanah dan oksidanya seperti kalsium oksida dan magnesium oksida. Air juga bisa bereaksi dengan garam anhidrat menjadi bentuk hidrat. [ FI Ed. IV : 112]

IV. PERMASALAHAN DAN PENYELESAIANPermasalahanPenyelesaian

Bahan aktif sangat sukar larut dalam airBahan aktif dilarutkan dalam asam mineral yaitu HCl 0.1 N

Bahan aktif tidak stabil terhadap cahayaSediaan dikemas dengan wadah terlindung dari cahaya yaitu vial coklat 10 mL

Sediaan ditujukan untuk digunakan Multiple DoseSediaan ditambahkan pengawet untuk mengurangi pertumbuhan mikro-organisme pada saat penyimpanan

Bahan aktif hanya stabil pada rentan pH stabilitasnya yaitu pada pH 4.9 5.5Sediaan ditambahkan Dapar untuk mempertahankan stabilitas pH bahan aktif

Untuk mencapai pH yang diinginkanSediaan ditambahkan NaOH atau HCl 0.1 N sebagai Adjust pH

Sediaan injeksi famotidin memiliki tonisitas yang hipotonisDitambahkan NaCl sebagai pengisotoni untuk memenuhi syarat sediaan injeksi yang harus isotonis

V. PENDEKATAN FORMULANo.Nama BahanJumlahKegunaan

1.Famotidin0.525 % b/vBahan Aktif

2.HCl 0.1 N2.6 mL Pelarut Bahan Aktif

3.Natrium Klorida0.1162 % b/vPengisotoni

4.NaOH 0.1 NqsAdjust pH

5.HCl 0.1 NqsAdjust pH

6.Benzalkonium Klorida0.01 % b/vPengawet

7.Asam Asetat0.0355%Dapar

8.Natrium Asetat0.1337%Dapar

9.Aqua Pro InjeksiAd 100 % b/vPembawa

VI. PERHITUNGAN TONISITAS dan DAPAR6.1 Perhitungan DaparJenis dapar/kombinasiDapar Asetat / Asam Asetat dan Natrium Asetat

Target pH5.2

Kapasitas dapar0,01

Perhitungan :Garam = Natrium Asetat (CH3COONa)Asam = Asam Asetat (CH3COOH)pKa = 4.76

pH = pKa + log 5,2 = 4,76 + log log = 0,44antilog(log = antilog 0,44 = 2,7542 [garam] = 2,7542 [asam].(i)

= 2,303 x c x 0,01 = 2,303 x c x 0,01 = 2,303 x c x 0,01 = 2,303 x c x 0,1954c = c = 0,0222 M . (ii)c = [garam] + [asam] .. (masukan persamaan i dan ii)0,0222 = 2,7542 . [asam] + [asam]0,0222 = 3,7542 . [asam][asam] = [asam] = 5,9134 . 10-3 M[garam] = 0,0163 MMassa Asam Asetat yang ditimbang :masam asetat = M x v x Mr (Mr CH3COOH = 60.05)masam asetat = 5,9134 . 10-3 M x 0,1 x 60.05masam asetat = 0.0355 gram/100 mL (0,0355%)Massa Natrium Asetat yang ditimbang :mna. asetat = M x v x Mr (Mr CH3COONa = 82)mna. asetat = 0,0163 x 0,1 x 82mna. asetat = 0,1337 gram/100 mL (0,1337%)

6.2 Perhitungan TonisitasNo.Nama BahanJumlahETonisitas

1.Famotidin0.525 % b/v0.09570.0503

2.HCl 0.1 N0.3796 % 1.58360.549

3.Benzalkonium Klorida0.01 % b/v0.180.018

4.Asam Asetat0.0355%0.56620.0201

5.Natrium Asetat0.1337%0.70490.0943

Total0.7838 (hipotonis)

FamotidinBM= 337.45Liso= 1.9E= 17 = 0.0957 HClBM= 36.5Liso= 3.4E= 17 = 1.5836HCl = 0.1 N= g= 0.3796 gram (0.3796 %)

Asam AsetatBM = 60.05Liso= 2E= 17 = 0.5662 Natrium AsetatBM = 82Liso= 3.4E= 17 = 0.7049 Adjust TonisitasDiperlukan NaCl sebanyak :0.9% - 0.7838% = 0.1162 % NaCl

VII. PENIMBANGANSediaan dibuat 3 buah vial = 3 x @10.5 mLVolume sediaan yang akan dibuat :V = n.c + 6 = 3.10.5 + 6 = 37.5 mL Penimbangan dibuat sebanyak 50 mL berdasarkan pertimbangan volume terpindahkan dan kehilangan selama proses produksi.No.Nama BahanJumlah yang Ditimbang

