LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGIPERCOBAAN I & VI
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT & EFEK
SEDATIF
Disusun oleh :
Golongan 1 Kelompok I
Ligia Oktapia S
(G1F013002)
Taradifa Nur Insi
(G1F013004)Syifa Zakiyyah
(G1F013006)Tri Budi Hastuti
(G1F013008)Suci Baitul Sodiqomah(G1F013010)
Dosen Pembimbing Praktikum : - Esti Dyah Utami
- Heny Ekowati
Asisten Praktikum
: -Ariya Septiana
- Galih SamodraJURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2014PERCOBAAN I & VI
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT & EFEK
SEDATIF
1. PENDAHULUANA. Latar BelakangFarmakologi mempelajari mekanisme
kerja obat padasistemtubuhtermasuk menentukan toksisitasnya. Jalur
pemakaian obat yang meliputisecara oral, rektal,
danparenteralsertayang lainnya harus ditentukan dan ditetapkan
sebagaipetunjuktentangdosis-dosisyangdianjurkan bagipasien dalam
berbagai umur, berat dan status penyakitnya serta
teknikpenggunaannyaatau petunjukpemakaiannya. Bentuk sediaan dan
cara pemberian merupakan penentu dalam memaksimalkan proses
absorbsi obatoleh tubuh karenakeduanya sangat menentukan efek
biologis suatu obat seperti absorpsi, kecepatan absorpsidan
bioavailabilitas (totalobat yang dapat diserap), cepat atau
lambatnyaobat mulai bekerja (onset of action), lamanya obat bekerja
(durationofaction),intensitas kerja obat,respon farmakologik yang
dicapai serta dosis yang tepat untuk memberikan respon tertentu.
Setiap cara pemberian obat memiliki keuntungan dan kerugian
masing-masing yang dimana tujuannya obat dapat mencapai reseptor
kerja yang diinginkan setelah diberikan melalui rute tertentu yang
nyaman dan aman.
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian
obat lain (interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional
dan senyawa kimia lain. Interaksi obat yang signifikan dapat
terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersama-sama.Interaksi
obat secara klinis penting bila berakibat peningkatan toksisitas
dan/atau pengurangan efektivitas obat. Jadi perlu diperhatikan
terutama bila menyangkut obat denganbataskeamanan yang sempit
(indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung,
antikoagulan dan obat-obat sitostatik. Selain itu juga perlu
diperhatikan obat-obat yang biasa digunakan bersama-sama.Oleh
karena itu, setiap pusat pengobatan modern seperti rumah sakit,
puskesmas, praktek dokter pribadi, dan apotek, sebaiknya atau
bahkan seharusnya memiliki akses paling tidak ke salah satu pusat
data interaksi obat. Hal ini, bertujuan untuk menghindari
terjadinya interaksi antarobatyang diberikan kepada pasien dan
rasionalisasi penggunaan obat dapat tercapai.B. . Tujuan
Percobaan
Mengenal,mempraktekkan,dan membandingkan cara-cara pemberian
obat terhadap kecepatan absorbsinya,menggunakan data farmakologi
sebagai tolok ukurnya.
Mempelajari dan mengamati pengaruh dari obat penekan syaraf
pusat.
C. Dasar Teori
Abrobsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian
kedalam darah. Bergantungpada cara pemberiannya, tempat pemberian
obat adalah saluran cerna (mulut sampai dengan rectum), kulit,
paru, otot, dan lain-lain. (Farmakologi dan Terapi edisi revisi 5,
2008)
Absorbsi sebagian besar obat secara difusi pasif, maka sebagai
barier absorbsi adalah membran epitel saluran cerna yang seperti
halnya semua membran sel epitel saluran cerna , yang seperti halnya
semua membran sel ditubuh kita, merupakan lipid bilayer. Dengan
demikian , agar dapat melintasi membran sel tersebut, molekul obat
harus memiliki kelarutan lemak (setelah terlebih dulu larut dalam
air). (Farmakologi dan Terapi edisi revisi 5, 2008).
