1 KODE/ NAMA RUMPUN ILMU :112/ KIMIA LAPORAN AKHIR HIBAH BERSAING (APHB) PEMANFAATAN KITOSAN-ALGINAT MIKROSPERIS SEBAGAI PENG-ENCAPSULASI PADA PEMBUATAN OBAT ANTI TUBERCULOSIS (OAT) SISTEM LEPAS TERKENDALI MELALUI TEKNIK ENCAPSULASI Tahun ke 3 dari rencana 3 tahun TIM PENGUSUL DR. SARI EDI CAHYANINGRUM, M.Si (NIDN:0029127002) DR. NUNIEK HERDYASTUTI, M.Si (NIDN:0010117004) UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA DESEMBER 2015
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
KODE/ NAMA RUMPUN ILMU :112/ KIMIA
LAPORAN AKHIR
HIBAH BERSAING
(APHB)
PEMANFAATAN KITOSAN-ALGINAT MIKROSPERIS
SEBAGAI PENG-ENCAPSULASI PADA PEMBUATAN
OBAT ANTI TUBERCULOSIS (OAT) SISTEM LEPAS TERKENDALI
MELALUI TEKNIK ENCAPSULASI
Tahun ke 3 dari rencana 3 tahun
TIM PENGUSUL
DR. SARI EDI CAHYANINGRUM, M.Si (NIDN:0029127002)
DR. NUNIEK HERDYASTUTI, M.Si (NIDN:0010117004)
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
DESEMBER 2015
2
3
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan 2
Daftar Isi 3
Ringkasan 4
Kata Pengantar 5
Bab I Pendahuluan 6
Bab II Tinjauan Pustaka 10
Bab III Metode Penelitian 14
Bab IV Jadwal Pelaksanaan 18
Bab V Hasil pembahasan 21
Bab VI Simpulan dan Saran 36
Daftar Pustaka 37
Lampiran 1: Artikel dan paten
4
RINGKASAN
Tuberkulosis (TB) merupakan penyebab kematian ketiga terbesar di Indonesia,
utamanya menggerogoti paru-paru dan merupakan penyakit menular. Berdasarkan
hasil survie diketahui bahwa sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang
paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB
dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Oleh karena
ketersediaan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) yang murah, berkualitas dan
berkesimbungan akan berdampak positif bagi perekonomian, kesehatan dan
masyarakat Indonesia. Tujuan penelitian ini secara keseluruhan (3 tahun) adalah
membuat OAT sistem lepas terkendali dengan memanfaatkan kitosan-alginat
mikrosperis sebagai bahan peng-encapsulasi, sehingga akan dihasilkan OAT dengan
kualitas yang lebih baik daripada OAT yang sudah ada selama ini. OAT yang
diencapsulasi adalah isoniazid yang merupakan obat primer bagi penderita TBC.
Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian tahun kedua dimana hasil penelitian
menunjukkan bahwa penambahan surfactan tween 80 memperbaiki Morfologi dan
strukut permukaan isoniazid terencapsulasi, permukaannya lebih halus tidak ada
agregat, ukuran porinya tersebar lebih homogen sehingga lebih aman dan tidak
melukai bagi lsistem pencernaan khusunya bagian lambung dan usus. Analisa ukuran
ukuran partikel menunjukkan bahwa jumlah partikel berukuran nano lebih banyak
dibandingkan isoniazid yang dalam proses enkapsulasinya tidak menggunakan tween
80. Banyaknya jumlah partikel yang berukuran nano akan menyebabkan jumlah
isoniazid yang tennekapsulasi banyak, sehingga efisiensinya terenkapsulasi juga
meningkat. Data ini menunjukkan bahwa penambahan tween 80 akan meningkatkan
efisiensi enkapsulasi isoniazid pada matriks dibandingkan yang tidak terencapsulasi.
Hasil uji disolusi di analisis dengan persamaan kinetika model orde nol, orde satu,
Higuchi & Korsmeyer-Peppas. Kinetika release isoniazid secara in vitro pada
medium lambung dan usus menunjukkan isoniazid pelepasan/release itu adalah
dominan Korsmsyer-Peppas.Berdasarkan Harga n yang diperoleh, semua rumusan
mempunyai n antar 0.45 dan 0.89 menunjukkan bahwa pelepasan/release obat
mengikuti kombinasi mekanisme erosi dan difusi.
