LAPORAN AKHIR NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BATAM TENTANG PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN TAHUN 2019 KERJASAMA LABORATORIUM ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PEMERINTAH KOTA BATAM
101
Embed
LAPORAN AKHIR NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i | P a g e
LAPORAN AKHIR
NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN
DAERAH KOTA BATAM
TENTANG
PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN
TAHUN 2019
KERJASAMA
LABORATORIUM ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
DAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PEMERINTAH KOTA BATAM
i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur Alhamdulilah kami haturkan kehadirat Allah
SWT, atas bimbingan-Nya maka Buku Laporan Akhir Naskah
Akademis Rancangan Peraturan Daerah Kota Batam tentang
Pemberdayaan Lembaga Kemasyarakatan Tahun Anggaran 2019
ini dapat terselesaikan tepat waktu. Laporan Akhir ini dapat
disusun atas kerjasama antara Sekretariat DPRD Kota Batam
dengan Laboratorium Ilmu Administrasi Negara FISIP UMRAH.
Dalam proses Penyusunan Naskah Akademik Rancangan
Peraturan Daerah Kota Batam tentang Pemberdayaan Lembaga
Kemasyarakatan Tahun Anggaran 2019 ini, maka diharapkan
masukan dan saran dari pihak yang berkepentingan
(stakeholders), sehingga kualitas output yang dihasilkan berdaya
guna dan berhasil guna.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak
yang relah membantu dalam penyelesaian pendahuluan ini.
Wassalamu‟alaikum wr.wb.
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .................................................................................. ii
BAB I ........................................................................................... 1
has become a central requirement of good governance and sound
governance in the contemporary global environment”. Sebagai
sebuah konsep yang komprehensif dan inklusif, baik sound
governance maupun good governance sama-sama bermaksud
mencari solusi dari berbagai permasalah melalui dialog dan
berbagai tindakan komunikatif yang dijalin anatara warga negara
dan non-governmental organizations (NGOs) serta dengan institusi
pemerintah.
Ketika elemen-elemen yang ada dalam governanace bergerak
dengan keingin dan cara sendiri maka yang akan terwujud bukan
lah kemaslahatan publik melainkan konflik dan ego sektoral dari
masing-masingnya. Kemitraan yang solid dari semua elemen mulai
dari formulasi kebijakan hingga proses implementasi berjalan
akan sangat konstruktif bagi pencapaian goals kebijakan. Inilah
gambaran yang baik dari apa yang disebut sebagai collaboratif
governance.
Ansell dan Gash (2007:544) mencoba mengkonstrusi sebuah
definisi tantang collaboratif governance sebagai beriku:
“A governing arrangement where one or more public agencies directly engage non-state stakeholders in a collective decision-making process that is formal, consensus oriented, and deliberative and that aims to make or implement public policy or manage public programs or assets”
13 | P a g e
Agenda pemerintah yang ditangani bersama oleh berbagai
badan publik termasuk stakeholder yang diluar pemerintah perlu
saling berinteraksi dalam pembuatan keputusan secara bersama
untuk mengimlemntasikan suatu kebijkan. Dalam hal kolaborasi
tersebut, definisi di atas menekankan 6 poin penting sebagai
kriteria kolaborasi. Hal tersebut meliputi:
1. The forum is initiated by public agencies or institutions. 2. Participants in the forum include nonstate actors. 3. Participants engage directly in decision making and are not
merely „„consulted‟‟ by public agencies. 4. The forum is formally organized and meets collectively,. 5. The forum aims to make decisions by consensus (even if
consensus is not achieved in practice), and. 6. The focus of collaboration is on public policy or public
management. Kemitraan dalam governance ini senada dengan apa yang
disebut sulistiyani (2004:96) sebagai pendekatan kemitraan dari
rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat dan didukung oleh pemerintah.
Pemaknaan pendekatan ini adalah: 1) datangnya ide dan
perencaan pembangunan dilakukan oleh masyarakat dengan
mempertimbangkan aspek-aspek lokal yang bersifat kasuistik,
sementara pemerintah memberikan fasilitas konsultasi, indormasi
data, anggaran dan tenaga ahli. 2) masyarakat
mengimlementasikan sendiri apa yang telah direncakan dengan
fasilitas pemerintah. Dan 3). Kemanfaatan hasil pembangunan
untuk masyarakat dan sekaligus manajemen hasil pembangunan
juga dilakukan dalam sitem sosial masyarakat di mana mereka
tinggal.
B. Kajian Terhadap Asas/Prinsip yang Terkait dengan
Penyusunan Norma
Menurut Hamid S. Attamimi, menyampaikan dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan, setidaknya ada
beberapa pegangan yang harus dikembangkan guna memahami
asas-azas pembentukan peraturan perundang-undangan yang
baik (algemene beginselen van behorlijke regelgeving) secara benar,
meliputi : Pertama, azas yang terkandung dalam Pancasila selaku
asas-azas hukum umum bagi peraturan perundang-undangan;
Kedua, asas-azas negara berdasar atas hukum selaku asas-azas
14 | P a g e
hukum umum bagi perundang-undangan; Ketiga, asas-azas
pemerintahan berdasar sistem konstitusi selaku asas-azas umum
bagi perundang-undangan, dan Keempat, asas-azas bagi
perundang-undangan yang dikembangkan oleh ahli.1
Berkenaan dengan hal tersebut pembentukan peraturan
daerah yang baik selain berpedoman pada asas-azas pembentukan
peraturan perundang-undangan yang baik (beginselen van
behoorlijke wetgeving), juga perlu dilandasi oleh asas-azas hukum
umum (algemene rechtsbeginselen), yang didalamnya terdiri dari
azas negara berdasarkan atas hukum (rechtstaat), pemerintahan
berdasarkan sistem konstitusi, dan negara berdasarkan
kedaulatan rakyat.
