Kata Pengantar Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam Atas karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan ini. Sholawat serta salam teruntuk Rasul Yang Tercinta Muhammad SAW atas perjuangan Beliau Islam tegak di muka bumi ini. Dan juga sholawat untuk para sahabat , keluarga, dan kita sebagai umatnya yang istiqomah di jalan-Nya. Alhamdulillah laporan ini telah disusun, dengan judul “ Survei Satwa Liar, Perairan, dan Analisis Vegetasi di Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran, Ciamis”. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pada tanggal 29 Mei sampai 2 Juni 2008 di Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran, Ciamis. Penghargaan yang tinggi dan+ucapan terimakasih yang tulus kami sampaikan kepada para pihak pangandaran yang terkait, dosen, asisten laboratorium dan para alumni yang telah membantu kami dalam melakukan pengamatan. Kami sangat berharap mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi para pembaca, dan dalam kesempatan ini kami senantiasa mengharapkan saran yang konstruktif dari para pembaca. Penulis 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam Atas karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan laporan ini. Sholawat serta salam teruntuk Rasul Yang Tercinta Muhammad
SAW atas perjuangan Beliau Islam tegak di muka bumi ini. Dan juga sholawat untuk para
sahabat , keluarga, dan kita sebagai umatnya yang istiqomah di jalan-Nya.
Alhamdulillah laporan ini telah disusun, dengan judul “ Survei Satwa Liar, Perairan,
dan Analisis Vegetasi di Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran, Ciamis”. Berdasarkan
pengamatan yang telah dilakukan pada tanggal 29 Mei sampai 2 Juni 2008 di Taman Wisata
Alam Pananjung Pangandaran, Ciamis.
Penghargaan yang tinggi dan+ucapan terimakasih yang tulus kami sampaikan kepada
para pihak pangandaran yang terkait, dosen, asisten laboratorium dan para alumni yang telah
membantu kami dalam melakukan pengamatan.
Kami sangat berharap mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi para pembaca, dan
dalam kesempatan ini kami senantiasa mengharapkan saran yang konstruktif dari para
pembaca.
Penulis
1
Daftar Isi
1 PENDAHULUAN
a. LATAR BELAKANG…………………………………………………
b. Permasalahan…………………………………………………
c. Tujuan…………………………………………………
2 METODOLOGI
A. STUDY AREA
B. Metode
C. Cara kerja
D. Analisis
3 Hasil dan pembahasan
4 Kesimpulan
Daftar pustaka
2
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Keadaan umum
Taman wisata alam pangandaran ditetapkan berdasarkan SK Mentri Pertanian Nomor
170/kps/Um/3/1978 tanggal 10 Maret dengan luas 37,7 ha. Secara geografis terletak pada 1080
30 derajat- 10900 BT dan 7derajat LS. Sedangkan berdasrkan administrasi pemerintah termasuk
wilayah Desa Pangandaran, Kecamatam Pangandaran Kabupaten Ciamis. Menurt administrasi
pengelolaan hutan perum perhutani termasuk BKPH Pangamdaran KPH Ciamis.
Kawasan ini terletak pada bagian utara dari Pananjung Pangandaran, sebagian besar
berfotografi landai dan pada beberapa tempat terdapay beberapa tonjolan-tonjolan bukit kapu
yang terjal. Ketinggian tempat kawasan antara 0 – 20 m.
Menurut klasifikasi Schmit dan Ferguson, Kamojang dan sekitarnya termasuk beriklim
A dengan curah hujan rata-rata 3196 mm per tahun. Temperature udara minimum 25 derajat C,
maksimum sebesar 30 derajat C, dan kelembaban sebesar 80 – 90 %.
Potensi wilayah
Kawasan TWA Pangandaran merupakan hutan sekunder tua yang brumur antara 50 –
60 tahun mendominasi kawasan TWA Pangandaran. Selebuhnya adalah sisa-sisa hutan primer
yang tidak luas dan terpencar letaknya,serta sedikita hutan pantai.
