Bidang Unggulan : Budaya dan Pariwisata Kode/Nama Bidang Ilmu : 426/Teknik Arsitektur LAPORAN HASIL PENELITIAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI AREA-AREA SAKRAL DI DESA SAMBIRENTENG, KECAMATAN TEJAKULA, KABUPATEN BULELENG: SebuahStudiKeruangantentangTinggalanKebudayaan Bali Aga Tim Pengusul : 1. I Gusti Agung Bagus Suryada, S.T., M.T. 0030106606 2. I Nyoman Widya Paramadhyaksa, ST, MT, Ph.D 0011097401 JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA PEBRUARI 2015
60
Embed
LAPORAN HASIL PENELITIAN HIBAH UNGGULAN ......Desa ini memiliki karakteristik keruangan selayaknya sebuah desa pegunungan dari masa Bali Kuno, yaitu menganut pola desa linear dengan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Bidang Unggulan : Budaya dan Pariwisata Kode/Nama Bidang Ilmu : 426/Teknik Arsitektur
LAPORAN HASIL PENELITIAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI
AREA-AREA SAKRAL DI DESA SAMBIRENTENG, KECAMATAN TEJAKULA, KABUPATEN BULELENG:
SebuahStudiKeruangantentangTinggalanKebudayaan Bali Aga
Tim Pengusul : 1. I Gusti Agung Bagus Suryada, S.T., M.T. 0030106606
2. I Nyoman Widya Paramadhyaksa, ST, MT, Ph.D 0011097401
JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA PEBRUARI 2015
iii
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan ....................................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii RINGKASAN ................................................................................................................. 1 BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 2 1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 2 1.2 Tujuan Khusus ........................................................................................ 3 1.3 Urgensi Penelitian ................................................................................... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 5 2.1 Ruang Sakral dan Profan ......................................................................... 5 2.2 Ruang Abstrak ......................................................................................... 5 2.3 Animisme dan Dinamisme ...................................................................... 6 2.4 Masyarakat Bali Aga ............................................................................... 6 2.5 Pola Desa Tradisional Bali Aga .............................................................. 7 BAB III METODE PENELITIAN .............................................................................. 8 3.1 Materi Penelitian ..................................................................................... 8 3.2 Lokasi Penelitian ..................................................................................... 8 3.3 Informan Penelitian ................................................................................. 9 3.4 Metode Penelitian .................................................................................... 12 3.5 Instrumen Penelitian dan Alat Bantu Penelitian ..................................... 14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 15 4.1 Lokasi ...................................................................................................... 18 4.2 Sejarah Desa ...........................................................................................
4.3 Perkembangan Tata Ruang Desa………………………………………. 4.4 Objek-objek Bernilai Khusus Dalam Wilayah Desa ………………….. 4.5 Ritual-ritual……………………………………………………………..
21 23 21 26
4.6 Area dan Objek Keruangan yang Bernilai Sakral di Desa Sembiran…... 32 4.7 Deskripsi Singkat tentang Padma Agung di Pura Dulu, Sembiran…….. 36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 56 5.1 Simpulan……………………………………………………………….. 56 5.2 Saran……………………………………………………………………. 56 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 57
1
RINGKASAN
Desa Sambirenteng adalah sebuah desa peninggalan masa Bali Aga yang
berlokasi dalam wilayah Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng. Desa ini
memiliki karakteristik keruangan selayaknya sebuah desa pegunungan dari masa
Bali Kuno, yaitu menganut pola desa linear dengan sebuah jalan utama desa yang
membentang dari arah utara ke selatan desa. Sebagai sebuah Bali Aga yang
berbatasan langsng dengan Laut Bali, desa ini pada masa lalunya dikenal sebagai
desa hunian komunitas nelayan tradisional Bali. Selain berkenaan dengan
poladesanya, ada berbagai aspek Desa Sambirenteng yang juga menarik untuk
dijadikan bahan kajian keruangan, seperti pola rumah tinggal, zonasi
antartetangga, bangunan suci, dan zona-zona sakral desa.Bangunan suci dan zona-
zona suci di dalam wilayah Desa Sambirentengmemiliki karakteristik tersendiri
yang membedakannya dengan yang berlaku di desa-desa tradisional Bali dataran.
Sambirenteng tidak mengenal konsep Pura Kahyangan Tiga.
Desa ini juga memiliki beberapa zona sakral berlatar animisme, dinamisme,
dan Agama Hindu yang mendapat pengelolaan ritual secara turun temurun sejak
masa Bali Aga. Karakteristik desa yang semacam inilah yang selanjutnya
mendorong gagasan menjalankan sebuah studi mendalam tentang konsepsi dan
karakteristik tata ruang pura dan zona-zona sakral di Desa Sambirenteng.
Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif yang berbasis pada studi lapangan dan
wawancara. Penelitian ini dipastikan menghasilkan suatu temuan tentang konsep
keruangan tradisional yang relatif baru. Hal ini didasarkan pada minimnya studi
tentang Desa Sambirenteng yang telah dijalankan selama ini.