Sedangkan menurut Pasal 5 Undang-undang No. 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,
dalam membentuk peraturan perundang-undangan termasuk
Peraturan Daerah (Perda), harus berdasarkan pada azas-azas
pembentukan yang baik yang sejalan dengan pendapat Purnadi
Purbacaraka dan Soerjono Soekanto meliputi:
a. Azas Kejelasan Tujuan adalah bahwa setiap pembentukan
Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan
yang jelas yang hendak dicapai;
b. Azas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat adalah
bahwa setiap jenis peraturan perundang-undangan harus
dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan
perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundang-
undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum,
apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang;
c. Azas Kesesuaian antara jenis dan materi muatan adalah
bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan
harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat
dengan jenis Peraturan Perundang-undangannya;
d. Azas dapat dilaksanakan adalah bahwa setiap pembentukan
peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan
1 Yuliandri, Asas-azas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang
Baik; Gagasan Pembentukan Undang-undang Berkelanjutan, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2009, hlm. 115
15 | P a g e
efektifitas peraturan perundang-undangan tersebut, baik
secara filosofii, yuridis maupun sosiologis.
1) Aspek Filosofis adalah terkait dengan nilai-nilai etika dan
moral yang berlaku di masyarakat. Peraturan Daerah
yang mempunyai tingkat kepekaan yang tinggi dibentuk
berdasarkan semua nilai-nilai yang baik yang ada dalam
masyarakat;
2) Aspek Yuridis adalah terkait landasan hukum yang
menjadi dasar kewenangan pembuatan Peraturan Daerah.
3) Aspek Sosiologis adalah terkait dengan bagaimana
Peraturan Daerah yang disusun tersebut dapat dipahami
oleh masyarakat, sesuai dengan kenyataan hidup
masyarakat yang bersangkutan.
e. Azas hasil guna dan daya guna adalah bahwa setiap
peraturan perundang-undangan dibuat karena memang
benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
f. Azas kejelasan rumusan adalah bahwa setiap peraturan
perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis
mengacu pada landasan pembentukan peraturan perundang-
undangan atau ilmu perundang-undangan (gesetzgebungslehre),4
yang diantaranya landasan yuridis. Setiap produk hukum,
haruslah mempunyai dasar berlaku secara yuridis (juridische
gelding). Dasar yuridis ini sangat penting dalam pembuatan
peraturan perundang-undangan khususnya peraturan daerah.
Peraturan daerah merupakan salah satu unsur produk
hukum, maka prinsip-prinsip pembentukan, pemberlakuan dan
penegakannya harus mengandung nilai-nilai hukum pada
umumnya. Berbeda dengan nilai-nilai sosial lainya, sifat dari nilai
hukum adalah mengikat secara umum dan ada
pertanggungjawaban konkrit yang berupa sanksi ketika nilai
hukum tersebut dilanggar. Oleh karena itu peraturan daerah
merupakan salah satu produk hukum, maka agar dapat mengikat
secara umum dan memiliki efektivitas dalam hal pengenaan
sanksi maka dapat disesuaikan dengan pendapat Lawrence M.
Friedman,5 mengatakan bahwa sanksi adalah cara-cara
4 Hamzah Halim dan Kemal Redindo Syahrul Putera, Cara Praktis Menyusun & Merancang Peraturan Daerah; Suatu Kajian Teoritis & Praktis Disertai Manual; Konsepsi Teoritis Menuju Artikulasi Empiris, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, 2010, Hlm. 23; Krems, mengatakan gesetzgebungslehre mempunyai
tiga sub bagian disiplin, yakni proses perundang-undangan gesetzgebungsverfahren (slehre); metode perundang-undangan
gesetzgebungsmethode (nlehre); dan teknik perundang-undangan
gesetzgebungstechnik (lehre). 5 Lawrence M. Friedman, Sistem Hukum Persfektif Ilmu Sosial, The Legal System; A Social Science Perspective, Nursamedia, Bandung, 2009, Hlm. 93-95.
57 | P a g e
menerapkan suatu norma atau peraturan. Sanksi hukum adalah
sanksi-sanksi yang digariskan atau di otorisasi oleh hukum.
Setiap peraturan hukum mengandung atau menyisaratkan sebuah
statemen mengenai konsekuensi-konsekuensi hukum,
konsekuensi-konsekuensi ini adalah sanksi-sanksi, janji-janji atau
ancaman.
Dalam pembentukan peraturan daerah sesuai pendapat
Bagir Manan harus memperhatikan beberapa persyaratan yuridis.
Persyaratan seperti inilah yang dapat dipergunakan sebagai
landasan yuridis, yang dimaksud disini adalah :
a. Dibuat atau dibentuk oleh organ yang berwenang, artinya
suatu peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh
pejabat atau badan yang mempunyai kewenangan untuk itu.
