Petunjuk Pratikum Farmakologi
Percobaan IPENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORPSI OBAT
I. Tujuan : Mengenal, mempraktekkan, dan membandingkan cara-cara
pemberian obat terhadap kecepatan absorpsinya, menggunakan data
farmakologi sebagai tolak ukurnya.II. Teori :Jumlah obat yang masuk
ke dalam tubuh bergantung pada kepatuhan pasien pada aturan obat
yang diresepkan dan pada laju (rate) dan banyaknya (extent) obat
yang dibawa dari tempat pemberian ke darah. Kelebihan dosis dan
kekurangan dosis relatif terhadap dosis yang dianjurkan kedua aspek
kegagalan kepatuhan sering kali dapat dideteksi melalui pengukuran
konsentrasi bila deviasi yang besar dari nilai yang diharapkan
ditemukan. Kalau kepatuhan dilihat cukup memadai,
abnormalitas-abnormalitas absorpsi di dalam usus halus mungkin
disebabkan oleh konsentrasi-konsentrasi rendah yang tidak normal.
Variasi dalam besarnya bioavailabilitas jarang disebabkan oleh
ketidakberesan pada pembuatan formulasi obat tertentu. Sering kali
variasi dalam bioavailabilitas disebabkan oleh metabolisme selama
absorpsi.Pemberian obat melalui mulut (per oral) adalah cara yang
paling lazim, karena sangat praktis, mudah dan aman. Namun, tidak
semua obat dapat diberikan per oral, misalnya obat yang bersifat
merangsang (emetin dan aminophilin) atau yang diuraikan oleh getah
lambung seperti insulin, oksitosin. Untuk mencapai efek lokal di
usus digunakan pemberian oral, misalnya obat cacing dan antibiotik.
Kerugian pemberian obat per oral ialah banyak faktor dapat
mempengaruhi bioavailabilitasnya, obat dapat mengiritasi saluran
cerna, dan perlu kerjasama dengan penderita, tidak bisa dilakukan
bila pasien koma.Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan
dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau
melalui selaput lendir. Injeksi dapat berupa larutan, emulsi,
suspensi atau serbuk steril yang harus dilarutkan atau
disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan. Pemberian obat secara
parenteral (harfiah berarti di luar usus) biasanya dipilih bila
diinginkan efek yang cepat, kuat dan lengkap atau untuk obat yang
merangsang atau dirusak getah lambung (hormon), atau tidak
diresorpsi usus (streptomisin), begitu pula pada pasien yang tidak
sadar atau tidak mau bekerja sama. Adapun jenis-jenis pemberian
obat secara parenteral yang biasa digunakan dalam pengobatan adalah
sebagai berikut: injeksi intra kutan atau intra dermal (i.c);
injeksi subkutan atau hipoderma (s.c); injeksi intra muskulus
(i.m); injeksi intra vena (i.v); injeksi intra arterium (i.a);
injeksi intraktor atau intra kardial (i.k.d); injeksi intratekal
(i.t), intraspinal, intradural; injeksi intratikulus; injeksi
subkonjungtiva; injeksi Intra peritoneal (i.p); peridural (p.d),
ekstra dural; intrasisternal (i.s). III. Cara Percobaan :3.1 Alat
dan Bahana. AlatBaskom, gelas beker 50 mL; 250 mL, jarum berujung
tumpul (untuk per oral), neraca analitik, sarung tangan, spuit
injeksi dan Jarum (1-2 ml), dan stopwatch.b. BahanAlkohol 70 %,
larutan stok natrium pentobarbital 2 mg/mL; 20 mg/mL, dan xylol.c.
Hewan UjiMencit 3.2 Cara Kerja1. Hewan uji dibagi menjadi 5
kelompok, masing-masing sebanyak 3 ekor.2. Timbang hewan uji
terlebih dahulu untuk memperhitungkan volume natrium pentobarbital
yang akan diberikan (dosis: 35 mg/kg BB).3. Berikan natrium
pentobarbital pada hewan uji ditiap kelompok dengan cara oral,
subkutan, intra muskular, intra peritoneal, dan intra vena. Oral :
berikan melalui mulut dengan jarum ujung tumpul Subkutan : masukkan
jarum injeksi di bawah kulit pada tengkuk hewan uji Intra muskular
: suntikkan jarum injeksi ke dalam otot pada daerah otot gluteus
maximus Intra peritoneal : suntikkan jarum ke dalam rongga perut,
hati-hati jangan sampai masuk ke dalam usus Intra vena : suntikkan
ke dalam vena lateralis pada ekor hewan uji4. Amati hewan uji, dan
catatlah waktu hilangnya reflek balik badan serta waktu kembali
reflek balik badan.5. Hitung onset dan durasi waktu tidur natrium
pentobarbital dari masing-masing kelompok.6. Bandingkan dengan uji
statistik analisa varian pola searah dengan taraf kepercayaan
95%.