Pohon-pohon ditan sekunder tua didalam kawasan TWA Pangandaran memilki
ketinggian rata-rata 25 – 35 m, dengan jenis-jenis yang dominan diantaranya Laban ( Vitex
pubescan ), Ki Segel ( Dillena excasa ) dan marong ( Cratoxylon formasum ), juga terdapat
beberpa jenis pohn penunggalan hutan primer sperti pohpohan ( Buchan arborecens ), kondang
( Ficus verlegata ), dan benda ( Disoxillum caulostachylum ). Tumbuhan tersebut biasanya
ditandai oleh tumbuhan liana dan epifit.
3
Hutan pantai hanya terdapat dibagian Timur danBarat kawasan. Ditumbuhi pohon
formasi Barrintonia, seperti Butun ( barringtonia aseatica ), ketapang ( Terminalia catappa ),
Nyamplung ( Callopyllum inophylum ) dan waru laut ( Hibiscus tliaceus ).
Dengan berbagai ragam floranya, kawasan taman wisata Pangandaran merupakan
habitat yang cocok bagi kehidupan satwa liar. Jenis satwa liar yang dapat dijumpai pada kawasan
ini antara lain : Tando ( monyet ekorpanjang ( Macaca fascicularis ), lutung ( presbytus
( Copsycus malaharicus ). Dan jogjog ( Phiconotus plumotus ).
Gbr. 01 peta kecamatan pangandaran
Keberadaan taman wisata pengandaran menjadi sangat penting untuk satwa-satwa dan
tumbuhan yang merupakan habitat bagi keanekaragaman hewan dan tumbuhanya.
Dalam kegiatan penelitian atau pemantauan ekologi tumbuhan, terkadang sering terjadi
kekecauan istilah,seperti tumbuh-tumbuhan,flora dan vegetasi. Berhubungan dengan hal tersebut,
terlebih dahulu akan diuraikan istilah tersebut untuk mempersatukan bahasa yang akan diuraikan
dalam istilah tersebut.
Tumbuh-tumbuhan adalah makhluk yang mempunyai kemampuan
menangkap,mengikat, dan mengubah energi sinar matahari menjadi energi bentuk lain yang
4
dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan itu sendiri dan makhluk lainnya. Salah satu cirri tumbuhan
adalah mempunyai khlorofil (zat hijau daun).
Flora adalah kumpulan jenis tumbuhan yang terdapat dalam suatu wilayah, sedangkan vegetasi adalah masyarakat tumbuhan yang terbentuk oleh berbagai populasi jenis tumbuhan yang terdapat dalam satu wilayah atau ekosistem serta memiliki variasi pada kondisi tertentu.
Menurut Soerianegara dan Indrawan(1980), analiis vegetasi dalam ekologi tumbuhan
adalah cara untuk mempelajari struktur vegetasi dan kompoisis jenis tumbuhan. Analisis vegetasi
bertujuan untuk mengetahui komposi jenis (susunan) tumbuhn dan bentuk (struktur) vegetasi
yang ada di wilayah yang dianalisis. Caranya adalah dengan melakukan ddeskripsi komunitas
tumbuhan.
Analisis vegetasi dapat juga digunakan untuk mengetahui pengaruh dampak lingkungan
merupakan satu cara pendekatan yang khas, karana pengamatan terhadap berbagai aspek vegetasi yang
dilakukan harus secara mendetail dan terdiri atas vegetasi yang belum terganggu. (Fachrul,2006)
Pengaruh kualitas ligkungan mempengaruhi populasi Macaca fascicularis, karena suatu
populasi dapat menempati wilayah yang sempit sampai yang luas, tergantung pada perilaku dan
kondisi habitat. Penelitian ini penting, karena pengaruh lingkungan terhadap bertahanya Macaca
fascicularis sangat ditentukan oleh daya dukung energi yang didapati dari ekosistem hutan
( Firman, 2006 ).
Keadaan ini yang perlu diukur mengingat Macaca fascicularis berfungsi sebagai
pengatur keseimbangan ekosistem hutan. Macaca fascicularis memakan buah dipohon-pohon
yang berada disekitar hutan lindung TWA Pangandaran seperti pohon Nipan, pohon Pidada, sisa
biji-bijian dari buah-buahan yang ada dikawasan TWA Pangandaran itu dapat tersebar ditanah
dan tertanam kembali, sehingga menghasilkan pohon yang baru yang tumbuh dengan cepat.