Rute pemberian obat (RoutesofAdministration) merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik
lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah
kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah
suplai darah yang berbeda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis
yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini
menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya
dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian
obat (Katzung, B.G, 1989).Memilih rute penggunaan obat tergantung
dari tujuan terapi, sifat obatnya serta kondisi pasien. Oleh sebab
itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah seperti berikut:a.
Tujuan terapi menghendaki efek lokal atau efek sistemikb. Apakah
kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya
lamac. Stabilitas obat di dalam lambung atau ususd. Keamanan
relatif dalam penggunaan melalui bermacam-macam rutee. Rute yang
tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokterf. Harga obat yang
relatif ekonomis dalam penyediaan obat melalui bermacam-macam
rute.Rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang
masuk kedalam tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi
atau kemungkinan timbulnya efek yang merugikan. Rute pemberian obat
dibagi 2, yaitu enternal danparenteral(Priyanto, 2008):
a. Jalur EnternalJalurenteralberarti pemberian obat melalui
saluran gastrointestinal (GI), seperti pemberian obat
melaluisublingual, bukal, rektal, dan oral. Pemberian melalui oral
merupakanjalur pemberianobat paling banyak digunakankarena paling
murah, paling mudah, dan paling aman.Kerugian dari pemberian
melalui jalur enternal adalah absorpsinya lambat, tidak dapat
diberikan pada pasien yang tidak sadar atau tidak dapat menelan.
Kebanyakan obat diberikan melalui jalur ini, selain alasan di atas
juga alasan kepraktisan dan tidak menimbulkan rasa sakit. Bahkan
dianjurkan jika obat dapat diberikan melalui jalur ini dan untuk
kepentingan emergensi (obat segera berefek), obat harus diberikan
secara enteral.
b. Jalur ParenteralParenteral berarti tidak melalui enteral.
Termasuk jalur parenteral adalahtransdermal(topikal), injeksi,
endotrakeal (pemberian obat ke dalam trakea menggunakan endotrakeal
tube), dan inhalasi. Pemberian obat melalui jalur ini dapat
menimbulkan efek sistemik atau lokal (Priyanto,2008).Hipnotika atau
obat tidur adalah zat-zat yang dalamdosisterapi diperuntukkan
meningkatkan keinginan faali untuk tidur dan mempermudah atau
menyebabkan tidur. Umumnya, obat ini diberikan pada malam hari.
Bila zat-zat ini diberikan pada siang hari dalam dosis yang lebih
rendah untuk tujuan menenangkan, maka dinamakan sedatif (Tjay,
2002).Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan
saraf pusat (SSP), mulai yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau
kantuk, menidurkan , hingga yang berat (kecuali benzodiazepine)
yaitu hilangnya kesadaran, koma dan mati bergantung kepada dosis.
Pada dosis terapi obat sedasi menekan aktifitas, menurunkan respons
terhadap rangsangan dan menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan
kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang
menyerupai tidur fisiologis (H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D.,
1995).Hipnotika dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu
benzodiazepin, contohnya: flurazepam,lorazepam, temazepam,
triazolam; barbiturat, contohnya: fenobarbital, tiopental,
butobarbital; hipnotik sedatif lain, contohnya: kloralhidrat,
etklorvinol, glutetimid, metiprilon, meprobamat;
danalkohol(Ganiswarna dkk, 1995).D. Pemerian
