I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada sekitar 3000 spesies amphibi yang hidup di dunia, yang dikelompokkan dalam 3 golongan yaitu Anura (katak dan kodok), Caudata atau Urodela (salamander), dan Gymnophiona atau Apoda (Caecilia). Terminologi “amphibi” diterapkan pada anggota kelas ini karena sebagian besar hewan menghabiskan tahap awal siklus kehidupannya di dalam air (Sukiya : 2005) Indonesia memiliki dua dari tiga ordo amphibi yang ada di dunia, yaitu gymnophiona dan anura. Ordo gymnophiona dianggap langka dan sulit diketahui keberadaannya, sedangkan ordo anura merupakan yang paling mudah ditemukan di Indonesia mencapai sekitar 450 jenis atau 11% dari seluruh jenis anura di dunia. Ordo Caudata merupakan satu-satunya ordo yang tidak terdapat di Indonesia (Iskandar 1996). Meskipun Indonesia kaya akan jenis amphibi, tetapi penelitian mengenai amphibi di Indonesia masih sangat terbatas. Pulau Sumatera sebagai salah satu pulau besar, belum banyak dilakukan penelitian mengenai amphibi, baru terbatas di Kawasan Ekosistem Leuser, Sumatera Barat, Sumatera Selatan dan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Pulau Sumatera sebagai pulau dengan beragam ekosistem dari pantai sampai pegunungan, memungkinkan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ada sekitar 3000 spesies amphibi yang hidup di dunia, yang dikelompokkan
dalam 3 golongan yaitu Anura (katak dan kodok), Caudata atau Urodela
(salamander), dan Gymnophiona atau Apoda (Caecilia). Terminologi “amphibi”
diterapkan pada anggota kelas ini karena sebagian besar hewan menghabiskan tahap
awal siklus kehidupannya di dalam air (Sukiya : 2005)
Indonesia memiliki dua dari tiga ordo amphibi yang ada di dunia, yaitu
gymnophiona dan anura. Ordo gymnophiona dianggap langka dan sulit diketahui
keberadaannya, sedangkan ordo anura merupakan yang paling mudah ditemukan di
Indonesia mencapai sekitar 450 jenis atau 11% dari seluruh jenis anura di dunia.
Ordo Caudata merupakan satu-satunya ordo yang tidak terdapat di Indonesia
(Iskandar 1996).
Meskipun Indonesia kaya akan jenis amphibi, tetapi penelitian mengenai
amphibi di Indonesia masih sangat terbatas. Pulau Sumatera sebagai salah satu pulau
besar, belum banyak dilakukan penelitian mengenai amphibi, baru terbatas di
Kawasan Ekosistem Leuser, Sumatera Barat, Sumatera Selatan dan di Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan. Pulau Sumatera sebagai pulau dengan beragam
ekosistem dari pantai sampai pegunungan, memungkinkan menjadi habitat berbagai
jenis amfibi, bahkan masih memungkinkan untuk menemukan catatan baru seperti
Philautus sp. dan Leptobrachium sp. di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
Megoprys parallela di Sumatera Barat.
Hutan Pendidikan dan Penelitian Biologi yang terletak di Sumatera Barat
memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Kurang lebih dari 31 burung, 18
jenis katak (Goin dan Goin, 1971). Untuk itu perlu diadakan praktikum ini agar dapat
mengetahui jenis katak yang lainnya.
Ada beberpa contoh amphibi yang terdapat di Indonesia adalah bangsa
sesilia (Caecilia), serta bangsa kodok dan katak (Anura). Sesilia adalah semacam
amfibia tidak berkaki yang badannya serupa cacing besar atau belut. Satu lagi bangsa
amfibia, yang tidak terdapat secara alami di Indonesia, adalah salamander. Amfibia
dari daerah bermusim empat ini bertubuh serupa kadal, namun berkulit licin tanpa
sisik (Eprilurahman, 2007).
Amphibi adalah kelas dari vertebrata yang dianggap setingkat lebih tinggi
dibandingkan dengan kelas Pisces, Ciri-ciri dari hewan amphibia ini adalah,
mempunyai kulit yang lunak tanpa ditutupi oleh rambut atau bulu, berdarah dingin
(poikilotermik), membutuhkan air di dalam siklus hidupnya, habitatnya mencakup
mulai dari dekat perairan payau, pemukiman penduduk, hutan belantara, sampai
kepada ketinggian 2.500 meter dari permukaan tanah, dan hewan dari kelompok ini
dapat dijadikan sebagai indikator lingkungan.Hal ini dikarenakan sebagai bentuk
peralihan dari kehidupan air ke kehidupan darat.
Amphibi memikili suhu tubuh berubah-ubah sesuai dengan suhu
lingkungannya. Biasanya mempunyai tingkat larva yang hidup diair.Kulit hewan ini
lembab dan berlendir serta pada umumnya tidak memiliki rambut atau bulu-bulu.
Amphibia merupakan perintis dari vertebrata daratan, paru-paru dan tulang yang
mereka dapatkan merupakan warisan nenek moyang Krosopterigia (Djuhanda,
1983).
