Step 7
LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK KECIL
BLOK 12 RESTORASI KEDOKTERAN GIGIMODUL 1 RESTORASI AMALGAM
KELOMPOK 2
Khemal Ilham Rinaldy1310015102Devi Sarfina1310015105Jumiati
1310015097
Dini Sylvana1310015107Shalahuddin Al Amin 1310015113Madherisa
Paulita
1310015099
Raisa Debrina Commas
1310015111Suhastianti Shafira Utami
1310015100Frediyuwana Dharmaswara
1310015114TUTOR drg. ListyawatiPROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
TAHUN 2015KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan hidayah-Nya lah laporan hasil diskusi
kelompok kecil ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan
ini disusun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari diskusi
kelompok kecil (DKK) kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya laporan ini. Pertama-tama kami
ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. drg. Listiyawati selaku tutor kelompok 2 yang telah
membimbing kami dalam melaksanakan diskusi kelompok kecil (DKK)
dalam skenario modul 1 blok 12 ini.
2. Teman-teman kelompok 2 yang telah mencurahkan pikiran dan
tenaganya sehingga diskusi kelompok kecil (DKK) 1 dan 2 dapat
berjalan dengan baik dan dapat menyelesaikan laporan hasil diskusi
kelompok kecil (DKK) kelompok 2.
3. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman khususnya program studi kedokteran gigi angkatan 2013,
segala fasilitas yang telah kami gunakan untuk menambah pengetahuan
tentang modul kami ini, serta pihak-pihak lain yang tidak dapat
kami sebutkan satu persatu.
Kami sengaja menyelesaikan laporan ini untuk memenuhi salah satu
tugas kuliah dengan sistem PBL. Dan tentunya kami selaku penyusun
juga mengharapkan agar laporan ini dapat berguna baik bagi penyusun
sendiri maupun bagi pembaca di kemudian hari.
Laporan ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran
serta kritik yang membangun sangat kami harapkan demi tercapainya
kesempurnaan dari isi laporan hasil diskusi kelompok kecil (DKK)
ini.
Samarinda, Mei 2015
Hormat kami,Tim penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..i
DAFTAR ISIiiBAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang..11.2
Tujuan....11.3 Manfaat..2BAB II PEMBAHASAN2.1 Skenario 32.2 Step 1
Terminologi 32.3 Step 2 Identifikasi Masalah 62.4 Step 3 Analisa
masalah 72.5 Step 4 Kerangka Konsep 132.6 Step 5 Learning Objective
132.7 Step 6 Belajar Mandiri 15BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 263.2 Saran 26DAFTAR PUSTAKA 27BAB I
PENDAHULUAN1.1 LATAR BELAKANGSendi temporomandibula atau
Temporomandibular Joint (TMJ) adalah suatu persendian yang sangat
kompleks di dalam tubuh manusia. Selain gerakan membuka dan menutup
mulut, sendi temporomandibula juga bergerak meluncurpada suatu
permukaan (ginglimoathrodial). Selama proses pengunyahan sendi
temporomandibula menopang tekanan yang cukup besar. Oleh karena
itu, senditemporomandibula mempunyai diskus artikularis untuk
menjaga agar kranium danmandibula tidak bergesekan. Sendi
tempromandibula mempunyai peranan penting dalam fungsi fisiologis
dalam tubuh manusia. Identifikasi anatomi maupun radioanatomi dari
struktur persendian ini merupakan suatu hal yang sebaiknya dapat
dipahami secara baik. Pemahaman struktur sendi temporomandibula
dapat berguna bagi dasar diagnosis dan perawatan dalam upaya
penanganan keluhan pasien, terutama masalah yang menyangkut oklusi
dan fungsi fisiologis pengunyahan.Dalam sistem stomatognati, fungsi
fisiologis dari pergerakan rahang ditunjang oleh keharmonisan
oklusi gigi. Oklusi yang baik dibentuk oleh susunan gigi dan
lengkung rahang yang seimbang dalam posisi oklusi sentrik.
Perubahan oklusi dapat disebabkan berbagai hal, antara lain karena
hilangnya gigi karena prosespencabutan. Kehilangan gigi yang
dibiarkan tanpa segeradisertai pembuatanprotesa, dapat menyebabkan
terjadinya perubahan pola oklusi karena terputusnyaintegritas atau
kesinambungan susunan gigi. Pergeseran atau perubahan inklinasi
serta posisi gigi, disertai ekstrusikarena hilangya posisi gigi
dalam arah berlawanan akan menyebabkan pola oklusiakan berubah, dan
selanjutnya dapat menyebabkan tarjadinyahambatan atauinterference
pada proses pergerakkan rahang. Gambaran radiografi panoramik
memberikan gambaran kondilus, ramus, dan badan mandibula dalam satu
foto. Gambaran ini biasanya penting untuk mengevaluasi kondilus
yang mengalami erosi tulang yang luas, pertumbuhan atau patahan
dari fraktur.Selain itu, di dalam foto panoramik terlihat regio
prossessus kondilaris dansubkondilaris pada kedua sisi sehingga
bisalangsung dilakukan perbandingan antara kondilus kanan dan kiri.
Hal ini sangat bermanfaat untuk mendiagnosa fraktur kondilus.
