LAPORAN AKHIR 2009 PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN (BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) i KATA PENGANTAR Laporan Akhir ini merupakan produk akhir dari proses kegiatan Pemantauan Dan Evaluasi Program Pengembangan Infrastruktur Bidang Ke-PU-An (Bina Marga, Cipta Karya dan Sumber Daya Air) Tahun Anggaran 2009. Laporan Akhir ini berisikan tentang Pendahuluan, Review Pengembangan Infrastruktur Ke-PU-an Berbasis RTRWN dan Arahan/Kebijakan Terkait, Metodologi Evaluasi, Evaluasi Program Pengembangan Infrastruktur (Bina Marga, Cipta Karya dan Sumber Daya Air), Kesimpulan dan Rekomendasi Kami sebagai pihak yang menyusun Laporan Akhir ini memohon agar pihak Tim Teknis dapat mengkaji dengan baik laporan ini dan memberi arahan apabila ada kekurangan/kesalahan. Pihak konsultan menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, namun demikian mudah-mudahan agar dapat memberikan manfaat. Terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan Pemantauan Dan Evaluasi Program Pengembangan Infrastruktur Bidang Ke-PU-An (Bina Marga, Cipta Karya dan Sumber Daya Air) Tahun Anggaran 2009 ini. Jakarta, November 2009 Penyusun
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) i
KATA PENGANTAR
Laporan Akhir ini merupakan produk akhir dari proses kegiatan Pemantauan Dan Evaluasi
Program Pengembangan Infrastruktur Bidang Ke-PU-An (Bina Marga, Cipta Karya dan Sumber
Daya Air) Tahun Anggaran 2009. Laporan Akhir ini berisikan tentang Pendahuluan, Review
Pengembangan Infrastruktur Ke-PU-an Berbasis RTRWN dan Arahan/Kebijakan Terkait,
Metodologi Evaluasi, Evaluasi Program Pengembangan Infrastruktur (Bina Marga, Cipta Karya dan
Sumber Daya Air), Kesimpulan dan Rekomendasi
Kami sebagai pihak yang menyusun Laporan Akhir ini memohon agar pihak Tim Teknis dapat
mengkaji dengan baik laporan ini dan memberi arahan apabila ada kekurangan/kesalahan.
Pihak konsultan menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, namun demikian
mudah-mudahan agar dapat memberikan manfaat. Terima kasih kami sampaikan kepada semua
pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan Pemantauan Dan Evaluasi Program
Pengembangan Infrastruktur Bidang Ke-PU-An (Bina Marga, Cipta Karya dan Sumber Daya Air)
Tahun Anggaran 2009 ini.
Jakarta, November 2009
Penyusun
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................................................... i DAFTAR ISI .............................................................................................................................. ii DAFTAR TABEL ........................................................................................................................ v DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................. vi DAFTAR DIAGRAM ................................................................................................................ vii BAB 1. PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1-1
1.1. LATAR BELAKANG ........................................................................................................... 1-1 1.2. TUJUAN DAN SASARAN ................................................................................................... 1-2
1.2.1. Tujuan ................................................................................................................. 1-2 1.2.2. Sasaran ................................................................................................................ 1-2
1.3. LINGKUP KEGIATAN ........................................................................................................ 1-3 1.3.1. Lingkup Substansi Kegiatan ................................................................................ 1-3 1.3.2. Lingkup Kawasan................................................................................................. 1-3
1.4. KELUARAN DAN MANFAAT YANG DIHARAPKAN ............................................................ 1-3 1.5. METODOLOGI ................................................................................................................. 1-4 1.6. SISTEMATIKA PEMBAHASAN .......................................................................................... 1-5
BAB 2. REVIEW PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-AN BERBASIS RTRWN DAN
2.1.1. Review Kebijakan Spasial Terkait Pengembangan Infrastruktur Jalan ............... 2-1 2.1.1.1. PP No 26 Tahun 2008 Tentang RTRWN ................................................... 2-1 2.1.1.2. Kesimpulan .............................................................................................. 2-6
2.1.2. Review Arahan Sektor (Bina Marga) Terkait Pengembangan Infrastruktur Jalan .......................................................... 2-38 2.1.2.1. Arahan UU No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan ....................................... 2-38 2.1.2.2. Arahan PP No. 34 Tahun 2006 Tentang Jalan ........................................ 2-40 2.1.2.3. Arahan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 369/KPTS/M/2005
Tentang Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional ....................................... 2-47 2.1.2.4. Kesimpulan ............................................................................................ 2-47
2.1.3. Arahan/ Kebijakan Terkait Infrastruktur Bina Marga Dari PP NO 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan .............. 2-55
2.1.4. Analisis Keterkaitan Antara Arahan Pengembangan Infrastruktur Jalan Berdasarkan Kebijakan Sektor Dan Arahan RTRWN ............................................ 2-59
2.2. KEBIJAKAN SEKTOR cipta karya .................................................................................... 2-60 2.2.1. Arahan Pengembangan Kawasan Perkotaan Dan Perdesaan
Berbasis Penataan Ruang ..................................................................................... 2-60 2.2.1.1. Arahan Pengembangan Kawasan Perkotaan ......................................... 2-61 2.2.1.2. Arahan Pengembangan Kawasan Perdesaan ........................................ 2-67
2.2.2. Arahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Terhadap Pengembangan Kawasan Perkotaan Dan Perdesaan .......................... 2-70
2.2.3. Arahan/ Kebijakan Terkait Infrastruktur Perkotaan Dan Perdesaan Dari PP NO 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan .............. 2-78
2.2.4. Peran Dan Fungsi Kawasan Perkotaan Dan Perdesaan Berdasarkan Kebijakan Dan Strategi Nasional Pengembangan Perkotaan (KSNP – Kota) ........ 2-81
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) iii
2.2.4.1. Muatan Kebijakan Dan Strategi Nasional Pengembangan Perkotaan .. 2-81 2.2.4.2. Matriks Keterkaitan Substansi Rtrwn Dengan KSNP–Kota .................. 2-100
2.2.5. Peran Dan Dan Fungsi Kawasan Perkotaan Dan Perdesaan Terkait Pengembangan Permukiman ............................................................................. 2-102 2.2.6. Peran Dan Fungsi Kawasan Perkotaan Dan Perdesaan
2.2.7. Peran Dan Fungsi Kawasan Perkotaan Dan Perdesaan Terkait Penyelenggaraan Pengelolaan Persampahan ........................................ 2-122 2.2.7.1. Muatan KSNP – Sistem Pengelolaan Persampahan............................. 2-122 2.2.7.2. Matriks Keterkaitan Fungsi Eksternal (RTRWN) Dengan Muatan
KSNP – Sistem Pengelolaan Persampahan ................................................. 2-133 2.2.8. Peran Dan Fungsi Kawasan Perkotaan Dan Perdesaan
Terkait Pengelolaan Air Limbah ......................................................................... 2-135 2.2.8.1. Muatan Peraturan Perundang-Undangan
Terkait Pengelolaan Air Limbah ................................................................. 2-135 2.2.8.2. Muatan UU No. 7 Tahun 2004 Terkait Pengelolaan Air Limbah .......... 2-139
2.2.9. Peran Kawasan Perkotaan Dan Perdesaan Terkait Kebijakan Pengendalian Daya Rusak Air ................................................ 2-140 2.2.9.1. Muatan UU No. 7 Tahun 2004 Terkait
Pengendalian Daya Rusak Air ..................................................................... 2-140 2.2.9.2. Muatan UU No. 7 Tahun 2004 Terkait
Pengendalian Daya Rusak Air ..................................................................... 2-141 2.2.10. Peran Dan Fungsi Kawasan Perkotaan Dan Perdesaan
Terkait Penataan Dan Revitalisasi Kawasan ....................................................... 2-142 2.2.10.1. Muatan Kebijakan Dan Strategi Penataan Dan Revitaliasi Kawasan . 2-142 2.2.10.2. Matriks Keterkaitan Fungsi Eksternal Di Dalam RTRWN Dengan
Kebijakan Dan Strategi Penataan Dan Revitaliasi Kawasan ....................... 2-144 2.2.11. Rekapitulasi Peran Dan Fungsi Kawasan Perkotaan Dan Perdesaan ............ 2-145
2.3. KEBIJAKAN SEKTOR SUMBER DAYA AIR (SDA) ............................................................ 2-148 2.3.1. Review Kebijakan Spasial Terkait Pengembangan Sumberdaya Air ............... 2-148 2.3.2. Arahan Dari Regulasi Sumberdaya Air ............................................................ 2-151 2.3.3. Kaitan/ Implikasi RTRWN Terhadap Pengembangan Infrastruktur SDA ......... 2-178 2.3.4. Arahan/ Kebijakan Terkait Infrastruktur Sumberdaya Air
Dari PP NO 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan ............ 2-219 2.3.5. Review Kebijakan Pembangunan Nasional (RPJM) ......................................... 2-224
BAB 3. METODOLOGI EVALUASI ............................................................................................ 3-1
3.1. SISTEM EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR ............................... 3-1 3.2. INDIKATOR KESESUAIAN PENGEMBANGAN PROGRAM BIDANG BINA MARGA ............ 3-3
3.2.1. Indikator Kesesuaian Program Bidang Bina Marga............................................. 3-3 3.2.2. Indikator Kesesuaian Lokasi Bidang Bina Marga ................................................ 3-4
3.3. INDIKATOR KESESUAIAN PENGEMBANGAN PROGRAM BIDANG CIPTA KARYA ............. 3-5 3.3.1. Indikator Kesesuaian Program Bidang Cipta Karya ............................................. 3-5 3.3.2. Indikator Kesesuaian Lokasi Bidang Cipta Karya ................................................. 3-5
3.4. INDIKATOR KESESUAIAN PENGEMBANGAN PROGRAM BIDANG SUMBER DAYA AIR .... 3-6 3.4.1. Indikator Kesesuaian Program Bidang Sumber Daya Air .................................... 3-6 3.4.2. Indikator Kesesuaian Lokasi Bidang Sumber Daya Air ........................................ 3-6
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) iv
BAB 4. EVALUASI USULAN PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-AN ............ 4-1 4.1. EVALUASI KONREG BIDANG BINA MARGA (BM) TAHUN 2009 ...................................... 4-1
4.1.1. Hasil Evaluasi Kesesuaian Program Pengembangan Bidang Bina Marga ........... 4-1 4.1.2. Hasil Evaluasi Kesesuaian Lokasi Pengembangan Bidang Bina Marga ............... 4-3 4.1.3. Rekapitulasi Kesesuaian Program, Lokasi Dan Alokasi Anggaran
Bidang Bina Marga ................................................................................................. 4-4 4.2. EVALUASI KONREG BIDANG CIPTA KARYA (CK) TAHUN 2009 ........................................ 4-9
4.2.1. Hasil Evaluasi Kesesuaian Program Pengembangan Bidang Cipta Karya ........... 4-9 4.2.2. Hasil Evaluasi Kesesuaian Lokasi Pengembangan Bidang Cipta Karya ............. 4-13 4.2.3. Rekapitulasi Kesesuaian Program, Lokasi Dan Alokasi Anggaran
Bidang Cipta Karya ............................................................................................... 4-16 4.3. EVALUASI KONREG BIDANG SUMBER DAYA AIR (SDA) TAHUN 2009 ........................... 4-19
4.3.1. Hasil Evaluasi Kesesuaian Program Pengembangan Bidang Sumber Daya Air ....................................................................................... 4-19
4.3.2. Hasil Evaluasi Kesesuaian Lokasi Pengembangan Bidang Sumber Daya Air ....................................................................................... 4-21
4.3.3. Rekapitulasi Kesesuaian Program, Lokasi Dan Alokasi Anggaran Bidang Sumber Daya Air ....................................................................................... 4-22
BAB 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ............................................................................. 5-1
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) v
DAFTAR TABEL Tabel 2. 1 Arahan RTRWN Terkait Jalan ....................................................................................... 2-12 Tabel 2. 2 Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pekerjaan Umum
Sub Bidang Bina Marga ................................................................................................. 2-56 Tabel 2. 3 Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pekerjaan Umum
Sub Bidang Perkotaan dan Perdesaan.......................................................................... 2-79 Tabel 2. 4 Matriks Keterkaitan Substansi Antara RTRWN dengan KSNP - Kota ......................... 2-100 Tabel 2. 5 Matriks Keterkaitan Substansi Antara RTRWN dengan PP 80 Tahun 1999 dan
PP Tentang Rumah Susun Terkait Fungsi Kawasan Perkotaan dan Perdesaan .......... 2-108 Tabel 2. 6 Matriks Keterkaitan Substansi Antara RTRWN Dengan KSNP SPAM –
Terkait Fungsi Kawasan Perkotaan Dan Perdesaan ................................................... 2-121 Tabel 2. 7 Matriks Keterkaitan Substansi Antara RTRWN dengan Muatan KNSP
Sistem Pengelolaan Persampahan ............................................................................. 2-135 Tabel 2. 8 Matriks Keterkaitan Substansi Antara RTRWN
dengan Muatan Pengelolaan Air Limbah ................................................................... 2-139 Tabel 2. 9 Matriks Keterkaitan Substansi Antara RTRWN dengan
Muatan UU No. Tahun 2004 Tentang Penanggulangan Daya Rusak AIr .................... 2-141 Tabel 2. 10 Matriks Keterkaitan Substansi Antara RTRWN dengan
JAKSTRA Revitaliasi Kawasan .................................................................................... 2-144 Tabel 2. 11 Peran dan Fungsi Kawasan Perkotaan dan Perdesaan
Berdasarkan Peraturan Terkait ................................................................................. 2-145 Tabel 2. 12 Wewenang Pengelolaan dan Pelaksanaan Wilayah Sungai ..................................... 2-153 Tabel 2. 13 Arahan Pengelolaan SDA pada PP No 42 Tahun 2008
dan Implikasinya terhadap Tata Ruang .................................................................... 2-168 Tabel 2. 14 Wilayah Sungai Lintas Negara .................................................................................. 2-169 Tabel 2. 15 Wilayah Sungai Lintas Provinsi ................................................................................. 2-170 Tabel 2. 16 Wilayah Sungai Strategis Nasional ........................................................................... 2-171 Tabel 2. 17 Arahan Pengembangan Infrastruktur SDA (20 Tahun)
Berdasarkan Kaitan RTRWN (UU 7/2004, PP 26/2008) Dengan Rencana Pengelolaan SDA (UU No 7/2004, PP 20/2006, PP 42/2008) ....... 2-182
Tabel 2. 18 Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pekerjaan Umum Sub Bidang Sumber Daya Air .................................................................................... 2-220
Tabel 3. 1 Tabulasi Indikator Kesesuaian Program dan Lokasi Bidang Bina Marga, Cipta Karya dan Sumber Daya Air ................................................................................ 3-7
Tabel 4. 1 Hasil Analisis Kesesuaian Program Bidang Bina Marga .................................................. 4-1 Tabel 4. 2 Hasil Analisis Kesesuaian Lokasi Bidang Bina Marga ...................................................... 4-5 Tabel 4. 3 Rekapitulasi Kesesuaian Program, Kesesuaian Lokasi dan
Alokasi Anggaran Bidang Bina Marga ............................................................................. 4-7 Tabel 4. 4 Hasil Analisis Kesesuaian Program Bidang Cipta Karya ................................................ 4-11 Tabel 4. 5 Hasil Analisis Kesesuaian Lokasi Bidang Cipta Karya .................................................... 4-14 Tabel 4. 6 Rekapitulasi Kesesuaian Program, Kesesuaian Lokasi dan
Alokasi Anggaran Bidang Cipta karya ........................................................................... 4-17 Tabel 4. 7 Hasil Analisis Kesesusian Program Bidang Sumber Daya Air ....................................... 4-20 Tabel 4. 8 Hasil Analisis Kesesuaian Lokasi Bidang Sumber Daya Air ........................................... 4-23 Tabel 4. 9 Rekapitulasi Kesesuaian Program, Kesesuaian Lokasi dan
Alokasi Anggaran Bidang Sumber Daya Air .................................................................. 4-25
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) vi
DAFTAR GAMBAR Gambar 2. 1 Ilustrasi Peran Jalan Dalam Melayani Pusat Kegiatan Nasional
Gambar 2. 2 Ilustrasi Peran Jalan ................................................................................................... 2-9 Gambar 2. 3 Ilustrasi Peran Jalan Dalam Meningkatkan Akses Kawasan Strategis Nasional
Dan Membuka Keterisolasian Daerah ..................................................................... 2-10 Gambar 2. 4 Ilustrasi Pengendalian Dampak Akibat Jaringan Jalan ............................................. 2-11 Gambar 2. 5 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Fungsinya ................................................................... 2-44 Gambar 2. 6 Spesifikasi Kebutuhan Ruang Minimal untuk Jalan Arteri Primer ........................... 2-45 Gambar 2. 7 Spesifikasi Kebutuhan Ruang Minimal untuk Jalan Arteri Primer ........................... 2-45 Gambar 2. 8 Spesifikasi Kebutuhan Ruang Minimal Untuk Jalan Bebas Hambatan ..................... 2-46 Gambar 2. 9 Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional Di Pulau Sumatera ................................... 2-49 Gambar 2. 10 Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional Di Pulau Jawa ........................................ 2-50 Gambar 2. 11 Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional di Pulau Bali ........................................... 2-51 Gambar 2. 12 Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional di Pulau Sulawesi ................................... 2-52 Gambar 2. 13 Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional di Pulau Kalimantan .............................. 2-53 Gambar 2. 14 Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional di Pulau Papua ....................................... 2-54 Gambar 2. 15 Fungsi Sistem Kota di Pulau Sumatera Sebagai Pusat Kawasan Andalan
dan Transportasi Antar Wilayah (sebagai contoh) .................................................. 2-65 Gambar 2. 16 Pola Pembangunan Perumahan dan Permukiman Berdasarkan
UU No. 4 Tahun 1992 ............................................................................................ 2-103 Gambar 2. 17 Ilustrasi Kawasan Permukiman Baru Serta Kasiba & Lisiba BS ............................ 2-105 Gambar 2. 18 Pola Pembangunan Kasiba/Lisiba di Kawasan Perkotaan ....................................... 106 Gambar 2. 19 Konteks Pola Kasiba/Lisiba dalam Permukiman yang Telah Terbangun................. 107 Gambar 2. 20 Skema Kelembagaan Pengelolaan Irigasi ................................................................ 174
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) vii
DAFTAR DIAGRAM Diagram 2. 1 Matriks Konsepsi Pembangunan Infrastruktur Jalan Berbasis RTRWN ................... 2-60 Diagram 2. 2 Matriks Konsepsi Pengembangan Infrastruktur Keciptakaryaan
Berbasis RTRWN ...................................................................................................... 2-69 Diagram 2. 3 Matriks Konsepsi Pengembangan Infrastruktur SDA Berbasis RTRWN ................ 2-179 Diagram 3. 1 Metode Evaluasi Kesesuaian Usulan Program Infrastruktur Ke-PU-an ..................... 3-2
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 1- 1
1.1. LATAR BELAKANG
Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu faktor yang memfasilitas kerjasama lintas
wilayah guna mewujudkan keterpaduan pembangunan. Dari berbagai jenis infrastruktur, yang
paling berperan penting dalam pengembangan wilayah nasional adalah infrastruktur jalan,
sumber daya air, dan perkotaan & perdesaan. Keberhasilan pembangunan wilayah nasional akan
sangat tergantung dari kualitas infrastrukturnya.
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) menetapkan rencana struktur ruang dan pola
ruang wilayah nasional, yang antara lain memberikan arahan kebijakan pengembangan sistem
jaringan jalan, sumberdaya air, dan sistem perkotaan nasional. Arahan kebijakan ini diharapkan
dapat menjadi dasar dalam pembangunan infrastruktur ke-PU-an tersebut.
Permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana mengharmonisasikan indikasi program utama
dalam RTRWN tersebut dengan program-program pembangunan yang diajukan tiap provinsi. Hal
ini diperlukan agar penyusunan program-program di sektor jalan, sumber daya air, dan perkotaan
& perdesaan, dilakukan dengan semangat mewujudkan RTRWN. Dengan demikian, keberhasilan
dalam mewujudkan hal tersebut akan sangat tergantung pada dua hal, yaitu :
1. Adanya kesepakatan institusi-institusi yang terlibat dalam pengembangan/pembangunan
infrastruktur jalan terhadap indikasi program utama dalam RTRWN,
2. Harmonisasi program infrastruktur ke-PU an (jalan, sumber daya air, dan perkotaan &
perdesaan) dengan indikasi program utama dalam RTRWN. Melalui kegiatan ini, dalam
jangka panjang diharapkan bahwa RTRWN dapat diwujudkan sesuai dengan yang
direncanakan. Sedangkan untuk jangka pendek dan menengah, program–program pada
sektor jalan dapat disusun dengan memperhatikan cita-cita dalam RTRWN. Dengan
adanya kesepahaman dan komitmen terhadap pelaksanaan RTRWN tersebut diharapkan
BAB 1. PENDAHULUAN
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) 2
pengembangan infrastruktur ke-PU an dapat dilakukan secara efektif dan efisien sekaligus
juga meminimalkan kemungkinan terjadinya konflik antar sektor.
Dalam perspektif tersebut, Departemen Pekerjaan Umum setiap tahun melakukan konsultasi
regional (KONREG) program pembangunan infrastruktur PU tahun anggaran satu tahun ke depan.
KONREG ini, merupakan media untuk melakukan seleksi kegiatan pembangunan infrastruktur
yang berbasis penataan ruang (RTRWN).
Untuk itu, Direktorat Jenderal Penataan Ruang tahun 2009 akan melakukan pemantauan dan
evaluasi program pembangunan infrastruktur bidang ke-PU-an yang berbasis pada penataan
ruang. Tindakan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan terhadap penyelenggaraan penataan
ruang merupakan kegiatan mengamati dengan cermat, menilai tingkat pencapaian rencana
secara objektif, dan memberikan informasi hasil evaluasi secara terbuka terhadap
penyelenggaraan penataan ruang, yang meliputi: pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan
pengawasan.
1.2. TUJUAN DAN SASARAN
1.2.1. Tujuan
Tersusunnya indikator dan terselenggarakannya pemantauan dan evaluasi program
infrastruktur ke-PU-an berbasis wilayah (RTRWN) dan perkiraan dampak pembangunannya
1.2.2. Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah:
1. Konsep pemantauan dan evaluasi infrastruktur;
2. Struktur dan pola pemanfaatan ruang 2008-2014 dan sinkronisasi program
pembangunan infrastruktur PU;
3. Hasil inventarisasi kebijakan pembangunan infrastruktur ke-PU-an;
4. Hasil inventarisasi program pembangunan infrastruktur ke-PU-an tahun 2009 (hasil
KONREG);
5. Hasil inventarisasi konsep pemantauan dan evaluasi pembangunan infrastruktur ke-
PU-an
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) 3
1.3. LINGKUP KEGIATAN
1.3.1. Lingkup Substansi Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan ini adalah:
1. Pengumpulan data dan informasi (survey pakar/primer dan sekunder);
2. Kajian literatur konsep pemantauan dan evaluasi infrastruktur PU;
3. Kajian kebijakan pembangunan infrastruktur PU (RTRWN/RTR Pulau, Renstra PU,
Kebijakan dan Strategi (JAKSTRA) masing-masing infrastruktur PU, Konsep Monev,
LAKIP, dan Rencana Terpadu (hasil 2008);
4. Inventarisasi karakteristik infrastruktur PU;
5. Perumusan indikator pemantauan dan evaluasi terkait dengan KONREG 2009;
6. Penyelenggaraan pemantauan dan evaluasi pembangunan PU (Sektor Jalan, Sumber
Daya Air/SDA dan Perkotaan dan Perdesaan) berbasis wilayah dan dampak
langsung/tidak langsung tahun 2009 dan prediksi 2010;
7. Perumusan profil wilayah dan sektor strategis berbasis infrastruktur ke-PU-an;
8. Fasilitasi penyelenggaraan Temu Pakar dan Focus Group Discussion (FGD) dengan
melibatkan Biro Perencanaan, Pustra, serta Satminkal eselon 1 Departemen PU,.
9. Pelaksanaan seminar/diseminasi,
1.3.2. Lingkup Kawasan
Lingkup kawasan kajian yang dianalisis adalah kawasan dalam kewenangan nasional dan
dilaksanakan di Jakarta.
1.4. KELUARAN DAN MANFAAT YANG DIHARAPKAN
Keluaran yang dihasilkan dari pelaksanaan pekerjaan ini adalah:
1. Indikator pemantauan dan evaluasi (berbasis RTRWN beserta dampak
pembangunannya);
2. Hasil pemantauan dan evaluasi 2008 serta perkiraan pemantauan dan evaluasi hasil
KONREG 2009;
3. Profil wilayah strategis dan sektor strategis berbasis infrastruktur ke-PU-an (jalan, sumber
daya air, dan perkotaan & perdesaan).
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) 4
Adapun manfaat yang dihasilkan dari kegiatan ini antara lain:
1. Memberikan arahan bagi para stakeholder yang bertanggung jawab dalam pengembangan
infrastruktur ke-PU an, berupa arahan lokasi dan kuantitas/kualitas jalan yang perlu
dipersiapkan pada masing-masing lokasi,
2. Acuan dalam menyusun program pembangunan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam
pengembangan infrastruktur ke-PU an,
3. Efisiensi dan efektifitas dalam penyediaan infrastruktur ke-PU an, dan
4. Meminimalkan kemungkinan terjadinya konflik antar sektor yang berpotensi menimbulkan
inefisiensi.
1.5. METODOLOGI
Metodologi pekerjaan Sinkronisasi Program Pengembangan Infrastruktur jalan secara prinsipil
meletakkan pada pengkajian terhadap substansi (materi) dan pendekatan para pemangku
kepentingan (stakeholders approach). Pendekatan substansi ditujan kepada pengkajian dari
arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang termuat didalam PP No. 26 Tahun
2008, kajian peraturan terkait fungsi dan peran jalan.
Metodologi yang digunakan dalam kegiatan ini adalah:
1. Analisis kebijakan pembangunan infrastruktur PU: RTRWN/RTR Pulau, RENSTRA PU,
Kebijakan dan Strategi (JAKSTRA) masing-masing infrastruktur PU, LAKIP, dan Rencana
Terpadu (hasil 2008);
2. Perumusan indikator pemantauan dan evaluasi terkait dengan KONREG 2009; berbasis
wilayah dan dampak langsung/tidak langsung dengan pendekatan kesesuaian program,
kesesuaian lokasi dan besaran anggaran, dilengkapi dengan kajian literatur konsep
pemantauan dan evaluasi infrastruktur PU;
3. Input hasil KONREG dan peta-peta dasar RTRWN
4. Kompilasi hasil pemantauan dan evaluasi dalam tabel dan peta;
5. Penyelenggaraan seminar/lokakarya
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) 5
1.6. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Laporan Akhir ini disajikan dengan sistematika pembahasan sebagai berikut :
Bab 1 Pendahuluan
Bab ini berisi pembahasan latar belakang pekerjaan; tujuan, maksud dan sasaran;
lingkup kegiatan dan wilayah kegiatan; keluaran dan manfaat yang diharapkan;
metodologi yang digunakan, serta sistematika pembahasan.
Bab 2 Review Pengembangan Infrastruktur Ke-Pu-An Berbasis RTRWN Dan
Arahan/Kebijakan Terkait
Bab ini mereview berbagai peraturan atau kebijakan dari sisi keruangan, infrastruktur
ke-PU an (jalan, Sumber Daya Air/SDA, Perkotaan dan Perdesaan), maupun berbagai
kebijakan/ peraturan terkait lainnya, untuk memahami arahan dari berbagai kebijakan/
peraturan tersebut terhadap pengembangan sumberdaya air di Indonesia.
Bab 3 Metodologi Evaluasi
Bab ini berisi sistem evaluasi program pengembangan infrastruktur, indkator
kesesuaian program dan lokasi untuk Bidang Bina Marga, Cipta Karya dan Sumber Daya
Air, serta rumusan perhitungan yang digunakan.
Bab 4 Evaluasi Usulan Program Pengembangan Infrastruktur Ke-Pu-An
Bab ini mengevaluasi usulan program pengembangan infrastruktur Sumber Daya Air
(SDA) berdasarkan hasil KONREG Tahun 2009
Bab 5 Kesimpulan dan Rekomendasi
Bab ini berisi rumusan kesimpulan hasil MONEV KONREG tahun 2009 dan rekomendasi
bagi MONEV hasil KONREG berikutnya
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 1- 1
Gambar 1. 1
Alur Pendekatan Monitoring dan Evaluasi KONREG 2009
5. Membuka keterisolasian daerah tertinggal/perbatasan
6. Pengendalian dampak akibat jaringan jalan yang melintasi kawasan lindung
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2- 8
Gambar 2. 1
Ilustrasi Peran Jalan Dalam Melayani Pusat Kegiatan Nasional
Dan Melayani Kelancaran Distribusi/Koleksi Ke/Dari Outlet (Bandar Udara, Pelabuhan)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 9
Gambar 2. 2
Ilustrasi Peran Jalan
Dalam Meningkatkan Akses Kawasan Andalan
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 10
Gambar 2. 3
Ilustrasi Peran Jalan Dalam Meningkatkan Akses Kawasan Strategis Nasional
Dan Membuka Keterisolasian Daerah
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 11
Gambar 2. 4
Ilustrasi Pengendalian Dampak Akibat Jaringan Jalan
yang Melintasi Kawasan Lindung
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 12
Tabel 2. 1
Arahan RTRWN Terkait Jalan
No Pulau/
Provinsi
Struktur Ruang Pola Ruang
Sistem Perkotaan Nasional Sistem Transportasi Nasional Kawasan Andalan
Darat Kawasan Strategis Nasional
Kawasan Lindung
Nasional PKN PKW PKSN Pelabuhan Bandara
I. P.SUMATERA
1. Nanggroe
Aceh
Darussalam
- Lhokseuma
we (I/C/1)
- Sabang
(I/C/1)
- Banda Aceh
(I/C/1),
(I/D/1)
- Takengon
(II/C/1)
- Meulaboh
(I/D/1),
(II/C/3)
- Langsa
(II/C/3)
- Sabang
(I/A/ 2)
- Sabang (I/2)
- Lhok`seuma
we (I/3)
- Meulaboh
I/4)
- Sultan Iskandar
Muda (III/5)
- Kawasan Banda
Aceh dan
Sekitarnya (I/A/1),
(II/E/1),
(II/D/1),(I/G/1)
- Kawasan
Lhokseumawe
dan Sekitarnya
(I/D/1),(III/A/2),
(I/C/1), (I/F/2),
(II/B/2)
- Kawasan Pantai
Barat Selatan
(IV/A/2),(II/F/2),(II
I/C/2),(I/B/2)
- Kawasan Industri Lhokseumawe (I/A/2)
- Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (I/A/2)
- Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Banda Aceh Darussalam (I/A/2)
- Kawasan Ekosistem Leuser (I/B/1)
- Kawasan Perbatasan Laut RI termasuk pulau kecil terluar (Pulau Rondo dan Berhala) dengan negara India (I/E/2)
- Kawasan Perbatasan Negara yang berhadapan dengan laut lepas (I/E/2)
- SM Rawa Singkil (I/B/2)
- CA Hutan Pinus Jhanto
(I/B/3)
- TN Gunung Leuser
(I/A/4)
- THR Cut Nyak Dien
(Pocut Meurah Intan)
(II/B/5)
- TWA Laut Pulau Weh
(I/A/6)
- TWA Laut Kepulauan
Banyak (II/A/6)
- TWA Laut Perairan
Pulau Pinang, Siumat,
dan Simanaha (Pisisi)
(I/A/6)
- TWA Laut Sabang
(I/B/6)
- Taman Buru Lingga Isaq
(I/F)
2. Sumatera
Utara
- Kawasan
Perkotaan
Medan-
Binjai-Deli
Serdang-
Karo
- Tebingtingg
i (II/C/1)
- Sidikalang
(II/B)
- Pematang
Siantar
- - Belawan (I/1)
- Sibolga (II/4)
- Tanjung Balai
Asahan (I/3)
- Kuala Namu
(I/2)
- Kawasan
Perkotaan
Metropolitan
Medan-Binjai-Deli
Serdang-Karo
(Mebidangro)
(I/D/1), (II/B/2),
(I/E/1), (I/A/1),
- Kawasan Perbatasan Laut RI
termasuk pulau kecil terluar
Pulau Berhala dengan
negara Thailand/ Malaysia
(I/E/2)
- Kawasan Perkotaan Medan
– Binjai – Deli Serdang –
Karo (Mebidangro) (I/A/1)
- SM Karang Gading dan
Langkat Timur Laut
(II/B/2)
- SM Barumun (I/B/2)
- SM Siranggas (II/B/2)
- SM Dolok Surungan
(II/B/2)
- CA Dolok Sibual-buali
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 13
No Pulau/
Provinsi
Struktur Ruang Pola Ruang
Sistem Perkotaan Nasional Sistem Transportasi Nasional Kawasan Andalan
Darat Kawasan Strategis Nasional
Kawasan Lindung
Nasional PKN PKW PKSN Pelabuhan Bandara
(Mebidangr
o) (I/C/3)
(I/C/1)
- Balige
(II/C/1)
- Rantau
Prapat
(I/C/1)
- Kisaran
(II/C/1)
- Gu
nung Sitoli
(I/D/1),
(II/C/1)
- Padang
Sidempuan
(II/C/1)
- Sibolga (I
/C/1)
(II/F/2)
- Kawasan
Pematang Siantar
dan Sekitarnya
(II/B/2), (I/A/1),
(III/D/2), (II/E/2)
- Kawasan Rantau
Prapat – Kisaran
(I/B/2), (I/H/1),
(II/A/2), (II/F/2),
(II/D/2)
- Kawasan Tapanuli
dan Sekitarnya
(II/B/2), (II/C/2),
(III/G/2), (II/A/2),
(II/D/2), (II/E/2)
- Kawasan Nias dan
Sekitarnya (I/E/2),
(IV/B/2), (II/F/2)
- Kawasan Danau Toba dan
Sekitarnya (I/B/1)
- Kawasan Perbatasan Negara
yang berhadapan dengan
laut lepas (I/E/2)
(II/A/3)
- CA Dolok Sipirok (I/A/3)
- CA Lubuk Raya (II/B/3)
- CA Sei Ledong (II/B/3)
- TN Gunung Leuser
(I/A/4)
- TN Batang Gadis (II/A/4)
- THR Bukit Barisan
(I/B/5)
- Taman Buru Pulau Pini
(I/F)
3. Sumatera
Barat
- Padang
(I/C/1)
- Pariaman
(II/C/1)
- Sawahlunto
(II/C/1)
- Muarasiber
ut (II/C/2)
- Bukittinggi
- (I/C/1)
- Solok
(II/C/2)
- - Teluk (I/1) - Minangkabau
(I/3)
- Kawasan Padang
Pariaman dan
Sekitarnya (I/D/2),
(II/G/2), (II/A/2),
(II/E/2), (II/F/2)
- Kawasan Agam-
Bukit Tinggi (PLTA
Kuto Panjang)
(III/B/2), (I/E/2),
(II/A/2)
- Kawasan
Mentawai dan
- Kawasan Stasiun Pengamat
Dirgantara Kototabang
(I/D/2)
- Kawasan Hutan Lindung
Bukit Batabuh (I/B/1)
- Kawasan Lingkungan Hidup
Taman Nasional Kerinci
Seblat (I/B/1)
- Kawasan Perbatasan Negara
yang berhadapan dengan
laut lepas (I/E/2)
- SM Pagai Selatan
(II/B/2)
- CA Rimbo Panti Reg. 75
(II/B/3)
- CA Lembah Anai (I/B/3)
- CA Batang Pangean I
(II/B/3)
- CA Batang Pangean II
Reg. 49 (III/B/3)
- CA Arau Hilir (II/B/3)
- CA Melampah Alahan
Panjang (I/B/3)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 14
No Pulau/
Provinsi
Struktur Ruang Pola Ruang
Sistem Perkotaan Nasional Sistem Transportasi Nasional Kawasan Andalan
Darat Kawasan Strategis Nasional
Kawasan Lindung
Nasional PKN PKW PKSN Pelabuhan Bandara
Sekitarnya
(IV/A/2), (II/F/2)
- Kawasan Solok
dan Sekitarnya
(Danau Kembar
Diatas/ Dibawah-
PIP Danau
Singkarak-Lubuk
Alung-Ketaping)
(III/C/2), (II/A/2),
(III/B/2), (II/E/2),
(III/D/2)
- CA Gunung Sago (II/B/3)
- CA Maninjau Utara Dan
Selatan (II/B/3)
- CA Gunung Singgalang
Tandikat (I/B/3)
- CA Gunung Merapi
(I/B/3)
- CA Lembah Anai (I/B/3)
- CA Batang Pangean I
(II/B/3)
- CA Batang Pangean II
Reg. 49 (III/B/3)
- CA Arau Hilir (II/B/3)
- CA Melampah Alahan
Panjang (I/B/3)
- CA Gunung Sago (II/B/3)
- CA Maninjau Utara Dan
Selatan (II/B/3)
- CA Gunung Singgalang
Tandikat (I/B/3)
- CA Gunung Merapi
(I/B/3)
- CA Air Putih (III/B/3)
- CA Barisan I (II/B/3)
- CA Air Terusan (II/B/3)
- TN Siberut (II/A/4)
- TN Kerinci Seblat
(I/A/4)
- THR Dr. M. Hatta
(II/B/5)
- TWA Laut Kepulauan
Pieh (II/B/6)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 15
No Pulau/
Provinsi
Struktur Ruang Pola Ruang
Sistem Perkotaan Nasional Sistem Transportasi Nasional Kawasan Andalan
Darat Kawasan Strategis Nasional
Kawasan Lindung
Nasional PKN PKW PKSN Pelabuhan Bandara
4. Riau - Pekanbaru
(I/C/1)
- Dumai
(I/C/1)
- Bangkinang
(II/B)
- Taluk
Kuantan
(II/C/1)
- Bengkalis
(II/B)
- Bagan
Siapi-api
(II/B)
- Tembilahan
(I/C/1)
- Rengat
(II/C/1)
- Pangkalan
Kerinci
(II/C/1)
- Pasir
Pangarayan
(I/C/1)
- Siak Sri
Indrapura
(II/C/1)
- Dumai
(I/A/1)
- Dumai) (I/2)
- Perawang
(I/3)
- Sungai
Pakning
(III/3)
- Kuala Enok
(III/3)
- Tanjung
Kedabu
(III/3)
- Buatan (III/3)
- Pulau Kijang
(III/3)
- Tembilahan
(I/3)
- Hang Nadim
(I/1)
- Sultan Syarif
Kasim II (I/4)
- Pinang Kampai
(I/5)
- Kawasan
Pekanbaru dan
Sekitarnya
(II/D/2), (I/B/2),
(II/A/2), (I/C/2)
- Kawasan Duri-
Dumai dan
Sekitarnya (I/D/2)
(I/B/2), (II/F/2)
- Kawasan Rengat-
Kuala Enok-Taluk
Kuantan-
Pangkalan Kerinci
(I/B/2), (III/A/2),
(II/D/2), (III/H/2)
- Kawasan Ujung
Batu-Bagan Batu
(I/D/2), (II/B/2)
- Kawasan Hutan Lindung
Mahato (I/B/1)
- Kawasan Perbatasan Laut RI
dengan negara Malaysia/
Vietnam/Singapura (Provinsi
Riau dan Kepulauan Riau)
(I/D/2)
- Kawasan Taman Nasional
Bukit Tigapuluh (I/B/1)
- SM Kerumutan (II/B/2)
- SM Danau Pulau
Besar/Danau Pulau
Bawah (I/B/2)
- SM Bukit Rimbang-Bukit
Baling (III/B/2)
- SM Giam Siak Kecil
(II/B/2)
- SM Balai Raja (II/B/2)
- SM Tasik Besar/Tasik
Metas (II/B/2)
- SM Tasik Serkap/Tasik
Sarang Burung (II/B/2)
- SM Pusat Pelatihan
Gajah (II/B/2)
- SM Tasik Tanjung
Padang (II/B/2)
- SM Tasik Belat (II/B/2)
- SM Bukit Batu (II/B/2)
- CA Bukit Bungkuk
(I/B/3)
- TN Teso Nilo (I/A/4)
- TN Bukit Tiga Puluh
(I/A/4)
- THR Sultan Syarif
Hasyim (Minas) (II/B/5)
- TWA Sungai Dumai
(I/A/6)
5. Kep. Riau - Batam
(I/C/3)
- Tanjung
Pinang
(I/C/1)
- Terempa
- Batam
(I/A/1)
- Ranai
(I/A/2)
- Batam (I/1)
- Tanjung Balai
Karimun(III/3
)
- Ranai (I/5)
- Kijang (IV/5)
- Kawasan Zona
Batam -Tanjung
Pinang dan
Sekitarnya
- Kawasan Perbatasan Laut RI
dengan negara Malaysia/
Vietnam/Singapura (Provinsi
Riau dan Kepulauan Riau)
- TN Laut Anambas
(II/B/4)
- TWA Muka Kuning
(Batam) (I/B/6)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 16
No Pulau/
Provinsi
Struktur Ruang Pola Ruang
Sistem Perkotaan Nasional Sistem Transportasi Nasional Kawasan Andalan
Darat Kawasan Strategis Nasional
Kawasan Lindung
Nasional PKN PKW PKSN Pelabuhan Bandara
(II/B)
- Daik Lingga
(II/B)
- Dabo –
Pulau
Singkep
(II/B)
- Tanjung
Balai
Karimun
(I/C/1)
- Tanjung
Pinang (III/3)
- Pulau Sambu
(III/3)
- Dabo –
Singkep
(III/3)
- Ranai (I/3)
- Moro Sulit
(III/3)
(II/G/2), (I/E/2),
(I/D/2), (II/F/2)
- Kawasan Natuna
dan Sekitarnya
(I/C/1), (II/G/2)
(I/D/2)
- Kawasan Batam, Bintan, dan
Karimun (I/A/2)
6. Jambi - Jambi (I/C/1
)
- Kuala
Tungkal
(II/B)
- Sarolangun
(II/B)
- Muarabung
o (I/C/1)
- Muara
Bulian
(II/C/1)
- - Kuala
Tungkal (I/3)
- Sultan
Thaha (I/5)
- Kawasan Muara
Bulian Timur
Jambi dan
Sekitarnya (I/B/2),
(III/A/2), (II/C/2),
(II/D/2), (IV/F/2),
(III/E/2)
- Kawasan Muara
Bungo dan
Sekitarnya (I/B/2),
(III/A/2), (II/H/2)
- Kawasan Lingkungan Hidup
Taman Nasional Kerinci
Seblat (I/B/1)
- Kawasan Taman Nasional
Berbak (I/B/1)
- Kawasan Taman Nasional
Bukit Tigapuluh (I/B/1)
- Kawasan Taman Nasional
Bukit Duabelas (I/B/1)
- CA Kelompok Hutan
Bakau Pantai Timur
(I/A/3)
- CA Cempaka (II/B/3)
- CA Sungai Batara
(III/B/3)
- TN Bukit Tiga Puluh
(I/A/4)
- TN Bukit Dua Belas
(I/A/4)
- TN Berbak (I/A/4)
- TN Kerinci Seblat
(I/A/4)
- THR Thaha Saifuddin
(II/B/5)
- TWA Sungai Bengkal
(II/B/6)
7. Sumatera
Selatan
- Palembang (
I/C/1)
- Muara
Enim
- - Tanjung Api-
Api (I/1)
- Sult
an
- Kawasan Muara
Enim dan
- Kawasan Lingkungan Hidup
Taman Nasional Kerinci
- SM Gumai Pasemah
(II/B/2)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 17
No Pulau/
Provinsi
Struktur Ruang Pola Ruang
Sistem Perkotaan Nasional Sistem Transportasi Nasional Kawasan Andalan
Darat Kawasan Strategis Nasional
Kawasan Lindung
Nasional PKN PKW PKSN Pelabuhan Bandara
(I/C/1)
- Kayuagung
(II/B)
- Baturaja
(II/B)
- Prabumulih
(II/C/1)
- Lubuk
Linggau (I
/C/1)
- Sekayu
(II/B)
- Lahat (II/B)
- Palembang
(I/1)
MahmudBadaru
ddin II (I/4)
Sekitarnya
(III/A/2), (I/C/2),
(II/B/2)
- Kawasan Lubuk
Linggau dan
Sekitarnya
(IV/A/2), (II/B/2),
(IV/D/2)
- Kawasan
Palembang dan
Sekitarnya (I/A/2),
(I/D/2), (I/C/1),
(II/H/2), (III/F/2)
Seblat (I/B/1) - SM Gunung Raya (I/B/2)
- SM Isau-Isau Pasemah
(II/B/2)
- SM Bentayan (I/B/2)
- SM Dangku (II/B/2)
- SM Padang Sugihan
(II/B/2)
- TN Kerinci Seblat
(I/A/4)
- TN Sembilang (II/A/4)
8. Bengkulu - - Bengkulu
(I/C/1)
- Manna
(I/C/1)
- Muko-
Muko
(II/C/2)
- Curup
(II/C/2)
- - Pulau Baai
(III/3)
- Fatma
wati (III/5)
- Kawasan
Bengkulu dan
Sekitarnya
(II/A/2), (III/D/2),
(II/B/2), (II/F/2),
(III/E/2)
- Kawasan Manna
dan Sekitarnya
(III/A/2), (II/B/2),
(II/F/2), (II/D/2),
(IV/E/2)
- Kawasan Lingkungan Hidup
Taman Nasional Kerinci
Seblat (I/B/1)
- Kawasan Perbatasan Negara
yang berhadapan dengan
laut lepas (I/E/2)
- CA Danau Dusun Besar
Reg. 61 (III/B/3)
- CA Air Ketebat Danau
Tes Reg. 57 (II/B/3)
- CA Teluk Klowe Reg. 96
(III/B/3)
- TN Kerinci Seblat
(I/A/4)
- TN Bukit Barisan Selatan
(I/A/4)
- THR Raja Lelo (II/B/5)
- TWA Bukit Kaba (II/B/6)
- TWA Pantai Panjang -
Pulau Baai (I/B/6)
- TWA Laut Enggano
(II/B/6)
- Taman Buru Semidang
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 18
No Pulau/
Provinsi
Struktur Ruang Pola Ruang
Sistem Perkotaan Nasional Sistem Transportasi Nasional Kawasan Andalan
Darat Kawasan Strategis Nasional
Kawasan Lindung
Nasional PKN PKW PKSN Pelabuhan Bandara
Bukit Kabu (II/F)
- Taman Buru Gunung
Nanu’ua (II/F)
9. Bangka
Belitung
- - Pangkal
Pinang
(I/C/1)
- Muntok
(II/B)
- Tanjungpan
dan (I/B)
- Manggar
(II/B)
- - Tanjung
Pandan (I/3)
- H. AS.