1. AquabidestBerat Molekul = 18,02. Cairan jernih, tidak
berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa. Penyimpanan dalam
wadah tertutup baik. Penggunaannya yaitu sebagai zat tambahan dan
pelarut (Anonim, 1995).2. DiazepamBerat Molekul = 284, 74. Diazepam
mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari101,0%
C16H13C1N2O dihitung terhadap zat yangtelah dikeringkan. Pemerian
serbuk hablur, putih atau hampir putih, tidak berbau, rasa,mula
mula tidak mempunyai rasa kemudian pahit. Kelarutan agak sukar
larut dalamair, larut dalametanol(95%), mudah larut dalam kloroform
(Anonim,1995).3. AlkoholBerat Molekul = 46,068 g/mol. Pemerian
cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap, dan mudah bergerak,
bau khas, rasa panas, mudah terbakar dengan memberikan nyala biru
yang tidak berasap. Kelarutansangat mudah larut dalam air, dalam
kloroform P, dan dalam eter P. Penyimpanandalam wadah tertutup
rapat ( Anonim, 1979).2. ALAT DAN BAHAN
A. AlatPada percobaan menggunakan alat : spuit injeksi (0,1-2
ml), jarum sonde/ujung tumpul/membulat,labu ukur 10 ml,stop
watch,timbangan tikus,neraca analitik,alat-alat gelas,rotarod
(batang berputar).B. BahanPada percobaan menggunakan bahan :
aquabidest, diazepam, hewan coba (tikus), kapas dan alkohol.3. CARA
KERJAA. Pengaruh Cara Pemberian Obat Terhadap Absorbsi Obat
B. Efek Sedatif
4. PERHITUNGAN DAN HASIL PERCOBAANA. Perhitungan
Dosis obat = 10 mgDosis normal diazepam = 2-10 mgDosis konsumsi
= faktor konversi x dosis obat = 0,018 x 10 mg = 0,18 mg / 200 gram
tikus
Larutan stok = 0,18 2 x 5
= 0,18
10
= 0,018Larutan diazepam =
V1. M1 = V2. M2
25 . 0,018 = V2. 5
V2 = 25. 0,018
5
= 0,09 ml ad 25 mlVolume pemberian =
1. IP (intra peritonial) = BB tikus x Vmax
100 gr
= 200 gr x . 5
100 gr
= 5 ml2. IV (intra vena) = BB tikus x Vmax 100 gr
= 160 gr x . 1 100 gr
= 1,6 ml3. PO (per oral) = BB tikus x Vmax 100 gr = 140 gr x . 5
100 gr = 3,5 ml B. Hasil Percobaan :
PO
(per oral)IV
(Intra Vena)IP
(Intra Peritonial)
Onset20*5*7*
Durasi35*33*25*
(*) dalam menitTabel jatuhnya tikus saat di rotarot
MenitPO (per Oral)IV (Intra Vena)IP (Intra Peritonial)
153x9x5x
304x9x3x
452x3x9x
603x4x6x
900x2x3x
5. PEMBAHASAN
Percobaan kali ini yaitu untuk mengetahui pengaruh cara
pemberian terhadap absorpsi obat dan efek sedatif pada tikus
putih.
Pengertian onset dan durasi
Onset adalah waktu dari obat untuk menimbulkan efek terapi.
Sangat tergantung rute pemberian dan farmakokinetik obat. Puncak,
Setelah tubuh menyerap semakin banyak obat maka konsentrasinya di
dalam tubuh semakin meningkat, Namun konsentrasi puncak - puncak
respon. Durasi kerja adalah lama obat menghasilkan suatu efek
terapi dalam tubuh (Gunawan, 2009).
Pengertian AbsorbsiAbsorbsi merupakan pengambilan obat dari
permukaan tubuh atau dari tempat-tempat tertentu pada organ ke
dalam aliran darah yang dipengaruhi beberapa faktor yakni cara
pemberian obat dan bentuk sediaan. Ada beberapa cara pemberian obat
yaitu sublingual, per oral, per rectal, pemakaian pada permukaan
epitel ( kulit, kornea, vagina, mukosa hidung ), inhalasi, dan
suntikan ( subkutan, intramuskuler, dan intratekal ).
(Anonim,1995).
Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi suatu zat atau obat
antara lain :1. Cara pemberian obat
2. Sirkulasi darah ke tempat pemberian (semakin cepat
alirandarah maka semakin cepat obat tersebut dibawa untuk
diabsorbsi)
3. Daya larut obat
4. Derajat ionisasi obat
5. Luas permukaan absorbsi obat
6. Ukuran partikel molekul obat (semakin kecil ukuran partikel
obat maka semakin cepat obat tersebut diabsorbsi).