Sedangkan perbandingan sendi penting dalam hubungannya dengan
pertumbuhan yang abnormal, seperti yang diperlihatkan pada agenesis
kondilaris, hyperplasia, atau hipoplasia serta ankilosis1.2 TUJUAN
Adapun tujuan penulisan laporan ini adalah:a. Memahami kelainan
TMJb. Mengetahui sifat nyeri kronik pada gangguan TMJ sehingga
dapatmendiagnosis gangguan nyeri kronik pada TMJc. Mengetahui
terapi yang efektif untuk gangguan TMJd. Mengetahui tatalaksana
secara terpadu dan menyeluruh dalam penanganankasus gangguan TMJ1.2
MANFAATManfaatnya adalah agar mahasiswa mampu mengetahui
kelainan-kelainan apa saja yang terjadi pada TMJ dan memahami
rencana perawatan yang tepat pada kelainan TMJ. BAB 2
ISI DAN PEMBAHASAN
2.1. SKENARIO MODULBUNYI KLIK PADA RAHANGDiah heran, setiap kali
membuka dan menutup mulutnya atau rahang selalu ada bunyi-bunyian
di dalam mulutnya. Tadinya dia merasa ketakutan, apa hanya dia yang
mendengar sesuatu atau memang rahangnya bermasalah. Dia
mengingat-ingat sejak kapan rahangnya bisa berbunyi begitu, kadang
bunyinya klik, sesekali bunyi kresek-kresek. Kadang juga terasa
agak nyeri kalau membuka mulut terlalu lama. Dia ingat, tahun lalu
dia cabut gigi molarnya pada dokter gigi dan dokter gigi memberi
saran untuk datang kembali dibuatkan gigi tiruan. Dokter giginya
juga bilang kalau giginya crowding. Selanjutnya, dijelaskan juga
karena oklusi gigi yang tidak normal menyebabkan terjadi peradangan
pada sendi rahang. Kejadian itu sudah lama, Diah sudah lupa, oleh
karena dia merasa tidak ada masalah, maka dia tidak kembali hingga
saat ini ketika merasakan nyeri.2.2. TUJUH LANGKAH PBL BERDASARKAN
THE SEVEN JUMPS
2.2.1. IDENTIFIKASI ISTILAH1. Nyeri
: Sensasi tidak enak yang disebabkan oleh cedera atau
penyakit/kelainan, berkisar antara tidak ketidaknyamanan ringan
sampai rasa sakit yang hebat.
2. Sendi rahang: Sendi yang komponen tulangnya terdiri dari
kondilus mandibula dan fossa glenoid atau fossa artikularis tulang
temporal yang berperan didalam proses membuka dan menutup mulut.3.
Gigi molar
: Gigi geraham/gigi belakang. Ada 8 molar sulung dan 12 molar
permanen.4. Pencabutan
: Tindakan pengeluaran gigi dari tulang alveolar dengan alat
pencabutan.5. Oklusi
: Kontak antara permukaan gigi atas dan permukaan gigi bawah.
Ada bermacam-macam oklusi : Balanced occlusion, Centric occlusion,
Eccentric occlusion, Edge to edge occlusion, Ideal occlusion,
Normal occlusion, dan Malocclusion.6. Crowding
: Maloklusi karena tidak proposionalnya dimensi mesio-distal
secara keseluruhan gigi geligi dengan ukuran maksila atau mandibula
sehingga lengkung gigi berubah. (Gigi berjejal).
7. Bunyi klik
: Suara yang jelas dari sendi temporomandibular yang dapat
didengar dan dideteksi dengan stetoskop dan di palpasi selama
rahang bergerak dan berhubungnan dengan kelainan internal,
(Cliking).8. Bunyi kresek-kresek: Bunyi yang menandakan tingkat
keparahan kelainan TMJ, dimana terjadi keausan tonjol kondilus,
(Krepitus/Popping).9. Gigi Tiruan
:Gigi palsu yang digunakan untuk mengantikan gigi yang asli yang
hilang karena ekstraksi gigi.2.2.2. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Apa saja anatomi pergerakan normal dari Temporomandibular
joint ?2. Apa yang menyebabkan kelainan Temporomandibular joint
?
3. Apa yang menyebabkan Temporomandibular joint dapat meradang
?
4. Apa yang menyebabkan terjadinya bunyi krepitus dan cliking
pada Temporomandibular joint ?
5. Apa saja Klasifikasi Temporomandibular joint ?
6. Apa saja macam-macam bunyi yang terjadi di Temporomandibular
joint ?
7. Apa saja gejala yang dirasakan saat mengalami
Temporomandibular joint ?
8. Bagaiman diagnosis yang harus dilakukan pada pasien
Temporomandibular joint ?
9. Apa saja terapi yang tepat dalam menanganai Temporomandibular
joint ?
10. Mengapa dapat terjadi bunyi cliking dan krepitus secara
bergantian ?
11. Mengapa pada saat gigi molar dicabut, pasien disarankan
untuk membuat gigi tiruan, apakah ada hubungannya dengan sendi
rahang ?2.2.3 ANALISA MASALAH1. Terjadi dua jenis pergerakan dalam
sendi temporomandibular (TMJ), dua jenis pergerakan ini adalah
rotasi dan translasi.a. Pergerakan Rotasi Dalam sistem mastikasi
rotasi terjadi ketika mulut membuka dan menutup pada titik atau
sumbu yang tetap dalam kondilus. Dengan kata lain gigi terpisah dan
dapat teroklusi kembali tanpa adanya perubahan posisi dari
kondilus. Pada sendi temporomandibular, rotasi terjadi sebagai
pergerakan dalam kavitas inferior sendi. Dengan demikian rotasi
adalah pergerakan antara permukaan superior kondilus dengan
permukaan inferior dari diskus artikularis. Pergerakan rotasi dari
mandibula dapat terjadi pada tiga bidang yaitu horizontal, frontal,
dan sagital. Pada setiap bidang hal ini terjadi pada sebuah sumbu
yang akan dijelaskan pada masing-masing pembahasan.Aksis horizontal
dari rotasiPergerakan mandibula di sekitar aksis horizontal adalah
pergerakan membuka dan menutup mulut. Pergerakan ini disebut
sebagai hinge movement dan merupakan satu-satunya yang masih
dianggap sebagai pergerakan rotasi murni.Aksis vertikal dari
rotasi
Pergerakan mandibula di sekitar aksis frontal terjadi ketika
satu kondilus bergerak ke anteriorAksis sagital dari rotasi
Pergerakan mandibula dalam aksis sagital terjadi ketika satu
kondilus bergerak kea rah inferior.b. Pergerakan TranslasiTranslasi
dapat didefinisikan sebagai pergerakan dimana setiap titik dari
objek yang bergerak secara simultan mempunyai kecepatan dan arah
yang sama. Pada sistem mastikasi, translasi terjadi ketika
mandibula bergerak maju seperti pada protrusi. Baik gigi, kondiulus
dan ramus semuanya bergerak pada arah yang sama ke derajat yang
sama.