IV. Data Percobaan :Tabel I. Data Hasil PercobaanNo hewanCara
pemberianBerat badan (g)WaktuOnsetDurasi
PemberianReflek gerak
Hilang Kembali
123Peroral
123Subkutan
123Intra peritoneal
123Intra muskular
123Intra vena
V. Diskusi Hasil1. Apakah faktor yang dapat mempengaruhi
absorpsi obat dari saluran cerna?2. Jelaskan bagaimana cara
pemberian obat dapat mempengaruhi onset dan duraasi obat!3.
Jelaskan keuntungan dankerugian masing-masing cara pemberian
obat!
Percobaan IIANALGETIKA
I. Tujuan : Mengenal, mempraktekkan, dan membandingkan metode
uji daya analgetik pada hewan percobaan dan obat analgetik.II.
Teori :Analgetika adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau
rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan
anestetika umum). Rasa nyeri diakibatkan terlepasnya zat-zat
mediator nyeri yang dipicu oleh berbagai macam rangsangan. Mediator
nyeri antara lain: histamine, serotonin, bradikinin, prostaglandin.
Zat-zat ini meningkatkan kepekaan ujung saraf sensoris bagi
rangsangan nyeri yang diakibatkan oleh mediator lainnya.
Berdasarkan kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua
kelompok besar yaitu:a. Analgetika perifer (non-narkotik), yang
terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak
bekerja sentral.b. Analgetika narkotik, khusus digunakan untuk
menghalau rasa nyeri hebat, seperti pada fractura dan
kanker.Analgetik narkotika atau opioid merupakan kelompok obat yang
memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Semua analgesik
opioid menimbulkan adiksi. Yang termasuk golongan opioid ialah :a.
Obat yang berasal dari opium morfinb. Senyawa semisintetik morfinc.
Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin. Analgetika lemah yang
biasa disebut analgetika yang bekerja perifer atau kecil memiliki
spektrum kerja farmakologi yang mirip walaupun struktur kimianya
berbeda-beda. Di samping kerja analgetika senyawa-senyawa ini
menunjukan kerja antipiretik dan juga komponen kerja antiflogistika
dengan pengecualian turunan asetilanilida. Secara kimiawi,
analgetik perifer dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yakni:a.
Parasetamolb. Salisilat : asetosal, salisilamida, dan benorilatc.
Penghambat prostaglandin (NSAIDs) : ibuprofen (Arthrifen), dan
lain-laind. Derivat-derivat antranilat : mefenamat, asam niflumat
glafenin, floktafenine. Derivat-derivat pirazolinon : aminofenazon,
isopropilfenazon, (migrain, sedanal), isopropilaminofenazon, dan
metamizolf. Lainnya : benzidamin (tantum). III. Cara Percobaan :3.1
Alat dan Bahana. AlatBaskom, hot plate, gelas beker, jarum suntik 1
mL, labu ukur, neraca analitik, sonde oral modifikasi, dan
stopwatch. b. BahanAquades, antalgin, asam asetat 30%, asam
mefenamat, ibuprofen, larutan Na-CMC 0,5%, dan parasetamol.c. Hewan
UjiMencit 3.2 Cara Kerjaa. Metode Jansen & Jaqeneau1. Siapkan
dan timbang hewan uji, bagi menjadi 5 kelompok, masing-masing
kelompok sebanyak 3 ekor.2. Buat larutan stok Na-CMC 0,5% (kontrol
negatif), ibuprofen, parasetamol, asam mefenamat, dan antalgin.3.
Berikan larutan stok ke hewan uji secara intra peritoneal, diamkan
selama 15 menit.4. Masukkan hewan uji ke gelas beker pada hot
plate, amati setiap 15 detik selama 5 x 15 detik (yang diamati:
grooming & meloncat).b. Metode Witkin et al1. Siapkan dan
timbang hewan uji, bagi menjadi 5 kelompok, masing-masing kelompok
sebanyak 3 ekor.2. Buat larutan stok Na-CMC 0,5% (kontrol negatif),
ibuprofen, parasetamol, asam mefenamat, dan antalgin.3. Berikan
larutan stok ke hewan uji secara intra peritoneal, diamkan selama 5
menit.4. Hewan uji diinduksi dengan larutan asam asetat 30% secara
intra muskular.5. Amati jumlah geliat yang timbul selama 20 menit
dan tentukan onset of action dari obat.
IV. Data Percobaan :Tabel I. Data Hasil Percobaan Metode Jansen
& JaqeneauNo hewanPerlakuanBerat badan (g)Vol (ml)Grooming
& meloncatOnset
1530 456075
123
123
123
123
123
Tabel II. Data Hasil Percobaan Metode Witkins et alNo
hewanPerlakuanBerat badan (g)Vol (ml)Onset of action (detik)Jumlah
geliat
123
123
123
123
123
V. Diskusi Hasil1. Apakah analgetika itu?2. Mengapa analgetika
kadang-kadang perlu diberikan kepada penderita?3. Bagaimana
terjadinya rasa nyeri?4. Bagaimana daya analgetika opioid dan non
opioid?Percobaan IIIANTI INFLAMASI
I. Tujuan : Mempelajari daya anti inflamasi obat pada binatang
dengan radang buatan.II. Teori :Analgetika anti radang (NSAIDs)
berkhasiat analgetis, antipiretis, serta antiradang
(antiflogistis), dan sering sekali digunakan untuk menghalau gejala
penyakit rema, seperti A.R., artrosis, dan spondylosis. Obat ini
efektif untuk peradangan lain akibat trauma (pukulan, benturan,
kecelakaan), juga misalnya setelah pembedahan, atau pada memar
akibat olahraga. Obat ini dipakai pula untuk mencegah pembengkakan
bila diminum sedini mungkin dalam dosis yang cukup tinggi.
