Top Banner
PENGUKURAN FISIOLOGIS LAPORAN diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Pengukuran Fisiologis dalam Pendidikan Khusus Disusun oleh : Ana Mardiana (1307246) Khaira Hayati (1304621) JURUSAN PENDIDIKAN KHUSUS FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014
70

Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

Apr 10, 2023

Download

Documents

Dewi Agustin
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

PENGUKURAN FISIOLOGISLAPORAN

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas PengukuranFisiologis dalam Pendidikan Khusus

Disusun oleh :

Ana Mardiana (1307246)

Khaira Hayati (1304621)

JURUSAN PENDIDIKAN KHUSUS

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2014

Page 2: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

SISTEMPENGLIHATAN

Page 3: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

1A. Tes Percobaan : Tes Visus

B. Tujuan percobaan : Untuk mengetahui mengetahui

seberapa besar ketajaman penglihatan mata

seseorang terhadap suatu objek dalam jarak

tertentu.

C. Dasar Teori :

Pemeriksaan visus atau tajam penglihatan diukur

menggunakan menggunakan Snellen chart, kartu

Cincin Landolt, kartu uji E, dan kartu uji

Sheridan/Gardiner.. Snellen chart terdiri atas

sederetan huruf dengan ukuran yang berbeda dan

bertingkat serta disusun dalam baris mendatar.

Huruf yang teratas adalah yang besar, makin ke

bawah hurufnya akan semakin kecil.Seseorang yang

masih memiliki visus yang normal bisa melihat pada

jarak 6 meter dari snellen chart tanpa alat bantu.

Berarti kondisi visus pasien tersebut adalah 6/6

(orang normal bisa melihat snellen pada jarak 6

meter, pasien juga bisa melihat snellen chart pada

jarak 6 meter) atau emetrop. Penderita membaca

Snellen chart dari jarak 6 m, karena pada jarak

ini mata akan melihat benda dalam keadaan

beristirahat atau tanpa akomodasi. Tajam

Page 4: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

penglihatan dinyatakan dalam pecahan. Pembilang

menunjukkan jarak pasien dengan kartu, sedangkan

penyebut adalah jarak pasien yang penglihatannya

masih normal bisa membaca baris yang sama pada

kartu. Dengan demikian dapat ditulis rumus: 

V =d/D

Keterangan:

V = ketajaman penglihatan (visus)

d = jarak antara orang yang diperiksa dengan Snellen Chart

D = jarak yang dapat dilihat oleh mata normal (ukuran Snellen

Chart)

Dengan Snellen chart dapat ditentukan tajam

penglihatan atau kemampuan melihat seseorang,

seperti : 

1. Bila visus 6/6 maka berarti ia dapat melihat

huruf pada jarak 6 meter, yang oleh orang

normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak

6 meter.

2.  Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf

baris yang menunjukkan angka 30, berarti tajam

penglihatan pasien adalah 6/30.

3. Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada

baris yang menunjukkan angka 50, berarti tajam

penglihatan pasien adalah 6/50.

Page 5: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

4. Bila visus adalah 6/60 berarti ia hanya dapat

terlihat pada jarak 6 meter yang oleh orang

normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak

60 meter.

5. Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar

pada kartu Snellen maka dilakukan uji hitung

jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang

normal pada jarak 60 meter.

6. Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan

jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak 3

meter, maka dinyatakan tajam 3/60. Dengan

pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat

dinilai sampai 1/60, yang berarti hanya dapat

menghitung jari pada jarak 1 meter.

7. Dengan uji lambaian tangan, maka dapat

dinyatakan visus pasien yang lebih buruk

daripada 1/60. Orang normal dapat melihat

gerakan atau lambaian tangan pada jarak 1

meter, berarti visus adalah 1/300.

8. Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya

sinar saja dan tidak dapat melihat lambaian

tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam

penglihatan 1/~. Orang normal dapat melihat

adanya sinar pada jarak tidak berhingga.

9. Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal

adanya sinar maka dikatakan penglihatannya

Page 6: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

adalah 0 (nol) atau buta total. Visus dan

penglihatan kurang dibagi dalam tujuh kategori.

D. Alat yang digunakan : Snellen Chart

E. Tahapan pemeriksaan

Tahapan pemeriksaan visus OP dengan Snellen Chart

oleh PP adalah dengan menentukan jarak OP dengan

kartu snellen chart yang ditempel di dinding

dengan jarak 6 meter. Posisikan juga OP agar

sejajar dengan Snellen Chart. PP melakukan tes

visus pada mata kanan OP terlebih dahulu. PP

menyuruh OP untuk menutup mata kiri OP menggunakan

tangan OP tanpa tekanan. Lalu PP menunjuk huruf

yang berada di baris paling atas pada Snellen

Chart. Lalu seterusnya dilanjutkan ke baris yang

lebih bawah sampai pada baris ketika OP sudah

Page 7: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

tidak mampu melihat huruf yang ada di Snellen

Chart. PP mencatat urutan baris akhir yang bisa di

baca oleh PP. Setelah PP selesai dengan

pemeriksaan mata kanan dan mencatat urutan baris

akhir yang dapat dilihat oleh OP lalu dilanjutkan

dengan mata kiri dan mata sebelah kanan ditutupi

oleh tangan tanpa tekanan. Setelah itu lakukan

pemeriksaan visus sesuai tahapan pemeriksaan yang

dilakukan pada mata kanan OP. Setelah itu PP juga

melakukan pencatatan urutan baris akhir yang dapat

dilihat oleh OP.

F. Hasil pemeriksaan

1. Nama PP : Ana Mardiana

Nama OP : Khaira Hayati

Mata kanan : 25

Mata kiri : 20

V Mata kanan OP = 20/25

V mata kiri OP = 20/20

2. Nama PP : Khaira Hayati

Nama OP : Ana Mardiana

Mata Kanan : 40

Page 8: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

Mata kiri : 40

V mata kanan OP = 20/40

V mata kiri OP = 20/40

Kesimpulan :

1. Setelah dilakukan pemeriksaan dengan Snellen Chart

terhadap Khaira Hayati sebagai OP dapat disimpulkan

bahwa mata kanan OP memiliki visus sebesar 20/25 yang

artinya OP bisa melihat benda yang brjarak 20 kaki

sementara orang yang memiliki visus normal mampu

melihat benda tersebut pada jarak 25 kaki. Untuk mata

kiri dapat disimpulkan, bahwa OP memiliki visus

normal 20/20 yang yang artinya OP bisa melihat benda

yang brjarak 20 kaki sementara orang yang memiliki

visus normal mampu melihat benda tersebut pada jarak

20 kaki.