Pohon tersebut sebagai tempat tidur dan tempat berlindung burung-burung, karena alasan
tersebutlah penelitian/ pengamatan ini dilakukan.
Macaca fascicularis adalah salah satu perwakilan dari berbagai hewan di kawasan TWA
Pangandaranyang paling mudah ditemukan dibandingkan hewan primate lainya, namun saat ini
keberadaan Macaca fascicularis perlu diperhatikan, karena keberadaan mereka sudah sangat
akrab dengan manusia, sehingga pakan hewan primate tersebut tersubstitusi dengan pakanya
manusia, maka dari itu perlu diteliti lebih jauh tentang aktivitas pakanya yang sudah tidak alami
5
ini apakah akan mempengaruhi keberadaan populasi Macaca fascicularis di kawasa TWA
Pangandaran ini.
Distribusi : Lutung (atau dalam bahasa lain disebut langur) merupakan kelompok monyet dunia lama yang membentuk genus Trachyphitecus. Secara garis besar, lutung tersebar di dua wilayah: Asia Tenggara (India barat daya, Tiongkok selatan, Kalimantan, dan Bali) dan India selatan berikut Sri Lanka.
Deskripsi : Lutung berbadan langsing dan berekor panjang. Warna bulu (rambut)
tubuhnya berlainan tergantung spesiesnya, dari hitam dan kelabu, hingga kuning emas. Jika
dibandingkan dengan kakinya, tangan lutung terbilang pendek, dengan telapak yang tidak
berbulu. Ukuran lutung berkisar antara 40-80 cm, dengan berat 5-15 kg; pejantan berbadan lebih
besar daripada betinanya. Tonjolan di atas matanya membedakan lutung dari saudara dekatnya,
surili. Memiliki lima jari (pentadactyly), bentuk gigi yang umum dan sebuah rencana tubuh
primitif (tidak terspesialisasi).
Cara hidup : Lutung hidup di hutan, terutama hutan hujan. Sehari-hari bergelayutan dan
melompat dari satu pohon ke pohon lainnya, lutung termasuk hewan siang (hewan diurnal), dan
sangat aktif pada pagi dan sore hari. Hewan ini hidup bergerombol antara 5-20-an yang dipimpin
oleh seekor jantan. Suara pejantan ini sangat nyaring, ditujukan terutama untuk mengingatkan
agar kelompok lain tidak memasuki wilayahnya.
Pakan : Lutung termasuk herbivora yang terutama makan dedaunan, buah-buahan, dan
kuncup bunga. Bahan makanan yang cenderung keras ini bisa dicerna, karena lutung memiliki
empat kamar pada lambungnya.
Reproduksi : Biasanya, lutung beranak satu, dengan masa hamil tujuh bulan. Salah satu
hal yang menarik dari monyet ini adalah anaknya yang berbulu keemasan, dan dipelihara oleh
seluruh betina dalam kelompok. Seiring dengan bertambahnya umur, warna keemasan pada
rambutnya ini akan semakin pudar berganti gelap hingga akhirnya mencapai dewasa pada umur
4-5 tahun. Hewan ini bisa hidup hingga 20 tahun.
Di Indonesia terdapat 205 jenis kelelawar (Suyanto,20010 dan sekarang sudah bertambah sekitar
3-5 jenis, sehingga sudah mencapai 208-210 jenis atau 21 % jenis kelelawar didunia.
Macaca fascicularis adalah monyet kecil yang berwarna cokelat dengan bagian perut
berwarna lebih mudah dan disertai rambut keputihan yang jelas pada bagian muka. Dalam
perkembangaya rambut keputihan yang jelas pada bagian muka, dalam perkembanganya
rambut yang tumbuh pada muka tersebut berbeda-beda antara satu individu dan individu
lainya. Perbedaan ini merupakan indikator membantu mengenali jenis kelaminya dan kelas
umurnya. ( Alarich & Black, 1976 ) seperti halnya yang diketemuka di Taman Wiasata Alam
Pangandaran Jawa Barat.
