PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu ciri makhluk hidup adalah mampu berkembang
biak.Perkembangbiakan dapat terjadi melalui suatu perkawinan, yang
akan menghasilkansuatu keturunan yang mewarisi sifat parental.
Pewarisan ini dikontrol oleh gen-gen yang mengendalikannya, ilmu
pewarisan sifat dikenal dengan hukum Mendel. Mendel mempersilangkan
berbagai varietas kacang kapri (Pisum sativum). Dalam
percobaannya,Mendel memilih tanaman yang memiliki sifat yang mudah
diamati. Begitu juga pada penelitian yang kami amati dengan
menggunakan Drosophila melanogaster yang kebanyakan penemuan
dibidang genetika didapatkan melalui penelitian dengan menggunakan
lalat tersebut sebagai bahan karena pertama, lalat ini kecil
sehingga suatu populasi yang besar dapat dipelihara dalam
laboratorium. Kedua, daur hidup sangat cepat. Tiap 2 minggu dapat
dihasilkan satu generasi dewasa yang baru. Ketiga, lalat ini sangat
subur, yang betina dapat menghasilkan ratusan telur yang dibuahi
dalam hidupnya yang pendek itu (Kimball 2001). Selain itu,
Drosophila melanogaster dikelompokan kedalam sub ordo Cyclophorpha
(pengelompokan lalat yang pupanya terdapat kulit instar 3, dan
termasuk ke dalam seri Acaliptrata yaitu imago menetas dengan
keluar dari bagian anterior pupa (Wheeler 1981).
Persilangan monohibrida adalah persilangan sederhana yang hanya
memperhatikan satu sifat atau tanda beda. Percobaan ini akan
diujikan pada lalat D.melanogaster dengan maksud untuk membuktikan
Hukum Mendel I. Pada kasus dominan penuh, keturunan yang didapat
pada F2 akan menunjukkan perbandingan fenotip dominan dan resesif 3
: 1 atau perbandingan genotip 1 : 2 : 1 (Kimball 2001). Analisa
dengan uji X2 hanya dilakukan untuk perbandingan fenotipnya.
Persilangan ini bersifat resiprokal, artinya penggunaan individu
jantan dan betina dengan satu tanda beda tertentu tanpa ada
pengaruhnya dalam rasio fenotip generasi kedua (F2)dilihat apakah
mengandung gen-gen yang terpaut kromosom sex atau autosom. Gen yang
terletak dalam kromosom sex menentukan adanya pemunculan suatu
sifat gen. Gen yang terletak pada kromosom sex tidak memiliki alel
pada kromosom Y sehingga gen terpaut pada kromosom sex dapat
menunjukkan ekspresinya meskipun dalam keadaan tunggal baik resesif
maupun dominan. Dengan demikian, pewarisan (penurunan) gen terpaut
pada kromosom sex berbeda dengan gen-gen autosomal. Dalam
D.melanogaster dilakukan persilangan gen untuk mata putih (m)yang
bersifat resesif dengan gen terpaut mata merah (w)diharapkan dalam
percobaan ini dapat membuktikan hukum Mendel 2.
Tujuan
Mengidentifikasi fenotip dari Drosophilamelanogastersebagai
hasil dari persilangan Drosophila melanogaster normal (w)dan mutan
mata putih (m) agar dapat membuktikan teori hukum Mendel pada
keturunan F2 terpaut kromosom sex atau autosomal.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengenalan Drosophila melanogaster
Drosophila melanogaster memiliki klasifikasi phylum Arthropoda,
kelas Insecta, ordo Diptera, Sub Ordo Cyclorrhapha, series
Acalyptrata, Familia Drosophilidae dan Genus Drosophila
(Strickberger 1962). Drosophila melanogaster
(lalat buah) adalah suatu serangga kecil dengan panjang dua
sampai lima milimeter dan komunitasnya sering kita temukan di
sekitar buah yang rusak/busuk (Iskandar 1987). Drosophila
melanogaster seringkali digunakan dalam penelitian biologi terutama
dalam perkembangan ilmu genetika (Manning 2006).
Ada beberapa alasan Drosophila melanogaster dijadikan sebagai
model organisme yaitu karena D. melanogaster ukuran tubuhnya kecil,
mudah ditangani dan mudah dipahami, praktis, siklus hidup singkat
yaitu hanya dua minggu, murah dan mudah dipelihara dalam jumlah
besar (Iskandar 1987), mudah berkembangbiak dengan jumlah anak
banyak, beberapa mutan mudah diuraikan (King 1962), memiliki empat
pasang kromosom raksasa yang terdapat pada kelenjar saliva pada
fase larva (Strickberger 1962).
Pada kondisi laboratorium lalat buah dewasa rata-rata mati dalam
6 atau 7 hari (Shorrocks 1972).Keberadaan organisme di alam
ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar
termasuk lingkungan.Faktor luar meliputi faktor fisik, kimia dan
biologis.Untuk hewan, faktor fisik termasuk didalamnya adalah
makanan mempunyai peranan lebih besar dalam menentukan keberadaan
hewan tertentu di suatu tempat dibandingkan dengan faktor
kimia.Suhu lingkungan sangat berpengaruh terhadap kehidupan lalat
buah. Ciri-ciri yang bersifat kuantitatif, panjang tubuh sangat
sensitif terhadap perubahan faktor lingkungan seperti fluktuasi
suhu atau perubahan baik secara kuantitas maupun kualitas jenis
makanan ( Junitha1991).
Fisiologi Drosophila melanogaster
Lalat buah ini memiliki sifat dimorfisme.Tubuh lalat jantan
lebih kecil dibandingkan betina dengan tanda-tanda secara
makroskopis adanya warna gelap pada ujung abdomen, pada kaki
depannya dilengkapi dengan sisir kelamin yang terdiri dari gigi
hitam mengkilap (Shorrock 1972).Banyak mutan-mutan
Drosophilamelanogaster yang dapat diamati dengan mata biasa, dalam
artian tidak memerlukanalat khusus.Drosophila melanogaster tipe
liar mempunyai mata merah, tipe sepia mempunyai mata coklat tua dan
tipe ebony mempunyai tubuh berwarna hitam mengkilap (Iskandar
1987).
Drosophila melanogaster tergolong serangga, pada umumnya ringan
danmemiliki eksoskeleton atau integumen yang kuat.Jaringan otot dan
organ-organ terdapat di dalamnya.Di seluruh permukaan tubuhnya,
integumen serangga memiliki berbagai syaraf penerima rangsang
cahaya, tekanan, bunyi, temperatur, angin dan bau.Pada umumnya
serangga memiliki 3 bagian tubuh yaitu kepala, toraks dan
abdomen.Kepala berfungsi sebagai tempat dan alat masukan makanan
dan rangsangan syaraf, serta untuk memproses informasi (otak).Lalat
memiliki tipe mulut spons pengisap.Toraks yang terdiri atas tiga
ruas memberikan tumpuan bagi tiga pasang kaki (sepasang pada setiap
ruas), dan jika terdapat sayap, dua pasang pada ruas kedua dan
ketiga.Fungsi utama abdomen adalah untuk menampung saluran
pencernaan dan alat reproduksi.