Translasi terjadi pada kavitas superior dari sendi, di antara
permukaan superior diskus artikularis dan permukaan inferior dari
fosa artikularis. (antara kompleks diskus kondilus dan fosa
artikularis).Selama pergerakan normal dari mandibula, baik rotasi
dan translasi terjadi secara simultan. Dengan kata lain, ketika
mandibula berotasi pada satu atau lebih aksis, setiap aksis
bertranslasi (berubah orientasinya).
2. Etiologi yang menyebabkan Temporomandibular Joint adalah
:
a. Trauma berupa Makro-trauma (Trauma besar yang tiba-tiba dan
mengakibatkan perubahan struktural, seperti pukulan pada wajah atau
kecelakaan) dan Mikro-trauma (Trauma ringan tapi berulang dalam
jangka waktu yang lama, sepertibruxism dan clenching. Kedua hal
tersebut dapat menyebabkan microtrauma pada jaringan yang terlibat
seperti gigi, sendi rahang, atau otot).
b. Stress Emosional (mengakibatkan terjadinya gangguan
psikotropik seperti hipertensi, asma, sakit jantung, dan/atau
peningkatan tonus otot kepala dan leher. Dapat juga terjadi
peningkatan aktivitas otot nonfungsional seperti bruxism atau
clenching yang merupakan salah satu etiologi TMD). c. Deep pain
Input/Aktivitas Parafungsional (Kebiasaan bruxism, dan
kebiasaan-kebiasaan lain seperti menggigit-gigit kuku, pensil,
bibir, mengunyah satu sisi, tongue thrust, dan bertopang dagu).3.
Yang menyebabkan Temporomandibular Joint dapat meradang karena
terjadinya pergeseran yang terus menerus antara diskus artikularis
dan kondilus mandibula disebabkankan karena dislokasi letak
keduanya, keruskaan ligament Temporomandibular Joint, dan Keausan
yang terjadi pada kondilus mandibula.
4. Yang menyebabkan bunyi cliking dan krepitus pada
Temporomandibular Joint adalah karena penggunaan yang berlebihan
dengan tekanan yang kuat baik pada satu sisi rahang saat mengunyah
yang menyebabkan hubungan yang terbentuk antara kondilus mandibula
dan diskus artikularis mengalami pergeseran diarah anterior
eminensia artikularis dan tidak dapat kembali keposisi awalnya yang
menyebabkan timbulnya bunyi cliking pada penderita, sedangkan bunyi
krepitus dihasilkan karena keausan yang terjadi pada tonjolan
kondilus mandibula sehingga pada saat rahang dalam posisi membuka
dan menutup mulut terjadi pergesekan yang menyebabkan timbulnya
suara yang tidak normal dari sendi Temporomandibular Joint.
5. Klasifikasi Temporomandibular Joint berupa Deviasi Bentuk,
Disk. Displacement Disorders dengan adanya reduksi dan tanpa
reduksi, Dislokasi, Inflamasi, Artritides (Osteoarthrosis,
Osteoarthitis, Polyarthritides), dan Ankylosis.
6. Berbagai macam bunyi yang terjadi selama peradangan Temporo
mandibular Joint berupa bunyi cliking yang disebabkan oleh
dislokasi antara kondilus mandibular dan diskus artikularis, juga
adanya bunyi krepitus yang disebabkan oleh ausnya tonjolan pada
kondilus mandibula karena pemakaian yang terlalu berlebihan.
7. Gejala yang timbul pada saat peradangan Temporomandibular
Joint adalah Nyeri di sekitar sendi rahang disertai nyeri kepala,
trismus, gangguan pengunyahan, bunyi sendi ketika membuka/menutup
mulut yang disertai dengan rasa nyeri, nyeri otot utama leher dan
bahu, disertai dengan nyeri telinga dan telinga berdengung.
8. Diagnosis yang dilakukan pada penderita Temporomandibular
Joint adalah Anamnesisberupa anamnesis kronologis dan komprehensif
dan pemeriksaan fisik pasien, meliputi anamnesis dan pemeriksaan
gigi, penting untuk mendiagnosis kondisi kondisi spesifik untuk
menentukan pemeriksaan lebih lanjut, jika ada, dan untuk memberikan
terapi spesifik. Pemeriksaan Klinis berupa pemeriksaan Ekstraoral
(Rentang pergerakan rahang, bunyi yang terjadi pada sendi baik
cliking maupun kprepitus) dan pemeriksaan Intraoral yang mencakup
(Hubungan oklusi, Freeway Space, Overjet dan Overbite, adanya gigi
yang tanggal, terdapatnya protesa, adanya kontak gigi premature
juga terdapatnya atrisi dan bekas abrasi pada gigi). Pemeriksaan
penunjang berupa Pemeriksaan Radiologis dengan Rotgen Panoramik,
CT-Scan dan MRI.
9. Terapi yang dapat digunakan untuk mengatasi pasien dengan
keluhan nyeri pada Temporomandibular Joint adalah :
a. Perawatan Non-Bedah (Komunikasi dengan Penderita,
Mengistirahatkan Rahang/Jaw Rest, Farmakoterapi dengan menggunkana
NSAID, analgetik dan antiinflamasi, juga melatih rahang untuk
bergerak, menggunakan alat intraoral untuk menghilangkan kebiasaan
parafungsional, juga dengan perawat psikososial.
b. Perawatan dengan Bedah
10. Terjadinya bunyi kliking dan krepitus secara bergantian
disebabkan kondilus mandibula dan diskus artikularis mengalam
dislokasi atau pergeseran tempat dari posisinya sehingga
menyebabkan terjadinya bunyi kliking juga disertai dengan keausan
tonjolan kondilus mandibula yang menyebabkannya mengalami
pergesekan dan menyebabkan bunyi krepitus.