1.Famotidin0.5% x 50 mL = 0.25 g + (5%x0.25g) = 0.2625gram

2.HCl 0.1 N2.6 mL

3.Natrium Klorida0.1162% x 50 mL = 0.0581 gram

4.NaOH 0.1 Nqs

5.HCl 0.1 Nqs

6.Benzalkonium Klorida0.01% x 50 mL = 0.005 gram

7.Asam Asetat0.0355% x 50 mL = 0.01775 gram

8.Natrium Asetat0.1337% x 50 mL = 0.0669 gram

9.Aqua Pro InjeksiAd 100% ~ 98,8 mL

VIII. STERILISASI8.1 AlatNo.Nama alatJumlahCara sterilisasi (lengkap)

1Gelas kimia 100mL2Panas Basah (autoclave 121C,15 menit)

2Gelas kimia 50mL5Panas Basah (autoclave 121C,15 menit)

3Erlenmayer 100mL1Panas Basah (autoclave 121C,15 menit)

4Gelas ukur 10mL1Panas Basah (autoclave 121C,15 menit)

5Batang pengaduk3Panas Basah (autoclave 121C,15 menit)

6Spatel2Panas Basah (autoclave 121C,15 menit)

7Pipet tetes4Panas Basah (autoclave 121C,15 menit)

8Tutup pipet4Zat Kimia (Alkohol 70%, 24 jam)

9Kaca arloji3Panas Basah (autoclave 121C,15 menit)

10Corong2Panas Basah (autoclave 121C,15 menit)

11Buret1Panas Basah (autoclave 121C,15 menit)

12Klem & Statif1Zat Kimia (Alkohol 70%, 24 jam)

13Kertas saring2Panas Kering (Oven 160C,2 jam)

8.2 WadahNo.Nama bahanJumlahCara sterilisasi (lengkap)

1.Vial Coklat 10 mL3Panas Basah (autoclave 121C,15 menit)

2.Tutup Karet Vial Coklat 10 mL3Zat Kimia (Alkohol 70%, 24 jam)

8.3 BahanNo.Nama bahanJumlah (b/v)Cara sterilisasi (lengkap)

1.Famotidin0.525 % Panas Kering (Oven 160C,2 jam)

2.HCl 0.1 N2.6 mL Panas Basah (autoclave 121C,15 menit)

3.Natrium Klorida0.1162 % Panas Kering (Oven 160C,2 jam)

4.NaOH 0.1 NqsPanas Basah (autoclave 121C,15 menit)

5.HCl 0.1 NqsPanas Basah (autoclave 121C,15 menit)

6.Benzalkonium Klorida0.02 % Panas Basah (autoclave 121C,15 menit)

7.Asam Asetat0.0355%Panas Basah (autoclave 121C,15 menit)

8.Natrium Asetat0.1337%Panas Kering (Oven 160C,2 jam)

9.Aqua Pro InjeksiAd 100 % Panas Basah (autoclave 121C,15 menit)

IX. PROSEDUR PEMBUATANRUANGPROSEDUR

Grey Area(Ruang sterilisasi) 1. Alat dan wadah yang akan disterilisasi dicuci, dikeringkan, dan dibungkus dengan kertas perkamen sebanyak dua lapis.2. Sebelum disterilisasi, beaker glass 100mL dikalibrasi sebanyak 50mL 3. Alat dan wadah disterilisasi dengan metode :a. Panas basah Menggunakan autoclave 121oC selama 15 menitBeaker glass, spatel, kaca arloji, pipet tetes, gelas ukur, batang pengaduk, erlenmayer, vial coklatb. KimiaMenggunkan alkohol 70% dengan perendaman selama 24 jamKaret pipet tetes, karet tutup vial coklat4. Pembuatan aqua pro injeksi steril :100 mL aquadest disterilkan dengan autoclave 121oC selama 15 menit 5. Setelah sterilisasi, semua alat dan wadah dimasukan ke dalam white area melalui transfer box.

Grey Area(Ruang Penimbangan)1. Famotidin ditimbang sebanyak 0.2625 gram menggunakan kaca arloji steril.2. Natrium klorida ditimbang sebanyak 0.0581 gram dengan menggunakan kaca arloji steril.3. HCl diukur sebanyak 2.6 mL menggunakan gelas ukur steril4. Natrium Asetat ditimbang sebanyak 0.0669 gram menggunakan kaca arloji steril5. Asam asetat ditimbang sebanyak 0.0178 gram menggunakan kaca arloji steril6. Benzalkonium Klorida ditimbang sebanyak 0.005 gram menggunakan kaca arloji steril7. Bahan yang telah ditimbang ditutup dengan dengan alumunium foil dan dimasukan ke white area melalui transfer box.