Dengan konsekuensi apabila tidak diindahkan persyaratan ini
maka konsekuensinya undang-undang tersebut batal demi
hukum (van rechtswegenietig);
b. Adanya kesesuaian bentuk/ jenis Peraturan perundang-
undangan dengan materi muatan yang akan diatur, artinya
ketidaksesuaian bentuk/ jenis dapat menjadi alasan untuk
membatalkan peraturan perundang-undangan yang dimaksud;
c. Adanya prosedur dan tata cara pembentukan yang telah
ditentukan adalah pembentukan suatu peraturan perundang-
undangan harus melalui prosedur dan tata cara yang telah
ditentukan;
d. Tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi tingkatannnya adalah sesuai
dengan pandangan stufenbau theory, peraturan perundang-
undangan mengandung norma-norma hukum yang sifatnya
hirarkhis. Artinya suatu Peraturan Perundang-undangan yang
lebih tinggi tingkatannya merupakan grundnorm (norma dasar)
bagi peraturan perundang-undangan yang lebih rendah
tingkatannya.6
Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah
6 Bagir Manan, Dasar-dasar Perundang-undangan Indonesia, Ind-Hil Co,
Jakarta, 1992, Hlm. 14-15
58 | P a g e
beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2015 memberikan otonomi luas kepada Daerah diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta
masyarakat. Dalam Pasal 12 ayat (2) huruf g Undang-Undang
dimaksud dinyatakan bahwa Urusan Pemerintahan Wajib yang
tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar diantaranya adalah
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. Adapun, urusan
pemerintahan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib
diselenggarakan oleh semua Daerah tanpa terkecuali.
Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 73
Tahun 2005 tentang Kelurahan sebagai ketentuan pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah yang berlaku pada saat itu (sebelum dicabut dengan UU
23 Tahun 2014) mengisyaratkan bahwa untuk meningkatkan
pelayanan masyarakat dan melaksanakan fungsi-fungsi
pemerintahan di perkotaan, perlu dibentuk Kelurahan guna
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Kelurahan
dipimpin oleh Lurah dibantu oleh perangkat Kelurahan yang
dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan
kewenangan dari Walikota sebagai Kepala Daerah.
Untuk Kelancaran pelaksanaan tugas Lurah dapat dibentuk
Lembaga Kemasyarakatan seperti Rukun Tetangga, Rukun Warga,
Tim Penggerak PKK, Karang Taruna dan Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat.
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, dapat diketahui
bahwa landasan yuridis merupakan ketentuan hukum yang
menjadi sumber hukum/ dasar hukum untuk pembentukan suatu
peraturan perundang-undangan, demikian juga peraturan daerah.
Untuk itu yang dijadikan landasan yuridis pada Rancangan
Peraturan Daerah Kota Batam tentang Pemberdayaan Lembaga
Kemasyarakatan diantaranya, adalah :
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang
Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan
59 | P a g e
Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak,
Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten
Kuantan Singingi dan Kota Batam (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 151, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 39020
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2008 tentang Pembentukan
Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu,
Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten
Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan
Singingi dan Kota Batam (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 107, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4880);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5587 ) Sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang
Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 Tentang
Kelurahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 159, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4588);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang
Kecamatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4826);
6. Peraturan Menteri Sosial Nomor 77/Huk/2010 tentang
Pedoman Dasar Karang Taruna;
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2013
Tentang Pemberdayaan Masyarakat Melalui Gerakan
Pemberdayaan Dan Kesejahteraan Keluarga;
60 | P a g e
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum
Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018
Nomor 157);
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2018
tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga
Adat Desa;
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 Tahun
2018 tentang Kegiatan Pembangunan Sarana dan
Prasarana Kelurahan dan Pemberdayaan Masyarakat di
Kelurahan.
11. Peraturan Gubernur Kepulauan Riau Nomor 2 A Tahun
2014 tentang Percepatan Pemerataan Pembangunan
Desa/Kelurahan di Provinsi Kepulauan Riau.
61 | P a g e
BAB V
SASARAN, JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG
LINGKUP MATERI MUATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH
A. Sasaran yang akan Diwujudkan
Sasaran yang akan diwujudkan dari Rancangan Peraturan
Daerah Kota Batam tentang Pemberdayaan Lembaga
Kemasyarakatan adalah dalam rangka pembinaan dan
pemberdayaan masyarakat, sehingga perlu adanya peningkatan
kemampuan dan peran Lembaga Kemasyarakatan agar dapat
mengorganisasikan diri secara efektif, mampu mengakomodasikan
aspirasi dan kepentingan masyarakat, menggerakkan
pembangunan dan swadaya gotong royong masyarakat, serta
mampu mengelola sumber daya pembangunan secara terencana
dan teratur.
B. Arah dan Jangkauan Pengaturan
Arah dan jangkauan Pengaturan Rancangan Peraturan
Daerah Kota Batam tentang Pemberdayaan Lembaga
Kemasyarakatan ini meliputi : a). peningkatan kemampuan dan
peran Lembaga Kemsyarakatan Kelurahan dalam pengelolaan
pembangunan dan pencapaian kesejahteraan masyarakat; b).
penetapan kriteria dan pengaturan yang jelas dalam hal
pemberian bantuan dan fasilitasi oleh Pemerintah Daerah,
sehingga Lembaga Kemsyarakatan Kelurahan dapat menjalankan
prinsip transparan, partisipatif dan akuntabel dalam mengelola
bantuan dan fasilitasi pemerintahan daerah; c). pengembangan
kompetensi manajerial dan kemampuan Lembaga Kemsyarakatan
Kelurahan dalam penyusunan perencanaan pembangunan yang
partisipatif; dan d). Peningkatan
akuntabilitas/pertanggungjawaban Lembaga Kemsyarakatan
Kelurahan.
Jangkauan Pengaturan Rancangan Peraturan Daerah Kota
Batam tentang Pemberdayaan Lembaga Kemasyarakatan memuat :
a. mekanisme pembentukan mulai dari musyawarah
masyarakat sampai dengan pengesahan;
62 | P a g e
b. maksud dan tujuan;
c. tugas, fungsi dan kewajiban;
d. kepengurusan meliputi pemilihan pengurus, syarat-
syarat pengurus, masa bhakti pengurus, hak dan
kewajiban;
e. keanggotaan meliputi syarat-syarat anggota, hak dan
kewajiban;
f. tata kerja; dan
g. sumber dana.