Ada beberapa tanda yang dapat digunakan untuk membedakan lalat
jantan dan betina, yaitu bentuk abdomen pada lalat betina kecil dan
runcing, sedangkan pada jantan agak membulat (Gambar 1).Tanda hitam
pada ujung abdomen juga bisa menjadi ciri dalam menentukan jenis
kelamin lalat ini tanpa bantuan mikroskop.Ujung abdomen lalat
jantan berwarna gelap, sedang pada betina tidak.Jumlah segmen pada
lalat jantan hanya 5, sedang pada betina ada 7. Lalat jantan
memiliki sex comb, berjumlah 10, terdapat pada sisi paling atas
kaki depan, berupa bulu rambut kaku dan pendek (Demerec dan
Kaufmann 1961). Lalat betina memiliki 5 garis hitam pada permukaan
atas abdomen, sedangkan pada lalat jantan hanya 3 garis hitam
(Wiyono 1986).
Gambar 1. Jantan (kiri) dan Betina (kanan) D. Melanogaster
Siklus Hidup Drosophila melanogaster
Ketika serangga ini ditetaskan dari telur, dihasilkan serangga
yang tidak memiliki wujud sama dengan serangga dewasa. Drosophila
melanogaster tergolong Holometabola, memiliki periode istirahat
yaitu dalam fase pupa.Dalamperkembangannya D. melanogaster
mengalami metamorfosis sempurna yaitu melalui fase telur, larva,
pupa dan D. Melanogaster dewasa (Frost 1959).Lalat betina setelah
perkawinan menyimpan sperma di dalam organ yang disebut spermatheca
(kantong sperma).Lalat jantan dan betina adalah diploid.Setiap
kalipembelahan meiosis dihasilkan 4 sperma haploid di dalam testes
lalat jantan dewasa sedangkan pada lalat betina dewasa hanya
dihasilkan 1 butir telur dari setiap kali pembelahan (Wiyono
1986).
Lamanya siklus hidup Drosophila melanogaster bervariasi sesuai
suhu.Rata-rata lama periode telur-larva pada suhu 20C adalah 8
hari, pada suhu 25C lama siklus menurun yaitu 5 hari. Siklus hidup
pupa pada suhu 20C adalah sekitar 6,3 hari, sedangkan pada suhu 25C
sekitar 4,2 hari. Sehingga pada suhu 25C siklus hidup Drosophila
melanogaster dapat sempurna sekitar 10 hari, tetapi pada suhu 20C
dibutuhkan sekitar 15 hari. Pemeliharaan Drosophila sebaiknya
berada dalam suhu ruang dimana temperature tidak dibawah 20C atau
diatas 25C. Suhu tinggi atau diatas 30C dapat mengakibatkan
sterilisasi atau kematian, dan pada temperature rendah
keberlangsungan hidup dari lalat ini terganggu dan memanjangkan
siklus hidup (contoh, pada suhu 10C untuk mencapai tingkat larva
dibutuhkan sekitar 57 hari dan pada suhu 15C sekitar 18 hari). Hal
yang perlu diingat adalah bahwa suhu di dalam biakan botol dapat
lebih tinggi dibandingkan suhu lingkungan sekitar di luar botol,
karena adanya peningkatan panas akibat fermentasi ragi (Demerec dan
Kaufmann 1961).
Telur.
Telur Drosophila memiliki panjang kira-kira setengah millimeter.
Bagianstruktur punggung telur ini lebih datar dibandingkan dengan
bagian perut. Telur lalat akan nampak di permukaan media makanan
setelah 24 jam dari perkawinan (Wiyono 1986). Perkembangan embrio,
yang mengikuti pembuahan dan bentuk zigot, terjadi dalam membran
telur (Demerec dan Kaufmann 1961). Lensa tangan akan mempermudah
untuk mengamati telur-telur lalat. Setelah fertilisasi acak telur
berkembang kurang lebih satu hari, kemudian menetas menjadi larva
(Wiyono 1986).
Larva
Sekitar satu hari setelah fertilisasi, embrio berkembang dan
menetas menjadilarva (Manning 2006).Larva yang baru menetas disebut
sebagai larva fase (instar) pertama dan hanya nampak jelas bila
diamati dengan menggunakan alat pembesar.Larva makan dan tumbuh
dengan cepat (Demerec dan Kaufmann 1961) kemudian berganti kulit
mejadi larva fase kedua dan ketiga.Larva fase ketiga, dua sampai
tiga hari kemudian berubah menjadi pupa (Wiyono 1986).Setelah
penetasan dari telur, larva mengalami dua kali molting (ganti
kulit) (Demerec dan Kaufmann 1961), memakan waktu kurang lebih
empat hari untuk selanjutnya menjadi pupa (Wiyono 1986). Fase
terakhir dapat mencapai panjang sekitar 4,5 milimeter. Larva sangat
aktif dan termasuk rakus dalam makan, sehingga larva tersebut
bergerak pelan pada media biakan.Saat larva siap menjadi pupa,
mereka berjalan perlahan dan menempel di permukaan relatif kering,
seperti sisi botol atau di bagian kertas kering yang diselipkan ke
pakannya (Demerec dan Kaufmann 1961).
Pupa
Pupa yang baru terbentuk awalnya bertekstur lembut dan putih
seperti kulitlarva tahap akhir, tetapi secara perlahan akan
mengeras dan warnanya gelap (Demerec dan Kaufmann 1961). Diatas
dari empat hari, tubuh pupa tersebut sudah siap dirubah bentuk dan
diberi sayap dewasa, dan akan tumbuh menjadi individu baru setelah
12 jam (waktu perubahan fase diatas berlaku untuk suhu 25 C)
(Manning 2006). Tahap akhir fase ini ditunjukkan dengan
perkembangan dalam pupa seperti mulai terlihatnya bentuk tubuh dan
organ dewasa (imago). Ketika perkembangan tubuh sudah mencapai
sempurna maka Drosophila melanogaster dewasa akan muncul melalui
anterior end dari pembungkus pupa. Lalat dewasa yang baru muncul
ini berukuran sangat panjang dengan sayap yang belum
berkembang.Waktu yang singkat, sayap mulai berkembang dan tubuhnya
berangsur menjadi bulat (Demerec dan Kaufmann 1961).Hari kelima
pupa terbentuk dan pada hari kesembilan keluarlah imago dari
selubung pupa (puparium) (Wiyono 1986).