7. Formulasi obat (apabila obat tersebut berikatan dengan zat-za
tkimia lain di dalam tubuh maka semakin sulit obat tersebut untuk
diabsorbsi)(Anonim,1995). Macam-macam rute pemberian obat
Pada praktikum ini diujikan beberapa rute pemberian yaitu :
1. Intravena (IV) (Tidak ada fase absorpsi, obat langsung masuk
ke dalam vena, onset of action cepat, efisien, bioavailabilitas 100
%, baik untuk obat yang menyebabkan iritasi kalau diberikan dengan
cara lain, biasanya berupa infus kontinu untuk obat yang
waktu-paruhnya (t1/2) pendek) (Joenoes, 2002).
2. Intramuskular (IM) (Onset of action bervariasi, berupa
larutan dalam air yang lebih cepat diabsorpsi daripada obat berupa
larutan dalam minyak, dan juga obat dalam sediaan suspensi,
kemudian memiliki kecepatan penyerapan obat yang sangat tergantung
pada besar kecilnya partikel yang tersuspensi: semakin kecil
partikel, semakin cepat proses absorpsi) (Joenoes, 2002).
3. Subkutan (SC) (Onset of action lebih cepat daripada sediaan
suspensi, determinan dari kecepatan absorpsi ialah total luas
permukaan dimana terjadi penyerapan, menyebabkan konstriksi
pembuluh darah lokal sehingga difusi obat tertahan/diperlama, obat
dapat dipercepat dengan menambahkan hyaluronidase, suatu enzim yang
memecah mukopolisakarida dari matriks jaringan) (Joenoes,
2002).
4. Intraperitonel (IP) disini obat langsung masuk ke pembuluh
darah sehingga efek yang dihasilkan lebih cepat dibandingkan
intramuscular dan subkutan karena obat di metabolisme serempak
sehingga durasinya agak cepat.5. Pemberian obat per oral merupakan
pemberian obat paling umum dilakukan karena relatif mudah dan
praktis serta murah. Kerugiannya ialah banyak faktor dapat
mempengaruhi bioavailabilitasnya (faktor obat, faktor penderita,
interaksi dalam absorpsi di saluran cerna) (Ansel, 1989).Tabel 1
merupakan deskripsi cara pemberian obat, keuntungan, dan
kerugiannya.DeskripsiKeuntunganKerugian
Intramuskular
Obat dimasukkan ke dalam venaAbsorbsi cepat, dapat di berikan
pada pasien sadar atau tidak sadarPerlu prosedur steril, sakit,
dapat terjadi infeksi di tempat injeksi
Intravena
Obat dimasukkan ke dalam venaObat cepat masuk dan
bioavailabilitas 100%Perlu prosedur steriil, sakit, dapat terjadi
iritasi di tempat injeksi, resiko terjadi kadar obat yang tinggi
kalau diberikan terlalu cepat.
Oral
Obat ditelan dan diabsorpsi di lambung atau usus halusMudah,
ekonomis, tidak perlu sterilRasa yang tidak enak dapat mengurangi
kepatuhan, kemungkinan dapat menimbulkan iritasi usus dan lambung,
menginduksi mual dan pasien harus dalam keadaan sadar. Obat dapat
mengalami metabolisme lintas pertama dan absorbsi dapat tergganggu
dengan adanya makanan
Subkutan
Obat diinjeksikan dibawah kulitPasien dapat dalam kondisi sadar
atau tidak sadarPerlu prosedur steril, sakit dapat terjadi iritasi
lokal di tempat injeksi
(Priyanto, 2008).Praktikum kali ini dilakukan dengan membuat
larutan obat dari diazepam yang akan diinjeksikan ke hewan uji
(tikus putih/mencit), kemudian mencit ditimbang dan dilakukan
perhitungan. Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah
dibidang kedokteran/biomedis telah berjalan puluhan tahun yang
lalu. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis /
keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya,
disamping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu
memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia
(Tjay,T.H dan Rahardja,K, 2002).