Hanandjoeddin
(I/5)
- Depati Amir
(I/5)
- Kawasan Bangka
(IV/A/2), (IV/B/2),
(II/D/2), (I/E/2),
(II/F/2)
- Kawasan Belitung
(IV/A/2), (IV/B/2),
(II/D/2), (I/E/2)
- - CA G. Lalang, G.
Menumbing, G. Maras,
G. Mangkol, G.
Permisan, Jening
Mendayung (I/B/3)
- TWA Laut Perairan
Belitung (II/B/6)
10. Lampung - Bandar
Lampung (I/
C/1)
- M e t r o
(II/C/1)
- Kalianda
(II/B)
- Liwa
(II/C/2)
- Menggala
(II/B)
- Kotabumi
(I/C/1)
- Kota Agung
(II/B)
- - Panjang (I/1) - Radin
Inten II (I/5)
- Kawasan Bandar
Lampung-Metro
(I/B/2)
(II/E/2), (II/D/2),
(IV/A/2), (IV/F/2)
- Kawasan Mesuji
dan Sekitarnya
(II/A/2), (IV/B/2),
(IV/D/2)
- Kawasan
Kotabumi dan
Sekitarnya
(IV/A/2), (II/B/2),
(II/F/2)
- Kawasan Liwa-
Krui (IV/A/2),
(III/B/2), (III/G/2)
- Kawasan Selat Sunda
(III/A/2)
- Kawasan Perbatasan Negara
yang berhadapan dengan
laut lepas (I/E/2)
- CA Laut Pulau Anak
Krakatau (I/A/3)
- TN Bukit Barisan Selatan
(I/A/4)
- TN Way Kambas (I/A/4)
- THR Wan Abdul
Rachman (I/B/5)
- TWA Laut Lampung
Barat (I/B/6)
II. P. JAWA-BALI
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 19
No Pulau/
Provinsi
Struktur Ruang Pola Ruang
Sistem Perkotaan Nasional Sistem Transportasi Nasional Kawasan Andalan
Darat Kawasan Strategis Nasional
Kawasan Lindung
Nasional PKN PKW PKSN Pelabuhan Bandara
1. DKI
Jakarta
- Kawasan
Perkotaan
Jabodetabe
k (I/C/3)
- - - Tanjungpriok
(I/1)
- - Kawasan
Perkotaan Jakarta
(I/D/2), (I/E/2),
(II/F/2)
- Kawasan Instalasi
Lingkungan dan Cuaca
(I/D/2)
- Kawasan Perkotaan
Jabodetabek-Punjur
termasuk Kepulauan Seribu
(I/A/1)
- TN Laut Kepulauan
Seribu (I/A/4)
2. Banten - Serang
(I/C/1)
- Cilegon
(I/C/1)
- Pandeglang
(II/B)
- Rangkas
Bitung
(II/B)
- - Bojonegara
(I/1)
- Merak (I/4)
- Soekarno-Hatta
(I/1)
- Kawasan
Bojonegara-
Merak-Cilegon
(I/D/2), (I/E/2),
(II/A/2), (II/F/2),
(I/C/2)
- Kawasan
Perbatasan
Negara yang
berhadapan
dengan laut lepas
(I/E/2)
- Kawasan Selat Sunda
(III/A/2)
- Kawasan Perkotaan
Jabodetabek-Punjur
termasuk Kepulauan Seribu
(I/A/1)
- Kawasan Taman Nasional
Ujung Kulon (I/B/1)
- CA Rawa Danau (II/B/3)
- CA Gunung Tukung
Gede (I/B/3)
- TN Halimun – Salak
(I/A/4)
- TN Ujung Kulon (I/A/4)
- TWA Pulau Sangiang
(I/A/6)
3. Jawa Barat - Kawasan
Perkotaan
Bandung
Raya (I/C/3)
- Cirebon(I/C/
1)
- Sukabumi
(I/C/1)
- Cikampek –
Cikopo
(I/C/1)
- Pelabuhanr
atu (II/C/2)
- Indramayu
(II/C/1)
- Kadipaten
(II/C/2)
- - Arjuna (II/1)
- Majalengka (I/3)
- Husein Sastra
Negara (I/6)
- Cakrabhuwana
(IV/5)
- Kawasan Bogor-
Puncak-Cianjur
(Bopunjur dan
Sekitarnya)
(II/A/2), (I/E/2),
(II/D/2), (II/F/2)
- Kawasan
Sukabumi dan
Sekitarnya
(II/F/2), (III/A/2),
(I/E/2), (III/B/2)
- Kawasan
Purwakarta,
- Kawasan Perkotaan
Jabodetabek-Punjur
termasuk Kepulauan Seribu
(I/A/1)
- Kawasan Perkotaan
Cekungan Bandung (I/A/1)
- Kawasan Fasilitas Uji
Terbang Roket Pamengpeuk
(I/D/1)
- Kawasan Stasiun Pengamat
Dirgantara Pamengpeuk
(I/D/2)
- Kawasan Stasiun Pengamat
- SM Cikepuh (II/B/2)
- SM Gunung Sawal
(II/B/2)
- CA Gunung Tangkuban
Perahu (I/A/3)
- CA Leuweung Sancang
(II/B/3)
- CA Gunung Tilu (II/B/3)
- CA Gunung Papandayan
(I/B/3)
- CA Gunung Burangrang
(I/B/3)
- CA Kawah Kamojang
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 20
No Pulau/
Provinsi
Struktur Ruang Pola Ruang
Sistem Perkotaan Nasional Sistem Transportasi Nasional Kawasan Andalan
Darat Kawasan Strategis Nasional
Kawasan Lindung
Nasional PKN PKW PKSN Pelabuhan Bandara
- Tasikmalay
a
- (I/C/1)
- Pangandara
n (II/C/2)
Subang, Karawang
(Purwasuka)
(I/A/1), (I/D/2),
(II/E/2), (II/F/2)
- Kawasan
Cekungan
Bandung (I/D/1),
(II/A/2), (I/E/2),
(I/B/2)
- Kawasan Cirebon-
Indramayu-
Majalengka-
Kuningan
(Ciayumaja
Kuning) dan
Sekitarnya
(II/A/2), (II/D/2),
(I/F/2), (I/C/2)
- Kawasan Priangan
Timur-
Pangandaran
(II/A/2), (IV/D/2),
(II/B/2), (II/E/2),
(II/F/2)
Dirgantara Tanjung Sari
(I/D/2)
- Kawasan Stasiun
Telecomand (I/D/2)
- Kawasan Stasiun Bumi
Penerima Satelit Mikro
(I/D/2)
- Kawasan Pangandaran –
Kalipuncang – Segara
Anakan – Nusakambangan
(Pacangsanak) (I/B/1)
- Kawasan Perbatasan Negara
yang berhadapan dengan
laut lepas (I/E/2)
(II/B/3)
- CA Gunung Simpang
(II/B/3)
- CA Laut Leuweung
Sancang (II/B/3)
- TN Gunung Gede –
Pangrango (I/A/4)
- TN Halimun – Salak
(I/A/4)
- TN Gunung Ciremai
(I/A/4)
- TWA Gunung
Tampomas (I/B/6)
- TWA Laut Cijulang
(I/A/6)
- Taman Buru Gunung
Masigit Kareumbi (II/F)
4. Jawa
Tengah
- Surakarta
(I/C/1)
- Kawasan
Perkotaan
Semarang-
Kendal-
Demak-
- Boyolali
(II/B)
- Klaten
(II/C/1)
- Salatiga
(II/C/1)
- Tegal
- - Tanjung
Emas (I/1)
- Tanjung
Intan (I/1)
- Adi Sumarno
(I/3)
- Ahmad Yani
(I/3)
- Kawasan
Surakarta,
Boyolali,
Sukoharjo,
Karanganyar,
Wonogiri, Sragen,
Klaten (Subosuko-
Wonosraten)
- Kawasan Pangandaran –
Kalipuncang – Segara
Anakan – Nusakambangan
(Pacangsanak) (I/B/1)
- Kawasan Perkotaan Kendal –
Demak – Ungaran – Salatiga
– Semarang - Purwodadi
(Kedung Sepur) (I/A/1)
- CA Gunung Celering
(I/B/3)
- CA Geologi
Karangsembung (II/B/3)
- TN Gunung Merapi
(I/A/4)
- TN Gunung Merbabu
(I/A/4)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 21
No Pulau/
Provinsi
Struktur Ruang Pola Ruang
Sistem Perkotaan Nasional Sistem Transportasi Nasional Kawasan Andalan
Darat Kawasan Strategis Nasional
Kawasan Lindung
Nasional PKN PKW PKSN Pelabuhan Bandara
Ungaran-
Purwodadi
(Kedungsep
ur)
(I/C/3)
- Cilacap
(I/C/1)
(II/C/1)
- Pekalongan
(I/C/1)
- Kudus
(I/C/1)
- Cepu
(II/C/1)
- Magelang
(I/C/1)
- Wonosobo
(II/C/1)
- Kebumen
(II/C/1)
- Purwokerto
(II/C/1)
(I/D/2), (I/E/2),
(II/A/2)
- Kawasan Kedung
Sepur (Kendal,
Demak, Ungaran,
Salatiga,
Semarang,
Purwodadi)
(II/A/2), (I/D/1),
(I/E/2), (I/F/2)
- Kawasan Bregas
(II/A/2), (II/H/2),
(II/D/1), (I/F/2)
- Kawasan Juwana,
Jepara, Kudus,
Pati, Rembang,
Blora
(Wanarakuti)
(II/A/2), (I/D/1),
(II/C/2), (I/F/2)
- Kawasan Jawa
Tengah Selatan
(Purwokerto,
Kebumen, Cilacap
dan Sekitarnya)
(II/A/2), (III/E/2),
(I/C/2), (I/D/1),
(II/F/2)
- Kawasan
Borobudur dan
Sekitarnya (I/E/2)
- Kawasan Borobudur dsk
(I/B/2)
- Kawasan Candi Prambanan
(I/B/2)
- Kawasan Taman Nasional
Gunung Merapi (I/B/1)
- Kawasan Perbatasan Negara
yang berhadapan dengan
laut lepas (I/E/2)
- TN Laut Karimun Jawa
(I/B/4)
- TWA Laut Daerah Pantai
Ujungnegoro – Roban
(I/B/6)
5. D.I - Yogyakarta ( - Bantul - - - Adisutjipto (I/3) - Kawasan - Kawasan Taman Nasional - TN Gunung Merapi
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 22
No Pulau/
Provinsi
Struktur Ruang Pola Ruang
Sistem Perkotaan Nasional Sistem Transportasi Nasional Kawasan Andalan
Darat Kawasan Strategis Nasional
Kawasan Lindung
Nasional PKN PKW PKSN Pelabuhan Bandara
Yogyakart
a
I/C/3) (I/D/1),
(II/C/1)
- Sleman
(II/C/1)
Yogyakarta dan
Sekitarnya (I/E/1),
(II/A/2), (II/D/1),
(I/F/2)
Gunung Merapi (I/B/1)
(I/A/4)
6. Jawa
Timur
- Kawasan
Perkotaan
(Gerbangker
tosusila)
(I/C/3)
- Malang
(I/C/1)
- Probolingg
o (II/C/1)
- Tuban
(I/C/1)
- Kediri
(I/C/1)
- Madiun
(II/C/1)
- Banyuwang
i (I/C/1)
- Jember
(II/C/2)
- Blitar
(II/C/2)
- Pamekasan
(II/C/2)
- Bojonegoro
(II/C/2)
- Pacitan
(II/C/2)
- - Tanjung
Perak (I/1)
- Tanjung Bumi
(I/1)
- Gresik (III/3)
- Juanda (I/1)
- Abdulrachman
Saleh (IV/E/5)
- Kawasan Gresik,
Bangkalan,
Mojokerto,
Surabaya,
Sidoarjo,
Lamongan
(Gerbangkertosusi
la) (II/A/2),
(II/F/2), (I/D/1),
(II/E/2)
- Kawasan Malang
dan Sekitarnya
(II/A/2), (III/F/2),
(II/D/1), (II/B/2),
(I/E/2)
- Kawasan
Probolinggo-
Pasuruan-
Lumajang
(III/A/2), (I/D/2),
(II/C/2), (III/B/2),
(IV/E/2), (II/F/2)
- Kawasan Tuban-
Bojonegoro
(III/E/2), (I/D/2),
(III/B/2), (III/A/2),
(II/F/2), (II/C/2)
- Kawasan Kediri-
- Kawasan Perkotaan Gresik –
Bangkalan – Mojokerto –
Surabaya – Sidoarjo –
Lamongan
(Gerbangkertosusila) (I/A/1)
- Kawasan Stasiun Pengamat
Dirgantara Watukosek
(I/D/2)
- Kawasan Perbatasan Negara
yang berhadapan dengan
laut lepas (I/E/2)
- SM Dataran Tinggi Yang
(I/B/2)
- SM Pulau Bawean
(I/B/2)
- CA Pulau Nusa Barong
(II/B/3)
- CA Kawah Ijen Merapi
Ungup-Ungup (II/B/3)
- TN Alas Purwo (I/A/4)
- TN Baluran (II/A/4)
- TN Bromo Tengger-
Semeru (I/A/4)
- TN Meru Betiri (I/A/4)
- THR R. Suryo (I/B/5)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 23
No Pulau/
Provinsi
Struktur Ruang Pola Ruang
Sistem Perkotaan Nasional Sistem Transportasi Nasional Kawasan Andalan
Darat Kawasan Strategis Nasional
Kawasan Lindung
Nasional PKN PKW PKSN Pelabuhan Bandara
Tulung Agung-
Blitar (III/A/2),
(II/B/2), (I/D/2),
(III/F/2), (III/E/2)
- Kawasan
Situbondo-
Bondowoso-
Jember (I/B/1),
(II/A/2), (II /D/1),
(III /E/2), (II/G/2)
- Kawasan Madiun
dan Sekitarnya
(III/A/2), (II/D/2),
(III/F/2), (III/B/2),
(III/E/2)
- Kawasan
Banyuwangi dan
Sekitarnya
(II/F/2), (III/A/2)
- Kawasan Madura
dan Kepulauan
(III/A/2), (III/B/2),
(II/D/2), (II/E/2),
(I/F/2)
7. Bali - Kawasan
Perkotaan
Denpasar-
Bangli-
Gianyar-
Tabanan
(Sarbagita)
- Singaraja
(I/C/1)
- Semarapur
a (II/B)
- Negara
(II/B)
- - Benoa (I/2) - Ngurah Rai (I/1) - Kawasan
Singaraja dan
Sekitarnya (Bali
Utara) (I/E/2),
(I/A/2), (II/F/2)
- Kawasan
Denpasar-Ubud-
Kintamani (Bali
- Kawasan Perkotaan
Denpasar – Badung –
Gianyar - Tabanan
(Sarbagita) (I/A/1)
- CA Batukahu I/II/III
(I/B/3)
- TN Bali Barat (I/A/4)
- THR Ngurah Rai (I/B/5)
- TWA Sangeh (I/B/6)
- TWA Danau Buyan dan
Danau Tamblingan
(I/B/6)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 24
No Pulau/
Provinsi
Struktur Ruang Pola Ruang
Sistem Perkotaan Nasional Sistem Transportasi Nasional Kawasan Andalan
Darat Kawasan Strategis Nasional
Kawasan Lindung
Nasional PKN PKW PKSN Pelabuhan Bandara
(I/C/1) Selatan) (I/E/2),
(II/A/2), (I/D/4),
(II/F/2)
- TWA Laut Buleleng
(I/A/6)
III. P.KALIMANTAN
1. Kalimanta
n Barat
- Pontianak
(I/C/1)
- Mempawa
h (II/B)
- Singkawang
(I/C/1)
- Sambas
(II/C/1)
- Ketapang
(II/B)
- Putussibau
(II/C/1)
- Entikong
(I/C/1)
- Sanggau
(I/C/1)
- Sintang
(II/C/1)
- Paloh –
Aruk
(I/A/2)
- Jagoiba
bang
(I/A/2)
- Nangab
adau
(I/A/2)
- Entikon
g
(I/A/1)
- Jasa
(II/A/2)
- Pontianak
(I/1)
- Ketapang
(II/3)
- Supadio (I/3)
- Paloh (I/5)
- Pangsuma (I/5)
- Susilo (I/5)
- Rahadi Usman
(I/5)
- Kawasan
Pontianak dan
Sekitarnya
(II/A/2), (I/D/2),
(I/F/2), (II/E/2)
- Kawasan
Singkawang dan
Sekitarnya
(III/A/2), (II/D/2),
(I/B/2), (II/F/2)
- Kawasan
Ketapang dan
Sekitarnya
(II/A/2), (III/D/2),
(I/B/2), (II/F/2),
(II/H/2)
- Kawasan Kapuas
Hulu dan
Sekitarnya
(III/A/2), (I/H/2),
(II/B/2)
- Kawasan Sanggau
(III/A/2), (II/H/2),
(I/B/2), (II/F/2)
- Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu
Khatulistiwa (I/A/2)
- Kawasan Stasiun Pengamat
Dirgantara Pontianak (I/D/2)
- Kawasan Taman Nasional
Betung Kerihun (I/B/1)
- Kawasan Perbatasan Darat
RI dan Jantung Kalimantan
(Heart of Borneo)(I/E/2)
- Suaka Alam Laut
Sambas (I/B/1)
- CA Mandor (II/B/3)
- CA Gunung Raya Pasi
(I/B/3)
- CA Muara
Kendawangan (II/B/3)
- CA Niyut-Penrissen
(I/B/3)
- CA Laut Kepulauan
Karimata (I/B/3)
- TN Betung Kerihun
(I/A/4)
- TN Danau Sentarum
(I/A/4)
- TN Gunung Palung
(II/A/4)
- TN Bukit Baka – Bukit
Raya (I/A/4)
- TWA Belimbing (II/B/6)
- TWA Asuansang (II/B/6)
- TWA Dungan (II/B/6)
- TWA Gunung Melintang
(I/B/6)
- TWA Bukit Kelam
Komplek (II/B/6)
- TWA Laut Bengkayang
(II/B/6)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 25
No Pulau/
Provinsi
Struktur Ruang Pola Ruang
Sistem Perkotaan Nasional Sistem Transportasi Nasional Kawasan Andalan
Darat Kawasan Strategis Nasional
Kawasan Lindung
Nasional PKN PKW PKSN Pelabuhan Bandara
2. Kalimanta
n Tengah
- Palangkaray
a
(I/C/1)
- Kuala
Kapuas
(II/C/1)
- Pangkalan
Bun (I/C/1)
- Buntok
(II/C/1)
- Muaratewe
h (II/C/1)
- Sampit
(I/C/1)
- - Kumai (I/3)
- Cilik Riwut (I/5)
- Iskandar (I/5)
- Kawasan Sampit -
Pangkalan Bun
(III/A/2), (II/H/2),
(I/B/2), (III/F/2),
(II/D/2), (II/E/2)
- Kawasan Buntok
(III/A/2), (II/B/2),
(III/H/2), (III/E/2)
- Kawasan
Muarateweh
(III/A/2), (II/B/2),
(III/C/2), (II/H/2)
- Kawasan Kuala
Kapuas
(III/A/2), (II/B/2),
(I/H/2), (III/F/2)
- Kawasan Perbatasan Darat
RI dan Jantung Kalimantan
(Heart of Borneo)(I/E/2)
- Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu Daerah
Aliran
Sungai Kahayan Kapuas dan
Barito (I/A/2)
- Kawasan Taman Nasional
Tanjung Puting (I/B/1)
- SM Lamandau (I/B/2)
- CA Bukit Sapat Hawung
(II/B/3)
- CA Bukit Tangkiling
(II/B/3)
- CA Pararawen I/II
(I/B/3)
- TN Bukit Baka – Bukit
Raya (I/A/4)
- TN Tanjung Puting
(I/A/4)
- TN Sebangau (I/A/4)
- TWA Tanjung
Keluang/Teluk Keluang
(II/B/6)
3. Kalimanta
n Selatan
- Banjarmasin
(I/C/1)
- Amuntai
(II/B)
- Martapura
(II/B)
- Marabahan
(II/B)
- Kotabaru
(I/C/1)
- - Banjarmasin
(I/1)
- Batulicin
(II/3)
- Syamsuddin
Noor (I/3)
- Stagen (III/5)
- Kawasan
Kandangan dan
Sekitarnya
(III/A/2), (II/B/2),
(III/E/2)
- Kawasan
Banjarmasin Raya
dan Sekitarnya
(III/A/2), (I/D/2),
(II/B/2), (II/E/2),
(I/F/2)
- Kawasan Batulicin
- Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu Batulicin
(I/A/2)
- SM Pleihari Martapura
(I/B/2)
- SM Kuala Lupak (II/B/2)
- CA Teluk Kelumpang,
Selat Laut, Selat Sebuku
(I/B/3)
- CA Teluk Pamukan
(II/B/3)
- CA Sungai Lulan Dan
Sungai Bulan (I/B/3)
- CA Teluk Pamukan
(I/B/3)
- - THR Sultan Adam
(II/B/5)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 26
No Pulau/
Provinsi
Struktur Ruang Pola Ruang
Sistem Perkotaan Nasional Sistem Transportasi Nasional Kawasan Andalan
Darat Kawasan Strategis Nasional
Kawasan Lindung
Nasional PKN PKW PKSN Pelabuhan Bandara
(III/B/2), (II/H/2),
(III/A/2), (II/D/2),
(II/E/2), (I/F/2)
- TWA Pleihari Tanah
Laut (II/B/6)
- TWA Laut Pulau Laut
Barat – Selatan dan
Pulau Sembilan (II/B/6)
4. Kalimanta
n Timur
- Kawasan
Perkotaan
Balikpapan -
Tenggarong
–Samarinda
- Bontang
(I/C/1)
- Tarakan
(I/C/1)
- Tanjung
Redeb
(I/C/1)
- Sangata
(I/B)
- Nunukan
(I/B)
- Tanjung
Selor
(II/C/1)
- Malinau
(II/C/1)
- - Tanlumbis
(II/B)
- Tanah
Grogot
(II/C/1)
- Sendawar
(II/C/2)
- Nunuka
n
(I/A/1)
- Simang
garis
(I/A/2)
- Long
Midang
- (I/A/2)
- Long
Pahang
ai
- (II/A/2)
- Long
Nawan
(II/A/2)
- Balikpapan
(I/1)
- Tarakan (I/1)
- Nunukan
(I/3)
- Samarinda(I/
3)
- Tanjung
Sangata (I/3)
- Tanjung
Redep (I/3)
- Pasir/Tanah
Grogot (II/3)
- Tanjung Selor
(II/3)
- Tanjung
Santan (II/3)
- Sepinggan (I/1)
- Samarinda Baru
(III/4)
- Juwata (IV/6)
- Kalimarau-
Berau (I/5)
- Nunukan (I/5)
- Bontang (I/5)
- Kawasan Tanjung
Redeb dan
Sekitarnya
(II/D/2), (II/H/2),
(I/C/2), (I/E/2),
(II/F/2)
- Kawasan
Sangkuriang,
Sangata, dan
Muara Wahau
(Sasamawa)
(I/D/2), (II/F/2),
(II/B/2), (II/H/2),
(I/C/2), (II/G/2),
(III/E/2)
- Kawasan Tarakan,
Tanjung Salas,
Nunukan, Pulau
Bunyu, dan
Malinau
(Tatapanbuma)
dsk (II/F/2),
(III/E/2), (III/B/2),
(II/H/2), (I/C/2),
(I/D/2)
- Kawasan
Bontang-
- Kawasan Perbatasan Darat
RI dan Jantung Kalimantan
(Heart of Borneo)(I/E/2)
- Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu
Samarinda, Sanga-Sanga,
Muara Jawa, dan Balikpapan
(I/A/2)
- Kawasan Perbatasan Laut RI
dengan negara Malaysia dan
Philipina (I/E/2)
- Suaka Alam Laut Pulau
Sebatik (I/B/1)
- CA Muara Kaman
Sedulang (II/B/3)
- CA Padang Luwai
(II/B/3)
- CA Teluk Apar (I/B/3)
- CA Teluk Adang (I/B/3)
- TN Kayan Mentarang
(I/A/4)
- TN Kutai (I/A/4)
- THR Bukit Suharto
(I/B/6)
- TWA Laut Berau (II/B/6)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 27
No Pulau/
Provinsi
Struktur Ruang Pola Ruang
Sistem Perkotaan Nasional Sistem Transportasi Nasional Kawasan Andalan
Darat Kawasan Strategis Nasional
Kawasan Lindung
Nasional PKN PKW PKSN Pelabuhan Bandara
Samarinda -
Tenggarong,
Balikpapan
Penajam dsk
(Bonsamtebajam)
(I/D/2), (II/B/2),
(I/C/2), (II/H/2),
(II/F/2), (III/E/2)
IV. P.SULAWESI
1. Gorontalo - Gorontalo (I
/C/1)
- Isimu
(II/C/2)
- Kuandang
(II/C/2)
- Tilamuta
(II/C/2)
- - Gorontalo
(I/3)
- Djalaludin (I/3) - Kawasan
Gorontalo (I/A/2),
(II/F/2), (I/B/2),
(III/C/2)
- Kawasan Marisa
(III/A/2), (II/B/2),
(I/F/2)
- - SM Nantu (II/B/2)
- CA Panua (II/B/3)
- CA Tanjung Panjang
(II/B/3)
- TN Bogani Nani
Wartabone (I/A/4)
2. Sulawesi
Utara
- Kawasan
Perkotaan
Manado -
Bitung (I/C/
1)
- Tomohon
(I/C/1)
- Tondano
(II/C/1)
- Kotamobag
u (I/C/1)
- Melong
uane (I
/A/2)
- Tahuna
(I/A/2)
- Bitung (I/2)
- Sam Ratulangi
(I/1)
- Melonguane
(III/5)
- Kawasan Manado
dan Sekitarnya
(I/G/2), (I/E/2),
(II/D/2), (II/C/2)
- Kawasan
Dumoga-
Kotamobagu dan
Sekitarnya
(Bolaang
Mongondow)
(II/A/2), (II/B/2),
(I/F/2)
- Kawasan Perbatasan Laut RI
dengan negara Malaysia dan
Philipina (I/E/2)
- Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu Manado –
Bitung (I/A/2)
- Kawasan Konservasi dan
Wisata Daerah Aliran Sungai
Tondano (I/B/1)
- SM Gunung Manembo -
nembo (II/B/2)
- SM Karakelang Utara -
Selatan (I/B/2)
- Suaka Alam Laut Sidat
(II/B/1)
- Suaka Alam Laut Selat
Lembeh-Bitung (I/B/1)
- CA Gunung Ambang
(I/B/3)
- CA Dua Saudara (II/B/3)
- CA Tangkoko Batuangus
(II/B/3)
- TN Bogani Nani
Wartabone (I/A/4)
- TN Laut Bunaken (I/A/4)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 28
No Pulau/
Provinsi
Struktur Ruang Pola Ruang
Sistem Perkotaan Nasional Sistem Transportasi Nasional Kawasan Andalan
Darat Kawasan Strategis Nasional
Kawasan Lindung
Nasional PKN PKW PKSN Pelabuhan Bandara
- TWA Holiday Resort
(I/B/6)
3. Sulawesi
Tengah
- Palu (I/C/1) - Poso
(II/C/3)
- Luwuk
(II/C/1)
- Buol
(II/C/1)
- Kolonedale
(II/C/1)
- Tolitoli
(I/C/1)
- Donggala
(II/C/1)
- - Pantoloan
(I/1)
- Donggala
(I/3)
- Toli-toli (II/3)
- Mutiara (I/3)
- Bubung (III/5)
- Kawasan Poso dsk
(IV/A/2) (III/F/2),
(II/E/1), (II/B/2),
(III/D/2)
- Kawasan Toli-toli
dan Sekitarnya
(II/C/2), (II/B/2),
(III/F/2), (III/A/2),
(III/E/2)
- Kawasan
Kolonedale dan
Sekitarnya
(III/A/2), (II/F/2),
(III/E/2), (II/B/2),
(II/D/2), (III/C/2)
- Kawasan Palu
dan Sekitarnya
(I/C/2), (I/F/2),
(II/D/2), (I/A/2),
(III/B/2), (II/E/2)
- Kawasan Perbatasan Laut RI
dengan negara Malaysia dan
Philipina (I/E/2)
- Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu Batui
(I/A/2)
- Kawasan Poso dan
Sekitarnya (I/C/1)
- Kawasan Kritis Lingkungan
Balingara (I/B/1)
- Kawasan Kritis Lingkungan
Buol-Lambunu (I/B/1)
- SM Tanjung Santigi
(I/B/2)
- SM Pati Pati (II/B/2)
- SM Lombuyan I/II
(II/B/2)
- SM Bangkiriang (II/B/2)
- SM Pinjan/Tanjung
Matop (II/B/2)
- CA Morowali (I/B/3)
- CA Pangi Binangga
(II/B/3)
- CA Pamona (II/B/3)
- CA Gunung Tinombala
(I/B/3)
- CA Gunung Sojol (II/B/3)
- CA Gunung Dako
(II/B/3)
- CA Tanjung Api (II/B/3)
- CA Faruhumpenai
(II/B/3)
- CA Kalaena (II/B/3)
- TN Lore Lindu (I/A/4)
- TN Laut Kepulauan
Banggai (II/B/4)
- THR Poboya Paneki
(Palu) (III/B/5)
- TWA Bancea (II/B/6)
- TWA Laut Kepulauan
Togean dan Pulau
Batudaka (I/A/6)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 29
No Pulau/
Provinsi
Struktur Ruang Pola Ruang
Sistem Perkotaan Nasional Sistem Transportasi Nasional Kawasan Andalan
Darat Kawasan Strategis Nasional
Kawasan Lindung
Nasional PKN PKW PKSN Pelabuhan Bandara
- Taman Buru Landusa
Tomata (II/F)
4. Sulawesi
Selatan
- Kawasan
Perkotaan
Makassar-
Sunggumina
sa-Takalar-
Maros
(Maminasat
a) (I/C/3)
- Pangkajene
(II/C/1)
- Jeneponto
(I/C/1)
- Palopo
(I/C/1)
- Watampon
e (II/C/1)
- Bulukumba
(II/C/1)
- Barru
(II/C/1)
- Parepare
(I/C/1)
- - Makassar
(I/1)
- Parepare
(II/3)
- Hasanuddin
(I/2)
- Kawasan
Mamminasata
dan Sekitarnya
(Makassar,
Maros,
Sungguminasa
(Gowa, Takalar)
(I/E/2), (I/D/2),
(II/A/2), (I/D/2),
(II/F/2),
- Kawasan Palopo
dan Sekitarnya
(I/E/2), (II/B/2),
(II/A/2), (I/F/2)
- Kawasan
Bulukumba-
Watampone
(II/A/2), (II/B/2),
(II/D/2), (IV/E/2),
(I/F/2)
- Kawasan Pare-
Pare dan
Sekitarnya
(II/D/2), (III/A/2),
(II/F/2), (III/B/2)
- Kawasan Perkotaan
Makassar – Maros –
Sungguminasa - Takalar
(Mamminasata) (I/A/1)
- Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu Parepare
(I/A/2)
- Kawasan Toraja dan
Sekitarnya (I/C/1)
- Kawasan Stasiun Bumi
Sumber Alam Parepare
(I/D/2)
- Kawasan Soroako dan
Sekitarnya (I/D/2)
- SM Komara (II/B/2)
- TN Bantimurung –
Bulusaraung (II/A/4)
- TN Laut Taka Bonerate
(I/A/4)
- THR Bontobahari
(II/B/5)
- TWA Danau Matano
(II/B/6)
- TWA Danau Mahalona
(II/B/6)
- TWA Danau Towuti
(I/B/6)
- TWA Malino (II/B/6)
- TWA Cani Sirenrang
(II/B/6)
- TWA Lejja (II/B/6)
- TWA Laut Kepulauan
Kapoposang (I/B/6)
- Taman Buru Komara
(II/F)
- Taman Buru Bangkala
(II/F)
5. Sulawesi
Barat
- - Mamuju
(I/C/1)
- Majene
(I/C/2)
- - Belang-
Belang (II/4)
- Tampa Padang
(IV/5)
- Kawasan Mamuju
dan Sekitarnya
(I/B/2), (II/A/2),
(II/H/2), (II/D/2),
(II/F/2)
- - SM Mampie Lampoko
(II/B/2)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 30
No Pulau/
Provinsi
Struktur Ruang Pola Ruang
Sistem Perkotaan Nasional Sistem Transportasi Nasional Kawasan Andalan
Darat Kawasan Strategis Nasional
Kawasan Lindung
Nasional PKN PKW PKSN Pelabuhan Bandara
- Pasangkayu
(II/C/2)
6. Sulawesi
Tenggara
- Kendari (I/C
/1)
- Unaaha
(II/C/1)
- Lasolo
(II/C/1)
- Bau-Bau
(I/C/1)
- Raha
(II/C/1)
- Kolaka
(II/C/1)
- - - Wolter
Monginsidi (II/3)
- Kawasan
Asesolo/Kendari
- (III/D/2)
- (III/C/2)
- (I/F/2)
- (I/B/2)
- (III/A/2)
- (III/D/2)
- (III/E/2)
- Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu Buton,
Kolaka, dan Kendari (I/A/2)
- Kawasan Taman Nasional
Rawa Aopa - Watumohai
dan Rawa Tinondo (I/B/1)
- SM Buton Utara (II/B/2)
- SM Tanjung Batikolo
(II/B/2)
- SM Tanjung Peropa
(II/B/2)
- SM Lambusango
(III/B/2)
- TN Rawa Aopa –
Watumohai (I/A/4)
- TN Laut Kepulauan
Wakatobi (I/A/4)
- THR Murhum (II/B/5)
- TWA Mangolo (II/B/6)
- TWA Laut Telok Lasolo
(II/B/6)
- TWA Laut Kepulauan
Padamarang (II/B/6)
- TWA Laut Selat Tiworo
(II/B/6)
- TWA Laut Liwutongkidi
(Buton) (II/B/6)
- Taman Buru Padang
Mata Osu (III/F)
V. KEP.NUSA TENGGARA
1. Nusa
Tenggara
Barat
- Mataram
(I/C/1)
- Praya (I/B)
- Raba (II/B)
- Sumbawa
Besar
(II/C/1)
-
- Lembar (I/3)
- Bima (I/3)
- Labuhan
Lombok (I/3)
- Selaparang/
Praya (I/4)
- Muhammad
Salahuddin
(IV/5)
- Kawasan Lombok
dan Sekitarnya
(II/A/2), (I/G/2),
(I/E/2), (II/D/1),
(II/C/2)
- Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu Bima
(I/A/2)
- Kawasan Taman Nasional
Komodo (I/B/1)
- SM Gunung Tambora
Selatan (I/B/2)
- CA Toffo Kota Lambu
(II/A/3)
- CA Pulau Sangiang
(I/A/3)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 31
No Pulau/
Provinsi
Struktur Ruang Pola Ruang
Sistem Perkotaan Nasional Sistem Transportasi Nasional Kawasan Andalan
Darat Kawasan Strategis Nasional
Kawasan Lindung
Nasional PKN PKW PKSN Pelabuhan Bandara
- Kawasan Bima
(III/A/2)
(III/D/2), (II/E/2),
(I/F/2)
- Kawasan
Sumbawa dan
Sekitarnya
(III/A/2), (II/E/2),
(III/D/2), (III/C/2),
(I/F/2)
- Kawasan Gunung Rinjani
(I/B/1)
- Kawasan Perbatasan Negara
yang berhadapan dengan
laut lepas (I/E/2)
- CA Gunung Tambora
Selatan (I/B/3)
- CA Pulau Panjang
(II/B/3)
- CA Jereweh
(Sekongkang) (II/B/3)
- TN Gunung Rinjani
(I/A/4)
- THR Nuraksa (I/A/5)
- TWA Bangko Bangko
(II/B/6)
- TWA Tanjung Tanpa
(II/B/6)
- TWA Danau Rawa
Taliwang (II/B/6)
- TWA Laut Gili Meno, Gili
Ayer, Gili Trawangan
(I/B/6)
- TWA Laut Pulau Moyo
(I/B/6)
- TWA Laut Pulau
Satonda (II/B/6)
- TWA Laut Gili Sulat dan
Gili Lawang (II/A/6)
- TWA Laut Pulau Gili
Banta (II/A/6)
- Taman Buru Gunung
Tambora Selatan (I/F)
- Taman Buru Pulau
Moyo (I/F)
2. Nusa
Tenggara
- Kupang
(I/C/1)
- Soe (II/B)
- Kefamenan
- Atambu
a
- Tenau (I/1)
- Maumere
- Eltari (I/3)
- Wai Oti (IV/5)
- Kawasan Kupang
dan Sekitarnya
- Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu Mbay
- SM Perhatu (III/B/2)
- SM Kateri (III/B/2)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 32
No Pulau/
Provinsi
Struktur Ruang Pola Ruang
Sistem Perkotaan Nasional Sistem Transportasi Nasional Kawasan Andalan
Darat Kawasan Strategis Nasional
Kawasan Lindung
Nasional PKN PKW PKSN Pelabuhan Bandara
Timur u (II/B)
- Ende
(I/C/1)
- Maumere
(I/C/1)
- Waingapu
(II/C/1)
- Ruteng
(II/C/1)
- Labuan
Bajo (I/C/1)
(I/A/1)
- Kalabah
i
(II/A/2)
- Kefame
nanu
(I/A/2)
(I/3)
- Waingapu
(I/3)
- Hasan
Aroeboesman
(I/5)
- Mau Hau (I/5)
- Haliwen (IV/5)
(IV/A/2), (II/D/2),
(I/E/2), (I/G/2),
(III/C/2)
- Kawasan
Maumere-Ende
(III/H/2), (II/E/2)
(III/D/2), (I/F/2),
(IV/A/2), (III/B/2)
- Kawasan Komodo
dan Sekitarnya
(I/E/2), (IV/A/2),
(IV/B/2), (IV/D/2),
(III /F/2),
- Kawasan Ruteng –
Bajawa (IV/B/2),
(II/F/2), (III/C/2),
(II/E/2), (IV/A/2)
- Kawasan Sumba
(IV/A/2), (II/E/2),
(III/B/2)
(I/A/2)
- Kawasan Perbatasan Darat
RI dengan negara Timor
Leste (I/E/2)
- Kawasan Perbatasan Laut RI
termasuk 5 pulau kecil
terluar (Pulau Alor, Batek,
Dana, Ndana, dan Mangudu)
dengan negara Timor
Leste/Australia (I/E/2)
- SM Harlu (III/B/2)
- SM Ale Asisio (II/B/2)
- Suaka Alam Laut Sawu
(I/B/1)
- CA Riung (II/B/3)
- CA Maubesi (RTK. 189)
(II/B/3)
- CA Way Wuul/Mburak
(II/B/3)
- CA Watu Ata (II/B/3)
- CA Wolo Tadho (II/B/3)
- CA Tambora (I/A/3)
- CA Gunung Mutis
(II/B/3)
- TN Kelimutu (I/A/4)
- TN Laiwangi –
Wanggameti (II/A/4)
- TN Manupeu – Tanah
Daru (II/A/4)
- TN Komodo (I/A/4)
- TN Laut Komodo (I/A/4)
- TN Laut Selat Pantar
(II/A/4)
- THR Prof. Ir. Herman
Yohannes (I/A/5)
- TWA Tuti Adagae
(II/B/6)
- TWA Kemang Beleng
(II/B/6)
- TWA Pulau Besar
(II/B/6)
- TWA Pulau Menipo
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 33
No Pulau/
Provinsi
Struktur Ruang Pola Ruang
Sistem Perkotaan Nasional Sistem Transportasi Nasional Kawasan Andalan
Darat Kawasan Strategis Nasional
Kawasan Lindung
Nasional PKN PKW PKSN Pelabuhan Bandara
(II/B/6)
- TWA Ruteng (I/B/6)
- TWA Egon Illimedo
(II/B/6)
- TWA Laut Teluk Kupang
(I/A/6)
- TWA Laut Gugus Pulau
Teluk Maumere (I/A/6)
- TWA Laut Tujuh Belas
Pulau Riung (III/B/6)
- Taman Buru Dataran
Bena (II/F)
- Taman Buru Pulau Rusa
(I/F)
- Taman Buru Pulau
Ndana (II/F)
VI. KEP.MALUKU
1. Maluku - Ambon
(I/C/1)
- Masohi
(I/C/1)
- Werinama
(II/C/2)
- Kairatu
(II/C/1)
- Tual
(II/C/1)
- Namlea
(II/C/1)
- Wahai
(II/B)
- Bula (II/B)
- Saumla
ki
(I/A/2)
- Ilwaki
(II/A/2)
- Dobo
(II/A/2)
- Ambon (I/2)
- Dobo (I/3)
- Saumlaki
(I/3)
- Pattimura (I/5)
- Olilit/Saumlaki
Baru (IV/6)
- Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu Seram
(I/A/2)
- Kawasan Laut Banda (I/D/1)
- Kawasan Perbatasan Laut RI
dengan negara Timor Leste/
Australia (I/E/2)
- SM Pulau Baun (II/B/2)
- SM Pulau Kobror (I/B/2)
- SM Tanimbar (I/B/2)
- SM Laut Pulau Kassa
(III/B/2)
- CA Pulau Nustaram
(II/B/3)
- CA Pulau Nuswotar
(II/B/3)
- CA Masbait (II/B/3)
- CA Daab (II/B/3)
- CA Pulau Larat (I/B/3)
- CA Bekau Huhun
(II/B/3)
- CA Tafermaar (II/B/3)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 34
No Pulau/
Provinsi
Struktur Ruang Pola Ruang
Sistem Perkotaan Nasional Sistem Transportasi Nasional Kawasan Andalan
Darat Kawasan Strategis Nasional
Kawasan Lindung
Nasional PKN PKW PKSN Pelabuhan Bandara
- CA Gunung Sahuwai
(II/B/3)
- CA Masarete (II/B/3)
- CA Tanjung Sial (II/B/3
- CA Laut Kepulauan Aru
Tenggara (I/B/3)
- CA Laut Banda (I/B/3)
- TN Manusela (I/A/4)
- TWA Laut Laut Banda
(I/B/6)
- TWA Laut Pulau Kasa
(II/B/6)
- TWA Laut Pulau
Marsegu dan Sekitarnya
(II/B/6)
- TWA Laut Pulau Pombo
(II/B/6)
2. Maluku
Utara
- Ternate
(I/C/1)
- Tidore
(I/C/1)
- Tobelo
(II/C/2)
- Labuha
(II/C/1)
- Sanana
(II/C/2)
- Daruba
(I/A/2)
- Ternate (I/4)
- Labuha (I/3)
- Sultan Babullah
(I/5)
- Kawasan Perbatasan Laut RI
dengan negara Palau (I/E/2)
- CA Tobalai (II/B/3)
- CA Pulau Seho (II/B/3)
- CA Gunung Sibela
(II/B/3)
- CA Lifamatola (II/B/3)
- CA Pulau Obi (I/B/3)
- CA Taliabu (II/B/3)
- TN Aketajawe –
Lolobata (I/A/4)
VII. P.PAPUA
1. Papua
Barat
- Sorong
(I/C/1)
- Fak-Fak
(I/C/1)
- Manokwari
(I/C/1)
- - Sorong (I/2)
- Kaimana (I/3)
- Manokwari
(I/3)
- Waisai (IV/6)
- Domine Eduard
Osok (I/5)
- Rendani (I/5)
- Kawasan Perbatasan Laut RI
dengan negara Palau (I/E/2)
- Kawasan Konservasi
Keanekaragaman Hayati
Raja Ampat (I/B/1)
- Suaka Alam Laut
Kaimana (II/B/1)
- SM Tanjung Mubrani –
Sidei – Wibain I – II
(I/B/2)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 35
No Pulau/
Provinsi
Struktur Ruang Pola Ruang
Sistem Perkotaan Nasional Sistem Transportasi Nasional Kawasan Andalan
Darat Kawasan Strategis Nasional
Kawasan Lindung
Nasional PKN PKW PKSN Pelabuhan Bandara
- Ayamaru
(II/C/1)
- SM Pulau Venu (II/B/2)
- SM Laut Kepulauan Raja
Ampat (I/B/2)
- SM Laut Pulau Sabuda
dan Pulau Tataruga
(II/B/2)
- SM Laut Kepulauan
Panjang (II/B/2)
- CA Pulau Waigeo Barat
(I/B/3)
- CA Pulau Batanta Barat
(II/B/3)
- CA Pegunungan Arfak
(II/B/3)
- CA Pulau Salawati Utara
(II/B/3)
- CA Biak Utara (I/A/3)
- CA Tamrau Selatan
(II/B/3)
- CA Pegunungan Yapen
Tengah (II/B/3)
- CA Pulau Supriori
(I/B/3)
- CA Pegunungan
Wondiboy (II/B/3)
- CA Pulau Waigeo Timur
(I/B/3)
- CA Pulau Misool (II/B/3)
- CA Pulau Kofiau (II/B/3)
- CA Laut Pantai Sausapor
(II/B/3)
- CA Teluk Bintuni (I/B/3)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 36
No Pulau/
Provinsi
Struktur Ruang Pola Ruang
Sistem Perkotaan Nasional Sistem Transportasi Nasional Kawasan Andalan
Darat Kawasan Strategis Nasional
Kawasan Lindung
Nasional PKN PKW PKSN Pelabuhan Bandara
- CA Pegunungan Fak Fak
(I/B/3)
- CA Pegunungan
Kumawa (II/B/3)
- CA Tamrau Utara
(II/B/3)
- CA Tanjung Wiay
(II/B/3)
- CA Wagura Kote (II/B/3)
- TN Laut Teluk
Cendrawasih (I/A/4)
- TWA Beriat (III/B/6)
- TWA Klamono (III/B/6)
- TWA Laut Distrik Abun,
Sorong (II/B/6)
- TWA Laut Kepulauan
Padaido (II/B/6)
2. Papua - Timika
(I/C/1)
- Jayapura
(I/C/1)
- Biak (I/C/1)
- Nabire
(II/C/1)
- Muting
(II/C/2)
- Bade
(II/C/2)
- Merauke
(I/C/1)
- Sarmi
(II/C/2)
- Arso (I/C/1)
- Wamena
- Jayapur
a
(I/A/1)
- Tanah
Merah
(I/A/1)
- Merauk
e
(I/A/1)
- Pomako (I/1)
- Biak (I/4)
- Jayapura
(I/4)
- Merauke
(I/4)
- Sentani (I/3)
- Mopah (I/3)
- Frank Kaisepo
(I/5)
- Wamena (II/5)
- Nabire (II/5)
- Timika (I/5)
- Kawasan Perbatasan Laut RI
dengan negara Timor Leste/
Australia (I/E/2)
- Kawasan Perbatasan Laut RI
dengan negara Palau (I/E/2)
- Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu Biak
(I/A/2)
- Kawasan Stasiun Bumi
Satelit Cuaca dan
Lingkungan (I/D/2)
- Kawasan Stasiun Telemetry
Tracking and Command
Wahana Peluncur Satelit
(I/D/2)
- SM Pulau Dolok (II/B/2)
- SM Jayawijaya (II/B/2)
- SM Mamberamo Foja
(II/B/2)
- SM Danau Bian (II/B/2)
- SM Anggromeos (II/B/2)
- SM Komolon (II/B/2)
- CA Cycloops (II/B/3)
- CA Enarotali (II/B/3)
- CA Bupul/Kumbe
(II/B/3)
- CA Pegunungan
Wayland (II/B/3)
- TN Lorentz (I/A/4)
- TN Wasur (I/A/4)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 37
No Pulau/
Provinsi
Struktur Ruang Pola Ruang
Sistem Perkotaan Nasional Sistem Transportasi Nasional Kawasan Andalan
Darat Kawasan Strategis Nasional
Kawasan Lindung
Nasional PKN PKW PKSN Pelabuhan Bandara
(II/C/1) - Kawasan Timika (I/D/2)
- Kawasan Taman Nasional
Lorentz (I/B/1)
- Kawasan Konservasi
Keanekaragaman Hayati
Teluk Bintuni (I/B/1)
- Kawasan Perbatasan Darat
RI dengan negara Papua
Nugini (I/E/2)
- TWA Teluk Youtefa
(II/B/6)
Keterangan: Sistem Perkotaan Nasional I – IV: Tahapan Pengembangan
A : Percepatan Pengembangan kota-kota utama kawasan Perbatasan A/1 : Pengembangan/Peningkatan fungsi A/2 : Pengembangan Baru
A/3 : Revitalisasi kota-kota yang telah berfungsi B : Mendorong Pengembangan Kota-Kota Sentra Produksi C : Revitalisasi dan Percepatan Pengembangan Kota-Kota Pusat Pertumbuhan Nasonal
C/1 : Pengembangan/Peningkatan fungsi C/2 : Pengembangan Baru C/3 : Revitalisasi kota-kota yang telah berfungsi
D : Pengendalian Kota-kota Berbasis Mitigasi Bencana D/1 : Rehabilitasi kota akibat bencana alam D/2 : Pengendalian perkembangan kota-kota berbasis Mitigasi Bencana
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 38
2.1.2. Review Arahan Sektor (Bina Marga) Terkait Pengembangan Infrastruktur Jalan
Terdapat beberapa regulasi sektor yang terkait dengan pengembangan infrastruktur jalan,
diantaranya adalah UU No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, PP No. 34 Tahun 2006 Tentang
Jalan, PP No. 15 Tahun 2006 Tentang Jalan Tol, Keputusan Menteri Permukiman dan
Prasarana Wilayah (Kepmenkimpraswil) No. 375/KPTS/M/2004 Tentang Penetapan Ruas-
ruas Jalan Dalam Jaringan Jalan Primer Menurut Perannya Sebagai Jalan Arteri, Jalan
Kolektor 1, Jalan Kolektor 2, dan Jalan Kolektor 3, Kepmenkimpraswil No. 376/KPTS/M/2004
Tentang Penetapan Ruas-ruas Jalan Menurut Statusnya Sebagai Jalan Nasional, Keputusan
Menteri Pekerjaan Umum No. 369/KPTS/M/2005 Tentang Rencana Umum Jaringan Jalan
Nasional, serta Renstra Ditjen Bina Marga 2005-2009.
