Top Banner
Analisis Interaksi Keruangan Wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan wilayah merupakan suatu upaya untuk menata suatu ruang atau wilayah agar tercipta suatu kawasan yang mengarah kepada perubahan yang lebih baik. Glasson (1977:4) mengungkapkan tujuan perencanaan wilayah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi. Kawasan perkotaan merupakan suatu kawasan yang didominasi oleh lahan terbangun dengan mayoritas penduduknya yang bermatapencaharian di sektor industri dan jasa. Menurut UU No 22/ 1999 tentang otonomi daerah , k awasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Perkembangan suatu kota berkaitan dengan pengaruh kota – kota di sekitarnya. Keterkaitan ini membuat suatu hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi satu sama lain. Keterkaitan ini juga membuat suatu sistem, di mana pada dasarnya interaksi pada suatu kota terkait dalam orde yang berbeda satu sama lain. Keterkaitan antar daerah itulah yang menimbulkan suatu hubungan interaksi keruangan yang terdiri dari mobolitas penduduk dan segala aktivitas yang dilakukannya. DKI Jakarta adalah ibukota negara Indonesia yang tentunya memiliki keterkaitan dengan kota-kota lain di sekitarnya, contohnya seperti kota Bekasi, kota Depok, dan kota Tangerang. Pada kesempatan inilah akan dilakukan analisis interaksi keruangan yang terdapat di DKI Jakarta 1
24

Interaksi Keruangan

Dec 24, 2015

Download

Documents

Tubes
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Interaksi Keruangan

Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perencanaan wilayah merupakan suatu upaya untuk menata suatu ruang

atau wilayah agar tercipta suatu kawasan yang mengarah kepada perubahan

yang lebih baik. Glasson (1977:4) mengungkapkan tujuan perencanaan wilayah

adalah untuk meningkatkan kesejahteraan melalui peningkatan pertumbuhan

ekonomi. Kawasan perkotaan merupakan suatu kawasan yang didominasi oleh

lahan terbangun dengan mayoritas penduduknya yang bermatapencaharian di

sektor industri dan jasa. Menurut UU No 22/ 1999 tentang otonomi daerah,

kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan

pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pelayanan jasa

pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

Perkembangan suatu kota berkaitan dengan pengaruh kota – kota di

sekitarnya. Keterkaitan ini membuat suatu hubungan timbal balik yang saling

mempengaruhi satu sama lain. Keterkaitan ini juga membuat suatu sistem, di

mana pada dasarnya interaksi pada suatu kota terkait dalam orde yang berbeda

satu sama lain. Keterkaitan antar daerah itulah yang menimbulkan suatu

hubungan interaksi keruangan yang terdiri dari mobolitas penduduk dan segala

aktivitas yang dilakukannya. DKI Jakarta adalah ibukota negara Indonesia yang

tentunya memiliki keterkaitan dengan kota-kota lain di sekitarnya, contohnya

seperti kota Bekasi, kota Depok, dan kota Tangerang. Pada kesempatan inilah

akan dilakukan analisis interaksi keruangan yang terdapat di DKI Jakarta dengan

kota-kota di sekitarnya guna mengetahui seberapa besar peran yang dimiliki oleh

Kota Jakarta.

1.2 Tujuan dan Sasaran

Laporan analisis interaksi keruangan DKI Jakarta dan sekitarnya yang

mencakup segala aktivitas keruangan yang terjadi di DKI Jakarta ini memiliki

tujuan dan sasaran sebagai berikut:

1.2.1 Tujuan

Tujuan dari penyusunan laporan ini adalah mengetahui seberapa besar

interaksi keruangan yang terjadi di DKI Jakarta dan sekitarnya dengan

menggunakan model perhitungan gravitasi dan matriks asal/tujuan.

1

Page 2: Interaksi Keruangan

Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek

1.2.2 Sasaran

Dalam mencapai tujuan laporan ini, ada beberapa sasaran yang harus

dicapai yaitu :

1. Menganalisis interaksi keruangan dengan menggunakan matriks

asal/tujuan.

2. Menganalisis dengan menggunakan model gravitasi dan perhitungan

Hansen.

3. Menentukan seberapa besar pengaruh yang dihasilkan oleh DKI Jakarta

terhadap daerah sekitarnya.

1.3 Ruang Lingkup

Ruang lingkup pembahasan pada laporan ini terbagi menjadi dua yaitu

ruang lingkup materi dan ruang lingkup wilayah.

