PENGUKURAN FISIOLOGIS LAPORAN diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Pengukuran Fisiologis dalam Pendidikan Khusus Disusun oleh : Ana Mardiana (1307246) Khaira Hayati (1304621) JURUSAN PENDIDIKAN KHUSUS FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGUKURAN FISIOLOGISLAPORAN
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas PengukuranFisiologis dalam Pendidikan Khusus
Disusun oleh :
Ana Mardiana (1307246)
Khaira Hayati (1304621)
JURUSAN PENDIDIKAN KHUSUS
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014
SISTEMPENGLIHATAN
1A. Tes Percobaan : Tes Visus
B. Tujuan percobaan : Untuk mengetahui mengetahui
seberapa besar ketajaman penglihatan mata
seseorang terhadap suatu objek dalam jarak
tertentu.
C. Dasar Teori :
Pemeriksaan visus atau tajam penglihatan diukur
menggunakan menggunakan Snellen chart, kartu
Cincin Landolt, kartu uji E, dan kartu uji
Sheridan/Gardiner.. Snellen chart terdiri atas
sederetan huruf dengan ukuran yang berbeda dan
bertingkat serta disusun dalam baris mendatar.
Huruf yang teratas adalah yang besar, makin ke
bawah hurufnya akan semakin kecil.Seseorang yang
masih memiliki visus yang normal bisa melihat pada
jarak 6 meter dari snellen chart tanpa alat bantu.
Berarti kondisi visus pasien tersebut adalah 6/6
(orang normal bisa melihat snellen pada jarak 6
meter, pasien juga bisa melihat snellen chart pada
jarak 6 meter) atau emetrop. Penderita membaca
Snellen chart dari jarak 6 m, karena pada jarak
ini mata akan melihat benda dalam keadaan
beristirahat atau tanpa akomodasi. Tajam
penglihatan dinyatakan dalam pecahan. Pembilang
menunjukkan jarak pasien dengan kartu, sedangkan
penyebut adalah jarak pasien yang penglihatannya
masih normal bisa membaca baris yang sama pada
kartu. Dengan demikian dapat ditulis rumus:
V =d/D
Keterangan:
V = ketajaman penglihatan (visus)
d = jarak antara orang yang diperiksa dengan Snellen Chart
D = jarak yang dapat dilihat oleh mata normal (ukuran Snellen
Chart)
Dengan Snellen chart dapat ditentukan tajam
penglihatan atau kemampuan melihat seseorang,
seperti :
1. Bila visus 6/6 maka berarti ia dapat melihat
huruf pada jarak 6 meter, yang oleh orang
normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak
6 meter.
2. Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf
baris yang menunjukkan angka 30, berarti tajam
penglihatan pasien adalah 6/30.
3. Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada
baris yang menunjukkan angka 50, berarti tajam
penglihatan pasien adalah 6/50.
4. Bila visus adalah 6/60 berarti ia hanya dapat
terlihat pada jarak 6 meter yang oleh orang
normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak
60 meter.
5. Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar
pada kartu Snellen maka dilakukan uji hitung
jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang
normal pada jarak 60 meter.
6. Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan
jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak 3
meter, maka dinyatakan tajam 3/60. Dengan
pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat
dinilai sampai 1/60, yang berarti hanya dapat
menghitung jari pada jarak 1 meter.
7. Dengan uji lambaian tangan, maka dapat
dinyatakan visus pasien yang lebih buruk
daripada 1/60. Orang normal dapat melihat
gerakan atau lambaian tangan pada jarak 1
meter, berarti visus adalah 1/300.
8. Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya
sinar saja dan tidak dapat melihat lambaian
tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam
penglihatan 1/~. Orang normal dapat melihat
adanya sinar pada jarak tidak berhingga.
9. Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal
adanya sinar maka dikatakan penglihatannya
adalah 0 (nol) atau buta total. Visus dan
penglihatan kurang dibagi dalam tujuh kategori.
