LAPORAN KASUSHIPOGLIKEMIA + DM TIPE II
Oleh :Danae Krsitina Natasia, S.KedNIM: FAA 110 038
Pembimbing :dr. Sutopo, Sp. RMdr. Tagor Sibarani
Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik pada bagian
Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine
KEPANITERAAN KLINIK REHABILITASI MEDIK DAN EMERGENCY MEDICINEFK
UNPAR/RSUD dr. DORIS SYLVANUSPALANGKARAYA2015BAB IPENDAHULUAN
Anemia mikrositik hipokrom Anemia dengan ukuran eritrosit yang
lebih kecil dari normal dan mengandung konsentrasi hemoglobin yang
kurang dari normal. (Indeks eritrosit : MCV < 73 fl, MCH < 23
pg, MCHC 26 - 35 %). Penyebab anemia mikrositik hipokrom:
Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi, Berkurangnya
sintesis globin: Thalasemia dan Hemoglobinopati sertaBerkurangnya
sintesis heme: Anemia Sideroblastik.1Penyebab anemiamikrositik
tersering adalah defisiensi besi, yang kedua adalah anemia penyakit
kronis, mikrositosis terjadi sekitar 30 %kasus. Gangguan transport
besi oleh makrofagdi sumsum tulangmerupakan salah satu komponen
patofisiologi kelainan ini. Abnormalitas pembentukan globin yang
menyebabkan anemia mikrositik terjadi pada thalasemia dan beberapa
hemoglobinopati seperti hemoglobin C dan E.2Anemia defisiensi besi
adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk
eritropoietik , karena cadangan besi kosong, sehingga pembentukan
hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan jenis
anemia yang paling banyak diderita oleh penduduk di negara
berkembang, termasuk di indonesia. Sebanyak 16-50 % laki-laki
dewasa di Indonesia menderita ADB dengan penyebab terbanyak yaitu
infeksi cacing tambang (54%) dan hemoroid (27%). 25-48 % perempuan
dewasa di Indonesia menderita ADB dengan penyebab terbanyak
menorraghia (33%) , hemoroid (17%) dan infeksi cacing tambang
(17%). 46-92 % wanita hamil di Indonesia menderita ADB.1
BAB IILAPORAN KASUS2.1 PRIMARY SURVEYTn. H, Laki-LakiVital Sign
: Nadi: 92x/menit, teraba lemahSuhu: 36,00CPernapasan: 20x/menit,
torako-abdominalTD: 130/90 mmHgAirway: bebas, tidak ada sumbatan
jalan nafasBreathing: spontan, 20x/menit, torako-abdominal,
simetris kiri dan kanan, retraksi dinding dada (-)Circulation :
92x/menit, teraba lemahDisability : GCS (Eye 4, Verbal 5, Motorik
6) pupil isokor +/+ (diameter 3 mm/3 mm)Evaluasi masalah: kasus ini
merupakan kasus yang termasuk dalam priority sign yaitu pasien
datang diantar keluarga dengan keluhan lemas. Pasien diberi label
Kuning.Tatalaksana awal : tata laksana awal pada pasien ini adalah
ditempatkan di ruangan non-bedah.
2.1 IDENTITASIdentitas penderitaNama : Tn. HJenis kelamin:
Laki-LakiUsia: 62 thAlamat: Jl. Tumanggung TilungPekerjaan: Pensiun
PNS2.2 ANAMNESISAnamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada 9
Juli 20151. Keluhan utama: Badan terasa lemas2. Riwayat penyakit
sekarang: Pasien datang diantar keluarga dengan keluhan seluruh
badan terasa lemas sejak 7 hari SMRS, pasien mengeluh badan terasa
lemas sudah sejak 7 hari SMRS namun dirasakan semakin bertambah 1
hari SMRS, menurut anak pasien, badan pasien terasa dingin dan
berkeringat, pasien sempat tidak nyambung saat diajak berbicara di
rumah, pasien juga menjadi mengantuk dan kesulitan untuk bangun
dari tempat tidur. Menurut keluarga, pasien sudah mengalami
penurunan nafsu makan sejak 7 hari SMRS, pasien hanya makan
sedikit-sedikit dan jarang, 1 hari ini pasien suka mengeluh haus,
mata terasa berkunang-kunang.3. Riwayat penyakit dahulu: Pasien
saat ini rutin berobat untuk penyakit DM Tipe II yang diderita,
berobat sudah sekitar 7 tahun rutin dengan mengkonsumsi
Glibenclamid 5 mg. Pasien juga riwayat serangan stroke 7 tahun yang
lalu.