2. . Setelah dilakukan pemeriksaan dengan Snellen Chart

terhadap Ana Mardiana sebagai OP dapat disimpulkan

bahwa mata kanan OP memiliki visus sebesar 20/40 yang

artinya OP bisa melihat benda yang brjarak 20 kaki

sementara orang yang memiliki visus normal mampu

melihat benda tersebut pada jarak 40 kaki. Untuk mata

kiri dapat disimpulkan, bahwa OP memiliki visus 20/40

yang yang artinya OP bisa melihat benda yang berjarak

20 kaki sementara orang yang memiliki visus normal

mampu melihat benda tersebut pada jarak 40 kaki

Page 9: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi
Page 10: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

2

A. Tes Percobaan : Tes Lantang Pandang

B. Tujuan Percobaan : Untuk mengetahui seberapa luas

lantang pandang seseorang

C. Dasar Teori

Lantang pandang merupakan kemampuan seseorang

untuk melihat objek ke arah lateral, medial,

superior dan inferior. Orang yang mengalami

kehilangan penglihatan (visual impairment)

adalah orang yang mempunyai ketajaman

penglihatan 20/200 atau lebih buruk dari itu

setelah dikoreksi dengan menggunakan lensa, dan

memiliki lantang pandang (visual field) tidak

lebih dari 20 derajat (Koestler, 1976 dalam

Scholls Geraldine, 1986).

Lantang pandangan (visual field) merupakan area yang

dapat dilihat oleh seseorang ke arah atas – bawah dan

samping kanan-kiri tanpa harus melirik kekanan atau

kekiri dengan tetap pandangannya ke arah depan secara

lurus. Pada orang normal, lantang  pandangan ke arah

atas kira-kira 50 derajat, ke arah  bawah 70 derajat,

ke arah samping dalam 60 derajat, dan ke arah samping

luar 90 derajat. Berdasarkan ketajaman penglihatan

dan lantang pandangan inilah batasan ketunanetraan

pada segi medis diberikan.

Page 11: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

D. Alat yang digunakan : Campimeter

E. Tahapan pemerksaan

1. Dalam ruang, OP duduk menghadap kampimeter.

2. PP berdiri didepan samping penderita.

3. Mata OP yang tak diperiksa ditutup.

4. Mata yang diperiksa berada pada posisi lurus

dengan titik tengah kampimeter. Pandangan lurus ke

depan (titik tengah kampimeter).

5. PP menggerakkan obyek dari perifer yang warnanya

kontras menuju ketitik tengah kampimeter.

6. Bila OP telah melihat obyek tersebut, maka

pemeriksa memberi tanda pada kampimeter.

7. Demikian dilakukan sampai 360 derajat sehingga

dapat digambarkan lapangan pandang dari mata yang

diperiksa.

Page 12: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

Seseorang dikatakan memiliki lantang pandang

normal, jika lantang  pandang ke arah atas 50

derajat, ke arah bawah 70 derajat, ke arah samping

dalam 60 derajat, dan ke arah samping luar 90

derajat, tidak kurang dari sekian derajat.

F. Hasil pemeriksaan

Nama OP : Ana Mardiana (terlampir)

Nama PP : Khaira Hayati (terlampir)

3A. Tes Percobaan : Tes buta Warna

B. Tujuan Percobaan : Untuk mengetahui kemampuan mata

membedakan berbagai macam warna atau tidak

C. Dasar teori :

Buta warna adalah suatu kelainan yang disebabkan

ketidakmampuan sel-sel kerucut mata untuk menangkap

suatu spektrum warna tertentu akibat faktor genetis.

Page 13: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

Sel kerucut dapat melihat detail obyek lebih rinci

dan membedakan warna tetapi hanya bereaksi terhadap

cahaya terang. Kedua jenis sel tersebut berfungsi

saling melengkapi sehingga kita bisa memiliki

penglihatan yang tajam, rinci, dan beraneka warna.

Buta warna merupakan kelainan genetik / bawaan yang

diturunkan dari orang tua kepada anaknya, karena

kelainan ini dibawa oleh kromosom X. Artinya

kromosom Y tidak membawa faktor buta warna.

Penderita buta warna kesulitan membedakan nuansa

warna atau buta terhadap warna tertentu. Buta warna

tidak dapat disembuhkan. Menurut statistik, sekitar

9% laki-laki dan 0,5% perempuan menyandang buta

warna..

Dalam golongan yang besar dalam masalah buta warna

terdapat dua golongan:

1. Buta warna total

Adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak

dapat melihat warna sama sekali . Cacat tersebut

dinamakan buta warna total . Penderita tidak

dapat membedakan wrana – warna yang dilihatnya .

Hal in disebabkan karena dalam retina tidak

terdapat conus , yang ada hanya basiles saja yang

berfungsi membedakan gelap dan terang saja .

Variasi dari buta warna yang dibawa sejak lahir

cukup nyata , yaitu akromatisme kebutaan warna

Page 14: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

total dimana semua warna dilihat sebagai

tingkatan warna abu – abu , dan juga diakromatisme

kebutaan campuran dimana tidak mampu membedakan

warna – warna merah dan hijau .

2. Buta warna partial

Disebabkan karena orang tidak mempunyai

substansi – substansi warna.

D. Alat yang digunakan : Buku ishihara

E. Tahapan pemeriksaan :

Buku Ishihara terdiri dari 24 halaman mana halaman

1 - 17 akan berisi angka sementara halaman 18 - 24

akan berisi satu atau dua baris yang berkelok. OP

duduk sekitar 75 cm dari halaman tes yang akan

diujikan dengan dimana lingkaran – limgkaran

Page 15: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

berwarna yang beberapa diantaranya dirancang agar

ada tulisan tertentu yang hanya dapat dilihat atau

tidak dapat dilihat oleh penderita buta warna

masing-masing lingkaran disesuaikan dengan tinggi

mata. Gunakan cahaya yang ringan, jangan terlalu

terang atau jangan terlalu redup. Lampu yang terlalu

silau dapat merubah warna gambar. OP diberi waktu

selama 15 detik untuk mulai mencoba mengidentifikasi

nomor yang tersembunyi ataupun baris. Lakukan dan

catat hasil yang didapat sesuai tes sampai semua

halaman terbaca untuk membantu mengukur tingkat

keparahan buta warna. Nilai ada / tidak adanya buta

warna sesuai petunjuk buku. Untuk mata normal ,

membaca dengan cepat dan pada umumnya 3 detik ,

paling lama tidak lebih dari 10 detik . Lebih cepat

lebih bagus .

F. Hasil pemeriksaan:

1. Nama OP : Khaira Hayati

Nama PP : Ana Mardiana

Berdasarkan hasil tes yang telah dilakukan

dengan buku Ishihara, OP sama sekali tidak

mengalami kesulitan dalam menentukan angka ataupun

garis yang ada pada buku ishihara dan dapat

menjawabnya dengan benar dalam waktu kurang dalam

Page 16: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

5 detik , sehingga dapat dikatakan bahwa OP tidak

mengalami buta warna.