1.3.1 Ruang Lingkup Materi

Ruang lingkup materi dalam laporan ini mencakup seluruh aktivitas

(mobilitas) yang terjadi di DKI Jakarta dan sekitarnya.

1.3.2 Ruang Lingkup Wilayah

Ruang lingkup wilayah yang menjadi objek studi laporan ini meliputi ruang

lingkup wilayah makro. Ruang lingkup wilayah makro meliputi wilayah Daerah

Khusus Ibukota Jakarta yang mempunyai luas wilayah ± 650 km2 atau ± 65.000

dan termasuk wilayah daratan Kepulauan Seribu yang tersebar di teluk Jakarta.

Secara geografis wilayah DKI Jakarta terletak antara 106 22’ 42" BT sampai 106

58’ 18" BT dan -5 19’ 12" LS sampai -6 23’ 54" LS. Batas-batas wilayah DKI

Jakarta adalah :

Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa

Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bekasi

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor

Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang

1.4 Metodologi

Dalam laporan ini, untuk mempermudah penyusunan dan memperjelas

pembahasan, kelompok kami menggunakan dua metode pendekatan, yaitu

metode penyusunan laporan (tahap persiapan, tahap pengumpulan data dan

tahap pengolahan data) dan metode analisis.

2

Page 3: Interaksi Keruangan

Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek

1.4.1 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data-data yang berhubungan dengan wilayah studi,

dilakukan dengan menggunakan metode pengumpulan data sekunder. Data –

data sekunder yang digunalan adalah data-data yang sudah diketahui

sumbernya serta memiliki keterkaitan dengan masalah yang dibahas dalam

laporan ini. Data-data ini dapat diperoleh dari buku-buku referensi atau literatur

dan internet, serta dari instansi-instansi terkait seperti BPS dan Bappeda.

1.4.2 Metode Analisis

Metode analisis dalam laporan ini menggunakan data kuantitatif atau data

yang dinotasikan dalam angka. Adapun angka yang dianalisis merupakan data

interaksi keruangan yang terjadi di DKI Jakarta.

1.5 Sistematika Penulisan

Laporan Analisis Interaksi Keruangan di DKI Jakarta ini terdiri dari empat

bab. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Meliputi latar belakang, tujuan dan sasaran, ruang lingkup,

metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Bab ini

menjelaskan secara rinci mengenai alasan yang mendasari

pengambilan wilayah DKI Jakarta.

BAB II KAJIAN TERATUR

Menjelaskan teori-teori yang berkaitan dengan analisis interaksi

keruangan. Meliputi model gravitasi, matrik asal/tujuan dan

perhitungan Hansen.

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH DKI JAKARTA

Meliputi kondisi geografis, kondisi demografi, dan interaksi

keruangan yang terdapat di DKI Jakarta dan sekitarnya.

BAB IV ANALISIS INTERAKSI KERUANGAN DKI JAKARTA

Meliputi analisis interaksi keruangan dengan matriks asal/tujuan,

model gravitasi dan perhitungan hansen.

BAB IV PENUTUP

Meliputi kesimpulan analisis interaksi keruangan yang terjadi di

DKI Jakarta dan sekitarnya.

3

Page 4: Interaksi Keruangan

Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Analisis Keruangan

Analisis keruangan merupakan analisis lokasi yang mengacu pada tiga hal,

yaitu jarak (distance), kaitan (interaction), dan pergerakan (movement). Analisis

keruangan bertujuan untuk mengukur kesesuaian suatu kondisi berprinsipkan

pada struktur keruangan yang ada, serta menganalisis interaksi antar unit

keruangan yang mencakup hubungan antara ekonomi dan interaksi keruangan,

aksesibilitas antara pusat dan perhentian suatu wilayah, dan hambatan interaksi.

Analisis keruangan didasarkan pada keberadaan tempat-tempat (kota) yang

menjadi pusat kegiatan bagi tempat-tempat lain, serta terdapatnya hirarki

diantara tempat-tempat tersebut. Analisis keruangan mempelajari perbedaan

lokasi mengenai sifat-sifat penting maupun seri sifat-sifat yang penting, dengan

pertanyaan mengenai faktor-faktor yang menguasai pola persebaran dan

bagaimana pola tersebut diubah agar penyebaran tersebut menjadi lebih efisien

dan wajar.