D. Alat yang digunakan : Snellen Chart
E. Tahapan pemeriksaan
Tahapan pemeriksaan visus OP dengan Snellen Chart
oleh PP adalah dengan menentukan jarak OP dengan
kartu snellen chart yang ditempel di dinding
dengan jarak 6 meter. Posisikan juga OP agar
sejajar dengan Snellen Chart. PP melakukan tes
visus pada mata kanan OP terlebih dahulu. PP
menyuruh OP untuk menutup mata kiri OP menggunakan
tangan OP tanpa tekanan. Lalu PP menunjuk huruf
yang berada di baris paling atas pada Snellen
Chart. Lalu seterusnya dilanjutkan ke baris yang
lebih bawah sampai pada baris ketika OP sudah
tidak mampu melihat huruf yang ada di Snellen
Chart. PP mencatat urutan baris akhir yang bisa di
baca oleh PP. Setelah PP selesai dengan
pemeriksaan mata kanan dan mencatat urutan baris
akhir yang dapat dilihat oleh OP lalu dilanjutkan
dengan mata kiri dan mata sebelah kanan ditutupi
oleh tangan tanpa tekanan. Setelah itu lakukan
pemeriksaan visus sesuai tahapan pemeriksaan yang
dilakukan pada mata kanan OP. Setelah itu PP juga
melakukan pencatatan urutan baris akhir yang dapat
dilihat oleh OP.
F. Hasil pemeriksaan
1. Nama PP : Ana Mardiana
Nama OP : Khaira Hayati
Mata kanan : 25
Mata kiri : 20
V Mata kanan OP = 20/25
V mata kiri OP = 20/20
2. Nama PP : Khaira Hayati
Nama OP : Ana Mardiana
Mata Kanan : 40
Mata kiri : 40
V mata kanan OP = 20/40
V mata kiri OP = 20/40
Kesimpulan :
1. Setelah dilakukan pemeriksaan dengan Snellen Chart
terhadap Khaira Hayati sebagai OP dapat disimpulkan
bahwa mata kanan OP memiliki visus sebesar 20/25 yang
artinya OP bisa melihat benda yang brjarak 20 kaki
sementara orang yang memiliki visus normal mampu
melihat benda tersebut pada jarak 25 kaki. Untuk mata
kiri dapat disimpulkan, bahwa OP memiliki visus
normal 20/20 yang yang artinya OP bisa melihat benda
yang brjarak 20 kaki sementara orang yang memiliki
visus normal mampu melihat benda tersebut pada jarak
20 kaki.
2. . Setelah dilakukan pemeriksaan dengan Snellen Chart
terhadap Ana Mardiana sebagai OP dapat disimpulkan
bahwa mata kanan OP memiliki visus sebesar 20/40 yang
artinya OP bisa melihat benda yang brjarak 20 kaki
sementara orang yang memiliki visus normal mampu
melihat benda tersebut pada jarak 40 kaki. Untuk mata
kiri dapat disimpulkan, bahwa OP memiliki visus 20/40
yang yang artinya OP bisa melihat benda yang berjarak
20 kaki sementara orang yang memiliki visus normal
mampu melihat benda tersebut pada jarak 40 kaki
2
A. Tes Percobaan : Tes Lantang Pandang
B. Tujuan Percobaan : Untuk mengetahui seberapa luas
lantang pandang seseorang
C. Dasar Teori
Lantang pandang merupakan kemampuan seseorang
untuk melihat objek ke arah lateral, medial,
superior dan inferior. Orang yang mengalami
kehilangan penglihatan (visual impairment)
adalah orang yang mempunyai ketajaman
penglihatan 20/200 atau lebih buruk dari itu
setelah dikoreksi dengan menggunakan lensa, dan
memiliki lantang pandang (visual field) tidak
lebih dari 20 derajat (Koestler, 1976 dalam
Scholls Geraldine, 1986).
Lantang pandangan (visual field) merupakan area yang
dapat dilihat oleh seseorang ke arah atas – bawah dan
samping kanan-kiri tanpa harus melirik kekanan atau
kekiri dengan tetap pandangannya ke arah depan secara
lurus. Pada orang normal, lantang pandangan ke arah
atas kira-kira 50 derajat, ke arah bawah 70 derajat,
ke arah samping dalam 60 derajat, dan ke arah samping
luar 90 derajat. Berdasarkan ketajaman penglihatan
dan lantang pandangan inilah batasan ketunanetraan
pada segi medis diberikan.