2.1.2.1. Arahan UU NO. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan
Jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam bidang
ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Peran utama jalan
diantaranya:
1. Jalan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi
kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.
2. Jalan yang merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan menghubungkan
dan mengikat seluruh wilayah Republik Indonesia
Jalan sesuai dengan peruntukannya terdiri atas jalan umum dan jalan khusus. Jalan
umum dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status, dan kelas. Dilihat dari
sistemnya, sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem
jaringan jalan sekunder. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan
dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua
wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi
yang berwujud pusat-pusat kegiatan. Sedangkan sistem jaringan jalan sekunder
merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa
untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.
Dilihat dari fungsinya, jalan umum dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan
kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan. Jalan arteri merupakan jalan umum yang
berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 39
rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. Sedangkan jalan
kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau
pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah
jalan masuk.
Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan
provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa. Jalan nasional merupakan jalan
arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan
antaribukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. Jalan strategis
nasional adalah jalan yang melayani kepentingan nasional atas dasar kriteria strategis
yaitu mempunyai peranan untuk membina kesatuan dan keutuhan nasional, melayani
daerah-daerah rawan, bagian dari jalan lintas regional atau lintas internasional,
melayani kepentingan perbatasan antarnegara, serta dalam rangka pertahanan dan
keamanan.
Selain itu, untuk pengaturan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas, jalan dibagi
dalam beberapa kelas jalan. Pengaturan kelas jalan berdasarkan spesifikasi
penyediaan prasarana jalan dikelompokkan atas jalan bebas hambatan, jalan raya,
jalan sedang, dan jalan kecil. Jalan bebas hambatan (freeway) adalah jalan umum
untuk lalu lintas menerus yang memberikan pelayanan menerus/tidak terputus
dengan pengendalian jalan masuk secara penuh, dan tanpa adanya persimpangan
sebidang, serta dilengkapi dengan pagar ruang milik jalan, paling sedikit 2 (dua) lajur
setiap arah dan dilengkapi dengan median
Jalan itu sendiri terdiri atas bagian-bagian jalan yang meliputi ruang manfaat jalan,
ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan. Ruang manfaat jalan adalah suatu
ruang yang dimanfaatkan untuk konstruksi jalan dan terdiri atas badan jalan, saluran
tepi jalan, serta ambang pengamannya. Badan jalan meliputi jalur lalu lintas, dengan
atau tanpa jalur pemisah dan bahu jalan, termasuk jalur pejalan kaki. Ambang
pengaman jalan terletak di bagian paling luar, dari ruang manfaat jalan, dan
dimaksudkan untuk mengamankan bangunan jalan. Ruang manfaat jalan meliputi
badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya.
Ruang milik jalan (right of way) adalah sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat
jalan yang masih menjadi bagian dari ruang milik jalan yang dibatasi oleh tanda batas
ruang milik jalan yang dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keluasan keamanan
penggunaan jalan antara lain untuk keperluan pelebaran ruang manfaat jalan pada
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 40
masa yang akan datang. Ruang milik jalan meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur
tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan.
Adapun ruang pengawasan jalan adalah ruang tertentu yang terletak di luar ruang
milik jalan yang penggunaannya diawasi oleh penyelenggara jalan agar tidak
mengganggu pandangan pengemudi, konstruksi bangunan jalan apabila ruang milik
jalan tidak cukup luas, dan tidak mengganggu fungsi jalan. Terganggunya fungsi jalan
disebabkan oleh pemanfaatan ruang pengawasan jalan yang tidak sesuai dengan
peruntukannya. Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang
milik jalan yang ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan
2.1.2.2. Arahan PP NO. 34 Tahun 2006 Tentang Jalan
Penyelenggaraan jalan umum dilakukan dengan mengutamakan pembangunan
jaringan jalan di pusat-pusat produksi serta jalan-jalan yang menghubungkan pusat-
pusat produksi dengan daerah pemasaran, pembangunan jaringan jalan dalam rangka
memperkokoh kesatuan. Penyelenggaraan jalan umum harus dapat:
1. mengusahakan agar jalan dapat digunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat,
terutama untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, dengan
mengusahakan agar biaya umum perjalanan menjadi serendah-rendahnya.
2. mendorong ke arah terwujudnya keseimbangan antardaerah, dalam hal
pertumbuhannya mempertimbangkan satuan wilayah pengembangan dan
orientasi geografis pemasaran sesuai dengan struktur pengembangan wilayah
tingkat nasional yang dituju.
3. mendukung pertumbuhan ekonomi di wilayah yang sudah berkembang agar
pertumbuhannya tidak terhambat oleh kurang memadainya prasarana
transportasi jalan, yang disusun dengan mempertimbangkan pelayanan
kegiatan perkotaan.
4. memperhatikan bahwa jalan merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan.
Jalan umum dikelompokkan dalam sistem jaringan jalan, fungsi jalan, status jalan, dan
kelas jalan. Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri
dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin
dalam hubungan hierarki.
Sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan
distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional,
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 41
dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat
kegiatan sebagai berikut:
1. menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan
wilayah, pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan; dan
2. menghubungkan antarpusat kegiatan nasional.
Sistem jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam
kawasan perkotaan yang menghubungkan secara menerus kawasan yang mempunyai
fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga,
dan seterusnya sampai ke persil.
Berdasarkan sifat dan pergerakan pada lalu lintas dan angkutan jalan, fungsi jalan
dibedakan atas arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan. Fungsi jalan tersebut terdapat
pada sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder.
Jalan berdasarkan fungsinya pada sistem jaringan primer dibedakan atas jalan arteri
primer, jalan kolektor primer, jalan lokal primer, dan jalan lingkungan primer.
Sedangkan pada sistem jaringan sekunder dibedakan atas jalan arteri sekunder, jalan
kolektor sekunder, jalan lokal sekunder, dan jalan lingkungan sekunder.
Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan atas jalan nasional, jalan provinsi,
jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.Adapun jalan nasional terdiri atas:
1. jalan arteri primer;
2. jalan kolektor primer yang menghubungkan antaribukota provinsi;
3. jalan tol; dan
4. jalan strategis nasional.
Jaringan jalan arteri primer ditetapkan dengan kriteria:
1. menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan nasional atau antara
pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah.
2. Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60
(enam puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 11
(sebelas) meter.
3. Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas
rata-rata.
4. Pada jalan arteri primer lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu
lintas ulang alik, lalu lintas lokal, dan kegiatan lokal.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 42
5. Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi sedemikian rupa sehingga
ketentuan di atas harus tetap terpenuhi.
6. Persimpangan sebidang pada jalan arteri primer dengan pengaturan tertentu
harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ketentuan di atas.
7. Jalan arteri primer yang memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan
pengembangan perkotaan tidak boleh terputus.
Jaringan jalan kolektor primer ditetapkan dengan kriteria:
1. menghubungkan secara berdaya guna antara pusat kegiatan nasional dengan
pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan
wilayah dengan pusat kegiatan lokal
2. Jalan kolektor primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40
(empat puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 9
(sembilan) meter.
3. Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu
lintas rata-rata.
4. Jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan sehingga ketentuan di atas masih
tetap terpenuhi.
5. Persimpangan sebidang pada jalan kolektor primer dengan pengaturan tertentu
harus tetap memenuhi ketentuan di atas.
6. Jalan kolektor primer yang memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan
pengembangan perkotaan tidak boleh terputus.
Jalan strategis nasional adalah jalan yang melayani kepentingan nasional dan
internasional atas dasar kriteria strategis, yaitu mempunyai peranan untuk membina
kesatuan dan keutuhan nasional, melayani daerah rawan, merupakan bagian dari
jalan lintas regional atau lintas internasional, melayani kepentingan perbatasan
antarnegara, melayani aset penting negara serta dalam rangka pertahanan dan
keamanan.
Jaringan jalan bebas hambatan ditetapkan dengan kriteria:
1. pengendalian jalan masuk secara penuh
2. tidak ada persimpangan sebidang, dilengkapi pagar ruang milik jalan, dilengkapi
dengan median
3. paling sedikit mempunyai 2 (dua) lajur setiap arah
4. dan lebar lajur paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 43
Untuk lebih jelasnya, peran dari masing-masing jalan berdasarkan fungsinya (arteri
primer, kolektor primer, strategis nasional dan bebas hambatan) dapat dilihat
dapat gambar 2.5
PP No.34 Tahun 2006 ini juga mengatur mengenai spesifikasi kebutuhan ruang
untuk masing-maisng fungsi jalan. Bagian-bagian jalan meliputi
1. ruang manfaat jalan, meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang
pengamannya.
2. ruang milik jalan, meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di
luar ruang manfaat jalan.
3. ruang pengawasan jalan. ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang ada di
bawah pengawasan penyelenggara jalan.
Untuk lebih jelasnya, spesifikasi kebutuhan ruang untuk masing-masing jalan
berdasarkan fungsinya dapat dilihat pada gambar 2.6 hingga gambar 2.8, kecuali
untuk jalan strategis nasional dimana spesifikasi teknis jaringan jalan nasional
disesuaikan dengan tingkat kebutuhan yang ada.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 44
Gambar 2. 5
Klasifikasi Jalan Berdasarkan Fungsinya
PKN PKN
PKW PKW
PKL PKL
Pusat Kegiatan
Lingkungan
JALAN
LOKAL
PRIMER
JALAN
LOKAL
PRIMER
JALAN
LOKAL
PRIMER
JALAN ARTERI
PRIMER JALAN ARTERI
PRIMER
JALAN KOLEKTOR
PRIMER
JALAN KOLEKTOR
PRIMER
JALAN LOKAL PRIMER
JALAN LOKAL PRIMER
JALAN ARTERI PRIMER
JALAN KOLEKTOR
PRIMER
JALAN
KOLEKTOR
PRIMER
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 45
Gambar 2. 6
Spesifikasi Kebutuhan Ruang Minimal untuk Jalan Arteri Primer
Gambar 2. 7
Spesifikasi Kebutuhan Ruang Minimal untuk Jalan Arteri Primer
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 46
Gambar 2. 8
Spesifikasi Kebutuhan Ruang Minimal Untuk Jalan Bebas Hambatan
Selain itu, peraturan pemerintah ini juga mengatur mengenai pengendalian
pemanfaatan ruang untuk jalan, walaupun masih bersifat umum, yaitu:
1. Setiap orang dilarang memanfaatkan ruang manfaat jalan yang
mengakibatkan terganggunya fungsi jalan.
2. Apabila terjadi gangguan dan hambatan terhadap fungsi ruang milik jalan,
penyelenggara jalan wajib segera mengambil tindakan untuk kepentingan
pengguna jalan.
3. Setiap orang dilarang menggunakan dan memanfaatkan ruang milik jalan
yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan.
4. Setiap orang dilarang menggunakan ruang pengawasan jalan yang
mengakibatkan terganggunya fungsi jalan.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 47
5. Dalam pengawasan penggunaan ruang pengawasan jalan, penyelenggara
jalan yang bersangkutan bersama instansi terkait berwenang mengeluarkan
larangan terhadap
kegiatan tertentu yang dapat mengganggu pandangan bebas pengemudi dan
konstruksi jalan, dan/atau berwenang melakukan perbuatan tertentu untuk menjamin
peruntukan ruang pengawasan jalan
2.1.2.3. Arahan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum NO. 369/KPTS/M/2005
Tentang Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional
Kepmen PU : Nomor : 369 / Kpts / M / 2005 Tentang Rencana Umum Jaringan Jalan
Nasional , Menetapkan rencana umum jaringan jalan nasional, yang terdiri dari
jaringan jalan nasional bukan jalan tol dan jaringan jalan nasional jalan tol. Jaringan
Jalan Tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.9 hingga Gambar 2.14 (berdasarkan
pulau).
2.1.2.4. Kesimpulan
Jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting
terutama dalam mendukung ekonomi, sosial budaya, lingkungan, politik, serta
pertahanan dan keamanan. Berdasarkan kajian peraturan perundangan terkait jalan,
dapat disimpulkan bahwa jalan memiliki peran sebagai berikut:
1. Jalan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi
kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara (UU 38/2004 Ttg Jalan)
2. Jalan yang merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan menghubungkan
dan mengikat seluruh wilayah Republik Indonesia (UU 38/2004 Ttg Jalan)
3. pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di
tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang
berwujud pusat-pusat kegiatan (UU 38/2004 Ttg Jalan)
4. Menghubungkan pusat-pusat produksi dengan daerah pemasaran (PP
34/2006)
5. Memperkokoh kesatuan wilayah nasional sehingga menjangkau daerah
terpencil. (PP 34/2006)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 48
6. mendukung pertumbuhan ekonomi di wilayah yang sudah berkembang agar
pertumbuhannya tidak terhambat oleh kurang memadainya prasarana
transportasi jalan, yang disusun dengan mempertimbangkan pelayanan
kegiatan perkotaan. (PP 34/2006)
7. Sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan
pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di
tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang
berwujud pusat-pusat kegiatan sebagai berikut: (PP 34/2006)
1) menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan
wilayah, pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan; dan
2) menghubungkan antarpusat kegiatan nasional.
8. Jalan strategis nasional berperan mempunyai peranan untuk membina
kesatuan dan keutuhan nasional, melayani daerah rawan, merupakan bagian
dari jalan lintas regional atau lintas internasional, melayani kepentingan
perbatasan antarnegara, melayani aset penting negara serta dalam rangka
pertahanan dan keamanan. (PP 34/2006).
9. Penyelenggaraan jalan tol bertujuan meningkatkan efisiensi pelayanan jasa
distribusi guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi terutama di
wilayah yang sudah tinggi tingkat perkembangannya
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 49
Gambar 2. 9
Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional Di Pulau Sumatera
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 50
Gambar 2. 10
Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional Di Pulau Jawa
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 51
Gambar 2. 11
Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional di Pulau Bali
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 52
Gambar 2. 12
Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional di Pulau Sulawesi
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 53
Gambar 2. 13
Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional di Pulau Kalimantan
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 54
Gambar 2. 14
Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional di Pulau Papua
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 55
2.1.3. Arahan/ Kebijakan Terkait Infrastruktur Bina Marga Dari PP NO 38 Tahun 2007
Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Dalam PP 38/2007 ini diatur pembagian urusan atau kewenangan pemerintahan, dari mulai
pemerintah pusat, pemerintah provinsi, hingga pemerintah kabupaten/ kota. Khusus untuk
pembagian urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum, khususnya untuk sub bidang
bina marga, tabel berikut di bawah ini memperlihatkan pembagian urusan tersebut.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 56
Tabel 2. 2
Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pekerjaan Umum Sub Bidang Bina Marga
Sub Bidang
Sub - Sub Bidang
Pemerintah Pemerintahan Daerah Provinsi Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota
Bina Marga
Pengaturan 1. Pengaturan jalan secara umum: a. Pembentukan peraturan perundang-
undangan sesuai dengan kewenangannya
b. Perumusan kebijakan perencanaan c. Pengendalian penyelenggaraan jalan
secara mikro d. Penetapan norma, standar, prosedur
dan kriteria pengaturan jalan 2. Pengaturan jalan nasional:
a. Penetapan fungsi jalan arteria dan jalan kolektor yang menghubungkan antar ibukota provinsi dalam sistem jaringan jalan primer
b. Penetapan status jalan nasional c. Penyusunan perencanaan umum dan
pembiayaan jaringan jalan nasional 3. Pengaturan jalan tol:
a. Perumusan kebijakan perencanaan, penyusunan perencanaan umum, penetapan ruas jalan tol dan pembentukan peraturan perundang-undangan
b. Pemberian rekomendasi tarif awal dan penyesuaiannya, serta pengambilalihan jalan tol pada akhir masa konsesi dan pemberian rekomendasi pengoperasian selanjutnya
1. ...... a. ..... b. .....
2. Pengaturan jalan provinsi: a. Perumusan kebijakan
penyelenggaraan jalan provinsi berdasarkan kebijakan nasional di bidang jalan
b. Penyusunan pedoman operasional penyelenggaraan jalan provinsi dengan memperhatikan keserasian antar wilayah provinsi
c. Penetapan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder dan jalan kolektor yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabuapten, antar ibukota kabuapten, jalan lokal, dan jalan lingkungan dalam sistem jaringan jalan primer
d. Penetapan status jalan provinsi e. Penyusunan perencanaan
umum dan pembiayaan jaringan jalan provinsi
3. ..... a. .... b. ....
1. ..... a. .... b. ....
2. Pengaturan jalan kabupaten/kota: a. Perumusan kebijakan
penyelenggaraan jalan kabuapten/desa dan jalan kota berdasarkan kebijakan nasional di bidang jalan dengan memperhatikan keserasian antar daerah dan antar kawasan
b. Penyusunan pedoman operasional penyelenggaraan jalan kabupaten/desa dan jalan kota
c. Penetapan status jalan kabupaten/desa dan jalan kota
d. Penyusunan perencanaan umum dan pembiayaan jaringan jalan kabupaten/desa dan jala kota
3. ..... a. .... b. ...
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 57
Sub Bidang
Sub - Sub Bidang
Pemerintah Pemerintahan Daerah Provinsi Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota
Pembinaan 1. Pembinaan jalan secara umum dan jalan nasional: a. Pengembangan sistem bimbingan,
penyuluhan serta pendidikan dan pelatihan di bidang jalan
b. Pemberian bimbingan penyuluhan dan pelatihan aparatur di bidang jalan
c. Pengkajian serta penelitian dan pengembangan teknologi bidang jalan dan yang terkait
d. Pemberian fasilitasi penyelesaian sengketa antar provinsi dalam penyelenggaraan jalan
e. Penyusunan dan penetapan norma, standar, kriteria dan pedoman pembinaan jalan
f. .... 2. Pengembangan teknologi terapan di
bidang jalan untuk jalan kabupaten/kota 3. Pembinaan jalan tol, penyusunan
pedoman dan standar teknis, pelayanan, permberdayaan serta penelitian dan pengembangan
1. Pembinaan jalan provinsi: a. Pemberian bimbingan
penyuluhan serta pendidikan dan pelatihan aparatur penyelenggara jalan kabupaten/kota
b. Pengkajian serta penelitian dan pengembangan teknologi bidang jalan untuk jalan provinsi
c. Pemberian fasilitasi penyelesaian sengketa antar kabupaten/kota dalam penyelenggaraan jalan
d. ..... 2. Pengembangan teknologi terapan
di bidang jalan untuk jalan kabupaten/desa dan jalan kota
3. ....
1. Pembinaan jalan kabuapten/kota: a. Pemberian bimbingan
penyuluhan serta pendidikan dan pelatihan para aparatur penyelenggara jalan kabupaten/desa dan jalan kota
b. Pemberian izin, rekomendasi, dispensasi dan pertimbangan pemanfaatan ruang, manfaat jalan, ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan
c. .... 2. Pengembangan teknologi terapan di
bidang jalan, untuk jalan kabupaten/desa dan jalan kota
3.
Pembangunan/ Pengelolaan
1. Pembangunan jalan nasional: a. Pembiayaan pembangunan jalan
nasional b. Perencanaan teknis, pemograman dan
penganggaran, pengadaan lahan, serta pelaksanaan konstruksi jalan nasional
1. Pembangunan jalan provinsi: a. Pembiayaan pembangunan
jalan provinsi b. Perencanaan teknis
pemrograman dan penganggaran, pengadaan lahan, serta pelaksanaan
1. Pembangunan jalan kabupaten/kota: a. Pembiayaan pembangunan jalan
kabupaten/desa dan jalan kota b. Perencanaan teknis,
pemrograman dan penganggaran, pengadaan lahan, serta pelaksanaan konstruksi jalan
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 58
Sub Bidang
Sub - Sub Bidang
Pemerintah Pemerintahan Daerah Provinsi Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota
c. Pengoperasian dan pemeliharaan jalan nasional
d. Pengembangan dan pengelolaan sistem manajemen jalan nasional
2. Pengusahaan jalan tol: a. Pengaturan pengusahaan jalan tol
meliputi kegiatan pendanaan, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, dan/atau pemeliharaan
b. Persiapan pengusahaan jalan tol, pengadaan investasi dan pemberian fasilitas pembebasan tanah
3. ...
konstruksi jalan provinsi c. Pengoperasian dan
pemeliharaan jalan provinsi d. Pengembangan dan
pengelolaan sistem manajemen jalan provinsi
2. ....
kabupaten/desa dan jalan kota c. Pengoperasian dan pemeliharaan
jalan kabupaten/desa dan jalan kota
d. Pengembangan dan pengelolaan manajemen jalan kabupaten/desa dan jalan kota
2. .....
Pengawasan 1. Pengawasan jalan secara umum: a. Evaluasi dan pengkajian pelaksanaan
kebijakan penyelenggaraan jalan b. Pengendalian fungsi dan manfaat hasil
pembangunan jalan 2. Pengawasan jalan nasional:
a. Evaluasi kinerja penyelenggaraan jalan nasional
b. Pengendalian fungsi dan manfaat hasil pembangunan jalan nasional
3. Pengawasan jalan tol: a. Pemantauan dan evaluasi pengaturan
dan pembinaan jalan tol b. Pemantauan dan evaluasi
pengusahaan jalan tol dan terhadap pelayanan jalan tol
1. Pengawasan jalan provinsi a. Evaluasi kinerja
penyelenggaraan jalan provinsi b. Pengendalian fungsi dan
manfaat hasil pembangunan jalan provinsi
2. ....
1. Pengawasan
Sumber : PP No 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, Lampiran 3
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 59
2.1.4. Analisis Keterkaitan Antara Arahan Pengembangan Infrastruktur Jalan Berdasarkan
Kebijakan Sektor Dan Arahan RTRWN
Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi yang merupakan urat nadi kehidupan
masyarakat mempunyai peranan penting dalam usaha pengembangan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dalam kerangka tersebut, jalan mempunyai peranan untuk
mewujudkan sasaran pembangunan seperti pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya,
pertumbuhan ekonomi, dan perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama
dalam mendukung ekonomi, sosial budaya, lingkungan, politik, serta pertahanan dan
keamanan. Dari aspek ekonomi, jalan sebagai modal sosial masyarakat merupakan
katalisator di antara proses produksi, pasar, dan konsumen akhir. Dari aspek sosial budaya,
keberadaan jalan membuka cakrawala masyarakat yang dapat menjadi wahana perubahan
sosial, membangun toleransi, dan mencairkan sekat budaya. Dari aspek lingkungan,
keberadaan jalan diperlukan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Dari aspek
politik, keberadaan jalan menghubungkan dan mengikat antardaerah, sedangkan dari aspek
pertahanan dan keamanan, keberadaan jalan memberikan akses dan mobilitas dalam
penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan.
Tersebarnya lokasi, baik sumber alam, tempat produksi, pasar maupun konsumen akhir,
menuntut diikutinya pola efisiensi dalam menghubungkan tempat-tempat tersebut yang
digambarkan dengan terbentuknya simpul pelayanan distribusi.
Semua pusat kegiatan beserta wilayah pengaruhnya membentuk satuan wilayah
pengembangan. Pusat pengembangan dimaksud dihubungkan dalam satu hubungan
hierarkis dalam bentuk jaringan jalan yang menunjukkan struktur tertentu. Dengan struktur
tersebut, bagian jaringan jalan akan memegang peranan masing-masing sesuai dengan
hierarkinya. Kedudukan jaringan jalan sebagai bagian sistem transportasi menghubungkan
dan mengikat semua pusat kegiatan sehingga pengembangan jaringan jalan tidak dapat
dipisahkan dari upaya pengembangan berbagai moda transportasi secara terpadu, baik
moda transportasi darat, laut, maupun udara
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 60
Diagram 2. 1
Matriks Konsepsi Pembangunan Infrastruktur Jalan Berbasis RTRWN
Menghubungkan Antarpusat Kegiatan
Meningkatkan efisiensi arus
barang dan jasa
Melayani kepentingan nasional dan
internasional atas dasar kriteria strategis
Arteri Primer
Kolektor Primer
Bebas Hambatan
Strategis Nasional
1. Melayani antar pusat kegiatan nasional a. Antar-PKN dan/atau antara PKN dan
PKW √
b. Antar-PKW dan/atau antara PKW dan PKL
√
c. antar-PKSN dalam satu kawasan perbatasan negara; antara PKSN dan pusat kegiatan lainnya; dan PKN dan/atau PKW dengan kawasan strategis nasional
5. Membuka keterisolasian daerah tertinggal/perbatasan
√
6. Pengendalian dampak akibat jaringan jalan yang melintasi kawasan lindung
√ √ √ √
2.2. KEBIJAKAN SEKTOR CIPTA KARYA
2.2.1. Arahan Pengembangan Kawasan Perkotaan Dan Perdesaan Berbasis Penataan
Ruang
Dari sisi spasial, terdapat dua regulasi utama yang menjadi acuan dalam perencanaan
pembangunan berskala nasional, yaitu UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan
PP No 26 Tahun 2008 tentang RTRWN
Arahan Peran Sektor Jalan
Arahan Peran dalam RTRWN
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 61
2.2.1.1. Arahan Pengembangan Kawasan Perkotaan
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang selanjutnya disebut RTRWN merupakan
arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang. Bahkan di dalam UU No. 17 Tahun 2007 (RPJP Nasional) RTRWN
ditetapkan sebagai acuan kebijakan spasial bagi pembangunan di setiap sektor, lintas
sektor, maupun wilayah agar pemanfaatan ruang dapat sinergis, serasi, dan
berkelanjutan.
RTRWN yang telah ditetapkan di dalam Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008
merupakan produk hukum dengan substansi tujuan, kebijakan, strategi struktur, pola
ruang, arahan pemanfaatan ruang dan arahan pengendalian pemanfaatan ruang
wilayah nasioanl. Berkaitan dengan lingkup pekerjaan, RTRWN telah memberikan
arahan yang jelas terhadap keterkaitan antarkawasan perkotaan, pengendalian
kawasan perkotaan dan dukungan strategis terhadap fungsi kawasan perdesaan di
dalam kawasan andalan.
Berdasarkan kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang wilayah nasional,
disebutkan bahwa salah satu kebijakan pengembangan struktur ruang wilayah nasional
adalah peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi
wilayah yang merata dan berhieraki serta peningkatan kualitas dan jangkauan
pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya
air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah nasional (Pasal 4 – RTRWN) .
Untuk mewujudkan peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan
yang merata dan berhirarki tersebut maka strategi yang dilakukan antara lain:
1. Menjaga keterkaitan antarkawasan perkotaan, antara kawasan perkotaan dan
kawasan perdesaan, serta antara kawasan perkotaan dan wilayah di sekitarnya;
2. Mengendalikan perkembangan kota-kota pantai; dan
3. Mendorong kawasan perkotaan agar lebih kompetitif dan lebih efektif dalam
pengembangan wilayah di sekitarnya.
Untuk mewujudkan peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana,
maka strategi yang dilakukan meliputi:
1. Meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan keterpaduan
pelayanan transportasi darat, laut, dan udara;
2. Mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi terutama di kawasan
terisolasi;
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 62
3. Meningkatkan jaringan energi untuk memanfaatkan energi terbarukan dan tak
terbarukan secara optimal serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan
tenaga listrik;
4. Meningkatkan kualitas jaringan prasarana serta mewujudkan keterpaduan
sistem jaringan sumber daya air; dan
5. Meningkatkan jaringan transmisi dan distribusi minyak dan gas bumi, serta
mewujudkan sistem jaringan pipa minyak dan gas bumi nasional yang optimal.
Penjabaran dari kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang wilayah nasional
tersebut kemudian dijabarkan di dalam penetapan sistem dan kriteria perkotaan
nasional. Sistem perkotaan nasional secara berhirarki ditetapkan terdiri atas Pusat
Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL)
serta Pusat Kegiatan Strategis Nasional.
PKN ditetapkan dengan kriteria:
1. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama
kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional;
2. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan
industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi; dan/atau
3. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama
transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi.
PKW ditetapkan dengan kriteria:
1. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua
kegiatan ekspor-impor yang mendukung PKN;
2. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan
industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten;
dan/atau
3. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi
yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten.
PKL ditetapkan dengan kriteria:
1. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan
industri dan jasa yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan;
dan/atau
2. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi
yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 63
Disamping itu, di dalam Rencana Struktur Ruang Nasional memuat tentang rencana
pengembangan PKSN (Pusat Kegiatan Strategis Nasional). Di dalam Pasal 13 ayat 1
disebutkan bahwa pengembangan PKSN ditujukan untuk mendorong pengembangan
kawasan perbatasan negara.
Adapun kriteria PKSN di dalam Pasal 15 PP No. 26 Tahun 2008 adalah:
1. Pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan
negara tetangga;
2. Pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang
menghubungkan dengan negara tetangga;
3. Pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang
menghubungkan wilayah sekitarnya; dan/atau
4. Pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat
mendorong perkembangan kawasan disekitarnya.
PKN, PKW, dan PKL tersebut diatas dapat berupa:
1. Kawasan megapolitan;
Kawasan megapolitan merupakan kawasan yang ditetapkan dengan kriteria
memiliki 2 (dua) atau lebih kawasan metropolitan yang mempunyai hubungan
fungsional dan membentuk sebuah sistem.
2. Kawasan metropolitan;
Kawasan metropolitan merupakan kawasan perkotaan yang ditetapkan dengan
kriteria:
1) Memiliki jumlah penduduk paling sedikit 1.000.000 (satu juta) jiwa;
2) Terdiri atas satu kawasan perkotaan inti dan beberapa kawasan perkotaan
di sekitarnya yang membentuk satu kesatuan pusat perkotaan; dan
3) Terdapat keterkaitan fungsi antarkawasan perkotaan dalam satu sistem
metropolitan.
3. Kawasan perkotaan besar;
Kawasan perkotaan besar merupakan kawasan perkotaan yang ditetapkan
dengan kriteria jumlah penduduk lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) jiwa.
4. Kawasan perkotaan sedang; atau
Kawasan perkotaan sedang merupakan kawasan perkotaan yang ditetapkan
dengan kriteria jumlah penduduk lebih dari 100.000 (seratus ribu) sampai
dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 64
5. Kawasan perkotaan kecil.
Kawasan perkotaan kecil merupakan kawasan perkotaan yang ditetapkan
dengan kriteria jumlah penduduk lebih dari 50.000 (limapuluh ribu) sampai
dengan 100.000 (seratus ribu) jiwa.
Sejalan dengan arahan kepada keterpaduan dan keterkaitan antarkegiatan budidaya
serta pengendalian kegiatan budidaya agar tidak melampui daya dukung dan daya
tampung lingkungan, maka arahan kepada pengembangan kawasan perkotaan
meliputi:
1. Mengembangkan perkotaan metropolitan dan kota besar dengan
mengoptimalkan pemanfaaatan ruang secara vertikal dan kompak;
2. Mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh
persen) dari luas kawasan perkotaan; dan
3. Membatasi perkembangan kawasan terbangun di kawasan perkotaan besar dan
metropolitan untuk mempertahankan tingkat pelayanan prasarana dan sarana
kawasan perkotaan serta mempertahankan fungsi kawasan perdesaan di
sekitarnya.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka dapat dirangkum muatan yang terdapat di
dalam RTRWN terkait dengan arah pengembangan kawasan perkotaan dan perdesaan
adalah :
1. Kawasan perkotaan ditetapkan di dalam sistem perkotaan nasional (SPN) yang
berhirarki yakni di dalam sistem PKN, PKW, PKL dan PKSN (pusat kegiatan di
kawasan perbatasan).
2. Kriteria PKN, PKW, PKL dan PKSN yang telah ditetapkan di dalam RTRWN
memberikan pengertian bahwa kawasan perkotaan memiliki fungsi eksternal
(fungsi sistem antarkota).
3. Fungsi eksternal yang dimiliki kawasan perkotaan dengan skala nasional dan
wilayah dapat dicirikan sebagai pusat pertumbuhan kawasan andalan, simpul
transportasi (darat, laut dan udara), simpul pelayanan prasarana lainnya
(jaringan listrik, telekomunikasi) dan simpul kegiatan industri dan jasa berskala
nasional.
4. Kawasan Perkotaan harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung
lingkungan, terutama dalam pengendalian pemanfaatan ruang di kota-kota
pantai, kota metropolitan dan kota besar.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 65
5. PKN dan PKW yang merupakan kota metropolitan dan besar diarahkan dengan
mengoptimalkan pemanfaaatan ruang secara vertikal dan kompak;
6. Kawasan perkotaan menyediakan RTH paling sedikit 30% dari luas kawasannya.
7. Kawasan perdesaan merupakan lokasi sentra-sentra produksi di kawasan
andalan bagi pengembangan sektor-sektor unggulan nasional.
Berdasarkan arahan-arahan tersebut, terlihat secara ilustratif fungsi eksternal sistem
kota dalam Rencana Struktur Ruang Nasional dengan mengambil contoh adalah Pulau
Sumatera (lihat gambar dibawah ini).
Gambar 2. 15
Fungsi Sistem Kota di Pulau Sumatera Sebagai Pusat Kawasan Andalan
dan Transportasi Antar Wilayah (sebagai contoh)
Dari arahan-arahan tersebut dapat dinyatakan bahwa keberadaan infrastruktur
perkotaan menjadi sangat penting dalam mendukung fungsi kawasan perkotaan baik
terhadap antarkawasan perkotaan, kawasan perkotaan dengan kawasan perdesaan
serta wilayah disekitarnya terutama infrastruktur yang mendukung kepada fungsi
eksternal kota.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 66
Didalam rangka perwujudan sistem perkotaan nasional yang terdiri atas PKN, PKW,
PKL dan PKSN tersebut, maka didalam RTRWN telah mengarahkan empat program
utama perwujudan sistem perkotaan nasional yakni:
(1) Percepatan pembangunan kota-kota utama kawasan perbatasan, yang terdiri
dari sub program yakni:
1) Pengembangan/peningkatan fungsi
2) Pengembangan baru
3) Revitalisasi kota-kota yang telah berfungsi
(2) Mendorong pengembangan kota-kota sentra produksi yang berbasis otonomi
daerah
(3) Revitalisasi dan percepatan pengembangan kota-kota pusat pertumbuhan
nasional. Program ini terdiri atas
1) Pengembangan/peningkatan fungsi
2) Pengembangan baru
3) Revitalisasi kota-kota yang telah berfungsi
(4) Pengendalian kota-kota berbasis mitigasi. Program ini terdiri atas
1) Rehabilitasi kota-kota akibat bencana alam
2) Pengendalian perkembangan kota-kota berbasis mitigasi bencana
Mengingat lingkup lokasi pekerjaan ini adalah pada penjabaran indikasi program
utama dalam lima tahun pertama (2010-2014 untuk PKN, PKW dan PKSN (kawasan
perkotaan) dan kawasan perdesaan di dalam pengembangan kawasan andalan maka
dari segi jumlah adalah:
1. Berdasarkan Lampiran RTRWN tentang Daftar Sistem Perkotaan Nasional,
tercatat terdapat 233 kota dalam sistem perkotaan nasional yang meliputi 38
PKN, 177 PKW dan 26 PKSN. Dalam hal ini terdapat 8 kota memiliki dua fungsi
(PKN--PKSN atau PKW-PKSN) – Lihat Tabel dibawah ini. Sedangkan prioritas
lokasi dalam PJM I di dalam RTRWN adalah 109 kota dengan rincian adalah 38
PKN, 59 PKN dan 20 PKSN.
