LAPORAN AKHIR PROGRAM IPTEKS BAGI MASYARAKAT (I b M) I b M PENGEMBANGAN USAHA PEMBESARAN KEPITING BAKAU MELALUI SISTEM SILVOFISHERY Tahun ke-1 dari rencana 1 tahun Dibiayai oleh : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Sesuai Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian Nomor : 010/SP2H/LT/DRPM/II/2016 tanggal 17 Februari 2016 Oleh Dr. LEILA ARIYANI SOFIA, SPi, MP NIDN : 0028047302 Ketua SITI SAIDAH, S.Hut, M.P NIDN : 0007027205 Anggota UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT NOVEMBER 2016
63
Embed
LAPORAN AKHIR PROGRAM IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM)eprints.ulm.ac.id/3212/1/IbM_PENGEMBANGAN_USAHA... · 2018-04-09 · PRAKATA Laporan Akhir ini disusun berdasarkan hasil kegiatan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN AKHIR
PROGRAM IPTEKS BAGI MASYARAKAT
(IbM)
IbM PENGEMBANGAN USAHA PEMBESARAN KEPITING BAKAU
MELALUI SISTEM SILVOFISHERY
Tahun ke-1 dari rencana 1 tahun
Dibiayai oleh :
Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat
Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
Sesuai Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian
Nomor : 010/SP2H/LT/DRPM/II/2016 tanggal 17 Februari 2016
Oleh
Dr. LEILA ARIYANI SOFIA, SPi, MP NIDN : 0028047302 Ketua
SITI SAIDAH, S.Hut, M.P NIDN : 0007027205 Anggota
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
NOVEMBER 2016
HALAMAN PENGESAHAN
RINGKASAN
Upaya pemanfaatan kawasan hutan mangrove secara optimal yang
sekaligus merupakan tindakan konservasi hutan mangrove dapat dilakukan
melalui sistem mina hutan (silvofishery). Salah satu sumberdaya perikanan yang
cukup potensial untuk dikembangkan di kawasan hutan bakau dan memiliki nilai
ekonomis tinggi serta merupakan komoditas ekspor adalah kepiting bakau (Scylla
spp.). Pengetahuan masyarakat setempat terhadap pengembangan perikanan di
sekitar hutan bakau masih rendah karena masih rendahnya tingkat pendidikan dan
bekal pengetahuan perikanan yang dijalankan selama ini masih bersifat turun
temurun dan belum ada sentuhan serta alih teknologi modern yang berbasis
kemasyarakatan. Hutan bakau sekitar Desa Cemara Labat cukup luas dengan
sumberdaya kepiting bakau yang cukup besar dan selama ini belum terdapat
sistem akuakultur yang dapat menjadi penghasilan utama nelayan sekitar. Tujuan
kegiatan IbM ini adalah 1) memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada
kelompok pembudidaya ikan tentang pembesaran kepiting bakau dengan sistem
silvofishery; 2) memanfaatkan sumberdaya hutan mangrove secara optimal dan
lestari; dan 3) meningkatkan nilai tambah dan peluang kerja bagi masyarakat
pesisir. Metode kegiatan meliputi: 1) sosialisasi dan demonstrasi; 2) pemantauan
dan evaluasi meliputi tahap awal, pertengahan dan akhir pelaksanaan program. Target dan luaran pada kegiatan IbM ini adalah 1) menciptakan mata
pencaharian alternatif bagi masyarakat di wilayah pesisir, khususnya di sekitar
kawasan hutan mangrove melalui usaha pembesaran kepiting sehingga
penghasilannya meningkat; 2) melakukan konservasi hutan bakau melalui hutan
binaan sekitar tambak tempat budidaya kepiting bakau atau sistem silvofishery; 3)
membentuk unit usaha masyarakat yang menerapkan sistem manajemen produksi
dan manajemen usaha yang baik; dan 4) menjaga kesinambungan produksi dan
pemenuhanan kebutuhan pasar akan kepiting bakau. Hasil analisis menunjukkan
adanya perubahan sikap dan pengetahuan kelompok pembudidaya ikan dari yang
kurang mengetahui menjadi cukup banyak mengetahui tentang budidaya kepiting
bakau dengan media karamba. Pembesaran kepiting bakau dalam karamba melalui
sistem silvofishery dapat membatasi pembukaan hutan mangrove. Selain itu usaha
ini memberikan peluang usaha bagi masyarakat, tidak hanya menangkap kepiting
dari alam, tetapi juga usaha pembesaran kepiting yang mampu meningkatkan
kualitas kepiting menjadi layak jual dengan harga tinggi.