C. Ruang Lingkup Materi Muatan
Secara umum, materi muatan akan di atur dan dituangkan
dalam Rancangan Peraturan Daerah Kota Batam tentang
Pemberdayaan Lembaga Kemasyarakatan ini akan dijabarkan
secara berurutan berikut ini :
(1) Materi tentang Ketentuan Umum
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksudkan dengan :
1. Daerah adalah Kota Batam.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Batam.
3. Walikota adalah Wali Kota Batam.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya disebut DPRD
adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Batam.
5. Kecamatan adalah bagian wilayah dari daerah kota yang
dipimpin oleh Camat.
6. Camat adalah Camat di wilayah Kota Batam.
7. Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat
Daerah Kota dalam wilayah kerja Kecamatan.
8. Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan yang selanjutnya
disingkat LKK adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat
sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra kerja
pemerintah setingkat kelurahan dalam memberdayakan
masyarakat.
9. Rukun Tetangga, untuk selanjutnya disingkat RT adalah
lembaga yang dibentuk melalui musyawarah masyarakat
63 | P a g e
setempat dalam rangka pelayanan pemerintahan dan
kemasyarakatan yang ditetapkan oleh Lurah.
10. Rukun Warga yang selanjutnya disingkat RW adalah lembaga
kemasyarakatan yang dibentuk dari beberapa RT dalam
rangka mengkoordinasikan kegiatan RT.
11. Rukun Warga, untuk selanjutnya disingkat RW adalah bagian
dari kerja lurah dan merupakan lembaga yang dibentuk
melalui musyawarah pengurus RT di wilayah kerjanya yang
ditetapkan oleh Lurah.
12. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat, yang selanjutnya
disingkat LPM adalah Lembaga atau wadah yang dibentuk atas
prakarsa masyarakat sebagai mitra pemerintah setingkat
kelurahan dalam menampung dan mewujudkan aspirasi serta
kebutuhan masyarakat di bidang pembangunan.
13. Karang Taruna adalah Lembaga Kemasyarakatan mitra kerja
pemerintah setingkat kelurahan yang merupakan wadah
pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang
atas dasar kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial dari, oleh
dan untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah
kelurahan.
14. Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga
Kelurahan yang selanjutnya disingkat Tim Penggerak PKK
Kelurahan adalah lembaga kemasyaratan sebagai mitra kerja
pemerintah setingkat kelurahan, yang berfungsi sebagai
fasilitator, perencana, pelaksana, pengendali, dan penggerak
untuk terlaksananya program Pemberdayaan dan
Kesejahteraan Keluarga.
15. Lembaga Kemasyarakatan Lainnya yang selanjutnya disingkat
LKL adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai
kebutuhan dan merupakan mitra kerja pemerintah setingkat
kelurahan dalam memberdayakan masyarakat.
16. Pembinaan adalah pemberian pedoman, standar pelaksanaan,
bimbingan, pendidikan dan pelatihan, konsultasi, supervisi,
monitoring, pengawasan umum, dan evaluasi pelaksanaan
penyelenggaraan lembaga kemasyarakatan di wilayah
Kelurahan.
64 | P a g e
17. Pemberdayaan adalah upaya mengembangkan Lembaga
Kemasyarakatan baik secara individu maupun kelompok
dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan dalam
rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
masyarakat melalui penetapan kebijakan, program dan
kegiatan serta bantuan lain yang sesuai dengan esensi
masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat.
(2) Materi tentang Pembentukan
(1) Di kelurahan dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan.
(2) Pembentukan lembaga kemasyarakatan sebagaimana
dimaksud memenuhi persyaratan:
a. berasaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. berkedudukan di Desa setempat;
c. keberadaannya bermanfaat dan dibutuhkan masyarakat
Desa;
d. memiliki kepengurusan yang tetap;
e. memiliki sekretariat yang bersifat tetap; dan
f. tidak berafiliasi kepada partai politik.
(3) Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan ditetapkan
dengan Surat Keputusan Lurah.
(4) Dalam Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan
harus memiliki Keterwakilan Perempuan.
Pasal 3
Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dapat dibentuk atas prakrasa masyarakat
dan/atau prakrasa
masyarakat yang difasilitasi pemerintah daerah melalui
musyawarah dan mufakat.
(3) Materi tentang Tujuan dan Kedudukan
Tujuan pengaturan Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan meliputi:
a. mendudukkan fungsi Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan
sebagai mitra Kelurahan dalam meningkatkan partisipasi
masyarakat;
65 | P a g e
b. mendayagunakan Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan dalam
proses pembangunan; dan
c. menjamin kelancaran pelayanan penyelenggaraan
Pemerintahan.
Kedudukan Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan sebagai mitra
lurah dalam memberdayakan masyarakat.
(4) Materi tentang Tujuan, Fungsi, Kegiatan dan Kewajiban
LKK
Tugas Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan meliputi :
a. melakukan pemberdayaan masyarakat kelurahan;
b. ikut serta dalam perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan; dan
c. meningkatkan pelayanan masyarakat kelurahan.
Fungsi LKK,
Dalam melaksanakan tugas Lembaga Kemasyarakatan
Kelurahan memiliki fungsi :
a. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat;
b. menanamkan dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan
masyarakat dalam kerangka memperkokoh Negara Kesatuan
Republik Indonesia;;
c. meningkatkan kualitas dan mempercepat pelayanan Kelurahan
kepada masyarakat;
d. menyusun rencana, melaksanakan, mengendalikan,
melestarikan, dan mengembangkan hasil pembangunan secara
partisipatif;
e. menumbuhkan, mengembangkan, dan menggerakkan
prakarsa, partisipasi, swadaya, serta gotong royong
masyarakat;
f. penggali, pendayagunaan dan pengembangan potensi sumber
daya serta keserasian lingkungan hidup;
g. pengembangan kreatifitas, pencegahan kenakalan,
penyalahgunaan obat terlarang (Narkoba) bagi remaja;
h. pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan keluarga;
i. meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
66 | P a g e
j. pemberdayaan dan perlindungan hak politik masyarakat; dan
k. pendukung media komunikasi, informasi, sosialisasi antara
kelurahan dan masyarakat.