2.2 Interaksi Keruangan Antar Wilayah

Interaksi keruangan menurut Daldjoeni (1991: 197) merupakan suatu

pengertian dalam geografi sosial yang dipakai untuk mendapatkan gambaran

mengenai pengaruh keruangan hubungan antara manusia dengan manusian

lainnya dan antara manusia dengan lingkungannya yang dinyatakan dengan arus

manusia, materi, informasi, energi sehingga dijadikan dasar untuk menerangkan

gejala-gejala lokasi, relokasi, distribusi, dan difusi.

Terdapat 3 faktor terjadinya Interaksi Keruangan (Ullman, 1956) :

a. Komplementaritas regional yaitu adanya region yang berbeda kemampuan

sumberdayanya, disuatu pihak surplus dan dilain pihak minus.

4

Page 5: Interaksi Keruangan

Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek

b. Kesempatan berintervensi, adanya kemungkinan perntara yang dapat

menghambat terjadinya perpindahan barang atau manusia.

c. Kemudahan transfer dalam ruang ( spatial transferability ) adalah fungsi

jarak yang diukur dalam biaya dan waktu yang nyata. Komoditi tertentu yang

dibutuhkan sesuatu daerah dari daerah lain yang tertentu pula, memiliki daya

transfer yang tinggi, jarak yang ditempuh, biaya angkut yang memadai, dan

transportasi yang lancar merupakan kemudahan transfer dalam ruang yang

menjamin lancarnya interaksi.

Kajian tentang interaksi wilayah mencakup kajian mengenai dasar-dasar

terjadinya interaksi keruangan, jenis-jenis interaksi keruangan, peranan interaksi

keruangan dalam pengembangan wilayah. Menurut Ullman, interaksi keruangan

mencakup gerak barang, migran, uang, dan informasi (Daldjoeni, 2003 : 245).

Konsep ini serupa dengan geography of circulation yang dikembangkan oleh ahli-

ahli geografi dari Perancis pada awal abad kedua puluh (Johnston, dkk, 1994).

Sirkulasi merupakan basis interaksi keruangan begitu pula dengan apa yang

dalam ilmu geografi disebut sebagai ‘situasi”. Sementara istilah situasi mengacu

pada efek suatu fenomena di suatu area terhadap area lainnya (Blunden, 1978 :

167)

Suatu wilayah tidak dapat memenuhi sendiri semua kebutuhannya, sehingga

memerlukan suplai dari wilayah lain. Akibat adanya ketergantungan tersebut,

maka terjadi hubungan atau interaksi. Interaksi itu muncul akibat adanya

mobilitas penduduk, aliran barang dan jasa, aliran informasi dan aliran uang

(Ambardi dan Prihawantoro, 2002 : 9).

Jenis-jenis interaksi wilayah menurut Daldjoeni (2003, 248-249) adslah :

sistem interaksi keruangan ekonomis, sistem interaksi keruangan politis, sistem

interaksi keruangan sosial, dan sistem interaksi keruangan manusia-lingkungan.

5

Page 6: Interaksi Keruangan

Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek

Sedangkan jenis interaksi keruangan lainnya menurut Bendavid (1991 : 141)

adalah:

2.3 Peran Interaksi Wilayah Dalam Pengembangan Wilayah

Pengembangan wilayah dapat terjadi melalui pertumbuhan dan diversivikasi

permukiman serta melalui penciptaan keterkaitan baru dan lebih kuat diantara

permukiman yang ada. Penciptaan suatu keterkaitan baru akan menghasilkan

cascode effect yang memungkinkan terjadinya kegiatan-kegiatan dan

keterhubungan lain. Interaksi yang lebih besar dan ea=rat antar wilayah

menjadikan integrasi teknologi ditiap tingkatan hirarki spasial lebih mudah dan

murah untuk dilakukan serta memungkinkan pendistribusian pelayanan secara

luas sehingga mendorong terjadinya pengembangan wilayah.

Beberapa manfaat yang didapat dari adanya interaksi antar wilayah

sebagimana dikemukakan oleh beberapa ahli :

Digunakan untuk mengidentifikasi ketergantungan antar wilayah geografis

(Johnston 1994 : 578)

Untuk analisis hubungan eksternal kota-kota (Rugg, 1979)

Mendorong tumbuhnya tempat pusat baru (Rondinelli, 1985 : 141)

Mempererat integrasi teknologi menjadi lebih mudah dan lebih murah serta

jangkauan pelayanan yang lebih luas ((Rondinelli, 1985 : 142)

Menjadikan perkotaan semakin efisien, baik bagi kegiatan pembangunan

kota itu sendiri maupun bagi pengembangan wilayah sekitarnya (Ambardi

dan Priwantoro, 2002 : 13).