D. Alat yang digunakan : Campimeter
E. Tahapan pemerksaan
1. Dalam ruang, OP duduk menghadap kampimeter.
2. PP berdiri didepan samping penderita.
3. Mata OP yang tak diperiksa ditutup.
4. Mata yang diperiksa berada pada posisi lurus
dengan titik tengah kampimeter. Pandangan lurus ke
depan (titik tengah kampimeter).
5. PP menggerakkan obyek dari perifer yang warnanya
kontras menuju ketitik tengah kampimeter.
6. Bila OP telah melihat obyek tersebut, maka
pemeriksa memberi tanda pada kampimeter.
7. Demikian dilakukan sampai 360 derajat sehingga
dapat digambarkan lapangan pandang dari mata yang
diperiksa.
Seseorang dikatakan memiliki lantang pandang
normal, jika lantang pandang ke arah atas 50
derajat, ke arah bawah 70 derajat, ke arah samping
dalam 60 derajat, dan ke arah samping luar 90
derajat, tidak kurang dari sekian derajat.
F. Hasil pemeriksaan
Nama OP : Ana Mardiana (terlampir)
Nama PP : Khaira Hayati (terlampir)
3A. Tes Percobaan : Tes buta Warna
B. Tujuan Percobaan : Untuk mengetahui kemampuan mata
membedakan berbagai macam warna atau tidak
C. Dasar teori :
Buta warna adalah suatu kelainan yang disebabkan
ketidakmampuan sel-sel kerucut mata untuk menangkap
suatu spektrum warna tertentu akibat faktor genetis.
kepekaannya mudah hilang bila dihadapkan pada suatu
bau yang sama untuk waktu yang lama .
D. Alat pemeriksaan : Kamper, Parfum, bunga,
permen, buah , sambal bubuk, terasi, cuka, telur
busuk dan stopwatch
E. Tahap pemeriksaan:
1 PP menutup mata OP menggunakan kain
2 PP mempersiapkan bahan-bahan yang akan dijadikan
objek.
3 Selanjutnya PP memberikan satu persatu bahan yang
telah disediakan kepada OP untuk dicium baunya.
4 OP kemudian mencium atau mengendus bahan tersebut
dalam waktu 10 detik.
5 Saat OP mulai mencium bahan, PP menghitung waktu
sampai OP berhasil menjawab bau apa yang dia
cium.
6 Sampai detik ke 10, OP harus mengeluarkan jawaban
mengenai bau apa yang tadi telah diciumnya.
7 Begitu seterusnya sampai semua bahan telah
dicobakan kepada OP.
F. Hasil pemeriksaan:
1. Nama PP : Ana Mardiana
Nama OP : Khaira Hayati
Setelah dilakukan pemeriksaan dengan semua
bahan yang telah dicobakan, dapat disimpulkan
bahwa OP dapat menjawab dengan benar bahan-bahan
tersebut dalam waktu kurang dari 10 detik. Hal
ini menandakan bahwa indra penciuman yang
dimiliki OP normal.
2. Nama PP : Khaira Hayati
Nama OP : Ana Mardiana
Setelah dilakukan pemeriksaan dengan semua
bahan yang telah dicobakan, dapat disimpulkan
bahwa OP dapat menjawab dengan benar bahan-bahan
tersebut dalam waktu kurang dari 10 detik. Hal
ini menandakan bahwa indra penciuman yang
dimiliki OP normal.
SISTEM
PENGECAPAN
1A. Nama tes : Tes ketajaman pengecapan
B. Tujuan Tes : Untuk mengetahui
ketajaman penegecapan sesorang
C. Dasar teori :
Sistem pengecap atau sistem gustatory terdapat di
lidah. Pada lidah, terdapat reseptor perasa yang
dapat membedakan rasa yang disebut taste buds. Reseptor
pada lidah akan digantikan oleh reseptor yang baru
setiap 10 hari sekali.