Imago
Perkawinan biasanya terjadi setelah imago berumur 10 jam, tetapi
meskipundemikian lalat betina biasanya tidak segera meletakkan
telur sampai hari kedua. Lalat buah Drosophila pada suhu 25C, dua
hari setelah keluar dari pupa mulai dapat bertelur kurang lebih 50
sampai 75 butir per hari sampai jumlah maksimum kurang lebih
400-500 dalam 10 hari, tetapi pada suhu 20C mencapai kira-kira 15
hari (Iskandar 1987). Jumlah telur tersebut dipengaruhi oleh faktor
genetik, temperatur lingkungan dan volume tabung yang digunakan
(Mulyati 1985).Siklus hidup total terhitung dari telur sampai telur
kembali berkisar antara 10-14 hari. Siklus hidup Drosophila
melanogaster selengkapnya adalah sebagai berikut :
Gambar 2. Siklus hidup Drosphila melanogaster
Lalat dewasa dapat hidup sampai 10 minggu (Wiyono 1986).Dalam
kondisi menguntungkan lalat buah Drosophila dewasa dapat hidup
lebih dari 40 hari.Sedangkan pada kondisi laboratorium banyak
dilaporkan bahwa lalat buah dewasa rata-rata mati dalam 6 atau 7
hari (Shorrocks 1972).
Media Drosophila melanogaster
Drosophila melanogaster banyak ditemukan di buah lembut (soft
fruits)seperti anggur, pisang dan plum, terutama pada buah terlalu
matang dan mulai terjadi fermentasi.Lalat ini dapat berkembang di
media fermentasi lainnya.Di dalam laboratorium, Drosophila dapat
dipelihara pada medium pendukung pertumbuhan ragi (Barnes dan
Kearsey 1973).Drosophila lebih menyukai makanan yang mengandung
karbohidrat dengan variasi ragi.Dalam pertumbuhannya, ragi
menyebabkan diperoleh larva yang besar-besar (Stricberger 1962 dan
Shorrocks 1972).Media lalat buah sebaiknya memiliki struktur yang
cukup kuat, sehingga media tersebut tidak jatuh saat dilakukan
penggoncangan media untuk pengujian lalat. Syarat bahan baku media
drosophila adalah : 1) memiliki jumlah/kandungan gula untuk pakan
larva dan mamicu kerja ragi, 2) mempunyai kekentalan yang sesuai
(Demerec dan Kaufmann 1961).
Seregeg (1986) menyatakan bahwa medium Drosophila melanogaster
yang digunakan adalah pisang pada kondisi ruangan 29C tetapi empat
sampai dengan lima hari ternyata tumbuh jamur pada permukaan
medium. Ketika buah matang pati diubah menjadi gula.Buah matang
hanya sedikit atau tidak mengandung pati.Senyawa gula dalam
buah-buahan biasanya berupa campuran glukosa dan fruktosa.Kemudian
dilakukan perubahan dengan menggunakan buah-buahan Indonesia
seperti pepaya, lemon dan srikaya (Stricberger 1962).Pepaya lebih
dapat memancing lalat buah dibandingkan dengan pisang.Namun ada
kekurangan dari pepaya bila digunakan sebagai media Drosophila
melanogaster yaitu jika pepaya terlalu ranum, agak berair, sehingga
lalat buah sering mati terendam di dalam cairan tersebut (Fithri
dkk 1995). Ternyata perubahan menggunakan buah selain pisang
menimbulkan masalah sama, menyebabkan terjadinya kontaminasi.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dari Stricberger (1962),
dilakukan perubahan makanan ke dalam makanan buatan.Shorrock (1972)
menyatakan bahwa lalat ini memiliki ketertarikan terhadap variasi
makanan dari campuran senyawa-senyawa organik, seperti dijumpai di
alam dalam fermentasi buah.Termasuk diantaranya etil alkohol, asam
laktat, asetic, amilum dan etil asetat.Penggunaan makanan buatan
memberikan hasil pertumbuhan lalat yang baik sekali (Wiyono
1986).
Pemeliharaaan di laboratorium dapat menggunakan makanan campuran
antara yeast dan buah-buahan masak (Wiyono 1986).Drosophila
melanogaster dapat menggunakan bahan makanan diantaranya adalah
media pisang, tepung jagung, tepung jagung-molases-media gandum,
tepung terigu (Demerec dan Kaufmann 1961), tepung-tetes tebu-agar,
ragi-gula-agar (Shorrock 1972), ubi jalar rebus dicampur ragi
(Erlina 1985), campuran bahan air, sirop karo, agar, pisang dan
penambahan alkohol 90-95%; air, agar, sirop karo (putih), hancuran
pisang, Dried Brewers Yeast dan Moldex (15 % larutan dalam 95%
etanol); campuran pisangdan tape singkong dengan perbandingan 6:1
(Wiyono 1986), pisang-tape, tepung gula-pisang-ragi (Iskandar
1987),
Pemakaian Moldex berguna untuk menghalangi pertumbuhan jamur
pada permukaan media makanan.Penambahan alkohol 90-95% dapat
digunakan sebagai bahan sterilisasi pada media pemeliharaan
lalat.(Wiyono 1986).
Daya tarik lalat buah pada variasi bahan makanan tergantung pada
kondisi lingkungan dan speciesnya. Makanan akan mempengaruhi jumlah
telur pada lalat buah betina dan perkembangan larvanya ( Shorrock
1972).
Genetika
Gen adalah segmen-segmen DNA, DNA sendiri adalah suatu polimer
yang terdiri dari empat jenis monomer yang berbeda yang dinamakan
nukleotida. Informasi yang diwariskan diberikan dalam bentuk urutan
nukleotida spesifik yang dimiliki oleh masing-masing gen,
Keturunan mendapatkan gen dari orang tua melalui pewarisan
kromosom. Penurunan sifat herediter memiliki basis molekuler yaitu
replikasi dari DNA yang menghasilkan salinan-salinan gen yang dapat
diteruskan orangtua ke krturunannya.Pada hewan dan
tumbuhan,pengiriman gen dari suatu generasi ke generasi dilakukan
oleh sperma dan ovum (telur yang belum di buahi) setelah sel sperma
bersatu dengan ovum maka gen dari kedua orang tua hadir di dalam
nukleus (Campbell 2002).
Struktur DNA dan RNA
DNA dan RNA merupakan polimer linier (polinukleotida) yang
tersusun dari subunit atau monomer nukleotida. Komponen penyusun
nukleotida terdiri dari tiga jenis molekul, yaitu gula pentosa
(deoksiribosa pada DNA atau ribosa pada RNA), basa nitrogen, dan
gugus fosfat (Gambar 3). Basa yang ditemukan pada nukleotida adalah
basa purin (adenin = A, guanin = G) dan basa pirimidin (cytosin =
C, tymin = T, urasil = U) (Gambar 2.2). Monomer nukleotida
mempunyai gugus hidroksil pada posisi karbon 3, gugus fosfat pada
posisi karbon 5 dan basa pada posisi karbon 1 molekul gula.
Nukleotida satu dengan yang lainnya berikatan melalui ikatan
fosfodiester antara gugus 5fosfat dengan gugus 3hidroksil (Zulfikar
2010).