Amphibi juga merupakan hewan yang sangat peka terhadap perubahan
lingkungan. Kepekaan ini dapat dijadikan sebagai indikator terjadinya perubahan
lingkungan di sekitarnya. Dampak perubahan lingkungan terlihat pada turunnya
populasi yang disertai turunnya keanekaragaman jenis kodok. Contoh amfibia yang
terdapat di Indonesia adalah bangsa Gymnophiona (Cecilia), serta bangsa kodok dan
katak (Anura). Cecilia adalah semacam amfibia tidak berkaki yang badannya serupa
cacing besar atau belut. Satu lagi bangsa amfibia, yang tidak terdapat secara alami di
Indonesia, adalah Salamander. Amfibia dari daerah bermusim empat ini bertubuh
serupa kadal, namun berkulit licin tanpa sisik. Kelompok hewan ini tetap
mempertahankan ekornya sejak dari awal tumbuh (Safra, 2008).
Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwasanya amphibi memiliki
keanekaragaman yang bervariasi. Oleh karena itu, berbagai penelitian terus
dilaksanakan demi mengungkap rahasia alam dan ilmu pengetahuan. Praktikum
dalam laboratorium merupakan skala kecil penelitian untuk mempelajari
keanekaragaman amphibi namun terdapat proses yang harus dilalui apalagi dalam hal
taksonomi.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri morfologi kelas amphibi
serta menentukan klasifikasi dari masing – masing spesies.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Hewan amphibi bersifat poikilotermis atau eksotermis yang berarti suhu tubuh sesuai
dengan suhu lingkungannya. Keuntungannya, amphibi hanya membutuhkan sedikit
energi untuk metabolisme tubuh sehingga terjadinya efisiensi dalam penggunaan
energi. Akan tetapi mereka tidak bisa menjaga suhu tubuh ideal di berbagai kondisi
lingkungan sehingga aktivitas tubuh terbatas hanya pada suatu kondisi lingkungan
saja. Akibat lainnya, variasi suhu tubuh akan mempengaruhi segala aspek fungsi
organisme termasuk kecepatan tanggapan impuls syaraf dan daya gerak otot
(Djuhanda, 1983).
Pada beberapa jenis amphibia, terdapat otot yang dapat menggerakkan mata.
Selain itu, karakter lainnya, amphibia juga mengalami ekdisis dalam jangka waktu
jam hingga satu minggu namun hanya melibatkan bagian stratum corneum dari kulit.
Amphibia juga memiliki kelenjar kromatofor sehingga terdapat variasi warna yaitu
melanofor, ridifor, dan xanthofor (Iskandar, 1999).
Menurut Zug(1993), dan Epilurahman(2007), Amphibi terdiri atas empat
ordo yaitu apoda atau biasa disebut juga dengan caecilia atau gymnophiona, urodela
dan biasa juga disebut salamander ataupun caudata, salienta atau lebih dikenal
dengan anura/toad-frogs dan proanura namun ordo ini telah punah. Apoda
merupakan amphibi yang tidak berkaki, salamnder merupakan amphibi berekor dan
anura adalah amphibi sejati tidak berekor namun berkaki yang terdiri atas katak dan
kodok(Campbell, 2003).
Gymnophiona mempunyai anggota yang memiliki karakter yaitu tubuh
slindirs panjang menyerupai cacing namun tidak memiliki kaki, tubuh bersegmen,
ekor mereduksi, mata kecil bahkan juga terjadi reduksi pada mata, mempunyai kulit
yang kompak, tubuh tertutup oleh lapisan kulit atau tulang, serta memiliki tentakel
sebagai organ sensory. Hewan ini bersift fossorial dan beberapa diantaranya bersifat
aquatis, tengkorak yang kuat yang mengindikasikan kemampuannya dalam menggali
lubang dengan baik. Memiliki gigi melengkung dan relatif memanjang, terdapat
copulatory organ pada hewan jantan(Pough, 1998). Fase larva hidup di dalam air
bernapas menggunakan insang dan pada fase dewasa insang mengalami reduksi dan
biasanya ditemukan di daerah daratan atau dalam tanah atau masih berada di
lingkungan akuatik(Iskandar, 1999). Daerah distribusi hewan kelompok ini adalah di
sebagian besar timur Amerika Selatan, beberapa juga ditemukan di daerah Afrika
bagian tenggara dan banyak di temukan di kawasan Asia Selatan.
Urodela disebut juga caudata mempunyai ciri bentuk tubuh memanjang,
mempunyai anggota gerak dan ekor serta tidak memiliki tympanum. Tubuh dapat
dibedakan antara kepala, leher dan badan. Beberapa spesies mempunyai insang dan
yang lainnya bernafas dengan paru-paru. Pada bagaian kepala terdapat mata yang
kecil dan pada beberapa jenis, mata mengalami reduksi. Fase larva hampir mirip
dengan fase dewasa. Anggota ordo Urodela hidup di darat akan tetapi tidak dapat
lepas dari air. Pola persebarannya meliputi wilayah Amerika Utara, Asia Tengah,
Jepang dan Eropa (Sukiya, 2005).
