This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN HASIL DISKUSI
MODUL PENGINDERAAN
PEMICU FARMAKOLOGI
KELOMPOK DISKUSI 1
1. Ali Mustagi I11108021
2. Arifna Fitriyanti I11111005
3. Magdalena Corry MC I11111026
4. Dede Achmad Basofi I11112011
5. Qurratul Aini I11112021
6. Karolus Sangapta K. I11112026
7. Chandra I11112028
8. Chelsia I11112037
9. Rosalina Oktaviana I11112054
10. Syf. Rizka Maulida I11112059
11. Yehuda Lutfi Wibowo I11112066
12. Anatria Amyra I. I11112078
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2015
1
A. Pemicu
Seorang laki-laki berumur 58 tahun datang dengan keluhan pusing disertai
dengan pandangan berputar. Mual ada, muntah ada, batuk tidak ada, sesak tidak
ada, diare tidak ada, kelemahan lengan dan tungkai ada. Kelemahan lengan dan
tungki dirasakan sejak 12 jam yang lalu. Pusing disertai dengan pandangan
berputar dirasakan sejak 2 hari yang lalu.
Status generalis: Tekanan darah 200/100 mmHg. Heart Rate 108x/menit.
d. Pencitraan: CT Scan, Arteriografi, Magnetic Resonance Imaging
(MRI).
g. Tatalaksana
1. Medikasi10
Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita seringkali
merasa sangat terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali
menggunakan pengobatan simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi.
Sebagian besar kasus terapi dapat dihentikan setelah beberapa minggu.
Beberapa golongan yang sering digunakan :
a. Antihistamin
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo.
Antihistamin yang dapat meredakan vertigo seperti obat
dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin, siklisin. Antihistamin yang
mempunyai anti vertigo juga memiliki aktivitas anti-kholinergik di
susunan saraf pusat. Mungkin sifat anti-kholinergik ini ada kaitannya
dengan kemampuannya sebagai obat antivertigo. Efek samping yang
umum dijumpai ialah sedasi (mengantuk). Pada penderita vertigo yang
berat efek samping ini memberikan dampak yang positif
12
- Betahistin
Senyawa Betahistin (suatu analog histamin) yang dapat
meningkatkan sirkulasi di telinga dalam, dapat diberikan untuk
mengatasi gejala vertigo. Efek samping Betahistin ialah gangguan di
lambung, rasa enek, dan sesekali “rash” di kulit.
Betahistin Mesylate (Merislon)
Dengan dosis 6 mg (1 tablet) – 12 mg, 3 kali sehari per oral.
Betahistin di Hcl (Betaserc)
Dengan dosis 8 mg (1 tablet), 3 kali sehari. Maksimum 6 tablet
dibagi dalam beberapa dosis.
- Dimenhidrinat (Dramamine)
Lama kerja obat ini ialah 4 – 6 jam. Dapat diberi per oral atau
parenteral (suntikan intramuscular dan intravena). Dapat diberikan
dengan dosis 25 mg – 50 mg (1 tablet), 4 kali sehari. Efek samping
ialah mengantuk.
- Difhenhidramin Hcl (Benadryl)
Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam, diberikan dengan dosis 25
mg (1 kapsul) – 50 mg, 4 kali sehari per oral. Obat ini dapat juga
diberikan parenteral. Efek samping mengantuk.
b. Antagonis Kalsium
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis
kalsium Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium) sering
digunakan. Merupakan obat supresan vestibular karena sel rambut
vestibular mengandung banyak terowongan kalsium. Namun,
antagonis kalsium sering mempunyai khasiat lain seperti anti
kholinergik dan antihistamin. Sampai dimana sifat yang lain ini
berperan dalam mengatasi vertigo belum diketahui.
- Cinnarizine (Stugerone)
13
Mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular. Dapat mengurangi
respons terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya ialah
15 – 30 mg, 3 kali sehari atau 1 x 75 mg sehari. Efek samping ialah
rasa mengantuk (sedasi), rasa cape, diare atau konstipasi, mulut rasa
kering dan “rash” di kulit.
c. Fenotiazine
Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti emetik (anti
muntah). Namun tidak semua mempunyai sifat anti vertigo.
