Top Banner
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam satu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Garam organik terdiri dari garam-garam asam malat, oksalat, asetat, dan pektat, sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat ,klorida, sulfat, nitrat. Mineral juga biasanya berbentuk sebagai senyawa kompleks yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit, oleh karenanya biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sia pembakaran garam mineral tersebut, yang dikenal dengan pengabuan.. Penentuan kadar abu total pada bahan pangan dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan. Penggilingan gandum, misalnya, apabila masih banyak
24

Laporan Ahp Abu Bahri

Feb 08, 2016

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Laporan Ahp Abu Bahri

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.

Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara

pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral

yang terdapat dalam satu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam

organik dan garam anorganik. Garam organik terdiri dari garam-garam asam

malat, oksalat, asetat, dan pektat, sedangkan garam anorganik antara lain dalam

bentuk garam fosfat, karbonat ,klorida, sulfat, nitrat. Mineral juga biasanya

berbentuk sebagai senyawa kompleks yang bersifat organis. Apabila akan

ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit, oleh

karenanya biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sia pembakaran garam

mineral tersebut, yang dikenal dengan pengabuan..

Penentuan kadar abu total pada bahan pangan dapat digunakan untuk

berbagai tujuan, antara lain untuk menentukan baik atau tidaknya suatu

pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai penentu

parameter nilai gizi suatu bahan makanan. Penggilingan gandum, misalnya,

apabila masih banyak lembaga dan endosperm maka kadar abu yang dihasilkan

akan tinggi. Banyaknya lembaga dan endosperm pada gandum menandakan

proses pengolahan kurang baik karena masih banyak mengandung bahan pengotor

yang menyebabkan hasil analisis kadar abu menjadi tidak murni. Kandungan abu

juga dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan dan keaslian bahan yang

digunakan.

1.2 Tujuan

Mengetahui penentuan kadar abu terhadap suatu bahan menggunakan

metode kering.

mengetahui analisis kadar abu yang terdapat pada bahan

Mengetahu cara pengukuran kadar abu dengan metode kering

Page 2: Laporan Ahp Abu Bahri

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Metode pengabuan kering dan basah

Untuk menentukan kandungan mineral pada bahan makanan, bahan harus

dihancurkan/didestruksi terlebih dahulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu

pengabuan kering (dry ashing) atau pengabuan langsung dan pengabuan basah

(wet digestion). Pemilihan cara tersebut tergantung pada sifat zat organik dalam

bahan, sifat zat anorganik yang ada di dalam bahan, mineral yang akan dianalisa

serta sensitivitas cara yang digunakan. (Apriyantono, et.al, 1989).

2.1.1 Pengabuan Cara Langsung (Cara Kering)

Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua

zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500 – 600 oC dan kemudian melakukan

penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut.

(Sudarmadji, 1996). Pengabuan dilakukan melalui 2 tahap yaitu :

Pemanasan pada suhu 300oC yang dilakukan dengan maksud untuk dapat

melindungi kandungan bahan yang bersifat volatil dan bahan berlemak

hingga kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan sampai asap habis.

Pemanasan pada suhu 800oC yang dilakukan agar perubahan suhu pada

bahan maupun porselin tidak secara tiba-tiba agar tidak memecahkan krus

yang mudah pecah pada perubahan suhu yang tiba-tiba. 

Pengabuan kering dapat diterapkan pada hampir semua analisa mineral,

kecuali mercuri dan arsen. Pengabuan kering dapat dilakukan untuk menganalisa

kandungan Ca, P, dan Fe akan tetapi kehilangan K dapat terjadi apabila suhu yang

digunakan terlalu tinggi. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi juga akan

menyebabkan beberapa mineral menjadi tidak larut.