Anura mempunyai arti tidak memiliki ekor. Seperti namanya, anggota ordo
ini mempunyai ciri umum tidak mempunyai ekor, kepala bersatu dengan badan, tidak
mempunyai leher dan alat ekstremitas berkembang baik. Tungkai belakang lebih
besar daripada tungkai depan. Hal ini mendukung pergerakannya yaitu dengan
melompat. Pada beberapa famili terdapat selaput diantara jari-jarinya. Membrana
tympanum terletak di permukaan kulit dengan ukuran yang cukup besar dan terletak
di belakang mata. Kelopak mata dapat digerakkan. Mata berukuran besar dan
berkembang dengan baik. Fertilisasi secara eksternal dan prosesnya dilakukan di
perairan yang tenang dan dangkal (Duellman and Trueb, 1986).
Ordo Anura dibagi menjadi 27 famili, yaitu:Ascaphidae, Leiopelmatidae,
Dalam praktikum kali ini didapatkan data hasil pengukuran Phrynoidis
aspera sebagai berikut. Phrynoidis aspera memiliki panjang badan (PB) 78 mm,
panjang kepala (PK) 25 mm, lebar kepala (LK) 25 mm, diameter tympanum (DT) 10
mm, panjang moncong (PM) 9 mm, jarak internares (JIN) 6 mm, jarak interorbital
(JIO) 15 mm, panjang brachium (PBr) 15 mm, panjang antebranchium (PAb) 20 mm,
panjang kaki belakang (PKB) 98 mm, panjang femur (PF) 30 mm, panjang tibia
(PTf) 68 mm, urutan jari kaki depan (UJKD) 3>4>2>1, urutan jari kaki belakang
(UJKB) 4>3>5>2>1, Phrynoidis aspera mempunyai tubercel, terdapat web namun
hanya setengah, tubuh berwarna hijau lumut kehitaman.
Menurut Inger dan Bacon (1986), katak sungai ini memiliki tubuh yang
ramping dan kekar. Umumnya hewan betina memiliki ukuran panjang moncong 9,5-
14 mm dan ukuran moncong hewan jantan 7-10 mm. Kulit katak ditutupi oleh
tubercle atau kutil yang membuat kulit menjadi kelihatan kasar. Katak sungai
memiliki kepala yang luas dan tumpul tanpa puncak tulang. Selain itu katak ini
memiliki kelenjar paratoid berbentuk bulat telur terhubung ke punggungan
supraorbital oleh punggung bukit supratymphanic, tymphanium tampak terlihat jelas
dengan ukuran yang cukup sedang, tangan dan kaki spinosus,. Berdasarkan
urutannya, jari kaki keempat merupakan jari terpanjang dan semua jari kecuali jari
keempat berselapu penuh. Hewan jantan memiliki nuctiple pad pada dasar jari
pertama yang biasanya berwarna cokelat tua, abu-abu atau hitam dan tubuh berwarna
Gambar 1. Phrynoidis aspera
abu-abu dengan bercak hitam di bagian perut. Selain itu, hewan jantan juga memiliki
bagian yang berwarna kehitaman di bagian tenggorokan.
Dari hasil praktikum yang didapatkan bahwa Phrynoidis aspera memiliki
tubercel pada tubuhnya. Berdasarkan urutan jari kaki belakangnya jari yang
terpanjang terdapat pada urutan nomor 4, hal ini sama dengan literatur yang juga
mengatakan hal yang sama. Berdasarkan literatur katak tersebut memiliki nuctiple
pad, namun pada praktikum kali ini kami tidak mengamati ada atau tidaknya nuctiple
pad. Berdasarkan hasil praktikum tersebut data yang didapatkan sama dengan
literatur, dengan itu dapat dilihat bahwa pengamatan dan pengambilan sampel yang
dilakukan sudah benar.
4.2 Duttaphrynus melanotictus
Klasifikasi
Filum : Chordata
Kelas : Amphibia
Ordo : Anura
Famili : Bufonidae
Genus : Duttaphrynus
Species : Duttaphrynus melanotictus Schneider, 1799 (iucnredlist)
Dalam praktikum kali ini didapatkan data hasil pengukuran Dutaphrynus
melanotictus sebagai berikut. Dutaphrynus melanotictus memiliki panjang badan
(PB) 65 mm, panjang kepala (PK) 13 mm, lebar kepala (LK) 17 mm, diameter
tympanum (DT) 5 mm, panjang moncong (PM) 17 mm,diameter mata (DM) 7 mm,
jarak internares (JIN) 16 mm, jarak interorbital (JIO) 14 mm, panjang brachium
(PBr) 16 mm, panjang antebranchium (PAb) 18 mm, panjang kaki belakang (PKB)
32 mm, panjang femur (PF) 15 mm, panjang tibia (PTf) 17 mm, urutan jari kaki
depan (UJKD) 3>1>4>2, urutan jari kaki belakang (UJKB) 4>3>2>1>5,
Dutaphrynus melanotictus mempunyai tubercel, terdapat web namun hanya
setengah, tubuh berwarna coklat kekuningan.