2. Nama OP : Ana Mardiana

Nama PP : Khaira Hayati

Berdasarkan hasil tes yang telah dilakukan

dengan buku Ishihara, OP sama sekali tidak

mengalami kesulitan dalam menentukan angka ataupun

garis yang ada pada buku ishihara dan dapat

menjawabnya dengan benar dalam waktu kurang dalam

5 detik , sehingga dapat dikatakan bahwa OP tidak

mengalami buta warna.

Page 17: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

4A. Tes percobaan : Tes gerak bola mata

B. Tujuan percobaan : Tes tutup

mata (incover test) dan buka mata

(cover test

C.Dasar teori :

Gerak bola mata yang normal ialah gerak

terkonjugasi, yaitu gerak bola mata kiri dan kanan

selau bersama-sama, dengan sumbu mata yang

sejajar. Disamping itu mata juga melakukan

konvergensi yaitu sumbu mata saling berdekatan dan

menyilang pada objek fiksasi. Otot-otot penggerak

bola mata melakukan fungsi ganda tergantung letak

dan sumbu penglihatan sewaktu aksi otot. Terdapat

enam otot penggerak bola mata, yaitu :

1. Nervous Oblikus inferior .Dipersarafi N.III,

bekerja menggerakkan mata keatas, abduksi dan

eksiklotorsi

2. m. Oblikus superior Dipersarafi N.IV,

berfungsi menggerakkan bola mata untuk depresi

terutama bila mata melihat ke nasal, abduksi dan

insiklorotasi..

3. m. Rektus inferior Dipersarafi oleh N.III,

berfungsi menggerakkan bola mata depresi,

eksiklorotasi dan aduksi.

4. m. Rektus lateral

Page 18: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

Dipersarafi oleh N.VI, dengan fungsi abduksi

bola mata

5. m. Rektus medius Dipersarafi oleh N.III,

berfungsi untuk aduksi bola mata

6. m. Rektus superior

Dipersarafi oleh N.III, berfungsi pada elevasi,

aduksi dan insiklorotasi bola mata

D.Alat yang digunakan : Pulpen

E.Tahapan pemeriksaan :

1. Tempatkan OP ditempat yang cukup dengan

pencahayaan

2. PP meminta OP untuk menutup mata kirinya dengan

kapas

3. Lalu mata kanan OP dibiarkan terbuka

4. Setelah itu PP menempatkan pulpen tepat ditengah

mata kanan OP

5. Lalu PP meminta OP untuk melihat pulpen tersebut

dan PP mulai menggerakkan pulpen dari kanan ke

kiri dan dari atas ke bawah secara beraturan

6. Lalu PP memperhatikan gerak bola mata Op apakah

mengikuti gerak dari pulpen tersebut atau tidak

Page 19: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

7. Dan pemeriksaan untuk mata kiri OP sama

tahapannya seperti pemeriksaan terhadap mata

kanan OP

F.Hasil Pemeriksaan

1. Nama OP : Ana Mardiana

Nama PP : Khaira Hayati

Setelah dilakukan tes pemeriksaan bola mata

kanan OP dengan media sebuah pulpen maka dapat

disimpulkan bahwa mata kanan OP mampu melihat

pulpen dan bola mata OP mampu mengikuti

pergerakkan pulpen tersebut. Dan untuk bola mata

kiri OP pun mempunyai kesamaan hasil dengan mata

kanan yang dapat dipastikan bahwa mata kiri OP

mampu melihat pulpen dan bola mata OP mampu

mengikuti pergerakkan pulpen tersebut.

2. Nama OP : Khaira Hayati

Nama PP : Ana Mardiana

Page 20: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

Setelah dilakukan tes pemeriksaan bola mata

kanan OP dengan media sebuah pulpen maka dapat

disimpulkan bahwa mata kanan OP mampu melihat

pulpen dan bola mata OP mampu mengikuti

pergerakkan pulpen tersebut. Dan untuk bola mata

kiri OP pun mempunyai kesamaan hasil dengan mata

kanan yang dapat dipastikan bahwa mata kiri OP

mampu melihat pulpen dan bola mata OP mampu

mengikuti pergerakkan pulpen tersebut.

Page 21: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

5A. Tes Percobaan : Tes Refleks Pupil

B. Hasil pemeriksaan : Untuk mengetahui serta memahami

reaksi-reaksi yang  terjadi pada

pupil mata.

C. Dasar Teori         :

Pupil adalah celah lingkaran yang dibentuk oleh

iris, dibelakang iris terdapat lensa. Pupil dapat

mengecil pada akomodasi dan konversi. Akomodasi

adalah kemampuan lensa mata untuk mencembung akibat

kontraksi otot siliaris. Otot siliaris atau otot

polos dapat merenggang dan mengendorkan selaput yang

menggantungkan lensa. Akomodasi dapat menyebabkan

daya pembiasan lensa bertambah kuat. Selain

akomodasi, terjadi konversi sumbu penglihatan dan

kontriksi pupil bila seseorang melihat benda yang

dekat.

Mengecilnya pupil karena cahaya ialah lebarnya

pupil diatur oleh iris sesuai dengan intensitas

cahaya yang diterima oleh mata. Ditempat yang gelap

dimana intensitas cahayanya kecil maka pupil akan

menbesar, agar cahaya dapat lebih banyak masuk

kemata. Ditempat yang sangat terang dimana intensitas

cahayanya cukup tinggi atau besar maka pupil akan

mengecil, agar cahaya lebih sedikit masuk kemata

Page 22: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

untuk menghindari mata agar tidak silau, bila cahaya

diarahkan kesalah satu mata pupil akan berkontraksi,

kejadian tersebut dinamakan refleks pupil atau

refleks cahaya pupil.

Refleks pupil dapat dilihat dari mengecil dan

membesarnya pupil. Akomodasi adalah perubahan dalam

lekukan lensa mata dalam menanggapi satu perubahan

dalam melihat jarak dan kemampuan berakomodasi

disebut tempo akomodasi.

C. Alat Yang Digunakan    : Cermin, senter.

D. Jalannya Percobaan    :

1. PP menutup mata kanan OP dan membiarkan mata

kanan OP tetap tebuka, mata kanan OP memandang

lurus ke depan,

2. Lalu sinari salah satu mata OP dengan senter

secara tiba- tiba

3. Setelah salah satu mata di sorot dengan

menggunakan senter, maka perhatikan reaksi pupil

mata yang terkena sinar senter.

F. Hasil Pemeriksaan   :

1. Nama PP : Ana Mardiana

Nama OP : Khaira Hayati

Page 23: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

Pupil mata yang terkena cahaya senter secara

tiba-tiba akan mengecil dibanding pupil mata yang

tidak terkena cahaya dari senter. Mata yang

terkena cahaya secara tiba-tiba akan mengecil

secara cepat dan iris mendekat secara cepat,

sedangkan mata yang tidak terkena cahaya tiba-

tiba, pupil akan mengecil secara lambat dan iris

mendekat secara lambat.