PRAKATA
Laporan Akhir ini disusun berdasarkan hasil kegiatan Pengadian Kepada
Masyarakat yang telah dilaksanakan dengan judul “IbM Pengembangan Usaha
Pembesaran Kepiting Bakau Melalui Sistem Silvofishery”. Dengan kegiatan ini
diharapkan dapat memberikan informasi dan bimbingan kepada nelayan dan
anggota masyarakat lainnya mengenai usaha pemanfaatan sumberdaya pesisir
terutama kawasan mangrove yang dapat meningkatkan ekonomi masyarakat
dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan mangrove.
Kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal Penguatan
Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan
Tinggi
2. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat ULM
3. Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan ULM
4. Kepala Desa Cemara Labat Kecamatan Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah
5. Ketua dan anggota Kelompok Pembudidaya Ikan Sekata Baru dan Derap Maju
Kepada semua pihak yang telah membantu sehingga dapat terlaksananya
kegiatan pengabdian ini diucapkan terima kasih. Semoga seluruh kegiatan beserta
laporannya dapat bermanfaat seperti yang diharapkan.
Banjarbaru, November 2016
Tim Pengabdi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………….. i
RINGKASAN ..………………………………………………………... ii
PRAKATA …………………………………………………………….. iii
DAFTAR ISI …………………………………………………………... iv
DAFTAR TABEL ……………………………………………………... v
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………... vi
BAB 1. PENDAHULUAN ………………………………………..... 1
BAB 2. TARGET DAN LUARAN ………………………………… 5
BAB 3. METODE PELAKSANAAN ……………………………….. 6
BAB 4. KELAYAKAN PERGURUAN TINGGI …………………… 9
BAB 5. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI ……………….... 11
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………….. 19
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………... 20
LAMPIRAN …………………………………………………………. 21
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Biaya, produksi dan keuntungan usaha pembesaran kepiting
bakau dalam tambak (sistem lepasan) selama 2 bulan
12
Tabel 2. Kecepatan pertumbuhan dan pertumbuhan mutlak kepiting
yang dipelihara dalam karamba contoh, padat penebaran
100 ekor selama 2 bulan …………………………………
15
Tabel 3. Perkiraan biaya, produksi dan keuntungan usaha
pembesaran kepiting bakau dalam karamba dengan sistem
silvofishery selama 2 bulan ………………………………...
16
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Daftar pertanyaan untuk mengetahui tingkat
pengetahuan dan teknologi pembesaran kepiting bakau
sistem silvofishery di Desa Cemara Labat ……………
22
Lampiran 2. Rekapitulasi hasil evaluasi awal tingkat pengetahuan
dan teknologi pembesaran kepiting bakau sistem
silvofishery anggota kelompok mitra (X) …………….
23
Lampiran 3. Rekapitulasi hasil evaluasi akhir tingkat pengetahuan
dan teknologi pembesaran kepiting bakau sistem
silvofishery anggota kelompok mitra (Y) serta uji
kesamaan rata-rata dengan uji dua pihak …………...
24
Lampiran 4. Gambaran Ipteks yang ditransfer kepada mitra ……... 25
Lampiran 5. Dokumen kegiatan Penyuluhan Pembesaran Kepiting
Bakau dengan Sistem Silvofishery ………………….
33
Lampiran 6. Daftar hadir peserta demonstrasi Pembesaran Kepiting
Bakau dengan Sistem Silvofishery …………
36
Lampiran 7. Dokumen kegiatan pemantauan dan pendampingan
ujicoba Pembesaran Kepiting dengan Sistem
Silvofishery oleh anggota kelompok pembudidaya
37
Lampiran 8. Dokumen kegiatan Penyuluhan Manajemen Usaha 43
Lampiran 9. Dokumen kegiatan pemantauan dan pendampingan
penerapan manajemen usaha oleh anggota kelompok
pembudidaya ……………………………
46
Lampiran 10. Dokumentasi kegiatan IbM ………………………... 52
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Analisis Situasi
Ekosistem hutan mangrove merupakan kawasan hutan di wilayah pantai.