Mistar (2003) mengungkapkan hewan ini memiliki alur-alur supraorbital dan
supratymphanik menyambung pada tubuh yang berukuran sedang, memiliki selaput
renang(webbing) yang penuh, tekstur kulit yang kasar, warna kulit cokelat tua,
Gambar 2. Duttaphrynus melanotictus
umumnya dagu berwarna merah pada hewan jantan. Umumnya ukuran tubuh hewan
jantan sekitar 55-80 mm dan ukuran hewan betina sekitar 65-85 mm.
Berdasarkan literatur diatas dikatakan bahwa Dutaphrynus melanotictus
memiliki selaput renang yang penuh, namun pada praktikum kali ini hanya
ditemukan selaput renang yang tidak penuh atau setengah, hal ini dapat terjadi
karena kurang ahli dan kurang teilitnya praktikan dalam mengamati keadaan
webbing apakah penuh atau setengah. Untuk data pada tubuh katak yang lain
didapatkan hasil sama dengan praktikum yaitu memiliki kulit tubuh kasar dan
besar tubuh berkisar 55-80 mm
4.3 Kalophrynus pleurostigma
Klasifikasi
Filum : Chordata
Kelas : Amphibi
Ordo : Anura
Famili : Microhylidae
Genus : Kalophrynus
Spesies : Kalophrynus pleurostigma Tschudi, 1838 (iucnredlist)
Dalam praktikum kali ini didapatkan data hasil pengukuran Kalophrynus
pleurostigma sebagai berikut. Kalophrynus pleurostigma memiliki panjang badan
(PB) 35 mm, panjang kepala (PK) 10 mm, lebar kepala (LK) 10 mm, diameter
tympanum (DT) 3 mm, panjang moncong (PM) 5 mm,diameter mata (DM) 3 mm,
jarak internares (JIN) 2 mm, jarak interorbital (JIO) 8 mm, panjang brachium (PBr) 5
mm, panjang antebranchium (PAb) 7 mm, panjang kaki belakang (PKB) 33 mm,
panjang femur (PF) 13 mm, panjang tibia (PTf) 2 mm, urutan jari kaki depan
(UJKD) 3>2>1>4, urutan jari kaki belakang (UJKB) 4>3>5>2>1, Kalophrynus
pleurostigma tidak mempunyai tubercel kulit licin dan terdapat web namun hanya
setengah, tubuh berwarna coklat kekuningan.
Tubuhnya berbentuk segitiga, anggota badan yang relatif ramping, dan
margin pucat dengan warna berbeda memisahkan permukaan dorsal dari panggul.
Umumnya ada bintik-bintik gelap kecil yang tersebar pada permukaan dorsal, tetapi
ini kadang-kadang tidak ada. Ada pola simetris dari kulit coklat terang dan gelap di
Gambar 3. Kalophrynus pleurostigma
beberapa populasi, dan populasi lain mungkin oranye polos. Mengeluarkan zat
lengket yang memancarkan oleh kulit, untuk mencegah predator (Duellman,1994).
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan bahwa Kalophrynus
pleurostigma memiliki tubuh kecil dan kepalanya berbentuk segitiga dan runcing.
Pada bagian dorsal terdapat bintik-bintik hitam serta mengeluarkan zat lengket, hal
ini tebukti pada praktikan ketika memegang katak tersebut pada tangan praktikan ada
sebuah zat yang berwarna kehijauan lengket pada tangan setelah memegang tubuh
dari Kalophrynus pleurostigma.
4.4 Caecilia ichtyo
Klasifikasi
Filum : Chordata
Kelas : Amphibi
Ordo : Anura
Famili : Ichtyophidae
Genus : Ichtyophis
Spesies : Ichtyophis glutinosus Linnaeus,1758 (iucnredlist)
Dalam praktikum kali ini didapatkan data hasil pengukuran Kalophrynus
pleurostigma sebagai berikut. Kalophrynus pleurostigma memiliki panjang badan
(PB) 252 mm, panjang kepala (PK) 18 mm, lebar kepala (LK) 10 mm. Tubuh dari
Ichtyophis glutinosusti tidak memiliki kaki namun tubuh terdiri dari anulus – anulus.
Bagian kepalanya keras serta terdapat mulut dan mata, namun matanya tidak
berfungsi dengna baik karena tidak terlalu banyak dibutuhkan karena habitat
hidupnya pada tanah.
Menurut Duellman and Trueb (1986), karakteristik Ichtyopis glutinosus yaitu
tubuh slindirs panjang, bersisik sangat halus, memiliki ekor yang sangat pendek,
mata tereduksi, akuatik, tidak berkaki, dan memiliki gigi. Hal ini sesuai dengan data
yang diperoleh dari pengamatan.