2. Nama PP : Khaira Hayati

Nama OP : Ana Mardiana

Pupil mata yang terkena cahaya senter secara

tiba-tiba akan mengecil dibanding pupil mata

yang tidak terkena cahaya dari senter. Mata yang

terkena cahaya secara tiba-tiba akan mengecil

secara cepat dan iris mendekat secara cepat,

sedangkan mata yang tidak terkena cahaya tiba-

tiba, pupil akan mengecil secara lambat dan iris

mendekat secara lambat.

Kesimpulan : Pupil mata tergantung dari iris atau

semacam otot kecil. Iris mendekati jika cahaya yang

masuk terlalu terang dan iris menjauhi jika cahaya

yang masuk terlalu redup. Jika mata tidak siap saat

terkena cahaya maka pupil mengecil atau meredup

secara langsung, kalau siap maka pupil akan mengecil

Page 24: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

atau meredup secara perlahan.Bisa saja terjadi

refleks apabila mata kiri yang di senter maka yang

meredup mata kanan. Hal itu disebabkan karena ada

kiasma optikus yaitu persilangan bawah otak.

Pupil dapat melebar pada tempat yang gelap dan

mengecil pada tempat yang terang.

Page 25: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

6A. Tes Percobaan : Tes Refleks Kornea

B. Tujuan : Untuk mengetahui

C. Dasar Teori :

D. Alat yang digunakan :

E. Tahapan Pemeriksaan :

F. Hasil Pemeriksaan :

1. Nama PP : Ana Mardiana

Nama OP : Khaira Hayati

2. Nama PP : Khaira Hayati

Nama OP : Ana Mardiana

Page 26: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

SISTEM

PENDENGARAN

Page 27: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

1A. Tes Percobaan : Tes pendengaran manual

B. Tujuan percobaan : Untuk

C. Dasar Teori :

Tes Berbisik adalah tes yang bersifat semi

kuantitatif yang berfungsi untuk menentukan derajat

ketulian secara kasat. . Tes berbisik bertujuan untuk

mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga,

gendang telinga dan fungsi pendengaran

Tes Arloji adalah tes yang bertujuan untuk

mengetahui fungsi pendengaran seseorang. Tes ini

dilakukan dengan menggunakan arloji sebagai alatnya,

dimana orang yang diperiksa akan diminta untuk

mendengarkan detak arloji sebagai salah satu syarat

bahwa fungsi pendengarannya masih baik

Interpretasi tes berbisik menurut Feldmann

- Normal : 6-8 m

- Tuli ringan : 4 - <6m

- Tuli sedang : 1 - <4 m

- Tuli berat : 25 cm - <1 m

- Tuli Total : <25 cm

D. Alat yang digunakan : Bisikan , arloji

E. Tahap pemeriksaan :

a. Tes berbisik

Page 28: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

1. Mata OP harus ditutup sehingga tidak melihat

gerakan PP

2. Telinga OP harus dibebaskan dari penghalang dan

dihadapkan kepada PP. Telinga yang satu ditutup

dengan kapas

3. OP diberi tahu bahwa ia harus mengulang kata

yang dibisikkan oleh PP dengan jelas

4. PP harus menggunkan kata-kata yang 100% dapat

dipahami oleh OP

5. Kata - kata pendek, yaitu 1-2 suku kata

misalnya : sapu, susu, satu dll

6. Semua kata -kata harus diucapkan pada akhir

expirasi

7. Tempatkan OP pada tempat duduk yang nyaman

8. PP memulai membisikkan kata-kata yang harus

diulang oleh OP dan pengulangan kata-kata harus

jelas

9. Membisikkan kata-kata ini mulai dari jarak

dekat, kemudian mundur lebih jauh lagi

10. Setiap jarak hendaknya dibisikan kata-kata

sebanyak 10 kata

11. Bila pada suatu jarak OP hanya dapatt

mengulang kata-kata kurang dari 80% maka jarak

tersebut dicatat sebagai batas pendengaran,

lakukan untuk telinga kanan dan kiri.

b. Tes Arloji

Page 29: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

1. Caranya ialah dengan mendekatkan arloji yang

berjarum ke depan telinga OP.

2. Lalu PP meminta OP untuk mendengarkan detak

arloji.

3. Pindahkan posisi arloji perlahan-lahan

menjauhi telinga dan minta OP untuk

memberitahu PP jika ia tidak mendengar detak

arloji

4. Normalnya, OP masih mendengar sampai jarak 30

cm dari telinga.

F. Hasil pemeriksaan :

1. Nama PP : Ana Mardiana

Nama OP : Khaira Hayati

Setelah dilakukan tes berbisik, OP dapat mendengar

kata-kata yang diucapkan oleh PP pada jarak 8

meter. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendengaran

OP normal.

2. Nama PP : Khaira Hayati

Nama OP : Ana Mardiana

Setelah dilakukan tes berbisik, OP dapat mendengar

kata-kata yang diucapkan oleh PP pada jarak 8

meter. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendengaran

OP normal.

Page 30: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi
Page 31: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

2A. Percobaan : Tes Garputala

B. Tujuan Percobaan : Untuk

C. Dasar Teori :

Tes garpu tala adalah suatu tes untuk mengevaluasi

fungsi pendengaran individu secara kualitatif dengan

menggunakan alat berupa seperangkat garpu tala

frekuensi rendah sampai tinggi 128 HZ-2048 Hz.

Garputala terdiri dari satu set, lima buah, dengan

frekuensi 128 Hz, 256 hz, 512 Hz, 1024 Hz dan 2048

Hz. Untuk tes dengan garputala biasanya dipakai garpu

tala 512 Hz, dan diperiksa di ruang periksa, tidak

perlu di ruang kedap suara, asalkan tidak terlalu

riuh. Dalam tes garpu tala ini, terdapat tiga macam

pemeriksaan yaitu tes Rinne, tes Weber dan tes

Scwabach.

1. Tes Rinne membandingkan hantaran tulang (BC)

dengan hantaran udara (AC) pada telinga yang

diperiksa

Tes Rinne dan Interpretasinya

- Positif : Apabila masih terdengar

- Negatif : Apabila tidak terdengar

Page 32: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

Hasil Gangguan

Positif (AC>BC) Normal

Positif (AC=BC) Tuli sensorineural

Negatif (AC<BC) Tuli konduktif

2. Tes Webber membandingkan hantaran tulang telinga

kiri dengan telinga kanan.

Interpretasi dari Tes Webber

- Bila terdengar lebih keras ke salah satu

telinga berarti lateralisasi ke telinga

tersebut

- Bila tidak dapat dibedakan ke arah mana yang

lebih keras berarti tidak ada lateralisasi

- Normal : tidak ada lateralisasi

- Tuli konduktif : lateralisasi ke telinga yang

sakit

- Tuli sensorineural : lateralisasi ke telinga

yang sehat

3. Tes Schwabach Tes untuk membandingkan hantaran

tulang orang diperiksa dengan pemeriksa yang

pendengarannya normal

Interpretasi dari Tes Swabach

Page 33: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

Sama NormalMemanjang Tuli KonduktifMemendek Tuli Sensorineural

D. Alat yang digunakan : Garputala 512 Hz

E. Jalannya percobaan :

- Tes Rinne

1.Garputal 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum

mastoid OP (belakang meatus akustikus

eksternus).