Kegiatan LKK,
(1) Kegiatan Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan ditujukan
untuk :
a. peningkatan pelayanan masyarakat;
b. peningkatan peran serta masyarakat dalam
pembangunan;
c. pengembangan kemitraan;
d. pemberdayaan masyarakat meliputi bidang politik,
ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan hidup; dan
e. peningkatan kegiatan lainnya sesuai kebutuhan dan
kondisi masyarakat setempat.
(2) Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikelola oleh lembaga kemasyarakatan melalui sistem
manajemen pembangunan kelurahan yang partisipatif.
Kewajiban LKK,
Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan mempunyai kewajiban:
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 serta
mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
b. menjalin hubungan kemitraan dengan berbagai pihak yang
terkait;
c. mentaati seluruh peraturan perundang-undangan;
d. menjaga etika dan norma dalam kehidupan masyarakat; dan
e. membantu Lurah dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan.
(5) Materi tentang Jenis LKK
Jenis Lembaga Kemasyaratan Desa, terdiri dari :
67 | P a g e
a. RT dan RW;
b. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat;
c. PKK;
d. Karang Taruna; dan
e. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
(6) Materi tentang RT dan RW
Pembentukan,
(1) RT dan RW sebagaimana dimaksud dibentuk dalam rangka
memelihara dan melestarikan nilai-nilai kehidupan
kemasyarakatan berdasarkan:
a. swadaya;
b. kegotong-royongan; dan
c. kekeluargaan.
(2) Nilai-nilai kehidupan kemasyarakatan sebagaimana
dimaksud bertujuan untuk:
a. meningkatkan kesejahteraan;
b. ketentraman; dan
c. ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat di wilayah
kerjanya.
Pembentukan RT,
(1) Pada tingkat RW dapat dibentuk beberapa RT sesuai dengan
kebutuhan masyarakat yang ditetapkan dengan Keputusan
Lurah.
(2) Setiap RT terdiri dari sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh)
Kepala Keluarga untuk Kelurahan di daerah Hinterland dan
100 (seratus) Kepala Keluarga untuk Kelurahan di daerah
Mainland dengan pertimbangan efektifitas dan efisiensi
pelayanan.
(3) Pembentukan RT baru dilakukan melalui musyawarah yang
diwakili setiap Kepala Keluarga, Pengurus RT induk dan
difasilitasi oleh Ketua RW.
(4) Hasil musyawarah pembentukan RT disertai Berita Acara dan
daftar hadir disampaikan oleh Ketua RW kepada Lurah untuk
ditetapkan dalam suatu Keputusan Lurah.
68 | P a g e
Pembentukan RW,
(1) Di Kelurahan dapat dibentuk beberapa RW sesuai dengan
kebutuhan masyarakat yang ditetapkan dengan Keputusan
Lurah.
(2) Setiap RW terdiri dari sekurang-kurangnya 3 (tiga) RT dan
sebanyak-banyaknya 10 (sepuluh) RT.
(3) Pembentukan RW baru dilakukan melalui musyawarah Tokoh
Masyarakat, Pengurus RT dan Pengurus RW induk yang
berkenaan serta perwakilan kepala keluarga dan difasilitasi
oleh Lurah.
(4) Hasil musyawarah pembentukan RW disertai berita acara dan
daftar hadir disampaikan kepada Lurah untuk ditetapkan
dalam Keputusan Lurah.
Tugas RT dan RW,
RT dan RW sebagaimana dimaksud bertugas:
a. membantu Lurah dalam bidang pelayanan pemerintahan;
b. membantu Lurah dalam menyediakan data kependudukan dan
perizinan; dan
c. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Lurah.
Fungsi RT dan RW,
(1) RT dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
mempunyai fungsi:
a. pendataan pendudukan dan pelayanan administrasi
pemerintahan lainnya;
b. pengkoordinasian antar penduduk di wilayah kerja RT;
c. membantu penanganan masalah-masalah kependudukan,
kemasyarakatan, dan pembangunan di wilayah kerja RW;
d. menjaga kerukunan antar warga, memelihara dan
melestarikan kegotong-royongan dan kekeluargaan dalam
rangka meningkatkan ketentraman dan ketertiban;
69 | P a g e
e. pembuatan gagasan dalam pelaksanaan pembangunan
dengan mengembangkan aspirasi dan swadaya murni
masyarakat;
f. penggerak swadaya gotong royong dan partisipasi
masyarakat diwilayahnya;
g. membantu sosialisasi program-program Pemerintah
Daerah kepada masyarakat di wilayah kerja RW melalui
pengurus RT.
h. membantu RW dalam menjalankan tugas pelayanan
kepada masyarakat yang menjadi tanggung jawabnya di
wilayah kerja RT; dan
i. membantu sosialisasi program-program Pemerintah
Daerah kepada masyarakat di wilayah kerja RT.