Berdasarkan data hasil praktikum tidak terlihat adanya sisik seperti yang
dikatakan pada literatur hal ini dikarenakan keterbatasan alat dalam mengidentifikasi
sehingga sisiknya tidak terlihat jelas karena pada literatu sisiknya dikatakan sangat
halus. Berdasarkan literatur Ichtyophis glutinosus mempunyai ekor yang sangat
Gambar 4. Ichtyophis glutinosus
pendek, namun berdasarkan objek praktikum yang kami bawa tidak terliht jelas
adanya perbedaan ekor dan badan dari Ichtyophis glutinosus. Untuk data hasil
penga,atan yang lain didapatkan sama dengan literatur. Tubuh dari Ichtyophis
glutinosus berbentuk silindris panjang sama halnya dengan yang ada pada literatur.
4.5 Kaloula pulchra
Klasifikasi
Filum : Chordata
Kelas : Amphibi
Ordo : Anura
Famili : Microhylidae
Genus : Claula
Spesies : Kaloula pulchra Gray, 1831 (iucnredlist)
Dalam praktikum kali ini didapatkan data hasil pengukuran Claula sp sebagai
berikut. Claula sp memiliki panjang badan (PB) 80 mm, panjang kepala (PK) 10
mm, lebar kepala (LK) 15 mm, diameter tympanum (DT) 10 mm, panjang moncong
(PM) 15 mm,diameter mata (DM) 5 mm, jarak internares (JIN) 5 mm, jarak
interorbital (JIO) 10 mm, panjang brachium (PBr) 10 mm, panjang antebranchium
(PAb) 20 mm, panjang kaki belakang (PKB) 50 mm, panjang femur (PF) 20 mm,
panjang tibia (PTf) 15 mm, urutan jari kaki depan (UJKD) 3>4>1>2, urutan jari kaki
belakang (UJKB) 4>3>2>5>1, Claula sp memiliki dorsolateral, terdapat webing
namun hanya setengah, tubuh berwarna coklat dan berlendir.
Kaloula pulchra berukuran sedang, kepala lebar dan panjang, moncong
pendek membulat, antara mata dan hidung membulat, hidung sangat kecil mendekati
ujung moncong, ujung jari mengembang berbentuk segitiga, jari pertama lebih
pendek dari jari kedua, lebih kecil dan pendek dari jari keempat, jari kaki ketiga lebih
panjang dari jari keempat, selaput renang tipis pada bagian dasar. Tekstur kulit halus,
lipatan dari mata sampai bahu jelas, bagian bawah tubuh halus. Warna kuning atau
merah jambu mengelilingi anggota tubuh bagian atas, bagian bawah tubuh berwarna
kotor, dagu dan tenggorokan hitam pada spesimen jantan. Ukuran tubuh jantan antara
54-67 mm, dan betina 55-76 mm (Zug, 1993)
Gambar 5. Kaloula pulchra
Berdasarkan hasil praktikum didapat data yang sama dengan literatur bahwa
jari ketiga lebih panjang dari pada jari keempat, namun disini tidak dijelaskan bahwa
ini merupakan jari yang tedapat pada kaki depan atau belakang. Dari data hasil
praktikum didapatkan hasil yang sama dengan literatur pada kaki depan, namun hal
tersebut berbeda untuk kaki belakang yang mempunyai jari ke empat lebih panjang
dai jari ketiga. Untuk mata dan hidung pada Kaloula pulchra berbentuk membulat
dan moncong pendek dan membulat, hal ini sama dengan yang ada pada literatur
diatas.
4.6 Leptobrachium wayseputiense
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Amphibia
Ordo : Anura
Famili : Megopholidae
Genus : Leptrobrachium
Species : Leptobrachium wayseputiense
Dari hasil pengukuran dan pengamatan pada Leptrobrachium abotti maka di
peroleh hasil sebagai berikut panjang badan (PB) 75 mm, panjang kepala (PK) 25
mm, lebar kepala (LK) 32 mm, diameter tympanum (DT) 5 mm, panjang moncong
(PM) 28 mm, diameter mata (DM) 8 mm, jarak internares (JIN) 7 mm, jarak
interorbital (JIO) 14 mm, panjang brachium (PBr) 16 mm, panjang antebrachium
(PAb) 22 mm, panjang kaki belakang (PKB) 8 mm, panjang femur (PF) 2 mm,
panjang tibio-fibula (PTf) 2 mm, urutan jari kaki depan (UJKD) 2>4>1>3, urutan
jari kaki belakang (UJKB) 2>3>1>4>5, tidak memiliki disk, tidak memiliki tubercel,
memiliki dorsolateral line, memiliki web (setengah), berwarna hitam keputihan.
Berdasarkan hasil pratikum didapati hasil yang sama dengan literatur bahwa
Leptobrachium wayseputiense merupakan jenis kodok yang berukuran cukup besar
dengan kepala lebar, mata besar, pendek, kaki yang panjang dan tidak memiliki
webbing, badannya secara keseluruhan berwarna hitam.