White Area (Ruang Pencampuran)Grade C1. Disiapkan Aqua pro injeksi steril2. Famotidin sebanyak 0.2625 gram dilarutkan dengan 2.6 mL HCl 0.1 N kedalam beaker glass 100 mL yang telah dikalibrasi sebanyak 50mL. Kaca arloji dibilas 2 kali dengan 1 mL aqua pro injeksi. Kemudian diaduk menggunakan batang pengaduk ad larut3. Benzalkonium klorida sebanyak 0.005 gram dilarutkan dengan 2 mL aqua pro injeksi bebas pirogen dalam kaca arloji steril. Kemudian dimasukan kedalam beaker glass 100 mL utama, kaca arloji dibilas 2 kali dengan 1 mL aqua pro injeksi. Campuran diaduk menggunakan batang pengaduk ad homogen4. Natrium klorida sebanyak 0.0809 gram dilarutkan dengan 2 mL aqua pro injeksi bebas pirogen dalam beaker glass 50 mL. Dan diaduk menggunakan batang pengaduk ad larut, lalu dimasukan kedalam beaker glass 100 mL utama, beaker glass 50 mL dibilas 2 kali dengan 1 mL aqua pro injeksi. Campuran diaduk menggunakan batang pengaduk ad homogen5. Natrium Asetat sebanyak 0.0669 gram dilarutkan dengan 2 mL aqua pro injeksi bebas pirogen dalam beaker glass 50 mL. Dan diaduk menggunakan batang pengaduk ad larut, lalu dimasukan kedalam beaker glass 100mL utama, beaker glass 50 mL dibilas 2 kali dengan 1 mL aqua pro injeksi. Campuran diaduk menggunakan batang pengaduk ad homogen6. Asam Asetat sebanyak 0.0669 gram dilarutkan dengan 2 mL aqua pro injeksi bebas pirogen dalam beaker glass 50 mL. Dan diaduk menggunakan batang pengaduk ad larut, lalu dimasukan kedalam beaker glass 100mL utama, beaker glass 50 mL dibilas 2 kali dengan 1 mL aqua pro injeksi. Campuran diaduk menggunakan batang pengaduk ad homogen7. Larutan dihomogenkan dengan menggunakan batang pengaduk steril, kemudian larutan ditambahkan aqua pro injeksi sampai mencapai 80% dari total volume sediaan atau sekitar 40mL8. Dilakukan pengecekan pH dengan beberapa tetes larutan menggunakan pH indikator universal9. Bila pH belum mencapai nilai yang diharapkan, maka ditambahkan NaOH 0.1 N atau HCl 0.1 N hingga pH larutan mencapai 5.2. lalu digenapkan dengan aqua pro injeksi steril ad 50 mL10. Larutan sediaan disaring menggunakan membran filter 0.45m yang dilanjutkan dengan membran filter 0.22m dan ditampung dengan erlenmayer steril.11. Disiapkan buret steril dan dilakukan pembilasan sampai semua bagian dalam buret terbasahi12. Sediaan yang sudah jadi dituang kedalam buret steril. Ujung bagian atas buret ditutup dengan alumunium foil13. Sebelum diisikan kedalam vial, jarum buret dibersihkan dengan tissue steril yang telah dibasahi alkohol 70%14. Diisi setiap vial dengan sediaan jadi sebanyak 10.5 mL lalu vial ditutup dengan menggunakan alumunium foil.15. Vial dibawa ke ruang penutupan melalui transfer box.

White Area(Ruang Penutupan)Grade C1. Vial yang sudah terisi ditutup dengan tutup karet vial lalu diseal dengan alumunium cap.

Grey Area(Ruang Sterilisasi)1. Sediaan disterilisasi dengan menggunakan sterilisasi panas basah pada autoclave 121oC selama 15 menit sediaan disimpan dalam gelas kimia yang telah dialasi kapas terlebih dahulu.2. Botol yang telah disterilisasi kemudian dibawa ke ruang evaluasi untuk dilakukan evaluasi pada sediaan.

Grey Area(Ruang Evaluasi)1. Setelah sterilisasi akhir, dilakukan evaluasi sediaan.2. Sediaan diberi etiket dan brosur kemudian dikemas dalam wadah sekunder.

X. XI. DATA PENGAMATAN EVALUASI SEDIAANNoJenis evaluasiPrinsip evaluasiJumlah sampelHasil pengamatanSyarat

1

Uji KejernihanMembandingkan kejernihan larutan uji dengan suspensi padanan, dilakukan dibawah cahaya yang terdifusi tegak lurus ke arah bawah tabung dengan latar belakang hitam (FI IV : 998)1 VialLulus UjiSediaan injeksi famotidin memiliki keadaan yang sama jernih-nya dengan baku pembanding (aqua dest). Suatu cairan dikatakan jernih jika kejernihannya sama dengan air atau pelarut yang digunakan bila diamati dibawah kondisi seperti tersebut disamping atau jika opalesensinya tidak lebih nyata dari suspensi padanan I. Persyaratan untuk drajat opalesensi dinyatakan dalam suspensi padanan I,II, dan III. (FI IV : 998)