Khlorpromazine (Largactil) dan Prokhlorperazine (Stemetil) sangat
efektif untuk nausea yang diakibatkan oleh bahan kimiawi namun
kurang berkhasiat terhadap vertigo.
- Promethazine (Phenergan)
Merupakan golongan Fenotiazine yang paling efektif mengobati
vertigo. Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam. Diberikan dengan
dosis 12,5 mg – 25 mg (1 draze), 4 kali sehari per oral atau
parenteral (suntikan intramuscular atau intravena). Efek samping
yang sering dijumpai ialah sedasi (mengantuk), sedangkan efek
samping ekstrapiramidal lebih sedikit disbanding obat Fenotiazine
lainnya.
- Khlorpromazine (Largactil)
Dapat diberikan pada penderita dengan serangan vertigo yang berat
dan akut. Obat ini dapat diberikan per oral atau parenteral (suntikan
intramuscular atau intravena). Dosis yang lazim ialah 25 mg (1
tablet) – 50 mg, 3 – 4 kali sehari. Efek samping ialah sedasi
(mengantuk).
d. Obat Simpatomimetik
Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo. Salah satunya
obat simpatomimetik yang dapat digunakan untuk menekan vertigo
ialah efedrin.
14
- Efedrin
Lama aktivitas ialah 4 – 6 jam. Dosis dapat diberikan 10 -25 mg, 4
kali sehari. Khasiat obat ini dapat sinergistik bila dikombinasi
dengan obat anti vertigo lainnya. Efek samping ialah insomnia,
jantung berdebar (palpitasi) dan menjadi gelisah – gugup.
e. Obat Penenang minor
Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi
kecemasan yang diderita yang sering menyertai gejala vertigo.efek
samping seperti mulut kering dan penglihatan menjadi kabur.
- Lorazepam
Dosis dapat diberikan 0,5 mg – 1 mg
- Diazepam
Dosis dapat diberikan 2 mg – 5 mg.
f. Obat Antikolinergik
Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas
sistem vestibular dan dapat mengurangi gejala vertigo.
- Skopolamin
Skopolamin dapat pula dikombinasi dengan fenotiazine atau
efedrin dan mempunyai khasiat sinergistik. Dosis skopolamin
ialah 0,3 mg – 0,6 mg, 3 – 4 kali sehari.
2. Terapi Fisik11
Susunan saraf pusat mempunyai kemampuan untuk mengkompensasi
gangguan keseimbangan. Namun kadang-kadang dijumpai beberapa
penderita yang kemampuan adaptasinya kurang atau tidak baik. Hal ini
mungkin disebabkan oleh adanya gangguan lain di susunan saraf pusat
atau didapatkan deficit di sistem visual atau proprioseptifnya. Kadang-
kadang obat tidak banyak membantu, sehingga perlu latihan fisik
vestibular. Latihan bertujuan untuk mengatasi gangguan vestibular,
15
membiasakan atau mengadaptasi diri terhadap gangguan keseimbangan.
Tujuan latihan ialah :
1. Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau disekuilibrium
untuk meningkatkan kemampuan mengatasinya secara lambat laun.
2. Melatih gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata.
3. Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan
Contoh latihan :
1. Berdiri tegak dengan mata dibuka, kemudian dengan mata ditutup.
2. Olahraga yang menggerakkan kepala (gerakan rotasi, fleksi, ekstensi,
gerak miring).
3. Dari sikap duduk disuruh berdiri dengan mata terbuka, kemudian
dengan mata tertutup.
4. Jalan di kamar atau ruangan dengan mata terbuka kemudian dengan
mata tertutup.
5. Berjalan “tandem” (kaki dalam posisi garis lurus, tumit kaki yang satu
menyentuh jari kaki lainnya dalam melangkah).
6. Jalan menaiki dan menuruni lereng.
7. Melirikkan mata kearah horizontal dan vertikal.
8. Melatih gerakan mata dengan mengikuti objek yang bergerak dan juga
memfiksasi pada objek yang diam.
Brand-Darrof
Ada berbagai macam latihan fisik, salah satunya adalah latihan Brand-
Darrof.
16
Keterangan Gambar:
Ambil posisi duduk.
Arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan ke posisi kanan, kemudian
balik posisi duduk.
Arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke sisi kiri. Masing-
masing gerakan lamanya sekitar satu menit, dapat dilakukan berulang
kali.
Untuk awal cukup 1-2 kali kiri kanan, makin lama makin bertambah.
2. Stroke
a. Definisi12
Stroke didefinisikan sebagai defisit neurologis dengan onset tiba-tiba
dengan penyebab fokal vaskuler.
b. Etiologi13
1. Trombus
a) Aterosklerosis dalam arteri intrakranial dan interkranial
b) Keadaan yang berkaitan dengan perdarahan intraserebral
c) Arthritis yang disebabkan oleh penyakit kolagen (autoimun) atau
arthritis bakteri
d) Hiperkoagulasi
17
e) Seperti polisitemia
f) Trombosis vena serebral
2. Emboli
a) Kerusakan katup karena penyakit jantung rematik
b) Infark miokardial
c) Fibrilasi arteri
d) Endokarditis bakteri dan endokarditis nonbakteri yang dapat
menyebabkan bekuan pada endokardium
3. Perdarahan
a) Perdarahan intraserebral karena hipertensi
b) Perdarahan subarakhnoid
c) Ruptur aneurisma
d) Arteri venous malformation
e) Hipokoagulasi (pada pasien dengan blood dyscrasias)
c. Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian tersering di Negara maju, setelah
penyakit jantung dan kanker. Insidensi tahunan adalah 2 per 100 populasi.
Mayoritas stroke adalah infark serebral.
Survei Departemen Kesehatan RI pada 987.205 subjek dari 258.366
rumah tangga di 33 propinsi mendapatkan bahwa stroke merupakan penyebab
kematian utama pada usia > 45 tahun (15,4% dari seluruh kematian).
Prevalensi stroke rata-rata adalah 0,8%, tertinggi 1,66% di Nangroe Aceh
Darussalam dan terendah 0,38% di Papua.
d. Patofisiologi14
1. Stroke non hemoragik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh
thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena
18
berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga
arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi
berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia
akhirnya terjadi infark pada jaringan otak.
Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral
melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan
iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan
neurologist fokal. Perdarahan otak dapat ddisebabkan oleh pecahnya
dinding pembuluh darah oleh emboli.
2. Stroke hemoragik
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke
substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan
komponen intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan
komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan
menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan
herniasi otak sehingga timbul kematian.
Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang
subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak
dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang
atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.
e. Faktor resiko
Berikut merupakan faktor-faktor resiko stroke, yang dibagi menjadi 2
jenis faktor yaitu faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable factors) dan
faktor yang tidak dapat dimodifikasi (unmodifiable factors).14
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
a. Usia. Sekitar 30% stroke terjadi pada usia 65 tahun dan 70% terjadi pada
usia 65 tahun atau lebih. Faktor risiko meningkat dua kali lipat untuk setiap
dekade setelah usia 55 tahun.
19
b. Jenis kelamin
c. Ras
d. Riwayat keluarga
e. Riwayat stroke/ TIA
2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
a. Hipertensi. Setelah usia, hipertensi adalah faktor risiko stroke terkuat.
Faktor risiko meningkat seiring dengan peningkatan tekanan darah. Di
Framingham, faktor risiko relatif stroke untuk peningkatan 10 mmHg
sistolik adalah 1,9 untuk pria dan 1,7 untuk wanita setelah faktor risiko
stroke yang lain dikontrol. Peningkatan tekanan sistolik dan diastolik
atau keduanya mempercepat terjadinya aterosklerosis.
b. Kolesterol. Peningkatan kolesterol menjadi faktor risiko terjadinya
aterosklerosis terutama pada pria di bawah usia 55 tahun. Penurunan
kadar LDL kolesterol menurunkan risiko stroke 10% untuk pengurangan
1 mmol/L dan 17% untuk pengurangan 1,8 mmol/L. Kenaikan kadar
kolesterol yang terdapat pada LDL berkaitan dengan penyakit
aterosklerosis, sedangkan kadar HDL yang tinggi mempunyai efek
protektif. Di samping itu keadaan hipertrigliserida juga dianggap
berkorelasi dengan peningkatan kadar LDL dan penurunan kadar HDL
yang akan meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis.
c. Merokok
d. Diabetes. Setelah faktor-faktor risiko stroke lainnya telah terkontrol,
diabetes meningkatkan risiko stroke tromboembolik sekitar dua hingga
tiga kali lipat dibandingkan dengan orang tanpa diabetes. Diabetes
merupakan predisposisi terhadap iskemik serebral dengan mempercepat
aterosklerosis pada pembuluh darah besar seperti arteri koroner atau
karotis atau dengan efek lokal pada mikrosirkulasi serebral.