2.Setelah OP tidak mendengar bunyinya, segera garputala PP memindahkan didepan meatus

akustikus eksternus OP. Tes Rinne positif jika

pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes

rinne negatif jika pasien tidak dapat

mendengarnya

- Tes Webber

1. Letakkan garputala ditengah garis kepala

2. Lalu PP membunyikan garputala 512 Hz lalu

tangkainya diletakkan tegak lurus pada garis

horizontal.

3. Menurut OP telinga mana yang mendengar atau

mendengar lebih keras.

Page 34: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

4. Jika telinga OP mendengar atau mendengar lebih

keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi

telinga tersebut.

5. Jika kedua telinga OP sama-sama tidak mendengar

atau sama-sama mendengar maka berarti tidak ada

lateralisasi.

- Tes Schwabach

1.PP meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala OP

2.OP akan mendengar suara garputala itu makin lamamakin melemah dan akhirnya tidak mendengar suara

garputala lagi.

3.Pada saat garputala tidak mendengar suara garputala, maka PP akan segera memindahkan

garputala itu, ke puncak kepala orang yang

diketahui normal ketajaman pendengarannya

(pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan

dapat terjadi : akan mendengar suara, atau tidak

mendengar suara.

F. Hasil dan kesimpulan :

1. Nama PP : Ana Mardiana

Nama OP : Khaira Hayati

Setelah melakukan tes garputala dengan alat

yang menggunakan yaitu garputala dengan

Page 35: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

ferkuensi 512 Hz maka dipeoleh hasil sebagai

berikut :

Teling

a

Rinne Webber Schwabach Hasil

Kanan Positif Tidak

ada

laterala

lisasi

Normal

Kiri Positif Tidak

ada

laterali

sasi

2. Nama PP : Khaira Hayati

Nama OP : Ana Mardiana

Setelah melakukan tes garputala dengan alat

yang menggunakan yaitu garputala dengan

ferkuensi 512 Hz maka dipeoleh hasil sebagai

berikut :

Telinga Rinne Webber Schwabach Hasil

Kanan Positif Tidakada

laterali

Normal

Page 36: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

sasiKiri Positif Tidak

adalateralisasi

Normal

Page 37: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

SISTEMPENCIUMAN

Page 38: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

1A. Nama tes : Tes ketajaman penciuman

B. Tujuan tes : Untuk mengetahui ketajaman

penciuman seseorang

C. Dasar teori :

Secara Fisiologis , penciuman dan pengecapan

mempunyai hubungan yang erat . Secara umum keduanya

digolongkan sebagai visceral sense , karena berhubungan

erat sekali dengan fungsi gastrro intestinal

( pencernaan ) .

Sel – sel reseptor untuk penciuman adalah sel –

sel saraf bipolar yang berasal dari susunan saraf

pusat sensori . Dendritnya tidak berupa serabut ,

tetapi berupa batang pendek yang sama lebarnya

dengan soma sel . Ujung dendrite ini agak melebar dan

terdapateambut – rambut atau silia . Diantara sel – sel

saraf indera ini ada sel – sel saraf penyokong yang

pada ujungnya terdapat mikrovili . Sel – sel dendrite ini

agak melebar dan terdapat rambut – rambut atau silia .

Sel – sel ini mengeluarkan lendir . Diantara sel –

sel tersebut ada muara kelenjar . getah sel – sel

penyokong dan getah kelenjar itu ditutupi sel saraf

indera tersebut ialah substansi yang dapat larut

didalam zat cair yang menutupi sikia sel tersebut

Kita dapat mengidentifikasikan zat – zat yang dapat

menyebabkan perangsang penciuman yaitu :

Page 39: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

1. zat harus mudah menguap , sehingga dapat dihirup

dan masuk kelubang hidung

2. zat dapat larut dalam air , sehingga ia dapat

melalui muskus untuk mencapai sel olfaktoria

3. zat dapat larut dalam lipida . Hal ini diduga

karena rambut olfaktoria dan ujung sel – sel

olfaktooria tediri dari zat – zat lipid .

Terdapat sekitar tujuh kelas perangsang penciuman

primer yaitu yang mampu merangsang sel – sel

olfaktoria tertentu , yaitu kamfer / kapur barus (

amphora cecua ) , wangi / kasturi ( musky ) , bunga (

floral ) , permen ( peppermint ) , ether , pedas , dan

busuk .Rasa penciuman ini sangat peka , dan

kepekaannya mudah hilang bila dihadapkan pada suatu

bau yang sama untuk waktu yang lama .

D. Alat pemeriksaan : Kamper, Parfum, bunga,

permen, buah , sambal bubuk, terasi, cuka, telur

busuk dan stopwatch

E. Tahap pemeriksaan:

1 PP menutup mata OP menggunakan kain

2 PP mempersiapkan bahan-bahan yang akan dijadikan

objek.

3 Selanjutnya PP memberikan satu persatu bahan yang

telah disediakan kepada OP untuk dicium baunya.

Page 40: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

4 OP kemudian mencium atau mengendus bahan tersebut

dalam waktu 10 detik.

5 Saat OP mulai mencium bahan, PP menghitung waktu

sampai OP berhasil menjawab bau apa yang dia

cium.

6 Sampai detik ke 10, OP harus mengeluarkan jawaban

mengenai bau apa yang tadi telah diciumnya.

7 Begitu seterusnya sampai semua bahan telah

dicobakan kepada OP.

F. Hasil pemeriksaan:

1. Nama PP : Ana Mardiana

Nama OP : Khaira Hayati

Setelah dilakukan pemeriksaan dengan semua

bahan yang telah dicobakan, dapat disimpulkan

bahwa OP dapat menjawab dengan benar bahan-bahan

tersebut dalam waktu kurang dari 10 detik. Hal

ini menandakan bahwa indra penciuman yang

dimiliki OP normal.

2. Nama PP : Khaira Hayati

Nama OP : Ana Mardiana

Setelah dilakukan pemeriksaan dengan semua

bahan yang telah dicobakan, dapat disimpulkan

bahwa OP dapat menjawab dengan benar bahan-bahan

tersebut dalam waktu kurang dari 10 detik. Hal

Page 41: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

ini menandakan bahwa indra penciuman yang

dimiliki OP normal.

Page 42: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

SISTEM

PENGECAPAN

Page 43: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

1A. Nama tes : Tes ketajaman pengecapan

B. Tujuan Tes : Untuk mengetahui

ketajaman penegecapan sesorang

C. Dasar teori :

Sistem pengecap atau sistem gustatory terdapat di

lidah. Pada lidah, terdapat reseptor perasa yang

dapat membedakan rasa yang disebut taste buds. Reseptor

pada lidah akan digantikan oleh reseptor yang baru

setiap 10 hari sekali.