2

Uji Partikulat Sejumlah tertentu sediaan uji di filtrasi menggunakan membran, lalu membran tersebut diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x. jumlah partikel dengan dimensi linier efektif 10m atau lebih besar 25 m dihitung. (FI IV : 981-985)Sediaan diletakkan di atas layar berwarna putih dilakukan pengamatan dan diamati secara visual dengan melihat ada tidaknya partikel atau benda asing yang melayang dalam sediaan.1 VialLulus UjiSediaan infus KCl tidak terdapat par-tikel apapun yang berwarna hitam.Injeksi volume kecil memenuhi syarat uji jika jumlah rata-rata paetikel yang dikandung tidak lebih dari 10.000 partikel tiap wadah yang setara atau lebih besar dari 10 m diameter sferik efektif dan tidak lebih dari 1000 partikel tiap wadah yang setara atau lebih besar dari 25 m dalam dimensi linier efektif. (FI IV : 981-985)

3

Uji KebocoranWadah takaran tunggal yang masih panas setelah selesai disterilkan, dimasukkan kedalam larutan metilen blue 0.1 %. Jika ada wadah yang bocor maka larutan metilen blue akan masuk ke dalam karena perubahan tekanan luar dan didalam wadah tersebut sehingga larutan dalam wadah akan berwarna biru. (Agoes : 191)Menguji botol infus dengan membalikan sediaan dibawah kertas saring.1 VialLulus Uji. Botol infus tidak mengalami keboco-ranSediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidak menjadi biru dan kertas saring tidak menjadi basah. (Agoes : 191)

4

Uji Penetapan Volume Injeksi dalam wadah

Penentuan volume dilakukan dengan cara mengambil sample dengan alat suntik hipodemik dan memasukkannya kedalam gelas ukur yang sesuai. (FI IV : 1044)1 VialLulus UjiVolume vial menun-jukan volume yang sama dengan yang tertera pada etiketVolume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji satu persatu. (FI IV : 1044)

5

Uji Penetapan pH

Pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi atau menggunakan pH indikator universal.(FI IV : 1039-1040)1 VialLulus UjipH sediaan masih memberikan nilai yang sama sesuai dengan spesifikasi yaitu pada pH 5.2pH sesuai dengan dengan spesifikasi formula sediaan yaitu pada pH 5.2(FI IV : 1039-1040)

6Uji Keseragaman Kandungan(Dispensasi)Menetapkan kadar 10 satuan sediaan satu per satu sesuai penetapan kadar.(FI IV : 999-1001)1 Vial-Terpenuhi jika tidak lebih dari 1 satuan dari 30 sampel terletak di luar rentang 85-115% dari kadar yang tertera pada etiket dan tidak ada satuan yang terletak diluar rentang 75-125% dari kadar yang tertera pada etiket dan SBR 30 satuan tidak lebih dari 7.8 %. (FI IV : 999-1001)

7

Uji Sterilitas(Dispensasi)Menguji sterilitas suatu bahan dengan melihat ada tidaknya pertumbuhan mikroba pada inkubasi bahan uji menggunakan cara inokulasi langsung pada media 30-35oC selama tidak kurang dari 7 hari. (FI IV : 855-863)1 Vial-Memenuhi syarat uji jika pada interval tertentu dan pada akhir periode inkubasi, diamati tidak terdapat kekeruhan atau pertumbuhan mikroba pada permukaan, kecuali teknik pengujian dinyatakan tidak absah, jika ternyata uji tidak absah maka dilakukan pengujian tahap kedua yaitu, memenuhi syarat uji jika tidak ditemukan pertumbuhan mikroba pada pengujian terhadap minimal 2 kali jumlah sampel tahap uji. (FI IV : 855-863)

8Uji Kandungan zat antimikroba(Dispensasi)Penentuan kandungan zat antimikroba menggunakan kromatografi gas.(FI IV : 939-942)1 Vial-Produk harus mengandung sejumlah zat antimikroba seperti yang tertera pada etiket 20%. (FI IV : 939-942)

9Uji Efektivitas pengawet(Dispensasi)Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukan kedalam sediaan yang mengandung pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan sebagai parameter efektivitas pengawet dalam sediaan. Inokulasi mikroba pada sediaan dengan cara menginkubasi tabung bakteri biologik (Candida albicans, Aspergilus Niger, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus) yang berisis sampel dari inokula pada suhu 20-25oC dalam media Soybean-Casein Digest Agar.(FI IV : 854-855)1 Vial-Suatu pengawet dinyatakan efektif didalam contoh yang diuji, jika :a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke 14 berkurang hingga tidak lebih dari 0.1% dari jumlah awalb. Jumlah kapang & khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau berkurang dari jumlah awalc. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau kurang dari bilangan yang disebut pada a dan b.(FI IV : 854-855)