Selanjutnya NSAIDs juga digunakan untuk kolik saluran empedu dan
kemih, serta keluhan tulang pinggang dan nyeri haid (dysmenorroe).
Akhirnya, NSAIDs juga berguna untuk nyeri kanker akibat metastase
tulang. Obat-obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan suatu
grup obat yang secara kimiawi tidak sama, yang berbeda aktivitas
antipiretik, analgesik dan anti-inflamasinya. Obat-obat ini
terutama bekerja dengan jalan menghambat enzim siklo-oksigenase
tetapi tidak enzim lipoksigenase. Sebagai gejala reaksi meradang
dapat diamati terjadinya pemerahan (rubor), pembengkakan (tumor),
panas meningkat (calor), nyeri (dolor), dan gangguan fungsi
(functio laesa). Gejala-gejala ini merupakan akibat dari gangguan
aliran darah yang terjadi akibat kerusakan jaringan dalam pembuluh
pengalir terminal, gangguan keluarnya plasma darah (eksudasi) ke
dalam ruang ekstrasel akibat meningkatnya ketebalan kapiler dan
perangsangan reseptor nyeri. Reaksi ini disebabkan oleh pembebasan
bahan-bahan mediator (histamin, serotonin, prostaglandin,
kinin).Secara kimiawi analgetika anti radang (NSAIDs) biasanya
dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu :1. Salisilat : asetosal,
benorilat, dan diflunisal. 2. Asetat : alklofenac, diklofenac,
indometasin, sulindac, juga fentiazac. 3. Propionat : ibuprofen,
ketoprofen, naproksen, dsb.4. Oxicam : piroxicam, tenoxicam, dan
meloxicam.5. Derivat antranilat : mefenaminat, nifluminat, dan
meclofenamic acid.6. Pirazolon : fenilbutazon dan azapropazon.7.
Lainnya : benzidamin III. Cara Percobaan :3.1 Alat dan Bahana.
AlatAlat suntik (1 ml), baskom, beker glass, kapas, labu ukur,
neraca analitik, pletismograph, sonde oral.b. BahanAsetosal,
curcuma, karagenin 1% dalam tilosa 1%, Na-CMC, Na-diklofenak,
piroxicam. c. Hewan UjiMencit 3.2 Cara KerjaMetode Uji Antiedema1.
Siapkan dan timbang hewan uji, bagi menjadi 5 kelompok,
masing-masing kelompok sebanyak 3 ekor.2. Pada kedua kaki belakang
hewan uji beri tanda di atas lutut.3. Berikan larutan stok
Na-diklofenak, piroxicam, asetosal, curcuma, dan Na-CMC (kontrol
negatif) secara per oral.4. Diamkan hewan uji selama 15 menit dan
suntikkan karagenin 0,1 ml pada telapak kaki.5. Ukur dengan segera
volume udem dengan mencelupkan telapak kaki ke dalam air raksa pada
alat pletismograph.6. Ulangi pengukuran pada menit ke-15, 30, 45,
60 dan 75.7. Hitunglah persen (%) penghambatan inflamasi tiap obat
dan potensi relatif tiap obat pada tiap dosis.IV. Data Percobaan
:Tabel I. Data Hasil Percobaan Metode Uji AntiedemaBobot badan
(g)PerlakuanVol. pemberian (ml)Vol. karagenin (ml)Volume udem
(ml)
1530 456075
Tabel II. Rata-rata Volume UdemNo. hewanPerlakuanVolume udem
(ml)Rata-rata
123
123
123
123
123
V. Diskusi Hasil1. Setelah pemberian karagenin, kenapa
pengukuran volume udem diulangi 3 jam kemudian?2. Tentukan obat
yang paling poten dalam menghambat peradangan karena karagenin.
Jelaskan jawaban anda!3.Bagaimana terjadinya eritema sebagai akibat
inflamasi?4.Tentukan obat yang paling poten dalam menghambat
terjadinya eritema. Jelaskan jawaban saudara!
Percobaan IVUJI KETOKSIKAN AKUT
I. Tujuan : Memahami tujuan, sasaran, tata cara pelaksanaan,
luaran, dan manfaat uji ketoksikan akut sesuatu obat.II. Teori
:Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat
terhadap tubuh dan sebenarnya termasuk pula dalam kelompok
farmakodinamika, karena efek terapeutis obat berhubungan erat
dengan efek toksisnya. Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis yang
cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak organisme
(Sola dosis facit venenum: hanya dosis membuat racun, Paracelsus).