Pada tahun ketiga OAT isoniasid terencapsulasi akan dikarakterisasi lebih
lanjut yang meliputi uji in vivo menggunakan Mycobacterium Tuberculosis dan
hewan uji yang terinfeksi bakteri menentukan uji histopatologi dan toksisitas pada
jaringan hati dan paru-paru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isoniazid
terenkapsulasi mempunyai efek positif terhadap Mycobacterium Tuberculosis. OAT
yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan menjadi salah satu solusi dalam
menyelesaikan permasalahan penyediaan OAT yang berkesinambungan, murah dan
berkualitas yaitu obat dengan efikasi dan efektifitas terapi yang tinggi. Hal ini akan
memberi efek positif bagi industri farmasi, ekonomi dan masyarakat Indonesia
khususnya penderita TB. Selain itu pada akhir program telah dihasilkan 1 paten, 2
publikasi pada jurnal internasional, 1 artikel pada seminar internasional dan 2 artikel
pada seminar nasional
Kata kunci: kitosan-alginat, Obat Anti Tuberculosis, sistem lepas terkendali,
5
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Alloh Yang Maha Kuasa , yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia – Nya sehigga penulis dapat menyelesaikan
program pengabdian pada masyarakat ini.
Program pengabdian pada masyarakat ini memperoleh dana dari Proyek
Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Direktorat Pembinaan Penelitian Dan
Pengabdian Pada Masyarakat Dirjen Dikti Depdiknas Tahun Anggaran 2015 melalui
program IbM. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada : Ketua DP2M,
Rektor Unesa, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat Unesa,
Kepala Laboratorium Kimia UNESA, Pimpinan, para mitra, mahasiswa kimia yang
membantu sehingga terwujud laporan PPM ini.
Akhirnya rasa syukur kami Panjatkan Kehadirat Illahi yang telah memberi
hidup dan kesempatan berkarya. Semoga laporan ini bermanfaat.
Surabaya, Nopember 2015
Tim Peneliti
6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Permasalahan
Tuberkulosis (TB) merupakan penyebab kematian ketiga terbesar di
Indonesia, utamanya menggerogoti paru-paru yang merupakan penyakit menular.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah Indonesia untuk penanggulangan TBC di
Indonesia melalui program implementasi strategis DOTS (Directly Observed
Treatment Shortcourse) yang meliputi lima komponen, 2 dintaranya adalah:
pengobatan dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dan ketersediaan OAT yang tidak
terputus akan tercapai.
Berdasarkan hasil survie diketahui bahwa sekitar 75% pasien TB adalah
kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan
seorang seorang pasien TB dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai
4 bulan. Ketersediaan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) yang murah, berkualitas dan
berkesimbungan akan berdampak positif bagi perekonomian, kesehatan dan
masyarakat Indonesia.
Pasien yang positif mengandung kuman Mycobacterium tuberculosis (kuman
TB), diharuskan menjalani pengobatan selama 6 hingga 9 bulan secara terus menerus
tanpa terputus (Tsabitha, 2010). Berarti diperlukan biaya dan jumlah obat yang relatif
banyak untuk proses penyembuhan. Ketersediaan obat dengan efikasi obat dan
efektifitas terapi meningkat tentu sangat diperlukan. Sedangkan OAT yang telah ada
selama ini adalah OAT dalam bentuk tablet,OAT ini kurang efektif karena akan larut
sebelum sampai pada sasaran, untuk itu diperlukan OAT bentuk lain untuk lebih
menyempurnakannya yaitu OAT system lepas terkendali, yaitu OAT yang
terencapsulasi pada bahan yang aman dan bisa melindungi obat dari pengaruh
lingkungan yang kurang menguntungkan.