XII. PEMBAHASANPraktikum ini mengenai pembuatan sediaan injeksi steril small volume parenteral famotidin 0.5%. Famotidin merupakan obat untuk mengobati ulkus peptikum akibat hipersekresi asam lambung. Pembuatan injeksi famotidin ini dimaksudkan untuk pasien yang tidak sadarkan diri atau tidak memiliki kemampuan untuk menggunakan obat melalui oral, injeksi famotidin juga ditujukan agar pemberian rute intravena memiliki afinitas yang cepat dibandingkan dengan pemberian secara oral.Dalam literatur USP dikatakan bahwa rentan kadar famotidin yang diperbolehkan adalah dari 94% sampai 106%. Maka untuk memaksimalkan potensi dari bahan aktif dan untuk menghindari kehilangan bobot karena proses penyaringan atau karena perpindahan bahan pada saat proses pencampuran, maka pada preformulasi bahan aktif dilebihkan 5% sesuai dengan rentan kadar yang diperbolehkan. Sehingga kadar famotidin injeksi yang dibuat dalam sediaan ini menjadi 0.525%. kadar yang telah dilebihkan ini berpengaruh pada perhitungan tonisitas sediaan, karena pada pembuatan injeksi ini tidak menggunakan karbon aktif sebagai adsorban sehingga tidak memungkinkan bahwa bahan aktif ada yang akan terserap oleh karbon aktif. Maka kadar yang telah dilebihkan merupakan kadar yang akan ada pada sediaan.Sediaan ini ditujukan untuk rute intravena yang langsung masuk ke pembuluh darah tanpa melewati barier tubuh terlebih dahulu, sehingga pemberiannya harus dalam kondisi steril. Pemberian larutan secara intravena merupakan rute pemberian cairan obat dalam jumlah besar yang akan terdistribusi (terdispersi) dengan cepat keseluruhan tubuh. Sediaan akhir dari famotidin injeksi, yang merupakan dalam bentuk liquid dan memiliki stabilitas terhadap panas yang baik sehingga dipilih perlakuan cara sterilisasi dengan terminal sterilisation dengan menggunakan autoclave pada 121oC selama 15 menit. Syarat dari pemilihan bahan aktif adalah sedapat mungkin dipilih bahan aktif yang memiliki kelarutan yang baik didalam air. Dalam literatur yang didapatkan, ternyata famotidin memiliki kelarutan yang buruk terhadap air. Namun famotidin ini dapat terlarut dalam asam mineral, sehingga dalam proses pembuatan sediaan, famotidin dilarutkan dengan menggunakan HCl 0.1 N yang merupakan asam mineral.