Gambar 5. Leptobrachium wayseputiense Gambar 5. Kaloula pulchra
4.7 Hylarana erithrea
Klasifkasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Amphibia
Ordo : Anura
Famili : Ranidae
Genus : Hylarana
Species : Hylarana erithrea
Dari hasil pengukuran dan pengamatan pada Hylarana erithrea maka di
peroleh hasil sebagai berikut panjang badan (PB) 45 mm, panjang kepala (PK) 14
mm, lebar kepala (LK) 10 mm, diameter tympanum (DT) 4 mm, panjang moncong
(PM) 5 mm, diameter mata (DM) 3 mm, jarak internares (JIN) 2 mm, jarak
interorbital (JIO) 8 mm, panjang brachium (PBr) 8 mm, panjang antebrachium (PAb)
10 mm, panjang kaki belakang (PKB) 58 mm, panjang femur (PF) 18 mm, panjang
tibio-fibula (PTf) 40 mm, urutan jari kaki depan (UJKD) 3>4>2>1, urutan jari kaki
belakang (UJKB) 4>5>3>2>1, tidak memiliki disk, tidak memiliki tubercel,
memiliki dorsolateral line, memiliki web (penuh), berwarna hijau pada pada badan
dan kuning pada kaki, garis dorsolateral berwarna kuning.
Pada umumnya, bagian dorsal katak berwarna hijau terang hingga hijau gelap
dan bagian ventralnya berwarna keputihan walaupun ada ditemukan katak jenis ini
memiliki warna biru. Karakter lainnya katak hijau memiliki lipatan dorsolateral yang
bervariasi dan terkadang berbatasan dengan warna hitam. Species ini memiliki kulit
yang halus dan licin, alat ekstremitas dengan jari yang panjang serta dilengkapi
dengan cakram beralur, serta terdapat tubercle namun kurang terluhat jelas(Inger,
2005).
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil yang sama dengan literatur
yaitu Hylarana erithrea meliki warna hijau pada bagian dorsalnya dan bagian ventral
berwarna keputihan. Pada lipatan dorsolateral Hylarana erithrea yang diamati adalah
berwarna kuning serta dibatasi dengan warna coklat pada bagian pinggirnya,
memiliki tubuh yang licin dan halus, hal ini sama dengan hasil dari praktikum kali
ini, namun pada literatur dikatakan terdapat tuberkel tapi kurang jelas, namun pada
praktikum kali ini tidak ditemukan adanya tuberkel, hal ini disebabkan karenan katak
yang digunakan masih muda dan berukuran kecil, shingga susah untuk mengamati
tuberkel yang ada pada badan katak tersebut.
4.8 Fejerarya cancrivora
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Amphibia
Ordo : Anura
Famili : Dicroglossidae
Genus : fejervarya
Species : Fejervarya cancrivora
Dari hasil pengukuran dan pengamatan pada Fejervarya cancrivora maka di
peroleh hasil sebagai berikut panjang badan (PB) 65 mm, panjang kepala (PK) 17
mm, lebar kepala (LK) 22 mm, diameter tympanum (DT) 4 mm, panjang moncong
(PM) 20 mm, diameter mata (DM) 5 mm, jarak internares (JIN) 5 mm, jarak
interorbital (JIO) 12 mm, panjang brachium (PBr) 18 mm, panjang antebrachium
(PAb) 15 mm, panjang kaki belakang (PKB) 67 mm, panjang femur (PF) 22 mm,
panjang tibio-fibula (PTf) 45 mm, urutan jari kaki depan (UJKD) 3>1>2>4, urutan
jari kaki belakang (UJKB) 4>3>5>2>1, tidak memiliki disk, tidak memiliki tubercel,
tidak memiliki dorsolateral line, memiliki web (penuh), berwarna hijau army,
memiliki fejer line.
Penyebaran katak ini sangat luas sekali meliputi Asia Tenggara termasu
India(Christy et al., 2007). Habitat dari species ini adalah hutan mangrove,, muara,
rawa, daerah pesisir, selokan, genangan air dan sawah serta sungai. Selain itu hewan
ini bersifat toleran terhadap salinitas sedang. Katak ini berukuran besar, memiliki
lipatan dorsolateral yang berwarna hitam (Mistar, 2003).
Berdasarkan hasil praktikum terlihat bahwa Fejervarya cancrivora memiliki
tubuh yang gempal dan bagian femur yang berotot besar. Katak ini berukuran besar
sesuai yang dikatakan literatur namun pada literatur diatas dikatakan bahwa
Fejervarya cancrivora memiliki dorsolateral yang berwarna hitam, namun pada
praktikum kali ini tidak ditemukan dorsolateralnya, hal ini disebabkan oleh varietas
dari Fejervarya cancrivora yang di identifikasi pada literatur berbeda dengan objek
yang dibawa ketika praktikum kali ini.
4.9 Hylarana nicobariensis
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phyllum : Chordata
Class : Amphibia
Ordo : Anura
Famili : Ranidae
Genus : Hylarana
Species : Hylarana nicobariensis Stolizka 1870
Dari hasil pengukuran dan pengamatan pada Fejervarya cancrivora maka di
peroleh hasil sebagai berikut panjang badan (PB) 41 mm, panjang kepala (PK) 12
mm, lebar kepala (LK) 10 mm, diameter tympanum (DT) 4 mm, panjang moncong
(PM) mm, diameter mata (DM) 4 mm, jarak internares (JIN) 3 mm, jarak
interorbital (JIO) 8 mm, panjang brachium (PBr) 7 mm, panjang antebrachium (PAb)
9 mm, panjang kaki belakang (PKB) 54 mm, panjang femur (PF) 20 mm, panjang
tibio-fibula (PTf) 34 mm, urutan jari kaki depan (UJKD) 3>4>2>1, urutan jari kaki
belakang (UJKB) 4>3>5>2>1, memiliki disk, memiliki dorsolateral line, memiliki
web (setengah), berwarna hijau lumut,berwarna hitam dari cavum oris sampai ujung
badan bagian belakang, memiliki gigi former.