Taksonomi Macaca fascicularis
Kingdom : Animalia
Philum : Chordata
Sub Philum Vertebrata
Class : Mamalia
Ordo : Primata ( Linnaeus,1958 )
Sub ordo : Anthropoideae
Famili : Cercopithecoide
Sub Famili : Cercopithecinae
Genus : Macaca
Spesies :Macaca fascicularis ( Rafles, 1821 )
Gbr.01 Macaca fascicularis ( Rafles, 1821 )
Monyet ekor panjang memilki kantung pipih yang berkembang sebagai ciri dari Sub
filum Cercopitheciae ( hapier & Napier, 1985 ) monyet ekor panjang jantan memilki kumis dan
betina berjenggot.
34
Monyet ekor panjang muda seringkali mempunyai jambul yang tinggi, sedangkan monyet
yang tua bercambang lebih lebat mengelilingi muka. Ciri utama anatomi Macaca fascicularis
adalah kantung pipih untuk menyimpan makanan sementara.
Habitat
Habitat berperan penting untuk mendukung kehidupan satwa liar. Habitat mempengaruhi
populasi.
Habitat adalah komunitas biotik untuk serangkaian komunitas-komunitas biotik yang
ditempati oleh hewan atau populasi kehidupan. Habitat yang lengkap terdiri dari berbagai jenis
makanan, perlindungan, dan bertahan hidup dan secara melangsungkan reproduksinya secara
berhasil ( Bailey, 1984 ).
Habitat yang mempunyai kualitas tinggi nilainya diharapkan pula akan menghasilkan
kondisi populasi satwa yang rapuh ( Alikodra, 1993 ).
Populasi sebagai kelompok organisme yang terdiri dari individu-individu satu spesies yang
mampu mengahasilkan keturunan yang sama dengan tetuanya, sedangkan kepadatan populasi
adalah besaran populasi dalam suatu unit luas atau volume nilai kependudukan diperlukan untuk
menunjuka kondisi daya dukung habitatnya. ( alikodra, 1990 )
Pengelompokan populasi yang paling sederhana adalah pengelompokan ke dalam kelas
umur bayi ( New born ), anak ( Jouvenil ), muda atau remaja ( sub adult ), dan dewasa ( adult ).
Parameter populasi adalah struktur populasi yang terdiri dari seks rasio, distribusi kelas, umur,
tingkat kepadatan, dan kondisi fisik ( Van livavieren, 1982 ).
Pertumbuhan populasi pada awalnya rendah kemudian mencapai maksimal, selanjutnya
menurun sampai akhirnya mencapai nol pada kondisi jumlah individu sama dengan daya dukung
lingkunganya. ( Krebs, 1972 )
Setiap populasi memilki karakteristik kelompok yang beragam secar umum, karakteristik
kelompok ini dapat dibedakan kedalam tipe umum: Karakteristik populasi yang paling mendasar
adalah ukuran kepadatan, empat parameter yang mempengaruhi kepadatan adalah natalis,
mortalitas, emigrasi, dan imigrasi. Karakter sekunder yaitu: sebaran umur, komposisi genetic,
dan pola sebaran. Karakteristikyang secara individual. ( krebs, 1972 ).
Menurut Napier, 1970 Macaca fascicularis merupakan genus yang dapat beradaptasi dengan
lingkungan bermacam-macam pada daerah iklim yang berbeda. Sperti yang ditmukan di TWA
Pangandaran habitat Macaca fascicularis dapat beradaptasi denga lingkungan yang sudah
35
banyak dicampri oleh manusia sperti turis dan nelayan yang selalu datang dan mencari ikan di
kawasan tersebut.
Macaca fascicularis di kawasan Asia tenggara habitat klasiknya adalah hutan rawa
mangruve, tetapi juga mereka ditemukan di huta primer dan sekunder sampai ketinggian 2000 m
dihutan tebangan di daerah pertanian atau perkebunan atau perladangan di daerah pertanian
mereka sering merusak ladang pertanian yang amat merugikan para petani.