Sediaan injeksi dipersyaratkan harus memiliki tonisitas yang sama dengan NaCl 0.9% maka tonisitas sediaan pun harus diperhitungkan mengingat jika sediaan yang dibuat hipertonis maka pada sel akan terjadi perpindahan cairan dari dalam keluar sel, sehingga sel akan mengalami krenasi atau sel akan menjadi mengkerut dan dapat membahayakan tubuh. Begitu pula jika sediaan yang diberikan memiliki tonisitas yang hipotonis maka pada sel akan terjadi perpindahan cairan dari luar kedalam sel, sehingga sel akan mengalami lisis atau mula-mula menggembung dan kemudian akan pecah karena terlalu banyak cairan yang mengisisnya. Larutan hipotonis lebih membahayakan tubuh karena sel-sel mengalami kerusakan sehingga untuk mengatasi masalah ini sediaan harus dibuat isotonis dengan cairan tubuh dengan menambahkan zat pengisotoni. Sifat isotonis dari sediaan sangat berpengaruh terhadap rasa sakit yang ditimbulkan pada saat penggunaan sediaan tersebut, sehingga dalam hal ini perhitungan isotonis sangat dibutuhkan untuk mengetahui isotonis sediaan yang dibuat. (Voigt, R., 1995). Untuk memenuhi syarat isotonis pada sediaan injeksi famotidin dilakukan perhitungan tonisitas sediaan, pertama dicari terlebih dahulu nilai E (eqivalensi dengan NaCl 0.9%) dari bahan-bahan yang ada dalam formulasi (Famotidin, Benzalkonium Klorida, Asam Asetat, Natrium Asetat, HCl). Nilai E dari benzalkonium klorida telah diketahui dalam FI IV pada tabel larutan isotonik sedangakan bahan-bahan lain tidak tercantum pada literatur manapun, sehingga digunakan metode Liso untuk mendapatkan nilai E. setelah didapatkan nilai E maka nilai tonisitas sediaan merupakan hasil kali antara nilai E dengan massa masing-masing bahan, pada formulasi sediaan ini ternyata mendapatkan nilai tonisitas yang menunjukan angka hipotonis yaitu 0.7838%, maka diperlukan adanya suatu zat yang dapat meningkatkan tonisitas sediaan, pada formulasi sediaan dipilih NaCl sebagai pengisotoni karena kompatibilitasnya dengan bahan aktif famotidin, digunakan yaitu sebanyak 0.1162%.Famotidin memiliki stabilitas pH antara 4.9 dan 5.5. Agar potensi menjadi tidak berkurang karena terjadi perubahan pH pada saat penyimpanan, maka sediaan diperlukan penambahan dapar. Pada preformulasi dapar yang dipilih adalah dapar asetat, karena kemampuan mempertahankan pH nya sesuai dengan stabilitas pH bahan aktif yaitu pH 3.5 5.7. (Lachman,2008). Untuk mengetahui jumlah dapar yang digunakan maka dilakukan perhitungan dapar dengan menghitung kadar asam asetat dan natrium asetat yang dibutuhkan. Perhitungan dilakukan dengan kapasitas dapar () sebesar 0.01.Pembuatan sediaan famotidin injeksi ini ditujukan untuk pemakaian multiple dose. Sehingga memungkinkan adanya kontaminasi mikroba bebas pada penyimpanannya, untuk mengatasi masalah tersebut maka sediaan ini perlu ditambahkan zat antimikroba. Pengawet yang dipilih pada preformulasi adalah benzalkonium klorida dengan kadar 0.01%, kadar ini dipilih karena konsentrasi yang lazim digunakan pada sediaan parenteral agar aman digunakan pada pasien. (Lachman,2008). Pengawet dipilih karena memiliki stabilitas pH yang sesuai dengan bahan aktif, mempunyai aktivitas antimikroba yang tinggi, spektrumnya luas, tidak toksik dan kompatibel dengan bahan-bahan lain yang digunakan dalam preformulasi sediaan. Pada pembuatan sediaan, setelah semua alat disterilisasi dengan metode yang sesuai, maka dilakukan penimbangan bahan di Grey Area, pada Grey Area praktikan menggunakan pakaian standar steril untuk area tersebut dengan teknik top to down (penutup kepala, masker, jaslab, sarung tangan). Kemudian bahan harus ditimbang dengan menggunakan kaca arloji yang sudah disterilisasi, setelah ditimbang, kaca arloji harus di tutup dengan alumunium foil, tujuannya untuk meminimalisir terkontaminasinya bahan dengan partikel yang terdapat di udara bebas. Setelah itu, alat dan bahan tersebut disimpan didalam box isolator menuju white area, hal ini ditujukan untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi partikel yang terdapat di udara saat perpindahan bahan dari grey area menuju white area. Pada Grey Area dilakukan pembuatan aqua pro injeksi steril dengan 100 mL aquadest yang disterilkan dengan autoclave 121oC selama 15 menit. Selanjutnya, proses produksi dilakukan di White Area (ruang pencampuran) ini dikarenakan proses produksi yang diharuskan memiliki pengawasan yang sangat ketat terhadap terjadinya kontaminasi. Sebelum memasuki White Area (grade C), praktikan menggunakan gowning terlebih dahulu dengan teknik top-down, bottom-up, dan inside-out. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir kontaminasi partikel bebas, karena White Area merupakan area yang harus dalam keadaan steril karena memiliki sirkulasi udara yang terkontrol oleh adanya HEPA filter. Dan personel merupakan sumber utama kontaminasi pada sediaan, maka untuk menghindari kontaminasi, personel yang memasukinya harus menggunakan pakaian yang tidak melepaskan partikel sedikit pun. Pada area kerja dikondisikan seperti pengerjaan dalam LAF dengan pembagian area yaitu area bersih, area produksi dan area kotor, supaya praktikan lebih menjaga kondisi sediaan untuk menghindari bahaya cross contamination. Setelah semua bahan ditimbang, dilakukan pelarutan bahan menggunakan aqua pro injeksi, masing-masing bahan harus dilarutkan di dalam gelas kimia yang berbeda dengan batang pengaduk dan pipet yang berbeda pula bertujuan untuk meminimalisir terkontaminasinya partikel dari bahan lain. Bahan yang akan dicampur pada wadah utama harus dibilas terlebih dahulu dengan menggunakan aqua pro injeksi steril sebanyak 2 x 2mL, agar