Kata kunci: Sambirenteng, Bali Aga, zona sakral, karakteristik.
2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Desa Sambirenteng adalah sebuah desa tradisional Bali yang tergolong sebagai
desa kuno tinggalan masa Bali Aga. Desa ini berada di dalam wilayah Kecamatan
Tejakula, Kabupaten Buleleng yang berbatasan langsung dengan Laut Bali di
utara wilayah desa. Pada masa lalunya, Sambirenteng diyakini dihuni oleh
masyarakat yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan dan petani
perkebunan.
Secara tata ruang, Desa Sambirenteng memiliki pola desa selayaknya desa-desa
tradisional Bali pegunungan yang berlatar kebudayaan Bali Aga. Desa ini
menganut pola desa linear berkat adanya satu sumbu desa yang membentuk
sumbu aksis desa dari arah bukit ke arah perairan Laut Bali yang berada di utara
desa. Sistem tata ruang masing-masing persil rumah juga terlihat masih
menyisakan karakter masa lalunya. Sebagian besar petak pekarangan rumah tidak
terbatasi oleh tembok batas masif sebagai pembatas teritorinya, sesuatu yang tidak
lazim dalam tata ruang desa-desa tradisional Bali dataran.
Sambirenteng mengenal beragam tradisi dan ritual yang relatif berbeda dengan
tradisi yang dikenal komunitas masyarakat tradisional Bali pada umumnya.
Tradisi-tradisi tersebut dapat berupa tradisi sosial dan ritual keagamaan yang
keduanya telah ikut pula berperan membentuk pola meruang masyarakat secara
turun-temurun. Elemen-elemen seting area desa pun menjadi tertata sedemikian
rupa sesuai tradisi kebudayaan Bali Aga.
Desa Sambirenteng tidak menganut konsepsi Pura Kahyangan Tiga Desa. Desa ini
lebih mengenal beberapa pura, semacam Pura Pangulapan, Pura Bale Agung, dan
Pura Pungut. Dalam wilayah Desa Sambirenteng juga terdapat beberapa zona suci
tinggalan masa lalu berlatar pandangan animisme dan dinamisme yang terkelola
dengan baik hingga saat ini, seperti tepian sungai, bukit, persimpangan jalan, dan
pohon besar. Bangunan suci dan zona suci desa tersebut juga ditata dengan
3
menganut konsep “mandala” yang berbeda dengan yang dikenal pada umumnya
(hasil grand tour dan wawancara awal, 2015).
Gambaran awal yang diperoleh ini selanjutnya mendorong gagasan untuk
melakukan riset keruangan lebih lanjut tentang karakteristik bangunan dan area
suci Desa Sambirenteng. Hasil akhir temuan penelitian ini dipastikan akan sangat
bernilai dalam memperkaya khazanah ilmu pengetahuan keruangan tradisional
Bali. Hal ini didasarkan pada keunikan objek studi dan minimnya studi dan
inventarisasi budaya keruangan yang pernah dilakukan berkenaan dengan Desa
Sambirenteng.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Ada beberapa teori yang rencananya dipergunakan dalam penelitian ini, yaitu (1)
teori ruang sakral dan profan; (2) teori ruang abstrak; (3) konsep animisme dan
dinamisme; (4) konsep tentang masyarakat Bali Aga; serta (5) konsep pola desa
tradisional Bali Aga.
2.1 Ruang Sakral dan Profan
Eliade mengartikan ruang yang sakral sebagai ruang yang “nyata” yang dikelilingi
oleh satu area medan tanpa wujud. Ruang sakral pada umumnya menjadi arah
orientasi bagi ruang lainnya. Manusia menghuni area dunia tengah (midland) yang
berada di antara dunia luar yang “tidak terkendali” dan area dunia dalam yang
berkarakter sakral. Kedua ruang ini senantiasa memiliki kualitas kesucian yang
selalu diperbaharui melalui berbagai rangkaian kegiatan ritual sakral. Kegiatan
ritual mengambil suatu tempat dalam suatu ruang sakral ini, dan menjadi cara
tunggal untuk dapat partisipasi dalam wilayah kosmos sakral untuk dapat
membersihkan kembali dunia profan (2002: 14). Ruang yang berkarakter sakral
lebih kokoh dan bermakna, adapun ruang lainya yang profan bersifat kacau dan
tanpa makna. Manusia tradisional pada umumnya tidak mampu untuk hidup
nyaman dalam suasana dunia yang profan, karena mereka tidak mampu
mengoreintasikan dirinya sendiri.