Lidah mempunyai lapisan mukosa yang menutupi
bagian atas lidah, dan permukaannya tidak rata karena
ada tonjolan-tonjolan yang disebut dengan papilla, pada
papilla ini terdapat reseptor untuk membedakan rasa
makanan. Apabila pada bagian lidah tersebut tidak
terdapat papilla lidah menjadi tidak sensitif terhadap
rasa. Papilla atau tonjolan-tonjolan pada lidah
memiliki bentuk-bentuk tertentu, yaitu:
1. Tonjolan berbentuk seperti benang-benang halus
yang disebut dengan Papilla filiformis, banyak terdapat
dibagian depan lidah.
2. Tonjolan berbentuk seperti kepala jamur yang
disebut papilla fungiformis, banyak terdapat dibagian
depan dan sisi lidah.
3. Tonjolan yang berbentuk bulat yang disebut papilla
circumvalata, tersusun seperti huruf V terbalik,
banyak terdapat dibagian belakang lidah. Didalam
papillae terdapat banyak putting pengecap (taste buds).
Setiap putting pengecap terdiri atas dua jenis sel
seperti berikut ini :
a. Sel-sel pengecap memiliki tonjolan-tonjolan
seperti rambut yang menonjol keluar dari
pengecap.
b. Sel-sel penunjang yang berfungsi untuk menyokong
sel-sel pengecap.
Sistem gustatory atau organon gustus adalah inderapengecap yang terdapat pada lidah dan memiliki 4modalitet yaitu:a. Manis, pada puncak lidah, dapat diselidikidengan meletakkan gula di lidah.
b. Asin, pada puncak dan tepi lidah, dapat diselidikidengan meletakkan garam di lidah
c. Asam, pada tepi lidah, dapat dibuktikan denganmeletakkan asam sitrun di lidah.
d. Pahit, pada pangkal lidah, dapat dibuktikan denganmeletakkan kina di lidah.
D. Alat pemeriksaan : Gula, garam. sitrun,
kopi, cabe bubuk dan stopwatch
E. Tahapan pemeriksaan :
1. PP menutup mata OP dengan kain
2. PP mulai menyediakan bahan bahan yang akan
dijadikan objek pengecapan
3. Selanjutnya PP memberikan satu persatu bahan yang
telah disediakan kepada OP untuk mulai dikecap
rasanya
4. OP kemudian mencium atau mengendus bahan tersebut
dalam waktu 10 detik.
5. Saat OP mulai mencium bahan, PP menghitung waktu
sampai OP berhasil menjawab bau apa yang OP kecap.
6. Begitu seterusnya sampai semua bahan telah
dicobakan kepada OP, dan PP mencatat hasil dari
pmeriksaan tersebut.
F. Hasil pemeriksaan :
1. Nama PP : Ana Mardiana
Nama OP : Khaira Hayati
Setelah dilakukan pemeriksaan dengan semua bahan
yang telah dicobakan, dapat disimpulkan bahwa OP
dapat menjawab dengan benar bahan-bahan tersebut
dalam waktu kurang dari 10 detik. Hal ini
menandakan bahwa indra pengecapan yang dimiliki OP
normal.
2. Nama PP : Khaira Hayati
Nama OP : Ana Mardiana
Setelah dilakukan pemeriksaan dengan semua bahan
yang telah dicobakan, dapat disimpulkan bahwa OP
dapat Dari OP dapat menjawab dengan benar bahan-
bahan tersebut dalam waktu kurang dari 10 detik.
Hal ini menandakan bahwa indra pengecapan yang
dimiliki OP normal.
SISTEM
MOTORIK
1A. Nama tes : Tes kekuatan otot (MMT)
B. Tujuan tes : Untuk mengetahui kekuatan otot
dari seseorang
C. Dasar teori :
Otot pengujian manual (MMT) merupakan bagian
penting dari pemeriksaan terapi fisik dan grading
merupakan keterampilan yang harus diketahui setiap
terapis dan meningkatkan. Hal ini dilakukan untuk
menilai kekuatan otot pasien, yang dapat memberikan
terapi fisik (PT) rincian yang dapat membantu dia
dalam perencanaan intervensi atau terapi yang
tepat.