memaksimalkan potensi bahan sesuai kadarnya pada sediaan, sehingga tidak ada volume bahan yang tertinggal dalam wadah. Pencampuran dilakukan secara hati-hati agar antar mulut beaker glass yang berisi larutan berbeda tidak saling bersentuhan, dan juga praktikan tidak diperbolehkan memegang mulut beaker glass saat mencampur, usaha ini dilakukan tidak lain hanya untuk menghindari bahaya kontaminasi silang.Setelah sediaan ditambahkan aqua pro injeksi bebas pirogen hingga volume mencapai 80% nya atau sekitar 40mL, dilakukan pengecekan pH menggunakan pH indikator universal ini dilakukan untuk pengaturan pH agar mencapai pH yang diinginkan. Larutan yang sudah jadi di saring menggunakan membran filter ukuran 0,22 mikron dan 0,45 mikron, penyaringan dilakukan agar partikel atau mikroba yang berukuran kecil dapat tertahan pada saringan sehingga sediaan terbebas dari partikel atau mikroba berukuran kecil, namun, karena keterbatasan alat dan waktu, proses penyaringan dengan menggunakan membran filter berukuran 0,22 mikron dan 0,45 mikron tidak dilakukan. filtrat yang telah disaring kemudian di filling. Proses filling dilakukan di White Area (grade C). Menurut CPOB tahun 2012 Proses filling untuk sediaan dengan teknik sterilisasi akhir dapat dilakukan di White Area (grade C) sehingga praktikan langsung mengerjakan proses filling di ruang yang sama seperti pada saat dilakukan proses pembuatan sediaan. Filling merupakan proses yang rawan terjadinya kontaminasi dari area ruangan atau udara kedalam vial. Sehingga proses ini harus dilakukan di ruang yang memiliki intensitas atau sirkulasi udara yang lebih terkontrol (Untuk sterilisasi akhir, White Area (grade C) dapat memenuhi syarat dalam kualifikasi ruangan untuk proses filling). Dalam pengisian sediaan dimasukan kedalam buret steril agar volume yang dimasukan lebih kuantitatif dan akurat, sebelum dimasukan buret harus dibilas terlebih dahulu dengan sediaan sebanyak 2 x 3mL. Pembilasan dilakukan agar semua bagian buret hanya mengandung sediaan saja tidak mengandung zat lain yang menempel. Sebelum menuangkan sediaan kedalam vial, ujung jarum buret harus dibersihkan dahulu dengan menggunakan tissue yang sudah ditetesi dengan alkohol 70% ini dimaksudkan agar mikroba atau partikel yang menempel pada ujung buret tidak ikut masuk kedalam sediaan ketika buret mengisi vial. Pada etiket tertera bahwa sediaan bervolume 10 mL, namun volume tiap vial dilebihkan sesuai dengan kelebihan volume yang dianjurkan dalam FI IV untuk volume yang tertera pada penandaan 10 mL maka kelebihan volume yang dianjurkan adalah sebanyak 0.5 mL. Sehingga volume sediaan yang diisikan pada setiap vial adalah sebanyak 10.5 mL.Wadah vial harus bersifat netral, tidak mengeluarkan alkali hingga dapat menaikkan pH larutan injeksi dan tidak mudah pecah. Setelah proses filling selesai, vial harus ditutup menggunakan penutup vial yang sesuai, karet yang digunakan sebagai tutup akan kontak dengan larutan injeksi pada tekanan dan suhu yang tinggi maka karet harus memenuhi syarat-syarat sifat fisika dan kimia, yaitu harus elastis, permukaan lapisannya harus licin dan tidak berlubang agar dapat dicuci bersih. Karena bahan aktif tidak stabil terhadap cahaya, sehingga perlu digunakan wadah yang dapat melindungi sediaan terhadap paparan cahaya, maka dari itu, sediaan dikemas dalam vial coklat.Untuk mengurangi jumlah mikroba yang berukuran lebih kecil yaitu seperti spora bakteri yang lolos dalam penyaringan menggunakan membran filtrasi berukuran 0,22 mikron dan 0,45 mikron, maka perlu dilakukan proses sterilisasi akhir sediaan menggunakan autoclave pada suhu 121C selama 15 menit. Setelah proses sterilisasi selesai, sediaan infus KCl perlu diberikan etiket sebagai penandaan. Pada etiket wadah obat suntik harus tertera beberapa ketentuan yang penting berisi informasi seputar sediaan seperti cara pemakaian, komposisi, nama obat, kadar obat, dll. Setelah itu sediaan yang sudah diberi etiket perlu dimasukan ke dalam kemasan sekunder dan perlu ditampilkan brosur untuk keterangan lebih lanjut seputar sediaan injeksi famotidin.Setelah disterilisasi, selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap sediaan injeksi famotidin yang dibuat. evaluasi yang dilakukan dalam praktikum ini adalah uji kejernihan, yang dilakukan secara visual dengan pemeriksaan dibawah cahaya yang berlatarbelakang hitam untuk memeriksa apakah ada partikel melayang berwarna hitam atau tidak dan juga apakah sediaan yang dibuat sama jernihmya dengan baku pembanding yaitu aquadest. Untuk menguji kejernihan sediaan maka sediaan dari vial coklat dipindahakan terlebih dahulu kedalam vial bening transparan agar pengujian lebih maksimal. Dari hasil evaluasi sediaan tidak ditemukan partikel asing atau serat yang melayang dalam sediaan. Lalu dilakukan uji bahan partikulat dengan mengamati sediaan pada latar belakang putih yang disinari dengan cahaya disampingnya. Dari hasil evaluasi, sediaan tidak mengandung partikel atau benda asing melayang yang berwarna hitam. Selanjutnya sediaan dilakukan uji kebocoran dengan membalikan botol yang dibawahnya dialasi dengan kertas saring, apabila terjadi kebocoran maka kertas saring akan menjadi basah. Dari hasil evaluasi, sediaan tidak memberikan kebocoran. Uji Sterilitas sangat diperlukan karena sediaan yang dibuat harus teruji keamanannya sebelum diberikan kepada pasien, karena keterbatasan waktu dan fasilitas maka uji sterilitas tidak dilakukan. Dalam uji evaluasi tidak dilakukan pengujian endotoksin bakteri karena dalam monografi bahan aktif tidak mencantumkan syarat bahwa sediaan SVP harus terbebas dari pirogen.