2.4 Perhitungan Analisis Keruangan

Guna menganalisis dan memecahkan masalah interaksi keruangan seperti

menganalisis penggunaan lahan antara pusat kota dengan perumahan

penduduk, perbedaan nilai lahan antara kota besar dengan kota kecil, analisis

terhadap perpindahan populasi, corak migrasi, pola perjalanan bisnis dan

commercial travel serta pertukaran informasi dan barang, semua itu dapat

dianalisis dengan mempergunakan beberapa model perhitungan, yaitu :

6

Page 7: Interaksi Keruangan

Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek

2.4.1 Model Gravitasi

Diperkenalkan sejak tahun 1950-an dengan mendasarkan pada hukum

gravitasi newton. Aplikasi model gravitasi bermanfaat dalam studi mobilitas

penduduk. Model gravitasi dapat digunakan untuk analisis interaksi keruangan

sebagai fungsi dan jarak. Hubungan antara jarak dengan interaksi adalah

semakin jauh jarak, maka akan semakin kecil interaksinya, begitu juga

sebaliknya.

Dalam analisis metode gravitasi, daerah dianggap sebagai suatu massa.

Hubungan antara daerah dipersamakan dengan hubungan antara massa-massa

wilayah yang mempunyai daya tarik, sehingga saling mempengaruhi antara

daerah sebagai perwujudan kekuatan tarik menarik antar daerah (Warpani

Suwardjoko, 1984).

Model ini sering digunakan untuk melihat kaitan potensi suatu lokasi dan

besarnya wilayah pengaruh dari potensi tersebut. Dalam perencanaan wilayah,

model ini sering dijadikan alat untuk melihat apakah lokasi berbagai fasilitas

kepentingan umum telah berada pada tempat yang benar. Selain itu, apabila

suatu daerah hendak membangun suatu fasilitas yang baru maka model ini

dapat digunakan untuk menentukan lokasi yang optimal. Artinya, fasilitas itu akan

digunakan sesuai dengan kapasitasnya. Rumus dari model gravitasi ini adalah :

Keterangan : I ij = Interaksi antara wilayah 1 dan 2

Pi = Jumlah penduduk wilayah 1

Pj = Jumlah penduduk wilayah 2

dij = Jarak wilayah antara 1 dan 2

2.4.2 Titik Henti (Breaking Point)

Digunakan untuk mengetahui jangkauan atau pengaruh suatu kota atau

pusat pelayanan.

Keterangan : Th = titik henti

j = jarak antara kota x dan

y

7

Page 8: Interaksi Keruangan

Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek

Px = penduduk kota X

Py = penduduk kota Y

BAB III

GAMBARAN UMUM

3.1 Kondisi Geografis Wilayah DKI Jakarta

Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang mempunyai luas wilayah

± 650 km2 atau ± 65.000 dan termasuk wilayah daratan Kepulauan Seribu

yang tersebar di teluk Jakarta. Secara geografis wilayah DKI Jakarta terletak

antara 106 22’ 42" BT sampai 106 58’ 18" BT dan -5 19’ 12" LS sampai -6 23’

54" LS. Batas-batas wilayah DKI Jakarta adalah :

Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa

Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bekasi

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor

Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang

Dilihat keadaan topografinya wilayah DKI Jakarta dikatagorikan

sebagai daerah datar dan landai. Ketinggian tanah dari pantai sampai ke banjir

kanal berkisar antara 0 m sampai 10 m di atas permukaan laut diukur dari titik

nol Tanjung Priok. Sedangkan dari banjir kanal sampai batas paling Selatan

dari wilayah DKI antara 5 m samapi 50 m di atas permukaan laut.

Wilayah DKI Jakarta termasuk tipe iklim c dan D menurut klasifikasi

iklim Schmit Ferguson dengan curah hujan rata-rata sepanjang tahun 2000 mm.

Wilayah Dki Jakarta termasuk daerah tropis beriklim panas dengan suhu rata-

rata per tahun 27 C dengan kelembaban antara 80 % sampai 90 % .

Temperatur tahunan maksimum 32 C dan minimum 22 C.