Macaca fascicularis mampu beradaptasi dengan terhadap manusia dari kelompk-
kelompok besar berada di pinggir jalan menghampiripara pengunjung yang membawa makanan
yang kadang diberi Macaca fascicularis dengan spontan pengunjung yang akan memberi
makanan akan dihampiri dengan tangan, akan tetapi tidak langsung dimakan melainkan dibawa
ketempat menjauhi pengunjung yang memberi makan itu.
Adanya hubungan antar individu hewan baik dalam jenis yang sama maupun berbeda
telah membentuk suatu pola tingkah laku yang sangat penting yaitu dikenal dengan dengan home
range dan teritorial. Home range merupakan daerah tempat tinggal suatu hewan yang tidak
dipertahankan oleh hewan tersebut terhadap masuknya hewan sejenis yang sama, namun apabila
daerah tempat tinggal tersebut mulai dijaga dipertahankan terhadap masuknya jenis-jenis yang
sama , maka tempat tinggal tersebut menjadi daerah teritorinya. ( Suratmo, 1979 )
Macaca fascicularis Teroterial yang merupakan salah satu kunci kekeluargaan
pertahanan dari daerah teritori ini adalah penting, karena ini berkaitan dengan bagi semua
kelompok dalam teritori juga terdapat temat tidur.
Luas teritori erat kaitanya dengan tingkah laku makan ( Chivers, 1972 ) yang dibuktikan
dengan penelitian Bismark ( 1990 ) yang menyatakan bahwa territorial kera pemakan daun lebih
kecil daerah teritorinya dibnadingkan dengan daerah teritori pemakan buah,. Hal ini disebabkan
karena pesediaan daun-daunan lebih banyak dibandigkan persediaan buah.
Menurut wilson, 1980. Macaca fascicularis lebih banyak menyakai sekunder; seperti tepi
danau, sungai atau sepanjang pantaiseperti yag ada di Taman Wisata alam Pangandaran. Jenis
dari primat ini merupakan satu-satunya jenis primate yang dapat hidup bersama-sama lutung
pantai Presbytis auratus yang di diamai pada habitat tersebut.
36
Populasi
Monyet ekor panjang merupakan salah satu jenis dari satwa primate yang memliki
territorial, sehingga setap kelompok ini akan mempertahankan wilayahnya dari invansi
kelompok lan.
Pola pakan
Berdasarkan susunan makanan, Macaca fascicularis termasuk Frugtivor ( Rijhsen,
1978 ). Disamping itu berbagai jenis buah-buahan sebagai makanan utamanya Macaca
fascicularis juga mengkosumsi tipe-tipe makanan lainya. Menurut Kurllan, 1973; Macaca
fascicularis mempunyai kebiasaan makan yang selektif memilih makan buah dan daun dari
pohon fikus, dillenia dan lain sebagainya dan juga aneka jenis pohon lainya. Mereka juga
memakan bunga, orthoptera, dan beberpa larva serangga yang besar.
Mckinnon dan Mckinnon (1980) menjelaskan bahwa Macaca fascicularis adalah jenis
primate yang oportunis yang dapat menyesuaikan dari tingkat organ seleksi yang tinggi,
mengabaikan beberapa sumber daya makanan yang lain. Suatu hari mereka dapat memakan
hanya satu tipe bunga pada hari lain memakan satu jenis buah dan pada waktu yang lain juga
seperti yang Macaca fascicularis yang ditemukan di kawasan TWA Pangandaran Ciamis
mereka memakan jenis makanan yang diberikan oeh pengunjung.makanan yang mereka makan
dengan syarat makanan yang mereka sukai atau memenuhi criteria sebagai makanan yang mudah
dicerna oleh tubuhnya. Pernah Macaca fascicularis ini mengambil botol aqua yang berisi gipsum
akan tetapi karena gypsum itu bukan makannanya monyet tersebut membuangnya. mereka
menyebar kohesi dan koordinasi kelompok berubah ubah dengan anggotanya terpusat pada
suatu daerah sumber daya makanan yang besar tersebar ke sumber daya makanan yang lebih
kecil sewaktu kondisi tersebut berubah. Kelompok monyet ini mengalihkan perhatianya pada
makanan apa saja yang paling mudah didapati atau paling tersedia.