2. Sedangkan berdasarkan hasil tinjauan peraturan perundang-undangan
menyebutkan bahwa pengembangan infrastruktur perdesaan akan lebih
diarahkan kepada pengembangan Kawasan Andalan. Di dalam RTRWN terdapat
156 Kawasan Andalan yang terdiri dari 112 Kawasan Andalan Darat dan 44
Kawaasan Andalan Laut
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 67
2.2.1.2. Arahan Pengembangan Kawasan Perdesaan
Menurut UU No. 26 Tahun 2007, Kawasan perdesaan merupakan wilayah yang
mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan
jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Mengingat sifat kegiatan ekonomi utama dari kawasan perdesaan merupakan
pertanian maka terkait dengan pengembangan kegiata usaha pertanian, maka
kawasan perdesaan dapat dikembangkan menjadi kawasan agropolitan sebagai basis
pengembangan sistem usaha pertanian.
Kawasan agropolitan merupakan kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat
kegiatan pada kawasan perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan
sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan
hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.
Berdasarkan pengertian tersebut Kawasan Perdesaan merupakan sasaran utama dalam
pengembangan kawasan agropolitan dengan menciptakan sistem agribisinis
didalamnya. Dalam hal ini keterkaitan pengembangan infrastruktur perdesaan adalah
dalam rangka menunjang Kawasan Agropolitan dan Kawasan Andalan pada akhirnya.
Dalam rangka menunjang kegiatan usaha pertanian, maka terdapat nilai strategis dari
usaha pertanian tersebut yang menjadi perhatian secara nasional di kawasan
agropolitan yang dapat ditunjukkan dari prinsip pola pelayanan infrastruktur dan pola
pembangunan infrastruktur perdesaan.
A. Prinsip Pola Pelayanan Infrastruktur Pedesaan Berbasis Kawasan Agropolitan
Berdasarkan Konsepsi Pengembangan Kawasan Agropolitan, sistem
pengembangan infrastruktur pedesaan yang mendukung fungsi dan kegiatan
Kawasan Agropolitan dibangun berdasarkan tujuan-tujuan :
1. Mendukung kegiatan di tiap-tiap jenjang hirarkinya berdasarkan prioritas
desa.
2. Berperan dalam pengendalian pemanfaatan ruang berdasarkan karakteristik
kawasan agropolitan
3. Mengintegrasikan setiap komponen infrastruktur dalam pola interaksi
eksternal kawasan.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 68
B. Pola Pembangunan Infrastruktur di wilayah Kawasan Agropolitan
Berdasarkan karakteristik Sistem Kawasan Agropolitan, maka Pola Pembangunan
Infrastruktur Pedesaan adalah sebagai berikut :
1. Prioritas pelayanan di Pusat Kawasan (desa-desa agribisnis)
2. Sistem Jaringan terpadu dari hulu (desa-desa penghasil bahan baku) ke hilir
(desa-desa agribisnis) dengan memperhatikan perencanaan eksternal
kawasan.
3. Mengoptimalkan sumber daya dan ciri khas masing-masing tipe desa di
kawasan tersebut.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 69
Diagram 2. 2
Matriks Konsepsi Pengembangan Infrastruktur Keciptakaryaan Berbasis RTRWN
ARAHAN FUNGSI CIPTA KARYA
BERDASARKAN RTRWN
ARAHAN KETERPADUAN SPASIAL
KEGIATAN/PROGRAM POKOK CIPTA KARYA (CK
PKN/PKW/PKSN:1. Simpul Transportasi
Darat/Laut/Udara2. Simpul Pelayanan
Prasarana Lainnya.3. Simpul Ekspor-Impor4. Simpul Air
Minum/Baku5. Pusat Kawasan
Strategis Nasional6. Pusat Kawasan
AndalanKAWASAN ANDALAN:1. Kawasan Andalan
1. Program Pengembangan Ekonomi Lokal:
• Pengembangan Prasarana/Sarana Desa Agropolitan• Penyediaan Infrastruktur Perdesaan Skala Komunitas2. Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan &
• Pengembangan Sistem Drainase3. Program Pengembangan Perumahan:• Penyediaan Infrastruktur Primer Perkotaan.
• Revitalisasi dan Penataan Bangunan dan Lingkungan4. Program Pemberdayaan Komunitas Perumahan:• Perbaikan Lingkungan Permukiman• Perbaikan Kawasan Permukiman Nelayan5. Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum & Air
Limbah• Penyediaan PS Air Minum pada Kawasan Strategis
• Pembuangan Air Limbah Sistem Terpusat• Penyediaan IP B3 Regional• Penyediaan PS AM Kawasan Kumuh/Nelayan
• Penyediaan SPAM IKK/Kawasan• Penyediaan SPAM di Desa Rawan Air, pesisir, terpencil (untuk
kawasan terisolir)6. Program Pengembangan Wilayah Perbatasan:• Penyediaan PS Kawasan Perbatasan
7. Program Pemb Kota-Kota Besar dan Metropolitan:• Pengendalian Pembangunan Kota-Kota Besar Dan Metropolitan• Revitalisasi/Peremajaan Kawasan Perkotaan• Penyusunan RTBL• Penyusunan RTH• Pembangunan Perumahan Vertikal Rusunawa• Penataan Lingkungan Permukiman Rusunawa
• Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Sejarah8. Program Pengembagnan Keterkaitan Pembangunan Antar Kota:• Pengembangan Integrasi Perkotaan Nasional
9. Pengembagnan Kota-Kota Kecil dan Menengah:• Pengembangan Kota-Kota Kecil dan Menengah
1. Kawasan Andalan dgnSektor Unggulan Pertanian
2. Kawasan Andalan Laut dgnSektor Unggulan Perikanan& Kelautan
3. Kawasan Andalan SektorUnggulan Industri dan Jasa
8. KSN Metropolitan
4. PKN/PKW
5. PKSN
6. KSN Cagar Budaya
7. KSN Kawasan PerbatasanNegara (Termasuk Pulau-Pulau Kecil)
9 . Kawasan Andalan denganSektor Unggulan Pariwisata
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 70
2.2.2. Arahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Terhadap
Pengembangan Kawasan Perkotaan Dan Perdesaan
Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional disusun sebagai
penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam bentuk
visi, misi dan arah pembangunan nasional. Dengan demikian, dokumen ini lebih bersifat
visioner dan hanya memuat hal-hal yang mendasar, sehingga memberi keleluasaan yang
cukup bagi penyusunan rencana jangka menengah dan tahunannya.
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005–2025 merupakan kelanjutan dari
pembangunan sebelumnya untuk mencapai tujuan pembangunan sebagaimana
diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Untuk itu, dalam 20 tahun mendatang sangat penting dan mendesak bagi bangsa
Indonesia untuk melakukan penataan kembali berbagai langkah-langkah, antara lain di
bidang pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, lingkungan hidup dan
kelembagaannya sehingga bangsa Indonesia dapat mengejar ketertinggalan dan mempunyai
posisi yang sejajar serta daya saing yang kuat di dalam pergaulan masyarakat Internasional.
Dengan ditiadakannya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman
penyusunan rencana pembangunan nasional dan diperkuatnya otonomi daerah dan
desentralisasi pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka untuk
menjaga pembangunan yang berkelanjutan, Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional sangat diperlukan. Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yang memerintahkan penyusunan RPJP
Nasional yang menganut paradigma perencanaan yang visioner, maka RPJP Nasional hanya
memuat arahan secara garis besar.
Kurun waktu RPJP Nasional adalah 20 (dua puluh) tahun dan untuk memudahkan
pencapaiannya maka pelaksanaan RPJP Nasional 2005-2025 terbagi dalam tahap-tahap
perencanaan pembangunan dalam periodisasi perencanaan pembangunan jangka
menengah nasional 5 (lima) tahunan, yang dituangkan dalam RPJM Nasional I Tahun 2005–
2009, RPJM Nasional II Tahun 2010–2014, RPJM Nasional III Tahun 2015–2019, dan RPJM
Nasional IV Tahun 2020–2024.
Tujuan yang ingin dicapai dengan ditetapkannya Undang-Undang tentang RPJP Nasional
Tahun 2005–2025 adalah untuk: (a) mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 71
dalam pencapaian tujuan nasional, (b) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan
sinergi baik antardaerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara
Pusat dan Daerah, (c) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan, (d) menjamin tercapainya penggunaan
sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan, dan (e) mengoptimalkan
partisipasi masyarakat.
Rencana pembangunan jangka panjang nasional diwujudkan dalam visi, misi dan arah
pembangunan nasional yang mencerminkan cita-cita kolektif yang akan dicapai oleh bangsa
Indonesia serta strategi untuk mencapainya. Visi merupakan penjabaran cita-cita berbangsa
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yaitu terciptanya masyarakat yang terlindungi, sejahtera dan cerdas
serta berkeadilan. Bila visi telah terumuskan, maka juga perlu dinyatakan secara tegas misi,
yaitu upaya-upaya ideal untuk mencapai visi tersebut. Misi ini dijabarkan ke dalam arah
kebijakan dan strategi pembangunan jangka panjang nasional.
Di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 mengingatkan akan
pentingnya pembangunan kawasan perkotaan dan perdesaan sebagai mesin pertumbuhan
wilayah. Namun harus diakui bahwa kondisi pembangunan di Kawasan Perkotaan dan
Perdesaan, saat ini adalah:
1. Walaupun secara bertahap berkurang, jumlah penduduk miskin masih cukup tinggi,
baik di kawasan perdesaan maupun di perkotaan, terutama pada sektor pertanian
dan kelautan. Oleh karena itu, kemiskinan masih menjadi perhatian penting dalam
pembangunan 20 tahun yang akan datang. Luasnya wilayah dan beragamnya kondisi
sosial budaya masyarakat menyebabkan masalah kemiskinan di Indonesia menjadi
sangat beragam dengan sifat-sifat lokal yang kuat dan pengalaman kemiskinan yang
berbeda. Masalah kemiskinan bersifat multidimensi, karena bukan hanya
menyangkut ukuran pendapatan, melainkan karena juga kerentanan dan kerawanan
orang atau masyarakat untuk menjadi miskin. Selain itu, kemiskinan juga menyangkut
kegagalan dalam pemenuhan hak dasar dan adanya perbedaan perlakuan seseorang
atau kelompok masyarakat dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.
2. Dukungan prasarana sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan air di Kawasan
Perkotaan maupun perdesaan masih belum memadai.
3. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan perumahan hingga tahun 2020
diperkirakan mencapai lebih dari 30 juta unit sehingga kebutuhan rumah per tahun
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 72
diperkirakan mencapai 1,2 juta unit. Data tahun 2004 mencatat bahwa sebanyak 4,3
juta jumlah rumah tangga belum memiliki rumah. Penyediaan air minum juga tidak
mengalami kemajuan yang berarti. Berdasarkan Data Statistik Perumahan dan
Permukiman Tahun 2004, jumlah penduduk (perkotaan dan pedesaan) yang
mendapatkan akses pelayanan air minum perpipaan baru mencapai 18,3 persen,
hanya sedikit meningkat dibandingkan dengan 10 tahun sebelumnya (14,7 persen).
Demikian juga halnya dengan penanganan persampahan di kawasan perkotaan dan
perdesaan baru mencapai 18,41 persen atau mencapai 40 juta jiwa, sedangkan
cakupan pelayanan drainase baru melayani 124 juta jiwa.
4. Pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan saat ini masih sangat terpusat di
pulau Jawa-Bali, sedangkan pertumbuhan kota-kota menengah dan kecil, terutama di
luar Jawa, berjalan lambat dan tertinggal. Pertumbuhan perkotaan yang tidak
seimbang ini ditambah dengan adanya kesenjangan pembangunan antarwilayah
menimbulkan urbanisasi yang tidak terkendali. Secara fisik, hal itu ditunjukkan oleh
(1) meluasnya wilayah perkotaan karena pesatnya perkembangan dan meluasnya
kawasan pinggiran (fringe-area) terutama di kota-kota besar dan metropolitan; (2)
meluasnya perkembangan fisik perkotaan di kawasan ‘sub-urban’ yang telah
‘mengintegrasi’ kota-kota yang lebih kecil di sekitar kota inti dan membentuk
konurbasi yang tak terkendali; (3) meningkatnya jumlah desakota; dan (4) terjadinya
reklasifikasi (perubahan daerah rural menjadi daerah urban, terutama di Jawa).
Kecenderungan perkembangan semacam itu berdampak negatif terhadap
perkembangan kota-kota besar dan metropolitan itu sendiri maupun kota-kota
menengah dan kecil di wilayah lain.
5. Dampak negatif yang ditimbulkan di kota-kota besar dan metropolitan, antara lain,
adalah (1) terjadinya eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam di
sekitar kota-kota besar dan metropolitan untuk mendukung dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi; (2) terjadinya secara terus menerus konversi lahan pertanian
produktif menjadi kawasan permukiman, perdagangan, dan industri; (3) menurunnya
kualitas lingkungan fisik kawasan perkotaan akibat terjadinya perusakan lingkungan
dan timbulnya polusi; (4) menurunnya kualitas hidupmasyarakat di perkotaan karena
permasalahan sosial-ekonomi, serta penurunan kualitas pelayanan kebutuhan dasar
perkotaan; serta (5) tidak mandiri dan terarahnya pembangunan kota-kota baru
sehingga justru menjadi tambahan beban bagi kota inti. Dampak negatif lain yang
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 73
ditimbulkan terhadap kota-kota di wilayah lain, yaitu (1) tidak meratanya penyebaran
penduduk perkotaan dan terjadinya ‘konsentrasi’ penduduk kota di Pulau Jawa,
khususnya di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), (20 persen
dari total jumlah penduduk perkotaan Indonesia tinggal di sana); (2) tidak optimalnya
fungsi ekonomi perkotaan, terutama di kota-kota menengah dan kecil, dalam
menarik investasi dan tempat penciptaan lapangan pekerjaan; dan (3) tidak
optimalnya peranan kota dalam memfasilitasi pengembangan wilayah.
6. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di perdesaan umumnya masih jauh
tertinggal dibandingkan dengan yang tinggal di perkotaan. Hal itu merupakan
konsekuensi dari perubahan struktur ekonomi dan proses industrialisasi, baik
investasi ekonomi oleh swasta maupun pemerintah, sehingga infrastruktur dan
kelembagaan cenderung terkonsentrasi di daerah perkotaan. Selain itu, kegiatan
ekonomi di wilayah perkotaan masih banyak yang tidak sinergis dengan kegiatan
ekonomi yang dikembangkan di wilayah perdesaan. Akibatnya, peran kota yang
diharapkan dapat mendorong perkembangan perdesaan justru memberikan dampak
yang merugikan pertumbuhan perdesaan.
Tantangan Pokok yang harus dihadapi dalam pembangunan jangka panjang kawasan
perkotaan dan perdesaan adalah:
1. Dalam 20 tahun mendatang, Indonesia menghadapi tekanan jumlah penduduk yang
makin besar. Jumlah penduduk yang pada tahun 2005 sebesar 219,9 juta orang
diperkirakan meningkat mencapai sekitar 274 juta orang pada tahun 2025. Sejalan
dengan itu berbagai parameter kependudukan diperkirakan akan mengalami
perbaikan yang ditunjukkan dengan menurunnya angka kelahiran, meningkatnya
usia harapan hidup, dan menurunnya angka kematian bayi. Meskipun demikian,
pengendalian kuantitas dan laju pertumbuhan penduduk penting diperhatikan untuk
menciptakan penduduk tumbuh seimbang dalam rangka mendukung terjadinya
bonus demografi yang ditandai dengan jumlah penduduk usia produktif lebih besar
daripada jumlah penduduk usia non-produktif. Kondisi tersebut perlu dimanfaatkan
secara optimal untuk meningkatkan kualitas SDM, daya saing, dan kesejahteraan
rakyat. Di samping itu, persebaran dan mobilitas penduduk perlu pula mendapatkan
perhatian sehingga ketimpangan persebaran dan kepadatan penduduk antara Pulau
Jawa dan luar Pulau Jawa serta antara wilayah perkotaan dan perdesaan dapat
dikurangi.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 74
2. Disamping itu, meningkatnya kasus pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh
laju pertumbuhan penduduk yang terkonsentrasi di wilayah perkotaan
Arah pembangunan Kawasan Perkotaan dan Perdesaan di dalam RPJPN adalah mewujudkan
pembangunan perkotaan dan perdesaan yang lebih merata dan berkeadilan, dengan
sasaran utamanya adalah:
1. Terwujudnya lingkungan perkotaan dan perdesaan yang sesuai dengan kehidupan
yang baik, berkelanjutan, serta mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat
2. Pembangunan kota-kota metropolitan, besar, menengah, dan kecil diseimbangkan
pertumbuhannya dengan mengacu pada sistem pembangunan perkotaan nasional.
Upaya itu diperlukan untuk mencegah terjadinya pertumbuhan fisik kota yang tidak
terkendali (urban sprawl & conurbation), seperti yang terjadi di wilayah pantura
Pulau Jawa, serta untuk mengendalikan arus migrasi masuk langsung dari desa ke
kota-kota besar dan metropolitan, dengan cara menciptakan kesempatan kerja,
termasuk peluang usaha, di kota-kota menengah dan kecil, terutama di luar Pulau
Jawa. Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi
sejak tahap awal.
3. Pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan dikendalikan dalam suatu sistem
wilayah pembangunan metropolitan yang kompak, nyaman, efisien dalam
pengelolaan, serta mempertimbangkan pembangunan yang berkelanjutan melalui
(1) penerapan manajemen perkotaan yang meliputi optimasi dan pengendalian
pemanfaatan ruang serta pengamanan zona penyangga di sekitar kota inti dengan
penegakan hukum yang tegas dan adil, serta peningkatan peran dan fungsi kota-
kota menengah dan kecil di sekitar kota inti agar kota-kota tersebut tidak hanya
berfungsi sebagai kota tempat tinggal (dormitory town) saja, tetapi juga menjadi
kota mandiri; (2) pengembangan kegiatan ekonomi kota yang ramah lingkungan
seperti industri jasa keuangan, perbankan, asuransi, dan industri telematika serta
peningkatan kemampuan keuangan daerah perkotaan; dan (3) perevitalan kawasan
kota yang meliputi pengembalian fungsi kawasan melalui pembangunan kembali
kawasan; peningkatan kualitas lingkungan fisik, sosial, budaya; serta penataan
kembali pelayanan fasilitas publik, terutama pengembangan sistem transportasi
masal yang terintegrasi antarmoda.
4. Percepatan pembangunan kota-kota kecil dan menengah ditingkatkan, terutama di
luar Pulau Jawa, sehingga diharapkan dapat menjalankan perannya sebagai ‘motor
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 75
penggerak’ pembangunan wilayah-wilayah di sekitarnya maupun dalam melayani
kebutuhan warga kotanya. Pendekatan pembangunan yang perlu dilakukan, antara
lain, memenuhi kebutuhan pelayanan dasar perkotaan sesuai dengan tipologi kota
masing-masing.
5. Peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan dengan kegiatan
ekonomi di wilayah perdesaan didorong secara sinergis (hasil produksi wilayah
perdesaan merupakan backward linkages dari kegiatan ekonomi di wilayah
perkotaan) dalam suatu ‘sistem wilayah pengembangan ekonomi’. Peningkatan
keterkaitan tersebut memerlukan adanya perluasan dan diversifikasi aktivitas
ekonomi dan perdagangan (nonpertanian) di pedesaan yang terkait dengan pasar di
perkotaan.
6. Pembangunan perdesaan didorong melalui pengembangan agroindustri padat
pekerja, terutama bagi kawasan yang berbasiskan pertanian dan kelautan;
peningkatan kapasitas sumber daya manusia di perdesaan khususnya dalam
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya; pengembangan jaringan infrastruktur
penunjang kegiatan produksi di kawasan perdesaan dan kota-kota kecil terdekat
dalam upaya menciptakan keterkaitan fisik, sosial dan ekonomi yang saling
komplementer dan saling menguntungkan; peningkatan akses informasi dan
pemasaran, lembaga keuangan, kesempatan kerja, dan teknologi; pengembangan
social capital dan human capital yang belum tergali potensinya sehingga kawasan
perdesaan tidak semata-mata mengandalkan sumber daya alam saja; intervensi
harga dan kebijakan perdagangan yang berpihak ke produk pertanian, terutama
terhadap harga dan upah.
Berdasarkan sasaran-sasaran tersebut maka telah diamanatkan di dalam RPJPN bahwa
Rencana tata ruang digunakan sebagai acuan kebijakan spasial bagi pembangunan di setiap
sektor, lintas sektor, maupun wilayah agar pemanfaatan ruang dapat sinergis, serasi, dan
berkelanjutan. Rencana Tata Ruang Wilayah disusun secara hierarki. Dalam hal ini RTRWN,
RTRWP, RTRWKab/Kota digunakan sebagai acuan dalam pembangunan perkotaan dan
perdesaan.
RPJP Nasional digunakan sebagai pedoman dalam menyusun RPJM Nasional. Pentahapan
rencana pembangunan nasional disusun dalam masing-masing periode RPJM Nasional
sesuai dengan visi, misi, dan program Presiden yang dipilih secara langsung oleh rakyat.
RPJM Nasional memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 76
kementerian/lembaga dan lintas kementerian/lembaga, kewilayahan dan lintas
kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian
secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa
kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
RPJM sebagaimana tersebut di atas dijabarkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
yang merupakan rencana pembangunan tahunan nasional, yang memuat prioritas
pembangunan nasional, rancangan kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran
perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal, serta program
kementerian/lembaga, lintas kementerian/lembaga kewilayahan dalam bentuk kerangka
regulasi dan pendanaan yang bersifat indikatif.
RPJMN I terhadap RPJPN adalah RPJMN 2005-2009. Di dalam RPJMN 2005-2009 telah
menjabarkan arah kebijakan pengembangan infrastruktur perkotaan dan perdesaan. Arah
kebijakan pembangunan perkotaan berdasarkan RPJMN 2004-2009 meliputi:
1. Menyeimbangkan pertumbuhan pembangunan antar kota-kota metropolitan, besar,
menengah, dan kecil secara hirarkis dalam ‘sistem pembangunan perkotaan
nasional’. Oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi
(forward and backward linkages) sejak tahap awal mata rantai industri, tahap proses
produksi antara tahap akhir produksi (final process), sampai tahap konsumsi (final
demand) di masing –masing kota sesuai dengan hierarkinya. Hal ini perlu didukung,
antara lain, peningkatan aksesibilitas dan mobilitas orang, barang dan jasa
antarkota-kota tersebut, antara lain melalui penyelesaian dan peningkatan
pembangunan trans Kalimantan, trans Sulawesi.
2. Meningkatkan percepatan pembangunan kota-kota kecil dan menengah, terutama di
luar Pulau Jawa, sehingga diharapkan dapat menjalankan perannya sebagai ‘motor
penggerak’ pembangunan wilayah-wilayah di sekitarnya, maupun dalam melayani
kebutuhan warga kotanya. Pendekatan pembangunan yang perlu dilakukan, antara
lain, memenuhi kebutuhan pelayanan dasar perkotaan sesuai dengan tipologi kota
masing-masing.
3. Mendorong peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah (hasil produksi
wilayah perdesaan merupakan ‘backward linkages’ dari kegiatan ekonomi di wilayah
perkotaan) dalam suatu ‘sistem wilayah pengembangan ekonomi’.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 77
4. Mengendalikan pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan dalam suatu ‘sistem
wilayah pembangunan metropolitan’ yang compact, nyaman, efisien dalam
pengelolaan, serta mempertimbangkan pembangunan yang berkelanjutan.
5. Mengoperasionalisasikan ‘Rencana Tata Ruang’ sesuai dengan hierarki perencanaan
(RTRW-Nasional, RTRW-Pulau, RTRW-Propinsi, RTRW-Kabupaten/Kota) sebagai acuan
koordinasi dan sinkronisasi pembangunan antarsektor dan antarwilayah.
Adapun program-program yang terkait dengan pengembangan infrastruktur perkotaan dan
perdesaan, antara lain :
1. Program Pengembangan Keterkaitan Pembangunan Antar Kota yang meliputi
kegiatan pokok:
1) Peningkatan penyediaan jaringan transportasi wilayah yang menghubungkan
antar kota-kota secara hirarkis untuk memperlancar koleksi dan distribusi barang
dan jasa antara lain melalui:
2) Pembentukan forum kerja sama antar pemerintah kota untuk merumuskan kerja
sama pembangunan, khususnya: (a) pembangunan industri pengolahan yang
saling menunjang satu sama lain dalam suatu mata-rantai industri di masing-
masing kota secara hirarkis sesuai dengan tipologi kota; (b) pembangunan
infrastruktur yang mempersyaratkan ‘scale of economy’ tertentu; (c) pelestarian
sumber daya air dan banjir yang memerlukan keterpaduan pengelolaan, contoh
Jabodetabek-Bopunjur.
2. Program Pengembangan Kota Kecil Dan Menengah
1) Penyiapan dan pemantapan infrastruktur sosial dasar perkotaan di kota-kota kecil
dan menengah untuk dapat melayani fungsi internal dan eksternal kotanya,
terutama serta wilayah-wilayah yang masuk dalam satuan wilayah
pengembangan ekonomi.
2) Program Pengendalian Kota Besar dan Metropolitan diantaranya peningkatan
kerjasama pembangunan antar kota inti dan kota-kota satelit di wilayah
metropolitan, baik pada tahap perencanaan, pembiayaan, pembangunan,
maupun pemeliharaan, terutama dalam pembangunan sarana, prasarana, dan
utilitas perkotaan, khususnya yang mempersyaratkan adanya keterpaduan dan
skala ekonomi (scale of economy) tertentu, sehingga tidak efisien untuk dibangun
di masing-masing daerah.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 78
3. Program peningkatan prasarana dan sarana perdesaan diantaranya meningkatkan
kuantitas dan kualitas penyediaan prasarana dan sarana perdesaan, merehabilitasi
dan mengoptimalkan pemanfaatannya, serta meningkatkan pemeliharaan prasarana
dan sarana yang telah terbangun. Prasarana dan sarana di sini meliputi jaringan
prasarana dan sarana sosial ekonomi dan permukiman.
4. Program Pengembangan Ekonomi Lokal, diantaranya adalah : Pemantapan dan
pengembangan kawasan agropolitan yang strategis dan potensial, terutama
kawasan-kawasan.
5. Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum dan Air Limbah diantaranya
1) Pengembangan pelayanan air minum dan air limbah berbasis masyarakat.
2) Pengembangan pelayanan sistem pembuangan air limbah dengan sistem
terpusat pada kota metropolitan dan besar.
3) Penyediaan air minum dan prasarana air limbah bagi kawasan perumahan bagi
masyarakat berpenghasilan rendah.
6. Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan dan Drainase
diantaranya
1) Peningkatan kualitas dan kuantitas pengangkutan persampahan.
2) Peningkatan kualitas pengelolaan tempat pembuangan akhir dengan standard
sanitary landfill system untuk kota besar.
3) Peningkatan dan normalisasi saluran drainase.
4) Pembangunan jaringan drainase primer dan sekunder bagi kota besar.
7. Peningkatan operasi dan pemliharaan jaringan drainase primer dan sekunder
2.2.3. Arahan/ Kebijakan Terkait Infrastruktur Perkotaan Dan Perdesaan Dari PP NO 38
Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Dalam PP 38/2007 ini diatur pembagian urusan atau kewenangan pemerintahan, dari mulai
pemerintah pusat, pemerintah provinsi, hingga pemerintah kabupaten/ kota. Khusus untuk
pembagian urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum, khususnya untuk sub bidang
perkotaan dan perdesaan, tabel berikut di bawah ini memperlihatkan pembagian urusan
tersebut.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 79
Tabel 2. 3
Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pekerjaan Umum Sub Bidang Perkotaan dan Perdesaan
Sub Bidang
Sub - Sub Bidang
Pemerintah Pemerintahan Daerah Provinsi Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota
Perkotaan dan Perdesaan
1. Pengaturan 1. Penetapan kebijakan dan strategi nasional pembangunan perkotan dan perdesaan
2. Penetapan norma, standar, prosedur dan kriteria pengembangan perkotaan dan perdesaan
1. Penetapan kebijakan dan strategi wilayah provinsi dalam pembangunan perkotaan dan prdesaan (mengacu kebijakan nasional)
2. Penetapan Peraturan Daerah Provinsi mengenai pengembangan perkotaan dan perdesaan mengacu pada NSPK nasional
1. Penetapan kebijakan dan strategi pembangunan perkotaan dan perdesaan wilayah kabupaten/kota (mengacu pada kebijakan nasional dan provinsi)
2. Penetapan Peraturan Daerah kabuapten/kota mengenai pengembangan perkotaan dan perdesaan berdasarkan NSPK
Pembinaan 1. Fasilitasi peningkatan kapasitas manajemen pembangunan dan pengelolaan Prasarana dan Sarana perkotaan dan perdesaan tingkat nasional.
2. Fasilitasi pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha dalam pembangunan perkotaan dan perdesaan secara nasional
1. Fasilitasi peningkatan kapasitas manajemen pembangunan dan pengelolaan Prasarana dan Sarana perkotaan dan perdesaan tingkat provins
2. Fasilitasi pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha dalam pembangunan perkotaan dan perdesaan di wilayah provinsii
1. Fasilitasi peningkatan kapasitas manajemen pembangunan dan pengelolaan Prasarana dan Sarana perkotaan dan perdesaan tingkat kabupaten/kota
2. Pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha dalam pembangunan perkotaan dan perdesaan di wilayah kabuapten/kota
Pembangunan 1. Fasilitasi perencanaan program pembangunan sarana dan prasarana perkotaan dan perdesaan jangka panjang dan jangka menengah.
2. Fasilitasi kerjasama/kemitraan tingkat nasional antara pemerintah/daerah dalam pengelolaan dan pembangunan sarana dan prasarana perkotaan dan perdesaan
3. Penyelenggaraan pembangunan
1. Fasilitasi penyiapan program pembangunan sarana dan prasarana perkotaan dan perdesaan jangka panjang dan jangka menengah di wilayah kabupaten/kota
2. Fasilitasi kerjasama/kemitraan antara pemerintah/daerah dalam pengelolaan dan pembangunan sarana dan prasarana perkotaan
1. Penyiapan progam pembangunan sarana dan prasarana perkotaan dan perdesaan jangka panjang dan jangka menengah kabupaten/kota dengan mengacu pada RPJP dan RPJM nasional dan provinsi
2. Penyelenggaraan kerjsama/kemitraan antara pemerintah daerah/dunia usaha/masyarakat dalam pengelolaan dan pembangunan sarana dan
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 80
Sub Bidang
Sub - Sub Bidang
Pemerintah Pemerintahan Daerah Provinsi Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota
Prasarana dan Sarana perkotaan dan perdesaan di kawasan strategis nasional
dan perdesaan di lingkungan provinsi
3. Penyelenggaraan pembangunan Prasarana dan Sarana perkotaan dan perdesaan lintas kabupaten/kota di lingkungan wilayah provinsi
4. Fasilitasi pembentukan lembaga/badan pengelola pembangunan perkotaan dan perdesaan lintas kabupaten/kota
prasarana perkotaan dan perdesaan di lingkungan kabupaten/kota
3. Penyelenggaraan pembangunan Prasarana dan Sarana perkotaan dan perdesaan di wilayah kabupaten/kota
4. Pembentuka lembaga/badan pengelolaan pembangunan perkotaan dan perdesaan di kabupaten/kota
Pengawasan 1. Pengawasan dan pengendalian program pembangunan dan pengelolaan kawasan perkotaan dan perdesaan secara nasional
2. Pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan NSPK.
1. Pengawasan dan pengendalian terhadap pembangunan dan pengelolaan kawasan perkotaan dan perdesaan di provinsi
2. Pengawasan dan pengendalian pelaksanaan NSPk
1. Pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan kawasan perkotaan dan perdesaan di kabupaten/kota
2. Pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan NSPK
Sumber : PP No 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, Lampiran 3
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 81
2.2.4. Peran Dan Fungsi Kawasan Perkotaan Dan Perdesaan Berdasarkan Kebijakan Dan
Strategi Nasional Pengembangan Perkotaan (KSNP – KOTA)
2.2.4.1. Muatan Kebijakan Dan Strategi Nasional Pengembangan Perkotaan
Arahan kebijakan dan strategi nasional pengembangan perkotaan secara jelas telah
termuat di dalam Peraturan Menteri PU No. 494/PRT/M/2005 yang tertuang di dalam
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Perkotaan (KSNP-Kota). KSNP-Kota
merupakan kebijakan yang menggantikan kebijkaan sebelumnya yang termuat di
dalam Strategi Nasional Pengembangan Perkotaan tahun 1985 yang sudah dinilai perlu
direvisi kembali. Lahirnya kebijakan ini berasal dari adanya kebutuhan yang mendesak
dalam rangka penanganan wilayah perkotaan secara terpadu dengan pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan hidup secara berkelanjutan. Substansi dari KSNP-
Kota ini telah mengacu kepada berbagai undang-undang, peraturan pemerintah yang
terkait, diantaranya adalah undang-undang tentang perumahan dan permukiman,
sumber daya air, jalan, pemerintahan daerah, penataan ruang dan sebagainya dan
hasilnya jadilah KSNP Kota sebagai pedoman untuk penyusunan pengaturan dan
rencana pengembangan perkotaan.
KSNP-Kota meliputi uraian tentang tujuan, visi, dan misi pengembangan perkotaan; isu,
permasalahan, dan tantangan pengembangan perkotaan; serta kebijakan dan strategi
pengembangan perkotaan. KSNP-Kota digunakan sebagai pedoman untuk penyiapan
pengaturan dan rencana pengembangan perkotaan baik di tingkat Pusat maupun
Daerah sesuai dengan kondisi dan potensi setempat.
Untuk mencapai kehidupan perkotaan yang aman, damai, dan sejahtera, perlu
dirumuskan visi tentang kondisi kota yang ingin dicapai di masa depan. Kota-kota di
masa depan adalah kota yang dapat memberikan kehidupan yang sejahtera, nyaman
dan aman bagi warganya, yang layak huni bagi seluruh warganya tanpa terkecuali.
Secara umum kriteria kota yang ingin dicapai, yaitu:
1. Tempat di mana anak-anak, orang tua, dan bahkan para penyandang cacat
dapat berjalan-jalan, dan bermain-main bersama;
2. Tempat di mana kebersamaan dan canda dapat memecahkan permasalahan-
permasalahan yang muncul dalam lingkungan bertetangga;
3. Tempat di mana kita tidak hanya melindungi kawasan-kawasan bersejarah,
tetapi juga ruang terbuka hijau dan hutan-hutan kota yang memberikan nilai
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 82
tambah tersendiri bagi kehidupan dan keindahan permukiman;
4. Tempat di mana tingginya kualitas hidup dapat menarik kegiatan usaha dan
tenaga kerja yang berbakat dan dengan demikian menghidupkan perekonomian
kota;
5. Tempat di mana kita dapat menghabiskan lebih banyak waktu bagi keluarga dan
bukan memboroskannya karena terjebak dalam kemacetan lalu-lintas;
6. Tempat di mana seluruh masyarakatnya dapat menyelenggarakan aktivitasnya
sehari-hari dengan aman dan tenang, yang terbebas dari kriminalitas serta
kerusuhan-kerusuhan sosial, dan ancaman terorisme.
Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, maka visi pengembangan perkotaan nasional
dapat dijabarkan sebagai berikut:
Terwujudnya kawasan perkotaan yang aman, layak huni, berkeadilan sosial,
sejahtera, berbudaya, produktif, dan berkembang secara berkelanjutan, serta
saling memperkuat, dalam mewujudkan pengembangan wilayah.
Visi perkotaan adalah suatu keadaan perkotaan yang ingin dicapai di masa depan
secara mandiri. Visi akan dapat terwujud melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan
oleh seluruh stakeholders, yang langsung terkait maupun yang tidak.
Perwujudan visi akan lebih optimal apabila terdapat kerjasama yang sinergis antar
stakeholder dari seluruh kegiatan-kegiatan. Dalam kerjasama ini pemerintah bertindak
sebagai pemberdaya dan masyarakat sebagai pelaksana. Untuk itu dibutuhkan
perumusan misi sebagai terjemahan dari visi atau kondisi yang diharapkan untuk
mengidentifikasi arah kebijakan yang akan ditempuh.
Upaya pencapaian visi tersebut di atas dilakukan melalui beberapa misi berikut ini:
1. Mengembangkan kota yang aman dan layak huni
1) Lingkungan kota yang nyaman:
Tingkat kepadatan penduduk yang optimal (efisiensi pelayanan, sesuai
dengan daya dukung kota);
Kersediaan prasarana dan sarana dasar dengan kualitas yang
memadai;
Memiliki tingkat pelayanan dan jumlah fasilitas umum yang memadai;
Memiliki penataan kawasan dan bangunan yang serasi dan terpelihara;
Lingkungan sosial budaya yang mendukung keharmonisan kehidupan
masyarakat.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 83
2) Lingkungan kota yang aman:
Tingkat polusi udara yang rendah dan terkontrol;
Tingkat pencemaran air dan tanah yang rendah dan terkontrol;
Keamanan (tingkat kriminalitas rendah) dan ketertiban kota yang
terjaga;
Tingkat pelayanan dan fasilitas kebakaran yang baik (berfungsi dan
mencukupi);
Stabilitas sosial, ekonomi, politik.
2. Mengembangkan kota yang sejahtera
1) Tersedianya segala kebutuhan (sarana, prasarana, pelayanan dan
permukiman) yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat sesuai
dengan kebutuhan masing-masing (orang tua, anak-anak, diffable people,
dst);
2) Tersedianya lapangan pekerjaan bagi seluruh lapisan masyarakat;
3) Tidak adanya kesenjangan pendapatan yang besar antar seluruh lapisan
masyarakat.
3. Mengembangkan lingkungan kota yang berkeadilan sosial dan berbudaya
1) Kesamaan dan keadilan dalam perlindungan hukum;
2) Setiap individu, kelompok masyarakat mempunyai akses yang sama
terhadap kesempatan berperan serta dan mengaktualisasikan aspirasinya
dalam kehidupan kota;
3) Setiap individu atau kelompok masyarakat memiliki akses yang sama
terhadap kesempatan berusaha dan mengembangkan usaha;
4) Kesadaran dan peran aktif masyarakat dalam pemeliharaan dan
pengembangan budaya lokal.
4. Mengembangkan pembangunan kota yang berkelanjutan
Pengembangan kota yang berkelanjutan secara umum terwujud apabila ekonomi
kota berkembang, berdaya saing global, pendapatan masyarakat dan pemerintah
bertambah dan tetap dapat mempertahankan kualitas sumber daya alam dan
lingkungan. Hal ini antara lain mencakup:
1) Aspek ekonomi:
Daya saing kota: faktor-faktor penentu daya saing adalah keunggulan
sumber daya dan kemampuan pengelolaan kota. Dalam hal ini
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 84
pengefektifan keterkaitan kota dan desa menjadi sangat penting dalam
upaya meningkatkan daya saing kota dan mencegah menurunnya
ekonomi perdesaan;
Pengembangan ekonomi kota;
Pengembangan produk unggulan kota melalui pengembangan iklim
usaha yang kondusif;
Menggali potensi kota melalui pelibatan seluruh stakeholders dalam
pembangunan;
Mengembangkan inovasi untuk mempertahankan kualitas produksi
dan jasa;
Pengelolaan sektor informal agar mandiri dan sinergis dengan sektor
formal;
Pemecahan masalah pengangguran dan semi pengangguran;
Kemampuan kota untuk siaga dan siap mengatasi bencana dan bangkit
dari bencana.
2) Aspek sosial budaya:
Pemanfaatan dan pengembangan sumber daya sedemikian rupa
sehingga dapat meningkatkan kesetaraan dan keadilan sosial, dan juga
mengurangi gangguangangguan sosial. Upaya mencapai masyarakat
madani dilaksanakan melalui:
Pemeliharaan keanekaragaman budaya;
Kesamaan hak bagi setiap individu ataupun kelompok masyarakat
untuk memenuhi aspirasi budayanya;
Peningkatan peran serta masyarakat dalam kehidupan perkotaan;
Penyelesaian masalah dislokasipenduduk perkotaan berkaitan dengan
masalah lahan.
3) Aspek lingkungan:
pengelolaan sumberdaya secara efisien dan berkelanjutan;
pembangunan kota dilakukan dengan tetap menjaga kualitas
lingkungan;
pengendalian dampak lingkungan akibat pembangunan;
peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 85
5. Mengembangkan pola pengelolaan kota berdasarkan tata pemerintahan yang
baik
1) Pengembangan serta peningkatan mekanisme pelibatan masyarakat dan
dunia usaha: antara lain melalui forum diskusi dan koordinasi,
pengembangan pola-pola kemitraan, dan sebagainya;
2) Pengembangan struktur kelembagaan pengelolaan kota: penyesuaian
struktur dan kewenangan kelembagaan dalam rangka paradigma
pembangunan perkotaan yang baru yaitu transparan, partisipatif,
terdesentralisir serta efisien dan efektif;
3) Pengembangan sistem informasi: untuk mendukung pola pengelolaan
perkotaan dengan penerapan tata pemerintahan yang baik maka
diperlukan sistem informasi yang interaktif dari pemerintah, masyarakat
dan dunia usaha yang mudah diakses dan dimengerti semua pihak terkait;
4) Pengembangan potensi pendanaan: upaya-upaya peningkatan
kemampuan kota untuk memperoleh dana bagi pengelolaan dan
pembangunannya antara lain melalui peningkatan daya tarik bagi investor,
pengelolaan atau manajemen perusahaan daerah serta peningkatan
penerapan konsep kewirausahaan dalam pengelolaan pembangunan kota.
6. Mengembangkan keseimbangan dan keterkaitan antar kota dan antara kotadesa
1) Keterkaitan kota-desa
Pengembangan perkotaan seiring dengan peningkatan efektifitas
keterkaitan sosial ekonomi antara kota dan desa (wilayah
hinterlandnya) agar saling menguntungkan dan memperkuat dalam
kerangka pengembangan kawasan;
Pembangunan kota hendaknya dipadukan dengan perkembangan
daerah perdesaan di pinggirannya, karena daerah pinggiran tersebut
juga terkena dampak pembangunan dan urbanisasi.
Peningkatan kemampuan perdesaan dalam pembangunan.
2) Keterkaitan antar kota
Pengembangan sistem perkotaan dengan memperhatikan
pemantapan fungsi, peran dan hirarki kota sesuai dengan potensi dan
kedudukannya dalam pengembangan wilayah;
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 86
Pengembangan kebijakan perkotaan sebagai upaya mencegah
terjadinya ketimpangan antar wilayah dan antar kota, terutama antara
kota-kota besar yang sangat potensial terintegrasi dalam sistem
perekonomian global, dengan kota-kota menengah dan kecil lainnya.