2.2 Ruang Abstrak
Sesungguhnya ruang adalah bersifat abstrak dan tidak terbatas. Ketidakterbatasannya bersifat tiga
dimensional dari ruang universal yang berada di luar jangkauan konsepsi manusia dengan
delimitasi spasialnya yang dimilikinya. Para analis ruang sangat menyadari bahwa arsitektur
merupakan suatu manifestasi secara intelektual dari karakter ruang yang bersifat abstrak itu. Ruang
juga tidak berkarakter konkret, plastis, maupun kubis. Ruang adalah bersifat abstrak, tersebar, dan
terlarut sebagai bidang-bidang yang tidak wadaqi. (Ronald, 2008: 261)
2.3 Animisme dan Dinamisme
5
Animisme merupakan suatu pandangan kepercayaan suatu kelompok masyarakat
terhadap adanya kekuatan yang diberikan oleh nenek moyang atau leluhurnya.
Pandangan ini selanjutnya melahirkan adanya tradisi di kalangan masyarakat
tradisional tentang pemujaan dan kepercayaan terhadap kekuatan abstrak nenek
moyang. Pandangan dinamisme merupakan suatu bentuk kepercayaan berkenaan
dengan adanya mana atau suatu kekuatan abstrak yang diyakini dapat diperoleh
dari manusia lain, binatang, dan tumbuh-tumbuhan, bahkan benda mati.
Pandangan ini melahirkan tradisi-tradisi dan ritual terhadap benda-beda keramat,
batu besar, dan tempat-tempat sakral lainnya di alam (Anonim, 1984: 7).
2.4 Masyarakat Bali Aga
Ada dua pendapat yang dikemukakan dua sarjana berkenaan dengan masyarakat
Bali Aga yang relevan dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
1. Masyarakat Bali Aga merupakan masyarakat Bali asli yang masih
memegang teguh adat istiadat dan tradisi animisme dan dinamisme yang
diwarisi secara turun temurun (Prayitno, 2003). Masyarakat ini pada
umumnya tetap bertahan hidup di daerah pegunungan, seperti di Desa
Sukawana, Sembiran, Kintamani, dan Tenganan.
2. Masyarakat Bali Aga pada umumnya sangat kurang mendapat pengaruh
budaya Hindu Jawa dari Majapahit. (Suwidja dan Purna, 1991: 198).
Komunitas Bali Aga tidak mengenal sistem strata sosial masyarakat.
Adapun orang Hindu yang datang dari Jawa Timur ke Bali setelah masa
kejatuhan Majapahit disebut dengan Triwangsa yang terdiri dari
Brahmana, Ksatriya, dan Waisia (Shastri, 1963: 94). Komunitas
“pendatang” dikenal dengan nama Bali Arya yang menghuni wilayah
dataran Pulau Bali.
2.5 Pola Desa Tradisional Bali Aga
Pola desa tradisional masyarakat Bali Aga yang berlokasi di daerah pegunungan
cenderung berorientasi ke arah puncak gunung, lintasan-lintasan jalan yang
6
membentuk pola lingkungan disesuaikan dengan transis lokasi kemiringan dan
lereng-lereng alam. Desa Sukawana, Kintamani, Bangli dan beberapa desa di
pegunungan yang berlereng beberapa arah dengan beberapa punggung bukit
orientasinya ke arah yang lebih tinggi pada zona-zona masing-masing, atau
puncak tertinggi sebagai orientasi bersama. Tempat suci bersama dan tempat-
tempat suci pemujaan di masing-masing keluarga ditempatkan di bagian yang
lebih tinggi atau ke arah orientasi bersama. Lokasi yang berlereng ke beberapa
arah menjadikan orientasi tempat suci tidak hanya ke arah kaja dan kangin
(Anonim, 1986: 13-14). Pola desa tradisional masyarakat Bali Aga cenderung
mengambil bentuk pola sumbu aksis linear atau ada ruang plaza di tengah
permukiman.
7
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian yang ini memuat beberapa tujuan khusus sebagai berikut.
1. Menginventarisir serta menelusuri sejarah, latar konseptual, dan makna keruangan yang
termuat dalam perwujudan area dan zona-zona sakral di Desa tradisional Sambirenteng.
2. Menemukan pola aktivitas dan pola tradisi ritual yang dijalankan di area atau zona-
zona sakral di Desa Sambirenteng.
3. Mengkomparasikan wujud dan karakter keruangan dari zona-zona sakral di Desa
Sambirenteng sebagai desa tinggalan masa Bali Kuno dan pola yang berlaku di dalam
wilayah desa-desa Bali Pertengahan.
4. Menghasilkan produk akhir berupa materi ajar mengenai satu desa tradisional Bali
yang bercorak Bali Aga di Buleleng.
5. Menghasilkan sebuah artikel yang dipublikasikan dalam jurnal nasional terakreditasi
1.2 Urgensi Penelitian
Penelitian ini sangat layak dilaksanakan berdasarkan beberapa pertimbangan
berkenaan aspek keutamaan yang dimiliki topik dan objek penelitian ini.
1. Penelitian ini bertujuan menginventarisasi pengetahuan budaya lama
Penelitian ini pada dasarnya bertujuan menggali dan menemukan kembali
konsepsi dan nilai keruangan dari zona sakral di suatu desa yang berlatar
budaya Bali Kuno. Konsepsi yang diperoleh sangat berkaitan dengan
pandangan animisme dan dinamisme beserta sinkretisasinya dengan ajaran
Hindu Dharma.