Pada umumnya, hebatnya reaksi toksis berhubungan langsung dengan
tingginya dosis: bila dosis diturunkan, efek toksis dapat dikurangi
pula. Berdasarkan keahliannya, kegiatan toksikologi terbagi atas 3
(tiga) golongan yaitu:1. Descriptive Toxicologist Descriptive
Toxicologist secara langsung berhubungan dengan pengujian sifat
racun. 2. Mechanistic Toxicologist Mechanistic toksikologist
aktifitasnya berhubungan dengan mekanisme yang digunakan oleh zat
kimia dalam mengembangkan efek toksis mereka pada organisme hidup.
3. Regulatory ToxicologistBidang ini memiliki tanggung jawab
langsung memutuskan atas dasar data yang disediakan oleh
descriptive toxicology apakah satu obat atau zat kimia mempunyai
bahaya yang cukup rendah untuk dipasarkan bagi penggunaan yang
dijelaskan F.D.A (= Food and Drug Adminsitration) bertanggung jawab
untuk pengakuan terhadap obat-obatan, kosmetika bahan aditif pada
makanan-makanan yang dipasarkan E.P.A (= Environmental Protection
Agency) bertanggung jawab untuk pengaturan banyak zat-zat kimia
yang lain. Dua bidang lain yang dikhususkan dari Toksikologi
diantaranya sebagai berikut: 1. Forensic ToxicologistForensic
Toxicologist adalah satu bentuk campuran dari kimia analisa dan
asas-asas dasar toksikologi, terutama berhubungan dengan
aspek-aspek medicolegal (=keabsahan secara kedokteran) dari efek
yang merugikan dari zat-zat kimia pada manusia dan binatang.2.
Clinical ToxicologistClinical Toxicologist menunjukkan bahwa
didalam ilmu kedokteran ada satu bidang keahlian yang dengan tegas
berhubungan dengan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh atau
disertai secara khusus, zat-zat toksis. Toksisitas akut merupakan
percobaan yang meliputi Single Dose Experiments yang dievaluasi
3-14 hari sesudahnya tergantung dari gejala yang ditimbulkan. Batas
dosis harus dipilih sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh suatu
kurva dosis respons yang dapat berwujud respons bertahap (misalnya
mengukur lamanya waktu tidur) atau suatu respons kuantal (misalnya
mati). Biasanya digunakan 4-6 kelompok terdiri dari sedikitnya 4
ekor tikus. Peningkatan dosis harus dipilih dengan log-interval
atau antilog-interval, misalnya : I. 10 mg/kgBB; II. 15 mg/kgBB;
III. 22,5 mg/kgBB; IV.33,75 mg/kgBB. Batas dosis ini diharapkan
dapat menimbulkan respons pada 10-90% dari hewan coba.III. Cara
Percobaan :3.1 Alat dan Bahana. AlatAlat-alat gelas, alat suntik (
1 ml), baskom, kapas, neraca analitik, stopwatch.b. BahanLarutan
stok propranolol HCl 40 mg/3 ml c. Hewan UjiMencit jantan atau
betina3.2 Cara Kerja1. Hewan uji diadaptasikan di laboratorium dan
timbang berat badannya.2. Bagi hewan uji menjadi 5 kelompok,
masing-masing 5 ekor.3. Pada masing-masing kelompok berikan larutan
stok propranolol secara intra peritoneal dengan dosis: 15 mg/kgBB;
30 mg/kgBB; 60 mg/kgBB; 120 mg/kgBB; dan 240 mg/kgBB.4. Diamkan
hewan uji dan amati selama 24 jam. Kriteria pengamatan: gelisah,
tremor, kepasifan, miosis, feses tidak berbentuk dan hitam, diare,
kulit kemerahan, nafas cepat.5. Amati jumlah hewan uji yang mati
dan hitung nilai LD50 dengan metode Miller & Tainter dan metode
Farmakope Indonesia.
Beberapa potensi ketoksikan akut berdasarkan nilai LD50 hasil
perhitungan metode FI yaitu :Sangat tinggi, bila LD50 = < 1
mg/kgTinggi = 1 50 mg/kgSedang = 50 500 mg/kgSedikit toksis = 500
5000 mg/kgHampir tidak toksis = 5 15 mg/kgRelatif tidak berbahaya =
> 15 mg/kg IV. Data Percobaan :Tabel I. Data Hasil Percobaan
Ketoksikan AkutNo Dosis Hewan uji mati Hewan uji
Tabel II. Data hasil pengamatan perilaku/perubahan fisik mencit
No.Bobot mencit (g)Vol. pemberian (ml)Menit ke-Pengamatan dan
pemeriksaan tanda umum
V. Diskusi Hasil1. Jelaskan perbedaan tata cara perhitungan LD50
antara metode Miller & Tainter, Thomson-Weil, dan
Litchfiel-Wilcoxon?2.Jelaskan tujuan, sasaran, luaran dan manfaat
uji ketoksikan akut suatu obat?