Kerapatan
Berdasarkan distribusi, aktivitas dalam ruang Macaca fascicularis merupakanjenis
primata arboreal ( Aldhrick-Black, 1990 ) . vegetasi sebagai komponen habitat sebagai sumber
makanan juga difungsikan juga sebagai pelindung.
Menurut Wilson (1975 ) territorial Macaca fascicularis yaitu 50-100 Ha/ kelompok,
sedangkan menurut Kurland( 1973 ) perkiraan home range kelompok monyet Macaca
37
fascicularis banyaknya jumlah individu dalam satu kelompo sekitar 18-19 ekor. Luas territorial
ini erat kaitanya dengan yingkah laku.
Menurut Kindlad, 1973 kelompok Macaca fascicularis biasanya menggunakan pohon
yang kurang berdaun ( leafless true ) sebagai tempat hidupnya, Muchtar ( 1982 ) kehidupan
monyet dalam beristirahat biasanya menggunakan cabang-cabang atau batang poho yang
posisinya lebih condong atau rebah.
Perpindahan merupakan salah satu pencarian tempat baru untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, seperti pakan dan tepat berlindung.
2.2 Lutung
Kelompok lutung yang ditemukan diperkirakan berjumlah + 15 individu, terdiri dari king
alfa, king beta, betina dewasa, pradewasa jantan dan betina, remaja jantan dan betina serta anak-
anak jantan/ betina. Berwarna hitam, berekor panjang, tubuh ditutupi rambut (kecuali muka, dan
telapak), pada lutung yang masih anak-anak rambut yang menutupi tubuh berwarna oranye yang
seiring dengan pertumbuhannya akan menjadi lebih gelap.
Pada pengamatan yang dilakukan untuk melihat pola aktivitas lutung yang merupakan
satwa diurnal (aktif pada siang hari), dilakukan pendekatan atau metode secara langsung (direct
methode) berdasarkan pengamatan saat di lapangan.
Lutung yang ditemukan berada di atas pohon tidurnya (bangun tidur) sekitar pukul 06.00.
Pada siang hari, saat dilakukan penyisiran hutan Taman Wisata Alam (TWA) Pangandaran,
ditemukan sekelompok lutung sedang beraktivitas di atas pohon sekitar pukul 15.00 – 16.00
dimana diperkirakan pohon tersebut merupakan daerah teritorialnya sedang bergelayutan dan
melompat dari pohon satu ke pohon lainnya.
Secara umum, aktifitas yang dilakukan lutung antara lain :
1. Aktivitas makan (feeding), aktivitas yang dimulai ketika menemukan makanan
sampai berhenti makan.
38
2. Aktivitas bergerak (locomotion), pergerakan dari satu tempat ke tempat lainnya, dari
satu pohon ke pohon lainnya.
3. Istirahat (immobile), aktivitas diam, meliputi duduk, berdiri, dan tidur.
4. Grooming, aktivitas mencari kutu atau kotoran di tubuh sendiri atau pada individu
lain.
5. Aktivitas main (playing), aktivitas bermain, meliputi waktu dan lokasi permainan.
6. Lain-lain, seperti bersembunyi dan aktivitas lain yang belum teridentifikasi.
Mengenai pakan lutung sendiri, tidak terlihat aktivitas tersebut maupun ditemukannya feses yang menandakan pakan jenis pakannya. Tetapi, berdasarkan literature, pakan lutung berupa dedaunan, buah-buahan, dan kuncup bunga. Bahan makanan yang cenderung keras ini bisa dicerna, karena lutung memiliki empat kamar pada lambungnya.