Ekosistem ini merupakan tipe sistem fragile yang sangat peka terhadap perubahan
lingkungan, padahal ekosistem tersebut bersifat open acces sehingga
meningkatnya eksploitasi sumberdaya mangrove oleh manusia akan menurunkan
kualitas dan kuantitasnya. Pemanfaatan wilayah pesisir yang semakin meningkat,
selain memberikan dampak positif melalui peningkatan taraf hidup dan
kesempatan kerja atau usaha juga mempunyai dampak negatif apabila
pemanfaatannya tidak terkendali. Pemanfaatan lahan mangrove secara besar-
besaran untuk tambak udang intensif dan super intensif telah menimbulkan
degradasi lingkungan, serangan penyakit, kualitas benih rendah, di samping
pelayanan dan penyuluhan yang tidak memadai merupakan sebagian dari banyak
faktor penyebab kegagalan panen dan kondisi collapse industri pertambakan
(Ahmad et al., 2004). Kondisi ini memberikan pelajaran bahwa dengan
ketersediaan sumberdaya alam yang terbatas, arus barang dan jasa yang dihasilkan
dari sumberdaya alam tidak dapat dilakukan secara terus menerus (Meadow et al.,
1972 dalam Fauzi, 2004), sehingga perlu adanya usaha untuk mengurangi
ketergantungan atau paling tidak memberikan waktu kepada alam untuk recovery.
Upaya pemanfaatan optimal yang sekaligus merupakan tindakan konservasi hutan
mangrove dapat dilakukan melalui sistem mina hutan (silvofishery) (Wibowo dan
Handayani, 2006).
Salah satu sumberdaya perikanan yang cukup potensial untuk
dikembangkan di kawasan hutan bakau dan memiliki nilai ekonomis tinggi serta
merupakan komoditas ekspor adalah kepiting bakau (Scylla spp.). Peluang pasar
kepiting bakau terbuka luas dan prospektif, baik domestik maupun pasar
mancanegara (Putri, et al., 2014; Mardiana, et al., 2015). Harga rata-rata kepiting
bakau di pasaran berkisar Rp 40.000 – Rp 200.000 per kg. Permintaan kepiting
dan rajungan dari pengusaha restoran sea food Amerika Serikat saja mencapai 450
ton setiap bulan, dan tujuan ekspor lainnya yaitu Jepang, Hongkong, Korea
Selatan, Taiwan, Singapura, Malaysia, Australia dan Prancis (Rangka, 2007;
2
Sofia, 2011). Namun, pemenuhan permintaan pasar akan kepiting bakau sebagian
besar (61,6%) masih dari penangkapan alam, sedangkan dari budidaya hanya
sebagian kecil ( 38,4%). Pengambilan kepiting secara terus menerus dari alam
tanpa adanya upaya membudidayakan dikhawatirkan akan mengurangi
ketersediaanya bahkan dapat mempercepat kepunahannya.
Pemeliharaan kepiting dengan silvofishery adalah usaha untuk
membesarkan kepiting yang dipadukan dengan kegiatan kehutanan, yakni
budidaya hutan mangrove dimana petani dapat memelihara kepiting untuk
menambah penghasilan dengan tetap memperhatikan hutan mangrove. Selain itu
keuntungan silvofishery ini adalah dapat mengurangi biaya penanaman, karena
penanaman dibebankan kepada petani tambak (Pudjiraharjoe, 1995). Kepiting
dapat dipelihara terus menerus sepanjang tahun dengan ketersediaan benih di alam
yang cukup banyak, juga kolam pembesarannya dapat disiapkan dengan mudah
dan cepat disamping pengangkutnya cukup gampang karena dapat dibawa dalam
keadaan hidup.
Desa Cemara Labat merupakan salah satu desa pesisir di Kecamatan
Kapuas Kuala Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah, dengan mata
pencaharian pokok penduduknya adalah nelayan dan petani. Kondisi tanahnya
berstektur lempung berliat (silty loam) yang baik untuk menahan air dan
penumbuhan makanan alami, disamping ketersediaan pakan untuk kepiting pada
lokasi ini cukup banyak, seperti ikan rucah terutama pada waktu musim dengan
jumlah yang sangat melimpah.
Benih kepiting yang berukuran antara 50 sampai 100 gram banyak
terdapat pada lokasi ini sehingga keberadaan benih bukan merupakan faktor
pembatas dalam usaha pembesarannya. Tenaga kerja tersedia dalam jumlah yang
banyak dan keberadaan pasar untuk melakukan penjualan kepiting sangat
memungkinkan, baik domestik maupun luar negeri (ekspor).
Meskipun demikian pada desa tersebut belum ada masyarakat yang
mengusahakan pembesaran kepiting, karena selama ini mereka hanya mengambil
kepiting langsung dari hutan mangrove disamping belum ada teknologi
pemeliharaan kepiting yang diperkenalkan kepada mereka.
3
Tujuan dari kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat ini adalah:
1) Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada khalayak yang menjadi
objek pengabdian tentang pembesaran kepiting bakau dengan sistem
silvofishery.