Secara khusus kebijakan dan strategi nasional ini dimaksudkan untuk mengatasi
permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan perkotaan, terutama
permasalahan yang timbul sebagai akibat adanya urbanisasi dan globalisasi;
permasalahan eksternal kota seperti adanya ketidakseimbangan pertumbuhan antar
kota, kesenjangan pembangunan antara kota dan desa, belum berkembangnya
wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh, masih kurangnya perhatian terhadap
wilayah perbatasan dan terpencil serta wilayah-wilayah tertinggal lainnya; serta
permasalahan internal kota, terutama masalah kemiskinan, kualitas lingkungan hidup,
serta keamanan dan ketertiban kota. Semua permasalahan tersebut akan ditangani
dengan berlandaskan pada konsep pembangunan yang berkelanjutan.
Atas dasar itu, maka kebijakan perkotaan nasional yang dirumuskan terdiri atas tiga
struktur pokok, yaitu kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan peran eksternal
kota dalam sistem kota-kota nasional, kebijakan-kebijakan yang mendukung
pengembangan internal kota agar dapat melayani masyarakatnya dan berfungsi sesuai
dengan yang telah ditetapkan, dan kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan
kapasitas kelembagaan dan SDM perkotaan. Kebijakan-kebijakan ini kemudian
dijabarkan dalam bentuk strategi-strategi sebagai cara untuk mencapai sasaran
kebijakan tersebut.
Dengan demikian, kebijakan pengembangan perkotaan nasional dirumuskan sebagai
berikut:
1. Kebijakan Pemantapan Peran dan Fungsi Kota dalam Pembangunan Nasional
Salah satu permasalahan pengembangan perkotaan di Indonesia adalah
menumpuknya investasi di kota-kota tertentu, terutama di kota-kota
metropolitan, sehingga kota-kota tersebut berkembang secara cepat.
Perkembangan yang sangat cepat ini tidak sejalan dengan perkembangan kota-
kota lainnya. Dengan demikian terjadi kesenjangan yang besar antara kota-kota
tersebut dengan kota-kota lain, apalagi dengan wilayah perdesaan. Kesenjangan
ini terjadi antara Metropolitan Jabodetabek dengan kota-kota lain, antara kota-
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 87
kota di Pulau Jawa dengan kota-kota di luar Pulau Jawa, antara kota¬-kota di
Indonesia Bagian Barat dengan kota-kota di Indonesia bagian Timur, antara
perkotaan dan perdesaan.
Selain itu, perkembangan kota-kota metropolitan yang cepat tersebut menjadi
kurang terkendali sehingga menimbulkan berbagai permasalahan, seperti tidak
efisiennya pelayanan masyarakat, penurunan kualitas lingkungan hidup,
terjadinya pertumbuhan kota yang tidak terkendali (urban sprawl) dan
konurbasi, dan lain-lain. Perkembangan kota-kota yang tidak terkendali ini pada
akhirnya juga mengeksploitasi sumber daya alam sekitarnya
1) Strategi Penyiapan Prasarana dan Sarana Perkotaan Nasional untuk
Mendukung Pengembangan Ekonomi Nasional, Wilayah, Lokal Melalui
Pembangunan Perkotaan
Dalam membangun dan mengembangkan prasarana dan sarana nasional ini,
berbagai departemen yang terkait (Departemen Pekerjaan Umum,
Departemen Perhubungan, PLN, Telekomunikasi) harus mengacu pada suatu
rencana induk sistem nasional agar pengembangannya terpadu dan terarah.
Rencana induk sistem nasional ini dirumuskan berdasarkan pengembangan
yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Pulau yang ada, sebagai
bentuk operasional dari RTRWN. Hal ini perlu dilakukan mengingat dalam
Rencana Tata Ruang Pulau telah ditetapkan arahan pengembangan sistem
nasional ini dalam upaya mewujudkan sistem perkotaan nasional yang sesuai
dengan RTRWN.
Selain itu juga perlu disiapkan penguatan dukungan peraturan bagi
terciptanya kemitraan dan kerjasama antar kota dalam pengelolaan bersama
sarana dan prasarana yang berfungsi regional, sistem informasi dan
komunikasi, dan kepentingan antar kota lainnya.
Strategi ini dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut:
(1) Menetapkan dan membangun sistem infrastruktur nasional dengan
mengacu pada RTRWN, RTR Pulau dan RTR Provinsi, meliputi:
Jaringan jalan, rel KA, serta fasilitas transportasi lainnya (stasiun dan
terminal); Perhubungan.
Jaringan listrik, hubungan pusat-pusat generator listrik, dan sistem
distribusi.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 88
Jaringan komunikasi (telepon, internet).
Jaringan sumberdaya air dan sistem distribusi.
Sistem persampahan dan sanitasi.
(2) Pemerintah Pusat berperan menyusun kerangka struktur dalam lingkup
nasional, sedangkan Pemerintah Daerah berperan untuk mengisi dan
menerkaitkan sistem nasional dengan sistem daerah
2) Strategi Penyiapan Kota sebagai Simpul Pelayanan serta Simpul Aksesibilitas,
Koleksi, dan Distribusi dalam Wilayah
Pembangunan wilayah nasional dapat berlangsung dengan baik pada
dasarnya bila terjadi keterkaitan pembangunan perkotaan dan perdesaan
yang saling sinergis. Pada kenyataannya, keterkaitan antar kota dan antara
kota-desa yang berlangsung saat ini tidak semuanya saling mendukung dan
sinergis. Masih banyak diantaranya yang berdiri sendiri atau bahkan saling
merugikan. Akibatnya timbul ketimpangan pembangunan antarwilayah.
Untuk memperkecil ketimpangan pembangunan antarwilayah ini, maka
strategi ini disusun. Penetapan simpul-simpul utama pusat pengembangan
nasional beserta sistem jaringannya dilakukan dengan mengacu pada
RTRWN maupun RTR Pulau yang bersangkutan serta RTR Provinsi yang
terkait.
Pada dasarnya kota-kota kecil dan menengah di dorong perkembangannya,
misalnya dengan mengembangkan industri berbasis sumber daya, dsb.
Sementara kota-kota besar dan metropolitan lebih dikendalikan
perkembangannya dengan memantapkan fungsi dan konsolidasi perannya
dalam pengembangan wilayah. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, peran
dan fungsi kota-kota satelit, termasuk kota baru, ditingkatkan supaya
menjadi kota yang berkelanjutan dengan sendirinya, dan mengurangi
ketergantungan penggunaan sarana, prasarana dan utilitas pada kota inti.
Selain itu penguatan kemampuan desa dan kota desa juga penting dilakukan,
antara lain dengan melalui pengembangan kegiatan non-pertanian,
peningkatan kapasitas sumber daya manusia, peningkatan akses ke berbagai
kota, pengembangan ekonomi lokal dan komoditas unggulan, dsb.
Strategi ini dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut:
(1) Menetapkan simpul-simpul utama pusat-pengembangan nasional beserta
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 89
jaringan-jaringan serta fungsi-fungsi atau peran-peran simpul-simpul
tersebut dalam pembangunan nasional-wilayah dengan mengacu pada
RTR Pulau dan RTR Provinsi.
(2) Mendorong keterkaitan antar kota termasuk keterkaitan kota-desa.
(3) Mengembangkan kota-kota menengah dan kecil sebagai motor penggerak
ekonomi wilayah, serta mengendalikan pengembangan kota-kota besar
dan metropolitan.
(4) Pemerintah Pusat berperan menyiapkan dan mengembangkan
infrastruktur sosial ekonomi di simpul-simpul prioritas nasional,
sedangkan Pemerintah Daerah berperan mengembangkannya di kota-
kota terkait di daerahnya masing-masing
3) Strategi Pengembangan Kota-Kota Berfungsi Nasional/Internasional dan
Kawasan Kerjasama Internasional
Di era globalisasi ini, perkembangan yang terjadi di mancanegara tidak dapat
dielakkan akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan
kota-kota di Indonesia. Oleh karenanya perlu dilakukan dukungan bagi
penguatan kota-kota yang berfungsi nasional/internasional dan kawasan
kerjasama internasional sehingga kota-kota ini dapat mengambil manfaat
positif dari perkembangan yang terjadi di dunia internasional dan
berkompetisi dengan kota-kota manca negara. Selain itu perlu juga dilakukan
penguatan keterkaitan antara kota-kota nasional/internasional tersebut
dengan kota-kota lain di Indonesia agar tetap terjalin interaksi yang saling
mendukung.
Strategi ini dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut:
(1) Perencanaan pengembangan kota-kota berfungsi nasional dan
internasional serta kawasan kerjasama internasional dengan mengacu
pada RTR Pulau dan RTR Provinsi.
(2) Pentahapan dan penyiapan program pengembangan dan pembangunan.
(3) Pelibatan dunia usaha dan masyarakat dalam mengisi dan mendukung
pengembangan kota-kota yang berfungsi nasional/internasional serta
kawasan kerjasama internasional
4) Strategi Pengembangan Kota-Kota Khusus Berkembang Cepat,
Berkarakter Khusus, Kawasan Perbatasan, dan Kawasan Tertinggal
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 90
Banyak wilayah yang memiliki produk unggulan dan lokasi strategis tetapi
belum dikembangkan secara optimal. Wilayah ini perlu mendapat perhatian
karena memiliki produk unggulan yang berdaya saing. Diharapkan dengan
berkembangnya wilayahwilayah tersebut, nantinya dapat berperan sebagai
penggerak bagi pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya. Termasuk dalam
kategori kota-kota khusus di sini adalah kota-kota dengan peran politis, kota-
kota rawan bencana, maupun kota-kota yang memiliki keunikan warisan
budaya. Kota-kota ini membutuhkan penanganan khusus sesuai dengan
peran dan karakteristiknya masing-masing.
Wilayah perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar memiliki potensi
sumber daya alam yang cukup besar, atau merupakan wilayah yang sangat
strategis bagi pertahanan dan keamanan negara. Saat ini pembangunan di
beberapa wilayah perbatasan masih sangat jauh tertinggal dibandingkan
pembangunan di wilayah negara tetangga. Hal ini umumnya mengakibatkan
timbulnya berbagai kegiatan ilegal di daerah perbatasan yang dikhawatirkan
nantinya dapat menimbulkan berbagai kerawanan sosial. Oleh karenanya
Pemerintah perlu memberikan perhatian khusus bagi kesejahteraan
masyarakat di kawasan perbatasan ini. Penjagaan di wilayah perbatasan ini
juga masih sangat kurang, sehingga timbul kasus-kasus diklaimnya pulau-
pulau ini oleh negara tetangga.
Kawasan tertinggal perlu memperoleh perhatian dan keberpihakan
pembangunan yang besar dari pemerintah. Masyarakat yang berada di
kawasan tertinggal ini umumnya masih belum banyak tersentuh oleh
program-program pembangunan sehingga akses terhadap pelayanan sosial,
ekonomi, dan politik masih sangat terbatas dan kadang terisolir dari wilayah
di sekitarnya.
Strategi ini dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut:
(1) Menetapkan kota-kota khusus termasuk merencanakan pemenuhan
kebutuhannya, dan menyepakati dukungan masing-masing Pemerintah
Pusat dan Daerah.
(2) Pentahapan dan penyiapan program pengembangan dan pembangunan.
(3) Penetapan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pengembangan
kota-kota khusus
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 91
5) Strategi Penyiapan serta Pengembangan Arahan dan Panduan bagi Daerah
untuk Pembangunan Perkotaan yang Berkelanjutan
Pembangunan perkotaan yang berkelanjutan merupakan konsep
pembangunan perkotaan ke depan. Oleh karenanya penting baik bagi
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk memahami dan
menjalankan pembangunan nasional, wilayah, dan kota berdasarkan konsep
pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan yang berkelanjutan tidak
lagi hanya mencakup aspek fisik ekologis, tetapi juga ekonomi, sosial, politis
dan budaya. Untuk terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan di
Indonesia dibutuhkan peningkatan kerjasama antara pusat dan daerah
maupun antar daerah dalam kerangka pengembangan wilayah. Selain itu
juga dibutuhkan keterkaitan antar kota dan keterkaitan kota-desa yang
saling mendukung dan sinergis untuk menunjang terwujudnya pembangunan
yang berkelanjutan.
Strategi ini dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut:
(1) Pengkajian dan penyiapan panduan pembangunan kota yang
berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang pulau dan provinsi
yang bersangkutan.
(2) Uji coba kajian penyiapan arahan dan panduan pembangunan kota yang
berkelanjutan.
(3) Penetapan arahan dan panduan pembangunan kota yang berkelanjutan
sebagai produk hukum.
2. Kebijakan Pengembangan permukiman yang layak huni, sejahtera, berbudaya,
dan berkeadilan sosial
Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia.
Pemerintah wajib memberikan akses kepada masyarakat untuk dapat
memperoleh permukiman yang layak huni, sejahtera, berbudaya, dan
berkeadilan sosial. Pengembangan permukiman ini meliputi pengembangan
prasarana dan sarana dasar perkotaan, pengembangan permukiman yang
terjangkau khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah, proses
penyelenggaraan lahan, pengembangan ekonomi kota, serta penciptaan iklim
sosial budaya di perkotaan.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 92
Pengembangan permukiman hendaknya juga mempertimbangkan aspek-aspek
sosial budaya masyarakat setempat, agar pengembangannya dapat sesuai
dengan kondisi masyarakat dan alam lingkungannya. Aspek sosial budaya ini
dapat meliputi desain, pola dan struktur, serta bahan material yang digunakan
1) Strategi Pengembangan Prasarana dan Sarana Perkotaan dan Pelayanan
Dasar Perkotaan yang Memadai dan Berkeadilan
Dalam mengembangkan prasarana dan sarana perkotaan serta pelayanan
dasar perkotaan ini perlu memperhatikan peran dan fungsi masing-masing
kota agar dapat memenuhi kebutuhannya dalam melayani masyarakatnya
maupun daerah belakangnya, maupun berkompetisi dengan kota-kota
manca negara. Pengembangan PSP dan pelayanan dasar ini harus dapat
menjangkau seluruh lapisan masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan
dirancang sedemikian sehingga dapat meningkatkan kualitas kehidupan
orang-orang dengan kebutuhan khusus. Dalam pengembangan PSP dan
pelayanan dasar ini juga harus memperhatikan keberlanjutan kota, terutama
dalam kaitannya dengan ketersediaan sumber daya air dan pengelolaan
sanitasi kota, serta penyediaan ruang terbuka hijau di perkotaan.
Strategi ini dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut:
(1) Penetapan standar prasarana dan sarana perkotaan serta pelayanan
dasar untuk mencapai kualitas lingkungan yang lebih baik.
(2) Penetapan prioritas kebutuhan di kota-kota berfungsi nasional maupun
kota-kota lainnya.
(3) Penetapan kewenangan, dukungan, dan peran Pemerintah Pusat dan
Daerah berdasarkan kesepakatan bersama
2) Strategi Pengembangan Perumahan dan Permukiman yang Layak Huni dan
Terjangkau
Perencanaan tata ruang wilayah perkotaan yang selama ini lebih merupakan
intervensi institusional dari pemerintah sebagai respon terhadap
kesenjangan antara kondisi lingkungan dengan syarat-syarat ideal pelayanan
sistem pendukung permukiman manusia, saat ini sudah harus berubah
sebagai bentuk intervensi sistematis dan inklusif dalam mengarahkan
investasi sumber daya atau energi, termasuk investasi modal industri dan
keuangan, untuk (1) mengurus keselamatan hidup warga perkotaan, (2)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 93
mengurus produktivitas masyarakat setempat, dan (3) mengurus
kelangsungan pelayanan lingkungan hidup. Perencanaan tata ruang ini
dilengkapi dengan tahapan program pemanfaatan ruang dan
pengendaliannya, serta dalam pelaksanaannya menjadi acuan dalam
perencanaan strategis daerah.
Penataan lingkungan (dan bangunan) pada skala kawasan digunakan untuk
memandu pengembangan kawasan yang responsif terhadap potensi sumber
daya pembangunan, serta memandu pengendalian perwujudan tata ruang
sesuai yang direncanakan. Penataan lingkungan dan (bangunan) ini akan
mengisi rencana struktur tata ruang, baik melalui pengembangan kawasan
dan lingkungan siap bangun, maupun dalam bentuk peremajaan kawasan
dan/atau revitalisasi kawasan.
Dalam mengembangkan perumahan dan permukiman perlu disusun standar
dan pedoman bagi pembangunan rumah sehat dan terjangkau yang
disesuaikan dengan kondisi sosial, budaya dan lingkungan setempat. Perlu
juga diupayakan berbagai kerjasama dengan pihak swasta, BUMN, dan
koperasi dalam penyediaan rumah layak dan murah.
Strategi ini dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut:
(1) Penataan ruang kota untuk mengarahkan investasi sumberdaya
pembangunan.
(2) Penataan lingkungan untuk menciptakan permukiman yang layak huni.
(3) Penetapan standar dan prioritas kebutuhan perumahan bagi masing-
masing kota (kabupaten).
(4) Penetapan pola pendanaan perumahan dan permukiman.
(5) Penetapan pola pelaksanaan, seperti dengan tribina, real estate, dan
lain-lain.
3) Strategi Pengembangan Proses-Proses Pendanaan dan Penyediaan Tanah
bagi Pembangunan Permukiman yang Partisipatif
Pengembangan perumahan harus didukung dengan pengembangan sistem
pembiayaan perumahan yang terjangkau oleh masyarakat miskin. Untuk
mendukung hal ini juga perlu dikembangkan konsep-konsep pemberdayaan
masyarakat dalam perbaikan perumahan dan permukiman. Dalam
penyediaan tanah ini perlu mempertimbangkan optimalisasi kawasan pusat
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 94
kota, misalnya antara lain dengan mengembangkan pedoman penggunaan
lahan yang menekankan pada pembangunan yang saling mengisi dan
membatasi pengembangan kota ke daerah pinggiran.
Strategi ini dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut:
(1) Pengembangan model-model pendanaan dan penyediaan tanah untuk
permukiman melalui pengkajian peraturan perundangan, model-model
yang pernah dikembangkan di Indonesia dan contoh dari luar negeri.
(2) Pelaksanaan uji coba model di beberapa kasus terpilih.
(3) Penetapan peraturan perundangan yang diperlukan
4) Strategi Pengembangan Ekonomi Perkotaan Berdaya Saing Global
Pengembangan ekonomi kota yang dilakukan adalah pengembangan
ekonomi kota yang berorientasi lokal, yaitu produk komoditas unggulan
daerah tetapi dengan membuka jaringan pemasaran yang berorientasi
internasional dan nasional. Hal ini dapat dilakukan antara lain melalui
fasilitasi pengembangan klaster-klaster ekonomi. Pengembangan ekonomi
perkotaan yang berdaya saing global ini perlu didukung oleh berbagai hal
lainnya, seperti dukungan kebijakan dan peraturan dalam penciptaan iklim
yang kondusif bagi pengembangan kegiatan ekonomi dan investasi,
memperbaiki visi investasi melalui reformasi perpajakan, seperti
penyederhanaan restitusi, dsb, meningkatkan pengamanan dan pelayanan
kepelabuhan. Hal lain yang juga penting adalah pengembangan sistem
informasi kota-kota serta jaringan komunikasi dan perdagangan berbasis
internet.
Pembangunan infrastruktur perkotaan harus diimbangi oleh pembangunan
sosial budaya dan ekonomi masyarakat. Pembangunan ekonomi masyarakat
diperlukan untuk menjamin kesejahteraan dan keberlanjutan produktivitas
warga dalam berkehidupan dan agar dapat memanfaatkan infrastruktur
perkotaan secara optimal, sehingga mengurangi beban pengeluaran
masyarakat akibat akses yang lebih memadai terhadap infrastruktur dan
pelayanan kota.
Strategi ini dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut:
(1) Melakukan kajian potensi pengembangan lokal dan pemasaran
internasional.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 95
(2) Penetapan kota-kota bagi pemasaran yang diprioritaskan.
(3) Penyiapan infrastruktur dan pelayanan, terutama sumber daya manusia
dalam rangka meningkatkan produktivitas
5) Strategi Penciptaan Iklim Kehidupan Sosial Budaya yang Saling Menghargai,
Saling Mendukung, serta Mengapresiasi Budaya dan Warisan Budaya
Termasuk dalam kehidupan sosial budaya yang saling menghargai dan saling
mendukung adalah jaminan kehidupan spiritual masyarakat yang inklusif
serta pengembangan kehidupan bermasyarakat yang bebas dari diskriminasi.
Hal ini antara lain dapat dilakukan melalui penguatan peraturan
perundangan, penghapusan peraturan yang tidak mendukung dan
penegakan hukum.
Hal penting yang perlu dilakukan oleh kota-kota di Indonesia adalah
menjadikan kotanya tempat yang aman dan mendukung bagi perkembangan
anak-anak sebagai SDM masa depan. Dalam hal ini keamanan dan ketertiban
kota merupakan hal yang penting. Tentu saja kota juga harus dapat menjadi
tempat pembelajaran yang baik bagi masyarakatnya, sehingga masyarakat
kota dapat berkembang sebagai individu yang menghasilkan modal sumber
daya manusia dan sebagai kelompok yang menghasilkan modal sosial. Hal
tersebut antara lain dapat dilakukan dengan memfasilitasi pengembangan
program-program serta fasilitas-fasilitas yang dapat menciptakan interaksi
sosial antar golongan di dalam masyarakat; pengembangan prasarana dan
sarana kota guna mendukung kebebasan berkreasi dan berkesenian;
mengembangkan konsep pendidikan masyarakat kota yang mampu
menyosialisasikan dan menanamkan kebudayaan dan peradaban kota;
memfasilitasi pengembangan program-program yang dapat meningkatkan
kebugaran jasmani); memfasilitasi pengembangan gelanggang remaja
sebagai pusat komunitas untuk pengembangan bakat, kepribadian, kohesi
sosial; mengembangkan konsep-konsep inovatif untuk penyediaan ruang
terbuka yang bersifat berbasis masyarakat; mengembangkan kegiatan
pelestarian dan pengembangan kebudayaan nasional di perkotaan;
menetapkan peraturan perundangan bagi perlindungan dan pelestarian
warisan budaya yang menjadi warisan budaya nasional, dan sebagainya.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 96
Pembangunan sosial budaya yang berhasil akan dapat mendukung
pembangunan perkotaan, melalui peningkatan kualitas dan peran
masyarakat serta interaksi positifnya dalam proses pembangunan, maupun
dalam pelaksanaan pembangunan yang berbasis pada masyarakat dan
pengutamaan nilai-nilai kearifan lokal.
Strategi ini dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut:
(1) Penilaian potensi dan kebutuhan sosial budaya di daerah.
(2) Penataan lingkungan untuk menciptakan kehidupan sosial budaya yang
saling menghargai dan mendukung.
(3) Penyiapan langkah tindak untuk pemantapan sosial budaya kota-kota di
daerah, termasuk keamanan dan ketertiban kota.
(4) Penyiapan kelembagaan dan sosialisasi untuk memperoleh kesepakatan
dan dukungan stakeholders.
(5) Fasilitasi studi banding dari dalam dan luar negeri
3. Kebijakan Peningkatan Kapasitas Manajemen Pembangunan Perkotaan
Kapasitas Pusat dan Daerah merupakan salah satu faktor penting dalam
pengembangan perkotaan, meliputi kelembagaan, pembiayaan, serta sumber
daya manusia. Peningkatan kapasitas kelembagaan dan SDM sangat diperlukan
dalam rangka pengelolaan perkotaan yang efektif dan efisien. Hal ini menjadi
sangat signifikan terutama di era globalisasi, serta desentralisasi dan otonomi
daerah saat ini.
Peningkatan kapasitas kelembagaan dan SDM dapat meliputi penyelenggaraan
tata pemerintahan yang baik, antara lain akuntabilitas, transparansi, dan peran
serta masyarakat dalam pengelolaan pembangunan. Selain masyarakat, sektor
dunia usaha juga merupakan salah satu pendukung dalam pengelolaan
perkotaan
1) Strategi Peningkatan Kapasitas SDM serta Kelembagaan Pusat dan Daerah
dalam Pengelolaan Pembangunan Perkotaan
Peningkatan kapasitas kelembagaan pusat dan daerah ini termasuk antara
lain penyiapan aparatur pemerintah yang berkualitas berdasarkan standar
kompetensi, peningkatan kapasitas keuangan pemerintah daerah, dan
penataan kelembagaan pemerintah daerah agar lebih proporsional dan
profesional sesuai kebutuhan nyata masing-masing daerah. Selain itu perlu
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 97
juga adanya perbaikan sistem kepegawaian dan pengembangan sistem
pemetaan jenjang karir bagi aparat pemerintah pusat dan daerah. Pemetaan
jenjang karir ini juga diharapkan dapat menjaga kompetensi aparat terhadap
setiap jabatannya. Dalam pemetaan jenjang karir ditetapkan pula sistem
perekrutan, kompetensi, sistem penilaian dan uji kelayakan dan kepatutan
dari setiap jabatan yang ada.
Peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam pengelolaan perkotaan
baik di pusat maupun di daerah dapat dilakukan dengan pengembangan
program-program pendidikan dan pelatihan bagi aparatur pemerintah yang
diterapkan sesuai dengan kompetensinya. Hal lain yang sangat penting untuk
dilakukan adalah memperjelas pembagian kewenangan antar tingkat
pemerintahan.
Strategi ini dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut:
(1) Penetapan peraturan perundangan untuk mengelolaan perkotaan.
(2) Pengadaan pelatihan SDM di Pusat dan Daerah yang disesuaikan dengan
kondisi dan kebutuhan.
(3) Penyiapan lembaga pelatihan di Pusat dan Daerah
2) Strategi Peningkatan Kapasitas Pembiayaan Pemerintah Daerah
Besarnya kebutuhan pelayanan dan terbatasnya kemampuan pendanaan
pemerintah dalam pembangunan perkotaan perlu diatasi antara lain dengan
melakukan langkah-langkah seperti memberikan perhatian yang lebih besar
terhadap biaya operasional dan pemeliharaan yang harus dikeluarkan untuk
mempertahankan kinerja infrastruktur yang ada, pendekatan perencanaan
pembangunan yang berbasis pada life-cycle costing, dan penerapan
manajemen aset. Dengan demikian, salah satu aspek peningkatan kapasitas
yang utama untuk dikembangkan bagi pemerintahan kota adalah dalam
pengelolaan keuangan dan aset kota. Perbaikan sistem pengelolaan
keuangan kota perlu dilakukan, baik dalam pembenahan sistem akuntansi,
peningkatan manajemen aset, maupun pengembangan kemitraan dunia
usaha dan masyarakat.
Strategi ini dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut:
(1) Pengembangan sistem pembiayaan pembangunan perkotaan yang tidak
membebani masyarakat.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 98
(2) Pengembangan pola-pola kemitraan dengan masyarakat dan dunia
usaha.
(3) Peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah dalam pengelolaan aset
daerah.
(4) Perbaikan sistem akuntansi keuangan pemerintah daerah dari sistem
single entry ke double entry
3) Strategi Peningkatan Pola dan Mekanisme Pelibatan Stakeholders dalam
Pengelolaan Pembangunan Perkotaan yang Inklusif
Tata pemerintahan perkotaan yang baik (good urban governance) menjadi
persyaratan dalam penyelenggaraan perkotaan. Hal ini merupakan respon
terhadap berbagai permasalahan pembangunan kawasan yang dilaksanakan
oleh pemerintah yang akuntabel dan inklusif bersama-sama dengan unsur-
unsur masyarakat, serta yang secara konsisten menerapkan tata kelola
pemerintahan yang baik dan pelaksanaan otonomi daerah.
Pelibatan masyarakat dan stakeholder lainnya dalam pembangunan
perkotaan dilakukan dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.
Dalam tahap perencanaan perlu dilakukan sistem perencanaan yang
melibatkan peran serta seluruh stakeholder kota. Proses ini dilakukan agar
terjadi kerjasama yang harmonis diantara berbagai stakeholder dalam
pembangunan kota. Dalam pelaksanaan pembangunan kota, peran serta
masyarakat juga penting karenanya perlu dikembangkan berbagai model
program pelibatan masyarakat. Peran serta masyarakat dalam pemeliharaan
prasarana dan sarana kota merupakan salah satu keterlibatan yang secara
aktif harus dilaksanakan.
Masyarakat juga mempunyai peran penting dalam memantau berbagai
kegiatan pembangunan agar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
bersama. Hal ini merupakan suatu pengawasan yang paling efektif. Guna
menampung segala proses peran serta stakeholder kota tersebut di atas,
maka pemerintah perlu memfasilitasi pembentukan forum-forum diskusi
yang menjadi wadah berinteraksinya para stakeholder kota. Dalam forum ini
dapat dibicarakan berbagai rencana dan permasalahan pembangunan kota
untuk dipecahkan bersama sehingga meningkatkan rasa kepemilikan
masyarakat terhadap kotanya.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 99
Pengadaan forum-forum diskusi untuk pengelolaan pembangunan perkotaan
dapat dilakukan melalui kegiatan seperti berikut:
(1) Penyiapan model-model untuk pelibatan masyarakat dalam
pengelolaan
pembangunan pekotaan yang inklusif.
(2) Uji coba model pelibatan masyarakat dalam pengelolaan pembangunan.
(3) Pelatihan metoda partisipatif dalam pengelolaan perkotaan
4) Strategi Pembentukan Sistem Informasi Perkotaan di Tingkat Nasional dan di
Tingkat Daerah
Sistem informasi perkotaan merupakan acuan bagi masyarakat dalam
melihat perkembangan dari pembangunan kotanya dan berbagai
permasalahannya. Sistem informasi ini bersifat interaktif sehingga dapat
menjaring aspirasi masyarakat dalam pembangunan kota.
Dalam pengembangan sistem informasi perkotaan ini perlu dilakukan
pengembangan konsep dan standar pengembangan sistem informasi dan
komunikasi yang dapat dijadikan acuan dasar oleh pemerintah kota dalam
mengembangkannya di kotanya masing-masing. Dengan adanya acuan ini
kota-kota akan dengan mudah mengembangkan sistem informasi kotanya
sesuai kebutuhan, dimulai dari yang paling dasar dan nantinya akan
berkembang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masing-masing
kota.
Strategi ini dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut:
(1) Pengembangan jejaring yang sesuai di Pusat dan di Daerah.
(2) Penyiapan pusat pengolahan dan penyediaan informasi bagi
pengelolaan perkotaan di Pusat dan Daerah.
(3) Penyediaan perangkat keras dan lunak, di Pusat dan di Daerah.
(4) Sosialisasi dan pemanfaatan sistem informasi perkotaan.
Berdasarkan uraian kebijakan dan strategi nasional pengembangan
perkotaan yang komprehensif tersebut dapat dilihat bahwa pada prinsipnya
KSNP-Kota tersebut mengacu kepada kebijakan dan strategi pengembangan
struktur ruang wilayah nasional yang termuat didalam penetapan PKN, PKW,
PKL dan PKSN yang bermuara kepada perwujudan akses pelayanan yang
merata dan berhirarki dengan strategi mendasar kepada keterkaitan
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 100
antarkawasan perkotaan, antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan
maupun kawasan perkotaan dengan wilayah sekitarnya. Kemudian terhadap
pengendalian kota-kota pantai (pembangunan yang berkelanjutan) dan
mewujudkan kawasan perkotaan yang lebih kompetitif dan lebih efektif
dalam pengembanngan wilayah sekitarnya. Dengan kata lain KSNP-Kota
sangat mengapresasikan kepada muatan yang termuat didalam RTRWN.
Oleh karena itu diperlukan penengasan yang tertuang didalam muatan
kebijakan dan strategi pengembangan infrastruktur perkotaan dan
perdesaan yang berbasis penataan ruang.
Uraian KSNP – Kota sudah komprehensif dalam menjelaskan arah
pengembangan perkotaan dari berbagai aspek yakni pengembangan fungsi
dan peran perkotaan, pemenuhan kebutuhan permukiman yang layak huni
serta pengelolaan perkotaan yang sesuai dengan tata pemerintahan yang
baik. Bahkan di dalam KSNP-Kota telah tegas kepada arah pengembangan
sistem perkotaan nasional dan rencana induk sistem infrastruktur mengacu
kepada RTRWN dan RTRW Pulau
2.2.4.2. Matriks Keterkaitan Substansi Rtrwn Dengan KSNP–KOTA
Berdasarkan muatan di dalam KSNP-Kota, maka berikut ini diuraikan mengenai
keterkaitan muatan RTRWN (fungsi eksternal) dengan muatan KSNP-Kota. Dari tabel
dibawah ini memperlihatkan substansi yang terdapat di dalam KSNP-Kota
memperlihatkan bahwa kawasan perkotaan memiliki fungsi eksternal seperti yang
diarahkan didalam RTRWN.
Tabel 2. 4
Matriks Keterkaitan Substansi Antara RTRWN dengan KSNP - Kota
RTRWN Muatan KSNP - Kota
Fungsi Eksternal Kawasan Perkotaan dan Perdesaan
Keterkaitan Impilikasi dan Pengembangan Infrastruktur
KOTDES
Pusat Kawasan Andalan Strategi 2 (Kebijakan 1)
Penyiapan Kota sebagai Simpul Pelayanan serta Simpul
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 101
RTRWN Muatan KSNP - Kota
Fungsi Eksternal Kawasan Perkotaan dan Perdesaan
Keterkaitan Impilikasi dan Pengembangan Infrastruktur
KOTDES
Aksesibilitas, Koleksi, dan Distribusi dalam Wilayah
Strategi 4 (Kebijakan 1)
Pengembangan Kota-Kota Khusus Berkembang Cepat, Berkarakter Khusus, Kawasan Perbatasan, dan Kawasan Tertinggal
Simpul Transportasi Darat, Laut dan Udara
Strategi 2 dalam Kebijakan 1
Penyiapan Kota sebagai Simpul Pelayanan serta Simpul Aksesibilitas, Koleksi, dan Distribusi dalam Wilayah
Simpul Pelayanan Prasarana Lainnya (energi/listrik, telekomunikasi)
Strategi 1 (Kebijakan 1)
Penyiapan Prasarana dan Sarana Perkotaan Nasional untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi Nasional, Wilayah, Lokal Melalui Pembangunan Perkotaan;
Simpul kegiatan ekspor - impor
- -
Simpul Kegiatan Industri dan Jasa
Strategi 1 (Kebijakan 1)
Penyiapan Prasarana dan Sarana Perkotaan Nasional untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi Nasional, Wilayah, Lokal Melalui Pembangunan Perkotaan;
Pintu gerbang internasional yang menghubungkan negara tetangga atau kawasan internasional
Strategi 4 (Kebijakan 1)
Pengembangan Kota-Kota Khusus Berkembang Cepat, Berkarakter Khusus, Kawasan Perbatasan, dan Kawasan Tertinggal
Sumber: Hasil Analisis, 2009
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 102
2.2.5. Peran Dan Dan Fungsi Kawasan Perkotaan Dan Perdesaan Terkait Pengembangan
Permukiman
Berdasarkan penelahaan literatur, diperoleh beberapa peraturan perundang-undangan yang
dipertimbangkan memiliki keterkaiatan secara langsung terhadap fungsi eksternal
perkotaan, yakni:
1. PP No. 80 Tahun 1999 tentang Kasiba dan Lisiba BS
2. UU No. 16 Tahun 1984 Tentang Rumah Susun dan PP tentang Rumah Susun
Di dalam undang-undang perumahan dan permukiman dinyatakan bahwa tujuan penataan
perumahan dan permukiman tidak semata-mata kepada pemenuhan kebutuhan dasar atau
peningkatan kualitas permukiman, tetapi lebih jauh lagi terdapat unsur-unsur kepada
pengembangan wilayah dan penunjang pembanguan sosial, ekonomi atau bidang lain.
Artinya dari sisi tujuan, maka penataan perumahan dan permukiman memiliki nilai strategis
terhadap kawasan itu secara lebih luas.
Untuk mewujudkan kawasan permukiman berskala besar, pemerintah daerah menetapkan
satu bagian atau lebih dari kawasan permukiman menurut rencana tata ruang wilayah
perkotaan dan rencana tata ruang wilayah bukan perkotaan yang telah memenuhi
persyaratan sebagai kawasan siap bangun.
Pembangunan kawasan permukiman denan pola permukiman skala besar ditujukan untuk:
1. Menciptakan kawasan permukiman yang tersusun atas satuan-satuan lingkungan
permukiman;
2. Mengintegrasikan secara terpadu dan meningkatkan kualitas lingkungan perumahan
yang telah ada di dalam atau disekitarnya.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 103
Gambar 2. 16
Pola Pembangunan Perumahan dan Permukiman Berdasarkan UU No. 4 Tahun 1992
Sumber: Hasil Analisis, 2009
Satuan-satuan lingkungan permukiman satu dengan yang lain saling dihubungkan oleh
jaringan transportasi sesuai dengan kebutuhan dengan kawasan lain yang memberikan
berbagai pelayanan dan kesempatan kerja yang dilaksanakan sesuai dengan RTRW Kota atau
RTRW Kabupaten.
Pengembangan perumahan berskala besar melalui Kasiba atau Lisiba Berdiri Sendiri
memberikan pengertian bahwa pola ini merupakan pola pembangunan baru yang pada
gilirannya mampu mengembangkan satuan-satuan lingkungan permukiman yang
berdasarkan rencana tata ruang. Artinya pengembangan Kasiba memilki nilai strategis untuk
mengisi satuan-satuan lingkungan permukiman yang telah diarahkan di dalam RTRW Kota
atau RTRW Kabupaten.
Tujuan Pembangunan Kasiba/Lisiba BS
1. Mengarahkan pertumbuhan permukiman di kawasan perkotaan dan perdesaan agar
terbentuk struktur kawasan yang efisien dan efektif;
2. Mengendalikan harga tanah, yang berangkat dari paradigma bahwa lahan bukan
hanya komoditi tetapi lahan untuk kepentingan pengembangan sosial ekonomi kota;
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 104
3. Menyediakan perumahan yang layak dan terjangkau, sekaligus merupakan strategi
pembangunan permukiman di kawasan perkotaan sebagai upaya preventif
tumbuhnya permukiman kumuh.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 1999 Tentang Kasiba dan Lisiba BS merupakan
amanat dari UU Nomor 4 Tahun 1992, Pasal 20, yang mengatur tentang:
1. Lokasi sebagai operasionalisasi RTRK/K;
2. Badan Pengelola/Badan Penyelenggara;
3. Pembangunan prasarana;
4. Pengaturan pembangunan Lisiba/Lisiba BS;
5. Pengaturan besaran Kasiba/Lisiba;
6. Pengaturan waktu pembangunan;
7. Pengaturan peralihan.
Maksud pembangunan perumahan dan permukiman yang dilaksanakan dengan pola Kasiba:
1. Agar memenuhi kebutuhan masyarakat akan perumahan yang berkualitas serta
mendukung kegiatan sosioekonomi masyarakat setempat,
2. Agar pembangunan perumahan dan permukman dapat lebih terarah dan terpadu
sesuai dengan arah pembangunan kabupaten/kota sehingga mengarahkan
pertumbuhan wilayah
3. Agar membentuk struktur wilayah yang lebih efisien dan efektif
4. Agar pemerintah daerah dapat mengendalian harga tanah dengan tujuan agar
seluruh memenuhi kebutuhan rumah.
Sasarannya adalah agar Pemerintah Kabupaten dan Kota dapat menyelenggarakan
pembangunan perumahan dan permukiman dengan menerapkan pola pengembangan
Kasiba dan Lisiba BS. Bila diperlukan dapat diberikan pendampingan oleh Pemerintah Pusat
dan Propinsi.
Untuk pola Kasiba dilakukan oleh :pemerintah dengan penyelenggaraan oleh Badan
Pengelola yaitu BUMN, BUMD atau badan lain yang dibentuk pemerintah sekaligus sebagai
pemberi izin perolehan tanah (Pasal 4 Permenpera No 33/2006), ... dst Penyelenggaraan
pembangunan perumahan dan permukiman Untuk Lisiba bagian dari Kasiba : Ditunjuk
atau ditetapkan oleh Badan Pengelola melalui kompetisi, dst.... (a.l. pasal 5 Permenpera No
33/2006) Indikator keberhasilan pembangunan perumahan dan permukiman pola Kasiba
dan Lisiba BS adalah terwujudnya pembangunan perumahan dan permukiman dengan pola
Kasiba dan Lisiba BS di berbagai daerah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 105
pembangunan prasarana dan sarana lingkungan serta utilitas umum yang diperlukan.
Permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan perumahan dan permukiman dengan pola
Kasiba, yaitu : Aspek kesiapan Pemerintah Daerah, swasta dan masyarakat, Aspek
pembiayaan pembangunan yang cukup besar (khususnya peraturan pengelolaan Kasiba dan
Lisiba BS menjadi ancaman bagi pengembang swasta skala besar yang sudah menguasai
lahan cukup luas sementara pembangunannya belum selesai.
Gambar 2. 17
Ilustrasi Kawasan Permukiman Baru Serta Kasiba & Lisiba BS
Sumber: Hasil Analisis, 2009
Kebijakan Operasional Permukiman Baru Serta Kasiba / Lisiba BS
1. Pembangunan infrastruktur pada kawasan permukiman yang baru melalui
kemitraan antara pemerintah, swasta dan masyarakat mengacu pada Tata Ruang
Kota/Kabupaten
2. Kegiatan diarahkan pada Pendampingan dalam rangka pengembangan permukiman
baru serta Kasiba/Lisiba dan bantuan prasarana dan sarana
KAWASAN
PERMUKIMAN
BARU
KASIBA ADALAH
• SEBIDANG TANAH YANG DIPERSIAPKAN UNTUK PEMB. P/ P SKALA BESAR
• TERBAGI DALAM SATU LISIBA ATAU LEBIH
• DILAKUKAN SECARA BERTAHAP
• DILENGKAPI DENGAN JARINGAN PRIMER & SEKUNDER
• SESUAI RENCANA TATA RUANG
LISIBA ADALAH SEBIDANG TANAH
• BAGIAN DARI KASIBA
• ATAU YG BERDIRI SENDIRI
• TELAH DI-PERSIAPKAN & DILENGKAPI DENGAN PSD
• SESUAI DENGAN PERSYARATAN, PEMBAKUAN YG BERLAKU
LISIBA BS ADALAH
• BUKAN BAGIAN DARI KASIBA,
• DIKELILINGI OLEH LINGK. PERUMAHAN YG SDH TERBANGUN ATAU DIKELILINGI OLEH KAWASAN DNG FUNGSI LAIN
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 106
3. Diprioritaskan pada Kota Metropolitan, Kota Besar cepat tumbuh serta Ibukota
kabupaten/propinsi baru
Gambar 2. 18
Pola Pembangunan Kasiba/Lisiba di Kawasan Perkotaan
Sumber: Hasil Analisis, 2009
Pembangunan Infrastruktur Primer Fungsionalisasi Kasiba/Lisiba:
1. Jalan Primer
2. Drainase makro dan Flood Control
3. Sistem primer persampahan, penanganan air limbah domestik secara off-site dan
penyediaan air minum dan yang terintegrasi dengan sistem kota/kawasan
Dengan memperhatikan urutan penyelenggaraan Kasiba dan Lisiba BS, dan perkiraan
kebutuhan riil perumahan dan permukiman baru skala besar, prioritas diberikan kepada:
1. Kota Metropolitan (berada di lokasi PKN dan PKW).
2. Kota Besar Cepat Tumbuh/pusat pertumbuha (PKW),
3. Ibukota Kabupaten/Provinsi Baru (pemekaran) (PKW)
KPSB
KAWASAN
PERMUKIMAN KOMUNIKASI /
AKSES TEMPAT
KERJA REKREASI
FAS-SOS /
FAS-UM
KASIBA
LISIBA BS
PERUMAHAN YANG
TELAH TERBANGUN
CALON LISIBA
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 107
Gambar 2. 19
Konteks Pola Kasiba/Lisiba dalam Permukiman yang Telah Terbangun
Sumber: Hasil Analisis, 2009
Berdasarkan muatan di dalam PP No. 80 Tahun 1999 dan PP tentang Rumah Susun, maka
berikut ini diuraikan mengenai keterkaitan muatan RTRWN (fungsi eksternal) dengan
muatan didalam PP tersebut. Dari tabel dibawah ini memperlihatkan substansi yang
terdapat di dalam peraturan pemerintah tersebut memperlihatkan bahwa kawasan
perkotaan memiliki fungsi eksternal dapat didukung melalui pengembangan KASIBA/LISIBA
dan Pengembangan Rumah Susun yang terkait dalam rangka mendukung fungsi kota sebagai
pusat kawasan andalan dan simpul kegiatan industri dan jasa berskala nasional
KPSB
KASIBA
LISIBA BS
PERUMAHAN YANG TELAH TERBANGUN
LISIBA
PERMUKIMAN
Jalan dan Drainase
Sekunder
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 108
Tabel 2. 5
Matriks Keterkaitan Substansi Antara RTRWN dengan PP 80 Tahun 1999 dan PP
Tentang Rumah Susun Terkait Fungsi Kawasan Perkotaan dan Perdesaan
RTRWN Muatan PP No. 80 Tahun 1999 (Kasiba/Lisiba BS) dan PP Tentang Rumah Susun
Fungsi Eksternal Kawasan Perkotaan dan Perdesaan
Keterkaitan Implikasi dan Pengembangan Infrastruktur
KOTDES
Pusat Kawasan Andalan Mendukung fungsi kota sebagai pusat kawasan andalan dengan pengembangan permukiman baru berskala besar besar (KASIBA/LISIBA) terutama di Kota Metro dan Besar, cepat tumbuh dan ibukota kabupaten/provinsi baru.