(2) RW dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam mempunyai fungsi:
a. pendataan pendudukan dan pelayanan administrasi
pemerintahan lainnya;
b. melaksanakan peran koordinasi dengan kepengurusan RT
di wilayah kerja RW;
c. menjembatani hubungan antar RT dan antara masyarakat
dengan Kelurahan;
d. membantu penanganan masalah-masalah kependudukan,
kemasyarakatan, dan pembangunan di wilayah kerja RW;
e. menjaga kerukunan antar warga, memelihara dan
melestarikan kegotong-royongan dan kekeluargaan dalam
rangka meningkatkan ketentraman dan ketertiban;
f. pembuatan gagasan dalam pelaksanaan pembangunan
dengan mengembangkan aspirasi dan swadaya murni
masyarakat;
g. penggerak swadaya gotong royong dan partisipasi
masyarakat diwilayahnya;
h. membantu sosialisasi program-program Pemerintah
Daerah kepada masyarakat di wilayah kerja RW melalui
pengurus RT.
70 | P a g e
Hak dan Kewajiban Pengurus,
(1) Pengurus RT dan RW mempunyai hak:
a. mengajukan usul dan pendapat dalam musyawarah
mufakat RT dan RW; dan
b. memilih dan dipilih sebagai Pengurus RT dan RW setelah
memenuhi persyaratan yang dikukuhkan dan dilantik
dalam peraturan ini.
(2) Pengurus RT dan RW mempunyai kewajiban:
a. turut serta secara aktif melaksanakan hal-hal yang
menjadi peran dan fungsi RT dan RW; dan
b. turut serta secara aktif melaksanakan keputusan
musyawarah RT dan RW setempat.
c. Dalam hal pengelolaan keuangan Dana Rukun Tangga
dan Rukun Warga untuk diadministrasikan secara tertib
dan dilaporkan dalam pertanggungjawaban masing-
masing Pengurus RT dan Pengurus RW.
Kepengurusan,
(1) Untuk dapat menjadi pengurus RT dan RW harus memenuhi
persyaratan:
a. warga negara Republik Indonesia;
b. bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa;
c. Berkelakuan baik, jujur, adil, cakap dan berwibawa;
d. mempunyai kemauan, kemampuan dan kepedulian;
e. penduduk Kelurahan setempat dan telah bertempat
tinggal tetap sekurang-kurangnya selama 6 (enam) bulan
dalam RT dan RW yang bersangkutan;
f. dapat membaca dan menulis;
g. berumur sekurang-kurangnya 21 tahun; dan
h. sehat jasmani dan rohani.
(2) Pengurus RT dan RW tidak dapat merangkap jabatan sebagai
pengurus Lembaga Kemasyarakatan lainnya.
(3) Pengurus RT dan RW bukan merupakan anggota salah satu
partai politik.
71 | P a g e
Susunan Organisasi,
Susunan Organisasi RT dan RW terdiri dari :
a. ketua;
b. sekretaris;
c. bendahara; dan
d. seksi-seksi sesuai kebutuhan.
Tata Cara Pemilihan RT dan RW
Tata cara Pemilihan Ketua dan Pengurus RT,
(1) Pemilihan Ketua RT dilaksanakan oleh Panitia pemilihan yang
disahkan oleh Ketua RW dan diketahui oleh Lurah.
(2) Panitia Pemilihan sebagaimana tersebut pada ayat (1) adalah
hasil musyawarah Kepala Keluarga dan Ketua RT
lama/induk.
(3) Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihadiri oleh
perangkat Kelurahan.
(4) Susunan Panitia Pemilihan RT terdiri dari :
a. Ketua;
b. Sekretaris yang diisi oleh tokoh masyarakat setempat; dan
c. 3 (tiga) orang anggota.
(5) Setiap Kepala Keluarga dapat mengajukan calon Ketua RT
kepada panitia pemilih RT.
(6) Ketua RT dipilih oleh Setiap Kepala Keluarga dalam wilayah
RT tersebut.
(7) Pemilihan Ketua RT dianggap sah apabila dihadiri oleh
sekurang-kurangnya setengah ditambah 1 (satu) dari jumlah
daftar pemilih Ketua RT yang ada.
(8) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
terpenuhi, maka panitia pemilihan menunda sekurang-
kurangnya 1 x 24 jam dan paling lama 7 x 24 jam.
(9) Ketua RT terpilih adalah yang mendapat suara terbanyak.
(10) Dalam hal belum tercapainya sebagaimana dimaksud, maka
diadakan pemilihan ulang dengan mekanisme pemungutan
72 | P a g e
suara (voting) terhadap calon-calon yang memperoleh suara
terabanyak pertama dan kedua.
Tata cara Pemilihan Ketua dan Pengurus RW,
(1) Pemilihan Ketua RW dilaksanakan oleh panitia pemilihan
yang ditetapkan dengan Keputusan Lurah.
(2) Panitia Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah hasil musyawarah Lurah dan Ketua RW lama/induk,
pengurus RT serta tokoh-tokoh masyarakat setempat.
(3) Susunan Panitia Pemilihan RW terdiri dari :
a. Ketua;
b. Sekretaris yang terdiri dari tokoh masyarakat setempat;
dan
c. 3 (tiga) orang anggota.
(4) Setiap Ketua RT mengusulkan calon Ketua RW berdasarkan
musyawarah warga
(5) Ketua RW dipilih oleh Ketua RW lama beserta pengurusnya,
Ketua RT beserta pengurusnya dan Pengurus Lembaga
Kemasyarakatan Lainnya dalam wilayah RW tersebut serta
perwakilan Kepala Kepala Keluarga (Minimal 30 KK).
(6) Pemilihan Ketua RW dianggap sah apabila dihadiri oleh
sekurang-kurangnya setengah ditambah 1 (satu) dari jumlah
daftar pemilih Ketua RW yang ada.
(7) Ketua RW terpilih adalah yang mendapat suara terbanyak.
(8) Dalam hal belum tercapainya sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), maka diadakan pemilihan ulang dengan mekanisme
pemungutan suara (voting) terhadap calon-calon yang
memperoleh suara terabanyak pertama dan kedua.