11. Pemakaian gigi tiruan disarankan untuk menjaga kondisi
oklusi gigi agar tidak terjadi maloklusi yang dapat menyebabkan
resiko terjadinya nyeri sendi Temporomandibular Joint, karena
kehilangan gigi dapat menyebabkan terjadinya kontak premature pada
gigi disertai dengan maloklusi yang tidak nyaman bagi
penderita.2.2.4 KERANGKA KONSEP
2.2.5 LEARNING OBJECT
1. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan tentang
Temporomandibular Disorders yang terdiri dari:
a. Etiologi dari Temporomandibular Disorders
b. Klasifikasi dari Temporomandibular Disorders
c. Gejala yang terjadi pada Temporomandibular Disorders
d. Diagnosa pada Temporomandibular Disorders
e. Terapi yang tepat pada Temporomandibular Disorders2.2.6
BELAJAR MANDIRI 2.2.7 SINTESIS 1. ETIOLOGI TMD
Trauma merupakan penyebab utama TMD. Menurut Jurnal American
Dental Association tahun 1990, 4% sampai 99% kasus TMD merupakan
akibat trauma. Trauma yang sederhana seperti pukulan pada rahang
atau sesuatu yang lebih kompleks seperti yang mengenai kepala,
leher dan rahang. Trauma itu sendiri ada 2 :
MakrotraumaTekanan yang terjadi secara langsung pada bagian yang
mengalami kerusakan yang menyebabkan perubahan pada bagian diskus
dan kondilaris secara langsung .Makro trauma dapat juga teerjadi
ketika gigi bersamaan atau dapat juga menyebabkan perubahan pada
kondilus dan fossa ketika mulut dibuka . Trauma besar yang
tiba-tiba dan mengakibatkan perubahan structural ,seperti pukulan
pada wajah atau kecelakaan .
MikrotraumaDimana trauma
inimerubahposisidiskusdankondilussecaraperlahan . Trauma
ringantapiberulangdalamjangkawaktulama ,seperti bruxism
dancleanching .
SelainitujugaadabeberapapenyebabdarikelainanTMJ ,seperti :
Stress EmosionalKeadaan sistemik yang dapat mempengaruhi fungsi
pengunyahan adalah peningkatan stress emosional .Pusat emosi dari
otak mempengaruhi fungsi otot .Hippotalamus , system retikula , dan
system limbic adalah yang paling bertanggungjawab terhadap tingkat
emosional individu . Stress sering memiliki peran yang sangat
penting pada kelainanTMJ .
Deep Pain Input Aktifitas parafungsional adalah semua aktivitas
diluar fungsi normal (seperti mengunyah ,bicara , dan menelan ) .
Contohnya adalah bruxism ,dan kebiasaan lain seperti menggigit kuku
, pensil , bibir , mengunyah satu sisi , dan bertopang dagu .
KondisiOklusiMaloklusi dihubungkan dengan kontak premature yang
menyebabkan traumatic oklusi selain itu deep bite diyakini dapat
menyebabkan masalah TMJ dengan gejala rasa sakit dan disfungsi
.
2. Klasifikasi TMD
a. DisfungsidanNyeriMiofasial (DNM/MPD)
Merupakan penyebab paling umum dari nyeri dan terbatas nya
fungsi mastikasi pada pasien.
Sumbernya nyeri dan disfungsinya berasal dari otot, dengan otot
mastikasi mengalami tenderness dan nyeri sebagai hasil dari fungsi
otot yang abnormal atau hiperaktivitas. Fungsiotot abnormal
tersebut sering kali berhubungan dengan clenching atau bruxism.
Penyebabnya diperkirakan multifaktorial. Namun, yang paling
sering menyebabkan DNM adalah bruxism akibat stress dan cemas,
dengan oklusi sebagai factor modifikasi atau yang memperburuk. DNM
juga dapat terjadi akibat masalah internal dari sendi, seperti
kelainan pergeseran discus atau penyakit sendi degeneratif.
Keluhanpasien:
a. Nyeri preaurikular yang sulit dilokalisasi dan menyebar, seta
dapat melibatkan otot mastikasi lain, seperti otot temporal dan
pterygoid lateral.
b. Pasien dengan bruxism, nyerinya akan lebih hebat pada pagi
hari.
c. Terdapat reduksi pembukaan rahang, serta nyeri ketika
melakukan fungsi, misalnya mengunyah.
d. Sakit kepala di daerah hitemporal berhubungan dengan penyakit
ini.
e. Nyeri bertambah parah ketika dalam kondisi stress dan
cemas.
Pemeriksaanpadapasienmenghasilkan:
f. Tenderness yang difus pada otot mastikasi.
g. Umumnya TMJ tidak terasa nyeri ketika palpasi
h. Pergerakan mandibula yang terbatas, berhubungan dengan
penyimpangan mandibula menuju sisi yang terlibat.
i. Gigi umumnya terlihat aus.Namun, jika tidak terlihat keausan,
bukan berarti mengeliminasi bruxisms ebagai etiologi.
j. Radiograf TMJ biasanya normal. Beberapa pasien menunjukkan
perubahan degeneratif, seperti konturpermukaan, erosi, atau
osteophytes (daerah dengan densitas lebih tinggi di sekitar sendi)
yang terjadi secara sekunder atau pun terjadinya tidak berhubungan
dengan masalah DNM ini.
b. Disk Displacement DisordersDalamfungsi TMJ yang normal,
fungsi pergerakkan kondil adalah rotasi dan sliding (glidimg
joint).Selama pembukaan mulut yang maksimal, kondil tidak hanya
berotasi pada sumbusendi tetapi juga bertranslasikedepan, ke posisi
di dekat bagian articular eminence yang paling inferior (Fig.
30-11).