Percobaan VPENGUJIAN OBAT PADA SISTEM SARAF
I. Tujuan : Mengetahui efek yang terjadi setelah pemberian
obat-obat sistem saraf otonom pada hewan uji dengan uji
neurofarmakologik pada hewan uji. Selain itu juga mengetahui onset
dan durasi dari kerja obat-obat sistem saraf pusat.II. Teori
:Sistem saraf terdiri dari dua kelompok, yakni susunan saraf pusat
(SSP) yang terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang, dan
susunan saraf perifer dengan saraf-saraf yang secara langsung atau
tak langsung ada hubungannya dengan SSP. Saraf perifer terbagi
menjadi dua bagian, yakni susunan saraf motoris yang bekerja
sekehendak kita, misalnya otot-otot lurik (kaki, tangan, dan
sebagainya) serta susunan saraf otonom (SSO) yang bekerja menurut
aturannya sendiri. Tugas pokok terpenting dari sistem saraf adalah
mengatur kegiatan tubuh. Ini dicapai dengan mengatur (1) kontraksi
otot rangka di seluruh tubuh, (2) kontraksi otot polos di dalam
rongga internal, dan (3) sekresi kelenjar eksokrin dan endokrin
dalam banyak bagian tubuh. Kegiatan-kegiatan ini secara
bersama-sama disebut fungsi motorik sistem saraf, serta otot dan
kelenjar disebut efektor karena mereka melakukan fungsi yang
diperintahkan oleh isyarat saraf.Susunan saraf otonom terdiri atas
dua bagian yaitu susunan (ortho) simpatik dan susunan parasimpatik.
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kedua susunan ini bekerja
antagonis : bila satu sistem merintangi fungsi tertentu, sistem
lainnya justru menstimulasinya. Tetapi dalam beberapa hal,
khasiatnya berlainan sama sekali atau bahkan bersifat sinergistis.
Menurut khasiatnya, obat otonom dapat digolongkan sebagai
berikut:1. Zat-zat yang bekerja terhadap susunan simpatik, yakni:a.
Simpatomimetika (adrenergika), yang meniru efek dan perangsangan
susunan simpatik.b.Simpatolitika (adrenolitika), yang justru
menekan saraf simpatik atau melawan efek adrenergika.2. Zat-zat
yang bekerja terhadap susunan parasimpatik,
yakni:a.Parasimpatomimetika (kolinergika), yang merangsang
organ-organ yang dilayani saraf parasimpatik dan meniru efek
perangsangan dengan asetilkolin.b.Parasimpatolitika
(antikolinergika), yang justru melawan efek parasimpatomimetika..
Obat yang bekerja terhadap susunan saraf pusat dapat dibagi dalam
beberapa golongan besar, yakni :1. Psikofarmaka (psikotropika),
yang meliputi :a.Psikoleptika, jenis obat yang pada umumnya menekan
dan atau menghambat fungsi-fungsi tertentu dari susunan saraf
pusat, yakni hipnotika, sedativa dan tranquillizers dan
antipsikotika.b. Psiko-analeptika, jenis obat yang menstimulasi
seluruh susunan saraf pusat, yakni antidepresiva dan
psikostimulansia.2. Jenis obat untuk gangguan neurologis, seperti
antiepileptika, MS (multiple sclerosis), dan penyakit Parkinson.3.
Jenis obat yang menghalau atau memblokir perasaan sakit, seperti
analgetika, anestesi umum, dan lokal.4. Jenis obat vertigo dan obat
migrain.Anestetika umum dapat menekan susunan saraf pusat secara
bertingkat dan berturut-turut menghentikan aktivitas bagiannya. Ada
4 taraf narkosa, yakni :1. Anelgesia, kesadaran berkurang rasa
nyeri hilang dan terjadi eurofia (rasa nyaman) yang disertai impian
yang mirip halusinasi.2. Eksitasi, kesadaran hilang dan timbul
kegelisahan. Kedua taraf ini juga disebut taraf induksi.3.
Anestesia, pernafasan menjadi dangkal, cepat, dan teratur, seperti
keadaan tidur (pernafasan perut). Gerakan mata dan refleks mata
hilang, sedangkan otot menjadi lemas.4. Kelumpuhan sumsum tulang,
kegiatan jantung dan pernafasan terhenti. Taraf ini sedapat mungkin
dihindarkan.III. Cara Percobaan :3.1 Alat dan Bahana. AlatAlat
suntik tajam, alat suntik oral, baskom, beker glass, kapas, labu
takar 10 ml, neraca analitik, pinset, pipet volume, stopwatch,
toples bertutup (1-3 liter).b. BahanPilokarpin 20 mg/mL,
propranolol, eter, kloroform, dan natrium pentotal.c. Hewan
UjiMencit jantan atau betina3.2 Cara Kerjaa. Percobaan obat-obat
sistem saraf otonom1. Hewan uji ditimbang dan bagi menjadi 2
kelompok, masing-masing sebanyak 3 ekor.2. Berikan pilokarpin (7,5
mg/kgBB) secara per oral untuk kelompok I dan propranolol (120
mg/kgBB) secara per oral untuk kelompok II.3. Lakukan pengamatan
setelah pemberian obat meliputi: pupil mata, diare, tremor, warna
daun telinga, grooming, dsb.b. Percobaan obat-obat sistem saraf
pusatOnset dan durasi barbiturat kerja panjang1. Suntikkan Natrium
pentotal (dosis manusia 40 mg/kgBB) secara intra peritoneal pada
hewan uji.2. Amati gejala yang timbul dan catat waktu mulai tidur
(onset) dan lama hewan uji tidur (durasi).Onset dan durasi anestesi
umum: eter1. Letakkan hewan uji dalam toples dan tutup.2. Catat
kecepatan pernafasan dari hewan uji serta aktivitasnya.3. Buka
toples dan masukkan kapas yang telah dibasahi dengan 1,5 ml eter.4.