Berbagai bahan dapat digunakan untuk peng-encapsulasi sediaan farmasi
sistem lepas terkendali seperti CMC, gelatin, selulosa asetat ftalat, polivinil alcohol,
alginat dan kitosan. Bahan-bahan tersebut mempunyai kelemahan bila digunakan
sendiri-sendiri, karena itu para peneliti menggabungkan beberapa bahan untuk
digunakan sabagai matriks. Misalnya Huang (2007) menggunakan kitosan-Ntrimetil
klorida nanopartikel untuk obat asma, cisplatin-kitosan glycol untuk antitumor telah
diteliti oleh Park (2008). Kitosan merupakan polisakarida alami yang dapat diisolasi
7
dari cangkang berbagai nematoda. Kitosan mempunyai sifat yang menguntungkan
antara lain nontoksik, hydrophilicity, biocompatibility, biodegradability, dan sifat anti
bakteri (Wang, 2011). Kitosan dapat digunakan sebagai matriks penghantaran insulin
(Yin, 2009; Makhlof, 2010). Penelitian Huo (2010) menunjukkan bahwa kitosan
dapat digunakan sebagai pembawa obat antitumor. Kombinasi kitosan dengan bahan-
bahan yang menghasilkan efek sinergis akan yang menguntungkan untuk digunakan
sebagai matriks pada enkapsulasi OAT khususnya rifamicin, isoniazid dan
pirazinamid. Pada penelitian ini akan dipelajari bagaimana kualitas mikrosperis yang
dibuat dari paduan kitosan-alginat. Selanjutnya OAT yang sudah diencapsulasi
menjadi OAT system lepas terkendali akan diujicoba aktivitasnya secara in in vivo
serta toksisitasnya apabila OAT ini digunakan secara terus-menerus. Untuk
mengantarkan arah penelitian, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan dari
penelitian ini yaitu:.
Permasalahan utama dalam penelitian tahun ketiga ini adalah:
Uji in vivo menggunakan Mycobacterium Tuberculosis dan hewan uji yang
terinfeksi bakteri, uji farmakinetik untuk mengetahui bioavailabilitas dengan
menentukan harga Cmax dan Tmax dan uji histopatologi dan toksisitas pada jaringan
limpa, hati, paru-paru.
1. Bagaimana aktivitas OAT terhadap Mycobacterium tuberculosis
2. Bagaimana aktivitas OAT terhadap Mycobacterium tuberculosis yang
diinfeksikan pada hewan uji?
3. Berapakah harga Cmax dan Vmax dari OAT ?
4. Bagaimana hasil uji histopatologi OAT pada liver?
5. Bagaimana hasil uji histopatologi OAT pada limpha?
6. Bagaimana hasil uji histopatologi OAT pada paru-paru
7. Bagaimana toksisitas OAT apabila digunakan secara terus-menerus selama
waktu pemberian 1,2,3,4,5 dan 6?
B. Urgensi (keutamaan ) Penelitian
Dewasa ini, teknologi pembuatan sediaan obat yang bersistem lepas
terkendali (control release system) mendapat perhatian besar pada bidang
pengembangan formula obat terutama untuk formulasi obat-obatan yang memiliki
stabilitas rendah, bioavailabilitas kecil atau toksisitas tinggi. Pendekatan yang saat ini
dipandang paling prospektif untuk pembuatan sediaan lepas terkendali ini adalah
8
dengan menggunakan teknik enkapsulasi. Penyalutan bahan aktif dalam suatu partikel
spheris berukuran sangat kecil (mikro hingga nanometer) akan memungkinkan untuk
menghantarkan obat pada area target dan melepaskannya secara terkendali sehingga
efikasi obat dan efektifitas terapi meningkat.
Berdasarkan analisis farmasi sediaan obat dalam bentuk kapsul akan lebih
efektif dibandingkan bentuk tablet, karena obat akan langsung diserap usus sehingga
obat akan lebih efektif terdistribusi ke dalam sasaran (Wang, 2011).Obat anti
tuberculosis yang telah ada selama ini adalah dalam bentuk tablet, bentuk ini akan
langsung berinteraksi dengan cairan tubuh mulai mulut sampai lambung, sehingga
banyak yang terlarut sebelum sampai lambung. Hal ini menyebabkan efikasi obat
menurun. Untuk itu perlu dilakukan upaya membuat obat sistem lepas terkendali yang
mengatur obat supaya tepat sasaran. Prospek penelitian tentang pengembangan
bionanopartikel berbasis kitosan untuk matriks sediaan farmasi khususnya OAT
sangat strategis karena akan menghasilkan teknologi baru dan berkualitas khususnya
OAT. Hal tersebut akan memberikan efek bagi industri farmasi dalam negeri, produk
sediaan obat sistem lepas terkendali untuk OAT yang inovatif ini adalah sangat
berdampak positif. Berarti hasil penelitian akan mampu membuat produk farmasi
yang mempunyai kualitas yang relatif lebih baik dibanding OAT yang sekarang
tersedia di pasaran yaitu bentuk tablet.