Selamaberfungsi , posisi articulating disc
terletakdiantarakondildan fossa mandibularis,
dengankondilterletakpada intermediate zone pada disc selama posisi
membukadan menutup mulut.
i. Anterior Disk Displacement denganReduksi
a. pada kelainan ini, articulating disc terletak di anterior dan
medial dari kondil pada posisi menutup mulut.
b. Saat membuka mulut, kondil bergerak melewati posterior band
dari disc, dan kembali ke posisi normal (terletak pada intermediate
zone dari disc). Sedangkan saat menutup mulut, kondil bergerak
kembali ke posterior dan bersandar pada retrodiscal tissue, dengan
disc yang bergerak kembali ke posisi displace (anterior dan medial
dari kondil (gambar 30.12)
c. Pada pemeriksaan yang dilakukan pada pasien, terdapat rasa
nyeri sendi dan otot. Suara sendi (clicking) juga biasanya
terdengar sewaktu membuka mulut, ketika kondil bergerak dari daerah
posterior disc ke daerah konkaf yang tebal di tengah-tengah disc.
Pada beberapa kasus, clicking dapat terdengar atau terpalpasi
selama gerakan menutup. Pembukaan mulut maksimal dapat terjadi
secara normal atau sedikit terbatasi, dengan diikuti suara clicking
saat pergerakan membuka.
d. Secara anatomis, clicking pada saat membuka mulut berhubungan
dengan usaha disc untuk kembali kepada posisi normalnya, sedangkan
clicking pada saat gerakan menutup (reciprocal click), berhubungan
dnegan kegagalan disc untuk kembali ke posisi normalnya, diantara
kepala kondil dan articular eminence, melainkan tergelincir ke
anterior (displaced position). Krepitus dapat terdeteksi dan
biasanya merupakan hasil dari pergerakan disc melewati permukaan
yang irregular
e. Gambaran yang terlihat pada foto radioraf TMJ sederhana
pasien dengan kelainan ini dapat terlihat normal ataupun terdpat
sedikit abnormalitas tulang. Radiograf MRI dapat digunakan untuk
melihat anterior displacement yang terjadi.
ii. Anterior Disk Displacement tanpaReduksi
a. Pada jenis ini , displacement dari disc tidak dapat
direduksi, menyebabkan kondil tidak dapat bertanslasi penuh ke
anterior, yang mencegah pembukaan maksimal dari mulut dan
menyebabkan deviasi mandibula kesisi yang terkena (gambar
30.13)
b. Pada pasien ini tidak terdapat clicking, karena
ketidakmampuan kondil untuk bertanslasi kebagian posterior disc.
Ketidakmampuan translasi ini dapat menyebabkan pembukaan yang
terbatas, deviasi pada sisi yang terkena dan mengurangi lateral
excursions ke sisi kontralateralnya.
c. Pada evaluasi radiograf, terdapat kemiripan dengan anterior
disk displacement with reduction. Dengan menggunakan radiograf TMJ
sederhana, kelainan dapat tampak normal, sedangkan dengan CT Scan
atau MRI memperlihatkan displacement anteromedial.
c. Penyakit Sendi Degeneratif (Arthrosis, Osteoarthritis)
DJD terdiri dari banyak jenis temuan antomis, seperti disc yang
irregular, perforasi dalam hubungannya dengan abnormalitas
permukaan artikular, seperti flattening, erosi dan formasi
osteophyte. (gambar 3.14).
Mekanisme terjadinya degenerasi TMJ tidak terlalu jelas
dimengerti tetapi memiliki 3 kemungkinan penyebab yang berasaldari
trauma : trauma mekanislangsung, trauma hypoksia reperfusion dan
inflamasi neurogenik.
Trauma mekanis dapt merupakan hasildari trauma yang signifikan
pada sendi atau microtrauma seperti tekanan mekanis yang
berlebihan. Stress / tekanan berlebihan yang dihasilkan pada sendi
dapat menghasilkan disrupsi molekuler dan radikal bebas (
menghasilkan stress oksidatif dan kerusakan intraseluler. Tekanan
berlebihan juga dapat mempengaruhi populasi local sel dan
mengurangi kemampuan reparative darisendi
Teori hypoxia-reperfusion
mengirabahwatekananhidrostatisintrakapsular yang berlebihanpada TMJ
dapatmeningkatkantekananperfusipembuluhdarah(menghasilkanhipoksia.
Teoriiniterlihatpadapasien yang mengalami clenching danbruksism.
Ketikatekananpadasendidikurangidanperfusiterjadilagi,
terbentuklahradikalbebas.
Radikalbebasinidapatberinteraksidengansubstansilainpadasendi (mis.
Hemoglobin) untukmenghasilkankerusakan yang lebihbesarlagi
Inflamasi neurogenik dihasilkan ketika berbagai jenis substansi
dilepaskan dari neuron perifer. Pada kasus disk displacement
,terdapat hipotesa bahwa kompresi/meregangnya retrodiscal tissue
yang kaya saraf dapat menghasilkan terlepasnya neuropepti
dproinflamasi. Terlepasnya sitokin menghasilkan pelepasan dan
akivasi berbagai substansi lainnya, seperti prostaglandin,
leukotriens, dan enzim degradasi matriks. Substansi ini tidak hanya
memegang peranan dalam proses penyakit tetapi juga sebagai biologic
markers untuk membantu diagnosis dan perawatannya, dan harus
dimengerti bahwa tidak mungkin untuk memprediksi progress dari
penyaki tsendi.
Pasien dengan DJD biasanya merasakan sakit yang berhubungan
dengan clicking/ krepitasi pada TMJ. Biasanya, terdapat
keterbatasan pembukaan mulut dan gejala-gejala lain. Temuan
radiografis secara umum memperlihatkan adanya berkurangnya luas
rongga sendi, erosi permukaan, osteophytes dan meratanya kepala
kondil. Selin itu, iregularitas fossa mandibula dan articular
eminence juga dapat terlihat.
d. Kondisi Arthritik Sistemik
Berbagai macam kondisi arthritis sistemis diketahui mempengaruhi
TMJ. Bentuk yang paling umum adalah Rheumatid Arthritis (RA),
sedangkan contoh yang lain adalah penyakit lupus. Pada kasus ini,
gejala tidak hanya terjadi pada daerah TMJ, tetapi pada daerah
tubuh yang lain juga terdapat gejala dan tanda dari RA. Pada RA,
proses inflamasi menghasilkan proliferasi abnormal dari jaringan
membrane synovial (disebut pannus formation (gambar 30.15)
Gejala TMJ yang dihasilkan dari RA dapat terjadi pada usia dini
dibandingkan pada DJD. Berlainan dengan DJD, yang biasanya terjadi
unilateral, RA dan kondisi sistemis lainnya biasa terjadi dan
mempengaruhi TMJ secara bilateral.