20
e. Penyakit Jantung. Individu dengan penyakit jantung jenis yang mana saja
mempunyai risiko lebih dari dua kali terkena stroke dibandingkan
dengan orang dengan fungsi jantung normal. Penyakit arteri koroner
merupakan indikator kuat keberadaan penyakit vaskular aterosklerotik
dan berpotensi menjadi sumber emboli. Penyakit jantung kongestif,
Penyakit jantung hipertensi Berhubungan dengan peningkatan stroke.
Fibrilasi atrial berperan kuat dalam stroke emboli dan fibrilasi atrial
meningkatkan risiko stroke hingga 17 kali.
f. Obesitas
g. Konsumsi alkohol
h. Stres
i. Peningkatan hematokrit. Peningkatan viskositas menyebabkan symptom
stroke ketika hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas whole
blood adalah sel darah merah, protein plasma, serta fibrinogen. Ketika
viskositas meningkat akibat dari polisitemia, hiperfibrinogenemia atau
paraproteinemia, biasanya akan terjadi simptom seperti sakit kepala,
letargi, tinitus, dan penglihatan kabur. Infark serebral fokal dan oklusi
vena retina serta disfungsi platelet dapat menyebabkan perdarahan
intraserebral dan subaraknoid.
j. Peningkatan kadar fibrinogen dan abnormalitas sistem pembekuan darah.
Peningkatan kadar fibrinogen berpengaruh pada peningkatan risiko
stroke trombotik. Abnormalitas sistem pembekuan darah seperti
defisiensi antitrombin III dan defisiensi protein C dan S pernah
dilaporkan berhubungan dengan venous thrombotic.
k. Kontrasepsi oral
l. Infeksi
m. Homosistinemia atau homosistinuria (bentuk homozigot)
21
f. Gejala klinis
Arteri yang Terkena
Tanda dan Gejala
A. serebri anterior
Paralisis ekstremitas bawah kontralateral Gait yang terganggu Paresis ekstremitas atas kontralateral Hilangnya fungsi sensorik pada ekstremitas bawah
kontralateral Sulit membuat keputusan Sulit berkonsentrasi Lambat berpikir Afasia Inkontinensia urin Kelainan kognitif dan afektif
A. serebri media Hemiplegia kontralateral pada wajah dan lengan Terganggunya fungsi sensorik kontralateral Afasia Hemianopia homonim Kesadaran yang berubah-ubah (bingung hingga
koma) Tidak bisa melirik ke arah sisi yang lumpuh Denial pada sisi atau ekstremitas yang lumpuh
(hemiatensi) Paresis vasomotor
A. serebri posterior
Hemianopia homonim beserta kelainan penglihatan lainnya seperti buta warna dan halusinasi
atau penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara mendadak.
Algoritma Stroke Gadjah Mada (ASGM)
Untuk membedakan jenis atau penyebab stroke bisa menggunakan
algoritma stroke Gadjah Mada (ASGM) dan penilaian skor Siriraj.
Pada ASGM hal yang dinilai :
1. Penurunan kesadaran
2. Nyeri kepala
3. Reflek babinski.
Menurut ASGM, jika terdapat 2 atau 3 dari ketiga kriteria tersebut, maka
dapat ditegakkan diagnosis stroke perdarahan ( hemoragik).
Jika hanya didapatkan uji babinski positif atau dari ketiga kriteria tidak ada
yang terpenuhi, maka dapat ditegakkan diagnosis stroke iskemik.