Beberapa kelemahan maupun kelebihan yang terdapat pada pengabuan

dengan cara lansung. Beberapa kelebihan dari cara langsung, antara lain : 

1. Digunakan untuk penentuan kadar abu total bahan makanan dan bahan

hasil pertanian, serta digunakan untuk sample yang relatif banyak,

Page 3: Laporan Ahp Abu Bahri

2. Digunakan untuk menganalisa abu yang larut dan tidak larut dalam air,

serta abu yang tidak larut dalam asam, dan 

3. Tanpa menggunakan regensia sehingga biaya lebih murah dan tidak

menimbulkan resiko akibat penggunaan reagen yang berbahaya.

kelemahan dari cara langsung, antara lain :

1. Membutuhkan waktu yang lebih lama,

2. Tanpa penambahan regensia, 

3. Memerlukan suhu yang relatif tinggi, dan

4. Adanya kemungkinan kehilangan air karena pemakaian suhu tinggi

(Apriantono, 1989).

 2..1.2 Pengabuan cara Tidak Langsung (Cara Basah)

Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu dengan memberikan reagen

kimia tertentu kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa

ditambahkan adalah gliserol alcohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya

dilakukan pemanasan menggunakan suhu tunggi. Proses pemanasan yang

dilakukan mengakibatkan gliserol alcohol membentuk suatu kerak sehingga

menyebabkan terjadinya peristiwa porositas bahan menjadi besar dan dapat

mempercepat oksidasi. Sedangkan pada pemanasan untuk pasir bebas dapat

membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan

memperbesar porositas yang terjadi, sehingga mempercepat proses penggabuan

(Sudarmadji, 1996).

Kelebihan dari cara tidak langsung, antara lain :

Waktu yang diperlukan relatif singkat.

Suhu yang digunakan relatif rendah.

Resiko kehilangan air akibat suhu yang digunakan relative rendah.

Dengan penambahan gliserol alkohol dapat mempercepat pengabuan.

Penetuan kadar abu lebih baik.

Sedangkan kelemahan yang terdapat pada cara tidak langsung, antara lain :

Hanya dapat digunakan untuk trace elemen dan logam beracun.

Memerlukan regensia yang kadangkala berbahaya.

Memerlukan koreksi terhadap regensia yang digunakan (Apriantono, 1989).

Page 4: Laporan Ahp Abu Bahri

2.2 Bahan Baku

2.2.1 Kopi

Kopi adalah spesies tanaman berbentuk pohon dan termasuk dalam

famili Rubiaceae. Tanaman ini tumbuh tegak, bercabang dan dapat

mencapai tinggi 12 m (Danarti & Najiyati, 1999). Tanaman kopi

merupakan komoditas ekspor yang mempunyai nilai ekonomis yang relatif

tinggi di pasaran dunia, di samping merupakan salah satu komoditas

unggulan yang dikembangkan di Jawa Barat. Sudah hampir tiga abad kopi

diusahakan penanamannya di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan

konsumsi di dalam negeri dan luar negeri (Siswoputranto, 1978).

Lebih dari 90% tanaman kopi diusahakan oleh rakyat. Di dunia

perdagangan dikenal beberapa golongan kopi, akan tetapi yang paling

sering dibudidayakan adalah kopi arabika, robusta, dan liberika (Danarti &

Najiyati, 1999). Selain dikonsumsi sebagai stimulant, kopi juga digunakan

dalam ritual-ritual agama, kepentingan politik, dan sebagai jamuan untuk

tamu-tamu agung. (FAO, 2004)