Temuan radiograf TMJ pada awalnya memperlihatkan perubahan
erosive pada aspek anterior dan posterior kepala kondil. Perubahan
ini dapat berkembang menjadi daerah erosi yang luas dan nantinya
meninggalkan tampakan kondil yang kecil, yang terletak pada fossa
yang besar. Kadang-kadang, tampak keseluruhan kondil dan leher
kondil mengalami kerusakan total. Tes laboratorium, seperti
rheumatid factor dan laju sedimentasi eritrosit dapat membantu
dalam mendiagnosa RA.
e. DislokasiRekurenKronis
Dislokasi TMJ sering terjadi dan disebabkan oleh hipermobilitas
mandibula. Subluksasi adalah displacement dari kondil, yang sembuh
dengan sendirinya dan tidak membutuhkan perawatan medis. Kondisi
yang lebih serius terjadi ketika kondil bertranslasi ke anterior di
depan articular eminence dan terkunci pada posisi tersebut (gambar
30.16).
Dislokasi dapat terjadi unilateral atau bilateral dan dapat
terjadi secara spontan setelah membuka mulut lebar-lebar, seperti
saat menguap, makan dan selama prosedur dental. Dislokasi kondil
dapat persisten selama lebih dari beberapa detik dan menjadi sangat
sakit yang berhubungandengan spasme otot yang parah
Dislokasi harus dihilangkan secepatnya. Reduksinya dilakukan
dengan memberikan tekanan kearah bawah pada gigi posterior dan
tekanan keatas pada dagu, diikuti dengan displacement posterior
pada mandibula. Biasa nya reduksi tidak sulitdilakukan.
Bagaimanapun, spasme otot dapat mencegah dilakukannya reduksi,
terutama bila dislokasi tidak dapat direduksi secepatnnya. Pada
kasusini, dibutuhkan anestesi pada saraf auricular temporal danpada
otot mastikasi. Sedasii untuk mengurangi ketakutan pasien dan
menghasilkan relaksasi otot dapat juga dilakukan. Setelah reduksi,
pasien diinstruksikan untuk membatasi membuka rahang selama 2-4
minggu. Untuk mengontrol rasa sakit dan inflamasi dapat diberikan
obat-obatan NSAID.
f. Ankilosis
Ankilosisintrakapsular. Ankilosis intrakapsular atau berfusinnya
sendi, dapat mengurangi pembukaan mandibula, yang berkisar dari
reduksi parsial fungsi sampai immobilitas dari rahang. Ankilosis
intrakapsular dihasilkan dari berfusinya kondil, disc dan fossa
mandibula, sebagai hasil dari formasi jaringan fibrosa, berfusinya
tulang atau kombinasi dari keduanya (gambar 30.17).
penyebab paling umum ankilosis adalah trauma makro, biasanya
berhubungan dengan fraktur kondil. Penyebab lainnya adalah
perawatan bedah sebelumnya yang menghasilkan scar dan pada
kasus-kasus tertentu menghasilkan infeksi.
Pemeriksaan pasien memperlihatkan pembukaan yang terbatas pada
saat membuka mulut lebar-lebar, deviasi pada sisi yang terkena dan
menurunnya lateral excursions pada sisi kontralateral. Jika
ankilosis dihasilkan dari jaringan fibrosa, pergerakan rahang
terjadi lebih baik dari pada jika ankilosis dihasilkan oleh
berfusinya tulang.
Dalam foto radiograf, memperlihatkan adanya permukaan articular
yang irregular dari kondil dan fossa mandibularis, dengan derajat
kalsifikasi yang berbeda-beda diantara permukaan artikular
Ankilosi sekstra kapsular. Tipe ankilosis ini biasanya
melibatkan prosesus koronoid dan otot temporalis. Biasanya penyebab
dari kelainan ini adalah pembesaran koronoid, atau hyperplasia dan
trauma pada daerah lengkung zigomatik. Infeksi di sekitar otot
temporal dapat juga menghasilkan kelainan ini.
Awalnya pasien memiliki keterbatasan dari pembukaan mulut dan
deviasi pada sisi yang terkena. Pada kasus ini, keterbatasan
pembukaan rahang secara penuh biasanya jarang dan bila terjadi
pergerakan protrusi dan lateral yang terbatas berarti bukan
indikasi ankilosis intrakapsular.
Foto radiograf panoramik umumnya menunjukkan elongasi dari
prosesu koronoid. Radiograf submental vertex dapat berguna dalam
menunjukkan impingement yang disebabkan oleh fraktur lengkung
zigomatik atau kompleks zygomaticomaksilaris
g. Infeksi Neoplasia
Neoplasma pada TMJ jarang terjadi. Biasanya terjadi dari hasil
keterbatasan pembukaan rahang dan nyeri sendi. Tumor pada TMJ dapat
menghasilkan hubungan fossa dan kondil yang abnormal dan juga
ankilosis intrakapsular. Infeksi pada daerah TMJ biasanya juga
jarang, bahkan pada trauma dan intervensi surgical pada TMJ.
Biasanya terjadi karena tidak adanya antibiotik untuk pengobatan
daerah aurikular.
3. Gejala TMD
TMD atau Temporomandibular Disorders atau gangguan TMJ umumnya
terjadi karena aktivitas yang tidak berimbang dari otot-otot rahang
dan/atau spasme otot rahang dan pemakaian berlebihan. Berikut
adalah gejala-gejala umum yang terjadi bila TMJ mengalami
gangguan:
1. Sakit Telinga
Kurang lebih sekitar 50% dengan gangguan TMJ merasakan sakit
telinga namun tidak ada tanda-tanda infeksi. Sakit telinga umumnya
terasa seperti berada di muka atau bawah telinga.