Tutup kembali toples sampai hewan uji teranestesi.5. Lepas tutup
toples, catat onset dan durasi serta amati gejala sebelum hewan uji
teranestesi.6. Keluarkan hewan uji dari toples, lakukan tes
hilangnya rasa sakit dengan menusuk kulit hewan uji menggunakan
jarum suntik serta jepit ekornya dengan pinset.Onset dan durasi
anestesi umum: kloroform1. Letakkan hewan uji dalam toples dan
tutup.2. Catat kecepatan pernafasan dari hewan uji serta
aktivitasnya.3. Buka toples dan masukkan kapas yang telah dibasahi
dengan 0,75 ml kloroform.4. Tutup kembali toples sampai hewan uji
teranestesi.5. Lepas tutup toples, catat onset dan durasi serta
amati gejala sebelum hewan uji teranestesi.6. Keluarkan hewan uji
dari toples, lakukan tes hilangnya rasa sakit dengan menusuk kulit
hewan uji menggunakan jarum suntik serta jepit ekornya dengan
pinset. IV. Data Percobaan :Tabel I. Data Hasil Percobaan Onset dan
DurasiNo hewanBobot badan (g)PerlakuanVolume Pemberian
(ml)Onset(menit)Durasi(menit)
123
123
123
Tabel II. Data hasil pengamatan No. HewanBerat Badan
(g)PerlakuanVolume Pemberian (ml)MenitKe-Pengamatan
123
123
Percobaan VIANTIPIRETIK
I. Tujuan : Mengenal dan mempraktekkan uji anti demam
menggunakan metode induksi demam.II. Teori :Efek antipiretik yaitu
obat yang mirip aspirin akan menurunkan suhu badan hanya pada
keadaan demam, walaupun kebanyakan obat ini memperlihatkan efek
antipiretik in vitro, tidak semuanya berguna sebagai antipiretik
karena bersifat toksik bila digunakan secara rutin atau terlalu
lama. Fenilbutazon dan antireumatik lainnya tidak dibenarkan
digunakan sebagai antipiretik atas alasan tersebut. Obat-obat
analgetik antipiretik merupakan terapi pilihan pada hampir semua
kasus demam. Obat-obat ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu
golongan salisilat, derivat-derivat para aminophenol
(acetaminophen), dan derivat-derivat pyrazolon (phenylbutazone).
Semuanya merupakan obat antipiretik yang efektif. Semua kerjanya
pertama pada susunan saraf pusat untuk menimbulkan efek terapetik
terhadap kenaikan suhu tubuh yang patologis.Obat analgetika dan
antipiretik adalah obat-obat yang dapat menghilangkan atau
mengurangi rasa sakit, sekaligus menurunkan suhu tubuh tinggi. Obat
analgetika dan antipiretik mempengaruhi pusat-pusat pengatur kalor
dari sistem saraf pusat yang terletak di hipotalamus dan reaksi
yang timbul antara lain terjadi vasodilatasi pada kulit yang
mengakibatkan pengeluaran kalor bertambah. Obat-obat
analgesik-antipiretik:a. Turunan salisilat, antara lain asetosal
dan salisilamidb. Turunan p-Aminofenol, antara lain asetaminofenc.
Turunan pirazolon, antara lain metampirond. Turunan asam
antranilat, antara lain asam mefenamat dan glafeninIII. Cara
Percobaan :3.1 Alat dan Bahana. AlatBaskom, gelas beker 50 dan 500
ml, gelas ukur 5 ml, kapas, labu ukur 10 ml, neraca analitik,
pipet, spuit injeksi (1 ml), sonde oral, dan termometer digital.b.
BahanAquades, asetosal, ibuprofen, metamizol, parasetamol, dan
stimulus demam pepton 12,5%.c. Hewan UjiMencit jantan atau
betina3.2 Cara Kerja1. Adaptasikan dan timbang hewan uji. Bagi
menjadi 5 kelompok, masing-masing sebanyak 2 ekor.2. Ukur suhu
tubuh hewan uji melalui rectal, berikan secara per oral larutan
obat (parasetamol, metamizol, asetosal, ibuprofen, dan
aquades/kontrol negatif) pada masing-masing kelompok.3. Diamkan
hewan uji selama 15 menit dan induksi stimulus demam berupa pepton
12,5% secara intra muskular (i.m).4. Ukur suhu tubuh hewan uji
melalui rectal setiap interval waktu 0,15, 30, 45, dan 60 menit.5.
Hitung persentasi peningkatan suhu tubuh akibat stimulasi demam.IV.