2. Penelitian memuat topik orisinal
Penelitian tentang karakteristik zona-zona sakral di Desa Sambirenteng ini
belum pernah dilakukan secara mendalam oleh peneliti lain sebelumnya.
3. Penelitian untuk pengembangan imu pengetahuan
Hasil akhir penelitian ini akan memperkaya ilmu pengetahuan berkenaan
karakteristik keruangan di desa yang berlatar kebudayaan Bali Kuno.
8
4. Penelitian ini sejalan dengan arah kebijakan Universitas Udayana
Penelitian ini sesuai dengan arah kebijakan pengembangan Universitas
Udayana yang pada intinya berupaya untuk menjadikan Universitas Udayana
sebagai satu perguruan tinggi negeri terkemuka di Bali yang dapat berperan
aktif dalam pengembangan dan pelestarian kebudayaan tradisional Bali.
9
BAB IV METODE PENELITIAN
Penelitian tentang karakteristik keruangan yzng termuat dalam area dan zona
sakral di Desa Sambirenteng ini tergolong sebagai sebuah penelitian kualitatif.
Pada bagian berikut ini dipaparkan secara berurutan aspek-aspek yang berkenaan
dengan: (1) materi penelitian; (2) informan penelitian; (3) metode penelitian; dan
(4) instrumen penelitian.
4.1 Materi Penelitian
Materi penelitian ini berupa pura, ruang, maupun zona-zona sakral yang berada di
area publik Desa Sambirenteng yang secara garis besarnya dapat diklasifikasikan
sebagai:
a. Kompleks bangunan pura lama tinggal budaya Bali kuno
b. Persimpangan jalan yang disakralkan
c. Wilayah sekitar tepian sungai
d. Zona sakral di dekat area tebing dan lereng bukit
e. Daerah di dekat hutan desa
f. Pohon besar yang disakralkan penduduk
4.2 Lokasi Penelitian
Penelitian yang akan dijalankan ini berlokasi di dalam wilayah Desa tradisional
Sambirenteng, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng.
10
Gambar 4. 1: Peta Lokasi Sambirenteng
Gambar 4. 2: Peta Area Sambirenteng
Pada peta Desa Sambirenteng di atas diperlihatkan juga persebaran beberapa
bangunan pura utama di dalam wilayah Desa Sambirenteng. Persebaran zona-zona
atau area-area sakral lainnya semacam pohon, tepian sungai, jurang, dan
sebagainya belum banyak teridentifikasikan.
11
Berikut ini diperlihatkan gambaran eksisting wilayah dan foto rekaman data
gambar Desa Sambirenteng berdasarkan hasil grand tour pada tanggal 5 Pebruari
2015.
Gambar 4.3: Sebuah Pura
Dadia Milik Keluarga
Gambar 4.4: Pura Pangulapan
di Ulu Desa Sambirenteng
Gambar 4.5: Pura Dadia di
Desa Sambirenteng
Gambar 4.6: Pura Pungut
sebagai Pura Segara Desa
Gambar 4.7: Pura Bale Agung
Desa Sambirenteng
Gambar 4.8: Area Pusat Desa
Sambirenteng
Gambar 4.8: Jalan Utama
Desa Sambirenteng
Gambar 4.9: Jalan Utama
Desa Sambirenteng
Gambar 4.10: Gang di Desa
Sambirenteng
12
Gambar 4.11: Gang di Desa
Sambirenteng
Gambar 4.12: Gang di Desa
Sambirenteng
Gambar 4.13: Relief Kedok
Wajah di Pura Sambirenteng
4.3 Informan Penelitian
Informan penelitian adalah subjek penelitian yang akan dimintai informasi dan
keterangan berkenaan dengan topik penelitian yang diajukan ini. Para informan
penelitian dipilih dan ditetapkan berdasarkan kompetensi pemahaman yang
dimilikinya berkenaan dengan materi dan fokus studi yang dilakukan ini. Para
informan yang ditetapkan sebagai narasumber dalam penelitian ini antara lain
berstatus sebagai: (a) pemuka adat Desa Sambirenteng; (b) pemuka agama Desa
Sambirenteng; (c) para tetua desa; dan (d) para akademisi maupun peneliti yang
memahami konsep keruangan sakral di Desa Sambirenteng.
4.4 Metode Penelitian
Penelitian ini secara umum akan dijalankan sesuai tahapan-tahapan sebagai
berikut.
4.4.1 Tahap Pengumpulan Data Awal
Dalam proses pengumpulan data awal, tim peneliti telah melakukan grand tour di
dalam area penelitian serta telah melakukan wawancara dengan beberapa
narasumber di lokasi. Kegiatan grand tour ini telah menghasilkan beberapa
gambaran berkenaan topik, materi, dan permasalahan penelitian yang selayaknya
13
dijadikan sebagai fokus amatan dan kajian dalam penelitian ini. Tim peneliti telah
menjalankan grand tour penelitian di wilayah desa tradisional Sambirenteng
tepatnya pada tanggal 5 Pebruari 2015. Fokus penelitian ini pada akhirnya
ditetapkan terfokus pada karakteristik keruangan yang termuat dalam tata ruang
dan zonasi ruang-ruang sakral di wilayah desa tradisional Sambirenteng.