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Mamalia
Ordo: Primates
Famili: Cercopithecidae
Genus: TrachypithecusReichenbach, 1862
2.3 Kelelawar
Kelelawar merupakan makhluk yang sangat menarik. Yang paling hebat dari kemampuannya adalah kemampuannya yang luar biasa dalam penentuan arah. Kemampuan mengindera tempat dengan gema pada kelelawar ditemukan melalui serangkaian percobaan yang dilakukan oleh para ilmuwan. Mari kita simak lebih dekat percobaan-percobaan tersebut untuk mengungkap rancangan yang luar
Keanekaragaman jenis kelelawar dihutan Pangandaran pada tabel 1. dapat dilihat bahwa jumlah
kelelawar yang paling banyak adalah jenis Macroglossus sobrinus dengan persentase 66.67 %,
sedangkan yang paling rendah dengan persentase 33.33 % yaitu jenis Hipposiderus sp.,
Dyacopterus spadiceus, dan Dyncopterus sp.sedangkan persentase jumlah koloni yang terbesar
ditemukan distasiun 3 yaitu goa Lanang dengan persentase 79.167 % dan yang paling sedikit
ditemukan adalah pada stasiun 1,,4,6 yaitu dengan persentase 33.33%,20.833%, dan
33.33%.pada stasiun 2 dan 5 tidak ditemukan sama sekali jenis kelelawar. Hal ini dikarenakan
lokasi pengamatan dilakukan di goa bagian depan dan belakang yang berkemungkinan terkena
cahaya matahari.
Menurut Griffin (1970) dalam Wijayanti (2001) bahwa kelelawar dalam mencari
makanan mempunyai kemampuan terbang dari tempat bertengger sejauh 60 km. Dari
kemampuan terbang yang dimiliki oleh kelelawar ini membuat kelelawar mendapat makanan
jauh dari tempat bertenggernya.pada saat penangkapan kelelawar dilakukan pada akhir Mei
2008, ketika tanaman tidak banyak yang sedang berbunga ataupun berbuah sehingga membuat
potensi ketersediaan makanan pada saat itu rendah sehingga kelelawar yang didapat juga
sangatlah rendah.
Berdasarkan ahasil perhitungan dari indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wienner
(1963), bahwa jenis keanekaragaman kelelawar di hutan Pananjung Pangandaran rendah. Hal ini
dapat dilihat pada tabel 3,4 dan 5 dimana indeks keanekaragaman jenisnya bernilai antara 0.186-
0.315. Menurut Odum (1971) disebutkan kisaran nilai Indeks Keanekaragaman (H”) suatu jenis
adalah sebagai berikut:
Nilai H’ > 3 Keanekaragaman tinggi
Nilai H’ < H’ < 3 Keanekaragaman sedang
Nilai H’ < 1 Keanekaragaman rendah
Jadi, ditekankan lagi bahwa indeks keanekaragaman jenis kelelawar dihutan panjung
Pangandaran rendah karena bernilai H’ < 1. akan tetapi jika dilihat dari kategori masing-masing
lokasi, didapatkan bahwa pada stasiun 6 memiliki indeks keanekaragaman yang tinggi bila
dibandingkan dengan lokasi-lokasi yang lainnya. Keanekaragaman jenis cenderung akan rendah
pada ekosistem yang secara fisik sangat dikendalikan dancenderung tinggi pada ekosistem yang
di atur oleh sistem biologi.
Burung
40
Satwa di alam bebas akan banyak ditemukan pada habitat yang memiliki sumber daya yang
dibutuhkan. Sebaliknya jarang atau tidak ditemukan pada lingkungan yang kurang
menguntungkan. Kehadiran atau keberadaan satwa dapat diartikan sebagai keberadaan suatu
individu dalam kelompok individu yang ditempatinya. Hal ini juga terjadi pada burung
keberadaan dan penyebaran burung erat hubungannya dengan ketersediaan makan dan tempat
untuk hidupnya. (Peterson, 1980 dalam Fachrul,2007)
Dari hasil pengamtan pada didapatkan indeks kelimpahan tertinggi terdapat pada burung walet
yaitu 0.333. kelimpahan menunujukan total jumlah individu burung yang ditemukan selama
pengamtan. Nilai kelimpahan memberi gambaran suatu komposisi jenis dalam komunitas. Dan
nilai keanekaragaman jenis tertinggi terdapat pada walet,yaitu 0.159. hal ini menunjukan burung
walet memiliki kelimpahan dan keragaman tertinggi di Pangandaran.