23
Versi orisinal:= (0.80 x kesadaran) + (0.66 x muntah) + (0.33 x sakit kepala) + (0.33x tekanan darah diastolik) – (0.99 x atheromal) – 3.71.Versi disederhanakan:= (2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x tekanan darah diastolik) – (3 x atheroma) – 12.Kesadaran:Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2Muntah: tidak = 0 ; ya = 1Sakit kepala dalam 2 jam: tidak = 0 ; ya = 1Tanda-tanda ateroma: tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma = 1(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)Pembacaan:Skor > 1 : SH
< 1 : SNH0 : Ct-scan< -1: Infark otak
Sensivitas : Untuk perdarahan: 89.3%.Untuk infark: 93.2%.
Ketepatan diagnostic : 90.3%.
Siriraj Hospital Score
P e m e r i k s a a n p e n u n j a n g d i l a k u k a n u n t u k m e n d u k u n g d i a g n o s i s s t r o k e d a n
menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada
penderita stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah,
kadar elektrolit, dan kadar serum glukosa.
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan
otak adalah langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan
dalam basis kedaruratan. Pencitraan otak membantu dalam diagnosis
adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi komplikasi seperti
perdarahan intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non
kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang dapat digunakan.
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke
hemoragik dari stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan
stroke dari patologi intrakranial lainnya. CT non kontras dapat
24
mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter lebih dari 1
cm.
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih
bisa diandalkan daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat
mengidentifikasi malformasi vaskular yang mendasari atau lesi yang
menyebabkan perdarahan.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram
(EKG) untuk memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan
iskemia miokard memiliki kejadian signifikan dengan stroke.
h. Tatalaksana
Bagan di bawah ini merupakan algoritma tatalaksana stroke dan TIA.15
Kotak dengan sudut-sudut yang melengkung adalah diagnosis, sementara
kotak dengan sudut-sudut yang tajam adalah intervensi terapi.
Gambar : Tatalaksana stroke dan TIA.15
C. Pembahasan Kasus
25
1. Interpretasi pemeriksaan
Hasil pemeriksaan Status Keterangan
Tekanan darah 200/100
mmHg.
Hipertensi
Heart Rate 108x/menit. Takikardia
Suhu 37O C. Normal
Respiratory Rate
24x/menit.
Takipnea
Konjungtiva palpebra
pucat (-)
Normal
sklera ikterik (-) Normal
leher JVP 5-2 cmH2O Normal
thoraks pulmo vesikular Normal
ronkhi (-) Normal
wheezing (-) Normal
kor mur-mur positif
(mur-mur sistolik di
katup aorta)
Mungkin ada stenosis
aorta, atau disfungsi
sistolik akibat
peningkatan afterload
jantung.
Stenosis aorta dapat
disebabkan oleh
hiperkolesterolemia dan
arterosklerosis.
ghallop negatif. Normal
Abdomen datar, lemas,
nyeri tekan (+) regio
epigastrium
Mungkin terjadi
permasalahan pada
lambung
Diperlukan tinjauan lebih
lanjut mengenai nyeri
yang dialami.
Hepar dan lien tidak
teraba
Normal
asites (-) Normal
26
ekstremitas edema (-). Normal
Kekuatan otot 55
/ 33
Kelemahan otot sebelah
kiri
Ekstremitas kiri pasien
dapat menahan gaya
gravitasi, namun tidak
dapat menahan beban
yang diberikan pemeriksa
Refleks fisiologis lengan
dan tungkai kanan
normal
Normal
Refleks fisiologis lengan
dan tungkai kiri
meningkat. Refleks
patologis: Babinsky dan
Chaddock positif di
tungkai kiri.