4.4.2 Tahap Pengumpulan Data Lanjutan
Kegiatan pengumpulan data lanjutan dijalankan pascapengumuman resmi
berkenaan pembiayaan kegiatan penelitian ini. Dalam tahap pengumpulan data
lanjutan, tim peneliti selanjutnya akan menjalankan tiga macam tipe cara
pengkoleksian data berdasarkan sifat data yang ditargetkan seperti tabel berikut
ini.
No. Kegiatan Data/hasil target capaian Durasi
1. Pengumpulan
data lapangan
Data fisik tata ruang wilayah desa
Kuantitas dan persebaran objek studi
Varian perwujudan objek amatan
Kegiatan ritual yang dijalankan di objek
Elemen-elemen atribut objek amatan
tiga bulan
2. Pengumpulan
data secara oral/
wawancara
Tradisi dan sejarah kegiatan ritual
sekitar objek
Kepercayaan warga tentang objek
amatan
Rekonstruksi berkenaan pola prosesi
ritual yang dilakukan warga
tiga bulan
3. Pengumpulan
data instansional Data kependudukan Desa Sambirenteng
Data sosial-budaya dan ekonomi desa sebulan
4.4.3 Tahap Analisis
Analisis data pada intinya dilakukan dalam beberapa teknik studi, seperti (1)
analisis tipomorfologi dari wujud objek-objek studi; (2) analisis rekonstruksi
wujud objek dan ritual berdasarkan data oral yang diperoleh dari para informan;
(3) analisis komparatif antarobjek studi serta antara objek amatan dalam wilayah
14
studi dan objek yang setara di luar wilayah studi; dan (4) analisis rasionalis yang
menggunakan teori maupun konsep keruangan yang relevan dengan topik kajian.
Kegiatan analisis data ini ditargetkan akan dijalankan dalam empat bulan
kalender. Dalam tabel berikut ini dalam dilihat gambaran rangkaian kegiatan
analisis penelitian yang akan dijalankan dalam riset ini.
No. Kegiatan Objek studi/penjelasan Target hasil
1. Analisis
tipomorfologi
Wujud bangunan dan zona-zona
sakral desa
Tipologi objek
berdasarkan
perwujudannya
2. Analisis
rekonstruktif
Sejarah dan konsep masing-
masing bangunan dan zona-zona
sakral desa Gambaran
perkembangan
perwujudan objek
dan tradisi
ritualnya diperoleh
Prosesi kegiatan ritual warga di
zona-zona sakral desa
Gambaran wujud zona sakral
desa pada masa lalunya
Gambaran tradisi ritual di objek
amatan pada masa lalunya
3. Analisis
komparatif
Perwujudan zona sakral di lokasi
studi
Gambaran
karakteristik
keruangan dan
ritual antara objek
di lokasi dan
daerah lain
diperoleh
Perwujudan zona sakral di
daerah lain
Elemen-elemen keruangan di
zona sakral di lokasi studi
Wujud elemen keruangan di
zona sakral di daerah lain
Tradisi ritual di zona sakral
dalam area lokasi
Tradisi ritual di zona sakral di
daerah lain
4. Analisis rasionalis
Telaah berkenaan wujud objek
dan tradisi ritual yang
menyertainya dikaji berdasarkan
teori keruangan secara umum
dan konsep-konsep lokal
Korelasi antara
objek studi dan
teori/konsep lokal
4.4.4 Tahap Sintesis
Tahap sintesis data dalam penelitian ini dilakukan dengan fokus kegiatan
menemukan keterkaitan antarelemen keruangan yang telah diperoleh pada tahap-
tahap analisis data. Hasil kajian yang diperoleh dalam tahap ini tentunya belum
15
dapat tergambarkan secara pasti. Hal ini didasarkan pada gambaran hasil analisis
data yang akan dijalankan dalam tahap sebelumnya belum diperoleh. Tahap
sintesis data ini dapat diartikan pula sebagai suatu tahap pendialogan
antarkomponen hasil analisis sebelumnya yang saling berelasi atau berkaitan.
Pada bagian akhir dari tahap sintesis dalam penelitian ini akan dilakukan pula
beberapa kegiatan pendialogan antara hasil kajian objek dan fenomena lapangan
dan teori-teori keruangan umum serta konsep-konsep lokal yang relevan. Tahap
ini diperkirakan akan memakan waktu dua bulan kalender penelitian.
4.4.5 Tahap Penyimpulan
Tahap penyimpulan hasil penelitian adalah tahap terakhir dari seluruh rangkaian
kegiatan penelitian ini. Tahap ini akan berlangsung cukup singkat, yaitu kurang
dari sebulan kalender penelitian.