2. Dengung Dalam Telinga (Tinnitus)
33% pasien dengan gangguan TMJ mengalami suara bising (noise)
atau dengung (tinnitus) tanpa sebab yang jelas. Dengung pada
telinga ini akan hilang jika perawatan TMJ berhasil.
3. Bunyi pada TMJ
Jika terjadi gangguan pada TMJ biasanya akan terdengar
bunyi-bunyi seperti kertakan (grinding), klik (clicking) dan
meletuk (popping).
4. Sakit kepala
Sakit kepala pada gangguan TMD biasanya terjadi pada saat
membuka atau menutup rahang atau bahkan keduanya.
5. Kesulitan atau merasa tidak nyaman ketika menelan.
6. Rahang terasa terkunci atau kaku, sehingga kesulitan membuka
atau menutup rahang.
7. Sakit di sekitar TMJ.
8. Gigitan atau oklusi yang tidak pas.
4. Diagnosis TMD
1. Anamnesa
Nyeri kronik pada otot mastikatori yang dideskripsikan sebagai
nyeri tumpul biasanya unilateral.
Nyeri menyebar ke aurikula dan rahang, bertambah berat saat
mengunyah.
Rahang terkunci saat berusaha membuka mulut.
Terdengar bunyi klik atau pop, biasanya jika terdapat pergeseran
diskus artikularis.
Sakit kepala dan atau kekakuan pada leher.
Rasa tidak nyaman dan berbeda dari biasanya.
Nyeri leher, bahu dan punggung.
Bruksisme, kebiasaan menggertakkan gigi.
Nyeri bertambah saat menjelang siang dan terus berlanjut sampai
akan tidur kembali.
Riwayat trauma fasial dan atau mandibula.
2. Pemeriksaan fisik
Keterbatasan gerak membuka mulut (normalnya lebar membuka mulut
sebesar 40 mm diukur dari batas gigi rahang bawah dan atas pada
gigi anterior)
Palpasi dirasakan adanya spasme otot fasial (M. masseter, dan M.
pterygoid internal)
Pembengkakan wajah unilateral
Clicking atau popping pada TMJ
Rasa nyeri pada TMJ saat dipalpasi melalui meatus akustikus
eksternus
Terdapat krepitasi pada sendi (tahap lanjut)
Deviasi ke arah lateral pada mandibula
3. Penunjang radiologis
Pemeriksaan radiologi diindikasikan pada kasus-kasus trauma
untuk mencari adanya kemungkinan fraktur.
Foto panoramic dapat menunjukkan adanya fraktur, tanda
osteoarthritis, dan pergeseran diskus
CT scan dapat melengkapi gambaran detail struktur tulang
MRI lebih baik untuk melihat struktur diskus dan kelainan yang
ada pada jaringan lunak
4. Perawatan Gangguan Sendi Temporomandibula
Perawatan untuk gangguan sendi temporomandibula adalah rumit
yang disebabkan berbagai faktor, seperti salah diagnosa, salah
pengertian terhacfap etibfogf, dan respon yang tidak spesifik.
Gejala-gejala berhubungan dengan faktor psiko fisiologis sehingga
perawatannya juga harus secara fisik dan psikologis dan mengunakan
dulu metode reversible sebelum yang irreversible, dan perawatannya
harus multidisipliner antara dokter gigi (ahli prostodonsia, ahli
bedah mulut, dan ahli ortodonsia), ahli farmasi, ahli psikologi,
ahli terapi fisik, ahli psikiatri, dan ahli neurologi.
Berbagai terminologi dalam melakukan perawatan gangguan sendi
temporomandibula, antara lain terapi Fase I dan fase II. Fase I
yaitu perawatan simptomatik, teramsuk perawatan yang reversible
seperti perawatan dengan obat, terapi fisik, psikologik, dan
perawatan dengan splin. Fase II yaitu perawatan irreversible,
termasuk perawatan ortodontik, pemakaian gigi tiruan cekat,
penyesuaian oklusal, dan pembedahan.
Banyak tindakan yang dikemukakan dalam literatur, yang pada
garis besarnya dapat disimpulkan sebagai berikut:
Perawatan fase I terdiri dari:
Komunikasi dengan pasien. Dijelaskan kepada pasien bahwa
gejala-gejalanya bukan disebabkan oleh kelainan struktur atau
penyakit organik tetapi suatu kelainan yang reversible yang mungkin
berhubungan dengan pola hidup pasien, sehingga pasien lebih percaya
diri dan timbul kerjasama yang baik antara dokter dengan pasien.
Setelah mendapat informasi dari dokter yang merawatnya diharapkan
pasien dapat menghilangkan kebiasaan-kebiasaan seperti clenching
atau parafungsi.
Perawatan sendiri/fisioterapi/terapi fisik: Pasien dapat
melakukan sendiri kompres dengan lap panas. Caranya: di atas lap
diletakan botol berisi air panas, lama terapi 10-15 menit dilakukan
terus. menerus sekurang-kurangnya 3 minggu. Pemijatan sekitar
sendi, sebelumnya dengan krim mengandung metil salisilat. Latihan
membuka-menutup mulut secara perlahan tanpa terjadi deviasi,
dilakukan di depan cermin. Caranya: garis median pasien ditandai,
lalu pasien disuruh membuka-menutup mulut di depan cermin tanpa
terjadi penyimpangan garis median. Fiisoterapi dengan alat.
Infrared: berguna untuk menghilangkan nyeri, relaksasi otot
superfisial, menaikan aliran darah superfisial. TENTS
(Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation], untuk mengurangi
nyeri. EGS (Electro Galvanie Stimulation]', mencegah perlekatan
jaringan, menaikan sirkulasi darah, stimulasi saraf sensorik dan
motorik, serta mengurangi spasme. Ultra Sound: menghilangkan
oedema, vasodilatasi pembuluh darah, mengurangi nyeri, memobilitasi
jaringan ikat kolagen, dan relaksasi otot.