Ketersediaan bahan baku kitosan dan alginate yang merupakan produk alami
Indonesia serta proses sintesisnya yang tidak rumit dan biaya yang relatif murah
merupakan potensi yang menjanjikan bagi industri farmasi. Industri ini dapat
memproduksi sediaan OAT dengan harga yang murah dan berkualitas sehingga
ketersediaan obat secara berkesinambungan dan berkualitas tinggi akan terpenuhi. Hal
tersebut sangat diperlukan karena bagi pasien yang positif mengandung kuman
Mycobacterium tuberculosis (kuman TB), diharuskan menjalani pengobatan selama 6
hingga 9 bulan tanpa terputus. Berarti diperlukan biaya dan jumlah obat yang relatif
banyak untuk proses penyembuhan.
C. Temuan/inovasi yang ditargetkan serta penerapannya
Pengembangan teknologi enkapsulasi dengan bahan biomaterial kitosan-
alginat dalam penelitian ini merupakan teknologi terkini dibidang farmasi. Hal ini
merupakan upaya peneliti untuk ambil bagian dalam penguatan Sistem Inovasi
Nasional (SINas) agar Indonesia tidak tertinggal dari bangsa-bangsa lain di dunia.
9
Formula tentang enkapsulasi obat yang telah dipatenkan sudah kedaluarsa, yaitu paten
kedaluarsa dari USA 20080233200 tentang nanoparticles for protein drugs delivery
yang mengkombinasikan kitosan-poli asam glutamate. Inovasi penelitian ini dengan
mengkombinasi kitosan-alginat sebagai peng-encapsulasi OAT akan ikut mewarnai
teknologi kesehatan dan obat yang akan diproduksi dan sekaligus dipatenkan.
Inovasi yang diunggulkan peneliti adalah dengan memanfaatkan potensi alam
Indonesia yaitu kitosan yang berasal dari cangkang udang yang tersedia melimpah,
alginate yang bisa diisolasi dari alga yang juga melimpah di Indonesia, mudah dan
murah harganya sedemikian rupa sehingga sifat unggul dari material dapat
terekspresikan dalam produk yang bermutu. Hasil penelitian ini akan menghasilkan
teknologi baru dalam bidang kesehatan dan obat yang tentunya menjadi bahan kajian
dan layak untuk dipublikasikan pada jurnal nasional terakreditasi maupun
internasional. Selain itu kajian tentang pengembangan partikel mikrosperis berbasis
kitosan ini merupakan kajian terkini sehingga dapat dibuat buku rujukan untuk
pengembangan ilmu dan teknologi di bidang kesehatan dan obat. Paten internasional
tentang hal tersebut sudah kedaluarsa yang memungkinkan hasil penelitian ini untuk
dipatenkan. Adapun paten nasional belum ditemukan terkait dengan pemanfaatan
mikrosperis berbasis kitosan untuk matriks sediaan Obat Anti Tuberculosis, sehingga
hasil penelitian ini akan berpeluang besar untuk mendapatkan paten.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Potensi Kitosan Sebagai Sediaan Farmasi
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang sudah dilakukan
oleh peneliti tentang potensi kitosan dalam berbagai bidang. Penelitian Disertasi
(2009) tentang pembuatan kitosan bead (speris) untuk imobilisasi papain, Hibah
Stranas (2010) serta penelitian hibah Kompetensi Dikti (2011) telah menghasilkan
kitosan nanopartikel yang dimanfaatkan untuk matriks imobilisasi glukosa isomerase
dan kitosan nanofiber untuk imobilisasi papain. Pada penelitian tersebut kitosan tidak
dikombinasi dengan bahan lain, dan setelah dievaluasi hal tersebut kurang
menguntungkan. Untuk itu pada penelitian ini kitosan disinergiskan dengan alginat
untuk membuat mikrosperis yang bisa digunakan sebagai peng-encapsulasi obat anti
tuberculosis.