4.5 Instrumen Penelitian dan Alat Bantu Penelitian
Instrumen utama penelitian ini adalah instrumen manusia yang dalam hal ini adalah tim peneliti
sendiri. Tim peneliti secara bersama-sama berperan sebagai penelusur, pengamat, kolektor,
katalisator, serta analisator segala data yang diperoleh dalam rangkaian kegiatan penelitian ini.
Selain dari pada itu, masih ada pula beberapa alat bantu yang digunakan oleh tim peneliti dalam
penelitian ini, yaitu:
(a) Tiga unit komputer jinjing (laptop), serta dua unit komputer tablet sebagai sarana
penyimpan data, hasil analisis, serta sebagai alat penyusunan materi laporan-laporan
kegiatan penelitian ini. Komputer tablet memiliki fungsi lain sebagai alat perekaman
gambar, video, serta rekaman audio saat melakukan observasi dan wawancara di lapangan.
(b) Satu unit printer berwarna untuk mencetak laporan penelitian dan materi focus study tim.
(c) Satu unit video camera untuk kegiatan merekam data visual bergerak di lapangan.
(d) Dua unit digital camera untuk merekam gambar objek-objek diam di lapangan.
(e) Peralatan tulis dan gambar untuk kegiatan pencatatan data dan sketsa data lapangan secara
manual.
16
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Lokasi
Sambirenteng merupakan sebuah nama Desa yang terletak di KecamatanTejakula,
Kabupaten Buleleng, Bali. Jarak tempuh Desa Sambirenteng kurang lebih 40km
atau sekitar 1 jam perjalanan dari Kota Singaraja.
Gambar 4.14: Peta Desa Sambirenteng
Luas wilayah Desa Sambirenteng : 940 Ha
Pemanfaatan wilayah
Area tegal / ladang : 545 Ha
17
Area pemukiman : 21 Ha
Area pekarangan : 15 Ha
Area kuburan : 2 Ha
Area perkantoran : 0,5 Ha
Lapangan olahraga : 0,8 Ha
Bangunan sekolah : 2,16 Ha
Hutan : 300 Ha
Lain-lain : 53,54 Ha
Batas-batas wilayah desa
Sebelah utara : Laut Bali
Sebelah selatan : Kecamatan Kintamani
Sebelah barat : Desa Pakraman Lespenurukan
Sebelah timur : Desa Gretek
Jarak pemerintahan desa
Ke Ibu Kota Kecamatan Tejakula : 6 km
Ke Ibu Kota Kabupaten Buleleng : 40 km
Ke Ibu Kota Provinsi Bali : 127 km
Desa Sambirenteng terdiri dari 4 dusun, yaitu :
- Dusun Sambirenteng
- Dusun Benben
- Dusun Gretek
- Dusun Sila Gading
5.2 Sejarah Desa
Desa Sambirenteng berasal dari kata sambi yang berarti semua dan renteng itu ringan. Jadi Desa
Sambirenteng arti katanya Semua Ringan. Terdapat suatu kerajaan yang letaknya di pinggir
kaldera Gunung Batur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli yang memiliki wilayah kerajaan
yang sangat luas, sampai batas batu sungu di bagian sebelah utara kerajaan. Kerajaan tersebut
bernama Bali-Ingkang, konon rajanya adalah keturunan Sri Aji Maya Denawa. Kerajaan Bali-
18
Ingkang dulunya pernah diserang oleh musuh, sehingga sang raja menyingkir ke suatu tempat di
suatu hutan yang lebat yang terletak di sebuah perbukitan yang ada di sebelah utara kerajaan
tersebut. Dan sekarang daerah hutan/perbukitan tersebut dikenal dengan Bukit Sari. Setelah
kerajaan dapat direbut kembali, maka raja kembali untuk menjalankan kekuasaannya.
Pada saat kerajaan Bali-Ingkang akan diserang oleh prajurit Sri Arya Gajah Para,
maka raja mengirim suatu pasukan atau Kanca yang berjumlah dua ratus orang
(Kanca Satak) yang mempunyai tugas menjaga keamanan yang ada disebelah
utara kerajaan. Pasukan atau Kanca Satak ini membangun sebuah benteng yang
berada di bagian timur laut kerajaan, yang sekarang bernama Desa Tembok.
Dengan pusat komando yang berpusat di suatu hutan yang sangat lebat yang
disebut Kayu Samah dengan menempatkan pasukan sebanyak seratus orang.
Pada saat pimpinan memberikan komando/perintah kepada anggotanya, Pimpinan
mengatakan Sami-Ranta (Bahasa Bali Kuno yang berarti Semua Siap), maka lama
kelamaan sebutan Sami-Ranta yang berasal dari perintah pimpinan tersebut,
berubah menjadi Sambirenteng yang merupakan nama desa sekarang.