Gambar 3. Struktur Nukleotida
Sumber
:http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/biomolekul/nukleosida
Struktur DNA mirip dengan struktur RNA. Perbedaan diantara
keduanya terdapat pada jenis gula dan basa pada monomernya serta
jumlah untai penyusunnya. Pada DNA, tidak terdapat gugus hidroksil
pada posisi karbon 2 dari molekul gula (2- deoksiribosa) sementara
pada RNA molekul gulanya adalah ribosa. Basa nitrogen yang terdapat
pada DNA adalah adenin, guanin, sitosin dan timin, sedangkan pada
RNA jenis basanya adalah adenin, sitosin, guanin dan urasil. RNA
merupakan polinukleotida yang membentuk satu rantai/untai sedangkan
DNA merupakan polinukleotida yang (Sabarni Ghafar 2007).
Kromosom
Kromosom adalah benang-benang yang menebal dan
mikroskopis.Kromosom terdapat di dalam nukleus (inti sel).Kromosom
yang berpasangan disebut kromosom homolog,sedangkan pasangan gen
disebutalel.Kromosom sel-sel eukariotik tersusun atas
kromatin.Kromatin tersusun atas 27% DNA (deoxyribonucleic acid),67%
potein dan 6% RNA (ribonucleic acid).DNA (deoxyribonucleic acid)
merupakan biomolekul yang terpenting di dalam sel karena molekul
DNA merupakan pembawa informasi genetik yang memberi sifat pada
suatu organisme. DNA terletak di dalam inti sel,mitokondria dan
kloroplas (Campbell 2002).
Setiap sel yang terdapat di dalam tubuh suatu organisme memiliki
satu set kromosom dengan jumlah tertentu. Satu set kromosom
tersebut dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu : autosom
(kromosom tubuh) dan gonosom (kromosom kelamin) (Campbell
2002).
1. Autosom disebut juga kromosom tubuh atau kromosom somatis.
Autosom merupakan kromosom yang menentukan sifat-sifat sel tubuh.
Autosom tidak berperan dalam menentukan jenis kelamin suatu
organisme. Jumlahnya di dalam sel tubuh adalah 2n-2, dengan n =
jumlah seluruh kromosom. Contohnya, jumlah autosom sel tubuh
manusia adalah 46-2=44 buah atau 22 pasang.
2. Gonosom disebut juga kromosom seks atau kromosom kelamin
suatu organisme. Jumlah kromosom seks pada sel tubuh manusia ada
dua buah atau sepasang. Menurut Campbell dan Reece (2008:271)
perempuan memiliki sepasang kromosom X homolog (XX), sedangkan pada
laki-laki memiliki satu kromosom X dan datu kromosom Y (XY). Hanya
sebagian kecil X dan Y yang homolog. Sebagian besar kromosom X
tidak memiliki pasangan di Y yang mungil, dan kromosom Y mengandung
beberapa gen yang tidak ada di X. Karena itu kromosom seks dapat
menentukan jenis kelamin seseorang.
Mutasi dan Jenisnya
Mutasi berasal dari kata Mutatus (bahasa latin) yang artinya
adalah perubahan. Mutasi didefinisikan sebagai perubahan materi
genetik (DNA) yang dapat diwariskan secara genetis
keturunannya.(Warianto 2011).
Istilah mutasi pertama kali digunakan oleh Hugo de Vries, untuk
mengemukakan adanya perubahan fenotipe yang mendadak pada bunga
Oenothera lamarckiana dan bersifat menurun. Ternyata perubahan
tersebut terjadi karena adanya penyimpangan dari kromosomnya.Seth
Wright juga menemukan peristiwa mutasi pada domba jenis ancon yang
berkaki pendek dan bersifat menurun.Penelitian ilmiah tentang
mutasi juga dilakukan pula oleh Morgan (1910) dengan menggunakan
Drosophila melanogaster (lalat buah) (Warianto 2011).
Mutasi adalah adanya perubahan pada materi genetik suatu makhluk
hidup yang terjadi secara tiba-tiba, acak dan merupakan dasar bagi
sumber variasi organisme hidup yang bersifat terwariskan
(heritable).Selain itu mutasi juga dapat diartikan sebagai
perubahan struktural pada rangkaian DNA dalam suatu kromosom yang
dapat terjadi karena factor luar (mutagen). Peristiwa terjadinya
mutasi disebut sebagai mutagenesis, organisme yang mengalami mutasi
disebut sebagai mutan, dan faktor yang mengakibatkan adanya mutasi
yaitu mutagen.(Warianto 2011).
Gambar 5. Peta pautan kromosom
Sumber :
http://www.indiana.edu/oso/lessons/genetics/drosophila.html
Menurut kejadiannya mutasi dapat terjadi secara spontan dan juga
dapat terjadi secara induksi.Mutasi spontan adalah mutasi yang
terjadi akibat adanya sesuatu pengaruh yang tidak jelas, baik dari
lingkungan luar maupun dari internal organisme itu
sendiri.Sedangkan mutasi terinduksi adalah mutasi yang terjadi
akibat adanya paparan dari sesuatu yang jelas, misalnya paparan
sinar UV. (Warianto 2011)
Menurut Warianto(2011) mutasi dapat dibedakan berdasarkan bagian
yang bermutasi, mutasi dibedakan menjadi mutasi DNA, mutasi gen dan
mutasi kromosom.
Jenis- Jenis Mutan Drosophila melanogaster
Berikut adalah jenis-jenis mutan Drosophila melanogaster beserta
deskripsi singkatnya, sebagai berikut :
Dumpy
Sayap lebih pendek hingga dua pertiga panjang normal dengan
ujung sayap tampak seperti terpotong. Bulu pada dada tampak tidak
sama rata. Sayap pada sudut 90o dari tubuh dalam posisi normal
mereka.Sayap 2/3 panjang tubuh akibat kerusakan pada kromosom
kedua, lokus 13,1 (Borror et al 1998)
Sepia
Mata berwarna coklat sampai hitam akibat adanya kerusakan gen
pada kromosom ketiga, lokus 26. (Russell 1994).
Clot
Mata berwarna maroon yang semakin gelap menjadi coklat seiring
dengan pertambahan usia (Borror 1994).