Lidah mempunyai lapisan mukosa yang menutupi

bagian atas lidah, dan permukaannya tidak rata karena

ada tonjolan-tonjolan yang disebut dengan papilla, pada

papilla ini terdapat reseptor untuk membedakan rasa

makanan. Apabila pada bagian lidah tersebut tidak

terdapat papilla lidah menjadi tidak sensitif terhadap

rasa. Papilla atau tonjolan-tonjolan pada lidah

memiliki bentuk-bentuk tertentu, yaitu:

1. Tonjolan berbentuk seperti benang-benang halus

yang disebut dengan Papilla filiformis, banyak terdapat

dibagian depan lidah.

2. Tonjolan berbentuk seperti kepala jamur yang

disebut papilla fungiformis, banyak terdapat dibagian

depan dan sisi lidah.

3. Tonjolan yang berbentuk bulat yang disebut papilla

circumvalata, tersusun seperti huruf V terbalik,

Page 44: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

banyak terdapat dibagian belakang lidah. Didalam

papillae terdapat banyak putting pengecap (taste buds).

Setiap putting pengecap terdiri atas dua jenis sel

seperti berikut ini :

a. Sel-sel pengecap memiliki tonjolan-tonjolan

seperti rambut yang menonjol keluar dari

pengecap.

b. Sel-sel penunjang yang berfungsi untuk menyokong

sel-sel pengecap.

Sistem gustatory atau organon gustus adalah inderapengecap yang terdapat pada lidah dan memiliki 4modalitet yaitu:a. Manis, pada puncak lidah, dapat diselidikidengan meletakkan gula di lidah.

b. Asin, pada puncak dan tepi lidah, dapat diselidikidengan meletakkan garam di lidah

c. Asam, pada tepi lidah, dapat dibuktikan denganmeletakkan asam sitrun di lidah.

d. Pahit, pada pangkal lidah, dapat dibuktikan denganmeletakkan kina di lidah.

D. Alat pemeriksaan : Gula, garam. sitrun,

kopi, cabe bubuk dan stopwatch

E. Tahapan pemeriksaan :

1. PP menutup mata OP dengan kain

2. PP mulai menyediakan bahan bahan yang akan

dijadikan objek pengecapan

Page 45: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

3. Selanjutnya PP memberikan satu persatu bahan yang

telah disediakan kepada OP untuk mulai dikecap

rasanya

4. OP kemudian mencium atau mengendus bahan tersebut

dalam waktu 10 detik.

5. Saat OP mulai mencium bahan, PP menghitung waktu

sampai OP berhasil menjawab bau apa yang OP kecap.

6. Begitu seterusnya sampai semua bahan telah

dicobakan kepada OP, dan PP mencatat hasil dari

pmeriksaan tersebut.

F. Hasil pemeriksaan :

1. Nama PP : Ana Mardiana

Nama OP : Khaira Hayati

Setelah dilakukan pemeriksaan dengan semua bahan

yang telah dicobakan, dapat disimpulkan bahwa OP

dapat menjawab dengan benar bahan-bahan tersebut

dalam waktu kurang dari 10 detik. Hal ini

menandakan bahwa indra pengecapan yang dimiliki OP

normal.

2. Nama PP : Khaira Hayati

Nama OP : Ana Mardiana

Page 46: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

Setelah dilakukan pemeriksaan dengan semua bahan

yang telah dicobakan, dapat disimpulkan bahwa OP

dapat Dari OP dapat menjawab dengan benar bahan-

bahan tersebut dalam waktu kurang dari 10 detik.

Hal ini menandakan bahwa indra pengecapan yang

dimiliki OP normal.

SISTEM

Page 47: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

MOTORIK

Page 48: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

1A. Nama tes : Tes kekuatan otot (MMT)

B. Tujuan tes : Untuk mengetahui kekuatan otot

dari seseorang

C. Dasar teori :

Otot pengujian manual (MMT) merupakan bagian

penting dari pemeriksaan terapi fisik dan grading

merupakan keterampilan yang harus diketahui setiap

terapis dan meningkatkan. Hal ini dilakukan untuk

menilai kekuatan otot pasien, yang dapat memberikan

terapi fisik (PT) rincian yang dapat membantu dia

dalam perencanaan intervensi atau terapi yang

tepat.

Skala di bawah ini adalah terdiri dari faktor-

faktor baik subyektif dan obyektif. Subjektif

adalah pemeriksa mengetahui berapa banyak

resistensi untuk memberi dan berapa banyak

resistensi pasien dapat mentolerir. Faktor-faktor

obyektif, meliputi: jika pasien dapat menyelesaikan

berbagai gerak, bergerak melawan gravitasi, dan

jika pasien bisa memegang posisi ini

D. Alat pemeriksaan: Beban seberat 1 kg dan 3 kg

E. Tahap pemeriksaan :

Page 49: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

1 PP meminta OP untuk menggerakan anggota tubuhnya

untuk melihat ada atau tidaknya gerakan sendi dan

kontraksi otot

2 PP meminta OP untuk menggerakan tangan pada

bidang horizontal, untuk melihat apakah ototnya

dapat berkontraksi tanpa gerak sendi pada bidang

horizontal

3 PP meminta OP untuk menggerakan tangan pada

bidang horizontal dengan gerak sendi

4 OP diminta untuk menggerakkan tangan pada bidang

vertikal secara penuh, guna melihat apakah otot

berkontraksi dengan gerak sendi penuh pada bidang

vertikal tanpa tahanan minimal

5 OP diminta untuk menggerakkan tangan pada bidang

vertikal secara penuh, guna melihat apakah otot

berkontraksi dengan gerak sendi penuh pada bidang

vertikal dengan tahanan minimal sebesar 1 kg

6 OP diminta untuk menggerakkan tangan pada bidang

vertikal secara penuh, guna melihat apakah otot

berkontraksi dengan gerak sendi penuh pada bidang

vertikal dengan tahanan maksimal sebesar 3 kg

OP dapat mengangkat beban tahap demi tahap tersebut

diatas mampu dilakukannya, maka OP dinyatakan

Normal perihal kekuatan otot, namun apabila OP

ternyata tidak mampu pada tahap tertentu, maka PP

dapat mengambil kesimpulan untuk mengkategorikan

Page 50: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

derajat kekuatan otot OP sesuai dengan tahap dimana

OP tidak mampu melakukannya.

Berikut adalah pedoman uji skala otot :

1. Kelas 5 (normal; 100%)

Pasien atau subjek dapat menyelesaikan seluruh

jajaran gerakan melawan gravitasi dengan

perlawanan maksimal diterapkan oleh terapis pada

akhir kisaran.

2. Kelas 4 (Baik; 75%)

Subjek dapat menyelesaikan berbagai macam gerakan

melawan gravitasi dengan resistensi moderat

diterapkan oleh terapis fisik (PT) pada akhir

jangkauan.