Ketua dan Pengurus RT dan RW Terpilih,
(1) Ketua RT dan RW terpilih melepaskan jabatan Kepengurusan
Kelembagaan lainnya di Kelurahan.
(2) Ketua RT terpilih membentuk kepengurusan RT dihadiri oleh
peserta dan Panitia pemilih.
73 | P a g e
(3) Ketua RW terpilih membentuk kepengurusan RW dihadiri
oleh peserta dan Panitia pemilih.
Pemberhentian
Pemberhentian RT,
(1) Pengurus RT berhenti atau diberhentikan karena :
a. habis masa bhakti;
b. meninggal dunia;
c. mengundurkan diri;
d. menjadi pengurus partai politik atau terpilih menjadi
anggota legislatif;
e. pindah tempat tinggal ke luar dari wilayah RW yang
bersangkutan menjabat; dan
f. tidak lagi memenuhi syarat menjadi Ketua RT.
(2) Ketua RT yang berhenti atau diberhentikan, diganti
sementara oleh pengurus yang ada dengan cara musyawarah
pengurus paling lama 3 (tiga) bulan dan ditetapkan oleh
Lurah sebagai Pelaksana Tugas Ketua RT hingga Ketua RT
yang baru terpilih dalam Keputusan Lurah;
(3) Kelurahan menyurati Ketua RT 2 (dua) bulan sebelum habis
masa bhaktinya agar menyiapkan pemilihan RT yang baru;
(4) Dalam hal masa bhakti sudah habis dan belum ada ketua RT
baru yang terpilih, maka Kelurahan mengambil inisiatif untuk
musyawarah mufakat bersama tokoh masyarakat, pengurus
RW dan pengurus RT untuk memperpanjang Keputusan
Ketua RT yang lama selama 1 (satu) bulan hingga Ketua RT
yang baru terpilih.
(5) Jika dalam jangka waktu 2 (dua) bulan belum juga ada ketua
RT yang terpilih maka Kelurahan dapat mengambil alih dan
ketua RT yang lama tidak berwenang lagi melayani warga
dalam hal administrasi kependudukan.
(6) Dalam hal tidak adanya pengurus RT yang bersedia dan atau
tidak memenuhi syarat, pengurus RT memberitahukan Ketua
RW, agar dapat difasilitasi pelaksanaan pemilihan Ketua RT
oleh Ketua RW.
74 | P a g e
(7) Pemilihan pengganti Ketua RT dilaksanakan sesuai
sebagaimana dimaksud.
Pemberhentian RW,
(1) Pengurus RW berhenti atau diberhentikan karena :
a. habis masa bhakti;
b. meninggal dunia;
c. mengundurkan diri;
d. menjadi pengurus partai politik atau terpilih menjadi
anggota legislatif;
e. pindah tempat tinggal ke luar dari wilayah RW yang
bersangkutan menjabat; dan
(2) tidak lagi memenuhi syarat menjadi Ketua RW.
(3) Ketua RW yang habis masa bhaktinya, maka Kelurahan
memberitahukan kepada ketua RW minimal 2 (dua) bulan
sebelum habis masa bhaktinya untuk segera dilaksanakan
pemilihan RW baru.
(4) Dalam hal masa bhakti sudah habis dan belum ada ketua RW
yang terpilih, maka Kelurahan mengambil inisiatif untuk
musyawarah mufakat bersama tokoh masyarakat, pengurus
RW dan pengurus RT untuk memperpanjang masa jabatan
ketua RW yang lama selama 1 (satu) bulan hingga ketua RW
yang baru terpilih.
Musyarawarah,
Musyawarah RT ,
(1) Musyawarah RT merupakan wadah pemufakatan tertinggi
3. penentuan target hasil secara realistis dan sesuai
dengan tujuan organisasi;
4. penetapan pembiayaan secara proporsional dengan
memperhatikan sumber-sumber pembiayaan; dan
5. penentuan jadwal kerja maupun pengorganisasian
kegiatan meliputi pengumpulan bahan, alat dan
sumber daya manusia secara terencana.
6.
Peningkatan Sarana Dan Prasarana,
Peningkatan kapasitas sarana dan prasarana dilakukan dengan
memenuhi sarana dan prasarana terdiri dari:
a. perlengkapan pendukung; dan
b. kelengkapan administrasi secara memadai yang dapat
menunjang aktifitas organisasi secara efektif.
Pendampingan,
(1) Pendampingan dilaksanakan bersifat:
a. teknis; dan
b. fungsional
(2) Pendampingan dilaksanakan Pemerintah Daerah.
(14) Materi tentang Ketentuan Umum
(1) Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan menjalin kemitraan
dalam rangka:
a. penguatan kapasitas kelembagaan;
b. pengembangan potensi lokal untuk peningkatan
kesejahteraan; dan
c. mewujudkan keterpaduan dalam pengelolaan
pembangunan di Kelurahan.
(2) Kemitraan dilaksanakan atas kerjasama:
a. antar Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan; dan
b. pihak lain yang mempunyai kesamaan visi dan misi
dengan Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan.
92 | P a g e
(3) Kemitraan sebagaimana dimaksud dilaksanakan atas dasar
itikad baik dengan memperhatikan prinsip saling
memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.
(15) Materi tentang Pembinaan dan Pengawasan
(1) Pembinaan dan Pengawasan terhadap Lembaga
Kemasyarakatan Kelurahan dilakukan oleh Pemerintah
Daerah.