Desa Sambirenteng terletak di kecamatan Tejakula, kabupaten Buleleng, provinsi Bali yang terdiri
dari 4 dusun yaitu: Dusun Samireteng, Dusun Benben, Dusun Gretek, Dusun Sila Gading.
Sebelum desa ini berada di tempatnya sekarang, desa Sambirenteng ini dulunya bernama desa
Kayu Teba/Samah saa yang berada di atas pegunungan (daerah kintamani). Perpindahan penduduk
dari daerah kintamani ke kaki gunung (yang dulu nya hutan lebat) hal tersebut dikarenakan pada
daerah tersebut penduduknya sudah cukup padat untuk menempati wilayah tersebut dan ingin
mencari sumber air terdekat (daerah desa sambirenteng sekarang).
Desa sambirenteng dikenal dengan rumah nya yang tidak menggunakan tembok pembatas atau
penyengker, tanah tempat warga mendirikian rumah sekarang ini merupakan tanah hak milik desa
sambirenteng yang luasnya kurang lebih sekitar 2 hektar, pembagian tanah pun menggunakan
sistem pembagian acak, sehingga belum tentu warga yang tinggal pada natah yang sama ada
hubungan keluarga atau bersaudara. Seiring perkembangan zaman, tidak semua rumah warga
disini tidak menggunakan tembok penyengker, ada beberapa rumah yang sudah menggunakan
tembok penyengker untuk menjaga privasi rumah mereka.
19
Gambar 4.15: Perbatasan rumah warga
tanpa tembok penyengker.
Gambar 4.16: Jalan utama pada desa Sambirenteng
5.3 Objek – Objek Bernilai Khusus dalam Wilayah Desa
Pura yang terdapat pada Desa Sambirenteng
20
Gambar 4.17: Pura di Desa Sambirenteng
Tidak seperti desa adat pada umumnya, desa adat Sambirenteng tidak memiliki
Pura Kahyangan 3, namun pada desa ini memiliki Pura yang fungsinya sama
dengan Kahyangan 3 yang disebut dengan Sanggah Desa, Selaindari pada itu,
desa ini juga terdapat Pura Sanghyang, Pura Bale Agung, Pura Pengulapan, Pura
Pegonjongan, dan Pura Pungud.
5. 4. Kuburan / Setra
Kuburan pada Desa Sambirenteng atau setra tempat warga yang sudah meninggal
akan dibentuk seperti gundukan/menggunung, jika warga yang meninggal adalah
laki-laki maka jenazah dari laki laki tersebut akan diletakkan tengkurap, namun
jika jenazah itu perempuan, maka jenazah tersebut akan diletakkan menengadah
ke atas.
5.5 Pantai
Desa Sambirenteng berada di Ujung pulau Bali yang berdekatan dengan pantai
dan berbatasan langsung dengan Laut Bali.
21
Gambar 4.18: Pantai dekat Pura
5.6 Peken / Pasar
Terdapat peken desa atau pasar desa yang fungsinya sama seperti pasar pada
umumnya. Pasar pada desa ini buka setiap hari dari pagi hingga malam hari
sehingga tidak ada hari yang mengkhusus untuk hari buka pasar tersebut.
Gambar 4.19: Pasar Desa
5.6 Perempatan Agung
Desa ini memiliki perempatan agung yang biasanya digunakan sebagai
tempat melaksanakan ritual mecagcagan, perempatan agung desa ini
sebenar nya bukan terletak tepat di depan desa, namun karena warga lebih
sering melaksanakan kegiatan keagamaan di perempatan ini, maka
perepmpatan yang terletak di depan desa ini ditetapkan sebagai
perempatan agung.
22
Gambar 4.20: Perempatan agung tempat
melaksanakan upacara keagamaan
Gambar 4.21: Fasilitas Umum Desa
Perempatan agung yang sebenarnya terletak dekat dengan Poskesdes yang brjarak tidak terlalu
jauh dengan perempatan agung yang digunakan untuk tempat pelaksaaan upacara keagamaan
sekarang.
23
5.7 Ritual – Ritual Khusus Pada Desa
1. Dewa Yadnya
Pura Sanggah Desa
Upacara besar atau biasa disebut odalan di Pura Sanggah Desa yang jatuh
pada Purnama Kelima.
Pura Sanghyang
Pura ini terletak diatas desa Sambirenteng, upacara besar Pura Sanghyang
ini jatuh pada Purnama Kasil
Pura Bale Agung
Pura Bale Agung atau biasa disebut Pura Desa ini memiliki upacara besar
yang jatuh pada Purnama Kapat
Pura Pengulapan
Pada saat dilaksanakan nya upacara besar, Pura Pengulapan ini digunakan
untuk “Ngemedalan” Ida Bhatara yang berada di daerah Bangli tepatnya
yang berada di Pura Dalem Belingkang. Odalan atau upacara besar di Pura
Belingkang jatuh pada Purnama Kelima. Pada saat Purnama Kelima
masyarakat Sambirenteng pergi untuk tangkil ke Pura Dalem Belingkang
yang berada di daerah Bangli, sehingga pada saat odalan di Pura Catu
yang jatuh pada Purnama Kelima masyarakat Sambirenteng tidak tangkil
ke pura Catu sehingga dicarilah penanggalan kenem. Penanggalam kenem
merupakan saat dimana stelah Purnama Kelima namun sebelum Purnama
Kenem. Jadi waktu penanggalan kenem berada di antara Purnama Kelima
dan Purnama Kenem.