Ebony
Lalat ini berwarna gelap, hampir hitam dibadannya. Adanya suatu
mutasi pada gen yang terletak pada kromosom ketiga. Secara normal
fungsi gen tersebut berfungsi untuk membangun pigmen yang memberi
warna pada lalat buah normal. Namun karena mengalami kerusakan maka
pigmen hitam menumpuk di seluruh tubuh. (Borror et al1998)
Curly
Sayap pada lalat berbentuk keriting. Terjadi mutasi gen pada
kromosom kedua. Sayap-sayap ini menjadi keriting karena adanya
suatu mutasi dominan, yang berarti bahwa satu salinan gen diubah
dan menghasilkan adanya kelainan tersebut.Mutasi terjadi akibat
inversi. Sayap pada mutan curly melengkung ke atas dalam keadaan
homozigot letal (Borror et al 1998)
Gambar 6. Mutan D.melanogaster Curly
Sumber
;http://www.exploratorium.edu/exhibits/mutant_flies/mutant_flies.html
White
Matanya berwarna putih yang terjadi akibat adanya kerusakan pada
gen white yang terletak pada kromosom pertama lokus 1,5 dan
benar-benar tidak menghasilkan pigmen merah sama sekali(Pai
1987)
Eyemissing
Mata berupa titik, mengalami mutasi pada kromosom ketiga di
dalam tubuhnya, sehingga yang harusnya diintruksi sel di dalam
larva untuk menjadi mata menjadi tidak terbentuk karena adanya
mutasi (Russell 1994).
Claret
Claret (ca) merupakan mutan dengan mata berwarna merah anggur
atau merah delima (ruby). Mutasi terjadi pada kromosom nomor 3,
lokus 100,7 (Russell 1994).
Miniature
Sayap berukuran sanagat pendek.Lalat dengan sayap vestigial ini
tidak mampu untuk terbang.Lalat ini memiliki kecacatan dalam gen
vestigial mereka pada kromosom ke dua.Lalat ini memiliki mutasi
resesif. (Russel 1994).
Taxi
Taxi merupakan mutan dengan sayap yang terentang, baik ketika
terbang mahupun hinggap. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 3,
lokus 91,0. (Russell 1994)
-
Gambar 7. Mutan D.melanogasterTaxi
Sumber
:http://www.exploratorium.edu/exhibits/mutant_flies/mutant_flies.html
Black
Seluruh tubuhnya berwarna hitam akibat terjadinya kerusakan pada
gen black yang terletak pada kromosom kedua, lokus 48,0 (Borror et
al 1998)
Rekombinasi Genetik
Rekombinasi genetik adalah proses pertukaran elemen genetik yang
dapat terjadi antara untaian DNA yang berlainan (interstrand), atau
antara bagian-bagian gen yang terletak dalam satu untaian DNA
(intrastrand). Dalam pengertian yan lebih sederhana, rekombinasi
genetik didefinisikan menjadi penggabungan gen dari satu atau lebih
sel ke sel target. Sel yang disisipi atau dimasuki gen dari luar
atau dari sel lain disebut biakan rekombinan. Penyusunan kembali
informasi genetik dalam dan antara molekul DNA yang meliputi
berbagai macam proses yang terletak secara kolektif dibawah
rekombinasi genetik. Fungsi dari rekombinasi genetik bervariasi
tergantung mekanismenya.Beberapa fungsi rekombinasi genetik adalah
memelihara perbedaan genetik, sistem perbaikan DNA khusus, regulasi
ekspresi gen tertentu, dan penyusunan kembali genetik yang
diprogram selama perkembangan (arianto 2011).
Salah satu model kejadian rekombinasi yang umum dikenal adalah
model Holliday, yang berlaku bagi makhluk hidup prokariotik,
eukariotik bahkan fag. Selain pertukaran unting-unting resiprok
pada model Holliday, di lingkungan makhluk hidup eukariotik
diketahui ada juga pertukaran unting yang tidak resiprok
(asimetrik).
Crossing Over pada Meiosis Makhluk Hidup Eukariotik
Peristiwa crossing over (pindah silang) sudah jelas diketahui
terjadi selama sinapsis dari kromosom-kromosom homolog
padazygotendanpachitendari profase I meiosis. Dalam hal ini tentu
saja yang dimaksud adalah pindah silang pada makhluk hidup yang
pembelahan reduksinya berlangsung selama meiosis I. Karena
replikasi kromosom berlangsung selama interfase,maka peristiwa
pindah silang itu terjadi pada tahap tetrad pasca replikasi pada
saat tiap kromosom telah mengganda, sehingga telah terbentuk empat
kromatid untuk tiap pasang kromosom homolog (Warianto 2011).
Peristiwa pindah silang terjadi antara keempat kromatid itu,
tetapi yang terjadi antara dua kromosom sesaudara (dari satu
kromosom) jarang dapat dideteksi. Bcrkenaan dengan hal ini, Gardner
dkk (1991) menyatakan"Pindah silang juga mencakup kromati-kromatid
sesaudara (dua kromatid dari satu kromosom), tetapi pindah silang
tersebut secara genetik jarang dapat dideteksi karena
kromatid-kromatid sesaudara biasanya identik". Jelaslah peristiwa
pindah silang yang secara genetik mudah dideteksi adalah yang
berlangsung antara dua kromatid bukan sesaudara (non-sister
chromatids).
Beberapa fungsi rekombinasi genetik adalah memelihara perbedaan
genetik, sistem perbaikan DNA khusus, regulasi ekspresi gen
tertentu, dan penyusunan kembali genetik yang diprogram selama
perkembangan.Secara garis besar ada tiga tipe rekombinasi genetik
yang sudah banyak diketahui, yaitu (1) rekombinasi homolog/ umum,
(2) rekombinasi khusus (site-specific rekombination), dan (3)
rekombinasi transposisi/ replikatif pada makhluk hidup.
Rekombinasi Homolog
Rekombinasi homolog menyebabkan terjadinya pertukaran
antarmolekul DNA yang merupakan homologi urutan nukleotida cukup
besar. Ciri khusus rekombinasi homolog adalah bahwa proses tersebut
dapat terjadi setiap titik di daerah homologi. Rekombinasi terjadi
melalui tahap pemotongan untaian DNA yang kemudian diikuti dengan
proses penggabungan kembali. Rekombinasi antarkromosom melibatkan
proses pertukaran sekara fisik antara bagian-bagian kromosom.
Proses rekombinasi terjadi sekara akurat sehingga tidak ada
satupun pasangan basa nukleotida yang hilang atau ditambahkan ke
dalam kromosom rekombinan. Proses pertukaran tersebut menyebabkan
terbentuknya struktur yang dapat terlihat sebagai kiasma (chiasma)
pada waktu meiosis. Kiasma merupakan tempat pemotongan dan
penggabungan kembali untai DNA, yaitu ketika dua kromatid yang
berbeda (non-sister chromatids) terpotong dan tergabungkan satu
sama lain. Rekombinasi homolog dimulai ketika dua kromosom homolog
terletak berdekatan satu sama lain sehingga urutan nukleotida yang
homolog dapat dipertukarkan. Kontak antara dua pasang kromosom
tersebut, disebut sebagai proses sinapsis, terjadi pada awal
meiosis yaitu pada profase (Warianto 2011).
Rekombinasi Khusus
Berbeda dari proses rekombinasi homolog, rekombinasi khusus
hanya terjadi pada tempat khusus di dalam segmen molekul DNA.