Simpul Transportasi Darat, Laut dan Udara
- -
Simpul Pelayanan Prasarana Lainnya (energi/listrik, telekomunikasi)
-
Simpul kegiatan ekspor - impor
- -
Simpul Kegiatan Industri dan Jasa
Mendukung simpul kegiatan industri dan jasa melalui pemenuhan kebutuhan rumah skala besar (KASIBA/LISIBA) atau vertikal (RUMAH SUSUN)
Pintu gerbang internasional yang menghubungkan negara tetangga atau kawasan internasional
-
Sumber: Hasil Analisis, 2009
Pembangunan Rumah Susun tidak hanya dalam rangka pemenuhan kebutuhan rumah untuk
masyarakat berpenghasilan rendah tetapi secara jangka panjang adalah untuk meningkatkan
daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan dengan memperhatikan kelestarian
sumber daya alam dan menciptakan lingkungan pemukiman yang lengkap, serasi dan
seimbang (UU No. 16 Tahun 1985, Pasal 3 ayat 1b). Seperti diketahui keterbatasan lahan di
kawasan perkotaan terutama di Kota Metro menjadi salah satu penghambat daya tampung
kota tersebut, sehingga pembangunan rumah susun dapat menjadi solusi baik terhadap
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 109
pemenuhan kebutuhan tetapi lebih jauh juga mendukung sistem kota sebagai simpul
kegiatan industri dan jasa yang terbatas akan lahannya
2.2.6. Peran Dan Fungsi Kawasan Perkotaan Dan Perdesaan Terkait Penyediaan Air
Minum (KSNP - SPAM)
2.2.6.1. Muatan KSNP – SPAM
Melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No: 20/PRT/M/2006 telah menetapkan
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, yang
selanjutnya disingkat KSNP-SPAM.
KSNP – SPAM merupakan pedoman untuk pengaturan, penyelenggaraan, dan
pengembangan sistem penyediaan air minum, baik bagi pemerintah pusat maupun
daerah, dunia usaha, swasta dan masyarakat.
KSNP-SPAM digunakan sebagai pedoman untuk pengaturan, penyelenggaraan, dan
pengembangan sistem penyediaan air minum berkualitas, baik ditingkat pusat,
maupun daerah sesuai dengan kondisi daerah setempat.
KSNP-SPAM meliputi uraian tentang visi dan misi pengembangan sistem penyediaan air
minum, isu strategis, permasalahan, dan tantangan pengembangan SPAM,
tujuan/sasaran serta kebijakan dan strategi nasional pengembangan SPAM dengan
rencana tindak yang diperlukan.
Sasaran dari Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum (SPAM) melalui perpipaan dan non perpipaan terlindungi, antara lain sebagai
berikut:
1. Terwujudnya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan
harga terjangkau dengan peningkatan cakupan pelayanan melalui sistem
perpipaan yang semula 18% pada tahun 2004 menjadi 32% pada tahun 2009 dan
selanjutnya meningkat menjadi 60% pada tahun 2015.
2. Tercapainya peningkatan efisiensi dan cakupan pelayanan air dengan menekan
tingkat kehilangan air direncanakan hingga pada angka 20% dengan melibatkan
peran serta masyarakat dan dunia usaha.
3. Penurunan persentase cakupan pelayanan air minum dengan sistem non
perpipaan terlindungi dari tahun 2004 sebesar 37.47% menjadi 33% pada tahun
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 110
2009 dan 20% pada tahun 2015, sehingga persentase penggunaan SPAM melalui
sistem non-perpipaan tidak terlindungi semakin menurun dari tahun ke tahun.
4. Pembiayaan pengembangan SPAM meliputi pembiayaan untuk membangun,
memperluas serta meningkatkan sistem fisik (teknik) dan sistem nonfisik. Dalam
hal pemerintah daerah tidak mampu melaksanakan pengembangan SPAM,
Pemerintah dapat memberikan bantuan pendanaan sampai dengan pemenuhan
standar pelayanan minimal sebesar 60 l/o/h yang dibutuhkan secara bertahap;
Bantuan Pemerintah diutamakan untuk kelompok masyarakat berpenghasilan
rendah dan miskin.
5. Tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia jasa
pelayanan
Kebijakan pengembangan SPAM dirumuskan dengan menjawab isu strategis dan
permasalahan dalam pengembangan SPAM. Secara umum kebijakan dibagi menjadi
lima kelompok yaitu:
1. Kebijakan Peningkatan cakupan dan kualitas air minum bagi seluruh masyarakat
Indonesia
Kebijakan ini darahkan untuk meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan
secara konsisten dan bertahap, menurunkan tingkat kehilangan air melalui
perbaikan dan rehabilitasi serta memprioritaskan pembangunan untuk
masyarakat berpenghasilan rendah.
1) Strategi Mengembangkan SPAM dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan minimal untuk memperluas jangkauan pelayanan air minum
terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang dilakukan secara
bertahap di setiap propinsi
(1) Untuk daerah yang sudah dilayani SPAM
Bantuan fasilitasi perluasan pelayanan melalui penambahan kapasitas
& pengembangan jaringan untuk PDAM-PDAM sehat
Bantuan teknis/ program fasilitasi penyelenggaraan SPAM dengan
pola Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) terutama di kota metro dan
besar maupun kawasan perumahan baru
Bantuan Program Penyehatan PDAM melalui:
- Perluasan pelayanan bagi PDAM kurang sehat untuk
meningkatkan pendapatan
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 111
- Optimalisasi sistem dengan menurunkan kapasitas tak
termanfaatkan hingga < 10%
- Perluasan pelayanan hingga mencapai
skala ekonomis
(2) Untuk daerah yang belum dilayani SPAM
Bantuan fisik pembangunan baru SPAM untuk kota sedang/kecil
(IKK) diutamakan:
- Ibukota Kecamatan yang belum memiliki sistem
- Ibukota kabupaten/kota pemekaran
- Kawasan/desa rawan air, kawasan perbatasan, daerah pesisir,
pulaupulau terpencil
Bantuan fisik pengembangan SPAM melalui perluasan pelayanan dari
wilayah tetangga yang sudah memiliki SPAM
Bantuan fisik pengembangan SPAM untuk Masyarakat
Berpenghasilan Rendah di kawasan RSH
2) Strategi Mengembangkan aset manajemen SPAM dalam rangka
meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan
(1) Untuk daerah yang sudah dilayani SPAM
Bantuan teknis peningkatan manajemen dan optimalisasi asset
PDAM
Bantuan program penurunan tingkat kehilangan air dari rata-rata
nasional 37% menjadi sekurang-kurangnya 20%
Bantuan teknis penyusunan studi kelayakan kerja sama pengelolaan
antardaerah atas dasar pertimbangan ketersediaan air baku
dan/atau efektifitas dan efisiensi pengelolaan perusahaan (skala
ekonomis
(2) Untuk daerah yang belum dilayani SPAM
Bantuan fisik pengembangan SPAM melalui kerjasama regional
pengembangan SPAM
3) Strategi Meningkatkan dan memperluas akses air yang aman melalui non
perpipaan terlindungi bagi masyarakat berpenghasilan rendah
(1) Bantuan teknis/fisik pengembangan baru prasarana air minum non-
perpipaan terlindungi
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 112
(2) Bantuan program meningkatkan prasarana air minum menjadi terlindungi
(dari tidak terlindungi)
4) Strategi Mengembangkan penyediaan air minum yang terpadu dengan
sistem sanitasi
(1) Untuk daerah yang sudah dilayani SPAM
Bantuan teknis penyusunan rencana induk air minum terpadu sanitasi
dan penyusunan studi kelayakan
(2) Untuk daerah yang belum dilayani SPAM
Bantuan teknis penyusunan rencana induk air minum terpadu sanitasi
dan penyusunan studi kelayakan
5) Strategi Mengembangkan pelayanan air minum dengan kualitas yang sesuai
dengan standar baku mutu
(1) Untuk daerah yang sudah dilayani SPAM
Bantuan program adopsi ISO 4064 menjadi Standar Nasional
Indonesia (SNI), dan menetapkan sebagai SNI wajib.
Bantuan teknis peningkatan pelayanan sekurang-kurangnya
mencapai standar pelayanan minimal sesuai NSPM yang berlaku
Bantuan teknis peningkatan kualitas pelayanan sesuai dengan
standar baku mutu kualitas air minum berdasarkan ketentuan Dep.
pedoman penyusunan tarif retribusi; yang akan menjadi acuan yang
memudahkan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan upaya-upaya
pemulihan biaya
2.2.7.2. Matriks Keterkaitan Fungsi Eksternal (RTRWN) Dengan Muatan KSNP –
Sistem Pengelolaan Persampahan
Pengelolaan persampahan (Prasarana dan Sarana) memiliki nilai strategis dalam
mendukung fungsi perkotaan maupun perdesaan secara eksternal di dalam hal
peningkatan kualitas permukiman. Peningkatan kualitas permukiman melalui
pengelolaan persampahan dapat terwujud apabila terpenuhinya hak dan kewajiban
masyarakat serta terlaksananya secara efektif kewenangan pemerintah, pemerintah
provinsi dan pemerintah kabupaten dan kota. Sesuai dengan kebutuhannya maka
kerjasama antar pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah telah didorong dalam
undang-undang ini. Kerjasama inilah yang menjadi cikal bakal pengembangan TPA
Regional.
Kriteria Penanganan TPA Regional yang diarahkan pemerintah pusat antara lain:
1. Penetapan daerah yang akan memanfaatkan TPA regional
2. Penetapan daerah yang bersedia menyediakan tanah sebagai lokasi TPA
regional
3. Master Plan, FS dan DED telah dibuat oleh daerah (kab/kota)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 134
4. Penyerahan urusan pengelolaan teknis TPA regional kepada kab/kota dimana
lokasi TPA regional berada di wilayahnya dengan memberikan kewenangan
membentuk/menetapkan unit pelaksana teknis pengelolaan TPA regional
5. Pelibatan peran serta swasta dan masyarakat dalam pengelolaan TPA regional
6. Penandatanganan kesepakatan (MoU) antar Bupati/Walikota yang sepakat
melakukan pengelolaan TPA regional
7. Pembentukan forum/tim yang melibatkan daerah penandatanganan MoU
sebagai forum/tim pengendalian pengelolaan TPA regional
Disamping mendorong kerjasama antar daerah dalam pengelolaan sampah, hal yang
juga strategis dilakukan adalah apa yang disebut Konsep Pengelolaan Sampah 3R.
Pengelolaan sampah skala kawasan di perkotaan dengan cara meningkatkan proses
pemberdayaan masyarakat dalam pemilahan sampah sejak dari sumbernya atau
desentraliasi pengelolaan sampah.
Lingkup kegiatan:
1. Merupakan kegiatan penanganan secara komunal untuk melayani sebagian atau
keseluruhan sumber sampah yang ada dalam area dimana pengelola kawasan
berada
2. Pengelolaan sampah tingkat kawasan harus mendorong peningkatan upaya
minimasi sampah untuk mengurangi beban pada pengelolaan tingkat kota,
khususnya yang akan diangkut ke TPA
3. Pengelolaan sampah kawasan harus harus mampu melayani masyarakat yang
berada dalam daerah pelayanan yang telah ditentukan
Pengurangan sampah dari sumbernya merupakan aplikasi pengelolaan sampah
paradigma baru yang tidak lagi bertumpu pada end of pipe system, dimaksudkan untuk
mengurangi volume sampah yang harus diangkut dan dibuang ke TPA dan
memanfaatkan semaksimal mungkin material yang dapat di daur ulang. Pengurangan
sampah tersebut selain dapat menghemat lahan TPA juga dapat mengurangi jumlah
angkutan sampah dan menghasilkan kualitas bahan daur ulang yang cukup baik karena
tidak tercampur dengan sampah lain. Potensi pengurangan sampah di sumber dapat
mencapai 50 % dari total sampah yang dihasilkan.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari ketentuan tersebut adalah pengembangan
prasarana dan sarana pengelolaan persampahan dapat mendung fungsi eksternal kota
(dalam hal ini kualitas lingkungan permukiman yang sehat dan produktif) dan salah
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 135
satu pengembangannya (sesuai dengan kebutuhan) adalah Pengelolaan TPA Regional
yang diikuti dengan pola pengurangan volume sampah melalui pengelolaan sampah
secara 3R
Tabel 2. 7
Matriks Keterkaitan Substansi Antara RTRWN dengan Muatan KNSP
Sistem Pengelolaan Persampahan
RTRWN Muatan KSNP SPP
Fungsi Eksternal Kawasan Perkotaan dan Perdesaan
Keterkaitan Implikasi dan Kebutuhan Infrastruktur
KOTDES Pusat Kawasan Andalan Sebagai Pusat Kawasan Andalan
memungkinkan meningkatkan pengelolaan TPA Skala Regional (Kota Besar dan Metro) melalui kerjasama antardaerah.
Sebagai pusat kawasan andalan memungkinkan untuk mengembangkan waste to energy (Kota Besar dan Metro)
Simpul Transportasi Darat, Laut dan Udara
- -
Simpul Pelayanan Prasarana Lainnya (energi/listrik, telekomunikasi)
- -
Simpul kegiatan ekspor - impor
- -
Simpul Kegiatan Industri dan Jasa
Sebagai simpul kegiatan dan jasa, maka didalam KSN SPP sangat strategis untuk menerapkan sistem insentif dan disinsentif dalam pelaksanaan 3R dan mendorong koordinasi lintas sektor terutama perindustrian dan perdagangan
Pintu gerbang internasional yang menghubungkan negara tetangga atau kawasan internasional
- -
Sumber: Hasil Analisis, 2009
2.2.8. Peran Dan Fungsi Kawasan Perkotaan Dan Perdesaan Terkait Pengelolaan Air
Limbah
2.2.8.1. Muatan Peraturan Perundang-Undangan Terkait Pengelolaan Air Limbah
Disamping mewujudkan fungsi kota secara internal yakni mewujudkan permukiman
yang layak huni, pengelolaan air limbah juga bernilai strategis dalam mendukung fungsi
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 136
kota secara eksternal (mewujudkan sistem kegiatan berskala nasional/wilayah). Dasar
peraturan perundang-undangan yang adalah:
1. UU No. 23 Tahun 1992, tentang KESEHATAN, pasal 22 (kesehatan lingkungan,
dan sanitasi lingkungan.
2. UU No. 23 Tahun 1997, tentang PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP , pasal 14
(Kelestarian Fungsi Lingkungan Hidup) dan pasal 16 (Pengelolaan Limbah).
3. UU No. 7 Tahun 2004, tentang SUMBER DAYA AIR.
Pasal 21 ayat (2), mengisyaratkan pentingnya pengaturan prasarana dan sarana
sanitasi (yang dalam undang-undang tersebut terdiri dari air limbah dan
persampahan) dalam upaya perlindungan dan pelestarian sumber air.Pasal 40
ayat (6) menyatakan bahwa pengaturan pengembangan sistem air minum
diselenggarakan secara terpadu dengan pengembangan prasarana dan sarana
sanitasi.
4. PP No. 16 Tahun 2005, tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
(SPAM) juga mengatur penyelenggaraan prasarana dan sarana sanitasi secara
terpadu dengan penyelenggaraan sistem penyediaan air minum khususnya
pada bab III yang mengatur mengenai Perlindungan Air Baku.
5. PERMEN PU No. 494/PRT/M/2005, tentang Kebijakan dan srategi nasional
Pengembangan Perkotaan (KSNP-KOTA)
6. PERMEN PU No. 21/PRT/M/2006, tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP)
Pentingnya sinkronsisasi terhadap penyelenggaran penyehatan lingkungan
permukiman adalah terkait dengan konservasi Sumber Air (UU 7/2004 SDA) dan
Perlindungan Air Baku (PP 16/2005 SPAM) serta pentingnya keterpaduan antara
penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum dan Penyelenggaraan Prasarana dan
Sarana Pengelolaan Air Limbah (salah satu PS Sanitasi).
Di dalam UNDANG-UNDANG NO 7 TAHUN 2004, Bab III (KONSERVASI SUMBER DAYA
AIR, menyebutkan bahwa:
1. Pasal 21 (1) Perlindungan dan pelestarian sumber air ditujukan untuk
melindungi dan melestarikan sumber air beserta lingkungan keberadaannya
terhadap kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam, termasuk
kekeringan dan yang disebabkan oleh tindakan manusia.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 137
2. Pasal 21 (2) Perlindungan dan pelestarian sumber air sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan melalui a.l. (d) pengaturan prasarana dan sarana
sanitasi.
3. Pasal 24 setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang
mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya, mengganggu upaya
pengawetan air, dan atau mengakibatkan pencemaran air. (Ketentuan
pidananya di ps (94))
Di dalam UNDANG-UNDANG NO 7 TAHUN 2004, Bab IV : PENDAYAGUNAAN SUMBER
DAYA AIR, UU 7/2004 SDA menyebutkan bahwa ; Pasal 40 (6) : Pengaturan dan
pengembangan SPAM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) diselenggarakan secara terpadu dengan pengembangan Prasarana dan Sarana
Sanitasi.
Sedangkan dalam PERATURAN PEMERINTAH NO 16 TAHUN 2005 disebutkan bahwa :
1. Bab III : Perlindungan Air Baku
1) Pasal 14 (1) Perlindungan air baku dilakukan melalui kerterpaduan
pengaturan pengembangan SPAM dan Prasarana dan Sarana Sanitasi.
2) Pasal 14 (2) Prasarana dan Sarana Sanitasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi PS Air Limbah dan PS Persampahan.
2. Bab IV : Penyelenggaraan
1) Pasal 23 (1) : Penyelenggaraan SPAM harus dilaksanakan secara terpadu
dengan pengembangan Prasarana dan Sarana Sanitasi untuk menjamin
keberlanjutan fungsi penyediaan air minum dan terhindarnya air baku dari
pencemaran air limbah dan sampah.
2) Pasal 23 (2) : Keterpaduan pengembangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan pada setiap tahap tahapan penyelenggaraan
pengembangan.
3) Pasal 23 (3) : Apabila penyelenggaraan pengembangan sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1) belum dapat dilakukan secara terpadu pada semua
tahapan, sekurang-kurangnya dilaksanakan pada tahap perencanaan, baik
penyusunan rencana induk maupun dalam perencanaan teknik.
3. Ps 19 ayat 3
Setiap orang atau kelompok masyarakat dilarang membuang sampah ke sumber
air baku.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 138
4. PS AIR LIMBAH: Ps 16 ayat 1
Berupa unit pengolahan kotoran manusia tinja dilakukan dengan sistem
setempat atau sistem terpusat agar tidak mencemari daerah tangkapan
air/resapan air baku.
Keterpaduan dalam Perencanaan dilakukan melalui:
1. Pengaturan alokasi ruang untuk prasarana dan sarana sanitasi (IPAL, IPLT),
dalam RTRW/ RDTRW Kota/Kabupaten.
2. Master Plan sektor untuk daerah perkotaan: Penyediaan Prasarana dan Sarana
Air Minum dan Air Limbah dilakukan dengan sistem Perpipaan (kondisi ideal).
3. Kawasan Permukiman dengan kepadatan tinggi (>300 orang/Ha), daya dukung
lingkungan yang rendah, Pengelolaan Air Limbah dilakukan dengan sistem Off
site sanitation dan Penyediaan Air Minumnya dilayani dengan sistem perpipaan.
4. Kawasan Permukiman dengan kepadatan tinggi, yang belum terlayani air
minum dengan sistem perpipaan, penanganan air limbahnya dilakukan dengan
Sistem sewerage (off site sanitation).
5. Kawasan Permukiman yang pengelolaan air limbahnya dilayani dengan sistem
perpipaan (off site sanitation), memungkinkan untuk memanfaatkan air tanah
sebagai penyediaan air bersih
6. Daerah Pengembangan Perumahan Baru, diwajibkan menggunakan sistem off
site sanitation.
7. Kriteria lokasi untuk pengembangan sistem pengelolaan air limbah secara
terpusat adalah kota besar/metro yang telah mempunyai sistem sewerege dan
mempunyai rencana yang jelas (PJM dan memorandum proyek).
Salah contoh pelaksanaan Sistem pengelolaan air limbah terpusat adalah di Bali yang
dikenal dengan Program DSDP. Denpasar Sewerage Development Project / DSDP atau
Pembangunan Prasarana Air Limbah Denpasar adalah merupakan upaya sistematis
dalam menjawab permasalahan pembuangan Air Limbah di Kota Denpasar dan
sekitarnya. Pulau Bali yang menjadi ikon pariwisata nasional, dan sebagai daerah
tujuan utama wisata berskala internasional, mengalami beban masalah lingkungan
yang sangat tinggi. Beban pencemaran sungai, pantai dan air tanah yang berat
berkaitan dengan pesatnya pertambahan penduduk dan aktivitas industri pariwisata,
menyebabkan semakin menurunnya kualitas sanitasi lingkungan di Pulau Bali,
terutama di pusat-pusat pertumbuhan seperti di wilayah Kuta, Sanur dan Denpasar.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 139
Tingginya kepadatan penduduk di pusat Kota Denpasar sudah melebihi 200 orang per
hektar dan hal tersebut masih terus bertambah. Di sisi lain pada Tahun 2004,
kedatangan turis ke Bali mencapai 1,46 juta orang dan pendapatan daerah mencapai
50 juta US Dollar diperoleh dari sektor pariwisata. Selain sebagai sebuah tuntutan bagi
kebutuhan dasar penduduknya, kualitas sanitasi lingkungan menjadi salah satu
indikator terpenting bagi sebuah daerah tujuan wisata berskala internasional. Adanya
perkembangan penduduk dan industri pariwisata apabila tanpa diimbangi dengan
sarana penanganan Air Limbah yang memadai akan memperburuk kondisi lingkungan
di pusat-pusat industri pariwisata di Pulau Bali. Untuk itu oleh pemerintah,
pembangunan “DSDP” menjadi salah satu prioritas utama.
Di Pulau Bali berbagai persoalan berkaitan dengan masalah pencemaran lingkungan
telah menjadi isu strategis, karena selain menjadi indikator buruknya kualitas
kehidupan suatu masyarakat di suatu wilayah tertentu, dampaknya akan langsung
berkaitan dengan perekonomian masyarakat yang sangat bergantung pada sektor
pariwisata.
Hasil Studi DSDP tahun 1997-1998, menyebutkan :
1. Telah terjadi penurunan kualitas air (sungai, air tanah, dan laut) di bagian
selatan dan pusat Kota Denpasar, terutama sumur penduduk di mana 71% di
lokasi pengujian telah terpolusi bakteri (Fecal Coliform).
2. 65% dari wisatawan mancanegara tidak mau berkunjung kembali bila kualitas
lingkungan menurun terutama pencemaran terhadap pantai
2.2.8.2. Muatan UU NO. 7 Tahun 2004 Terkait Pengelolaan Air Limbah
Dapat dikatakan bahwa “kekuatan” pengelolaan air limbah dalam konstelasi fungsi
eksternal kawasan perkotaan adalah dengan mengupayakan kerjasama antar daerah
dalam pengembangan prasarana dan sarana pengelolaan air limbah secara terpusat
(off site system)
Tabel 2. 8
Matriks Keterkaitan Substansi Antara RTRWN dengan Muatan Pengelolaan Air Limbah
RTRWN Muatan Peratuan Terkait Pengelolaan Air Limbah
Fungsi Eksternal Kawasan Perkotaan dan
Perdesaan
Keterkaitan Implikasi dan Kebutuhan Pengembangan Infrastruktur KOTDES
Pusat Kawasan Andalan Sebagai Pusat Kawasan Andalan kerjasama dalam pengelolaan air limbah
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 140
RTRWN Muatan Peratuan Terkait Pengelolaan Air Limbah secara terpadu (Sewerege system) akan didorong dengan pola insentif terutama di kota besar dan metro
Simpul Transportasi Darat, Laut dan Udara
- -
Simpul Pelayanan Prasarana Lainnya (energi/listrik, telekomunikasi)
- -
Simpul kegiatan ekspor - impor
- -
Simpul Kegiatan Industri dan Jasa
- -
Pintu gerbang internasional yang menghubungkan negara tetangga atau kawasan internasional
- -
Sumber: Hasil Analisis, 2009
2.2.9. Peran Kawasan Perkotaan Dan Perdesaan Terkait Kebijakan Pengendalian Daya
Rusak Air
2.2.9.1. Muatan UU NO. 7 Tahun 2004 Terkait Pengendalian Daya Rusak Air
Berdasarkan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air disebutkan bahwa
pengendalian daya rusak air dilakukan secara menyeluruh yang mencakup upaya
pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan.
Pengendalian daya rusak air diutamakan pada upaya pencegahan melalui perencanaan
pengendalian daya rusak air yang disusun secara terpadu dan menyeluruh dalam pola
pengelolaan sumber daya air.
Pengendalian daya rusak air diselenggarakan dengan melibatkan masyarakat.
Pengendalian daya rusak air menjadi tanggung jawab Pemerintah, pemerintah daerah,
serta pengelola sumber daya air wilayah sungai dan masyarakat.
Kriteria Pemilihan Lokasi Pengendalian Daya Rusak Air terutama di Kawasan Perkotaan
adalah:
1. Daerah permukiman rawan genangan di kota metropolitan/besar
2. Kriteria Penanganan drainase di kawasan rawan genangan :
(1) Sistem, Sub Sistem drainase dan arah aliran telah teridentifikasi dan tertuang
lengkap pada Master Plan
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 141
(2) Pembuatan FS dan DED oleh Kab / Kota bersangkutan
(3) Diprioritaskan pembangunan untuk saluran drainase primer
(4) Lahan telah tersedia
(5) Dipastikan pemeliharaan akan dilakukan oleh Dinas PU kab/kota atau institusi
lain yang ditunjuk oleh Kepala Daerah
3. Lingkup Kegiatan
(1) Pembangunan saluran drainase primer
(2) Rehabilitasi saluran drainase primer/ sekunder beserta prasarana penunjangnya
(gorong-gorong, kolam retensi, dll)
2.2.9.2. Muatan UU NO. 7 Tahun 2004 Terkaitpengendalian Daya Rusak Air
Dapat dikatakan bahwan “kekuatan” mengendalikan daya rusak air dalam konstelasi
fungsi eksternal kawasan perkotaan adalah pada upaya yang sistemik untuk mitigasi
dampak kerugian (terhadap PDRB minimal 1%) daya rusak air.
Tabel 2. 9
Matriks Keterkaitan Substansi Antara RTRWN dengan Muatan UU No. 7 Tahun 2004 Tentang
Penanggulangan Daya Rusak AIr
RTRWN Muatan UU No. 7 Tentang SDA (Bagian Pengendalian Daya Rusak Air)
Fungsi Eksternal Kawasan Perkotaan dan Perdesaan
Keterkaitan Implikasi dan Kebutuhan Pengembangan
Infrastruktur KOTDES
Pusat Kawasan Andalan Sebagai Pusat Kawasan Andalan Pengendalian Daya Rusak Air dapat memberikan Pencegahan Kerugian Sosial-Ekonomi (minimal kerugian PDRB 1%) melalui Mitigasi Dampak Daya Rusak Air
Simpul Transportasi Darat, Laut dan Udara
- -
Simpul Pelayanan Prasarana Lainnya (energi/listrik, telekomunikasi)
- -
Simpul kegiatan ekspor - impor
- -
Simpul Kegiatan Industri dan Jasa
- -
Pintu gerbang internasional yang menghubungkan negara tetangga atau kawasan internasional
- -
Sumber: Hasil Analisis, 2009
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 142
2.2.10. Peran Dan Fungsi Kawasan Perkotaan Dan Perdesaan Terkait Penataan Dan
Revitalisasi Kawasan
2.2.10.1. Muatan Kebijakan Dan Strategi Penataan Dan Revitaliasi Kawasan
Penataan dan revitalisasi kawasan adalah rangkaian upaya untuk menata kawasan
yang tidak teratur, meningkatkan kawasan yang memiliki potensi dan nilai strategis
dan mengembalikan vitalitas kawasan yang telah atau mengalami penurunan, agar
kawasan-kawasan tersebut bisa mendapatkan nilai tambah yang optimal terhadap
produktivitas ekonomi, sosial dan budaya kawasan perkotaan. Kegiatan penataan dan
revitalisasi kawasan dilakukan melalui pengembangan kawasan-kawasan tertentu yang
layak untuk direvitalisasi baik dari segi setting kawasan sehingga kawasan perkotaan
akan lebih terintegrasi dalam satu kesatuan yang utuh dengan sistem kota,
terberdayakan pertumbuhan ruang ekonominya, meningkatkan prasarana, sarana dan
kenyamanan lingkungan kota, yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan
kualitas hidup masyarakat.
Dengan adanya pelaksanaan penataan dan revitalisasi kawasan diharapkan dapat
memecahkan permasalahan perkotaan, antara lain meningkatnya vitalitas kawasan
perkotaan, berkurangnya kantong-kantong kawasan kumuh, meningkatnya pelayanan
jaringan sarana dan prasarana, dan hidup kembalinya tradisi sosial budaya kota.
Beberapa pengertian yang berkaitan dengan penataan dan revitalisasi kawasan
dimaksudkan untuk lebih mengenali tentang istilah yang sering digunakan, antara lain :
1. Kawasan adalah bagian kota seluas 30 – 60 Ha yang memiliki features dan
karakter yang relatif homogen dan dapat ditetapkan batas tepinya.
2. Vitalitas Kawasan adalah kondisi suatu kawasan dimana aktivitas manusia baik
ekonomi, sosial maupun budaya dapat berlangsung sesuai dengan daya
dukungnya.
3. Vitalitas Ekonomi adalah variabel ekonomi suatu kawasan yang berpengaruh
terhadap vitalitas suatu kawasan agar berfungsi maksimal.
4. Vitalitas Non Ekonomi adalah variabel non ekonomis suatu kawasan yang
berpengaruh terhadap vitalitas suatu kawasan agar berfungsi kembali.
5. Penataan dan revitalisasi kawasan adalah upaya untuk menghidupkan kembali
vitalitas kawasan kota.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 143
Tujuan penataan dan revitalisasi kawasan adalah meningkatkan nilai kehidupan
kawasan melalui intervensi yang mampu menciptakan pertumbuhan dan stabilitas
ekonomi lokal, terintegrasi dengan sistem kota, layak huni, berkeadilan sosial,
berwawasan budaya dan berkelanjutan.
Kebijakan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan penataan dan revitalisasi Kawasan
adalah:
1. Pemilihan lokasi diarahkan pada kawasan-kawasan yang menurun vitalitasnya,
kawasan berpotensi dan strategis yang tidak teratur dan yang kurang optimal
fungsinya secara ekonomi, sosial dan budaya.
2. Meningkatkan aksesibilitas, keterkaitan, serta fasilitas kawasan dalam rangka
mengintegrasikan kawasan dengan sistem kota.
3. Memberikan bantuan teknis dan stimulan untuk mengembangkan revitalisasi
kawasan yang berwawasan budaya lokal (kontekstual).
4. Mengembangkan manajemen revitalisasi (dan konservasi) kawasan yang
partisipatif serta bermuatan tridaya (pemberdayaan masyarakat, usaha dan
lingkungan).
5. Mengembangkan kapasitas institusi dan kesadaran pemerintah daerah komunitas
lokal dan perangkat hukum yang baik dalam rangka tata pemerintahan yang baik
(good governance dan management).
6. Menggerakkan terjadinya investasi pada kawasan kota lama dan kawasan
potensial malalui kerjasama antar pemerintah, dunia usaha/swasta dan
masyarakat.
Strategi pokok penataan dan revitaliasi kawsan adalah :
1. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan perkotaan dengan
menggerakkan investasi melalui pemberian stimulan.
2. Meningkatkan kualitas pelayanan sarana dan prasarana, utilitas kawasan serta
aksesibilitas kawasan dalam rangka mewujudkan integrasi kawasan dengan
sistem kota.
3. Memprioritaskan pelaksanaan Penataan dan Revitalisasi Kawasan yang signifikan
secara sejarah, kultural dan ilmu pengetahuan dan layak untuk dikembangkan
baik secara teknis, ekonomis, lingkungan dan kelembagaan.
4. Menyusun agenda yang lebih partisipatif terhadap aspirasi dan permasalahan
komunitas lokal.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 144
5. Menggali sumber-sumber pendanaan pembangunan lebih luas termasuk
mendorong inisiatif swasta untuk melakukan investasi pada kawasan.
6. Mendorong tumbuhnya komitmen untuk melakukan preservasi, restorasi,
rehabilitasi dan adaptasi terhadap kawasan kota lama termasuk pembentukan
kelembagaan pengelolaan kawasan.
7. Mendorong dan memnerdayakan institusi pemerintah kabupaten/kota dan
masyarakat agar lebih mampu merencanakan dan mengelola kawasan.
8. Mengembangkan sistem monitoring dan evaluasi yang efektif untuk
mengoptimalkan implementasi revitalisasi di lapangan.
9. Mendokumentasikan dan mendiseminasikan pengalaman-pengalaman
penanganan revitalisasi (good and bad practices).
2.2.10.2. Matriks Keterkaitan Fungsi Eksternal Di Dalam RTRWN Dengan Kebijakan
Dan Strategi Penataan Dan Revitaliasi Kawasan
Berdasarkan muatan di dalam JAKSTRA Penataan dan Revitaliasi Kawasan, maka
berikut ini diuraikan mengenai keterkaitan muatan RTRWN (fungsi eksternal) dengan
muatan didalam JAKSTRA tersebut. Dari tabel dibawah ini memperlihatkan bahwa
kawasan perkotaan memiliki fungsi eksternal yang didukung melalui stimulan investasi
kawasan kota yang mengalami degradasi fungsi secara ekonomi.
Dapat dikatakan bahwan “kekuatan JAKSTRA Penataan dan Revitaliasi Kawasan dalam
konstelasi fungsi eksternal kawasan perkotaan adalah pada upaya yang sistemik untuk
menghidupkan kembali fungsi bagian kawasan kota (metro/besar) terutama sebagai
simpul kegiatan industri dan jasa yang terkait bernilai sejarah/kultural atau ilmu
pengetahuan
Tabel 2. 10
Matriks Keterkaitan Substansi Antara RTRWN dengan JAKSTRA Revitaliasi Kawasan
RTRWN Muatan JAKSTRA Penataan dan Revitaliasi Kawasan Fungsi Eksternal Kawasan Perkotaan dan Perdesaan
Keterkaitan Implikasi dan Kebutuhan Pengembangan
Infrastruktur KOTDES
Pusat Kawasan Andalan - -
Simpul Transportasi Darat, Laut dan Udara
- -
Simpul Pelayanan Prasarana Lainnya (energi/listrik, telekomunikasi)
- -
Simpul kegiatan ekspor - impor - -
Simpul Kegiatan Industri dan Jasa Mendukung revitaliasi kawasan perkotaan
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 145
RTRWN Muatan JAKSTRA Penataan dan Revitaliasi Kawasan sebagai simpul kegiatan industri dan jasa melalui: Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
kawasan perkotaan dengan menggerakkan investasi melalui pemberian stimulan.
Meningkatkan kualitas pelayanan sarana dan prasarana, utilitas kawasan serta aksesibilitas kawasan dalam rangka mewujudkan integrasi kawasan dengan sistem kota.
Memprioritaskan pelaksanaan Penataan dan Revitalisasi Kawasan yang signifikan secara sejarah, kultural dan ilmu pengetahuan dan layak untuk dikembangkan baik secara teknis, ekonomis, lingkungan dan kelembagaan.
Pintu gerbang internasional yang menghubungkan negara tetangga atau kawasan internasional
- -
Sumber: Hasil Analisis, 2009
2.2.11. Rekapitulasi Peran Dan Fungsi Kawasan Perkotaan Dan Perdesaan
Berdasarkan peraturan terkait yang sudah dijelaskan didepan, maka diperoleh bahwa fungsi
eksternal yang termuat secara eksplisti adalah :
1. Kawasan Perkotaan memiliki fungsi eksternal sebagai pusat kawasan andalan dan
2. Sebagai simpul kegiatan industri dan jasa berskala nasional.
Rinicannya dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Tabel 2. 11
Peran dan Fungsi Kawasan Perkotaan dan Perdesaan Berdasarkan Peraturan Terkait
RTRWN Muatan Peraturan Terkait
Fungsi Eksternal Kawasan Perkotaan dan Perdesaan
Keterkaitan Impilikasi dan Pengembangan Infrastruktur
KOTDES
Pusat Kawasan Andalan KNSP - Kota
Penyiapan Kota sebagai Simpul Pelayanan serta Simpul Aksesibilitas, Koleksi, dan Distribusi dalam Wilayah
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 146
RTRWN Muatan Peraturan Terkait
Fungsi Eksternal Kawasan Perkotaan dan Perdesaan
Keterkaitan Impilikasi dan Pengembangan Infrastruktur
KOTDES
Pengembangan Kota-Kota Khusus Berkembang Cepat, Berkarakter Khusus, Kawasan Perbatasan, dan Kawasan Tertinggal
PP No. 80 Tahun 1999 dan PP Rumah Susun
Mendukung fungsi kota sebagai pusat kawasan andalan dengan pengembangan permukiman baru berskala besar besar (KASIBA/LISIBA) terutama di Kota Metro dan Besar, cepat tumbuh dan ibukota kabupaten/provinsi baru.
KSNP SPAM
Sebagai Pusat Kawasan Andalan Kota Besar dan Metro diarahkan untuk mengembangkan
SPAM secara bertahap di setiap provinsi (Perpipaan dan Non Perpipaan Terlindung)
Konservasi WS dan Perlindungan Sumber Air Baku
Peningkatan dan penjaminan kuantitas air baku terutama bagi kota metro dan besar
Kerjasama antar daerah dalam penyelenggaraan SPAM
KNSP SPP :
Sebagai Pusat Kawasan Andalan memungkinkan meningkatkan pengelolaan TPA Skala Regional (Kota Besar dan Metro) melalui kerjasama antardaerah.
Sebagai pusat kawasan andalan memungkinkan untuk mengembangkan waste to energy (Kota Besar dan Metro)
Peratuarn terkait Pengelolaan Air Limbah :
Sebagai Pusat Kawasan Andalan kerjasama dalam pengelolaan air limbah secara terpadu (Sewerege system) akan didorong dengan pola insentif terutama
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 147
RTRWN Muatan Peraturan Terkait
Fungsi Eksternal Kawasan Perkotaan dan Perdesaan
Keterkaitan Impilikasi dan Pengembangan Infrastruktur
KOTDES
di kota besar dan metro
UU No. 7/2004 Terkait Pengendalian Daya Rusak Air :
Sebagai Pusat Kawasan Andalan Pengendalian Daya Rusak Air dapat memberikan Pencegahan Kerugian Sosial-Ekonomi (minimal kerugian PDRB 1%) melalui Mitigasi Dampak Daya Rusak Air
Simpul Kegiatan Industri dan Jasa
KNSP Kota :
Penyiapan Prasarana dan Sarana Perkotaan Nasional untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi Nasional, Wilayah, Lokal Melalui Pembangunan Perkotaan.
PP No. 80 Tahun 1999 (Kasiba) dan PP Rumah Susun:
Mendukung simpul kegiatan industri dan jasa melalui pemenuhan kebutuhan rumah skala besar (KASIBA/LISIBA) atau vertikal (RUMAH SUSUN)
KSNP SPAM :
Mendukung simpul kegiatan industri dan jasa melalui pengembangan penyediaan air minum yang terpadu dengan sistem sanitasi
Mengembangkan pelayanan air minum dengan kualitas yang sesuai dengan standar baku mutu (adopsi ISO 4064)
KSNP SPP (Sampah) :
Sebagai simpul kegiatan dan jasa, maka didalam KSN SPP sangat strategis untuk menerapkan sistem insentif dan disinsentif dalam pelaksanaan 3R dan mendorong koordinasi lintas sektor terutama perindustrian dan perdagangan
JAKSTRA Revitaliasi Kawasan :
Mendukung revitaliasi kawasan perkotaan
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 148
RTRWN Muatan Peraturan Terkait
Fungsi Eksternal Kawasan Perkotaan dan Perdesaan
Keterkaitan Impilikasi dan Pengembangan Infrastruktur
KOTDES
sebagai simpul kegiatan industri dan jasa melalui:
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan perkotaan dengan menggerakkan investasi melalui pemberian stimulan.
Meningkatkan kualitas pelayanan sarana dan prasarana, utilitas kawasan serta aksesibilitas kawasan dalam rangka mewujudkan integrasi kawasan dengan sistem kota.
Memprioritaskan pelaksanaan Penataan dan Revitalisasi Kawasan yang signifikan secara sejarah, kultural dan ilmu pengetahuan dan layak untuk dikembangkan baik secara teknis, ekonomis, lingkungan dan kelembagaan
Sumber: Hasil Analisis, 2009
2.3. KEBIJAKAN SEKTOR SUMBER DAYA AIR (SDA)
2.3.1. Review Kebijakan Spasial Terkait Pengembangan Sumberdaya Air
Dari sisi spasial, ada dua regulasi yang menjadi acuan dalam perencanaan pembangunan
berskala nasional, yaitu UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan PP No 26 Tahun
2008 tentang RTRWN.
UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa penyelenggaraan
penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman,
produktif dan berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional
dengan terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan,
terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan
dengan memperhatikan sumberdaya manusia serta terwujudnya perlindungan fungsi ruang
dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat penataan ruang.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 149
Adapun yang dimaksud dengan penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan
tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian ruang. Selanjutnya, PP 26/2008
menjabarkan dan mendetailkan perencanaan tata ruang wilayah berskala nasional tersebut.
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) merupakan pedoman untuk : (1)
penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional; (2) penyusunan rencana
pembangunan jangka menengah nasional; (3) pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang di wilayah nasional; (4) mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan
keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi serta keserasian antarsektor; (5)
penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; (6) penataan ruang kawasan strategis
nasional; dan (7) penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/ kota.