Pura Catu
Odalan atau upacara besar di Pura Catu jatuh pada Purnama Kelima, tetapi
jika berbenturan denga Odalan di Pura Dalem Belingkang maka
dilaksanakan pada saat penanggal kaenem.
Pura Pengonjongan
Upacara besar pada Pura Pengonjongan jatuh pada Purnama Kenem
Pura Pungut
24
Pura ini terletak di pesisir pantai desa Sambirenteng, upacara besarnya
jatuh pada Purnama Kepitu
2. Manusa Yadnya
Desa Sambirenteng tidak memiliki istilah Ngaben dalam ritual manusa yadnya
nya. Jika ada yang meninggal maka jasad tersebut hanya dikuburkan dan
menunggu hari baik serta biaya terkumpul. Setelah 42 hari jasad tersebut akan
dibuatkan sebuah upacara yang disebut upacara Melain atau biasa disebut Metuun
sehingga tidak ada istilah mayat dibakar. Meskipun tidak ada yang namanya
Ngaben tetapi berbagai keperluan upacara seperti “banten” tidak ada bedanya
dengan upacara Ngaben.
Desa Sambirenteng juga memiliki adat yang unik mengenai posisi jasad yang
dikuburkan, jika yang meninggal berjenis kelamin perempuan maka saat dikubur
tubuhnya dihadapkan terlentang ke atas, tetapi jika yang meninggal laki-laki maka
posisi tubuhnya akan telungkup kebawah. Tempat yang digunakan untuk
mengangkat jasadnya disebut dengan Pepaga, pepaga ini disusun dari “tiing” yang
sederhana, tetapi karena jaman makin maju untuk saat ini jasad telah dibuatkan
peti yang digunakan untuk mengangkat jasad sampai di kuburan.
Ada 2 tipe orang yang meninggal di desa Sambirenteng, ada yang disebut Meliyeh
dan. Yang Meliyeh biasanya ada tirta khusus yang dipakai serta saat diangkat ke
kuburan diiringi dengan gendingan serta gambelan dan sebelum jasad tiba di
kuburan lubang kuburannya telah disiapkan. Sedangkan yang meninggal biasa
tidak ada iringan saat mengangkat jasad, dan lubang kuburannya baru disiapkan
saat jasad tiba di kuburan.
Terdapat perlakuan yang berbeda antara yang meninggal biasa dan meliyeh
dengan yang meninggal “salah pati”, yang berbeda adalah saat jasad diangkat ke
kuburan. Diangkatnya tidak menggunakan pepaga atau peti tetapi hanya
menggunakan 1 batang bambu, tangan dan kaki jasad tersebut di ikatkan di bambu
sehingga tubuh yang meninggal itu dibiarkan terseret di tanah. Perlakuan berbeda
25
ini dimaksudkan agar masyarakat yang masih hidup tidak melakukan hal yang
sama dan berpikir lebih jernih.
3. Butha Yadnya
Mecakcakan
Mecakcakan jatuh pada Tilem Kepitu, upacara ini diawali dengan menghaturkan
pejati di Pura Sanggah Desa pada saat hari raya Siwaratri, setelah itu diadakan
acara adu ayam yang wajib diikuti oleh semua masyarakat yang memiliki ayam
atau jika tidak memiliki ayam masyarakat wajib membayar iuran kepada desa.
Ayam yang kalah saat diadu tidak boleh dibawa pulang karena akan dimasak yang
kemudian akan dimakan bersama warga desa. Makan bersama ini biasa disebut
megibung, alas dari megibung ini menggunakan kelakat dimana 1 kelakat dipakai
megibung untuk 8 orang.
Ngerebeg
Upacara ini ditujukan untuk memohon pada para Butha agar selalu melindungi
desa, tiap tahun upacara ngerebeg ini dilaksanakan dengan meletakan daging sapi,
babi atau kambing di jalan sebagai persembahan untuk para butha.
Nyepi
Nyepi adalah hari raya umat Hindu yang dirayakan setiap tahun Baru Saka. Hari
ini jatuh pada Tilem Kesanga (IX) yang dipercayai merupakan hari penyucian
dewa-dewa yang berada di pusat samudera yang membawa intisari amerta air
hidup. Untuk itu umat Hindu melakukan pemujaan terhadap mereka dengan
tujuan utama untuk memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, untuk
menyucikan Bhuana Alit (alam manusia/microcosmos) dan Bhuana
Agung/macrocosmos (alam semesta). Sebelum Hari Raya Nyepi dilaksakan,
terdapat beberapa rangkaian upacara yang dilakukan umat Hindu, khususnya di