Cara pemberian obat melalui oral (mulut), intraperitonial
melibatkan proses penyerapan obat yang berbeda-beda. Pemberian
secara parenteral yang lain, seperti melalui intravena,
intra-arteri, intraspinal dan intraseberal, tidak melibatkan proses
penyerapan, obat langsung masuk ke peredaran darah dan kemudian
menuju sisi reseptor (receptor site).Proses penyerapan dasar
penting dalam menentukan aktifitas farmakologis obat. Kegagalan
atau kehilangan obat selama proses penyerapan akan memperngaruhi
aktifitas obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan (Setiawati, A.
dan F.D. Suyatna, 1995).
Setelah diinjeksikan diamati pada menit berapa mencit terlihat
lemas dan dicatat waktu tersebut sebagai onset. Diamati pula ketika
mencit terlihat segar kembali,waktu tersebut adalah durasi . Onset
adalah waktu dari obat untuk menimbulkan efek terapi. Sangat
tergantung rute pemberian dan farmakokinetik obat. Puncak, Setelah
tubuh menyerap semakin banyak obat maka konsentrasinya di dalam
tubuh semakin meningkat, Namun konsentrasi puncak - puncak respon.
Durasi kerja adalah lama obat menghasilkan suatu efek terapi dalam
tubuh (Gunawan, 2009).Berdasarkan perlakuan yang telah dilakukan,
onset yang paling cepat ialah intravena (i.v), intraperitoneal
(i.p), dan per oral (p.o). Pada literature dijelaskan bahwa onset
paling cepat adalah intraperitonial, intramuscular, subkutan,
peroral. Hal ini terjadi karena :
Intraperitonial mengandung banyak pembuluh darah sehingga obat
langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
Subkutan mengandung lemak yang cukup banyak.
Peroral disini obat akan mengalami rute yang panjang untuk
mencapai reseptor karena melalui saluran cerna yang memiliki banyak
factor penghambat seperti protein plasma.
(Gunawan, 2009).Sedangkan menurut durasinya yang paling cepat
ialah intraperitoneal (i.p), intravena (i.v) dan per oral (p.o).
Menurut literatur durasi paling cepat adalah peroral,
intraperitonial, intramuscular, subkutan.Hal ini terjadi karena
:
Peroral, karena melalui saluran cerna yang memiliki rute cukup
panjang dan banyak factor penghambat maka konsentrasi obat yang
terabsorbsi semakin sedikit dan efek obat lebih cepat.
Intraperitonial, disini obat langsung masuk ke pembuluh darah
sehingga efek yang dihasilkan lebih cepat dibandingkan
intramuscular dan subkutan karena obat di metabolisme serempak
sehingga durasinya agak cepat. Subkutan, terdapat lapisan lemak
yang paling banyak sehingga durasi lebih lama dibanding
intramuscular.(Gunawan, 2009). Pada percobaan terhadaf efek sedatif
diazepam dengan rute yang berbeda-beda adalah sebagai berikut:
Reaksi sedatif yang ditunjukkan hewan uji per oral berlangsung
lama.
Pemberian obat secara oral merupakan cara pemberian obat yang
umum dilakukan karena mudah, aman, dan murah. Namun kerugiannya
ialah banyak faktor yang dapat mempengaruhi bioavailabilitasnya
seingga waktu onset yang didapat cukup lama Reaksi sedatif yang
ditunjukkan hewan uji subkutan berlangsung lamaSubkutan terdapat
lapisan lemak yang paling banyak sehingga durasi lebih lama
dibandingkan intramuscular Reaksi sedatif yang ditunjukkan hewan
uji peritonial berlangsung cepat.Rute pemberiaan yang cukup efektif
adalah intra peritonial karena memberikan hasil kedua paling cepat
setelah intravena. Namun suntikan i.p tidak dilakukan pada manusia
karena bahaya injeksi dan adhesi terlalu besarPada praktikum kali
ini digunakn pula obat hipnotik sedatif yang merupakan golongan
obat depresan susunan saraf pusat (SSP), mulai yang ringan yaitu
menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan , hingga yang berat
(kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya kesadaran, koma dan mati
bergantung kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedasi menekan
aktifitas, menurunkan respons terhadap rangsangan dan menenangkan.
Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta
mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis (H. Sarjono,
Santoso dan Hadi R D., 1995).Sedatif menekan reaksi terhadap
perangsangan, terutama rangsangan emosi tanpa menimbulkan kantuk
yang berat. Hipnotik menyebabkan tidur yang sulit dibangunkan
disertai penurunan refleks hingga kadang-kadang kehilangan tonus
otot (Djamhuri, 1995).Hipnotika dapat dibagi menjadi beberapa
kelompok, yaitu benzodiazepin, contohnya: flurazepam,lorazepam,
temazepam, triazolam; barbiturat, contohnya: fenobarbital,
tiopental, butobarbital; hipnotik sedatif lain (Ganiswara,1995).
Kesalahan pada PraktikumPraktikan kurang cermat dalam menentukan
onset dan durasi dikarenakan panik. Terjadi beberapa kesalahan
sehingga tidak dapat dipastikan banyaknya dosis yang masuk dalam
hewan uji. Praktikan belum memahami dengan jelas refleks balik
badan yang benar pada pengujian hewan uji.6. PENUTUP.Kesimpulan
Absorbsi merupakan pengambilan obat dari permukaan tubuh atau
dari tempat-tempat tertentu pada organ ke dalam aliran darah yang
dipengaruhi beberapa faktor yakni cara pemberian obat dan bentuk
sediaan.
Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf
pusat (SSP), mulai yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau
kantuk, menidurkan , hingga yang berat (kecuali benzodiazepine)
yaitu hilangnya kesadaran, koma dan mati bergantung kepada dosis.
Rute pemberian yang dilakukan pada praktikum kali ini meliputi per
oral,subkutan, intramuskular,intraperitoneal,dan intravena. Dari
hasil percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil rute
pemberian paling cepat menurut onsetnya yaitu intravena (i.v),
intraperitoneal (i.p), dan per oral (p.o), sedangkan menurut
durasinya yang paling cepat ialah intraperitoneal (i.p), intravena
(i.v) dan per oral (p.o). Obat yang digunakan dalam praktikum kali
ini mengenai pengaruh cara pemberian obat terhadap absorbsi obat
dan efek sedatif ialah diazepam.
DAFTAR PUSTAKAAnonim, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.
Jakarta: Depkes RI. Anonim, 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.
Jakarta: Depkes RI. Ansel, Howard.C., 1989. Pengantar Bentuk
Sediaan Farmasi. Jakarta : Universitas Indonesia Press.Djamhuri,
Agus., 1995. Sinopsis Farmakologi dengan Terapan Khusus di Klinik
dan Perawatan, Edisi 1, Cetakan Ketiga, Jakarta : Hipokrates.
Ganiswara, Sulistia G (Ed), 2008.Farmakologi dan Terapi, Edisi
Revisi V, Jakarta: Balai Penerbit Falkultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Gunawan, 2009. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta :
Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia.Joenoes, Z. N., 2002.Ars
Prescribendi Jilid 3.Surabaya : Airlangga University Press.Katzung,
Bertram. G., 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : Salemba
Medika.Priyanto, 2008. Farmakologi Dasar Edisi II, Depok :
Leskonfi
Sardjono, Santoso dan Hadi rosmiati D,1995.Farmakologi dan
Terapi, Jakarta : Bagian Farmakologi FK-UI.Sulistia G. Ganiswarna,
dkk., 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi Keempat. Jakarta : Gaya
Baru.Tjay, T. H. dan Rahardja K. (2002). Obat Obat Penting. Edisi
Kelima. Jakarta : Penerbit Elex Media Komputindo. Lampiran 1 (Tugas
percobaan 1 dan 6)TUGAS PERCOBAAN 11) Jelaskan fator-faktor yang
mempengaruhi absorbsi obat dari saluran cerna.