2.3 PEMERIKSAAN FISIKStatus Generalis1. Keadaan umum: Tampak
LemahKesadaran: E4V5M62. Tanda-tanda vitalNadi: 92x/menit, teraba
lemahSuhu: 36,00CPernapasan: 20x/menit, torako-abdominalTD: 130/90
mmHg3.Kepala/Leher : CA -/-, SI -/-, Refleks cahaya +/+, pupil
isokor kanan dan kiri, pembesaran KGB -/-, retraksi suprasternal
(-), sianosis (-), 4. Toraks a. Paru :Simetris, jejas (-), tidak
ada ketinggalan gerak, retraksi interkostal (-/-), vesikuler +/+,
rhonki (-/-), wh (-/-)b. Jantung : S1S2 tunggal, murmur (-), gallop
(-)5. Abdomen: supel, BU (+) normal, H/L tidak teraba besar,
timpani, 6. Ekstremitas: akral teraba dingin, CRT >2 detik,
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan laboratorium 9 Juli
2015GDS84 mg/dL
HB9,2 g/dL
Hematokrit27,4%
Trombosit677.000/uL
Leukosit9.950/uL
Pemeriksaan EKG
V. DIAGNOSA a. Diagnosa Banding Hipoglikemia Dehidrasi Beratb.
Diagnosa klinis Hipoglikemia DM Tipe IIVI. USULAN PEMERIKSAAN GDS
Ulang/12 jamVII. PENATALAKSANAAN Pasang O2 Nasal Canul 3 lpm Inf.
D10% 20 tpm, Bolus dengan D40% 3 flz IV Inj. Ranitidin 2 x 50 mg
(IV) Po. Asam Folat 3 x 1 tablet Evaluasi ulang GDS pasca bolus,
Evaluasi GDS di ruangan/12 jam, jika tinggi infus diganti dengan
NaCl 0,9%VIII. PROGNOSISQuo ad vitam: dubia Quo ad functionam:
dubia Quo ad sanationam: dubia
BAB IIIPEMBAHASANKasus ini merupakan kasus yang termasuk dalam
priority sign yaitu pasien datang diantar keluarga dengan keluhan
lemas. Pasien diberi label Kuning. Tata laksana awal pada pasien
ini adalah ditempatkan di ruangan non-bedah.Berdasarkan anamnesa
dan hasil pemeriksaan fisik serta didukung dengan pemeriksaan
penunjang, pasien ini didiagnosa dengan anemia defisiensi
besi.Penegakkan diagnose didasarkan pada anamnesa dan pemeriksaan
fisik yang dilakukan. Dari anamnesa didapatkan pasien mengeluh
badan terasa lemas dan terkadang mata berkunang-kunang, dari
pemeriksaan fisk tampak pasien anemis, didapatkan adanya stomatitis
angularis, CRT yang melambat, tanda-tanda ini merupakan salah satu
gejala khas dari anemia defisiensi besi. Dari pemeriksaan penunjang
juga didapatkan penurunan angka MCV, MCH dan MCHC. Dalam penegakkan
diagnosis dari anemia defisinsi besi masih perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan penunjang lain seperti MDT dan pemeriksaan kadar
ferritin serum, namun dengan data yang sudah ditemukan saat ini
masih bisa disimpulkan pasien mengalami anemia defisiensi besi
karena dengan penurunan angka MCV, MCH dan MCHC menandakan adanya
keadaan anemia mikrositik hipokrom.Terdapat tiga tahap diagnosis
anemia defisiensi besi, yaitu :31. Penentuan adanya anemiaAnemia
secara klinis dapat memberikan beberapa gambaran, yang disebut
sebagai sindroma anemia yakni badan lemah, letih, leu, cepat lelah,
mata berkunang-kunang, telinga sering berdenging. Namun, biasanya,
gejala simptomatis ini ditemukan apabila kadar Hb < 7 g/dl. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan anemis pada konjutiva dan jaringan
bawah kuku.Berdasarkan kadar hemoglobin, kriteria anemia menurut
WHO (Hoffbrand AV, 2001) :KelompokKriteria anemia ( Hb)
Laki-laki dewasa< 13 g/dl
Wanita dewasa tidak hamil< 12 g/dl
Wanita dewasa hamil< 11 g/dl
1. Penentuan defisiensi besi sebagai penyebab anemiaManifestasi
klinis yang khas untuk anemia defisiensi besi adalah ;1. Atrofi
papil lidah ; permukaan lidah licin, mengkilap karena papil lidah
hilang1. Stomatitis angularis ; radang pada sudut mulut1. Disfagia
akibat kerusakan epitel hipofaring1. Koilonichya ; kuku sendok (