Senyawa kimia yang terkandung didalam biji kopi dapat dibedakan

atas senyawa volatil dan non volatil. Senyawa volatil adalah senyawa yang

mudah menguap, terutama apabila terjadi kenaikan suhu. Senyawa volatil

yang berpengaruh terhadap aroma kopi antara lain dari golongan aldehid,

keton dan alkohol, sedangkan senyawa non volatil yang berpengaruh

terhadap mutu kopi antara lain kafein, chlorogenic acid dan senyawa-

senyawa nutrisi. Senyawa nutrisi pada biji kopi terdiri dari karbohidrat,

protein, lemak, dan mineral. Sukrosa yang termasuk golongan karbohidrat

merupakan senyawa disakarida yang terkandung dalam biji kopi, kadarnya

bisa mencapai 75% pada biji kopi kering. Selain itu, dalam biji kopi juga

terdapat gula pereduksi sekitar 1 %. Berkurangnya gula pereduksi yang

disebabkan oleh penyimpanan pada suhu tinggi akan menyebabkan

turunnya mutu kopi seduhan yang dihasilkan, karena gula merupakan

salah satu komponen pembentuk aroma. Golongan asam juga dapat

mempengaruhi mutu kopi, karena merupakan salah satu senyawa

Page 5: Laporan Ahp Abu Bahri

pembentuk aroma kopi. Asam yang dominan pada biji kopi adalah asam

klorogenat yaitu sekitar 8 % pada biji kopi atau 4,5% pada kopi sangrai.

Selama penyangraian sebagian besar chlorogenic acids akan terhidrolisa

menjadi asam kafeat dan Quinic acid. Selain itu terdapat juga kafein yang

merupakan unsur terpenting pada kopi yang berfungsi sebagai stimulant,

sedangkan kafeol merupakan faktor yang menentukan rasa. Kafein

merupakan suatu alkaloid dari metil xantin yaitu 1,3,7 trimetil xantin.

2.2.2 Tepung Tapioka

Ubi kayu atau singkong (manihot utilisima) merupakan salah satu

hasil pertanian yang tidak tahan lama dan mudah rusak. Ubi kayu

segar  hanya dapat disimpan selama 3 hari. Jika disimpan lebih dari 3 hari,

umbinya akan berwarna cokelat kebiruan. Oleh karena itu, setelah dipanen

ubi kayu harus segera dikonsumsi atau diproses lebih lanjut. Untuk

mempertahankan daya simpannya, ubi kayu dapat diolah menjadi gaplek,

tepung ubi kayu atau tapioka.Tepung singkong dibuat dari potongan ubi

kayu yang telah kering, kemudian dihaluskan. Ubi kayu yang digunakan

harus baik dan sudah tua, sehingga tepung yang dihasilkanpun baik. Ubi

kayu yang berumur 6 bulan kadar airnya masih sangat tinggi sehingga zat

tepungnya hanya sedikit. Tepung singkong dipakai sebagai bahan

membuat makanan.

2.3 Prinsip Analisa

Page 6: Laporan Ahp Abu Bahri

Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat

organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500 – 600 oC dan kemudian melakukan

penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut.

(Sudarmadji, 1996).

Prinsip pengabuan cara langsung yaitu semua zat organik pada sampel

bahan dioksidasi pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500-600oC, kemudian zat yang

tertinggal setelah proses pembakaran ditimbang. Mekanisme pengabuan cara

langsung yaitu cawan porselen dioven terlebih dahulu selama 1 jam kemudian

diangkat dan didinginkan selama 30 menit dalam desikator.

Cawan kosong ditimbang sebagai berat a gram. Setelah itu, bahan uji

dimasukan sebanyak 5 gram ke dalam cawan, ditimbang dan dicatat sebagai berat

b gram. Pengabuan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu pemanasan pada suhu 300oC

agar kandungan bahan volatil dan lemak terlindungi hingga kandungan asam

hilang. Pemanasan dilakukan hingga asam habis. Selanjutnya, pemanasan pada

suhu bertahap hingga 600oC agar perubahan suhu secara tiba-tiba tidak

menyebabkan cawan menjadi pecah. (Fauzi, 2006)

2.4 Pentingnya Pengabuan bagi sebagian produk makanan

Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik

dan air. Sisanya terdiri dari unsur- unsur mineral. Unsur mineral juga di kenal

sebagai zat organik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan

organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu.

Meskipun banyak dari elemen-elemen mineral telah jelas diketahui fungsinya

pada makanan ternak, belum banyak penelitian sejenis dilakuakan pada manusia.