XIII. KESIMPULANFormulasi yang tepat untuk sediaan steril injeksi famotidin adalah sebagai berikut :No.Nama BahanJumlah (b/v)Kegunaan

1.Famotidin0.525 % Bahan Aktif

2.HCl 0.1 N2.6 mL Pelarut Bahan Aktif

3.Natrium Klorida0.1162 % Pengisotoni

4.NaOH 0.1 NqsAdjust pH

5.HCl 0.1 NqsAdjust pH

6.Benzalkonium Klorida0.03 % Pengawet

7.Asam Asetat0.0355%Dapar

8.Natrium Asetat0.1337%Dapar

9.Aqua Pro InjeksiAd 100 % Pembawa

Jenis sterilisasi yang digunakan dalam pembuatan sediaan injeksi famotidin 0.5% adalah dengan sterilisasi akhir melalui metode sterilisasi panas basah menggunakan autoclave pada 121oC selama 15 menit. Dari hasil evaluasi didapatkan bahwa sediaan injeksi famotidin 0.5% memiliki kejernihan baik, tidak mengandung partikel, dan tidak mengalami kebocoran yang signifikan.

XIV. DAFTAR PUSTAKADepartemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan.Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia, edisi III. Jakarta: Departemen KesehatanRowe, Raymond C.2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients. 6th ed. London : Pharmaceutical Press.Syamsuni, H.A. 2007. Ilmu Resep. Jakarta: Buku Kedokteran EGCTan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja.2008.Obat-Obat Penting. Ed. ke 6. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.Lawrens. 2006. United State Pharmacopoeia.USA : USP-PressAnsel, 1985, Pengantar Bentuk Sedian Farmasi, Jakarta, UI PressAgoes, Goeswin. 2009. Sediaan Farmasi Steril. Penerbit ITB : BandungVoigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi ke-5. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.Anief. Moh.2007.Farmasetika. Jakarta : UGM Press. Lachman, L., H. A. Lieberman, dan J. L. Kanig. 2008. Teori dan Praktek FarmasiIndustri, Edisi Ketiga. Jakarta: UIPress.Lukas, S. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: Penerbit Andi.Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2012.CaraPembuatanObat yangBaik (CPOB). Jakarta : BadanPengawasan Obat danMakanan,The Council of The Royal Pharmaceutical Society of Great Britain. 1994. The Pharmaceutical Codex, 12th ed., Principles and Practice of Pharmaceutics. London: The Pharmaceutical Press

KEMASAN SEKUNDER DAN ETIKET

BROSUR

KOMPOSISIDalam 10 mL mengandung :Famotidin 0.5%FARMAKOLOGIFamotidin merupakan AH2 sehingga dapat menghambat sekresi asam lambung pada keadaan basal, malam dan akibat distimulasi oleh pentagastrin. Famotidin tiga kali lebih poten dari pada simetidin. Famotidin mencapai kadar puncak di plasma kira-kira dalam 0.5-3 jam dengan durasi 8-15 jam jika diberikan secara intravena.DOSISPada pasien hipersekresi asam lambung tertentu atau pada pasien yang tidak dapat diberikan secara oral, famotidin diberikan secara intravena 20 mg tiap 12 jam.INDIKASITukak duodenumTukak lambungMengurangi kekambuhan tukak duodenumSindrom Zollinger ElissonRefluks esofagitisEFEK SAMPINGSakit kepalaPusingKonstipasiDiareINTERAKSI OBATFamotidin tidak mengganggu oksidasi diazepam, teofillin, walfarin, atau fenitoin di hati. Ketokonazol membutuhkan pH asam untuk bekerja sehingga kurang efektif bila diberikan bersama AH2SIMPAN PADA SUHU RUANGAN/KAMAR 25OC 30OC DALAM WADAH TERTUTUP RAPATTERLINDUNG DARI CAHAYAHARUS DENGAN RESEP DOKTERNo. Reg. DKL 13B0176489A1No. Batch B124589Mfg. Date 9 Nov 2014Exp. Date 9 Nov 2014PT BOUMPOUKI FARMA TbkBandung - Indonesia

STERIL