Jawab :
Bentuk sediaan: Terutama berpengaruh terhadap kecepatan absorpsi
obat yang secara tidak langsung mempengaruhi intensitas respon
biologis obat.dalam bentuk sediaan yang berbeda, maka proses
absorpsi obat memerlukan waktu yang berbeda dan jumlah ketersediaan
hayati yang berlainan. Sifat fisik dan Kimia obat: Bentuk ester,
asam dan garam kompleks dari bahan obat dapat mempengaruhi
kelarutan dan proses absorpsi obat. Selain itu bentuk
kristal/poimorfi kelarutan dalam lemak atau air, dan derajat
ionisasi juga mempengaruhi proses absorpsi. Faktor biologis: pH
saluran cerna, sekresi cairan lambung, gerakan saluran cerna, waktu
pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus, serta banyaknya
pembuluh darah pada tempat absorpsi. Faktor lain: Umur,
makanan,adanya interaksi obat dengan senyawa lain dan penyakit
tertentu.
2) Jelaskan bagaimana caa obat dapat mempengaruhi onset dan
durasi.
Jawab :
Cara pemberian obat dapat mempengaruhi onset dan durasi dimana
hubungannya dengan kecepatan dan kelengkapan absorbsi obat.
Kecepatan absorbsi obat di sini berpengaruh terhadap onsetnya
sedangkan kelengkapan absorbsi obat berpengaruh terhadap durasinya
misalnya lengkap atau tidaknya obat yang berikatan dengan reseptor
dan apakah ada faktor penghambatnya. Cara pemberian obat yang ideal
adalah obat dengan onset cepat dan durasi panjang.3) Jelaskan
keuntungan dan kerugian dari masing-masing cara pemberian obat.
Jawab :
DeskripsiKeuntunganKerugian
Aerosol
Partikel halus atau tetesan yang dihirupLangsung masuk ke
paru-paruIritasi pada mukosa paru-paru atau saluran pernafasan,
memerlukan alat khusus, pasien harus sadar.
Bukal
Obat diletakkan diantara pipi dengan gusi
Obat diabsorpsi menembus membranTidak sukar, tidak perlu steril,
dan efeknya cepatTidak dapat untuk obat yang rasanya tidak enak,
dapat terjadi iritasi di mulut, pasien harus sadar, dan hanya
bermanfaat untuk obat yang sangat non polar
Inhalasi
Obat bentuk gas diinhalasiPemberian dapat terus menerus walaupun
pasien tidak sadarHanya berguna untuk obat yang dapat berbentuk gas
pada suhu kamar, dapat terjadi iritasi saluran pernafasan
Intramuskular
Obat dimasukkan ke dalam venaAbsorbsi cepat, dapat di berikan
pada pasien sadar atau tidak sadarPerlu prosedur steril, sakit,
dapat terjadi infeksi di tempat injeksi
Intravena
Obat dimasukkan ke dalam venaObat cepat masuk dan
bioavailabilitas 100%Perlu prosedur steriil, sakit, dapat terjadi
iritasi di tempat injeksi, resiko terjadi kadar obat yang tinggi
kalau diberikan terlalu cepat.
Oral
Obat ditelan dan diabsorpsi di lambung atau usus halusMudah,
ekonomis, tidak perlu sterilRasa yang tidak enak dapat mengurangi
kepatuhan, kemungkinan dapat menimbulkan iritasi usus dan lambung,
menginduksi mual dan pasien harus dalam keadaan sadar. Obat dapat
mengalami metabolisme lintas pertama dan absorbsi dapat tergganggu
dengan adanya makanan
Subkutan
Obat diinjeksikan dibawah kulitPasien dapat dalam kondisi sadar
atau tidak sadarPerlu prosedur steril, sakit dapat terjadi iritasi
lokal di tempat injeksi
Sublingual
Obat terlarut dibawah lidah dan diabsorpsi menembus
membranMudah, tidak perlu steril dan obat cepat masuk ke sirkulasi
sistemikTidak dapat untuk obat yang rasanya tidak ennak,dapat
terjadi iritasi di mulut, pasien harus sadar, dan hanya bermanfaat
untuk obat yang sangat larut lemak
Transdermal
Obat diabsorpsi menembus kulitObat dapat menembus kulit secara
kontinyu, tidak perlu steril, obat dapat langsung ke pembuluh
darahHanya efektif untuk zat yang sangat larut lemak, iritasi lokal
dapat terjadi
TUGAS PERCOBAAN 61) Apa tujuan mengadaptasikan mencit sebelum
dilakukan percobaan?