Skala di bawah ini adalah terdiri dari faktor-
faktor baik subyektif dan obyektif. Subjektif
adalah pemeriksa mengetahui berapa banyak
resistensi untuk memberi dan berapa banyak
resistensi pasien dapat mentolerir. Faktor-faktor
obyektif, meliputi: jika pasien dapat menyelesaikan
berbagai gerak, bergerak melawan gravitasi, dan
jika pasien bisa memegang posisi ini
D. Alat pemeriksaan: Beban seberat 1 kg dan 3 kg
E. Tahap pemeriksaan :
1 PP meminta OP untuk menggerakan anggota tubuhnya
untuk melihat ada atau tidaknya gerakan sendi dan
kontraksi otot
2 PP meminta OP untuk menggerakan tangan pada
bidang horizontal, untuk melihat apakah ototnya
dapat berkontraksi tanpa gerak sendi pada bidang
horizontal
3 PP meminta OP untuk menggerakan tangan pada
bidang horizontal dengan gerak sendi
4 OP diminta untuk menggerakkan tangan pada bidang
vertikal secara penuh, guna melihat apakah otot
berkontraksi dengan gerak sendi penuh pada bidang
vertikal tanpa tahanan minimal
5 OP diminta untuk menggerakkan tangan pada bidang
vertikal secara penuh, guna melihat apakah otot
berkontraksi dengan gerak sendi penuh pada bidang
vertikal dengan tahanan minimal sebesar 1 kg
6 OP diminta untuk menggerakkan tangan pada bidang
vertikal secara penuh, guna melihat apakah otot
berkontraksi dengan gerak sendi penuh pada bidang
vertikal dengan tahanan maksimal sebesar 3 kg
OP dapat mengangkat beban tahap demi tahap tersebut
diatas mampu dilakukannya, maka OP dinyatakan
Normal perihal kekuatan otot, namun apabila OP
ternyata tidak mampu pada tahap tertentu, maka PP
dapat mengambil kesimpulan untuk mengkategorikan
derajat kekuatan otot OP sesuai dengan tahap dimana
OP tidak mampu melakukannya.
Berikut adalah pedoman uji skala otot :
1. Kelas 5 (normal; 100%)
Pasien atau subjek dapat menyelesaikan seluruh
jajaran gerakan melawan gravitasi dengan
perlawanan maksimal diterapkan oleh terapis pada
akhir kisaran.
2. Kelas 4 (Baik; 75%)
Subjek dapat menyelesaikan berbagai macam gerakan
melawan gravitasi dengan resistensi moderat
diterapkan oleh terapis fisik (PT) pada akhir
jangkauan.
3. Kelas 3 + (Fair +)
Pasien dapat menyelesaikan gerakan melawan
gravitasi dengan resistensi minimal diterapkan
oleh pemeriksa pada akhir jangkauan.
4. Kelas 3 (Fair; 50%)
Pasien hanya dapat menyelesaikan berbagai gerakan
melawan gravitasi. Ketika eksternal (luar) gaya
yang diterapkan oleh PT, pasien memberi jalan.
5. Kelas 2 (25%)
Pasien tidak dapat melakukan gerakan melawan
gravitasi. Tetapi pasien bisa melakukan gerak
lengkap saat tarikan gravitasi dihilangkan. Tidak
ada resistensi diterapkan.
6. Kelas 1 (Trace)
Pasien tidak mampu menggerakkan sendi bahkan
dengan gravitasi dihilangkan. Namun, pemeriksaan
lebih dekat dengan terapis akan mengungkapkan
sedikit kontraksi otot.
7. Kelas 0 (Zero)
Tidak ada bukti kontraksi, bahkan dengan
palpasi Terapis fisik.
F. Hasil pemeriksaan :
1. Nama PP : Ana MardianaNama OP : Khaira HayatiSetelah dilakukan tes MMT dengan beban berat 1kg dapat disimpulkan bahwa OP dapat
2. Nama PP : Khaira HayatiNama OP : Ana MardianaSetelah dilakukan tes MMT dengan beban berat 1kg dapat disimpulkan bahwa OP dapat
2A. Nama tes : Range Of motion (ROM)
B. Tujuan tes :
C. Dasar teori :
ROM ( Range of Motion) adalah jumlah maksimum
gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada salah
satu dari tiga potongan tubuh, yaitu sagital,
transversal, dan frontal. Potongan sagital adalah
garis yang melewati tubuh dari depan ke belakang,
membagi tubuh menjadi bagian kiri dan kanan.