Perawatan dengan Obat Analgetik: Aspirin, Asetaminophen,
Ibuprofen. Anti inflamasi: NSAID (Non SteroidAntiInflamasi Drugs),
yaitu Naproxen dan Ibuprofen. Antianxiety: Diazepam. Muscle
Relaxants: Cyclobenzaprine (Flexeril). Lokal Anastetik: Lidokain
dan Mapivakain.
Memakai alat di dalam mulut Splin oklusal atau Michigan splin.
Splin ini terpasang dengan cekat pada seluruh permukaan oklusal
gigi gigi rahang atas atau rahang bawah. Permukaan yang berkontak
dengan gigi lawan datar dan halus. Permukaan oklusal splin sesuai
dengan gigi lawan, dengan maksud untuk menghindari hipermobilitas
rahang bawah.
Fungsi splin oklusal adalah sebagai berikut: Menghilangkan
gangguan oklusi; Menstabilkan hubungan gigi dan sendi; Merelaksasi
otot; Menghilangkan kebiasaan parafungsi; Melindungi abrasi
terhadap gigi; Mengurangi beban sendi temporomandibula;
Menghilangkan rasa nyeri akibat disfungsi sendi temporomandibula
berikut otot-ototnya; Sebagai alat diagnostik untuk memastikan
bahwa oklusi lah yang menyebabkan rasa nyeri dan gejala-gejala yang
sulit diketahui sumbernya.
Ada 2 tipe splin oklusal, yaitu: 1. Splin Stabilisasi. Pembuatan
splin dengan hubungan rahang atas dan rahang bawah pada posisi
sentrik. Kriteria untuk pemakaian splin ini apabila masalahnya
murni dari otot tapi sendi dalam keadaan normal, maka dibuat splin
ini, juga pada keadaan dimana untuk mencapai keadaan treatment
position pada kasus internal derangement menyebabkan nyeri, adanya
degeneratif sendi, keadaan nyeri sendi dan otot tanpa dapat
didiagnosa dengan tepat. Splin ini dipakai 4-6 bulan dipakai setiap
waktu kecuali makan.
Splin Reposisi (Repositioning splint atau MORA: Mandibular
OrthopaedicRepositioning Appliance}. Bila gejala yang diderita
pasien diantaranya ada deviasi (rahang yang menyimpang), adanya
kliking sendi yang diindikasikan adanya inkoordinasi
diskus-kondilus (interkoral derangement) maka diperlukan splin
reposisi dengan maksud mereposisi rahang bawah ke posisi normal dan
mengembalikan keseimbangan tonus otot-otot pengunyahan, juga
menghilangkan kliking. Hubungan antara diskus, kondilus, dan fossa
glenoidalis menjadi 9 bagian, dan ia menganjurkan mengembalikan
kondilus ke posisi 4/7 dapat mengurangi dan menghilangkan berbagai
keluhan dan gejala disfungsi sendi temporomandibula, dan dibuat
pada rahang bawah.
Splin reposisi bertujuan untuk menghilangkan gejala pergeseran
diskus dengan reduksi kliking resiprokal, kliking waktu membuka
mulut terjadi saat gerak translasi kondilus dimulai, dan kliking
waktu menutup mulut terjadi sebelum mencapai oklusi maksimal. Splin
dipasang sesaat sebelum kliking resiprokal ketebalannya tidak boleh
melewati Freeway Space.
Bila gejala-gejala gangguan sendi temporomandibula sudah hilang
pada pasien dan posisi kondilus sudah stabil pada tempatnya,
otot-otot pengunyahan sudah normal, kondisi psikologik pasien sudah
stabil, postur tubuh sudah normal maka dapat dilakukan perawatan
fase kedua, yaitu perawatan ortodontik, pembuatan gigi tiruan
cekat, pembuatan gigi tiruan lepasan (overlap, penyesuaian oklusal,
pencabutan, dan bedah tergantung dari kebutuhan pasien.BAB 3
PENUTUPI. KESIMPULANGangguan temporomandibular merupakan
gangguan yang kompleks.Diperlukan tinjauan dari berbagai
multidisiplin. Dalam menangani kasus gangguan temporomandibular,
diperlukan kerjasama tim yang baik. Salah satu faktor yang penting
dalam gangguan temporomandibular adalah kelainan pada gigi.
Kerjasama yang baik antara dokter dan dokter gigi dapat membantu
pasien dengan kelainan temporomandibular dalam proses penyembuhan
penyakitnya
II. SARANAdapun saran dari makalah ini adalah1. Dokter gigi
perlu mengetahui kelainan temporomandibular2. Medikamentosa bukan
pilihan satu-satunya dalam menangani gejala nyeri khususnya nyeri
kronik sehingga disarankan agar pendekatan terapi pada nyeri kronik
dilakukan dari berbagai macam modalitas terapi3. Terapi yang tepat
bagi gangguan nyeri kronik dapat membantu pasien baik secara
emosional, waktu, maupun materi4. Pertimbangkan gangguan
teporomandibular dalam menghadapi kasus nyeri kronik5. Perlu
kerjasama yang baik antara berbagai bidang keilmuan dalam
tatalaksana nyeri kronikDAFTAR PUSAKAOkenson PJ. Management of
temporomandibular disorders and occlusion 6thed: New Delhi;
Mosby.http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/09/perawatan_disfungsi_sendi.pdfDimitroulis
G. Temporomandibilar disorders: a clinical update. BMJ
1998;317:190-4Guyton & Hall. 2012. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC
Pedersen, Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Alih
bahasa : Purwanto, Boesoeseno. Jakarta : EGCCharles McNeil, D.
Temporo Mandibular Disorders. The American Academy of Orofacial
Pain. Temporomandibular
Disorders
Nyeri Sendi
Trauma
Gigi Hilang
Maloklusi
Perawatan Bedah
Perawatan Non-Bedah