Karena itu peranan berbagai unsur mineral bagi manusia masih belum sepenuhnya

diketahui (Winarno,1997)

Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, yaitu:

Page 7: Laporan Ahp Abu Bahri

1. Menentukan baik tidaknya suatu pengolahan Dalam penggilingan

gandum, misalnya apabila masih banyak katul atau lembaga yang terikut

maka tepung gandum tersebut akan memiliki kadar abu yang tinggi.

2. Mengetahui jenis bahan yang digunakan Penentuan kadar abu dapat

digunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang digunakan dalam

marmalade atau jelly. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk

menentukan atau membedakan fruit vinegar (asli) atau sintesis.

3. Penentuan parameter nilai gizi pada bahan makanan (Apriyanto, et al,

1989)

Oleh karena itu pengabuan sangat penting untuk dilakukan, hal ini

dikarenakan untuk mengetahui kadar mineral dalam suatu bahan dapat dilakukan

analisa kadar abu dari bahan tersebut, dimana nilai kadar abu yang telah dihitung

tersebut dinyatakan sebagai berat mineral bahan.

Page 8: Laporan Ahp Abu Bahri

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

2.1 Alat dan Bahan

2.1.1 Alat

Kurs porselen 6 buah

Oven

Eksikator

Neraca analitik

Tanur

Penjepit

Spatula

2.1.2 Bahan

Kopi fermentasi

Kopi tanpa fermentasi

Tepung Tapioca

Page 9: Laporan Ahp Abu Bahri

2.2 Skema Kerja

Kurs porselen

Oven 15 menit

Eksikatior 5 menit

Timbang (a gram)

Masukkan tanur

Atur suhu pada skala 30-40

Selama 1 jam / samapi asapnya hilang

Naikkan suhu pada skalan 60-80 selama 4 jam

Timbang (c gram)

BAB 4. HASIL PENGAMATAN

Timbang 3 gram bahan 3x (b gram)

Page 10: Laporan Ahp Abu Bahri

4.1 Kopi Sangrai Tanpa FermentasiPengulangan Berat

Kurs

Porselin

(gr)

Berat

Bahan

(gr)

Berat

Kurs

Porselin

+ Bahan

(gr)

Berat Kurs

Porselin +

Bahan

Setelah

Pengabuan

(gr)

Berat

Bahan

Setelah

Pengabuan

(gr)

Kadar

abu

(g/100 g,

%bb)

1 18,240 3,007 21,247 18,369 0,129 4,289

2 11,842 3,035 14,877 11,967 0,125 4,118

3 8,532 3,001 11,533 8,666 0,134 4,465

Rata - rata 4,291

SD 0,1735

RSD 3,885

4.2 Kopi Sangrai FermentasiPengulangan Berat

Kurs

Porselin

(gr)

Berat

Bahan

(gr)

Berat

Kurs

porselin

+

Bahan

(gr)

Berat Kurs

Porselin +

Bahan

Setelah

Pengabuan

(gr)

BeratBaha

n Setelah

Pengabuan

(gr)

Kadar

abu

(g/100

g, %;bb)

1 10,702 3,021 13,723 10,851 0,149 4,932

2 10,972 3,043 14,015 11,116 0,144 4,732

3 7,994 3,039 11,033 8,142 0,148 4,870

Rata – rata 4,844

SD 0,1024

RSD 2,113

4. 3 Tepung Tapioka

Page 11: Laporan Ahp Abu Bahri

Pengulangan

(1, 2, 3)

Berat

Kurs

Porselin

(gr)

Berat

Bahan

(gr)

Berat

Kurs

porselin

+ Bahan

(gr)

Berat Kurs

Porselin +

Bahan

Setelah

Pengabuan

(gr)

Kadar

abu (%,

bb)

Kadar

abu

(%;bk)