Potongan frontal melewati tubuh dari sisi ke sisi
dan membagi tubuh menjadi bagian depan ke belakang.
Potongan transversal adalah garis horizontal yang
membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah.
Mobilisasi sendi disetiap potongan dibatasi oleh
ligamen, otot, dan konstruksi sendi. Beberapa
gerakan sendi adalah spesifik untuk setiap
potongan. Pada potongan sagital, gerakannya adalah
fleksi dan ekstensi (jari-jari tangan dan siku) dan
hiperekstensi (pinggul). Pada potongan frontal,
gerakannya adalah abduksi dan adduksi (lengan dan
tungkai) dan eversi dan inversi (kaki). Pada
potongan transversal, gerakannya adalah pronasi dan
supinasi (tangan), rotasi internal dan eksternal
(lutut), dan dorsifleksi dan plantarfleksi (kaki).
Gerakan dapat dilihat sebagai tulang yang
digerakkan oleh otot ataupun gaya eksternal lain
dalam ruang geraknya melalui persendian. Bila
terjadi gerakan, maka seluruh struktur yang
terdapat pada persendian tersebut akan terpengaruh,
yaitu: otot, permukaan sendi, kapsul sendi, fasia,
pembuluh darah dan saraf.
Berikut adalah penilaian hasil pengukuran
rentang sendi :
Derajat Fungsi Keterangan5 : Normal Gerak penuh tanpa hambatan
(100%)4 : Good Gerak tidak penuh (75%)3 : Fair Gerak tidak penuh ada
hambatan (50%)2 : Poor Gerak ada hambatan (25%)1 : Trace Tidak ada gerak (0%)
D. Alat pemeriksaan: Goniometer
E. Tahap pemeriksaan :
Fleksi-ekstensi siku
1. PP meminta OP untuk meluruskan tangannya ke
depan
2.PP meletakkan goniometer tepat pada siku OP
3. Atur posisi lengan OP dengan menjauhi
sisi tubuh dengan telapak tangan mengarah ke
tubuhnya.
4. Letakkan tangan di atas siku pasien dan
pegang tangannya mendekat bahu.
5. Lihat dan catat derajat sudut yang dibentuk
siku OP
Latihan fleksi dan ekstensi siku
Fleksi-ekstensi pergelangan tangan
1. PP mengatur posisi lengan OP dengan
menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk dengan
lengan.
2. PP memegang tangan OP dengan satu
tangan dan tangan PP yang lain memegang
pergelangan tangan OP.
3. Tekuk tangan OP ke depan sejauh mungkin.
4. Lihat dan catat derajat sudut yang dibentuk
oleh pergelangan OP.
Fleksi –ekstensi Lutut Kaki
1. PP mengatur posisi kaki OP selurus mungkin
2. PP lalu meletakkan geniometer lurus dengan
lutut
3. PP meminta OP untuk menekuk lutut OP
4. Lalu PP menghitung derajat sudut menggunakan
Geniometer
5. Lihat dan catat derajat sudut yang dibentuk
oleh pergelangan OP.
F. Hasil pemeriksaan :
1. Nama PP : Ana Mardiana
Nama OP : Khaira Hayati
Fleksi-Ekstensi Siku
- Kanan : 141 º
141140 x 100% = 100 %
- Kiri : 145º
145140 x 100% = 103 %
Fleksi- Ekstensi lutut
2. Nama PP : Khaira Hayati
Nama OP : Ana Mardiana
Fleksi-Ekstensi Siku
- Kanan : 143º
143140 x 100% = 102 %
- Kiri : 145º
145140 x 100% = 102%
Fleksi Ekstensi lutut
3A. Tes Percobaan : Tes Romberg
B. Tujuan Percobaan : Untuk mengetahui
C. Dasar teori :
Tes Romberg adalah tes neurologis untuk mendeteksi
ketidakseimbangan. Secara khusus, mendeteksi
ketidakmampuan untuk mempertahankan postur berdiri
stabil dengan mata tertutup.Tes ini diberi nama
setelah abad ke-19 oleh Spesialis Telinga Jerman,
Heinrich Moritz Romberg (1795-1873).