Pertukaran materi genetik dilakukan oleh protein khusus yang
mengkatalisis pemotongan dan penggabungan molekul DNA sekara tepat
pada tempat terjadinya rekombinasi. Proses rekombinasi semakam ini
tidak tergantung pada protein recA. Rekombinasi khusus mempunyai
beberapa kirri, yaitu: (i) proses rekombinasi terjadi di tempat
khusus pada kedua fragmen DNA, (ii) rekombinasi berlangsung timbal
balik (reciprocal), artinya kedua hasil pertukaran genetik tersebut
dapat diperoleh kembali, (iii) rekombinasi terjadi sekara
konservatif, artinya proses pertukaran genetik tersebut dilakukan
melalui pemotongan dan penyambungan kembali bagian DNA yang
berekombinasi tanpa ada sintesis nukleotida baru, dan (iv) bagian
yang mengalami rekombinasi tersebut mempunyai homologi dalam hal
urutan nukleotida. Proses rekombinasi khusus dimulai dengan
terjadinya pemotongan bagian DNA yang akan berekombinasi pada
daerah yang mempunyai homologi sehingga dihasilkan ujung lekat
(sticky end). Kedua ujung lekat pada kedua fragmen DNA yang
berekombinasi tersebut kemudian mengalami pertukaran untai DNA
sehingga akan terbentuk konfigurasi rekombinan (Warianto 2011).
Rekombinasi Meiotik
Rekombinasi meiotik adalah proses rekombinasi yang terjadi pada
jasad eukaryotik pada saat terjadi proses meiosis. Dalam beberapa
hal mekanisme rekombinasi meiotik menunjukkan kemiripan dengan
proses rekombinasi homolog pada bakteri meskipun beberapa tahapan
awalnya berbeda. Proses rekombinasi meiotik pada eukariot dimulai
dengan adanya pemotongan dua untai DNA (double-strand break) yang
ada pada salah satu kromosom.
Pada organisme eukariot, rekombinasi genetik terjadi melalui
penggabungan seksual sel telur dan sel sperma. Di dalam proses ini,
kromosom sel sperma dan sel telur mengalami pemotongan pada titik
homolog, dari potongan-potongan kromosom dari kedua sel induk lagi
bertukar dan bergabung bersama-sama, menghasilkan gen kombinasi
baru menghasilkan progeny yang mengandung berbagai sifat fenotip
yang diturunkan dari kedua induk. Pemotongan, penyusunan kembali,
dan bersatunya gen dan serangkaian gen selama konjugasi seksual
pada eukariot terjadi dengan ketepatan yang tinggi tanpa mengganggu
kerangka pembacaan atau isyarat pada urutan DNA.Pada bakteri yang
tidak menjalani meiosis, rekombinasi genetik terjadi pada seperti
konjugasi antara dua kromosom homologous yang terjadi selama atau
segera setelah replikasi (Warianto 2011).
Hukum Mendell
Hukum pewarisan Mendel adalah hukum yang mengatur pewarisan
sifat secara genetik dari satu organisme kepada keturunannya. Hukum
ini didapat dari hasil penelitian Gregor Johann Mendel, seorang
biarawan Austria. Hukum tersebut terdiri dari dua bagian, yaitu
hokum pertama Mendel dan hokum kedua Mendel.
Hukum Segregasi (Hukum Mendel I)
Hukum segregasi bebas menyatakan bahwa pada pembentukan gamet
(sel kelamin), kedua gen induk (parent) yang merupakan pasangan
alel akan memisah sehingga tiap-tiap gamet menerima satu gen dari
induknya (Karina Afriani 2011). Secara garis besar, hukum ini
mencakup tiga pokok:
1. Gen memiliki bentuk-bentuk alternatif yang mengatur variasi
pada karakter turunannya. Ini adalah konsep mengenai dua macam
alel; alel resesif (tidak selalu nampak dari luar, dinyatakan
dengan huruf kecil, misalnya w dalam gambar di sebelah), dan alel
dominan (nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf besar, misalnya
R).
2. Setiap individu membawa sepasang gen, satu dari tetua jantan
(misalnya ww dalam gambar di sebelah) dan satu dari tetua betina
(misalnya RR dalam gambar di sebelah).
3. Jika sepasang gen ini merupakan dua alel yang berbeda (Sb dan
sB pada gambar 2), alel dominan (S atau B) akan selalu
terekspresikan (nampak secara visual dari luar). Alel resesif (s
atau b) yang tidak selalu terekspresikan, tetap akan diwariskan
pada gamet yang dibentuk pada turunannya (Karina Efriani 2011).
Gambar 8.Perbandingan antara B (warna coklat), b (warna putih),
S (buntut pendek), dan s (buntut panjang) pada generasi F2
Sumber :https://www.academia.edu/8409080/
Hukum Asortasi Bebas (Hukum Mendel II)
Hukum kedua Mendel menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai
dua pasang atau lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat
secara bebas, tidak bergantung pada pasangan sifat yang lain.
Dengan kata lain, alel dengan gen sifat yang berbeda tidak saling
mempengaruhi. Hal ini menjelaskan bahwa gen yang menentukan e.g.
tinggi tanaman dengan warna bunga suatu tanaman, tidak saling
mempengaruhi.Seperti nampak pada Gambar 4, induk jantan (tingkat 1)
mempunyai genotipe ww (secara fenotipe berwarna putih), dan induk
betina mempunyai genotipe RR (secara fenotipe berwarna
merah).Keturunan pertama (tingkat 2 pada gambar) merupakan
persilangan dari genotipe induk jantan dan induk betinanya,
sehingga membentuk 4 individu baru (semuanya bergenotipe
wR).Selanjutnya, persilangan/perkawinan dari keturuan pertama ini
akan membentuk indidividu pada keturunan berikutnya (tingkat3)
dengan gamet R dan w pada sisi kiri (induk jantan tingkat 2) dan
gamet R dan w pada baris atas (induk betina tingkat 2). Kombinasi
gamet-gamet ini akan membentuk 4 kemungkinan individu seperti
nampak pada papan catur pada tingkat 3 dengan genotipe: RR, Rw, Rw,
dan ww. Jadi pada tingkat 3 ini perbandingan genotipe RR ,
(berwarna merah) Rw (juga berwarna merah) dan ww (berwarna putih)
adalah 1:2:1. Secara fenotipe perbandingan individu merah dan
individu putih adalah 3:1 (Karina Afriani 2011).
METODOLOGI
Alat dan Bahan
Dalam praktikum ini, alat dan bahan yang digunakan diantaranya
yaitu sumpit dengan berbalut kasa (untuk pembiusan), cairan
kloroform, kertas saring, plastic, busa penutup botol, botol kaca,
loop, selang karet, sedotan plastic, Drosophila melanogaster wild
type (mata merah) dan mutan (mata putih), ragi serta media
pembiakan yang terbuat dari bahan pisang, tape singkong, dan gula
merah.