2) Memanfaatkan sumberdaya hutan mangrove secara optimal dan lestari.
3) Meningkatkan nilai tambah hasil perikanan dan peluang kerja bagi masyarakat
pesisir.
1.2. Permasalahan Mitra
Masalah utama dalam menjaga kelestarian kawasan mangrove adalah
bagaimana mengoptimalkan pemanfaatan kawasan tersebut agar dapat berfungsi
secara ekologis bagi lingkungan dan mempunyai kontribusi positif secara
ekonomis bagi masyarakat sekitarnya. Salah satu sumberdaya alam yang hidup di
daerah sekitar mangrove adalah jenis kepiting bakau, namun jenis ini belum
termanfaatkan secara optimal kecuali untuk konsumsi rumah tangga penduduk di
sekitar tempat tersebut.
Potensi sumberdaya alam ini akan mempunyai nilai ekonomis apabila
dilakukan komersialisasi, yaitu dengan penangkapan bibit di alam, kemudian
digemukkan didalam tambak hingga mencapai ukuran yang sesuai dengan
permintaan pasar. Di sisi lain, pemanfaatan hutan mangrove untuk tambak
kepiting harus pula memperhatikan aspek ekologi, maka kegiatan
pembesaran/penggemukan kepiting dipadukan dengan kegiatan kehutanan dalam
bentuk sistem silvofishery, yaitu menanam pemudaan (anakan) pohon bakau di
sekeliling dan tengah dari tambak pemeliharaan kepiting. Biasanya ukuran anakan
pohon bakau tersebut diambil dari alam dengan ketinggian 20 – 30 cm.
Berdasarkan hasil musyawarah bersama masyarakat nelayan dan petani,
Dinas Perikanan dan Perhutani terlihat jelas beberapa permasalahan yang dihadapi
masyarakat nelayan/petani sekiatar hutan bakau di Desa Cemara Labat. Beberapa
permasalahan prioritas yang dihadapinya adalah:
1. Pengetahuan masyarakat setempat terhadap pengembangan perikanan di
sekitar hutan bakau masih rendah. Hal ini disebabkan sebagian besar (65%)
4
berpendidikan SD dan bekal pengetahuan perikanan yang dijalankan selama
ini masih bersifat turun temurun dan belum ada sentuhan serta alih teknologi
modern yang berbasis kemasyarakatan.
2. Desa Cemara Labat dikelilingi perairan, transportasi melalui air
menggunakan speed boat dengan waktu tempuh sekitar 2 jam atau melalui
darat memerlukan waktu 4 jam dengan jangkauan yang lumayan sulit, dan
kurang banyak diperhatikan dalam pengembangan perekonomiannya
sehingga daerah ini cukup terpencil.
3. Kegiatan usaha tambak udang yang dilakukan nelayan/petani sangat
tergantung ketersediaan bibit alam yang ikut masuk ke tambak akibat air
pasang tertinggi dan manajemen usaha bersifat tradisional sehingga produksi
dan penghasilan nelayan/petani sangat berfluktuasi.
4. Hutan bakau sekitar Desa Cemara Labat cukup luas dengan sumberdaya
kepiting bakau yang cukup besar dan selama ini belum terdapat sistem
akuakultur yang dapat menjadi penghasilan utama nelayan sekitar.
BAB 2. TARGET DAN LUARAN
Target dari kegiatan IPTEKS ini adalah:
1. Menciptakan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat di wilayah pesisir,
khususnya di sekitar kawasan hutan mangrove melalui usaha pembesaran
kepiting sehingga penghasilannya meningkat.
2. Melakukan konservasi hutan bakau melalui hutan binaan sekitar tambak
tempat budidaya kepiting bakau atau sistem silvofishery.
3. Membentuk unit usaha masyarakat yang menerapkan sistem manajemen
produksi dan manajemen usaha yang baik.
4. Menjaga kesinambungan produksi dan pemenuhanan kebutuhan pasar akan
kepiting bakau.
Sedangkan luaran dari kegiatan IbM ini adalah artikel ilmiah yang
dipublikasikan pada Jurnal Nasional terakreditasi dan produk kepiting bakau
dengan ukuran sesuai permintaan pasar.
BAB 3. METODE PELAKSANAAN
Berdasarkan analisis permasalahan yang dihadapi oleh mitra maka Tim
pengusul kegiatan IPTEKS berkolaborasi dengan instansi terkait (Dinas Perikanan
dan Kelautan, Dinas Kehutanan) berkeinginan mencarikan pencaharian alternatif
dengan tetap menjaga kelestarian hutan mangrove melalui pengembangan
silvofishery yaitu pembesaran kepiting bakau dan penanaman tanaman bakau.