Tes terdiri dari berdiri dengan kaki bersama-
sama dan mata Anda tertutup.Saraf sering mendorong
Anda sedikit untuk memeriksa apakah Anda mampu
mengimbangi dan mendapatkan kembali postur tubuh
Anda. Jika saat berjalan ada goyangan yang
berlebihan atau jatuh, maka itu disebut romberg
positif. Ada beberapa varian Uji Romberg - beberapa
melibatkan posisi yang berbeda dari kaki, misalnya,
berdiri tumit-kekaki - yang lain menggunakan
perangkat mekanik untuk mengukur disfungsi.
D. Alat yang digunakan : Stopwatch
E. Tahap Pemeriksaan :
1. PP meminta OP untuk berdiri dengan kaki kanan di
depan dan tumit menyentuh kaki kiri dengan posisi
tangan memeluk dan mata terpejam
2. PP meminta OP untuk mempertahankan posisi tersebut
selama ± 30 detik.
3. PP menghitung waktu dengan menggunakan stopwatch
dan selama ± 30 detik tersebut PP memperhatikan
keseimbangan OP.
4. Apabila dalam waktu ± 30 detik tersebut OP mampu
tetap berdiri dengan seimbang, maka OP dinyatakan
keseimbangannya baik namun apabila dalam detik
tertentu keseimbangan OP goyah
5. PP mencatatnya dan OP dinyatakan keseimbangannya
masih kurang.
F. Hasil dan Kesimpulan :
4A. Tes Percobaan : Tes Telunjuk
B. Tujuan Percobaan : Untuk mengetahui sistem koordinasi yang baik pada sesorang
C. Dasar teori :
Gangguan pada serebelum atau saraf – saraf
propioseptif dapat juga menyebabkan ataxia tipe
dismetria. Dismetria berarti hilangnya kemampuan
untuk memulai atau menghentikan suatu gerak motorik
halus. Untuk menguji adanya suatu dismetria bisa
dilakukan beberapa pemeriksaan, salah satunya adalah
finger to nose test.
Pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan pasien
dalam kondisi berbaring, duduk atau berdiri. Diawali
pasien mengabduksikan lengan serta posisi ekstensi
total, lalu pasien diminta untuk menyentuh ujung
hidungnya sendiri dengan ujung jari telunjuknya.
Mula – mula dengan gerakan perlahan kemudian dengan
gerakan cepat, baik dengan mata terbuka dan
tertutup.
D. Alat yang digunakan : -
E. Tahapan Pemeriksaan :
1. PP Meminta OP untuk memperpanjang jari
telunjuknya dan menyentuh hidungnya dan kemudian
sentuhan jari terentang PP dengan jari yang sama.
2. Minta OP untuk pergi bolak-balik antara
menyentuh hidung dan jari PP sampai ± 30 detik.
F. Hasil Pemeriksaan :
1. Nama PP : Ana Mardiana
Nama OP : Khaira Hayati
Setelah dilakukan tes telunjuk , OP melakukannya tes telunjuk secara konstan dan teratur selama 30 detik. Jadi sistem koordinasi yang dimilki OP normal
2. Nama PP : Ana Mardiana
Nama OP : Khaira Hayati
Setelah dilakukan tes telunjuk , OP melakukannya tes telunjuk secara konstan dan teratur selama 30 detik. Jadi sistem koordinasi yang dimilki OP normal
SISTEM
SENSIBILITAS
A. Percobaan : Tes kepekaan sistem
sensibilitas
B. Tujuan percobaan : Untuk mengetahui tingkat
kepekaan sensibilitas pada sesorang
C. Dasar teori :
Saraf dibagi menjadi dua yaitu sistem saraf
porifer dan sistem saraf central.Saraf central itu