Cara Kerja
Dipindahkan sampel D.melanogaster ke dalam plastik agar mudah
dibius dengan kloroform, kemudian identifikasi sample
D.melanogaster tersebut dengan memperhatikan jenis kelamin, lalu
dihitung masing-masing jumlah jantan dan betina yang sudah
dipisahkan. Setelah dihitung dimasukan kembali D.melanogaster
tersebut ke dalam plastik dengan jenis kelamin yang sama, tunggu
hingga D.melanogaster tersebut bangun dari biusan kloroform.
Sambil menunggu, disiapkan 2 botol dengan media baru yang berisi
campuran pisang, tape, dan gula merah dengan perbandingan 7:3:1
yang dihaluskan secara bersamaan, kemudian dipanaskan hingga
mengental, pindahkan media tersebut ke dalam botol 1 dan botol 2
secukupnya, diletakkan lipatan kertas saring diatas masing-masing
media, lalu taburi sedikit ragi. Setelah media dingin, dimasukkan 5
ekor D.melanogaster jantan normal dan 5 ekor drosophila betina
normal ke botol 1, kemudian dimasukkan 1 ekor D.melanogaster jantan
mutan dan 5 ekor D.melanogasterbetina normal. Tutup media dengan
penutup busa, didiamkan pada suhu 25 derajat celcius.Perkembangan
persilangan dicatat dan diamati setiap hari.Apabila telah
mendapatkan F1 nya, maka persilangan dilakukan kembali dengan
sesamanya untuk mendapatkan F2 nya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Simulasi Persilangan
Awalnya rangkai kelamin ditemukan oleh Thomas Hunt Morgan pada
tahun 1901 yang memulai penelitian di Columbia dan dilanjutkannya
di Institut Teknologi Kalifornia. Dia menggunakan Drosoplhila
melanogasterdengan memperhatikan warna matanya. Lalat yang normal
bermata merah namun ia menemukan dari sekian banyak lalat normal
tersebut ada lalat jantan yang bermata putih. Karena berbeda dari
kebanyakan lalat yang normal bermata merah maka lalat jantan yang
bermata putih tersebut disebut olehnya mutan karena menyimpang dari
yang normal. (Suryo.1990: 203).
Maka Morgan kemudian mengawinkan dari lalat jantan yang bermata
putih dengan lalat betina yang bermata merah (normal). Maka ia
memperoleh keturunan F1 dengan hasil semua lalat bermata normal
(merah). Setelah itu ia mengawinkan F1 dan ia mendapat hasil
keturunan F2 yang memiliki rasio bermata normal (merah) : bermata
white (putih). Dan lalat-lalat dari F2 yang bermata merah adalah
lalat betina semuanya sedangkan dari lalat jantan memiliki mata
berwarna putih dan nya lagi memiliki mata merah. (Suryo.199)
Gambar 9. Simulasi Persilangan D.melanogaster
Sumber :
http://www.indiana.edu/oso/lessons/genetics/drosophila.html
Berdasarkan pada hasil tersebut Morgan menyimpulkan bahwa gen
yang resesif yang menentukan lalat bermata putih hanya berpengaruh
pada lalat yang jantan dan gen yang menentukan warna mata dari
Droshopila hanya terdapat pada kromosom X tidak pada Kromosom Y.
(Suryo.1990:203).
Dan lalat betina yang bermata putih itu juga ada apabila lalat
betina bermata merah heterozigotik (+ w) dikawinkan dengan lalat
jantan yang bermata putih (w-) maka keturunan yang dihasilkan dari
persilangan tersebut adalah setengah dari lalat betina bermata
putih dan setengahnya lagi bermata merah, hal tersebut juga terjadi
pada lalat jantan yaitu setengahnya bermata putih dan setengahnya
lagi bermata merah. Dari penyelidikan yang dilakukan ternyata ada
20 macam gan terangkai pada kromosom X pada Droshopila melanogaster
(Suryo.1990: 206).
Dengan perkataan lain, perkawinan resiprok menghasilkan
keturunan yang berbeda. Persilangan resiprok dengan hasil yang
berbeda ini memberikan petunjuk bahwa pewarisan warna mata pada
Drosophila ada hubungannya dengan jenis kelamin, dan ternyata
kemudian memang diketahui bahwa gen yang mengatur warna mata pada
Drosophila terletak pada kromosom kelamin, dalam hal ini kromosom
X. Oleh karena itu, gen pengatur warna mata ini dikatakan sebagai
gen rangkai X. Pada Drosophila, dan juga beberapa spesies organisme
lainnya, individu betina membawa dua buah kromosom X, yang dengan
sendirinya homolog, sehingga gamet-gamet yang dihasilkannya akan
mempunyai susunan gen yang sama. Oleh karena itu, individu betina
ini dikatakan bersifat homogametik. Sebaliknya, individu jantan
yang hanya membawa sebuah kromosom X akan menghasilkan dua macam
gamet yang berbeda, yaitu gamet yang membawa kromosom X dan gamet
yang membawa kromosom Y. Individu jantan ini dikatakan bersifat
heterogametic (Susanto, Agus Hery 2011).
Sifat keturunan atau kejadian yang diterangkan di muka itu
ditentukan oleh gen yang terdapat pada autosom. Mempelajari
menurunnya warna bunga atau sifat albino pada manusia, keturunan F1
maupun F2 tidak pernah disebut jenis kelaminnya. Terdapat juga gen-
gen yang terdapat pada kromosom kelamin. Gen ini disebut gen- gen
terangkai kelamin. Peristiwanya disebut rangkai kelamin atau dalam
bahasa inggrisnya sex linkage.(Suryo, 1994).
Gambar 10. Peta kromosom Drosophila melanogaster
Sumber :
http://www.indiana.edu/oso/lessons/genetics/drosophila.html
White (w) merupakan mutan dengan warna mata putih karena tidak
memiliki pigmen pteridin dan ommochrome. Mutasi terjadi pada
kromosom nomor 1, lokus 1,5.
.
Gambar 11. Macam-macam Mutasi pada D.melanogaster
Sumber :
http://www.indiana.edu/oso/lessons/genetics/drosophila.html
Pada percobaan ini, kami menyilangkan 2 jenis D.melanogaster,
yang pertama adalah 5 jantan normal dengan 5 betina normal, dan
yang kedua adalah 1 jantan mutan dengan 5 betina normal. Setelah
beberapa hari persilangan, masih belum terlihat larva pada kedua
botol.Namun, sekitar hari ke-4 atau ke-5, mulaiterlihat larva.Larva
tersebut mulai bergerak dipermukaan media untuk makan. Larva
tersebut merupakan larva instarpertama. Selama masa larva instar 1
dan 2, D.melanogaster akan terus makan, namun ketika memasuki
instar ke-3, larva mulai naik ke atas botol untuk melakukan proses
metamorfosis ke pre pupa.
Pada F1 semuanya menghasilkan Drosophila melanogaster bermata
merah dengan rasio betina lebih banyak dibandingkan dengan jantan.