Untuk mengantisipasi dinamika pembangunan, upaya pembangunan nasional juga harus
ditingkatkan melalui perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang
lebih baik. Untuk itu, salah satu hal penting yang dibutuhkan adalah peningkatan
keterpaduan dan keserasian pembangunan di segala bidang pembangunan, yang secara
spasial dirumuskan dalam RTRWN.
Penyusunan RTRWN didasarkan pada upaya untuk mewujudkan tujuan penataan ruang
wilayah nasional, antara lain meliputi perwujudan ruang wilayah nasional yang aman,
nyaman, produktif, dan berkelanjutan serta perwujudan keseimbangan dan keserasian
perkembangan antarwilayah.
Semua itu diterjemahkan dalam kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang dan
pola ruang wilayah nasional.
1. Struktur Ruang Wilayah Nasional
Kebijakan pengembangan struktur ruang meliputi peningkatan akses pelayanan
perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan berhirarki, serta
peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarananya (termasuk di
dalamnya prasarana SDA) yang terpadu dan merata di seluruh wilayah nasional.
Strategi untuk peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan prasarana, khususnya
yang terkait dengan prasarana SDA adalah meningkatkan kualitas jaringan prasarana
dan mewujudkan keterpaduan sistem jaringan SDA
Struktur ruang wilayah nasional mencakup:
1) Sistem pusat perkotaan nasional.
Sistem pusat perkotaan nasional meliputi pusat kegiatan nasional (PKN), pusat
kegiatan wilayah (PKW) dan pusat kegiatan strategis nasional (PKSN). PKN
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 150
adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
internasional, nasional, atau beberapa provinsi. PKW adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa
kabupaten/kota. Sedangkan PKSN adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan
untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara.
2) Sistem jaringan transportasi nasional
3) Sistem jaringan energi nasional
4) Sistem jaringan telekomunikasi nasional
5) Sistem jaringan sumberdaya air nasional
Sistem jaringan sumberdaya air (SDA) merupakan sistem SDA pada setiap
wilayah sungai (WS) dan cekungan air tanah. Wilayah sungai meliputi WS lintas
negara, WS lintas provinsi, dan WS strategis nasional.
2. Pola Ruang Wilayah Nasional
Pola ruang wilayah nasional mencakup kawasan lindung dan kawasan budidaya,
termasuk kawasan andalan dengan sektor-sektor unggulan yang prospektif
dikembangkan serta kawasan strategis nasional.
Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya
buatan. Adapun kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam,
sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan. Sedangkan kawasan andalan adalah
bagian dari kawasan budidaya (baik di ruang darat maupun ruang laut) yang
pengembangannya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan
tersebut dan kawasan di sekitarnya.
Kawasan-kawasan yang termasuk kedalam kawasan lindung adalah :
1) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, antara lain,
kawasan hutan lindung, kawasan bergambut dan kawasan resapan air.
2) Kawasan perlindungan setempat, anatara lain sempadan pantai, sempadan
sungai, kawasan sekitar danau/waduk dan kawasan sekitar mata air.
3) Kawasan suaka alam dan cagar budaya antara lain, kawasan suaka alam,
kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, kawasan pantai berhutan bakau,
taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, cagar alam, suaka
margasatwa serta kawasan cagarbudaya dan ilmu pengetahuan
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 151
4) Kawasan rawan bencana alam, anatara lain. Kawasan letusan gunung berapi,
kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan longsor, kawasan rawan
gelombang pasang dan kawasan rawan banjir
5) Kawasan lindung lainnya, misalnya taman buru cagar biosfer, kawasan
perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa dan terumbu karang.
Adapun yang termasuk kedalam kawasan budidaya antara lain adalah kawasan hutan
produksi, kawasan hutan rakyat, kawasan pertanian, kawasan perikanan, kawasan
pertambangan, kawasan permukiman, kawasan industri, kawasan pariwisata, kawasan
pendidikan, dan kawasan pertahanan keamanan
2.3.2. Arahan Dari Regulasi Sumberdaya Air
Berbagai regulasi SDA terkait adalah UU no 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya air, PP No 42
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air, PP No 43 tentang Air Tanah, Peraturan
Menteri PU Nomor 11A/PRT/M/2006 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai, dan
PP no 20 Tahun 2006 tentang Irigasi.
A. Arahan dari UU No 7 Tahun 2004
Kebijakan dan peraturan dalam upaya pemanfaatan dan pengembangan SDA,
sebagaimana yang ditekankan di dalam rencana rencana pembangunan jangka
menengah hingga jangka panjang mempunyai prinsip prinsip dasar sebagai berikut :
1. Optimalisasi Sumber daya yang bersifat terkendali, sehingga tidak menjurus
pada bentuk eksploitasi yang mengakibatkan kerusakan sumber daya air (SDA)
2. Pemanfaatan SDA yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan
3. Penentuan skala prioritas terhadap urgensi permasalahan yang timbul dan harus
mendapatkan penanganan khusus dari pihak pemerintah
4. Analisis teknis yang tepat sasaran dan berdaya guna.
Perumusan kebijakan maupun rencana strategi pengembangan sumberdaya air yang
terintegrasi merupakan kunci utama di dalam menentukan langkah langkah
pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan khususnya dari pemanfaatan
sumberdaya air. Keintegrasian dan keselarasan infrastruktur sumberdaya air dari
berbagai tingkat kepentingan maupun instansi terkait akan sangat mendukung
terciptanya dinamika pembangunan yang mampu mengakomodasi kepentingan dari
berbagai pihak.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 152
Sesuai dengan arahan/kebijakan infrastruktur Sumberdaya Air dari UU no. 7/2004
Tentang Sumberdaya Air yang berkaitan dengan sinkronisasi program
pengembangan infrastruktur sumberdaya air adalah.:
1. Strategi pengendalian di dalam upaya tiap bentuk pemanfaatan sumberdaya air,
tergantung dari ketersediaan source (bahan baku) dan kelangsungannya untuk
masa depan, untuk itu sangat perlu dilakukan kajian rencana pengembangan
infrastruktur sampai tahun 2014 di lokasi terpilih dan kondisi existing saat ini.
2. Pemetaan rencana dan kondisi existing infrastruktur SDA tersebut sangat
berguna di dalam menentukan suatu rencana pengembangan, peningkatan dan
pemanfaatan sumberdaya air yang berkelanjutan dan optimalisasi instansi yang
mempunyai wewenang di dalam SDA supaya tidak mempunyai rencana yang
saling overlapping (tumpang tindih)
Arti dari pengelolaan sumberdaya air adalah upaya merencanakan, memantau
dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumberdaya air, pendayagunaan
sumberdaya air dan pengendalian daya rusak air. Sedangkan maksud dari
konservasi, pendayagunaan dan pengendalian daya rusak adalah;
3. Konservasi sumberdaya air adalah upaya memelihara keberadaan serta
keberlanjutan keadaan, sifat dan fungsi sumberdaya air agar senantiasa tersedia
dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk emenuhi kebutuhan makhluk
hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang.
4. Pendayagunaan Sumberdaya Air adalah upaya penatagunaan, penyediaan,
penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumberdaya air secara optimal
agar berhasil guna dan berdaya guna.
5. Pengendalian daya rusak air adalah upaya untuk mencegah, menanggulangi dan
memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak
air.
6. Pola pengelolaan sumberdaya air disusun berdasarkan wilayah sungai dengan
prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah.
7. Pengembangan sumberdaya air pada wilayah sungai ditujukan untuk
peningkatan kemanfaatan fungsi sumberdaya air guna memenuhi kebutuhan air
baku untuk rumah tangga, pertanian, industri, pariwista, pertahanan,
pertambangan, ketenagaan, perhubungan, dan untuk berbagai keperluan
lainnya.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 153
8. Pengembangan sumberdaya air diselenggarakan berdasarkan rencana
pengelolaan sumberdaya air dan rencana tata ruang wilayah yang telah
ditetapkan dengan mempertimbangkan :
1) daya dukung sumberdaya air
2) kekhasan dan aspirasi daerah serta masyarakat setempat
3) kemampuan pembiayaan
4) kelestarian keanekaragaman hayati dalam sumber air
Dalam UU SDA Pasal 5 dan Pasal 6 Tentang Pengelolaan Sumberdaya Air, disebutkan
bahwa :
1. Pengelolaan sumberdaya air meliputi kegiatan konservasi, pendayagunaan dan
pengendalian daya rusak air.
2. Pengelolaan sumberdaya air ditetapkan berdasarkan wilayah sungai.
3. Pengelolaan sumberdaya air dilakukan dengan melibatkan seluas-luasnya peran
serta masyarakat.
4. Berdasarkan prinsip keterpaduan tanpa mengurangi Wewenang Pengelolaan
dan Pelaksanaan Pengelolaan Wilayah Sungai, ditetapkan ketentuan sperti pada
tabel sebagai berikut :
Tabel 2. 12
Wewenang Pengelolaan dan Pelaksanaan Wilayah Sungai
Wilayah Sungai
Wewenang Penetapan Wilayah Sungai, Penetapan Pola dan Pelaksanaan
Pengelolaan SDA Dalam satu Kabupaten/kota Bupati/Walikota
Lintas kabupaten/kota dalam satu provinsi
Gubernur (konsultasi dengan Dewan Daerah Sumberdaya Air)
Lintas Provinsi Menteri (konsultasi dengan Dewan Nasional Sumberdaya Air)
Sungai Strategis
Pemerintah (dengan persetujuan & dilakukan bersama Pemerintah Daerah)
Sumber: UU No. 7 Tahun 2004.
Pengelolaan sumberdaya air memerlukan dukungan penuh dan terus-menerus dari
institusi jajaan pemerintah propinsi/kabupaten/kota dan stakeholders. Untuk itu
diperlukan suatu terobosan berupa suatu kesepakatan operasional pelayanan
sumberdaya air yang mengikutsertakan para penanggung jawab operasional di
lapangan, baik dari unsur pemerintah kabupaten/kota maupun pemerintah propinsi,
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 154
termasuk para kelompok pengguna air di dalam pengelolaan sumberdaya air (P3A)
B. Arahan dari PP No 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan SDA
Pengaturan mengenai proses dan pelaksanaan pengelolaan sumber daya air yang
menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dalam PP 42/2008 ini
dimaksudkan agar :
1. Pendayagunaan sumberdaya air dapat diselenggarakan dengan menjaga
kelestarian fungsi sumber dayaair secara berkelanjutan;
2. Tercipta keseimbangan antara fungsi sosial, fungsi lingkungan hidup, dan
fungsi ekonomi sumber daya air;
3. Tercapai kemanfaatan umum sumberdaya air secara efektif dan efisien;
4. Terwujud keserasian untuk berbagai kepentingan dengan memperhatikan sifat
alami air yang dinamis;
5. Terlindungi hak setiap warga negara untuk memperoleh kesempatan yang
sama untuk berperan dan menikmati hasil pengelolaan sumberdaya air;
6. Terwujud keterbukaan dan akuntabilitas pengelolaan sumberdaya air.
B.1. Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Air
Kebijakan pengelolaan sumber daya air merupakan arahan strategis yang
menjadi dasar dalam mengintegrasikan kepentingan pengembangan wilayah
administrasi dengan pengelolaan sumberdaya air yang berbasis wilayah sungai.
Kebijakan pengelolaan sumberdaya air disusun dengan memperhatikan kondisi
wilayah administratif, seperti, perkembangan penduduk, ekonomi, sosial
budaya, dan kebutuhan air.
Kebijakan pengelolaan sumber daya air disusun pada tingkat nasional, provinsi,
dan kabupaten/kota. Kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat
nasional menjadi acuan dalam penyusunan kebijakan pengelolaan sumberdaya
air pada tingkat provinsi dan pada tingkat kabupaten/kota secara berjenjang.
Kebijakan pengelolaan sumberdaya air pada tingkat nasional, yang selanjutnya
disebut kebijakan nasional sumberdaya air, disusun dan dirumuskan oleh
Dewan Sumberdaya Air Nasional dan ditetapkan oleh Presiden.
B.2. Penetapan Wilayah Sungai
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 155
Sumberdaya air merupakan sumberdaya alam yang terbaharui dan secara
alamiah berada di dalam wilayah hidrografis yang disebut daerah aliran sungai
(DAS) yang mengikuti siklus hidrologis. Ketersediaan sumberdaya air dalam
setiap DAS sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan hidrogeologi setempat
sehingga mengakibatkan adanya DAS dengan ketersediaan air yang melimpah
(DAS basah) dan DAS yang sangat kekurangan air (DAS kering). Untuk
mewujudkan asas keseimbangan dan asas keadilan dalam pengelolaan
sumberdaya air, dapat dilakukan penyatuan beberapa DAS dalam satu wilayah
pengelolaan yang disebut wilayah sungai (WS) agar wilayah tersebut mampu
mencukupi kebutuhan sumberdaya air bagi wilayahnya. Penyatuan beberapa
DAS ke dalam satu WS tersebut harus mempertimbangkan efektivitas dan
efisiensi pengelolaannya. Selain itu, dengan pertimbangan yang sama,
kumpulan pulau kecil dapat pula digabungkan pengelolaannya menjadi satu WS.
Wilayah sungai ditentukan berdasarkan :
1. Efektivitas pengelolaan sumber daya air dengan kriteria:
1) dapat memenuhi kebutuhan konservasi sumber daya air dan
pendayagunaan sumber daya air
2) telah tersedianya prasarana sumber daya air yang menghubungkan
daerah aliran sungai yang satu dengan daerah aliran sungai yang lain.
2. Efisiensi pengelolaan sumber daya air dengan kriteria rentang kendali
pengelolaan sumber daya air; dan
3. Keseimbangan pengelolaan sumberdaya air pada DAS basah dan DAS kering
dengan kriteria tercukupinya hak setiap orang untuk mendapatkan air guna
memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif.
Untuk WS strategis nasional, di samping harus memenuhi kriteria tersebut di
atas, juga harus memenuhi parameter sebagai berikut :
1. Potensi sumberdaya air pada WS yang bersangkutan 20% dari potensi
sumberdaya air pada provinsi;
2. Banyaknya sektor dan jumlah penduduk dalam WS yang bersangkutan:
1) Jumlah sektor yang terkait dengan sumberdaya air pada WS paling
sedikit 16 sektor; dan
2) Jumlah penduduk dalam WS paling sedikit 30% dari jumlah penduduk
provinsi.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 156
3. Besarnya dampak terhadap pembangunan nasional:
1) Sosial :
jumlah tenaga kerja pada lapangan kerja yang terpengaruh oleh
sumberdaya air paling sedikit 30% dari seluruh tenaga kerja pada
tingkat provinsi; atau
pada WS terdapat pulau kecil atau gugusan pulau kecil yang
berbatasan dengan wilayah negara lain;
2) Lingkungan:
terancamnya keanekaragaman hayati yang spesifik dan langka
pada sumber air yang perlu dilindungi atau yang ditetapkan dalam
konvensi internasional;
perbandingan antara debit air sungai maksimum dan debit air
sungai minimum rata-rata tahunan pada sungai utama melebihi 75
(tujuh puluh lima); atau
perbandingan antara kebutuhan air dan ketersediaan air andalan
setiap tahun pada WS yang bersangkutan melampaui angka 1,5
3) Ekonomi:
terdapat paling sedikit 1 daerah irigasi yang luasnya 10.000 ha;
nilai produktif industri yang tergantung pada sumberdaya air pada
WS paling sedikit 20 % dari nilai produktif industri pada tingkat
provinsi; atau
terdapat produksi listrik dari pembangkit listrik tenaga air yang
terhubung dengan jaringan listrik lintas provinsi dan/atau
terhubung kedalam jaringan transmisi nasional;
4) Dampak negatif akibat daya rusak air terhadap pertumbuhan ekonomi
mengakibatkan kerugian ekonomi paling sedikit 1% dari PDRB provinsi.
Penetapan WS dapat ditinjau kembali apabila ada perubahan fisik dan/atau
nonfisik di WS yang bersangkutan yang mengakibatkan perubahan batas WS
dan/atau perubahan kelompok wilayah sungai.
B.3. Rancangan Pola Pengelolaan Sumberdaya Air
Sumberdaya air merupakan salah satu sumberdaya alam yang mempunyai sifat
mengalir dan dinamis serta berinteraksi dengan sumberdaya lain sehingga
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 157
membentuk suatu sistem. Dengan demikian, pengelolaan sumberdaya air akan
berdampak pada kondisi sumberdaya lainnya dan sebaliknya Oleh karena itu,
agar pengelolaan berbagai sumberdaya tersebut dapat menghasilkan manfaat
bagi masyarakat secara optimal, diperlukan suatu acuan pengelolaan terpadu
antarinstansi dan antarwilayah, yaitu berupa pola pengelolaan sumberdaya air.
Penyusunan pola pengelolaan sumberdaya air harus dilakukan secara terbuka
melalui pelibatan berbagai pihak dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang
agar pola pengelolaan sumberdaya air mengikat berbagai pihak yang
berkepentingan.
Pola pengelolaan sumberdaya air merupakan kerangka dasar dalam
merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan
konservasi sumberdaya air, pendayagunaan sumberdaya air, dan pengendalian
daya rusak air pada wilayah sungai. Prinsip utama yang digunakan dalam pola
pengelolaan sumberdaya air ini adalah prinsip keterpaduan antara air
permukaan dan air tanah serta keseimbangan antara upaya konservasi
sumberdaya air dan pendayagunaan sumberdaya air.
Pola pengelolaan sumberdaya air disusun dengan memperhatikan kebijakan
pengelolaan sumberdaya air pada wilayah administrasi yang bersangkutan. Pola
pengelolaan sumberdaya air memuat tujuan dan dasar pertimbangan
pengelolaan sumberdaya air, skenario kondisi WS pada masa yang akan datang,
strategi pengelolaan sumberdaya air, dan kebijakan operasional untuk
melaksanakan strategi pengelolaan sumberdaya air.
Rancangan pola pengelolaan sumberdaya air yang disusun untuk jangka waktu
20 tahun mengacu pada data dan/atau informasi mengenai:
1. Penyelenggaraan pengelolaan sumberdaya air yang dilakukan oleh
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang bersangkutan;
2. Kebutuhan sumberdaya air bagi semua pemanfaat di WS yang
bersangkutan;
3. Keberadaan masyarakat hukum adat setempat;
4. Sifat alamiah dan karakteristik sumberdaya air dalam satu kesatuan
sistem hidrologis;
5. Aktivitas manusia yang berdampak terhadap kondisi sumberdaya air;
dan
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 158
6. Kepentingan generasi masa kini dan mendatang serta kepentingan
lingkungan hidup.
a. Rancangan Pola Pengelolaan Sumberdaya Air WS Lintas Provinsi
Di dalam pasal 19 disebutkan bahwa rancangan pola pengelolaan
sumberdaya air pada WS lintas provinsi dirumuskan oleh wadah koordinasi
pengelolaan sumberdaya air pada WS lintas provinsi, dan dibantu oleh unit
pelaksana teknis (UPT) yang membidangi sumberdaya air WS lintas provinsi.
Penyusunan rancangan pola pengelolaan sumberdaya air tersebut
dilakukan melalui konsultasi publik dengan instansi teknis dan unsur
masyarakat terkait.
Selanjutnya, rancangan pola pengelolaan sumberdaya air yang telah
dirumuskan tersebut setelah dikonsultasikan dengan para gubernur yang
bersangkutan diserahkan kepada Menteri untuk ditetapkan sebagai pola
pengelolaan sumberdaya air WS lintas provinsi.
Dalam hal wadah koordinasi pengelolaan sumberdaya air pada WS lintas
provinsi tidak atau belum terbentuk, rancangan pola pengelolaan
sumberdaya air yang disusun oleh UPT, setelah melalui konsultasi publik
dengan instansi teknis dan unsur masyarakat terkait, dibahas oleh gubernur
masing-masing dengan melibatkan bupati/walikota yang terkait dengan WS
yang bersangkutan.
Rancangan pola pengelolaan sumberdaya air tersebut kemudian
disampaikan kepada Menteri untuk ditetapkan menjadi pola pengelolaan
sumberdaya air WS lintas provinsi.
b. Rancangan Pola Pengelolaan Sumberdaya Air WS Lintas Negara
Rancangan pola pengelolaan sumberdaya air pada WS lintas negara
dirumuskan oleh Dewan Sumberdaya Air Nasional, yang dibantu oleh UPT
yang membidangi sumberdaya air WS lintas negara, dan dilakukan melalui
konsultasi publik dengan instansi teknis dan unsur masyarakat terkait.
Dalam perumusan rancangan pola pengelolaan sumberdaya air ini, Dewan
Sumberdaya Air Nasional mengikutsertakan bupati/walikota dan gubernur
yang bersangkutan, menteri yang membidangi pertahanan, dan menteri
yang membidangi hubungan luar negeri.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 159
Rancangan pola pengelolaan sumberdaya air yang telah terumuskan
disampaikan oleh UPT yang bersangkutan kepada Menteri untuk ditetapkan
sebagai pola pengelolaan sumberdaya air WS lintas negara.Pola
pengelolaan sumberdaya air WS lintas negara ini digunakan sebagai bahan
penyusunan perjanjian pengelolaan sumberdaya air dengan negara yang
bersangkutan.
Dalam hal substansi perjanjian pengelolaan sumberdaya air tidak sesuai
dengan pola pengelolaan sumberdaya air WS lintas negara, pola
pengelolaan sumberdaya air harus disesuaikan dengan perjanjian
pengelolaan sumberdaya air yang telah disepakati.
Dalam hal belum ada perjanjian pengelolaan sumberdaya air dengan negara
yang bersangkutan, pengelolaan sumberdaya air pada WS yang berada
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia didasarkan pada pola
pengelolaan sumberdaya air lintas negara yang telah ditetapkan oleh
Menteri.
c. Rancangan Pola Pengelolaan Sumberdaya Air WS Strategis Nasional
Rancangan pola pengelolaan sumberdaya air pada WS strategis nasional
dirumuskan oleh wadah koordinasi pengelolaan sumberdaya air pada WS
strategis nasional, yang dibantu oleh UPT yang membidangi sumberdaya air
WS strategis nasional, dan dilakukan melalui konsultasi publik dengan
instansi teknis dan unsur masyarakat terkait.
Selanjutnya, rancangan pola pengelolaan sumberdaya air yang telah
dirumuskan tersebut disampaikan oleh UPT yang bersangkutan kepada
Menteri untuk ditetapkan menjadi pola pengelolaan sumberdaya air WS
strategis nasional.
Dalam hal wadah koordinasi pengelolaan sumberdaya air pada WS strategis
nasional tidak atau belum terbentuk, setelah melalui konsultasi publik
dengan instansi teknis dan unsur masyarakat terkait, rancangan pola
pengelolaan sumberdaya air dibahas oleh Menteri bersama :
1. Bupati/ walikota untuk WS dalam satu kabupaten/kota; atau
2. Gubernur dengan melibatkan bupati/walikota yang bersangkutan untuk
WS lintas kabupaten/kota.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 160
Selanjutnya, rancangan pola pengelolaan sumberdaya air tersebut
disampaikan kepada Menteri untuk ditetapkan menjadi pola pengelolaan
sumberdaya air WS strategis nasional.
Pola pengelolaan sumberdaya air yang sudah ditetapkan dapat ditinjau dan
dievaluasi paling singkat setiap 5 tahun sekali. Hasil peninjauan dan evaluasi
tersebut menjadi dasar pertimbangan bagi penyempurnaan pola
pengelolaan sumber daya air.
B.4. Substansi Rencana Pengelolaan Sumberdaya Air
Rencana pengelolaan sumberdaya air merupakan rencana induk yang menjadi
dasar bagi penyusunan program dan pelaksanaan kegiatan konservasi
sumberdaya air, pendayagunaan sumberdaya air, dan pengendalian daya rusak
air oleh setiap sektor dan wilayah administrasi yang bersangkutan.
Rencana induk tersebut memuat pokok-pokok program :
1. Konservasi sumberdaya air,
2. Pendayagunaan sumberdaya air, dan
3. Pengendalian daya rusak air
Keseluruhan program tersebut meliputi upaya fisik dan nonfisik, termasuk
prakiraan kelayakan serta desain dasar upaya fisik. Rencana pengelolaan
sumberdaya air merupakan salah satu unsur dalam penyusunan, peninjauan
kembali, dan/atau penyempurnaan rencana tata ruang wilayah.
Pelaksanaan kegiatan konservasi sumberdaya air, pendayagunaan sumberdaya
air, dan pengendalian daya rusak air, dilakukan melalui :
8 A2 - 8 Mesuji - Tulang Bawang Lampung – Sumsel Mesuji, Tlg Bawang, Tjg Pasir, Randam Bsr, Sibur Besar, Tawar, Bati Dalam Kecil, Randam Besar, Menham Kecil
Kawasan Bojonegara-Merak-Cilegon (II/A/2)-(II/F/2); Kaw Bopunjur (II/A/2)-(II/F/2); Purwakarta, Subang, Karawang / Purwasuka (I/A/1)-(II/F/2); Cekungan Bandung (II/A/2); Kaw perkotaan Jakarta (II/F/2)
Kawasan Jabodetabek (I/C/3); Cilegon (I/C/1); Serang (I/C/1); Bandung Raya (I/C/3)
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 193
No Provinsi Nama WS Kategori
WS Konservasi
SDA *
Pendayagunaan SDA
Pendendalian Daya
Rusak Air Irigasi
Air Baku
Kota PKN Kota PKW Kota PKSN
Kawasan Andalan (Industri)
Kawasan Andalan
(Pariwisata, Perdagangan
, Jasa)
Kawasn Strategis
Jratun-Seluna
SN
Kaw lindung Taman Nasional Gn Merbabu (I/A/4)
Kaw Kedung Sepur (Kendal, Demak, Ungaran, Salatiga, Semarang, Purwodadi) (II/A/2)-(I/F/2); Kaw Juwana, Jepara, Kudus, Pati, Rembang, Blora/ Wanarakuti (II/A/2)-(I/F/2)
Kawasan Semarang -Kendal-Demak-Ungaran-Purwodadi / Kedungsepur (I/C/3)
Kudus (I/C/1); Salatiga (II/C/1)
Kawasan Kedung Sepur (I/D/1); Kaw Wanarakuti (I/D/1)
Kawasan Kedung Sepur (I/E/2)
Kawasan Kedung Sepur (I/A/1)
Wiso Gelis
Kaw Juwana, Jepara, Kudus, Pati, Rembang, Blora/ Wanarakuti (II/A/2)-(I/F/2)
Kawasan Probolinggo-Pasuruan-Lumajang (III/A/2)-(II/F/2); Situbondo-Bondowoso-Jember (II/A/2)
Jember (II/C/2)
Kawasan Probolinggo-Pasuruan-Lumajang (I/D/2); Situbondo-Bondowoso-Jember (II/D/1)
Kawasan Probolinggo-Pasuruan-Lumajang (IV/E/2); Situbondo-Bondowoso-Jember (III/E/2)
Pekalen-Sampean
Situbondo-Bondowoso-Jember (II/A/2)
Situbondo-Bondowoso-Jember (II/D/1)
Situbondo-Bondowoso-Jember (III/E/2)
Baru-Bajulmati
Banyuwangi dsk (III/A/2)-(II/F/2)
Banyuwangi (I/C/1)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 196
No Provinsi Nama WS Kategori
WS Konservasi
SDA *
Pendayagunaan SDA
Pendendalian Daya
Rusak Air Irigasi
Air Baku
Kota PKN Kota PKW Kota PKSN
Kawasan Andalan (Industri)
Kawasan Andalan
(Pariwisata, Perdagangan
, Jasa)
Kawasn Strategis
13. Bali Bali-Penida SN
Kaw lindung CA Batukahu I/II/III (I/B/3); TN Bali Barat (I/A/4); THR Ngurah Rai (I/B/5); TWA Sangeh (I/B/6); TWA Danau Buyan & Danau Tamblingan (I/B/6)
Singaraja (I/C/1), Semarapura (II/B), Negara (II/B)
Denpasar-Ubud-Kintamani (I/D/4)
Singaraja dsk (I/E/2), Denpasar- Ubud-Kintamani (I/E/2), Kadal Laut Bali dsk (I/E/2)
Kawasan perkotaan Sarbagita (I/A/1)
14. NTB Pulau Lombok
SN Kaw lindung TN Gn Rinjani (I/A/4)
Lombok dsk (II/A/2)
Mataram (I/C/1)
Praya (I/B) Lombok dsk (II/D/1)
Lombok dsk (I/E/2)
Sumbawa KSN kawTN Komodo (I/B/1)
Sumbawa dsk (III/A/2), (I/F/2)
Sumbawa Besar (II/C/1)
Sumbawa dsk (III/D/2)
Sumbawa dsk (II/E/2)
Bima-Dompu KSN kaw Gunung Rinjani (I/B/1)
Kawasan Bima (III/A/2), (I/F/2)
Raba (II/B) Kawasan Bima (III/D/2)
Kawasan Bima (II/E/2)
Kapet Bima (I/A/2)
Kaw lindung CA Gn Tambora Selatan (I/B/3); THR Nuraksa (I/A/5)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 197
No Provinsi Nama WS Kategori
WS Konservasi
SDA *
Pendayagunaan SDA
Pendendalian Daya
Rusak Air Irigasi
Air Baku
Kota PKN Kota PKW Kota PKSN
Kawasan Andalan (Industri)
Kawasan Andalan
(Pariwisata, Perdagangan
, Jasa)
Kawasn Strategis
Kaw lindung CAToffo Kota Lambu (II/A/3), CA Pulau Panjang (II/B/3), CA Jereweh (II/B/3); TWA Bangko bangko (II/B/6), TWA Tj Tanpa (II/B/6), TWA Danau Rawa Taliwang (II/B/6)
15. NTT Aesesa SN
Kaw lindungCA Tambora (I/A/3); TN Kelimutu (I/A/4); THR Prof Ir Herman Yohanes (I/A/5); TWA Ruteng (I/B/6)
Maumere-Ende (IV/A/2), (I/F/2)
Ende (I/C/1), Maumere (I/C/1)
Maumere-Ende (III/D/2)
Maumere-Ende (II/E/2), Kadal Laut Sawu dsk (II/E/2)
Flotim-Lembata-Alor
Kaw lindung TN Komodo (I/A/4)
Kawasan Komodo dsk (IV/A/2), (III/F/2)
Kalabahi (II/A/2)
Kawasan Komodo dsk (IV/D/2)
Kawasan Komodo dsk (I/E/2),
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 198
No Provinsi Nama WS Kategori
WS Konservasi
SDA *
Pendayagunaan SDA
Pendendalian Daya
Rusak Air Irigasi
Air Baku
Kota PKN Kota PKW Kota PKSN
Kawasan Andalan (Industri)
Kawasan Andalan
(Pariwisata, Perdagangan
, Jasa)
Kawasn Strategis
Kaw lindung CA Riung (II/B/3), CA Maubesi RTK 189 (II/B/3), CA Way Wuul/ Mburak (II/B/3), CA Watu Ata (II/B/3), CA Wolo Tadho (II/B/3), CA Gn Mutis (II/B/3); TN Laiwangi-Wanggameti (II/A/4); TN Manupeu-Tanah Daru (II/A/4), TWA Tuti Adagae (II/B/6), TWA Kemang Beleng (II/B/6), TWA Pulau Besar (II/B/6), TWA Pulau Menipo (II/B/6); TWA Egon Illimedo (II/B/6)
NTT-Timor Leste
Benanain LN Kupang dsk (IV/A/2)
Kefamenanu (II/B)
Atambua (I/A/1), Kefamenanu (I/A/2)
Kupang dsk (II/D/2)
Kupang dsk (I/E/2)
Noel-Mina LN Kupang dsk (IV/A/2)
Kupang (I/C/1) Soe (II/B) Kupang dsk (II/D/2)
Kupang dsk (I/E/2)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 199
Kaw lindung CA Gn Raya Pasi (I/B/3); TWA Gn Melintang (I/B/6)
Ketapang dsk (II/A/2), (II/F/2)
Ketapang (II/B) Ketapang dsk (III/D/2)
Ws Sambas Kaw lindung CA Niyut-Penrissen (I/B/3)
Singkawang dsk (III/A/2), (II/F/2)
Singkawang (I/C/1), Sambas (II/C/1)
Paloh-Aruk (I/A/2), Jagoibabang (I/A/2)
Singkawang dsk (II/D/2)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 200
No Provinsi Nama WS Kategori
WS Konservasi
SDA *
Pendayagunaan SDA
Pendendalian Daya
Rusak Air Irigasi
Air Baku
Kota PKN Kota PKW Kota PKSN
Kawasan Andalan (Industri)
Kawasan Andalan
(Pariwisata, Perdagangan
, Jasa)
Kawasn Strategis
Kaw lindung CA Mandor (II/B/3), CA Muara Kendawangan (II/B/3); TN Gn Palung (II/A/4); TWA Belimbing (II/B/6); TWA Asuansang (II/B/6), TWA Dungan (II/B/6); TWA Bukit Kelam Komplek (II/B/6)
Kalbar-Kalteng
Jelai-Kendawangan
LP
Kaw lindung TN Bukit Baka – Bukit Raya (I/A/4)
Sampit -Pangkalan Bun (III/A/2), (III/F/2)
Pangkalan Bun (I/C/1)
Sampit -Pangkalan Bun (II/D/2)
Sampit -Pangkalan Bun (II/E/2)
17. Kalteng Seruyan SN
KSNTN Tanjung Puting (I/B/1); Kaw lindung TN Tjg Puting (I/A/4)
Sampit -Pangkalan Bun (III/A/2), (III/F/2)
Sampit -Pangkalan Bun (II/D/2)
Sampit -Pangkalan Bun (II/E/2)
Kahayan SN
Kaw lindung CA Pararawen I/II (I/B/3); TN Sebangau (I/A/4)
Kuala Kapuas (III/A/2), (III/F/2)
Palangkaraya (I/C/1)
WS Katingan
Kuala Kapuas (III/A/2), (III/F/2)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 201
No Provinsi Nama WS Kategori
WS Konservasi
SDA *
Pendayagunaan SDA
Pendendalian Daya
Rusak Air Irigasi
Air Baku
Kota PKN Kota PKW Kota PKSN
Kawasan Andalan (Industri)
Kawasan Andalan
(Pariwisata, Perdagangan
, Jasa)
Kawasn Strategis
WS Mentaya
Sampit -Pangkalan Bun (III/A/2), (III/F/2),
Sampit (I/C/1) Sampit -Pangkalan Bun (II/D/2)
Sampit -Pangkalan Bun (II/E/2)
Kaw lindung CA Bukit Sapat Hawung (II/B/3), CA Bukit Tangkiling (II/B/3); TWA Tj Keluang (II/B/6)
Kalteng-Kalsel
Barito-Kapuas
LP
Pertanian : Buntok (III/A/2), Muara Teweh (III/A/2), Kuala Kapuas (III/A/2), (III/F/2), Banjarmasin Raya dsk (III/A/2), (I/F/2)
Banjarmasin (I/C/1)
Kuala Kapuas (II/C/1), Martapura (II/B), Amuntai (II/B), Marabahan (II/B), Buntok (II/C/1), Muarateweh (II/C/1)
Banjarmasin Raya dsk (I/D/2)
Banjarmasin Raya dsk (II/E/2), Buntok (III/E/2)
KSN KAPET Kahayan Kapuas dan Barito (I/A/2)
Cengal-Batulicin
Batulicin (III/A/2), (I/F/2)
Batulicin (II/D/2)
Batulicin (II/E/2) KSN KAPET Batulicin (I/A/2)
Pulau Laut
Kotabaru (I/C/1)
Kalsel
Kaw lindung CA Tlk Kelumpang, Selat Laut, Selat Sebuku (I/B/3)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 202
No Provinsi Nama WS Kategori
WS Konservasi
SDA *
Pendayagunaan SDA
Pendendalian Daya
Rusak Air Irigasi
Air Baku
Kota PKN Kota PKW Kota PKSN
Kawasan Andalan (Industri)
Kawasan Andalan
(Pariwisata, Perdagangan
, Jasa)
Kawasn Strategis
Kaw lindung CA Sungai Lulan dan Sungai Bulan (I/B/3)
Kaw lindung CA Teluk Pamukan (I/B/3)
Kaw lindung CA Teluk Pamukan (II/B/3); THR Sultan Adam (II/B/5); TWA Pleihari Tanah Laut (II/B/6)
Kaltim-Serawak
Sesayap LN
Tarakan, Tanjung Salas, Nunukan, Pulau Bunyu dan Malinau (Tatapanbuma) dsk (II/F/2)
Tarakan (I/C/1)
Malinau (II/C/1), Nunukan (I/B), Tanlumbis (II/B)
Nunukan (I/A/1), Long Midang (I/A/2), Simanggaris (I/A/2)
Tarakan, Tanjung Salas, Nunukan, Pulau Bunyu dan Malinau (Tatapanbuma) dsk (I/D/2)
Tatapanbuma (III/E/2); Kadal Laut Bontang-Tarakan dsk (III/E/2)
Kayan
Kaw lindung TN Kayan Mentarang (I/A/4)
Tanjung Selor (II/C/1)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 203
No Provinsi Nama WS Kategori
WS Konservasi
SDA *
Pendayagunaan SDA
Pendendalian Daya
Rusak Air Irigasi
Air Baku
Kota PKN Kota PKW Kota PKSN
Kawasan Andalan (Industri)
Kawasan Andalan
(Pariwisata, Perdagangan
, Jasa)
Kawasn Strategis
18. Kaltim Mahakam SN
Kaw lindung Cagar alam Teluk Apar (I/B/3), CA Teluk Adang (I/B/3); TN Kutai (I/A/4); THR Bukit Suharto (I/B/6)
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 208
No Provinsi Nama WS Kategori
WS Konservasi
SDA *
Pendayagunaan SDA
Pendendalian Daya
Rusak Air Irigasi
Air Baku
Kota PKN Kota PKW Kota PKSN
Kawasan Andalan (Industri)
Kawasan Andalan
(Pariwisata, Perdagangan
, Jasa)
Kawasn Strategis
Kaw lindung CA Faruhumpenai (II/B/3), CA Kalaena (II/B/3); TN Bantimurung-Bulusaraung (II/A/4); TWA Danau Matano (II/B/6); TWA Danau Mahalona (II/B/6); TWA Lejja (II/B/6)
Sulsel-Sulteng-Sultra
Lasolo-Sampara
LP Lasolo (II/C/1); Unaaha (II/C/1)
24. Maluku Pulau Buru SN CA Masbait; CA Masarete (II/B/3)
Kawasan Buru (III/A/2)-(III/F/2)
Namlea (II/C/1) Kawasan Buru (II/E/2)
Kepulauan Ambon-Seram
SN
Kaw lindung CA Gn Sahuwai (II/B/3); CATjg Sial (II/B/3); TN Manusela (I/A/4)
Kawasan Seram (I/F/2)-(III/A/2)
Ambon (I/C/1)
Masohi (II/C/1); Werinama (II/C/2); Kairatu (II/C/1); Wahai (II/B); Bula (II/B)
Kawasan Seram (I/E/2)
KSN KAPET Seram (I/A/2)
Kepulauan Kei-Aru
SN
Kaw lindung CA Daab (II/B/3); CA Bekau Huhun (II/B/3)
Kawasan Kei-Aru-Pulau Wetar-Pulau Tanimbar (III/A/2)-(I/F/2)
Tual (II/C/1) Dobo (II/A/2)
Kawasan Kei-Aru-Pulau Wetar-Pulau Tanimbar (II/D/2)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 209
No Provinsi Nama WS Kategori
WS Konservasi
SDA *
Pendayagunaan SDA
Pendendalian Daya
Rusak Air Irigasi
Air Baku
Kota PKN Kota PKW Kota PKSN
Kawasan Andalan (Industri)
Kawasan Andalan
(Pariwisata, Perdagangan
, Jasa)
Kawasn Strategis
Kepulauan Yamdena-Wetar
SN
Kaw lindung CA Pulau Nustaram (II/B/3); CA Pulau Nuswotar (II/B/3); CA Pulau Larat (I/B/3); CA Tafermaar (II/B/3)
Kawasan Kei-Aru-Pulau Wetar-Pulau Tanimbar (III/A/2)-(I/F/2)
Saumlaki (I/A/2); Ilwaki (I/A/1)
Kawasan Kei-Aru-Pulau Wetar-Pulau Tanimbar (II/D/2)
25. Maluku Utara
Halmahera Utara
Kaw lindung TN Aketajawe – Lolobata (I/A/4); CA Tobalai (II/B/3); CA Gn Sibela (II/B/3), CA Lifamatela (II/B/3)
Ternate (I/C/1) Tidore (I/C/1); Tobelo (II/C/2)
Daruba (I/A/2)
Kawasan Ternate, Tidore, Sidangoli, Sofifi, Weda, dsk (II/D/2)
Kawasan Ternate, Tidore, Sidangoli, Sofifi, Weda, dsk (II/E/2)
Halmahera Selatan
Kaw lindung CA Taliabu (II/B/3)
Bacan-Halmahera Selatan (III/A/2)
Labuha (II/C/1)
Kepulauan Sula-Obi
Kaw lindung CA Pulau Obi (I/B/3)
Kepulauan Sula (II/F/2)
Sanana (II/C/2) Kepulauan Sula (III/D/2)
26. Papua Omba SN
Papua-Papua New Guinea
Memberamo-Tami-Apauvar
LN
CA Cycloops (II/B/3); TWA Teluk Youtefa (II/B/6)
Memberamo-Lereh (Jayapura) dsk (I/A/2)-(III/F/2):
Jayapura (I/C/1) Sarmi (II/C/2); Arso (I/C/1)
Jayapura (I/A/1)
Memberamo-Lereh (Jayapura) dsk (II/D/2)
Kadal laut Jayapura-Sarmi (II/E/2)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 210
Kaw Timika dsk (III/E/2); Kaw teluk Cendrawasih-Biak (II/E/2)
KSN Kawasan Timika (I/D/2)
27. Papua Barat
Osaka Kaw lindung CA Pegunungan Fak-Fak (I/B/3)
Kaw. Fak-Fak (Bomberai) (III/A/2)-(I/F/2)
Fak-fak (I/C/1) Kawasan Fak-Fak (Bomberai) (II/D/2)
? Kaw lindung CA Biak Utara (I/A/3)
Kawasan Biak (II/F/2)
Biak (I/C/1) Biak (III/D/2) Biak (I/E/2)
Kamundan - Sebyar
Kaw lindung CA Teluk Bintuni (I/B/3); CA Pegunungan Arfak (II/B/3); CA Tamrau Utara dan CA Tamrau Selatan (II/B/3); TWA Beriat (III/B/6); TWA Klamono (III/B/6)
Kaw Bintuni (III/A/2)-(II/F/2)
Sorong (I/C/1)
Ayamaru (II/C/1); Manokwari (I/C/1)
Kawasan Sorong dsk (II/D/2)
Kawasan Raja Ampat (II/E/2)
KSN KAPET Biak (I/A/2)
Kaw lindung CA Pulau Waigeo Barat (I/B/3),
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 211
No Provinsi Nama WS Kategori
WS Konservasi
SDA *
Pendayagunaan SDA
Pendendalian Daya
Rusak Air Irigasi
Air Baku
Kota PKN Kota PKW Kota PKSN
Kawasan Andalan (Industri)
Kawasan Andalan
(Pariwisata, Perdagangan
, Jasa)
Kawasn Strategis
Kaw lindung CA Pegunungan Yapen Tengah (II/B/3); CA Peg. Kumawa (II/B/3); CA Tjg Wiay (II/B/3); CA Wagura Kote (II/B/3); CA Peg. Wayland (II/B/3)
Kaw lindung TWA Beriat (III/B/6); TWA Klamono (III/B/6)
Keterangan : I-IV Tahapan Pengembangan (5 tahun ke I, 5 tahun ke II, 5 tahun ke III, 5 tahun ke IV)
1. Untuk Konservasi * : Lokasi tidak menunjukkan pada WS yang bersangkutan, melainkan pada provinsi yang bersangkutan A/3 Rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan cagar alam (CA) A/4 Rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan taman nasional (TN) A/5 Rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan taman hutan raya (THR) A/6 Rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan taman wisata alam (TWA) B/3 Pengembangan pengelolaan kawasan cagar alam (CA) B/4 Pengembangan pengelolaan kawasan taman nasional (TN) B/5 Pengembangan pengelolaan kawasan taman hutan raya (THR) B/6 Pengembangan pengelolaan kawasan taman wisata alam (TWA) D Pengembangan pengelolaan kawasan hutan lindung nasional
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 212
2. Untuk Irigasi :
A/1 Pengendalian kawasan andalan untuk pangan abadi A/2 Pengembangan kawasan andalan untuk pertanian F/1 Rehabilitasi kawasan andalan untuk perikanan F/2 Pengembangan kawasan andalan untuk perikanan
3. Untuk Air Baku Kawasan Perkotaan :
A Percepatan pengembangan kota-kota utama kawasan perbatasan A/1 Pengembangan/ peningkatan fungsi A/2 Pengembangan baru A/3 Revitalisasi kota-kota yang telah berfungsi B Mendorong pengembangan kota-kota sentra produksi C Revitalisasi dan percepatan pengembangan kota-kota pusat pertumbuhan nasional C1 Pengembangan/ peningkatan fungsi C/2 Pengembangan baru C/3 Revitalisasi kota-kota yang telah berfungsi D Pengendalian kota-kota berbasis mitigasi bencana D/1 Rehabilitasi kota akibat bencana alam D/2 Pengendalian perkembangan kota-kota berbasis mitigasi bencana
4. Untuk Air Baku Sektor Unggulan di Kawasan Andalan :
D/1 Rehabilitasi kawasan andalan untuk industri pengolahan D/2 Pengembangan kawasan andalan untuk industri pengolahan E/1 Rehabilitasi kawasan andalan untuk pariwisata E/2 Pengembangan kawasan andalan untuk pariwisata
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 213
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 214
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 215
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 216
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 217
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 218
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 219
2.3.4. Arahan/ Kebijakan Terkait Infrastruktur Sumberdaya Air Dari PP NO 38 Tahun 2007
Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Dalam PP 38/2007 ini diatur pembagian urusan atau kewenangan pemerintahan, dari mulai pemerintah pusat, pemerintah provinsi, hingga pemerintah kabupaten/ kota. Khusus untuk pembagian urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum, khususnya untuk sub bidang sumberdaya air, tabel berikut di bawah ini memperlihatkan pembagian urusan tersebut
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 220
Tabel 2. 18
Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pekerjaan Umum Sub Bidang Sumber Daya Air
Sub Bidang
Sub - Sub Bidang
Pemerintah Pemerintahan Daerah Provinsi Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota
Sumber Daya Air
1. Pengaturan 3. Penetapan kebijakan nasional sumber daya air.
3. Penetapan kebijakan pengelolaan sumber daya air provinsi.
3. Penetapan kebijakan pengelolaan sumber daya air kabupaten/kota
4. Penetapan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional.
4. Penetapan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota.
4. Penetapan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.
5. Penetapan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional.
5. Penetapan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai kabupaten/kota.
5. Penetapan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.
6. Penetapan dan pengelolaan kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional.
6. Penetapan dan pengelolaan kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota.
6. Penetapan dan pengelolaan kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.
7. Pembentukan Dewan Sumber Daya Air Nasional, wadah koordinasi sumber daya air wilayah sungai lintas provinsi, dan wadah koordinasi sumber daya air wilayah sungai strategis nasional.