Data Percobaan :Tabel I. Data Hasil Pemberian Volume Bahan Uji dan
Volume PeptonNohewanBerat badan (g)PerlakuanVol.pemberian bahan uji
(mL)Volume pepton(induksi demam) (mL)
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
Tabel II. Data hasil pengukuran suhu pada uji anti demam
NohewanBobot mencit (g)PerlakuanSuhu (C)
TAwalT0T15T30T45T60
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
Percobaan VIIEFEK SEDATIF
I. Tujuan : Mempelajari pengaruh obat penekanan susunan saraf
pusat.II. Teori :Hipnotik atau obat tidur (Yunani : hypnos = tidur)
adalah zat-zat yang dalam dosis terapi diperuntukkan meningkatkan
keinginan faal untuk tidur dan mempermudah atau menyebabkan tidur.
Lazimnya, obat ini diberikan pada malam hari. Bilamana zat-zat ini
diberikan pada siang hari dalam dosis yang lebih rendah untuk
tujuan menenangkan, maka dinamakan sedatif (obat-obat pereda). Oleh
karena itu, tidak ada perbedaan yang tajam antara kedua kelompok
obat ini. Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat depresan
susunan saraf pusat (SSP) yang relatif tidak selektif, mulai dari
yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan,
hingga yang berat (kecuali benzodiazepin) yaitu hilangnya
kesadaran, keadaan anestesi, koma, dan mati, bergantung kepada
dosis. Pada dosis terapi obat sedatif menekan aktivitas, menurunkan
respon terhadap perangsangan emosi dan menenangkan. Obat hipnotik
dapat menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan
tidur yang menyerupai tidur fisiologis.Pilihan utama obat hipnotik
adalah derivat-derivat short acting yang resorpsi dan mulai
kerjanya pesat, antara 20 menit-1 jam, yaitu estrazol, triazolam,
dan temazepam, (sebagai larutan kapsul lunak). Obat-obat medium
acting nitrazepam, flurazepam, lorazepam dan klormetazepam dapat
digunakan untuk waktu singkat, maksimal 2 minggu. Pada keesokan
harinya, separuh dari kadar di dalam plasma sudah diekskresikan.
Sisanya mencegah kemungkinan akan efek penarikan, tetapi kadarnya
terlalu rendah untuk menimbulkan akumulasi dan
hang-over.Berdasarkan pengukuran neurofisiologik, dapat dibedakan
berbagai jenis tidur, yaitu :a. Tidur ortodoks tersinkronisasi
(tidur Non-REM) b. Tidur paradoks atau tidur REM Tidur ortodoks
secara elektroensefalografi dibagi lagi dalam berbagai fase tidur
stadium memasuki tidur (stadium I), stadium tidur ringan (stadium
II), stadium cukup dalam (stadium III) dan stadium tidur dalam
(stadium IV). Tidur yang berbentuk seperti gelombang ini diputuskan
oleh fase tidur khusus, yaitu terjadi salvo gerakan mata yang cepat
disebut fase REM (Rapid Eye Movement). Tidur REM ditandai oleh
aktivitas listrik kuat, sedangkan parameter lain sama dengan
parameter tidur dalam (tonus otot minimum, gelombang bangun
tinggi). Fase REM ini berlangsung rata-rata sekitar 20 menit yang
disebut tidur paradoks. Fase REM adalah waktu yang pada saat itu
terjadi mimpi. Jangka waktu tidur ortodoks dan tidur REM menurun
dengan meningkatnya usia.III. Cara Percobaan :3.1 Alat dan Bahana.
AlatAlat gelas, sonde oral (1 ml), baskom, neraca analitik, rotarod
(batang berputar), stopwatch.b. BahanDiazepam 2 mg/kg BB dan 5
mg/kg BB, NaCl fisiologis 0,9%, natrium pentotal 40 mg/kg BB dan 60
mg/kg BB.c. Hewan UjiMencit jantan atau betina3.2 Cara Kerja1.
Timbang hewan uji dan bagi menjadi 5 kelompok, masing-masing 2
ekor.2. Letakkan di atas rotarod selama 5 menit untuk adaptasi.3.
Berikan obat secara per oral pada masing-masing kelompok hewan uji
(Na pentotal 40 mg/kgBB; Na pentotal 60 mg/kgBB; Diazepam 2
mg/kgBB; Diazepam 5 mg/kgBB dan NaCl fisiologis 0,9%/kontrol
negatif).4. Letakkan hewan uji di atas rotarod selama 2 menit
setelah pemberian obat menit ke-15, 30, 60, dan 120.5. Catat berapa
kali hewan uji terjatuh dari rotarod dan amati daya cengkeram pada
kawat kasa.6. Tentukan obat yang paling poten.IV. Data Percobaan
:Tabel I. Hasil pengamatan efek sedatif obatLarutan ObatDosisBerat
Mencit (g)Pemberian (ml)Jumlah TerjatuhKeterangan Daya Cengkram
V. Diskusi Hasil1. Kenapa hewan uji perlu diadaptasikan sebelum
percobaan?2. Merupakan indikasi apakah hilangnya reflek balik badan
dan kornea, daya cengkeram dan perubahan pupil?
Percobaan VIIIANTI DIARE
I. Tujuan : Mengenal dan mempraktekkan uji anti diare
menggunakan metode proteksi terhadap diare oleh oleum ricini.II.