Namun ada satu D.melanogaster bermata putih jantan, hal ini terjadi
karena sifat bermata putih adalah resesif. D.melanogaster bermata
putih betina tidak muncul karena hal ini terpaut oleh kromosom sex,
XX sehingga bermata putih tertutupi oleh bermata merah.
Tabel 1. Progres Perkembangan Persilangan D.melanogaster
JUMLAH F2
TGL
ULANGAN
KONTAMINASI
JENIS SIKLUS
MUTAN
WILD TYPE
JTN
BTN
JTN
BTN
10 DES 14
ULGN 1
LRV INS 3 + PUPA
0
0
0
0
ULGN 2
0
0
0
0
11 DES 14
ULGN 1
PUPA + IMAGO
3
0
8
7
ULGN 2
8
0
7
20
12 DES 14
ULGN 1
PUPA + IMAGO
3
0
5
8
ULGN 2
5
0
3
16
13 DES 14
ULGN 1
KAPANG TUMBUH
PUPA + IMAGO
4
0
8
9
ULGN 2
SEDIKIT
5
0
5
19
14 DES 14
ULGN 1
KAPANG TUMBUH
PUPA + IMAGO
3
0
6
14
ULGN 2
MULAI BANYAK
9
0
7
20
15 DES 14
ULGN 1
KPG SEMAKIN
PUPA + IMAGO
3
0
4
7
ULGN 2
BANYAK
8
1
8
8
16 DES 14
ULGN 1
KPG SEMAKIN
PUPA + IMAGO
2
1
7
11
ULGN 2
BANYAK
2
6
9
21
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa perbandingan yang dihasilkan
dari persilangan sesuai dengan teori yang ada bahwa Drosophila
melanogaster normal bermata merah yang dihasilkan lebih banyak
dibandingkan dengan D.melanogaster mutan bermata putih banyak
karena D.melanogaster normal bermata merah sebagai parental.
Gambar 12. Test cross persilangan Drosophila melanogaster
bermata merah dan Drosophila melanogaster bermata putih
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa F2 dari
persilanagan Drosophila melanogaster bermata putih jantan dan
Drosophila melanogaster bermata merah betina sesuai dengan teori.
Hal ini terjadi karena ada pautan dari kromosom kelamin (sex
linked) sehingga hasil pada F2 Drosophila melanogaster bermata
putih jantan lebih banyak dibandingkan Drosophila melanogaster
bermata merah betina. Karena warna putih pada mata Drosophila
melanogaster bersifat resesif. White (w) merupakan mutan dengan
warna mata putih karena tidak memiliki pigmen pteridin dan
ommochrome. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 1, lokus 1,5.
Saran
Mengingat adanya keterbatasan dan kekurangan dalam penelitian
ini, maka saran yang dapat diberikan adalah:
1. Diperlukan penelitian serupa dengan waktu pemaparan yang
lebih panjang jangka sehingga F2 yang dihasilkan lebih banyak.
Karena semakin banyak F2 yang dihasilkan semakin baik pula bukti
kebenaran suatu teori.
2. Diperlukan banyak pengulangan saat melakukan penelitian ini,
karena jika terjadi kesalah dapat dilihat dari pengulanagan
berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Barnes, B.W. and M.J. Kearsey, 1973. An Introduction to
Drosophila melanogaster Genetics. In Practical Genetics, edited by
P.M. Sheppard. John Wiley and Sons, New York.
Borror et al. 1998. Pengenalan Pelajaran Serangga. 8th Ed.
Terjemahan dari an Introduction to Study of Insect oleh Soetiyono
Partosoedjono. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Campbell. 2002. Biology. Jakarta: Erlangga
Demerec dan Kaufmann. 1961. Drosophila Guide. Introduction to
the Genetics and Cytology of Drosophila melanogaster. Carnegie
Institution of Washington, Washington D.C.
Efriani, Karina. Modul Pembelajaran Materi Genetik,
https://www.academia.edu/ 8409080/MODUL_PEMBELAJARAN_MATERI_GENETIK
[26 Desember 2014]
Erlina, S. 1985. Respons seleksi untuk jumlah bulu sternopleural
selama empat generasi serta pengaruhnya terhadap lebar thorax pada
lalat buah (Drosophila melanogaster). Skripisi. Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Fithri,A., C.N,S. Nazlie dan Suwarno. 1995. Inventarisasi lalat
buah Drosophila sp. Di kotamadya Banda Aceh. Laporan hasil
penelitian. Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh
Frost, S.W. 1959. Insect Life and Insect Natural History. Second
Revised Edition. Dover Publication, INC., New York.
Gardner, E.J, dkk. 1991. Principle of Genetics. New York: John
Wiley and Sons, Inc
Iskandar, D.T. 1987. Petunjuk Praktikum Genetika. Pusat Antar
Unversitas Bidang Ilmu Hayati, ITB Bandung.
Junitha, K. 1991. Kemampuan reproduksi Drosophila bipectinata
dalam kondisi laboratorium. Karya Ilmiah. Fakultas Pasca Sarjana
Universitas Airlangga, Surabaya.
Kimball, J.W. 2001. Biologi. Jakarta: Erlangga
King, R.C. 1962. Genetics. 2nd Edition. Oxford University Press,
New York.
Manning, G. 2006. A quick and simple introduction to Drosophila
melanogaster. http://www.ceolas.org/fly/intro.html [ 25 Desember
2014].
Mulyati, M.A.S. 1985. Pengaruh silang dalam terhadap
heritabilitas dan keragaman lebar thorax, jumlah bulu sternopleural
dan jumlah anak pada lalat buah. Skripsi. Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor, Bogor
Pai, A. C. 1987. Dasar-Dasar Geneika. Terjermahan Muhidin
Apandi. Edisi kedua. Jakarta : Erlangga.
Russell, P. J. 1994. Fundamental of Genetics. USA: Harper
Collins College, Hlm 528
Seregeg, G.W. 1986. Effect of The Environment on Sex
Determination in Drosophila. FP MIPA. Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Surabaya.
Shorrocks, B. 1972. Drosophila, Ginn and Company Limited,
London. Hal 31-48; 71-76; 103-116
Strickberger, M.W. 1962. Experiments in Genetic with Drosophila.
John Wiley and Sons Inc, New York.
Warianto, Chaidar. 2011. Mutasi,
http://skp.unair.ac.id/repository/Guru-Indonesia/Mutasi_ChaidarWarianto_17.pdf
[28 Desember 2014]
Wheeler, MR. 1981. The Drosophilidae: A Taxonomic Overview. In:
The Genetics and Biology of Drosophila (Ashburner M, Carson HL and
Thompson JN Jr, eds).
Wiyono, H.T. 1986. Studi mengenai pentingnya lalat buah
Drosophila Melanogaster sebagai bahan praktikum genetika di SMA.
Tesis. Fakultas Pasca sarjana Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Malang.
Zulfikar. 2010. Nukleotida,
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/biomolekul/nukleotida
[25 Desember 2014]
Laporan Akhir Persilangan D.melanogaster 31