Jawab : Mencit merupakan hewan yang tidak mempunyai kelenjar
keringat, jantung terdiri dari empat ruang dengan dinding atrium
yang tipis dan dinding ventrikel yang lebih tebal. Dengan
mengetahui sifat-sifat karakteristik hewan yang akan diuji
diharapkan lebih menyesuaikan dan tidak diperlakukan tidak wajar.
Tujuan mengadaptasikan mencit sebelum dilakukan percobaan itu agar
mencit tidak dalam kondisi tegang atau stress.2) Jelaskan mekanisme
terjadinya efek sedatif dan apa bedanya dengan efek anastesi.
Jawab : Mekanisme terjadinya efek sedatif oleh aksi
gamma-aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat
sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi post
sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membrane sel tidak
dapat dieksitasi. Hal ini menghasilkan efek sedatif. Sedangkan
mekanisme terjadinya efek anastesi berdasarkan penurunan
permeabilitas membran terhadap ion natrium, pada konsentrasi
tinggi, aliran kalium juga ditahan. Penurunan permeabilitas membran
enstabilisasi potensial istirahat (menghindari
depolarisasi).Hantaran rangsangan akan dikurangi atau diblokir.3)
Cari dan jelaskan cara uji daya sedatif yang lain berikut alat-alat
yang digunakannya .Jawab : Pengujiam dilakukan dengan menggunakan
metode traction test dan fireplate test pada menit ke-0, 5, 10, 15,
30, 60, 90 dan 120 setiap metode setelah diberikan perlakuan.
Perlakuan diberikan hanya pada saat akan dilakukan pengujian saja.
Traction Test Lengan hewan uji digantungkan pada alat traction test
secara horizontal. hewan abnormal akan memerlukan waktu yang lama
untuk membalikkan badan bahkan akan terjatuh dibandingkan dengan
hewan normal. Hal ini menunjukkan bahwa hewan tersebut berada dalam
pengaruh efek sedatif. Sedangkan hewan normal setelah digantungkan
pada alat akan segera membalikkan badan dengan cepat dalam waktu
maksimal 5 detik.Pengamatan dilakukan dengan mengukur waktu jatuh
dan balik badan hewan pada setiap rentang waktu pengamatan yang
digunakan . Fireplace Test Hewan uji diletakkan kedalam tabung
kaca, hewan normal akan berusaha lompat keluar dari tabung dalam
waktu 30 detik sedangkan hewan abnormal yang telah memiliki efek
sedatif akan keluar tabung kaca lebih dari 30 detik. Pengamatan
dilakukan dengan melihat waktu lompat hewan keluar dari tabung
setiap rentang waktu Pengujian. Alat yang digunakan pada penelitian
ini berupa maserator, rotary evaporator, waterbath dan alat
pengujian efek sedatif, sedangkan bahan yang digunakan dalam
penelitian ini berupa diazepam dan daun kratom dengan tulang daun
berwarna merah.Lampiran 2
( Lembar laporan sementara )
Peralatan disiapkan
Tikus ditimbang bobot badannya
Dilakukan perhitungan konversi dosis,konsentrasi larutan,jumlah
obat yang harus diambil,volume diazepam yang akan diberikan.
Diazepam diberikan pada hewan uji melalui cara pemberian (sesuai
masing masing kelompok).
Hewan uji setelah mendapat perlakuan,diamati,dan dicatat dengan
seksama waktu mulai hilangnya reflek balik badan sampai dengan
reflek balik badan,dihitung onset dan durasi tidur diazepam,
Hasil
Peralatan disiapkan
Tikus diletakan dirotoard selama 5 menit
Mencit ditandai dan diberikan bahan uji
Percobaan dilakukan pada menit ke 15,30,45,60,90 dengan tikus
diletakan pada rotoard 2 menit.
Diamati beberapa kali tikus jatuh,reflek balik badannya dan
kornea,serta perubahan diameter pupil.
Dicatat jumlah dan ukur masing-masing pengamatan.