113,871 3,016 16,887 13,872

0,0331

%

0,0387

%

212,952 3 15,952 12,953

0,0333

%

0,0389

%

314,825 3,012 17,837 14,827

0,0641

%

0,0749

%

Rata – rata13,882 3,009 16,892 13,884

0,0435

%

0,0508

%

SD0,936 %

0,008

%0,942 % 0,937

0,0178

%

0,0208

%

RSD6,742 %

0,265

%5,576 % 6,748

40,9195

%

40,9448

%

4.2 Pembahasan

Dari praktikum analisa kadar abu yang telah dilakukan dengan

menggunakan bahan kopi sangria dengan fermentasi dan tanpa fermentasi, serta

bahan tepung tapioca, diperoleh hasil bahwa kadar abu yang tertinggi yaitu kopi

sangria tanpa fermentasi, tertinggi ke-dua yaitu kopi sangria dengan fermentasi

dan yang terakhir yaitu pada tepung tapioca. Begitu juga dengan nilai standart

deviasi dan RSD yang diperoleh yang tertinggi yaitu pada kopi sangria yang tanpa

fermentasi. Pada praktikum anaisa kadar abu yang telah dilakukan terdapat

prosedur-prosedur (tahapan) yang harus dilakukan selama analisa dilakukan. Dari

serangkaian tahapan tersebut diperolehlah data pengamatan seperti yang telah

Page 12: Laporan Ahp Abu Bahri

dipaparkan pada data pengamatan. Dibawah ini pembahasan dari masing-masing

analisa kadar abu terhadap beberapa bahan.

4.2.1 Kopi Sangrai Tanpa Fermentasi

Dari data pengamatan yang telah dipaparkan pada bab 4 menunjukan

bahwa pada praktikum analisa kadar abu dengan bahan kopi sangrai tanpa

fermentasi mempunyai nilai rata-rata kadar abu sebesar 4,291 %(bb). Dari

data tersebut dapat diketahui bahwa kandungan mineral pada kopi sangrai

tanpa fermentasi mempunyai kandungan mineral sebanyak 4,291%.

Untuk nilai RSD pada data pengamatan yang dipaparkan diatas diperoleh

nilai sebesar 3,885%. Sehingga dari data tersebut dapat diambil

kesimpulan bahwa data pengamatan yang diperoleh selama praktikum

analisa kadar abu memiliki nilai jauh dibawah 5%, dimana nilai tersebut

menunjukan bahwa data pengamatan keakurasiannya sangat tinggi.

4.2.2 Kopi Sangrai Fermentasi

Dari data pengamatan dapat diketahui hasil rata-rata nilai kadar abu

yang diperoleh dari proses analisa sebesar 4,844%. Dimana dari nilai

tersebut dapat diketahui bahwa kandungan mineral yang ada pada kopi

sangrai dengan fermentasi sebesar 4,844%, hai ini dikarenakan nilai kadar

abu yang diperoleh diartikan sebagai kandungan mineral pada bahan. Nilai

RSD pada data pengamatan didapatkan nilai 2,113%. Dimana nilai

tersebut menunjukan bahwa keakurasian data yang diperoleh selama

praktikum sangat bagus. Hal ini dikarenakan nilai RSD yang <5%

memiliki keakurasian kurang lebih 90%. Semakin jauh dibawah nilai RSD

suatu data maka tingkat keakurasian datanya semakin bagus.

4.2.3 Tepung Tapioka

Dari serangkaian praktikum yang telah dilakukan pada analisa kadar

abu dengan menggunakan sampel bahan tepung tapioka diperoleh data

nilai rata-rata kadar abu sebesar 0,0508%. Dimana data tersebut

menunjukan kandungan mineral yang terkandung pada tepung tapioka.

Namun data pengamatan yang diperoleh selama praktikum mendapatkan

hasil RSD yang sangat besar yaitu dengan nilai 40,94%. Dimana dengan

Page 13: Laporan Ahp Abu Bahri

nilai RSD yang sebesar itu dapat ditarik kesimpulan bahwa data

pengamatan yang telah diperoleh memiliki tingkat keakurasian yang

sangat buruk. Hal ini dikarenakan nilai RSD yang sangat jauh melebihi

5%. Oleh karena itu kemungkinan data nilai kadar abu yang digunakan

untuk menetapkan kadar mineral yang terkandung didalam bahan juga

tidak akurat.

