0 Pengabdian Kepada Masyarakat Skema Pembangunan Masyarakat Perjanjian No: III/LPPM/2019-01/02-PM LAPORAN EDUKASI PERILAKU MEMBUANG SAMPAH UNTUK MASYARAKAT DI DESA MEKARJAYA MELALUI FILM Disusun Oleh: Dr. Elvy Maria Manurung Sukawarsini Djelantik, Ph. D. Indraswari, MS, Ph. D. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan 2019
23
Embed
LAPORAN EDUKASI PERILAKU MEMBUANG SAMPAH UNTUK MASYARAKAT …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
0
Pengabdian Kepada Masyarakat Skema Pembangunan Masyarakat
Perjanjian No: III/LPPM/2019-01/02-PM
LAPORAN
EDUKASI PERILAKU MEMBUANG SAMPAH UNTUK
MASYARAKAT DI DESA MEKARJAYA MELALUI FILM
Disusun Oleh:
Dr. Elvy Maria Manurung
Sukawarsini Djelantik, Ph. D.
Indraswari, MS, Ph. D.
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Universitas Katolik Parahyangan
2019
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Bab 2. Persoalan Mitra Kegiatan ………………………………………… 4
Bab 3. Pelaksanaan Kegiatan Pengabdian …………………………… 6
Bab 4. Seminar PKM CSR Award di Surabaya ……………………….. 18
Bab 5. Hasil dan Kesimpulan …………………………………………………. 20
2
ABSTRAK
Sungai Citarum dinobatkan sebagai salah satu sungai terkotor di dunia.Sungai yang terletak di Jawa Barat ini memiliki peran yang cukup besar bagi kehidupan penduduknya. Selain sebagai sumber air minum, irigasi pertanian, perikanan, pembangkit tenaga listrik untuk kota Bandung, Jakarta, Purwakarta dan sekitarnya, Citarum juga merupakan pemasok air utama untuk kegiatan industri. Lebih dari 27 juta orang memanfaatkan sungai ini sebagai sumber kehidupan, termasuk sekitar 1.500 pabrik yang ada di sekitarnya serta beberapa waduk PLTA.Sudah banyak pengabdian kepada masyarakat dilakukan untuk wilayah sungai Citarum, namun belum Nampak hasil yang signifikan dan belum ada yang menggunakan film sebagai media pendidikan. Film sebagai media pendidikan diharapkan dapat meningkatkan transfer ilmu pengetahuan, mengubah mindset yang selama ini berlaku tentang polusi sungai Citarum –dari yang semula membiarkan bahkan menerima dengan “pasrah” kehidupan yang terpolusi seperti itu—berubah menjadi kesadaran yang lebih meningkat dari masyarakat di tepi sungai Citarum. Film sebagai kritik sosial juga diharapkan dapat mendorong masyarakat di sekitar wilayah sungai Citarum untuk menciptakan sendiri ide-ide kreatif dan gagasan-gagasan baru untuk mengubah lingkungan yang tidak sehat, sebelumnya, menjadi lingkungan yang sehat dengan air bersih sebagai sumber kehidupan.
Menggunakan Taxonomy Bloom sebagai kerangka dan strategi pengabdian, pelaksanaan pengabdian ini akan memiliki dua tahapan kegiatan, yaitu aktivitas sayembara dan aktivitas penghargaan (awarding) - pemutaran (movie screening). Aktivitas pertama (UNPAR Movie Award 2019) diadakan mulai bulan Februari sampai Juli 2019. Sayembara UNPAR Movie Award ini ditujukan untuk mahasiswa di Perguruan Tinggi di Bandung dan masyarakat umum. Faktor utama yang dinilai dari pembuatan film adalah kreativitas, orisinalitas, dan pesan yang hendak disampaikan. Dari 65 peserta yang mendaftar, 33 materi film pendek telah diterima oleh panitia. Selama proses penjurian, panitia juga telah melakukan movie gathering and film screening, dengan mengundang Jay Subijakto dan Oscar Matulloh sebagai pembicara. Jay merupakan sutradara film dokumenter berjudul “Banda: The Dark Forgotten Trails” yang piawai di bidangnya. Pada acara movie gathering sekaligus technical meeting tersebut, pembicara membagikan tips mengenai cara-cara membuat film pendek (documentary) yang baik. Aktivitas kedua dilaksanakan sesudah pemenang diumumkan, yaitu mulai tanggal 30 September 2019.Pada anugerah Unpar Movie Award ini, para pemenang dan perwakilan mitra kegiatan dari Sektor IX Citarum Harum diundang untuk menyaksikan pemutaran film-film pemenang sebagai permulaan edukasi.Melalui pesan dan nilai-nilai yang disampaikan melalui film-film pemenang ini diharapkan masyarakat penonton, dapat menambah pengetahuannya dan meningkatkan aspek kognitif, afektif dan psikomotoriknya untuk kesadaran tentang kebersihan lingkungan.Tahap berikutnya adalah menyebarkan seluas mungkin edukasi tentang sungai Citarum kepada masyarakat yang lebih luas, melalui sosialisasi film-film pemenang ini, sebagai alat pemberdayaan masyarakat untuk kebersihan lingkungan.