3. Kelas 3 + (Fair +)

Pasien dapat menyelesaikan gerakan melawan

gravitasi dengan resistensi minimal diterapkan

oleh pemeriksa pada akhir jangkauan.

4. Kelas 3 (Fair; 50%)

Pasien hanya dapat menyelesaikan berbagai gerakan

melawan gravitasi. Ketika eksternal (luar) gaya

yang diterapkan oleh PT, pasien memberi jalan.

5.  Kelas 2 (25%)

Pasien tidak dapat melakukan gerakan melawan

gravitasi. Tetapi pasien bisa melakukan gerak

Page 51: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

lengkap saat tarikan gravitasi dihilangkan. Tidak

ada resistensi diterapkan.

6.  Kelas 1 (Trace)

Pasien tidak mampu menggerakkan sendi bahkan

dengan gravitasi dihilangkan. Namun, pemeriksaan

lebih dekat dengan terapis akan mengungkapkan

sedikit kontraksi otot.

7.  Kelas 0 (Zero)

Tidak ada bukti kontraksi, bahkan dengan

palpasi Terapis fisik.

F. Hasil pemeriksaan :

1. Nama PP : Ana MardianaNama OP : Khaira HayatiSetelah dilakukan tes MMT dengan beban berat 1kg dapat disimpulkan bahwa OP dapat

2. Nama PP : Khaira HayatiNama OP : Ana MardianaSetelah dilakukan tes MMT dengan beban berat 1kg dapat disimpulkan bahwa OP dapat

Page 52: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

2A. Nama tes : Range Of motion (ROM)

B. Tujuan tes :

C. Dasar teori :

ROM ( Range of Motion) adalah jumlah maksimum

gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada salah

satu dari tiga potongan tubuh, yaitu sagital,

transversal, dan frontal. Potongan sagital adalah

garis yang melewati tubuh dari depan ke belakang,

membagi tubuh menjadi bagian kiri dan kanan.

Potongan frontal melewati tubuh dari sisi ke sisi

dan membagi tubuh menjadi bagian depan ke belakang.

Potongan transversal adalah garis horizontal yang

membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah.

Mobilisasi sendi disetiap potongan dibatasi oleh

ligamen, otot, dan konstruksi sendi. Beberapa

gerakan sendi adalah spesifik untuk setiap

potongan. Pada potongan sagital, gerakannya adalah

fleksi dan ekstensi (jari-jari tangan dan siku) dan

hiperekstensi (pinggul). Pada potongan frontal,

gerakannya adalah abduksi dan adduksi (lengan dan

tungkai) dan eversi dan inversi (kaki). Pada

potongan transversal, gerakannya adalah pronasi dan

supinasi (tangan), rotasi internal dan eksternal

(lutut), dan dorsifleksi dan plantarfleksi (kaki).

Page 53: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

Gerakan dapat dilihat sebagai tulang yang

digerakkan oleh otot ataupun gaya eksternal lain

dalam ruang geraknya melalui persendian. Bila

terjadi gerakan, maka seluruh struktur yang

terdapat pada persendian tersebut akan terpengaruh,

yaitu: otot, permukaan sendi, kapsul sendi, fasia,

pembuluh darah dan saraf.

Berikut adalah penilaian hasil pengukuran

rentang sendi :

Derajat Fungsi Keterangan5 : Normal Gerak penuh tanpa hambatan

(100%)4 : Good Gerak tidak penuh (75%)3 : Fair Gerak tidak penuh ada

hambatan (50%)2 : Poor Gerak ada hambatan (25%)1 : Trace Tidak ada gerak (0%)

D. Alat pemeriksaan: Goniometer

E. Tahap pemeriksaan :

Fleksi-ekstensi siku

1. PP meminta OP untuk meluruskan tangannya ke

depan

2.PP meletakkan goniometer tepat pada siku OP

Page 54: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

3. Atur posisi lengan OP dengan menjauhi

sisi tubuh dengan telapak tangan mengarah ke

tubuhnya.

4. Letakkan tangan di atas siku pasien dan

pegang tangannya mendekat bahu.

5. Lihat dan catat derajat sudut yang dibentuk

siku OP

Latihan fleksi dan ekstensi siku

Fleksi-ekstensi pergelangan tangan

1. PP mengatur posisi lengan OP dengan

menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk dengan

lengan.

2. PP memegang tangan OP dengan satu

tangan dan tangan PP yang lain memegang

pergelangan tangan OP.

3. Tekuk tangan OP ke depan sejauh mungkin.

4. Lihat dan catat derajat sudut yang dibentuk

oleh pergelangan OP.

Page 55: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

Fleksi –ekstensi Lutut Kaki

1. PP mengatur posisi kaki OP selurus mungkin

2. PP lalu meletakkan geniometer lurus dengan

lutut

3. PP meminta OP untuk menekuk lutut OP

4. Lalu PP menghitung derajat sudut menggunakan

Geniometer

5. Lihat dan catat derajat sudut yang dibentuk

oleh pergelangan OP.

F. Hasil pemeriksaan :

1. Nama PP : Ana Mardiana

Nama OP : Khaira Hayati

Fleksi-Ekstensi Siku

- Kanan : 141 º

141140 x 100% = 100 %

- Kiri : 145º

145140 x 100% = 103 %

Fleksi- Ekstensi lutut

2. Nama PP : Khaira Hayati

Nama OP : Ana Mardiana

Fleksi-Ekstensi Siku

Page 56: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

- Kanan : 143º

143140 x 100% = 102 %

- Kiri : 145º

145140 x 100% = 102%

Fleksi Ekstensi lutut

Page 57: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

3A. Tes Percobaan : Tes Romberg

B. Tujuan Percobaan : Untuk mengetahui

C. Dasar teori :

Tes Romberg adalah tes neurologis untuk mendeteksi

ketidakseimbangan. Secara khusus, mendeteksi

ketidakmampuan untuk mempertahankan postur berdiri

stabil dengan mata tertutup.Tes ini diberi nama

setelah abad ke-19 oleh Spesialis Telinga Jerman,

Heinrich Moritz Romberg (1795-1873).

Tes terdiri dari berdiri dengan kaki bersama-

sama dan mata Anda tertutup.Saraf sering mendorong

Anda sedikit untuk memeriksa apakah Anda mampu

mengimbangi dan mendapatkan kembali postur tubuh

Anda. Jika saat berjalan ada goyangan yang

berlebihan atau jatuh, maka itu disebut romberg

positif. Ada beberapa varian Uji Romberg - beberapa

melibatkan posisi yang berbeda dari kaki, misalnya,

berdiri tumit-kekaki - yang lain menggunakan

perangkat mekanik untuk mengukur disfungsi.

D. Alat yang digunakan : Stopwatch

E. Tahap Pemeriksaan :

Page 58: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

1. PP meminta OP untuk berdiri dengan kaki kanan di

depan dan tumit menyentuh kaki kiri dengan posisi

tangan memeluk dan mata terpejam

2. PP meminta OP untuk mempertahankan posisi tersebut

selama ± 30 detik.