Lesi terjadi tipe UMN
Nervi craniales: parese
N. VII dan N. XII
sinistra
Kelainan N VII dan N XII
umum terjadi pada pasien
stroke karena walaupun
secara umum kebanyakan
nervus kranialis
terganggu, namun
mendapatkan inervasi
motorik bilateral dari
korteks serebri
LDL 300 mg/dL Di atas normal Normal <100 mg/dL
Trigliserida 400 mg/dL Di atas normal Normal 120-190 mg/dL
GDS 400 mg/dL Di atas normal Normal
<110-199 mg/dL (vena)
27
<90-199 mg/dL (kapiler)
SGPT dan SGOT Normal
Ureum 80 mg/dL Di atas normal Normal 10-50 mg/dL
Kreatinin 2 mg/dL Di atas normal Normal 0,5-1,5 mg/dL
(GFR=34ml/min jika BB
pasien 60 kg)
Trombosit 493.000
sel/mm3
Di atas normal Normal 150.000-400.000
sel/ mm3
Fibrinogen 473.000 1,5-3 g/L
Asam urat 9 mg/dL Di atas normal Normal 3,4-7 mg/dl
2. Tatalaksana pada kasus
Vertigo pada kasus kemungkinan disebabkan oleh vertigo sentral akibat stroke
iskemik. Pada stroke iskemik, yang harus dilakukan sebelum dapat mengambil
diagnosis pasti adalah imaging pada otak, yang dapat dilakukan dengan CT, MRI,
ataupun angiografi. Hal ini dilakukan untuk memastikan jenis dan letak lesi yang
terjadi. Tatalaksana terbaik pada stroke iskemik seharusnya dilakukan pemberian
rTPA pada 3 jam pertama dari onset gejala. Pemberian rTPA setelah 6 jam
bahkan diketahui tidak lagi membawa perbaikan yang signifikan.16
Vertigo central yang terjadi dapat ditangani apabila penyebab terjadinya juga
ditangani. Untuk gejala vertigo itu sendiri, dapat diberikan obat untuk mengurangi
gejala vertigo, walaupun tatalaksana utamanya tetap harus menghilangkan faktor
penyebabnya terlebih dahulu.
Stroke iskemik seringkali berhubungan dengan profil lipid abnormal, dan
terjadi pula pada kasus ini. Hipertensi juga mempersulit tatalaksana dari kasus.
Dalam menurunkan tekanan darah pasien, harus dilakukan secara perlahan,
karena penurunan mendadak yang lebih dari 10% diketahui tidak memperbaiki
outcome pasien stroke.
28
Untuk tatalaksana stroke, kami memilih menggunakan piracetam yang
dosisnya telah disesuaikan untuk kreatinin 2 mg/dL, yaitu seperempat dari dosis
lazim, atau 200mg, 3x1 hari. Pengamatan fungsi ginjal perlu terus dilakukan
selama pemberian obat. Piracetam dipilih karena piracetam merupakan agen
nootropic yang juga dapat memengaruhi pengaturan cerebrovascular dan
memiliki efek antitrombotik. Piracetam juga dapat memperbaiki fungsi kognitif.17-
19
Untuk mengatasi hipertensi, diberikan Ramipril, suatu obat antihipertensi
golongan ACE Inhibitor. Selain dapat menurunkan tekanan darah, obat golongan
ACE Inhibitor juga dapat menurunkan kadar gula darah pasien dengan
mekanisme yang belum diketahui, bila dibandingkan dengan penggunaan
antihipertensi golongan ARB, walaupun penggunaan ARB diketahui mengurangi
mortalitas. Ramipril diberikan juga berdasarkan pertimbangan clearance yang <40
mL/menit, sehingga diberikan dosis setengah dari dosis normal, yaitu 1,25 mg
oral 1x1 hari dan dapat ditingkatkan hingga tekanan darah menjadi terkontrol,
dimana dosis maksimum yang diizinkan adalah 5 mg/hari.
Untuk mengatasi dislipidemianya, dapat digunakan Fenoglide (fenofibrat).
Fenoglide ini dapat digunakan pada gangguan fungsi ginjal bila bersihan
kreatininnya masih ≥30mL/min sementara fenofibrat lainnya memiliki syarat
bersihan kreatinin harus ≥50ml/min. Dosis yang ditetapkan adalah 40 mg 1x1 hari
oral, diberikan bersama makanan. Peningkatan dosis hanya boleh dilakukan
dengan pemantauan pada fungsi ginjal pada dosis tersebut. Fenofibrat diketahui
dapat menurunkan kadar LDL dan trigliserida yang berhubungan dengan
peningkatan risiko arterosklerosis.
Untuk tatalaksana simtomatis vertigo, diberikan betahistine yang diduga dapat
mengurangi vertigo dan mengambang akibat hipertensi, dan insufisensi arteri
vertebra-basilar, selain untuk vertigo akibat penyakit Meniere’s. Dosis yang
diberikan adalah 6mg 3x1 hari.