Kata kunci: sungai Citarum, film, media pendidikan, pemberdayaan masyarakat.
3
Bab 1 Mitra Kegiatan
Sesuai Nota Kesepahaman (MoU) antara Universitas Katolik Parahyangan dengan Sektor IX Citarum
Harum yang pada tahun 2018 dipimpin oleh Bapak Sahal sebagai sungai terpanjang di Jawa Barat,
memiliki makna historis yang tinggi bagi peradaban masyarakat di tanah Sunda. Duapuluh lima juta
jiwa penduduk di Jawa Barat dan DKI memanfaatkan sungai Citarum sebagai sumber air untuk
kehidupan sehari-hari. Selain itu, sungai Citarum juga digunakan untuk pembangkit listrik di daerah
Jawa Barat. Sejak tahun 1980-an sejumlah pabrik mulai didirikan di sepanjang sungai ini, hingga
sekarang jumlahnya telah lebih dari 1.500 pabrik dan yang terbanyak adalah pabrik tekstil. Setiap
harinya ada 280 ton limbah industri dari pabrik dan 20 ton sampah dari rumahtangga masuk dan
maengotori sungai Citarum saat ini (Liputan Net TV di sungai Citarum, tanggal 21 Mei 2018)1.
Sebagai tahap awal, kelompok pengabdian kepada masyarakat ini telah mengunjungi 2 desa di area
Sektor IX Citarum yaitu Desa Mekarjaya di Batujajar, Bandung Barat; dan Desa Cangkorah yang juga
terletak di Bandung Barat.
Berikut ini adalah Nota Kesepahaman dengan Sektor IX Citarum dari Kodam III Siliwangi:
4
5
Profil Sosial Ekonomi Desa
Mitra kegiatan abdimas ini cukup menjanjikan untuk berkembang sebagai sebuah wilayah
desa. Perkembangan itu menuntut dilakukannya pembangunan sarana dan prasarana yang
memadai sehingga mendorong perkembangan desa dengan cepat. Berikut adalah gambaran
sarana dan prasarana yang ada di desa:
Gambar 1. Jalanan yang berlubang
Keadaan buruk lainnya adalah saluran irigasi yang tidak stabil. Hal ini dikarenakan jarak yang
cukup jauh dari pusat mata air ke Desa Jelegong sehingga debit air yang masuk ke Desa
Jelegong tidak terlalu banyak, karena sudah dipakai terlebih dahulu oleh desa-desa sepanjang
saluran irigasi sebelum sampai di Desa Jelegong. Sehingga jika pada musim kemarau walaupun
air irigasi ada tetapi volumenya sangat sedikit untuk bisa mengairi lahan-
lahan sawah yang ada di Desa Jelegong. Untuk keperluan rumah tangga kebanyakan
masyarakat menggunakan sumur bor. Jika musim kemarau tiba, airnya berkurang dan tidak
akan sebanyak waktu musim penghujan. Biasanya masyarakat yang berada di dekat
perusahaan, jika air kering akan mengambil air dari perusahaan yang diangkut menggunakan
drum-drum air.
Sungai Citarum yang mengalir di beberapa kampung di wilayah desa ini. Selain Sungai Citarum
yang melintas di desa ini, di Desa Jelegong juga terdapat empat buah gunung yaitu Lalakon,
Badaraksa, Paseban dan Pancir. Salah satu gunung yang sudah mulai terlihat tandus adalah
6
Gunung Pancir, yang diambil tanahnya sebagai bahan untuk membuat pasir, bahan baku
batako, atau bata. Gunung ini sudah dimiliki oleh sebuah perusahaan dan sudah mulai terkikis
habis. Empat gunung ini sebenarnya lebih tepat disebut sebagai perbukitan karena ketinggian
yang tidak terlalu seperti gunung yang kita bayangkan. Tetapi masyarakat sekitar mengenalnya
dengan sebutan gunung yang sudah turun-temurun.
Desa-desa di sekitar dungai Citarum, memiliki lahan pertanian yang cukup luas tetapi menurut
salah satu informan yang merupakan ketua Gapoktan Desa Jelegong, bahwa luas lahan
pertanian di Jelegong sudah mulai berkurang, salah satu contoh adalah KIP (Kawasan Industrial
Park) yang tadinya merupakan lahan pertanian yang disulap menjadi gudang penyimpanan
untuk industri. Lahan pertanian yang tersisa di desapun pada umumnya kepemilikannya sudah
dimiliki oleh pihak luar desa ataupun pabrik-pabrik. Karena itu jika kita melihat sekilas maka
akan berpikiran bahwa desa ini cukup makmur banyak lahan-lahan yang bisa dijadikan
perkebunan, bahkan kehutanan, tetapi permasalahan kepemilikan tanah tentunya membuat
masyarakat tidak bisa seenaknya dalam menanami lahan-lahantersebut.