(2) Pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud meliputi:
a. memberikan pedoman teknis pelaksanaan pengembangan
Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan;
b. memberikan pedoman penyusunan perencanaan
pembangunan partisipatif;
c. menetapkan bantuan pembiayaan alokasi dana untuk
pembinaan dan pengembangan Lembaga Kemasyarakatan
Kelurahan;
d. memberikan bimbingan supervisi, dan konsultasi
pelaksanaan serta pemberdayaan Lembaga
Kemasyarakatan Kelurahan;
e. melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan;
f. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Lembaga
Kemasyarakatan Kelurahan;
g. memberikan penghargaan atas prestasi yang telah
dilaksanakan Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan;
h. memfasilitasi pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewajiban
Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan;
i. memfasilitasi penyusunan perencanaan pembangunan
partisipatif;
j. memfasilitasi pelaksanaan pemberdayaan masyarakat;
k. memfasilitasi kerja sama antar Lembaga Kemasyarakatan
Kelurahan dan kerja sama Lembaga Kemasyarakatan
Kelurahan dengan pihak ketiga; dan
l. memfasilitasi bantuan teknis dan pendampingan kepada
Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan.
93 | P a g e
(16) Materi tentang Pendanaan
(1) Pendanaan LKK dapat diperoleh dari:
a. swadaya masyarakat berdasarkan hasil musyawarah
mufakat;
b. anggaran yang dialokasikan dalam APBD Pemerintah
Daerah;
c. bantuan dari pemerintah dan pemerintah provinsi; dan
d. bantuan lain yang sah dan tidak mengikat.
(2) Pengelolaan keuangan LKK wajib dilakukan secara:
a. transparan;
b. efisien;
c. efektif; dan
d. akuntabel.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan LKK
diatur dengan Peraturan Walikota.
(17) Materi tentang Ketentuan Peralihan
(1) Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan yang sudah ada dan
dibentuk sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini,
dinyatakan tetap berlaku dan dilakukan penyesuaian
paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini
diundangkan.
(2) Pengurus Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan yang
sudah ada sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini,
tetap melaksanakan tugas sampai habis masa baktinya.
(18) Materi tentang Ketentuan Penutup
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Daerah Kota Batam.
94 | P a g e
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Keberadaan lembaga kemasyarakatan yang berakar pada
masyarakat itu sendiri dengan kekuatan partisipatif menjadi
modal dalam percepatan pembangunan dari level bawah
(buttom up). Dengan demikian, penguatan kapasitas dan
peran dari lembaga kemasyarakat ini merupakan langkah
penting yang harus dilakukan secara terencana dan terarah
oleh pemerintah Kota Batam. Penguatan ini penting
mengingat dinamika kekinian dimana keberadaan
kelembagaan ini mulai menjadi sebatas berubah menjadi
sekedar formalitas, dan bukan lagi peran substantive.
2. Bahwa jangkauan pengaturan Rancangan Peraturan Daerah
Kota Batam tentang Pemberdayaan Lembaga
Kemasyarakatan memuat mekanisme pembentukan mulai
dari musyawarah masyarakat sampai dengan pengesahan,
maksud dan tujuan, tugas, fungsi dan kewajiban,
kepengurusan meliputi pemilihan pengurus, syarat-syarat
pengurus, masa bhakti pengurus, hak dan kewajiban,
keanggotaan meliputi syarat-syarat anggota, hak dan
kewajiban, tata kerja dan sumber dana.
3. Tujuan pengaturan Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan
adalah upaya untuk mendudukkan fungsi Lembaga
Kemasyarakatan Kelurahan sebagai mitra Kelurahan dalam
meningkatkan partisipasi masyarakat, mendayagunakan
Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan dalam proses
pembangunan dan menjamin kelancaran pelayanan
penyelenggaraan Pemerintahan.
95 | P a g e
B. Saran
1. Perlu segera dirumuskan draft Rancangan Peraturan Daerah
Kota Batam tentang Pemberdayaan Lembaga
Kemasyarakatan.
2. Materi pengaturan yang bersifat teknis operasional diatur
lebih lanjut dengan peraturan pelaksanaan dari peraturan
daerah.
96 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Ansell & Gash. 2007. “Collaborative Governance in Theory and
Practice”. JPART. 18: 543–571. Booher, David E., and
Judith Innes. 2002. Farazmand, Ali. 2004. Globalization and Governance: A
Theoretical Analysis. In Farazmand, Ali. ed. 2014. Sound governance : policy and administrative innovations. USA:
Praeger Publisher. Friedman, Lawrence M. 2009. Sistem Hukum Persfektif Ilmu
Sosial, The Legal System; A Social Science Perspective. Bandung: Nursamedia.
Halim, Hamzah dan Kemal Redindo Syahrul Putera. 2010. Cara Praktis Menyusun & Merancang Peraturan Daerah; Suatu
Kajian Teoritis & Praktis Disertai Manual; Konsepsi Teoritis Menuju Artikulasi Empiris. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Hartman, C., et al. (2002). Environmental collaboration:
potential and limits. In T. de Bruijn & A. Tukker (Eds.), Partnership and Leadership: Building Alliances for a Sustainable Future (pp. 21-40). Dordrecht: Boston: Kluwer
Academic Publishers. And, Cordery, J. Lawrence M. Friedman, A History of American Law, 3rd ed., New
York: Simon & chuster, 2005.
Manan, Bagir. 1992. Dasar-dasar Perundang-undangan Indonesia. Jakarta: Ind-Hil Co.
Purwanti, Nurul D, 2016. Collaborative Governance (Kebijakan Publik dan Pemerintahan Kolaboratif, Isu-Isu
Kontemporer). Yogyakarta: Center for Policy & Management Studies, FISIPOL UGM.
Theresia, dkk,. 2014. Pembangunan Berbasis Masyarakat, Bandung: Alfabeta.