7. Pembentukan wadah koordinasi sumber daya air di tingkat provinsi dan/atau pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota.
7. Pembentukan wadah koordinasi sumber daya air di tingkat kabupaten/kota dan/atau pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.
8. Penetapan norma, standar, prosedur,
dan kriteria (NSPK) pengelolaan sumber daya air.
8. — 8. —
9. Penetapan wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota, wilayah sungai lintas kabupaten/kota, wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional
9. — 9. —
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 221
Sub Bidang
Sub - Sub Bidang
Pemerintah Pemerintahan Daerah Provinsi Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota
10. Penetapan status daerah irigasi yang sudah dibangun yang menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.
10. — 10. —
11. Pengesahan pembentukan komisi irigasi antar provinsi
11. Pembentukan komisi irigasi provinsi dan pengesahan pembentukan komisi irigasi antar kabupaten/kota.
11. Pembentukan komisi irigasi kabupaten/kota
1. Pembinaan 1. Penetapan dan pemberian izin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional.
3. Penetapan dan pemberian izin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota.
3. Penetapan dan pemberian izin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.
2. Penetapan dan pemberian rekomendasi teknis atas penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah pada cekungan air tanah lintas provinsi dan cekungan air tanah lintas negara.
4. Penetapan dan pemberian rekomendasi teknis atas penyediaan, pengambilan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan air tanah pada cekungan air tanah lintas kabupaten/kota.
4. Penetapan dan pemberian izin penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah.
3. Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional.
5. Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota.
5. Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.
4. Pemberian bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada provinsi dan kabupaten/kota.
6. Pemberian bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada kabupaten/kota.
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 222
Sub Bidang
Sub - Sub Bidang
Pemerintah Pemerintahan Daerah Provinsi Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota
provinsi dalam pengelolaan sumber daya air.
antar kabupaten/kota dalam pengelolaan sumber daya air.
6. Pemberian izin pembangunan, pemanfaatan, pengubahan, dan/atau pembongkaran bangunan dan/atau saluran irigasi pada jaringan irigasi primer dan sekunder dalam daerah irigasi lintas provinsi, daerah irigasi lintas negara, dan daerah irigasi strategis nasional.
8. Pemberian izin pembangunan, pemanfaatan, pengubahan, dan/atau pembongkaran bangunan dan/atau saluran irigasi pada jaringan irigasi primer dan sekunder dalam daerah irigasi lintas kabupaten/kota.
8. Pemberian izin pembangunan, pemanfaatan, pengubahan, dan/atau pembongkaran bangunan dan/atau saluran irigasi pada jaringan irigasi primer dan sekunder dalam daerah irigasi yang berada dalam satu kabupaten/kota.
7. Pemberdayaan para pemilik kepentingan dalam pengelolaan sumber daya air tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
9. Pemberdayaan para pemilik kepentingan dalam pengelolaan sumber daya air tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
9. Pemberdayaan para pemilik kepentingan dalam pengelolaan sumber daya air tingkat kabupaten/kota.
8. Pemberdayaan kelembagaan sumber daya air tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
10. Pemberdayaan kelembagaan sumber daya air tingkat provinsi dan kabupaten/ kota.
10. Pemberdayaan kelembagaan sumber daya air tingkat kabupaten/kota.
3. Pembangunan/ Pengelolaan
4. Konservasi sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional.
3. Konservasi sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota.
3. Konservasi sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.
5. Pendayagunaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi,wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional.
4. Pendayagunaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota.
4. Pendayagunaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.
6. Pengendalian daya rusak air yang berdampak skala nasional.
5. Pengendalian daya rusak air yang berdampak skala provinsi.
5. Pengendalian daya rusak air yang berdampak skala kabupaten/kota.
7. Penyelenggaraan sistem informasi
sumber daya air tingkat nasional. 6. Penyelenggaraan sistem informasi
sumber daya air tingkat provinsi. 6. Penyelenggaraan sistem informasi
sumber daya air tingkat kabupaten/kota.
8. Pembangunan dan peningkatan sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah
7. Pembangunan dan peningkatan sistem irigasi primer dan sekunder
7. Pembangunan dan peningkatan sistem irigasi primer dan sekunder
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 223
Sub Bidang
Sub - Sub Bidang
Pemerintah Pemerintahan Daerah Provinsi Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota
irigasi lintas provinsi, daerah irigasi lintas negara, dan daerah irigasi strategis nasional.
pada daerah irigasi lintas kabupaten/kota.
pada daerah irigasi dalam satu kabupaten/kota.
9. Operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi yang luasnya lebih dari 3.000 ha atau pada daerah irigasi lintas provinsi, daerah irigasi lintas negara, dan daerah irigasi strategis nasional.
8. Operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi yang luasnya 1.000 ha sampai dengan 3.000 ha atau pada daerah irigasi yang bersifat lintas kabupaten/kota.
8. Operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi dalam satu kabupaten/kota yang luasnya kurang dari 1.000 ha.
10. Operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi pada sungai, danau, waduk dan pantai pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara dan wilayah sungai strategis nasional.
9. Operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi pada sungai, danau, waduk dan pantai pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota.
9. Operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi pada sungai, danau, waduk dan pantai pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.
4. Pengawasan & Pengen-dalian
1. Pengawasan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional.
1. Pengawasan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota.
1. Pengawasan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam kabupaten/kota.
Sumber : PP No 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, Lampiran 3.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 224
2.3.5. Review Kebijakan Pembangunan Nasional (RPJM)
Pembangunan infrastruktur merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.
Infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Dalam kaitannya dengan
infrastruktur sumberdaya air, dalam RPJM disebutkan bahwa pengelolaan sumber daya air
yang berkelanjutan menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Infrastruktur memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan suatu wilayah
apabila infrastruktur tersebut di bangun dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang
ada. Infrastruktur yang berkaitan dengan sumberdaya air seperti bendungan dan irigasi
memiliki peranan penting terutama dalam hal prasyarat kesusksesan pembangunan
pertanian dan sektor-sektor lainnya. Dalam konteks ini, ke depan pendekatan
pembangunan infrastruktur berbasis wilayah semakin penting untuk diperhatikan
Air merupakan kebutuhan pokok manusia untuk melangsungkan kehidupan dan
meningkatkan kesejahteraannya. Pembangunan di bidang sumberdaya air pada dasarnya
adalah upaya untuk memberikan akses secara adil kepada seluruh masyarakat untuk
mendapatkan air agar mampu berperikehidupan yang sehat, bersih, dan produktif. Selain
itu, pembangunan di bidang sumber daya air juga ditujukan untuk mengendalikan daya
rusak air agar tercipta kehidupan masyarakat yang aman.
A. Sasaran Pembangunan Sumberdaya Air
Sasaran umum pembangunan sumber daya air adalah:
1. Tercapainya pola pengelolaan sumberdaya air yang terpadu dan
berkelanjutan;
2. Terkendalinya potensi konflik air;
3. Terkendalinya pemanfaatan air tanah;
4. Meningkatnya kemampuan pemenuhan kebutuhan air bagi rumah tangga,
permukiman, pertanian, dan industri dengan prioritas utama untuk
kebutuhan pokok masyarakat dan pertanian rakyat;
5. Berkurangnya dampak bencana banjir dan kekeringan;
6. Terkendalinya pencemaran air;
7. Terlindunginya daerah pantai dari abrasi air laut terutama pada pulau-pulau
kecil, daerah perbatasan, dan wilayah strategis;
8. Meningkatnya partisipasi aktif masyarakat;
9. Meningkatnya kualitas koordinasi dan kerjasama antar instansi;
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 225
10. Terciptanya pola pembiayaan yang berkelanjutan;
11. Tersedianya data dan sistem informasi yang aktual, akurat dan mudah
diakses;
12. Pulihnya kondisi sumber-sumber air dan prasarana sumberdaya air,
ketersediaan air baku bagi masyarakat, pengendalian banjir terutama pada
daerah perkotaan, serta pulihnya kondisi pantai di Nanggroe Aceh
Darussalam dan sebagian wilayah Sumatera Utara akibat bencana alam.
B. Arah Kebijakan Pembangunan Sumberdaya Air
Pengelolaan sumber daya air dilaksanakan dengan memperhatikan keserasian
antara konservasi dan pendayagunaan, antara hulu dan hilir, antara pemanfaatan
air permukaan dan air tanah, antara pengelolaan demand dan pengelolaan supply,
serta antara pemenuhan kepentingan jangka pendek dan kepentingan jangka
panjang.
Pada masa lalu fokus pembangunan lebih ditujukan pada pendayagunaan. Ke
depan upaya konservasi akan lebih diutamakan sehingga akan terjadi
keseimbangan antara upaya untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek dan upaya
untuk memenuhi kebutuhan jangka panjang. Selain itu, pola hubungan hulu-hilir
akan terus dikembangkan agar tercapai pola pengelolaan yang lebih berkeadilan.
Pengembangan dan penerapan sistem conjuctive use antara pemanfaatan air
permukaan dan air tanah akan digalakkan terutama untuk menciptakan sinergi dan
menjaga keberlanjutan ketersediaan air tanah. Untuk itu, pemanfaatan air tanah
akan dibatasi, terutama untuk pemenuhan kebutuhan air baku rumah tangga dan
usaha pertanian yang secara finansial mempunyai prospek menguntungkan. Upaya
yang terlalu menitikbertakan pada sisi penyediaan (supply) terbukti kurang efisien
dan efektif dalam rangka memecahkan masalah pengelolaan sumber daya air.
Untuk itu, upaya tersebut perlu disertai dengan upaya melakukan rasionalisasi
permintaan dan penggunaan air melalui demand management.
Pendekatan vegetatif dalam rangka konservasi sumber-sumber air adalah hal yang
sangat perlu dilakukan karena penting dan tak-tergantikannya fungsi vegetatif
dalam konteks lingkungan. Namun disadari bahwa hasil dari upaya vegetatif
tersebut bersifat jangka panjang. Untuk itu, dalam 5 (lima) tahun kedepan upaya
vegetatif perlu diimbangi upaya-upaya lain, antara lain rekayasa keteknikan, yang
lebih bersifat quick yielding. Pembangunan tampungan air berskala kecil akan lebih
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 226
dikedepankan, sedangkan pembangunan tampungan air dalam sekala besar perlu
pertimbangan dengan lebih hati-hati karena menghadapi masalah yang lebih
kompleks, terutama terkait dengan isu sosial dan lingkungan. Pola pembangunan
berskala kecil ini akan mengurangi derajat konsentrasi biaya dan resiko pada suatu
areal dan penduduk tertentu.
Upaya konservasi sumber-sumber air dilakukan tidak hanya untuk melestarikan
kuantitas air, tapi juga diarahkan untuk memelihara kualitas air. Selain itu, upaya
konservasi air tanah terus akan ditingkatkan dengan pengisian kembali
(recharging), pembuatan sumur resapan, atau dengan aplikasi teknologi lain yang
tersedia dan layak. Untuk melindungi sumber daya air dan bencana banjir, maka
perlu dilakukan pelestarian situ-situ dan pengamanan daerah aliran sungai.
Pendayagunaan sumber daya air untuk pemenuhan kebutuhan air irigasi pada lima
tahun ke depan difokuskan pada upaya peningkatan fungsi jaringan irigasi yang
sudah dibangun tapi belum berfungsi, rehabilitasi pada areal irigasi berfungsi yang
mengalami kerusakan, dan peningkatan kinerja operasi dan pemeliharaan. Upaya
peningkatan fungsi jaringan akan dilakukan hanya pada areal yang ketersediaan
airnya terjamin dan petani penggarapnya sudah siap, dengan prioritas areal irigasi
di luar pulau Jawa. Upaya rehabilitasi akan diprioritaskan pada areal irigasi di
daerah lumbung padi. Mengingat luasnya jaringan irigasi yang belum berfungsi,
maka pada lima tahun ke depan tidak perlu lagi dilakukan upaya pengembangan
jaringan sawah beririgasi baru, kecuali menyelesaikan proyek-proyek yang sudah
dimulai dan tengah dikerjakan. Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi
diselenggarakan dengan berbasis partisipasi masyarakat dalam seluruh proses
kegiatan. Untuk mengendalikan kecenderungan meningkatnya alih fungsi lahan,
akan dikembangkan berbagai skema insentif kepada petani agar bersedia
mempertahankan lahan sawahnya.
Pendayagunaan sumber daya air untuk pemenuhan kebutuhan air baku
diprioritaskan pada pemenuhan kebutuhan pokok rumah tangga terutama di
wilayah rawan defisit air, wilayah tertinggal, dan wilayah strategis. Pemanfaatan
air tanah untuk pemenuhan kebutuhan air baku akan dikendalikan dan sejalan
dengan itu akan dilakukan upaya peningkatan penyediaan air baku dari air
permukaan.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 227
Pengendalian daya rusak air terutama dalam hal penanggulangan banjir
mengutamakan pendekatan non-konstruksi melalui konservasi sumberdaya air dan
pengelolaan daerah aliran sungai dengan memperhatikan keterpaduan dengan
tata ruang wilayah. Peningkatan partisipasi masyarakat dan kemitraan di antara
pemangku kepentingan terus diupayakan tidak hanya pada saat kejadian banjir,
tetapi juga pada tahap pencegahan serta pemulihan pasca bencana.
Penanggulangan banjir diutamakan pada wilayah berpenduduk padat dan wilayah
strategis. Pengamanan pantai-pantai dari abrasi terutama dilakukan pada daerah
perbatasan, pulau-pulau kecil serta pusat kegiatan ekonomi.
Pengembangan dan pengelolaan sumber daya air memerlukan penataan
kelembagaan melalui pengaturan kembali kewenangan dan tanggung jawab
masing-masing pemangku kepentingan. Lembaga dewan sumber daya air dan
komisi irigasi akan dibentuk dan diperkuat, yang ditujukan selain sebagai
instrumen kelembagaan untuk mengendalikan berbagai potensi konflik air, juga
untuk memantapkan mekanisme koordinasi, baik antar institusi pemerintah
maupun antara institusi pemerintah dengan institusi masyarakat. Walaupun
domain kewenangan pemerintah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota telah
ditetapkan, upaya kerjasama kemitraan antar ketiga tingkatan pemerintah
tersebut akan terus didorong agar keterpaduan pengelolaan sumber daya air
dalam satu wilayah sungai dapat dijamin. Dalam upaya memperkokoh civil society,
keterlibatan masyarakat, BUMN/D dan swasta perlu terus didorong. Terkait
dengan hal tersebut dalam lima tahun ke depan, akan diselesaikan penyusunan
peraturan perundangan sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 7 Tahun
2004 tentang Sumberdaya Air.
Peran modal sosial dalam pengelolaan sumber daya air sangat penting, terutama
dalam hal mendorong rasa memiliki masyarakat pengguna air, yang merupakan
faktor penting untuk menjamin keberlanjutan fungsi infrastruktur. Pengembangan
modal sosial akan dilakukan dengan pendekatan budaya, terutama untuk menggali
dan merevitalisasi kearifan lokal (local wisdom) yang secara tradisi bayak tersebar
di masyarakat Indonesia.
Kebijakan pengembangan dan pengelolaan sumber daya air perlu didukung dengan
ketersediaan data yang tepat, akurat dan dapat diakses dengan mudah oleh pihak-
pihak yang memerlukan. Untuk itu, penataan dan penguatan sistem pengolahan
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 228
data dan informasi sumber daya air dilakukan secara terencana dan dikelola secara
berkesinambungan sehingga tercipta basis data yang dapat dijadikan dasar acuan
perencanaan pengembangan dan pengelolaan sumber daya air. Potensi
pemerintah daerah, pengelola, dan pemakai sumber daya air perlu dimanfaatkan
seoptimal mungkin.
C. Program-program Pembangunan Sumberdaya Air
Untuk mencapai sasaran umum dan melaksanakan kebijakan di atas dilakukan
kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam 5 program utama, yaitu:
1. Program pengembangan, pengelolaan, dan konservasi sungai, danau, dan
sumber air lainnya
Program ini ditujukan untuk meningkatkan keberlanjutan fungsi dan
pemanfaatan sumber daya air, mewujudkan keterpaduan pengelolaan, serta
menjamin kemampuan keterbaharuan dan keberlanjutannya sehingga dapat
dicapai pola pengelolaan sumber daya air yang terpadu dan berkelanjutan;
dan eksploitasi air tanah yang terkendali.
Adapun kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan meliputi :
1) Penatagunaan sumber daya air;
2) Menyelenggarakan konservasi air tanah pada wilayah kritis air, antara
lain di Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, dan NTT
3) Operasi dan pemeliharaan waduk, danau, situ, embung, serta bangunan
penampung air lainnya;
4) Rehabilitasi 100 situ di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan
Bekasi serta beberapa situ/danau di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur,
dan daerah lainnya;
5) Pembangunan beberapa waduk antara lain di Banten, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
dan Sulawesi Selatan;
6) Pembangunan sekitar 500 buah embung dan bangunan penampung air
lainnya dalam skala kecil terutama di Jawa, Nusa Tenggara Timur, dan
wilayah rawan kekeringan lainnya;
7) Peningkatan pemanfaatan potensi kawasan dan potensi air waduk,
danau, situ, embung, dan bangunan penampung air lainnya, termasuk
untuk pengembangan wisata tirta;
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 229
8) Melaksanakan pembiayaan kompetitif (competitive fund) untuk
konservasi air oleh kelompok masyarakat maupun pemerintah daerah;
9) Menggali dan mengembangkan budaya masyarakat dalam konservasi
air;
10) Perkuatan balai pengelolaan sumber daya air yang tersebar di berbagai
provinsi, antara lain Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Daerah Istimewa
Yogyakarta, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa
Tenggara Timur;
11) Pengembangan teknologi tepat guna;
12) Penyusunan Norma, Standar, Pedoman, dan Manual (NSPM);
13) Pembangunan bangunan penampung air sederhana dan rehabilitasi
waduk dan bangunan penampung air lainnya pada wilayah bencana di
Nanggroe Aceh Darussalam dan sebagian Sumatera Utara.
2. Program pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa, dan
jaringan pengairan lainnya
Program ini ditujukan untuk mewujudkan pengelolaan jaringan irigasi, rawa,
serta jaringan pengairan lainnya dalam rangka mendukung program
ketahanan pangan nasional sehingga kemampuan pemenuhan kebutuhan air
untuk pertanian dapat meningkat, dan pemanfaatan air tanah untuk irigasi
dapat terkendali.
Adapun kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan adalah:
1) Pemberdayaan petani pemakai air terutama dalam pengelolaan
jaringan irigasi;
2) Peningkatan jaringan irigasi yang belum berfungsi sekitar 700 ribu
hektar dengan prioritas di luar pulau Jawa ;
3) Rehabilitasi jaringan irigasi sekitar 2,6 juta hektar terutama pada daerah
penghasil pangan nasional dan jaringan rawa sekitar 0,8 juta hektar di
luar Jawa;
4) Pengelolaan jaringan irigasi sekitar 5,1 juta hektar dan rawa serta
jaringan pengairan lainnya sekitar 0,8 juta hektar yang tersebar di
seluruh provinsi;
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 230
5) Optimalisasi pemanfaatan lahan irigasi dan rawa yang telah
dikembangkan;
3. Program penyediaan dan pengelolaan air baku
Program ini ditujukan untuk meningkatkan penyediaan air baku untuk
memenuhi kebutuhan domestik, perkotaan, dan industri dalam rangka
memenuhi kebutuhan mayarakat dan mendukung kegiatan perekonomian
sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemenuhan air baku untuk
rumah tangga, permukiman, dan industri dengan prioritas untuk kebutuhan
pokok mayarakat dan pemanfaatan air tanah untuk rumah tangga,
permukiman, dan industri dapat terkendali.
Adapun kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan adalah:
1) Operasi dan pemeliharaan serta rehabilitasi saluran pembawa dan
prasarana air baku lainnya;
2) Pembangunan prasarana pengambilan dan saluran pembawa air baku
terutama pada kawasan-kawasan dengan tingkat kebutuhan air baku
tinggi di wilayah strategis dan daerah tertinggal antara lain di Lampung,
Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan,
dan Bangka Belitung;
3) Pembangunan sumur-sumur air tanah dengan memperhatikan prinsip-
prinsip conjuctive use pada daerah-daerah rawan air, pulau-pulau kecil,
dan daerah tertinggal;
4) Sinkronisasi kegiatan antara penyediaan air baku dengan kegiatan
pengolahan dan distribusi
4. Program pengendalian banjir dan pengamanan pantai
Program ini ditujukan untuk mengurangi tingkat risiko dan periode genangan
banjir, serta menanggulangi akibat bencana banjir dan abrasi pantai yang
menimpa daerah produksi, permukiman, dan sarana publik lainnya sehingga
dampak bencana banjir dan kekeringan dapat dikurangi dan terlindunginya
daerah pantai dari abrasi air laut terutama pada pulau-pulau kecil, daerah
perbatasan, dan wilayah strategis.
Adapun kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan adalah:
1) Operasi dan pemeliharaan serta perbaikan alur sungai terutama di
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara,
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 231
Sumatera Barat, Riau, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan, dan
Nusa Tenggara Barat;
2) Rehabilitasi, operasi dan pemeliharaan prasarana pengendali banjir dan
pengamanan pantai, termasuk tanggul dan normalisasi sungai terutama
di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan;
3) Pembangunan prasarana pengendali banjir dan pengamanan pantai
terutama pada daerah-daerah rawan bencana banjir dan abrasi air laut
pada wilayah strategis, daerah tertinggal, serta pulau-pulau terluar di
daerah perbatasan antara lain di Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera
Barat, Sumatera Utara, Riau Kepulauan Bengkulu, Jawa, Bali,
Kalimantan Barat, dan Sulawesi Utara;
4) Mengendalikan aliran air permukaan (run off) di daerah tangkapan air
dan badan-badan sungai melalui pengaturan dan penegakkan hukum;
5) Menggali dan mengembangkan budaya masyarakat setempat dalam
mengendalikan banjir; serta
6) Melakukan pengamanan daerah pantai dengan memprioritaskan pada
pananaman tanaman bakau pada daerah pantai yang terkena bencana
alam di Nanggroe Aceh Darussalam dan sebagian wilayah Sumatera
Utara.
5. Program penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan
Program ini ditujukan untuk mewujudkan kelembagaan yang efektif sehingga
potensi konflik air dapat dikendalikan; partisipasi masyarakat, kualitas
koordinasi dan kerjasama antar instansi meningkat; pola pembiayaan yang
berkelanjutan dapat tercipta; tersedia data dan sistem informasi yang aktual,
akurat, dan berkelanjutan.
Adapun kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan adalah:
1) Penyusunan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Sumber Daya
Air, Peraturan Pemerintah tentang Sungai, Peraturan Pemerintah
tentang Pengusahaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai, Peraturan
Pemerintah tentang Irigasi, Peraturan Pemerintah tentang Pembiayaan
Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai, Peraturan Pemerintah
tentang Perum Jasa Tirta I, Peraturan Pemerintah tentang Perum Jasa
Tirta II;
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 2 - 232
2) Peraturan Presiden tentang Pembentukan Dewan Sumber Daya Air
Nasional;
3) Penataan dan perkuatan kelembagaan pengelola sumber daya air
tingkat pusat, daerah provinsi, maupun daerah kabupaten/kota;
4) Pembentukan wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air tingkat
nasional, tingkat provinsi, tingkat SWS, dan/atau tingkat
kabupaten/kota;
5) Membangun sistem informasi dan pengelolaan data yang dapat
memenuhi kebutuhan data dan informasi yang akurat, aktual, dan
mudah diakses;
6) Pembentukan jaringan dan kelembagaan pengelola data dan sistem
informasi serta penyiapan dan pengoperasian decision support system
(DSS);
7) Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengembangan, pengelolaan,
dan konservasi sungai, danau, dan sumberdaya air lainnya;
8) Peningkatan kemampuan dan pemberdayaan masyarakat dan
perkumpulan petani pemakai air dalam hal teknis, organisasi, dan
administrasi pengembangan dan pengelolaan irigasi dan sumberdaya
air lainnya;
9) Penegakan hukum dan peraturan terkait dengan pengelolaan
sumberdaya air
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 3 - 1
3.1. SISTEM EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR
Evaluasi program merupakan proses penilaian yang dilakukan untuk menjaga agar tidak terjadi
ketidakkonsistenan program yang dilakukan dengan arahan rencana agar mencapai suatu tujuan
dan sasaran. Dalam hal ini, evaluasi program pengembangan infrastruktur jalan dilakukan agar
terwujud suatu program infrastruktur jalan yang sinkron antara sektoral (dalam hal ini Bina
Marga) dengan tata ruang. Untuk level nasional, maka yang dijadikan basis penataan ruang adalah
RTRWN.
RTRWN merupakan arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang diterjemahkan dalam kebijakan dan strategi pengembangan struktur
ruang dan pola ruang wilayah nasional. Struktur ruang wilayah nasional mencakup sistem pusat
perkotaan nasional, sistem jaringan transportasi nasional (termasuk di dalamnya jaringan jalan
nasional), sistem jaringan energi nasional, sistem jaringan telekomunikasi nasional, dan sistem
jaringan sumber daya air. Adapun pola ruang wilayah nasional merupakan distribusi peruntukkan
ruang dalam ruang wilayah Indonesia yang mencakup kawasan lindung dan kawasan budidaya
yang memiliki nilai strategis nasional
Evaluasi program pengembangan infrastruktur ke-PU-an, dilakukan secara bertahap, dimulai
dengan evaluasi kesesuaian program hingga evaluasi kesesuaian lokasi. Setiap kegiatan yang telah
memiliki kesesuaian program, akan dievaluasi lagi kesesuaian lokasinya dan setiap usulan kegiatan
yang telah sesuai lokasinya, diperhitungkan alokasi anggarannya (lihat Diagram 3.1).
Dalam evaluasi kesesuaian program setiap usulan kegiatan tahun 2010 yang terdapat dalam
KONREG tahun 2009 dievaluasi berdasarkan indikator kesesuaian program yang dirumuskan dari
arahan program yang terdapat dalam RENSTRA Sektoral (Bina Marga, Cipta Karya dan Sumber
Daya Air) dan arahan RTRW Nasional. Sedangkan dalam analisis kesesuaian lokasi maka setiap
BAB 3.
METODOLOGI EVALUASI
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 3 - 2
lokasi pada tiap kegiatan yang yang telah memiliki kesesuaian program, dievaluasi berdasrkan
indikator kesesuaian lokasi yang dirumuskan dari arahan lokasi dalam RTRWN melalui ploting
usulan kegiatan pada peta provinsi. Perlu dipahami, bahwa dalam mengidentifikasi kesesuaian
lokasi, setiap kegiatan yang diusulkan dapat mendukung beberapa lokasi sekaligus.
Diagram 3. 1
Metode Evaluasi Kesesuaian Usulan Program Infrastruktur Ke-PU-an
Sumber: Hasil Analisis, 2009
Dalam evaluasi kesesuaian hasil KONREG 2009, digunakan rumusan perhitungan kesesuaian
progam dan lokasi serta rumusan perhitungan persentase alokasi anggaran sebagai berikut:
1. Untuk menentukan persentase kesesuaian program, maka dilakukan pembandingan
antara jumlah kegiatan yang dinilai sesuai secara program terhadap jumlah kegiatan yang
diusulkan, lalu dikalikan 100%. Rincian penentuan persentase kesesuaian dari sisi program
dapat dilihat pada rumusan di bawah ini.
Persentase kesesuaian program (%) = Jumlah Kegiatan yang Sesuai Arahan RENSTRA dan RTRWN x 100%
Jumlah Kegiatan Yang Diusulkan
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 3 - 3
2. Untuk menentukan persentase kesesuaian lokasi kegiatan, maka dilakukan pembandingan
antara jumlah kegiatan yang dinilai sesuai dinilai sesuai secara lokasi terhadap jumlah
kegiatan yang diusulkan, lalu dikalikan 100%. Rincian penentuan persentase kesesuaian
dari sisi lokasi dapat dilihat pada rumusan di bawah ini.
3. Untuk menentukan persentase alokasi anggaran, maka besaran anggaran untuk setiap
kegiatan yang telah sesuai lokasinya dibandingkan dengan jumlah anggaran yang
diusulkan, lalu dikalikan 100%. Rincian penentuan persentase alokasi anggaran dapa
dilihat pada rumusan di bawah ini
3.2. INDIKATOR KESESUAIAN PENGEMBANGAN PROGRAM BIDANG BINA MARGA
Berdasarkan hasil review terhadap Peraturan Perundangan Terkait Pengembangan Bidang Bina
Marga, RENSTRA PU Bidang Bina Marga, serta arahan RTRWN, maka diperoleh indikator
kesesuaian program dan lokasi untuk pengembangan Bidang Bina Marga.
3.2.1. Indikator Kesesuaian Program Bidang Bina Marga
Suatu program/kegiatan dinilai sesuai/sinkron apabila kegiatan yang diusulkan dalam
KONREG 2009 termasuk ke dalam lingkup jenis program yang ditangani Pemerintah di level
pusat. Program yang ditangani pada level pusat adalah program pemeliharaan dan
rehabilitasi jaringan jalan dan jembatan serta program peningkatan dan pembangunan
jaringan jalan dan jembatan.
1. Pemeliharaan jalan meliputi
a. Pemeliharaan rutin jalan merupakan kegiatan merawat serta memperbaiki
kerusakan-kerusakan yang terjadi pada ruas-ruas jalan dengan kondisi
pelayanan mantap. Jalan dengan kondisi pelayanan mantap adalah ruas-ruas
jalan dengan umur rencana yang dapat diperhitungkan serta mengikuti suatu
standar tertentu.
Persentase kesesuaian program (%) = Jumlah Kegiatan yang Lokasinya Sesuai Arahan RTRWN x 100% Jumlah Kegiatan Yang Diusulkan
Persentase alokasi anggaran (%) = Jumlah Anggaran pada Program yang Sesuai Arahan Lokasinya x 100% Jumlah Kegiatan Yang Diusulkan
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 3 - 4
b. Pemeliharaan berkala jalan merupakan kegiatan penanganan terhadap setiap
kerusakan yang diperhitungkan dalam desain agar penurunan kondisi jalan
dapat dikembalikan pada kondisi kemantapan sesuai dengan rencana.
2. Rehabilitasi jalan merupakan kegiatan penanganan terhadap setiap kerusakan yang
tidak diperhitungkan dalam desain, yang berakibat menurunnya kondisi kemantapan
pada bagian/tempat tertentu dari suatu ruas jalan dengan kondisi rusak ringan, agar
penurunan kondisi kemantapan tersebut dapat dikembalikan pada kondisi
kemantapan sesuai dengan rencana.
3. Peningkatan jalan
a. Peningkatan struktur merupakan kegiatan penanganan untuk dapat
meningkatkan kemampuan ruas-ruas jalan dalam kondisi tidak mantap atau
kritis agar ruas-ruas jalan tersebut mempunyai kondisi pelayanan mantap
sesuai dengan umur rencana yang ditetapkan.
b. Peningkatan kapasitas merupakan penanganan jalan dengan pelebaran
perkerasan, baik menambah maupun tidak menambah jumlah lajur
4. Pembangunan jalan baru merupakan penanganan jalan dari kondisi belum tersedia
badan jalan sampai kondisi jalan dapat berfungsi
3.2.2. Indikator Kesesuaian Lokasi Bidang Bina Marga
Jaringan jalan dan jembatan dikategorikan sebagai tanggung jawab pemerintah pusat
apabila jaringan jalan dan jembatan tersebut:
1. Melayani perkotaan nasional sebagaimana ditetapkan dalam RTRWN, yaitu melayani
PKN, PKW, dan PKSN.
2. Melayani kawasan andalan yang telah ditetapkan dalam RTRWN.
3. Melayani Kawasan Strategis Nasional (KSN) yang telah ditetapkan dalam RTRWN.
4. Melayani pelabuhan (internasional dan nasional) dan bandar udara (pusat
penyebaran primer, pusat penyebaran sekunder, pusat penyebaran tersier)
sebagaimana ditetapkan dalam RTRWN.
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 3 - 5
3.3. INDIKATOR KESESUAIAN PENGEMBANGAN PROGRAM BIDANG CIPTA KARYA
Berdasarkan hasil review terhadap Peraturan Perundangan Terkait Pengembangan Bidang Cipta
Kara, RENSTRA PU Bidang Cipta Karya, serta arahan RTRWN, maka diperoleh indikator
kesesuaian program dan lokasi untuk pengembangan Bidang Cipta Karya.
3.3.1. Indikator Kesesuaian Program Bidang Cipta Karya
Suatu program/kegiatan dinilai sesuai/sinkron apabila kegiatan yang diusulkan dalam
KONREG 2009 termasuk ke dalam lingkup jenis program yang ditangani Pemerintah di level
pusat, yaitu:
1. Program Pengembangan Ekonomi Lokal
2. Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan dan Drainase
3. Program Pengembangan Perumahan
4. Program Pemberdayaan Komunitas Perumahan
5. Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum & Air Limbah
6. Program Pengembangan Wilayah Perbatasan
7. Program Pengendalian Pembangunan Kota-kota Besar dan Metropolitan
8. Program Pengembangan Keterkaitan Pembangunan Antar Kota
9. Program Pengembangan Kota-kota Kecil dan Menengah
3.3.2. Indikator Kesesuaian Lokasi Bidang Cipta Karya
Arahan fungsi nasional kawasan perkotaan dan perdesaan berdasarkan RTRWN sebagai
berikut:
1. Mewujudkan fungsi eksternal yang dimiliki kawasan perkotaan:
1) Fungsi Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), dan Pusat
Kegiatan Strategis Nasional di kawasan perbatasan (PKSN).
2) Fungsi eksternal yang dimiliki kawasan perkotaan adalah:
Pusat Kawasan Andalan: Industri Pengolahan dan Jasa Sektor Unggulan
Simpul transportasi darat/Jalan, laut (Pelabuhan) dan udara (Bandara)
Simpul Pelayanan Prasarana Lainnya (energi/listrik, telekomunikasi)
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 3 - 6
Simpul kegiatan ekspor impor
Simpul Air Minum/Baku yang dilayani Wilayah Sungai
Pusat Kawasan Strategis Nasional
2. Mewujudkan fungsi yang dimiliki kawasan perdesaan, yaitu sentra-sentra produksi
sektor unggulan pertanian nasional di kawasan andalan.
3.4. INDIKATOR KESESUAIAN PENGEMBANGAN PROGRAM BIDANG SUMBER DAYA AIR
Berdasarkan hasil review terhadap Peraturan Perundangan Terkait Pengembangan Bidang
Sumber Daya Air, RENSTRA PU Bidang Sumber Daya Air, serta arahan RTRWN, maka diperoleh
indikator kesesuaian program dan lokasi untuk pengembangan Bidang Sumber Daya Air.
3.4.1. Indikator Kesesuaian Program Bidang Sumber Daya Air
Suatu program/kegiatan dinilai sesuai/sinkron apabila kegiatan yang diusulkan dalam
KONREG 2009 termasuk ke dalam lingkup jenis program yang ditangani Pemerintah di level
pusat, yaitu:
1. Program Konservasi Sumber Daya Air, yaitu Suatu program/kegiatan dinilai
sesuai/sinkron apabila kegiatan yang diusulkan dalam KONREG 2009 termasuk ke
dalam lingkup jenis program yang ditangani Pemerintah di level pusat, yaitu:
2. Program Pendayagunaan Sumber Daya Air, yaitu Suatu program/kegiatan dinilai
sesuai/sinkron apabila kegiatan yang diusulkan dalam KONREG 2009 termasuk ke
dalam lingkup jenis program yang ditangani Pemerintah di level pusat, yaitu:
3. Program Pengendalian Daya Rusak Air, yaitu Suatu program/kegiatan dinilai
sesuai/sinkron apabila kegiatan yang diusulkan dalam KONREG 2009 termasuk ke
dalam lingkup jenis program yang ditangani Pemerintah di level pusat, yaitu:
3.4.2. Indikator Kesesuaian Lokasi Bidang Sumber Daya Air
Arahan lokasi pada RTRWN dalam pengembangan Bidang Sumber Daya Air, yaitu:
a. Arahan lokasi pengembangan Sumber Daya Air pada kawasan lindung, khususnya
yang terkait dengan fungsi hidrologis berupa infiltrasi air hujan untuk memasok
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 3 - 7
ketersediaan air tanah (semua jenis kawasan lindung kecuali suaka margasatwa,
cagar budaya, taman buru dan taman laut), menjadi arahan lokasi dan kegiatan bagi
program konservasi SDA.
b. Arahan lokasi pengembangan Sumber Daya Air pada kawasan rawan bencana,
sempadan sungai, sempadan pantai menjadi arahan lokasi dan kegiatan bagi
program pengendalian daya rusak air (dari kemungkinan bencana banjir, aberasi dan
gelombang pasang).
c. Arahan lokasi pengembangan Sumber Daya Air pada kawasan andalan dengan sektor
unggulan berupa pertanian dan perikanan menjadi arahan lokasi bagi program
pendayagunaan SDA yang terkait dengan irigasi.
d. Arahan lokasi pengembangan Sumber Daya Air pada kota-kota berstatus PKN (pusat
kegiatan nasional), PKW (pusat kegiatan wilayah), dan PKSN (pusat kegiatan strategis
nasional) serta kawasan andalan dengan sektor unggulan industri, pariwisata,
perdagangan dan jasa menjadi arahan lokasi bagi program pendayagunaan SDA yang
terkait dengan air baku.
Tabel 3. 1
Tabulasi Indikator Kesesuaian Program dan Lokasi Bidang Bina Marga, Cipta Karya
dan Sumber Daya Air
No. Bidang Kesesuaian Jenis Program Kesesuaian Lokasi berdasarkan RTRWN 1. Bina Marga a. Program Rehabilitasi dan Pemeliharaan
Jalan dan Jembatan b. Program Peningkatan dan Pembangunan
Jalan dan Jembatan
a. Melayani antar pusat kegiatan nasional (PKN, PKW, dan PKSN)
b. Melayani kelancaran distribusi/koleksi ke/dari outlet (bandar udara, pelabuhan)
c. Meningkatkan akses Kawasan Andalan d. Meningkatkan akses Kawasan Strategis
Nasional
2. Cipta Karya a. Program Pengembangan Ekonomi Lokal (kws agropolitan)
b. Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan dan Drainase
c. Program Pengembangan perumahan d. Program Pemberdayaan Komunitas
Perumahan e. Program Pengembangan Kinerja
Pengelolaan Air Minum dan Air Limbah f. Program Pengembangan Wilayah
Perbatasan g. Program Pengembangan Kota-kota Besar
dan Metropolitan h. Program Pengembangan Keterkaitan
a. Berada pada pusat kegiatan nasional (PKN, PKW, dan PKSN)
b. Berada pada Kawasan Andalan c. Berada pada Kawasan Strategis
Nasional
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 3 - 8
No. Bidang Kesesuaian Jenis Program Kesesuaian Lokasi berdasarkan RTRWN Pembangunan Antar Kota
i. Program pengembangan Kota-kota Kecil dan Menengah
3. Sumber Daya Air (SDA)
a. Program Konservasi SDA b. Program Pendayagunaan SDA c. Program Pengendalian Daya Rusak Air
d. Berada pada pusat kegiatan nasional (PKN, PKW, dan PKSN)
e. Berada pada Kawasan Andalan a. Berada pada Kawasan Strategis
Nasional b. Berada pada kawasan lindung nasional
Sumber : Hasil Analisis, 2009
LAPORAN AKHIR 2009
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BIDANG KE-PU-AN
(BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN SUMBER DAYA AIR) Bab 4- 1
4.1. EVALUASI KONREG BIDANG BINA MARGA (BM) TAHUN 2009
4.1.1. Hasil Evaluasi Kesesuaian Program Pengembangan Bidang Bina Marga
Program (dan kegiatan di dalamnya) yang dievaluasi dalam pekerjaan ini adalah usulan
program dan kegiatan pengembangan jalan tahun 2010 untuk seluruh provinsi (33 provinsi)
di Indonesia, yang diselenggarakan melalui proses KONREG 2009 (konsultasi regional). Hasil
analisis kesesuaian dari aspek jenis program berdasarkan rumus di atas dapat dilihat pada
Tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4. 1
Hasil Analisis Kesesuaian Program Bidang Bina Marga