Kelimpahan dan keragaman yang tinggi pada walet mungkin juga disebabkan karena banyaknya
gua yang merupakan tempat hidup dari walet. Sedangkan burung lain yang ditemukan adalah
gagak,kangkareng, cipoh, Sri gunting,tor0tor, cucak, layang-layang, Magalema japanicum,
Ortotumus dan tiga spesies burung yang belum diketahui.
Ekosistem air tawar
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap ekosistem air tawar, pasir sebagai salah satu
komponen dalam air tawar terdapat dalam jumlah terbesar. Selain pasir, terdapat pula serasah,
batu, bambu, sampah plastik, dan ikan. Air pada ekosistem air tawar yang kami amati
mempunyai sifat-sifat antara lain yaitu : kelembaban, kecepatan arus, dan kekeruhan. Selain itu
faktor abiotik yang terpenting yaitu intensitas cahaya yang sangat perlu diketahui,karena
intensitas cahaya mempengaruhi suhu sehingga intensitas cahaya dapat menentukan jenis
makhluk hidup yang terdapat dalam ekosistem air tawar tersebut. Ekosistem air tawar yang
diamati merupakan sungai.
Reynolds (dalam Iskandar, 2003)dalam Suwangsa, 2006 menjelaskan bahwa suhu
merupakan faktor penting di dalam perairan dan dipengaruhi oleh jumlah cahaya matahari yang
jatuh ke permukaan air. Suhu juga merupakan salah satu faktor penunjang produktivitas
41
fitoplangkton, karena mempengaruhi laju fotosintesis dan kecepatan pertumbuhan. Selain itu
juga suhu berpengaruh terhadap laju dekomposisi dan konversi bahan organik menjadi bahan
anorganik.
Suhu air bervariasi sesuai panjang sungai,ketinggian, ada tidaknya peneduh dan garis intensitas. Variasi vertikal sangat kecil karena tingkat kedalaman sungai yang lebih dangkal daripada atau laut (Leksono, 2007)
Kecepatan arus pada ekosistem air tawar yang kami amati sebesar 0. Artinya ekosistem
tersebut dalam keadaan tidak mengalir padahal dari bentuk fisik ekosistem tersebut, seharusnya
ekosistem air tersebut dalam keadaan mengalir. Sehingga jika kecepatan arus sebesar 0, maka
hal tersebut disebabkan karena adanya faktor lingkungan berupa cahaya matahari. Pada saat
pengamatan, sedang terjadi musim kemarau sehingga air tidak mengalir karena tidak ada
penambahan air dan terjadi hilangnya air melalui pemanasan(penguapan) akibat musim
kemarau.
Kekeruhan pada tiap plot berbeda. Kekeruhan terbesar terdapat pada plot kedua, hal ini
mungkin disebabkan komponen pasir pada plot tersebut dalam jumlah terbasar diantara plot-plot
lain. Kemungkinan lain dapat juga disebabkan karena adanya gerakan dari pengamat yang
menyebabkan pasir yang mengendap bergerak keatas sehingga ketika diambil sampel air untuk
diukur kekeruhannya, pasir tersebut ikut terambil.
BAB IV
Kesimpulan dan Saran
Daftar pustaka
Alikokodra, Hadi S. 1989. Pengolahan Satwa Liar.Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan
Eimerl, sarel & Devor, irvan, 1978.Primata. Jakarta. Pusaka Alam
Fachrul, Melati Ferianita. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta : Bumi Aksara
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta. PT. Bumi Aksara
Kuntasih, harini,1992. Habitat Satwa Liar. Bogor IPBpress
Leksono, Amin Setyo. 2007. Ekologi : Pendekatan Secara Deskriptif dan Kuantitatif. Malang
Baumedia Publishing.
42
Nurhikmawati. 2007. Teknik Pengawetan dan Identifikasi Kelelawar Pemakan Buah
( Chiroptera : Pteropodidae) Sulawesi Selatan. Di Museum Zoologi Bagian Puslit Biologi
– LIPI Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL). UIN Syarif Hidayatullah : Jakarta.
Nurhikmawati. 2008. Studi Keanekaragaman Jenis Kelelawar (ordo : Chiroptera ) Dikawasan
Hutan Konservasi Alam Bodogol Taman Nasional Gg.Gede Pangrango. Jawa Barat.