spoon nail ), kuku rapuh, bergaris-garis vertical dan menjadi
cekung sehingga mirip sendok1. Atrofi mukosa gaster1. Pica ; makan
yang tidak lazim seperti tanah liat, es, lem dllSecara
laboratorium, untuk menegakan diagnosis defisiensi besi (
modifikasi kriteri Kerlin, et al ) yaitu :Anemia hipokrom
mikrositik pada apusan darah tepi , atau MCV < 80 fl, dan MCHC
< 31 % dengan salah satu dari criteria berikut :1. 2 dari 3
parameter berikut :6. Besi serum < 50 mg/dl6. TIBC > 350
mg/dl6. Saturasi transferin < 15 %1. Feritin serum < 20
mg/l1. Pengecatan besi sumsum tulang negative1. Pemberian SF 3 x
200 mg/hari selama 4 minggu dapat meningkatkan kadar Hb > 2
gr.dl
1. Penentuan penyebab dasar timbulnya anemia defisiensi besi
Gejala klinis tergantung pada penyeakit dasar yang menyertai. Pada
anemia yang disebabkan oleh penyakit cacing tambang, ditemukan
dyspepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan kuning
seperti jerami. Apada anemia akibat perdarahan kronik akibat kanker
kolon akan ditemukan keluhan BAB . Apabila dicurigai penyakit
cacing tambang, dilakukan pemeriksaan feses untuk mencari telur
cacing. Pada kecurigaan perdarahn sementara tidak ditemukan
perdarahan nyata, maka dapat dilakukan tes darah samar ( occult
blood test ) pada feses, dapat juga dilakukan endoskopi saluran
cerna atas atau bawah jika ada indikasi.Dalam tatalaksana yang
diberikan dapat diberikan suplemen besi, namun dari perbaikan pola
diet sudah dapat memenuhi asupan besi yang diperlakukan,
tatalaksana lain adalah dengan transfuse darah.
BAB IVKESIMPULAN
Kasus ini merupakan kasus yang termasuk dalam priority sign
yaitu pasien datang diantar keluarga dengan keluhan lemas. Pasien
diberi label Kuning. Tata laksana awal pada pasien ini adalah
ditempatkan di ruangan non-bedah.Berdasarkan anamnesa dan hasil
pemeriksaan fisik serta didukung dengan pemeriksaan penunjang,
pasien ini didiagnosa dengan anemia defisiensi besi.Penegakkan
diagnose didasarkan pada anamnesa dan pemeriksaan fisik yang
dilakukan. Dari anamnesa didapatkan pasien mengeluh badan terasa
lemas dan terkadang mata berkunang-kunang, dari pemeriksaan fisk
tampak pasien anemis, didapatkan adanya stomatitis angularis, CRT
yang melambat, tanda-tanda ini merupakan salah satu gejala khas
dari anemia defisiensi besi. Dari pemeriksaan penunjang juga
didapatkan penurunan angka MCV, MCH dan MCHC. Dalam penegakkan
diagnosis dari anemia defisinsi besi masih perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan penunjang lain seperti MDT dan pemeriksaan kadar
ferritin serum, namun dengan data yang sudah ditemukan saat ini
masih bisa disimpulkan pasien mengalami anemia defisiensi besi
karena dengan penurunan angka MCV, MCH dan MCHC menandakan adanya
keadaan anemia mikrositik hipokrom.Untuk tatalaksana yang
diberikan, sudah sesuai dengan tatalaksana pada anemia defisiensi
besi, dapat juga ditambahkan pemberian preparat besi oral, serta
perbaikan pola nutrisi pada pasien ini.
DAFTAR PUSTAKA1. Adi, Pangestu. Pengelolaan Saluran Cerna Bagian
Atas. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Aru W Sudoyo (Editor).
Balai Penerbit UI. Jakarta, 2006
2. Tarigan Pangarapen. Tukak Gaster. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Aru W Sudoyo (Editor). Balai Penerbit UI. Jakarta,
2006
3. Bakta, I Made dkk. Anemia Defisiensi Besi. Dalam : Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Aru W Sudoyo (Editor). Balai Penerbit UI.
Jakarta, 2006