Katak ini memiliki ukuran tubuh yang kecil, kaki yang panjang, alat
ekstremitas dengan jari kaki memiliki tutupan selaput renang yang tidak penuh. Kulit
katak licin, berwarna cokelat muda hingga cokelat tua atau hitam. Selain itu, pada
bagian tubuh terdapat lipatan dorsolateral yang memanjang dari kepala hingga ke
ujung tubuh yang berwarna halus dan tipis. Pada umunya, ukuran hewan jantan
sekitar 37-47 mm dan ukuran hewan betina sekitar 47-55 mm(Diemos et al., 2009;
Mistar, 2003).
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan bahwa Hylarana nicobariensis
memiliki tubuh yang kecil, jari kaki memiliki selaput renang tidak penuh (setengah).
Kulit katak licin dan berwarna gelap, serta pada bagian tubuh terdapat lipatan
dorsolateral yang memanjang dari kepala hingga ujung tubuh, hal diatas semua sama
halnya dengan yang ada pada literatur, ini menunjukkan objek yang didefinisikan
pada literatur sama dengan yang digunakan ketika praktikum kali ini.
4.10 Odorana hosii
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phyllum : Chordata
Class : Amphibia
Ordo : Anura
Famili : Ranidae
Genus : Odorana
Species : Odorana hosii
Dari hasil pengukuran dan pengamatan pada Odorana hosii maka di peroleh
hasil sebagai berikut panjang badan (PB) 52 mm, panjang kepala (PK) 15 mm, lebar
kepala (LK) 12 mm, diameter tympanum (DT) 3 mm, panjang moncong (PM) 12
mm, diameter mata (DM) 5 mm, jarak internares (JIN) 6 mm, jarak interorbital (JIO)
14 mm, panjang brachium (PBr) 10 mm, panjang antebrachium (PAb) 13 mm,
panjang kaki belakang (PKB) 77 mm, panjang femur (PF) 28 mm, panjang tibio-
fibula (PTf) 49 mm, urutan jari kaki depan (UJKD) 3>4>2>1, urutan jari kaki
belakang (UJKB) 4>3>5>2>1, memiliki disk, memiliki dorsolateral line, memiliki
web (penuh), berwarna hijau bagian dorsal ,terdapat bercak coklat pada kaki,
memiliki gigi former.
4.11 Huia sumatrana
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phyllum : Chordata
Class : Amphibia
Ordo : Anura
Famili : Ranidae
Genus : Huia
Species : Huia sumatrana
Dari hasil pengukuran dan pengamatan pada Odorana hosii maka di peroleh
hasil sebagai berikut panjang badan (PB) 65 mm, panjang kepala (PK) 23 mm, lebar
kepala (LK) 18 mm, diameter tympanum (DT) 4 mm, panjang moncong (PM) 20
mm, diameter mata (DM) 6 mm, jarak internares (JIN) 4 mm, jarak interorbital (JIO)
15 mm, panjang brachium (PBr) 10 mm, panjang antebrachium (PAb) 13 mm,
panjang kaki belakang (PKB) 86 mm, panjang femur (PF) 34 mm, panjang tibio-
fibula (PTf) 52 mm, urutan jari kaki depan (UJKD) 3>4>2>1, urutan jari kaki
belakang (UJKB) 4>3>5>2>1, memiliki disk, memiliki dorsolateral line, memiliki
web (penuh), berwarna coklat kehitaman, pada bagian bawah pertu berwarna kuning,
tympanum jelas, panjang kaki belakang dua kali panjang badan, memiliki gigi
former.
4.12 Ploypedetes lecomystax
Kalsifikasi
Kingdom : Animalia
Phyllum : Chordata
Class : Amphibia
Ordo : Anura
Famili : Rachoporidae
Genus : Polypedates
Species : Polypedates leucomystac Gravenhorst 1829
Dari hasil pengukuran dan pengamatan pada Odorana hosii maka di peroleh
hasil sebagai berikut panjang badan (PB) 65 mm, panjang kepala (PK) 23 mm, lebar
kepala (LK) 18 mm, diameter tympanum (DT) 4 mm, panjang moncong (PM) 20
mm, diameter mata (DM) 6 mm, jarak internares (JIN) 4 mm, jarak interorbital (JIO)
15 mm, panjang brachium (PBr) 10 mm, panjang antebrachium (PAb) 13 mm,
panjang kaki belakang (PKB) 86 mm, panjang femur (PF) 34 mm, panjang tibio-
fibula (PTf) 52 mm, urutan jari kaki depan (UJKD) 3>4>2>1, urutan jari kaki
belakang (UJKB) 4>3>5>2>1, memiliki disk, memiliki dorsolateral line, memiliki
web (penuh), berwarna coklat kehitaman, pada bagian bawah pertu berwarna kuning,
tympanum jelas, panjang kaki belakang dua kali panjang badan, memiliki gigi
former.