Pendidikan di desa, sebagai contoh Desa Jelegong, sudah dimulai dari tingkat paling awal
dengan terdapatnya PAUD dan TK yang jumlahnya sekitar 30 buah. PAUD sendiri cukup
populer di Desa Jelegong, kesibukan orangtua bekerja membuat mereka menjadikan PAUD
tidak hanya sebagai tempat belajar awal bagi anak, tetapi juga sebagai tempat menitipkan dan
menjaga anaknya saat mereka bekerja. Sementara pendidikan formal tingkat dasar sudah
terdapat 5 SD di Desa Jelegong, 1 SD induk dan 4 SD imbas, lima sekolah ini merupakan
sekolah negeri. Kelima sekolah Dasar itu adalah SDN Jelegong 1 (SD induk), SDN Jelegong 2,
SDN Jelegong 3, SDN Gunung Pancir, SDN Ciharuman. Sekolah-sekolah dasar ini tersebar di
beberapa wilayah yang mewakili 4 dusun di Desa Jelegong sehingga cukup mudah diakses oleh
masyarakat. Sementara untuk sekolah lanjutan seperti SMP dan SMA belum terdapat di Desa
Jelegong. Untuk pendidikan informal hanya terdapat satu kursus di Desa Jelegong, yaitu kursus
menjahit sehingga penduduk yang ingin bekerja di pabrik garmen dapat belajar bagaimana
cara menjahit yang merupakan bagian dari program Ibu PKK di Desa Jelegong. Belum ada
tempat-tempat kursus akademis lainnya seperti bahasa Inggris, bimbingan belajar, ataupun
kursus komputer.
7
Beberapa dokumentasi sekolah di Desa Jelegong, tampak pada Gambar 2.
Gambar 2. Sekolah-sekolah yang ada
Bab 2 Persoalan Mitra Kegiatan
Telah banyak usaha yang dilakukan untuk merestorasi sungai Citarum, termasuk kegiatan
pembersihan oleh Kodam III Siliwangi bekerjasama dengan pemerintah provinsi Jawa Barat, belum
banyak memberkan hasil yang signifikan. Menurut Letnan Jenderal TNI Bapak Doni Mordano
(sekarang menjabat sebagai Sekjen Wantannas) dana telah dihabiskan lebih dari 20 trilyun rupiah
untuk mencari solusi bagi masalah tercemarnya sungai Citarum, namun hasilnya belum tampak
(Diskusi Panel Citarum Harum di UNPAR, 16 Mei 2018). Penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat untuk pembersihan sungai Citarum, telah banyak dilakukan. Salah satunya adalah
“Geohumanism 2016” yang dilakukan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Geologi ITB dan kerjasama
dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dengan tema “Studi Hidrogeologi dan Penyediaan Air
Bersih Bagi Masyarakat Desa Tarumajaya”di Kecamatan Kertasari, Gunung Manglayang Kabupaten
Bandung, yang merupakan titik nol dari sungai Citarum (Meriyen, P., Ganeca Pos 2016)2.
Usaha demi usaha terus dilakukan untuk merestorasi sungai Citarum, namun secara fisik sampah
terus menggenangi sungai ini, dan secara non fisik yaitu perilaku keseharian masyarakat di
sekitarnya, masih terus mengotori sungai Citarum tersebut. Sampai saat ini, belum ada perhatian
serius dan perubahan perilaku serta pola pikir –khususnya penduduk setempat dan masyarakat Jawa
Barat—untuk perubahan pola hidup yang lebih baik, bersih dan sehat, secara serius dan
berkesinambungan (diunduh dari https://daerah.sindonews.com/read/ 1318767/21/mahasiswa-
ugm-dan-upi-kkn-di-bantaran-sungai-citarum-1530689693, 14 Juli 2018)3.
Polusi sungai Citarum mendadak viral di media sosial ketika sebuah film/video dokumenter tentang
pencemaran sungai Citarum muncul di bulan Mei 2018.Video ini dibuat oleh seorang Perancis, Gary
A. Nencheghib dan adiknya Sam.Mereka mendokumentasikan perjalanan menyusuri sepanjang
sungai Citarum, menggunakan kayak (perahu) buatannya sendiri yang terbuat dari botol plastik
bekas.Kejorokan sungai legendaris ini akhirnya populer di mata dunia melalui akun facebook
Gary.Dalam dokumentasinya yang berjudul "Make A Change World", Gary menjelaskan bahwa
niatnya baik, ia berkata:
“Saya mengarungi Sungai Citarum menggunakan perahu dari botol plastik. Selama dua minggu saya
menyusuri Sungai Citarum dari Majalaya... banyak faktor yang membuat Sungai Citarum tercemar
salah satunya, sampah rumah tangga...Saya melihat banyak sekali plastik di atasnya, seperti plastik
chips (makanan ringan), kresek, dan botol minum. Selain itu, juga banyak air limbah dan binatang