Kitosan dengan rumus molekul (1-4) 2-Amino 2-deoksi D-glukosamin
adalah kitin yang telah mengalami deasetilasi. Kitin merupakan polimer alami dengan
kelimpahan terbesar kedua setelah selulosa. Adanya gugus amina dari hasil
deasetilasi tersebut menyebabkan kitosan lebih banyak pemanfaatannya dibanding
kitin. Dewasa ini kitosan banyak dimanfaatkan pada industri makanan, kesehatan,
obat-obat pertanian, pengolahan limbah dan industri lainnya. Melihat potensi kitosan
tersebut maka kitosan mempunyai peluang yang besar untuk dipakai sebagai matriks
encapsulasi obat. Kitosan mempunyai sifat yang menguntungkan antara lain
nontoksik, hydrophilicity, biocompatibility, biodegradability, dan sifat anti bakteri
(Wang, 2011). Kitosan dapat digunakan sebagai matriks penghantaran insulin (Yin,
2009; Makhlof, 2010). Penelitian Huo (2010) menunjukkan bahwa kitosan dapat
digunakan sebagai pembawa obat antitumor. Kombinasi kitosan dengan bahan-bahan
yang menghasilkan efek sinergis akan yang menguntungkan untuk digunakan sebagai
matriks pada mikroenkapsulasi OAT khususnya, isoniazid . Berbagai bahan dapat
digunakan untuk matriks sediaan farmasi sistem lepas terkendali seperti CMC,
gelatin, selulosa asetat ftalat, polivinil alcohol, alginat dan kitosan. Bahan-bahan
tersebut mempunyai kelemahan bila digunakan sendiri-sendiri, karena itu para peneliti
menggabungkan beberapa bahan untuk digunakan sabagai matriks. Pada penelitian
ini akan dipelajari bagaimana kualitas mikrosperis yang dibuat dari paduan kitosan-
11
alginat, selanjutnya diujicobakan untuk peng-encapsulasi sediaan OAT isoniasid
sehingga pada akhir program akan dihasilkan obat anti TB dengan kualitas yang
bagus.
B. TBC dan Penanganannya
Penyakit TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat :Tahun 1995,
hasil survei kesehatan Rumah Tangga(SKRT) menunjukkan bahwa penyakit TBC
merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah Penyakitkardiovaskuler dan
penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu (1) dari
golongan penyakit infeksi. WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus
baru TBC dengan kematian karena TBC sekitar 140.000 secara kasar diperkirakan
setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita Baru TBC paru BTA
positif. Penyakit TBC menyerang sebagian besar kelompok usia kerja belum dapat
menjangkau seluruh Puskesmas. Demikian juga Rumah Sakit Pemerintah, Swasta dan
unit pelayanan kesehatan lainnya. Pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat
yang tidak lengkap dimasa lalu, diduga telah menimbulkan
kekebalan ganda kuman TBC terhadap obat Anti–tuberkulosis (OAT) atau Multi Drug
Resistance (MDR).
Dalam rangka menyukseskan pelaksanaan penanggulangan TBC, Prioritas
ditujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan penggunaan obat yang rasional dan
paduan obat yang sesuai dengan strategi DOTS. Ketersediaan OAT bagi semua
penderita TBC yang ditemukan. Pengawasan kualitas OAT dilaksanakan secara
berkala dan terus menerus. Keteraturan menelan obat sehari-hari diawasi oleh
Pengawas Menelan Obat (PMO) keteraturan pengobatan tetap merupakan tanggung
jawab petugas kesehatan.
Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk
kuman persister) dapat dibunuh.Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan
sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila paduan obat yang
digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman TBC
akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan
penderita menelan obot , pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung
(DOT=Direcly Observed Treatment) oleh seorang pengawas Menelan Obat (PMO )
12
Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan. Selain itu
ketersediaaan OAT yang berkualitas sangat diperlukan tentunya dengan biaya yang
murah, karena penderita TB harus mengkonsumsi OAT secara rutin selama 6-9 bulan.
C. Isoniasid sebagai Obat Tuberculosis
Tuberkulosis (TBC) dapat menyerang berbagai organ tubuh tetapi yang akan
dibahas adalah obat TBC untuk paru-paru. Tujuan pengobatan TBC ialah
memusnahkan basil tuberkulosis dengan cepat dan mencegah kambuh. Idealnya
pengobatan dengan obat TBC dapat menghasilkan pemeriksaan sputum negatif baik
pada uji dahak maupun biakan kuman dan hasil ini tetap negatif selamanya.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,
Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat
ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.