Polypedates leucomystac adalah katak pohon yang berukuran kecil hingga
menengah, umunya ukuran panjang badan hewan jantan 50 mm dan ukuran hewan
betinanya 80 mm. katak pohon ini memiliki warna cokelat, abu-abu, kuning atau
warna cokelat gelap. Kulit katak pohon ini memiliki pola-pola yang bervariasi
berupa garis-garis(McKay, 2006).
Berdasarkan praktikum yang dilakukan didapatkan warna tubuh dari katak
tersebut adalah coklat serta memiliki 4 garis yang khas pada bagian dorsal
belakangnya. Hal tersebut sama seperti yang terdapat pada literatur.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Phryonidis asper, memiliki karakter, tubercle yang banyak, tidak mempunyai
kelenjar paratoid, selaput renang tidak penuh
2. Dutaphrynus melanotictus, memiliki karakter kulit yang kasar dengan tubercle
yang sangat banyak, memiliki kelenjar paratoid, tubuh dan mata besar.
3. Kalophrynus pleurostigma, memiliki karakter kulit yang halus dan licin, kepala
runcing seperti segitiga, selaput renang tidak penuh.
4. Icthyopis glutinosus, memiliki karakter, tubuh menyerupai cacing slindirs
panjang, bersegmen, mata tereduksi, tanpa kaki, memiliki gigi
5. Claula sp memiliki tubuh yang licin dan berlendir, mempunyai dorsolateral,
selaput renang tidak penuh.
6. Hylarana erythrea, memiliki karakter, tubuh berwarna hijau, lipatan dorsolateral
kuning, kulit licin
7. Hylarana nicobariensis, memiliki karakter, lipatan dorsolateral berwarna hitam,
kulit licin, tutupan selaput renang sedikit
8. Fejervarya cancrivora, memiliki karakter, tutupan selaput renang penuh, tubuh
gempal dan alat ekskremitas berkembang dengan baik.
9. Odorana hosii, memiliki karakter, dorsal berwarna hijau, bagian samping
berwarna coklat dan kaki berwarna coklat dan bercak coklat, tutupan selaput
renang penuh.
10. Huia sumatrana, memilki karakter, tubuh berwarna coklat kehijauan, bagian
bawah perut berwarna kuning, timpanum jelas. Tutupan selaput renang penuh,
panjang kaki belakang dua kali panjang badan.
11. Polypedates leucomystac, memiliki karakter, ujung jari berbentuk disc, tubuh
ramping, dapat memanjat, terdapat 4 garis yang khas pada bagian dorsal
belakangnya
5.2 Saran
Dalam mengukur dan mengidentifikasi objek sebaiknya praktikan lebih teliti lagi
melakukannya. Sebelum memulai praktikum sebaiknya praktikan lebih
mempersiapkan diri dengan membaca buku referensi identifikasi yang
berhubungan dengan pbjek yang akan dipraktikumkan.
DAFTAR PUSTAKA
Djuhanda, T. 1983. Analisa Struktur Vertebrata Jilid II. Armico: Bandung
Duellman WE and Carpenter CC. 1998. Reptile and Amphibian Behaviour in Hg Cogger and RG Zweifel 1998. Encyclopedia: San Fransisco
Duellman, WE and Trueb L. 1994. Biology of Amphibians. John Hopkins Uni London
Epilurahman. 2007. Frogs and Toods of Derah Istimewa Yogyakarta Indonesia. Internasional.
Goin, C.J. and O.B. Goin. 1971. Introduction to Herpetology. Second Edition. W. H. Freemom Co., USA
Inger, RF, JP Bacon. 1968. Ahuran, Reproduksi dan Ukuran pada Katatk Hutan Tropik Sarawak. Copa: Malaysia
Iskandar, DT. 1999. Final Report Training on Monitoring Methods in Amphibians and Reptils Fauna at Surabaya and Gunung Air Station. Lauser National Park
Iskandar, D.T. and D.Y. Setyanto. 1996. The Amphibians and Reptiles of Anai Valley,West Sumatera. Annual Report of FBRT Project no.2
Mistar. 2003. Panduan Lapangan Amphibia Kawasan Ekosistem Leuser Bogor. The Gibbon Foundation
Pough, FH. 1998. Herpetology. Prentice Hall Inc: New Jersey
Safra, E, Jacob. 2008. Fish and Amphibian. Encyclopedia Britanica Inc: Cina
Seminar advance in Biological Science: Biology Faculty: Universitas Gajah Mada
Sukiya. 2005. Biologi Vertebrata. Malang: UM Press.
Zug, George R. 1993. Herpetology : an Introductory Biology of Ampibians and Reptiles. Academic Press. London.