Metode kegiatan IPTEKS kepada mitra meliputi beberapa kegiatan yaitu
pertemuan dan diskusi, penyampaian materi budidaya kepiting bakau, demontrasi
dan redemontrasi serta proses evaluasi.
a. Pertemuan dan diskusi
Pertemuan dan diskusi dilakukan antara Dinas Perikanan dan Kelautan
(khususnya Penyuluh Perikanan), Dinas Kehutanan, Kelompok mitra serta Tim
Pengabdian Kepada Masyarakat LPM Universitas Lambung Mangkurat yang
dimaksudkan untuk mengkoordinasikan dan mencari titik temu dalam upaya
pemanfaatan kawasan mangrove untuk pelestarian sumberdaya alam dan
lingkungan.
b. Penyampaian Materi
Materi yang disampaikan dalam kegiatan ini berupa petunjuk praktis dan
mudah dipahami oleh masyarakat peserta dan diharapkan mampu memeperjelas
apa yang akan disampaikan dalam kegiatan demontrasi dan redemontrasi. Dalam
penyampaian materi diharapkan terjadi komunikasi dua arah, sehingga materi
penyuluhan mampu diserap untuk dipraktekkan nantinya.
c. Demontrasi dan redemontrasi
Demontrasi pemeliharaan kepiting dengan sistem silvofishery dilakukan
oleh Tim Pengabdi dan redemontrasi dilakukan oleh khalayak sasaran, yakni
dengan membuat percontohan pembesaran kepiting bakau pada lokasi yang ideal.
Kegiatan pada bagian ini meliputi :
1. Penyiapan tambak budidaya kepiting bakau dan penyediaan bibit bakau
2. Penyiapan keramba kepiting
3. Perolehan bibit kepiting bakau
4. Pemeliharaan, pemanenan dan penanganan pasca panen
5. Pengelolaan usaha dengan menerapkan manajemen usaha yang baik.
7
Berdasarkan kelima kegiatan pelatihan di atas, maka dapat dideskripsikan
program pelaksanaan kegiatan IPTEKS seiring dengan pelaksanaan pelatihan
meliputi:
1. Penyiapan Tambak (Demplot) dan Bibit Bakau
Dari hasil musyawarah dengan mitra kegiatan, pihak mitra menyediakan
lahan tambaknya untuk dikelola secara tumpang sari artinya tambak yang
digunakan untuk pembesaran (penggemukan) kepiting bakau ditanami dengan
tanaman bakau, seperti Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata di tengah-
tengah tambak dan di sepanjang tanggul tambak. Bibit bakau untuk penanaman
dibeli dari mitra, dimana bibit bakau dikumpulkan dari alam. Jumlah tambak
sementara yang akan dikembangkan berjumlah 2 buah, dengan luas masing-
masing sekitar 10 m x 10 m. Penanaman bibit bakau sebagai tanaman sulaman
diletakkan di sela-sela hutan bakau yang telah ada. Apabila beberapa bibit bakau
mati, maka dilakukan penanaman kembali.
2. Penyiapan Keramba Kepiting
Keramba untuk pemeliharaan bibit kepiting berukuran 1 x 2 x 0,2 m yang
didalamnya dibagi sekat-sekat dari bilahan bambu berukuran 20 x 20 cm sehingga
terdapat 25 kotak per unit. Keramba dilengkapi pelampung berupa potongan
bamboo utuh pada kedua sisi panjang yang berlawanan dengan tujuan agar dapat
tenggelam sedalam 15 – 20 cm. Pembersihan atau penyikatan keramba dilakukan
setiap minggu yang ditujukan untuk mengontrol kemungkinan kebocoran.
Keunggulan keramba dalam kegiatan ini adalah mampu menjadi tempat
yang aman untuk pembesaran kepiting karena dapat menghindarkan sifat
kanibalisme terutama saat moulting.
3. Perolehan Bibit Kepiting
Bibit kepiting dikumpulkan nelayan/petani dari kawasan mangrove yang
ada di sekitar desa. Bibit kepiting yang telah tersedia disortir dan ditimbang agar
memiliki ukuran dan berat yang seragam.
4. Pemeliharaan dan Pemanenan
Kegiatan pemeliharaan kepiting dalam keramba mencakup: pemberian
pakan dan pengaturan debit air. Dalam kesehariannya, kepiting memakan
makanan berupa makanan alami yang tersedia di tambak yaitu makrozoobenthos