DKI Jakarta termasuk dalam wilayah Jabodetabek yaitu Jakarta Bogor

Depok Tangerang dan Bekasi. Dalam interaksi keruangan yang terjadi di

wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, diperlukan data jarak antar kota antara

pusat DKI Jakarta dan kota-kota di sekitarnya, seperti dijelaskan dalam tabel

berikut ini:

8

Page 9: Interaksi Keruangan

Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek

Tabel 3.1

Jarak Antar Kota

No Kota Jabodetabek Jarak

1 Jakarta – Bogor 48 km

2 Jakarta – Depok 33 km

3 Jakarta – Tangerang 24 km

4 Jakarta – Bekasi 30 km

5 Bogor – Depok 120 km

6 Bogor – Tangerang 69 km

7 Bogor – Bekasi 73 km

8 Depok – Tangerang 53 km

9 Depok - Bekasi 37 km

10 Tangerang - Bekasi 56 km

Sumber:google 2012

3.2. Kondisi Demografi Wilayah DKI Jakarta

Demografi adalah studi ilmiah tentang ukuran, komposisi, dan distribusi

spasial dari penduduk, serta perubahan-perubahan yang terjadi sepanjang waktu

terhadap fenomena tersebut melalui proses kelahiran, kematian, dan migrasi

(Poston, 2005). Kondisi demografis diperlukan untuk meramalkan apa yang akan

terjadi di masa mendatang.

a. Jumlah penduduk

Menurut BPS Kabupaten Semarang jumlah penduduk di Wilayah DKI

Jakarta dan sekitarnya menurut sensus penduduk tahun 2010 adalah

sebagai berikut:

Tabel 3.1Jumlah Penduduk Wilayah Jabodetabek

No Kota Jumlah Penduduk

1 Jakarta 9.607.787 jiwa

2 Bogor 949.066 jiwa

2 Depok 1.736.565 jiwa

3 Tangerang 2.838.621 jiwa

9

Page 10: Interaksi Keruangan

Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek

4 Bekasi 2.336.498 jiwa

Sumber: Badan Pusat Statisti

BAB IVANALISIS INTERAKSI KERUANGAN

4.1. Matriks Asal/Tujuan

Matriks O/D atau matriks asal/tujuan digunakan untuk mengetahui

hubungan antara jarak dan interaksi dalam suatu wilayah, berikut adalah

matrik O/D wilayah JABODETABEK:

Tabel IV.1Matriks O/D Wilayah JABODETABEK

O/D Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi

Jakarta 0 48 33 24 30

Bogor 48 0 120 69 73

Depok 33 120 0 53 37

Tangerang 24 69 53 0 56

Bekasi 30 73 37 56 0

Sumber : Hasil Analisis Kelompok wilayah JABODETABEK, Analisa Lokasi dan Pola Ruang, 2012.

4.2 Model Gravitasi

Model Gravitasi digunakan untuk menganalisis interaksi keruangan

sebagai fungsi dari jarak dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan : I ij = Interaksi antara wilayah 1 dan 2

Pi = Jumlah penduduk wilayah 1

Pj = Jumlah penduduk wilayah 2

dij = Jarak wilayah antara 1 dan 2

Bila terdapat hubungan antar dua lokasi i dan j, maka Iij merupakan

interaksi antara kedua lokasi tersebut. P adalah populasi, d adalah jarak

antara kedua lokasi, dan b adalah pangkat jarak. Wilayah Jabodetabek

memiliki interaksi antar wilayah disekitarnya yang berupa transportasi,

10

Page 11: Interaksi Keruangan

Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek

tenaga kerja dan perdagangan. Dimana interaksi yang terjadi dapat

dianalisis dengan menggunakan model gravitasi.

4.3. Titik Henti

Titik Henti digunakan untuk mengetahui jangkauan atau pengaruh

suatu kota (pusat pelayanan) terhadap kota lain. Untuk menganalisis dapat

menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan : Th = titik henti

j = jarak antara kota x dan y

Px = penduduk kota X

Py = penduduk kota Y

Dengan analisis tersebut dapat mengetahui jangkauan dan pengaruh

tentang seberapa besarkah titik henti yang dialami dalam proses interaksi di

wilayah Jabodetabek.