Teori :Diare adalah keadaan buang-buang air dengan banyak cairan
(mencret) dan merupakan gejala dari penyakit-penyakit tertentu atau
gangguan lainnya, seperti diuraikan dibawah ini (Yun: diarrea =
mengalir melalui). Yang disebut diare adalah pengeluaran feses cair
atau seperti bubur berulang kali (lebih dari tiga kali sehari).
Pada penyakit usus halus atau usus besar bagian atas, akan
dieksresi feses dalam jumlah banyak dan mengandung air dalam jumlah
besar, penyakit pada kolon bagian distal menyebabkan diare dalam
jumlah sedikit. Diare disebabkan oleh meningkatnya peristaltik
usus, hingga pelintasan chymus sangat dipercepat dan masih
mengandung banyak air pada saat meninggalkan tubuh sebagai tinja.
Pada keadaan normal, proses resorpsi dan sekresi dari air dan
elektrolit-elektrolit berlangsung pada waktu yang sama di sel-sel
epitel mukosa. Proses ini diatur oleh beberapa hormon, yaitu
resorpsi oleh enkefalin (morfin endogen, analgetika narkotik),
sedangkan sekresi diatur oleh prostaglandin dan neurohormon V.I.P.
(Vasoactive Intestinal Peptide).Berdasarkan penyebabnya dapat
dibedakan empat jenis gastroenteritis dan diare sebagai berikut :1.
Diare akibat virus, misalnya influenza perut yang disebabkan antara
lain oleh rotavirus dan adenovirus. Virus melekat pada sel-sel
mukosa usus, yang menjadi rusak sehingga kapasitas resorpsi menurun
dan sekresi air dan elktrolit memegang peranan. 2. Diare bakterial
(invasif) agak sering terjadi, tapi mulai berkurang berhubung
semakin meningkatnya derajat hygienis masyarakat. Bakteri-bakteri
tertentu pada keadaan tertentu, misalnya bahan makanan yang
terinfeksi oleh banyak kuman, menjadi invasif dan menyerbu kedalam
mukosa. Penyebab terkenal dari jenis diare ini ialah bakteri
Salmonella, Shigella, Campylobacter, dan jenis Coli tertentu.3.
Diare parasiter, seperti protozoa Entamoeba histolytica, Giardia
liambia, Cryptospordium, dan Cyclospora , yang terutama terjadi di
daerah (sub)tropis. 4. Diare akibat enterotoksin. Diare jenis ini
lebih jarang terjadi. Penyebabnya adalah kuman-kuman yang membentuk
enterotoksin, yang terpenting adalah E. Coli dan Vibrio cholerae
dan jarang Shigella, Salmonella, Campylobacter dan Entamoeba
histolytica. Toksin melekat pada sel-sel mukosa dan merusaknya.
Kelompok obat yang sering kali digunakan pada diare adalah :1.
Kemoterapeutika untuk terapi kausal, yakni memberantas bakteri
penyebab diare, seperti antibiotika, sulfonamida, kuinolon, dan
furazolidon.2. Obstipansia untuk terapi simptomatis, yang dapat
menghentikan diare dengan beberapa cara yakni :a. Zat-zat penekan
peristaltik sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk resorpsi
air dan elektrolit oleh mukosa usus, candu dan alkaloidanya,
derivat-derivat petidin (difenoksilat dan loperamida), dan
antikolinergika (atropin, ekstrak belladonna).b. Adstringensia,
yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak (tanin)
dan tannalbumin, garam-garam bismut, dan allumunium.c. Adsorbensia,
misalnya carbo adsorbens yang pada permukaannya dapat menyerap
(adsorpsi) zat-zat beracun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri
atau yang adakalanya berasal dari makanan (udang, ikan). 3.
Spasmolitika, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang
otot yang sering kali mengakibatkan nyeri perut pada diare, antara
lain papaverin dan oksifenonium.III. Cara Percobaan :3.1 Alat dan
Bahana. AlatAlat gelas, baskom, jarum oral, kertas saring, dan
timbangan. b. BahanBiodiar, Diapet, Diatabs, Loperamid, Na-CMC, dan
oleum ricini.c. Hewan UjiMencit jantan atau betina3.2 Cara Kerja1.
Timbang dan bagi hewan uji menjadi 5 kelompok, masing-masing
sebanyak 2 ekor.2. Induksikan secara per oral oleum ricini (0,75
ml/35 g BB) pada hewan uji.3. Diamkan hewan uji selama 15 menit dan
berikan larutan uji secara per oral (diatabs, Na-CMC/kontrol
negatif, loperamid diapet, dan biodiar).4. Amati hewan uji tiap
selang 15 menit selama 60 menit. Parameter yang diamati:
konsistensi feses, frekuensi diare, bobot feses, dan durasi
obat.IV. Data Percobaan :Tabel I. Hasil pengamatan NoBahan
obatBerat badan (g)Vol. (mL)AmatiWaktu (menit)
15304560
Konsistensi Frekuensi diareBobot feses
Konsistensi Frekuensi diareBobot feses
Konsistensi Frekuensi diareBobot feses
Konsistensi Frekuensi diareBobot feses
Konsistensi Frekuensi diareBobot feses
24