BAB 5. PENUTUP

Page 14: Laporan Ahp Abu Bahri

5.1 Kesimpulan Dari serangkaian praktikum analisa kadar abu pada beberapa bahan dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut :

Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang

terdapat pada suatu bahan pangan.

Kadar abu paling tinggi didapatkkan pada bahan kopi sangrai dengan

fermentasi

Kadar abu paling rendah adalah pada sampel bahan tepung tapioka

Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan kering (dry ashing) atau

pengabuan langsung dan pengabuan basah (wet digestion).

5.2 SaranPada praktikum analisa kadar abu, yang harus perlu diperhatikan adalah

ketelitian praktikan , konsentrasi yang selalu terjaga, serta pengaturan suhu pada

tanur serta ketelitian dalam melakukan setiap tahapan-tahapan analisa yang

dilakukan

DAFTAR PUSTAKA

Page 15: Laporan Ahp Abu Bahri

Afrianto, E. dan Evi Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan.

Yogyakarta : Kanisius.

Apriantono, A. dan D. Fardiaz 1989. Analisa Pangan. Bogor : Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan

Gizi IPB.

Astawan. 2009. Terung Antikanker yang Dipercaya sebagai obat Kuat. Dinas

Pertanian Jawa tengah.

Efendi, 2009. Pengaruh Rasio Profitabilitas, Rasio Solvabilitas, dan Risiko.

Jakarta : Erlangga.

Fauzi M. 2006. Analisa Pangan dan Hasil Pertanian. Jember: FTP UNEJ

Meyers, Hannah. ""Suave Molecules of Mocha" — Coffee, Chemistry, and

Civilization".2007. avaible from URL www.cat.inist.com.

Najiyati, S. dan Danarti, 1999. Palawija Budidaya dan Analisa Usaha Tani.

Jakarta : Penebar Swadaya.

Soemarno. 2007. Konsep Pengembangan Kawasan Agribisnis Komoditi

Unggulan Wilayah. Malang : FP-UB

Sudarmadji, dkk. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta:

Penerbit Liberty.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

LAMPIRAN

Page 16: Laporan Ahp Abu Bahri

Perhitungan tepung tapioca1. Kadar Abu (%, bb)

(Berat kurs porselen + bahan setelah pengabuan – berat kurs porselen) / berat

bahan x 100%

- Pengulangan I : rata-rata X =

0,0331+0,0333+0,0641/3

13,872 – 13,871/3,016 x 100% = 0,0331% = 0,0435 %

- Pengulangan II :

12,953 – 12,952/3 x 100% = 0,0333 %

- Pengulangan III :

14,827 – 14,825/3,012 x 100% = 0,0641 %

2. Kadar Abu (%, bk)

(Kadar abu %bb) / (100-kadar air bb) x 100%

- Pengulangan I :

0,0331 / (100 – 14,5) x 100% = 0,0387 % rata-rata X =

0,0387+0,0389+0,0749/3

- Pengulangan II : = 0,0508%

0,0333 / (100 – 14,5) x 100% = 0,0389 %

- Pengulangan III :

0,0641 / (100 – 14,5) x 100% = 0,0749 %

Kadar abu (%bb)

SD = √(0,0331-0,0435)2 + (0,0333-0,0435) 2 + (0,0641-0,0435) 2

2

= √0,00031828 = 0,0178 %

RSD = SD/ X x 100

= 0,0178/ 0,0435 x 100 = 40,9195 %

Kadar abu (%bk)

SD = √ (0,0387-0,0508)2+(0,0389-0,0508)2+(0,0749-0,0508)2

Page 17: Laporan Ahp Abu Bahri

2

= √0,000434415 = 0,0208 %

RSD = SD/ X x 100

= 40,9448 %