3. PP menghitung waktu dengan menggunakan stopwatch

dan selama ± 30 detik tersebut PP memperhatikan

keseimbangan OP.

4. Apabila dalam waktu ± 30 detik tersebut OP mampu

tetap berdiri dengan seimbang, maka OP dinyatakan

keseimbangannya baik namun apabila dalam detik

tertentu keseimbangan OP goyah

5. PP mencatatnya dan OP dinyatakan keseimbangannya

masih kurang.

F. Hasil dan Kesimpulan :

4A. Tes Percobaan : Tes Telunjuk

B. Tujuan Percobaan : Untuk mengetahui sistem koordinasi yang baik pada sesorang

C. Dasar teori :

Gangguan pada serebelum atau saraf – saraf

propioseptif dapat juga menyebabkan ataxia tipe

Page 59: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

dismetria. Dismetria berarti hilangnya kemampuan

untuk memulai atau menghentikan suatu gerak motorik

halus. Untuk menguji adanya suatu dismetria bisa

dilakukan beberapa pemeriksaan, salah satunya adalah

finger to nose test.

Pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan pasien

dalam kondisi berbaring, duduk atau berdiri. Diawali

pasien mengabduksikan lengan serta posisi ekstensi

total, lalu pasien diminta untuk menyentuh ujung

hidungnya sendiri dengan ujung jari telunjuknya.

Mula – mula dengan gerakan perlahan kemudian dengan

gerakan cepat, baik dengan mata terbuka dan

tertutup.

D. Alat yang digunakan : -

E. Tahapan Pemeriksaan :

1. PP Meminta OP untuk memperpanjang jari

telunjuknya dan menyentuh hidungnya dan kemudian

sentuhan jari terentang PP dengan jari yang sama.

2. Minta OP untuk pergi bolak-balik antara

menyentuh hidung dan jari PP sampai ± 30 detik.

F. Hasil Pemeriksaan :

1. Nama PP : Ana Mardiana

Nama OP : Khaira Hayati

Page 60: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

Setelah dilakukan tes telunjuk , OP melakukannya tes telunjuk secara konstan dan teratur selama 30 detik. Jadi sistem koordinasi yang dimilki OP normal

2. Nama PP : Ana Mardiana

Nama OP : Khaira Hayati

Setelah dilakukan tes telunjuk , OP melakukannya tes telunjuk secara konstan dan teratur selama 30 detik. Jadi sistem koordinasi yang dimilki OP normal

Page 61: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

SISTEM

SENSIBILITAS

Page 62: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

A. Percobaan : Tes kepekaan sistem

sensibilitas

B. Tujuan percobaan : Untuk mengetahui tingkat

kepekaan sensibilitas pada sesorang

C. Dasar teori :

Saraf dibagi menjadi dua yaitu sistem saraf

porifer dan sistem saraf central.Saraf central itu

terdiri dari otak dan medulla spinalis. Tingkat

sensibilitas terbgi menjadi 3 macam yaitu :

1.Unatesi

2.Hipoteasi

3.Hiperteasi

D. Alat Pemeriksaan :

1. Pain : Kapas dan sikat gigi

2. Thermal : air dingin dan air panas

E. Tahapan pemeriksaan :

1. Pemeriksaan sensibilitas nyeri (pain)

- OP diminta untuk rileks dan PP menutup kedua

mata OP

Page 63: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

- Daerah rangsangan dari tes sensibilitas harus

bebas dari halangan seperti pakaian, kain dsb

- PP harus mencoba dahulu alatnya kepada dirinya

sendiri

- PP mulai menguji sensibilitas OP dengan

menyentuhkan alat yang sudah disiapkan ke

daerah rangsangan OP

- Lalu OP diminta untuk mengatakan ‘ya’ atau

‘tidak’ terhadap apa yang dirasakan, dan

mengatakan dimana tempatnya, letak posisi dan

letak posisi yang dominan terhadap rangsangan

nyeri

2. Pemeriksaan sensibilitas panas (thermal)

- OP diminta untuk rileks dan PP menutup kedua

mata OP

- Daerah rangsangan dari tes sensibilitas harus

bebas dari halangan seperti pakaian, kain dsb

- PP harus menguji gelas air panas dan dingin

kepada dirinya sendiri

- Tempelkan air panas dan dingin kepada OP

- OP mengatakan apa yang dirasakan

F. Hasil Pemeriksaan

1. Nama PP : Ana Mardiana

Nama OP : Khaira Hayati

Page 64: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

2. Nama PP : Khaira Hayati

Nama OP : Ana Mardiana

Grafestesia : tulisan punggung

Stereognosia : menegenali benda

Page 65: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

SISTEM

KOORDINASI

Page 66: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

I. Tes Keseimbangan

1A.Nama tes : TEST SATU KAKI

B. Tujuan tes :

C.Dasar teor i :

D.Alat pemeriksaan : -

E.Tahap pemeriksaan:

1. Mintalah pasien berdiri pada satu kaki dengan

mata tertutup

2. Kedua lengan lurus dan tetap disisi tubuh.

3. Ulangi prosedur ini pada kaki satunya.

4. Normal keseimbangan berkisar 5 detik dengan

sedikit goyangan tubuh

5. Penyimpangan apabila pasien menggerakan badan

dan mengayunkan kakinya untuk mencegah agar tidak

jatuh

F.Hasil pemeriksaan

Page 67: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

II. Tes Koordinasi

2A. Tes Percobaan : Tes RAM ( Rapid Altenating Movement)

B. Tujuan Percobaan : Untuk mengetahui ada atau

tidaknya disdiadokinesis pada

seseorang

C. Dasar Teori :

Dysdiadochokinesis adalah istilah klinis untuk

ketidakmampuan untuk melakukan gerakan cepat

bergantian. Dysdiadochokinesia biasanya disebabkan

oleh multiple sclerosis pada orang dewasa dan tumor

serebelum pada anak-anak. Perhatikan bahwa pasien

dengan gangguan gerak lainnya (misalnya penyakit

Parkinson) mungkin memiliki gerakan yang abnormal

pengujian cepat bolak sekunder untuk akinesia atau

kekakuan, sehingga menciptakan kesan palsu

dysdiadochokinesia.

D. Alat yang digunakan :

E. Tahapan pemeriksaan :

PP meminta OP untuk menempatkan tangannya di paha

dan kemudian dengan cepat berbalik tangan di atas

Page 68: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

dan angkat dari paha mereka. Setelah OP memahami

gerakan ini, minta dia untuk mengulanginya dengan

cepat selama 20 detik.

F. Hasil Pemeriksaan :

1. Nama PP : Ana MardianaNama OP : Khaira Hayati

2. Nama PP : Khaira HayatiNama OP : Ana Mardiana

Page 69: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi

LAMPIRAN

Page 70: Laporan Hasil Pengukuran Fisiologi