4.4 Jangkauan

Untuk menghitung jangkauan suatu wilayah dengan menggunakan

rumus:

Jangkauan : Ixy terbesar – Ixy terendah

3

Penentuan kriteria hubungan interaksi pada suatu wilayah :

Kuat : Ixy terbesar - Jangkauan

Sedang : Kriteria kuat - Jangkauan

Lemah : Kriteria sedang - Jangkauan

11

Page 12: Interaksi Keruangan

Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek

12

Page 13: Interaksi Keruangan

Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek

Tabel IV.2Jangkauan, Gravitasi, dan Interaksi Antar Daerah

DaerahJarak (km)

Px / Py 1+√Px/Py Thy Thx Ixy Interaksi

Jakarta – Tangerang 24 3.384667062 2.839746467 8.451458706 15.54854129 47,348,725,593.28 KuatJakarta – Depok 33 5.532638859 3.352156215 9.844409951 23.15559005 15,320,979,459.74 LemahJakarta – Bekasi 30 4.112045891 3.027818012 9.908125217 20.09187478 24,942,861,233.25 Sedang

Tangerang – Depok 53 1.634618341 2.278521936 23.26069333 29.73930667 1,754,877,136.66 LemahTangerang – Bekasi 56 1.2149041 2.102226882 26.63841875 29.36158125 2,114,933,765.71 Lemah

Depok – Bekasi 37 0.743234105 1.862110263 19.86992969 17.13007031 2,963,828,085.73 LemahBogor – Jakarta 48 0.098780916 1.314294314 36.52150016 11.47849984 3,957,649,295.55 LemahBogor – Depok 120 0.546519134 1.739269324 68.99448999 51.00551001 114,452,416.55 LemahBogor – Bekasi 73 0.406191659 1.637331671 44.58473581 28.41526419 416,117,622.61 Lemah

Bogor – Tangerang 69 0.334340513 1.578221854 43.72008905 25.27991095 565,855,634.95 LemahSumber : Hasil Analisis Kelompok Wilayah JABODETABEK, Analisa Lokasi dan Pola Ruang, 2012.

Kriteria

Jangkauan 15,744,757,725.58Kuat 31,603,967,867-47,348,725,593

Sedang 15,859,210,142-31,603,967,867

Lemah 114,452,416-15,859,210,142

13

Page 14: Interaksi Keruangan

Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek14

Peta Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabok

Page 15: Interaksi Keruangan

Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa wilayah jabodetabek

yang memiliki tingkat interaksi terkuat adalah Jakarta - Tangerang, dan sisanya

merupakan daerah yang tergolong memiliki tingkat interaksi sedang dan lemah.

Tingkat interaksi berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode

analisis yang ditentukan oleh perhitungan jarak, jangkauan dan titik henti.

Interaksi yang ditimbulkan antara Kota Jakarta dengan Kota Tangerang

didukung dengan mudahnnya aksesbilitas yang baik dan lengkap. Sehingga

dalam pendistribusian barang dan jasa (komoditi utama non pertanian) dan arus

perdagangan dapat berjalan dengan lancer. Dengan kondisi fasilitas prasarana

penghubung yang baik dan dengan jarak yang ditempuh dekat maka dapat

menimbulkan mobilitas yang tinggi terhadap Jakarta dengan Tangerang.

15

Page 16: Interaksi Keruangan

Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data diatas, didapatkan bahwa tidak semua

daerah bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, oleh karena itu diperlukannya

interaksi antar wilayah demi memenuhi kebutuhannya, dimana sistem

pergerakan tersebut mempunyai dua variabel utama yaitu asal dan tujuan.

Variabel ini yang kemudian menjawab pertanyaan mengapa pergerakan yang

terjadi berbeda-beda untuk masing-masing daerahnya. Selain itu hal tersebut

juga dipengaruhi oleh perbedaan kebutuhan, permintaan dan penawaran yang

berbeda, dan perbedaan lokasi yang ingin dicapai yang berbeda membuat

adanya pergerakan menuju tempat dari asal yang berbeda pula. Faktor

terjadinya interaksi keruangan ialah complementary, intervening opportunity dan

transferability.

Dalam menganalisis data digunakan beberapa metode yaitu dengan

matriks O/D, model gravitasi, titik henti dan indeks aksesibilitas. Setelah

dilakukan analisis dapat diketahui bahwa daerah yang memiliki tingkat interaksi

terkuat adalah Jakarta - Tangerang, interaksi sedang yaitu Jakarta – Bekasi dan

selebihnya memiliki interaksi lemah.

16

Page 17: Interaksi Keruangan