29
Pasien tanpa kelemahan lengan dan tungkai mengesampingkan adanya
indikasi stroke. Untuk pasien tanpa stroke, kecurigaan mengarah ke vertigo
perifer. Dalam hal ini diperlukan pemeriksaan lebih lanjut mengenai vertigo,
sehingga vertigo dapat dibedakan berdasarkan etiologinya. Setelah diketahui
etiologinya, maka vertigo ditangani berdasarkan etiologinya dan simtomatik. Bila
penyebabnya adalah infeksi, maka tangani infeksinya. Pada BPPV (benign
paroxysmal positional vertigo), tatalaksananya cukup mudah dilakukan, hanya
perlu melakukan maneuver tergantung pada kanalis semisirkularis yang terkena,
dan mengedukasi pasien melakukan maneuver recovery sendiri di rumah. Salah
satu BPPV yang paling sering terjadi adalah pada kanalis posterior, sehingga
sering ditatalaksana dengan Epley maneuver.11
Untuk penyakit Meniere’s dan vertigo vestibular lainnya dapat diberikan
betahistine 6mg 3x1 hari dan dapat ditingkatkan hingga 12mg 3x1 hari10 dengan
masih memantau kondisi insufisensi renal yang terjadi pada pasien.
Kondisi hipertensi dan dyslipidemia serta gula darah pasien yang tinggi tetap
harus ditatalaksana sekalipun tidak terjadi stroke. Dengan mempertimbangkan
kondisi insufisensi renal, maka pemberian Ramipril 1,25 mg 1x1 hari (yang
kenaikan dosisnya dipantau menurut tekanan darah serta kondisi ginjal) dan
Fenoglide 40mg 1x1 tetap diberikan.
3. Obat yang digunakan
a. Piracetam17-19
Piracetam merupakan salah satu nootropik yang secara umum mempunyai
potensi neuronal maupun vaskuler. Efek neuronal di antaranya meningkatkan
aktivitas beberapa neurotransmiter serta meningkatkan metabolisme dan
penggunaan glukosa dan oksigen oleh sel-sel otak, sedangkan efek vaskuler
terutama dalam hal perbaikan rheologi darah. Piracetam merupakan derivat
GABA (gamma aminobutyric acid), dan dalam klinis piracetam digunakan
30
untuk gangguan keseimbangan (vertigo) atau kondisi yang berhubungan
dengan proses penuaan misalnya gangguan fungsi kognitif.
Piracetam juga digunakan untuk gangguan serebrovaskuler dan gejala
sisanya khususnya afasia dengan dosis sampai dengan 14 gram per hari.
Dengan dosis yang lebih tinggi sekitar 24 gram perhari, ternyata piracetam ini
juga mempunyai efek antikejang. Suatu meta-analisis atas data penelitian
tentang piracetam dari tahun 1972 – 2001 menunjukkan bahwa suplementasi
piracetam memberikan efek lebih baik dibandingkan suplementasi plasebo.
Dalam meta-analisis ini dirangkum 54 studi (3.063 subyek) dengan disain
acak tersamar ganda, 13 studi dengan desain cross-over, dan 39 studi dengan
disain paralel. Parameter evaluasi umumnya menggunakan parameter klinis
terutama The Gottfries Cronholm Rating, dan Global Evaluation.
Hasil meta-analisis ini menunjukkan secara umum terdapat heterogenitas
hasil studi individual. Dengan menggunakan fi xed eff ects model, terlihat
perbaikan pada kelompok piracetam jika dibandingkan dengan kelompok
plasebo (OR 3,35 ; 95% CI 2,70 – 4,17). Studi tersebut menyimpulkan bahwa
berdasarkan metodologi statistik sesuai standar Cochrane Collaboration,
piracetam secara defi nitif statistik memberikan efek lebih superior
dibandingkan plasebo dalam hal parameter global dan perubahan klinis pasien
gangguan fungsi kognitif.
Pada kondisi gangguan ginjal, dosis piracetam akan disesuaikan. Pada
bersihan kreatinin <60 ml/min, dosis adalah setengah dari dosis lazim, dan
pada bersihan kreatinin 20-40 ml/min, dosisnya ¼ dosis lazim.
b. Ramipril
Adalah derivat pyrrolkarboxilat yang dalam hati dihidrolisa menjadi
ramiprilat aktif, yang juga bersifat long-acting. Dosis: hipertensi oral 1 dd 2,5